Anda di halaman 1dari 21

Laporan Pendahuluan Praktikum

Dosen Pembimbing : Fanni Okviasanti, S. Kep., Ns., M. Kep.

Disusun Oleh :
Rosa Amelia Irianto. 151911913076

PROGAM STUDY D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
FISIOTERAPI DADA
Pengertian Tindakan
Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk mengembalikan fungsi suatu
organ tubuh dengan memakai tenaga alam. Dalam fisioterapi tenaga alam yang dipakai antara
lain listrik, sinar, air, panas, dingin, massage dan latihan yang mana penggunaannya
disesuaikan dengan batas toleransi penderita sehingga didapatkan efek pengobatan.
Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna bagi penderita
penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis. Fisioterapi dada ini walaupun
caranya kelihatan tidak istimewa tetapi ini sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret
dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Fisioterapi dada
ini meliputi rangkaian : postural drainage, perkusi, dan vibrasi.
Postural drainase (PD) merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari
berbagai segmen paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi.. Mengingat kelainan
pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka PD dilakukan pada berbagai posisi
disesuaikan dengan kelainan parunya. Waktu yang terbaik untuk melakukan PD yaitu sekitar
1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam sebelum tidur pada malam hari. Perkusi adalah
tepukan dilakukan pada dinding dada atau punggung dengan tangan dibentuk seperti
mangkok. Perkusi dada merupakan energi mekanik pada dada yang diteruskan pada saluran
nafas paru. Vibrasi merupakan kompresi dan getaran manual pada dinding dada. Vibrasi
secara umum dilakukan bersamaan dengan perkusi. Sesama postural drainase terapis biasanya
secara umum memilih cara perkusi atau vibrasi untuk mengeluarkan sekret. Vibrasi dilakukan
hanya pada waktu pasien mengeluarkan nafas. Pasien disuruh bernafas dalam dan kompresi
dada dan vibrasi dilaksanakan pada puncak inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir ekspirasi.
Vibrasi dilakukan dengan cara meletakkan tangan bertumpang tindih pada dada kemudian
dengan dorongan bergetar.
Tujuan Tindakan
Mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan
Membantu membersihkan sekret dari bronkus
Mencegah penumpukan sekret
Memperbaiki pergerakan dan aliran sekret.
Indikasi dan Kontra Indikasi
Indikasi untuk Postural Drainase :
Profilaksis untuk mencegah penumpukan secret, yaitu pada :
Pasien yang memakai ventilasi
Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik atau
bronkiektasis
Pasien dengan batuk yang tidak efektif
Mobilisasi sekret yang tertahan :
Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret
Pasien dengan abses paru
Pasien dengan pneumonia
Pasien pre dan post operatif
Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk
Kontra indikasi untuk postural drainase :
Tension pneumotoraks
Hemoptisis
Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard akut dan
aritmia
Edema paru
Efusi pleura yang luas
lndikasi untuk perkusi :
Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase, jadi semua
indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.
Anatomi Daerah Tindakan

Alat dan Bahan


Untuk postural drainase :
Bantal 2-3
Tisu wajah
Segelas air hangat
Masker
Sputum pot
Untuk Perkusi :
a. Handuk kecil

Aspek Keamanan dan Keselamatan


Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pinggang
Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi lengkap
Periksa nadi dan tekanan darah
Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction untuk mengeluarkan
sekret.
Prosedur Tindakan
Prosedur Postural Drainase :
Cuci tangan
Pilih area yang tersumbat yang akan di-drainase berdasarkan pengkajian semua area
paru, data klinis, dan chest X-ray
Baringkan klien dalam posisi untuk men-drainase area yang tersumbat
Minta klien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit
Selama 10-15 menit drainase pada posisi tersebut, lakukan perkusi dan vibrasi dada di
atas area yang di-drainase
Setelah drainase pada posisi pertama, minta klien duduk dan batuk. Bila tidak bisa
batuk, lakukan suction. Tamping sputum di sputum pot.
Minta klien istirahat sebentar bila perlu
Anjurkan klien minum sedikit air
Ulangi langkah 3-8 sampai semua area tersumbat telah ter-drainase
Cuci tangan
Dokumentasi

Prosedur Perkusi :
Tutup area yang akan dilakukan clapping dengan handuk untuk mengurangi
ketidaknyamanan
Anjurkan pasien untuk rileks, tarik napas dalam dan lambat
Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit dengan kedua tangan membentuk
mangkok

Prosedur Vibrasi :
Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area dada yang akan di
drainase. Satu tangan di atas tangan yang lain dengan jari-jari menempel bersama
dan ekstensi.
Anjurkan klien menarik napas dalam melalui hidung dan menghembuskan napas secara
lambat lewat mulut
Selama ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan, dan gunakan hampir semua
tumit tangan. Getarkan (kejutkan) tangan, gerakkan ke arah bawah. Hentikan getaran
jika klien melakukan inspirasi
Setelah tiap kali vibrasi, anjurkan klien batuk dan keluarkan sekret ke dalam tempat
sputum

Hal Penting yang Harus Diperhatikan Perawat


Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :
Patah tulang rusuk
Emfisema subkutan daerah leher dan dada
Skin graf yang baru
Luka bakar, infeksi kulit
Emboli paru
Pneumotoraks tension yang tidak diobati
Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur yang mudah terjadi cedera
seperti: mammae, sternum, dan ginjal

Kriteria untuk tidak melanjutkan terapi :


Klien tidak demam dalam 24-48 jam
Suara pernapasan normal/relatif jelas
Foto toraks relatif jelas
Klien mampu bernapas dalam dan batuk

Hal Penting yang Harus Dicatat Setelah Melakukan Tindakan


Dokumentasikan hasil pemeriksaan fisik.
Referensi :
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. A. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia .Jakarta : EGC
Long, B. C. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Proses Pendekatan Keperawatan).
Bandung: Universitas Padjajaran.

Fisioterapi Indonesia. 2012. Fisioterapi dada.(http;(


http://www.fisioterapi.web.id/2012/12/fisioterapi-dada.html , diakses 20 Novembe 2020)

Lubis, M. Helmi. (2005). Fisioterapi pada Penyakit Paru Anak.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2024/1/anak-helmi2.pdf. Diunduh pada
jumat , 20 November 2010. Pukul 20.36 WIB.

SUCTION
1. Pengertian

Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas


sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara
mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri. ( Ignativicius,
1999 ).
Sebagian pasien mempunyai permasalahan di pernafasan yang memerlukan bantuan
ventilator mekanik dan pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube), dimana pemasangan ETT (Endo
Trakeal Tube) masuk sampai percabangan bronkus pada saluran nafas. Pasien yang terpasang
ETT (Endo Trakeal Tube) dan ventilator maka respon tubuh pasien untuk mengeluarkan benda
asing adalah mengeluarkan sekret yang mana perlu dilakukan tindakan suction
Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas dengan memakai kateter
penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT),orotraceal tube (OTT), traceostomy tube (TT) pada
saluran pernafasa bagian atas. Bertujuan untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi
sputum, merangsang batuk, mencegah terjadinya infeksi paru. Prosedur ini dikontraindikasikan
pada klien yang mengalami kelainan yang dapat menimbulkan spasme laring terutama sebagai
akibat penghisapan melalui trakea gangguan perdarahan, edema laring, varises esophagus,
perdarahan gaster, infark miokard (Elly, 2000).

2. Indikasi penghisapan sekret endotrakeal diperlukan untuk


a. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenence)
- Pasien tidak mampu batuk efektif
- Di duga ada aspirasi.
b. Membersihkan jalan napas (branchial toilet) bila ditemukan :
- Pada auskultasi terdapat suara napas yang kasar, atau ada suara napas tambahan.
- Di duga ada sekresi mukus di dalam sal napas.
- Klinis menunjukkan adanya peningkatan beban kerja sistem pernapasan.
c. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium.
d. Sebelum dilakukan tindakan radiologis ulang untuk evaluasi.
e. Mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal.
Penerapan prosedur suction diharapkan sesuai dengan standar prosedur yang sudah
ditetapkan dengan menjaga kesterilan dan kebersihan agar pasien terhindar dari infeksi
tambahan karena prosedur tindakan suction. Adapun standar yang digunakan di RS dr.
Kariadi adalah (Protap RSUP Dr. Kariadi, 2004)

3. Standar alat
a. Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai.
b. Kateter penghisap steril dengan ukuran 20 untuk dewasa.
c. Pinset steril atau sarung tangan steril.
d. Cuff inflator atau spuit 10 cc.
e. Arteri klem.
f. Alas dada atau handuk.
g. Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam pinset.
h. Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter.
i. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam kateter yang sudah
dipakai
j. Ambubag / air viva dan selang o2.
k. Pelicin / jelly
l. Nacl 0,9 %
m. Spuit 5 cc.

D. Standar pasien.
a. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakuakan.
b. Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan.

E. Prosedur.
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
b. Sebelum dilakukan penghisapan sekresi :
- Memutar tombol oksigen menjadi 100 %
- Menggunakan air viva dengan memompa 4–5 kali dengan kosentrasi oksigen
15 liter
c. Melepaskan hubungan ventilator dengan ETT.
- Menghidupkan mesin penghisap sekresi.
d. Menyambung selang suction dengan kateter steril kemudian perlahan- lahan dimasukakan ke
dalam selang pernafasan melalui ETT.
e. Membuka lubang pada pangkal kateter penghisap pada saat kateter dimasukkan ke ETT.
f. Menarik kateter penghisap kira–kira 2 cm pada saat ada rangsangan batuk untuk mencegah
trauma pada carina
g. Menutup lubang melipat pangkal, kateter penghisap kemudian suction kateter ditarik dengan
gerakan memutar.
h. Mengobservasi hemodinamik pasien.
i. Memberikan oksigen setelah satu kali penghisapan dengan cara baging.
j. Bila melakukan suction lagi beri kesempatan klien untuk bernafas 3-7 kali.
k. Masukkan Nacl 0,9 % sebanyak 3-5 cc untuk mengencerkan sekresi.
l. Melakukan baging.
m. Mengempiskan cuff pada penghisapan sekresi terahir saat kateter berada dalam ETT,
sehingga sekresi yang lengket disekitar cufft dapat terhisap.
n. Mengisi kembali cuff dengan udara menggunakan cuff infaltor setelah ventilator dipasang
kembali.
o. Membilas kateter penghisap sampai bersih kemudian rendam dengan cairan desinfektan dalam
tempat yang sudah disediakan.
p. Mengobservasi dan mencatat
- Tensi, nadi, dan pernafasan.
- Hipoksia.
- Tanda perdarahan, warna, bau, konsentrasi.
- Disritmia.

F. Komplikasi yang dapat terjadi akibat penghisapan sekret endotrakeal sebagai


berikut( Setianto, 2007):
a. Hipoksia / Hipoksemia
b. Kerusakan mukosa bronkial atau trakeal
c. Cardiac arest
d. Arithmia
e. Atelektasis
f. Bronkokonstriksi / bronkospasme
g. Infeksi (pasien / petugas)
h. Pendarahan dari paru
i. Peningkatan tekanan intra kranial
j. Hipotensi
k. Hipertensi

G. Evaluasi dari hasil yang diharapkan setelah melakukan tindakan penghisapan sekret
endotrakeal adalah (Setianto, 2007 ):
a. Meningkatnya suara napas
b. Menurunnya Peak Inspiratory Pressure, menurunnya ketegangan saluran pernapasan,
meningkatnya dinamik campliance paru, meningkatnya tidal volume.
c. Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas, atau saturasi oksigen yang bisa dipantau
dengan pulse oxymeter
d. Hilangnya sekresi pulmonal

Referensi :
Asmadi (2008). Tehnik Procedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta:Salemba Jakarta.
Arief dan Khotijah.(2014).Praktek Labaratorium Ketrampilan Dasar Dalam
Keperawatan 2.Jogjakarta:Publizer.
Carles,G.Jr,(2010). Traceostomy: Why, when, how. Journal Respirator Care.
Vol.55 No.8, Agustus 2010.
Nurmiyati, Darwin, Jumaini (2013). Hubungan antara Pengetahuan Perawat
Tentang Perawatan Pasien dengan Ventilator dan Sikap Perawat
Terhadap Tindakan Suction. Pekanbaru (Skripsi tidak dipublikasikan).

ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)
A. DEFINISI
Elektrokardiografi (EKG) adalah pencatatan potensial bioelektrik yang dipancarkan
jantung melalui elektroda-elektroda yang diletakan pada posisi di permukaan tubuh (Mansjoer,
2007).

Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan potensial atau


perubahan voltage yang terdapat dalam jantung (Ruhyanudin, 2007). Elektrokardiogram adalah
grafik yang merekam peubahan potensial listrik jantung yang dihubungkan dengan waktu
(Ruhyanudin, 2007).

Electrocardiogram (ECG atau EKG) merupakan alat diagnose yang digunakan untuk
mengukur dan merekam aktivitas listrik jantung yang sangat detail. Mervin J Goldman
mendefinisikan elektrokardiogram (ECG) adalah grafik yang merekam potensial listrik yang
dihasilkan denyutan jantung. EKG diperoleh dengan menempatkan elektrode pada posisi
tertentu (sesuai standar) pada dada dan ekstremitas.

B. SISTEM KONDUKSI JANTUNG


Konduktor adalah bagian yang memiliki sifat penghantar listrik dan merupakan jalur
listrik jantung mengalir. Menurut Faqih Ruhyanudin (2007), dalam EKG perlu diketahui tentang
system konduksi yang terdiri atas:

1.SA Node (Sino-Atriale Node): Terletak di batas atrium kanan (RA) dan vena cava
superior (VCS). Sel-sel dalam SA node ini secara otomatis dan teratur mengeluarkan
impuls (rangsangan listrik) dengan frekuensi 60-100 kali permenit. Kemudian menjalar
ke atrium, sehingga menyebabkan seluruh atrium terangsang. Iramanya adalah sinus
(sinus rhythm)

2. Jalur internodus (traktus internodus) : jalur listrik antara nodus sinoatrial dan nodus
arterioventrikuler.

3. AV Node (Atrio-ventricular node): Terletak di septum internodal bagian sebelah


kanan, di atas katup tricuspid. Sel-sel dalam AV Node mengeluarkan impuls dengan
frekuensi 40-60 kali permenit. Oleh karena AV Node mengeluarkan impuls lebih rendah,
maka dikuasai oleh SA Node yang mempunyai impuls lebih tinggi. Kalau SA Node
rusak, maka impuls akan dikeluarkan oleh AV Node. Iramanya disebut junctional
rhythm/ nodal rhytm.

4.Berkas HIS (HIS Bundle): Terletak di dalam interventrikular dan bercabang 2 yaitu:

a. Cabang berkas kiri

b. Cabang berkas kanan

Setelah melewati kedua cabang ini, impuls akan diteruskan lagi ke cabang-cabang yang lebih
kecil yaitu serabut purkinje.

5 Serat / Serabut Purkinje: Serabut purkinje ini akan mengadakan kontak dengan sel-sel
ventrikel. Dari sel-sel ventrikel impuls dialirkan ke sel-sel yang terdekat sehingga seluruh sel
akan terangsang. Di ventrikel juga tersebar sel-sel pacemaker yang secar otomatis mengeluarkan
impuls dengan frekuensi 20-40 kali permenit. Iramanya idioventricular rhytm. Oleh karena
frekuensinya lebih rendah dari AV Node, maka dalam keadaan normal sel-sel ventrikel tidak
mengeluarkan impuls.

C. ELEKTROFISIOLOGI SEL OTOT JANTUNG


Sel jantung, dalam keadaan istirahat, adalah dalam keadaan polarisasi, yakni sisi di dalam
lebih bermuatan negatif daripada sisi luar. Polaritas listrik ini dijaga oleh pompa-pompa
membrane sehingga ada jaminan pembagian ion yang tepat (khususnya ion kalium, natrium,
klorida, dan kalsium) yang perlu untuk menjaga sisi dalam sel itu agar tetap relatif elektronegatif.
Sel jantung dapat kehilangan muatan negatif di sisi dalam tersebut dalam sebuah proses yang
disebut depolarisasi. Depolarisasi merupakan peristiwa listrik jantung yang amat penting.
Gelombang depolarisasi ini dijalarkan dari sel ke sel yang merupakan aliran listrik dan dapat
dideteksi dengan elektrode-elektrode yang ditempatkan di permukaan tubuh. Setelah depolarisasi
selesai, melalui proses yang disebut repolarisasi, sel jantung itu akan memulihkan polaritasnya
ke polaritas istirahat. Ini juga dapat direkam oleh elektrode perekam. Dari sudut pandang
elektrokardiografi, jantung terdiri atas 3 jenis sel:

Sel perintis (pacemaker cells) – sumber daya listrik jantung


Sel konduksi listrik – kabel jantung
Sel miokardium – mesin kontraktil jantung
Sel perintis dominan dalam jantung terletak di bagian atas atrium kanan, yaitu nodus
sinoatrial (SA) yang terangsang dengan kecepatan 60-100x/menit. Jalur konduksi listrik jantung
setelah dihasilkan impuls listrik dari nodus sinus (SA) adalah melewati nodus AV, kemudian
serabut his , lalu bundle branch kanan dan kiri, kemudian serabut purkinje.

D. ELEKTROKARDIOGRAM

Mesin EKG merekam aktivitas jantung dari beberapa “sudut pandang” yang disebut dengan
“lead”. Untuk mendukung interpretasi EKG, diperlukan pencatatan data umur pasien, jenis
kelamin, tekanan darah (TD), BB, TB, gejala dan obat-obatan (khususnya digitalis dan
antiaritmia).

Dalam mesin EKG yang banyak digunakan di Indonesia, terdapat 12 lead: I, II, III, aVR,
aVL, aVF, V1, V2, V3, V4, V5, V6. Artinya jantung dilihat dari 12 sudut pandang.
Lead I, II, III adalah lead bipolar. Maksudnya, ia terdiri dari dua elektroda yang memiliki
potensi muatan yang berbeda (positif dan negatif).
Lead aVR, aVL, aVF adalah lead unipolar, yang terdiri dari satu elektroda positif dan
satu titik referensi (yang bermuatan nol) yang terletak di pusat medan jantung
Lead V1-V6 adalah lead unipolar, terdiri dari sebuah elektroda positif dan sebuah titik
referensi yang terletak di pusat listrik jantung
E. Pengenalan Gelombang

1. Gelombang P ialah defleksi pertama siklus jantung yang menunjukkan aktivasi


atrium (menggambarkan depolarisasi atrium). Gelombang P dari sinus normal durasinya
0,8-0,12 detik dan amplitudonya kurang dari 2,5 mV.

2. Gelombang Q merupakan defleksi negatif pertama setelah gelombang P, normalnya


berdurasi < 0,04 detik, dan amplitudonya kurang dari 25% gelombang R.

3. Segmen PR segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan


gelombang P dan gelombang QRS (diukur mulai dari permulaan gelombang P sampai
permulaan gelombang Q atau R dan menggambarkan waktu yang diperlukan untuk
depolarisasi atrium dan perlambatan impuls di nodus AV sebelum depolarisasi ventrikel).
Interval normalnya bernilai 0,12-0,22 detik.

4. Gelombang kompleks QRS ialah suatu kompleks gelombang yang merupakan hasil
dari depolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Bagian-bagian gelombang QRS antara lain: 1)
Gelombang Q yaitu defleksi negatif pertama; 2) Gelombang R yaitu defleksi positif
pertama. Defeleksi berikutnya disebut gelombang R’, R”; dst; 3) Gelombang S yaitu
defleksi negatif pertama setelah R. Gelombang S berikutnya disebut S’, S”, dst. Komplek
QRS mempunyai durasi 0,06-0,10 detik (<0,12).

5. Segmen ST segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan


kompleks QRS dan gelombang T.

6. Gelombang T merupakan potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Pada orang
dewasa, gelombang T tegak di semua sadapan kecuali di aVR dan V1. Durasi normalnya
0,12 – 0,18 detik, dan amplitudonya kurang dari 10 mV di chest lead dan kurang dari 5
mV di limb lead.

7. Gelombang U adalah gelombang kecil yang mengikuti gelombang T yang asalnya


tidak jelas.

8. Interval QT menggambarkan waktu total repolarisasi dan depolarisasi ventrikel.


Durasi normalnya 0,3-0,4 detik.

F. Pembacaan Dasar (Interpretasi Dasar) Terdiri Atas:


1.Rate
- Frekuensi jantung normal adalah 60-100 x/menit.
- Bila lebih dari 100 x/menit: (sinus) takikardi
- Kurang dari 60 x/menit: (sinus) bradikardi
- Antara 140 – 250 x/menit: abnormal takikardi
- Antara 250 – 350 x/menit: flutter
- Lebih besar dari 350 x/menit: fibrilasi
- Frekuensi jantung dapat dihitung dengan ; 300 dibagi jarak puncak gelombang R ke R
berikutnya. Contohnya, bila jarak R-R adalah 4 kotak sedang, berarti 300/4 = 75 x/menit.
- Atau dengan cara menghitung interval R-R dalam 30 kotak besar (30 kotak besar = 6
detik), kemudian hasilnya dikalikan 10.

2.Irama jantung yang normal ialah irama yang ditentukan oleh SA node atau disebut irama
sinus (= reguler sinus rhytm = normal sinus rhytm), dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

- Frekuensi antara 60-100 x/menit

- Teratur

- Gelombang P negatif di aVR dan positif di lead II

- Tiap gelombang P diikuti oleh kompleks QRS-T

Penyimpangan ciri-ciri di atas disebut aritmia (arrhythmia). Secara garis besar, aritmia dapat
disebabkan oleh:

- Gangguan pembentukan impuls yang meliputi: ekstrasistole (premature contraction),


abnormal takikardi, flutter, fibrillasi, escaped beat, arrest, wandering pace-maker

- Gangguan penghantaran impuls, yang meliputi : Blok, yaitu: SA blok, AV blok, dan Intra
ventrikular blok/ BBB, accelerated conduction, misalnya sindroma WPW (Wolf Parkinson
White)
3. Posisi

Untuk menentukan posisi, silakan sudara lihat pada lead aVL dan aVF, kemudian
cocokkan dengan tabel di bawah ini.

aVL aVF Posisi

+ + Intermediate

0 + Semi vertical

+ 0 Semi horizontal

+ - Horisontal

- + Vertikal

aV aVF Posisi Lihat Lead Axis (derajat)


L
+ + Intermediet sama tinggi 30
lebih tinggi aVF 40
lebih tinggi aVL 20
- + Vertikal Lead I = 0 90
Lead I = + 80
Lead I = - 100
+ - Horizontal Lead II = 0 -30
Lead II = + -20
Lead II = - -40
0 + Semi 60
vertikal
+ 0 Semi 0
horisontal
4. Axis Aksis listrik jantung adalah sudut yang dibentuk oleh vector listrik.

5. Zona Transisi zona transisi normalnya ada di V3-V4, yaitu pergeseran gambaran
gelombang/kompleks QRS dari negatif ke positif.

6. Interval PR dan QT dapat dilihat pada kertas grafik EKG dan dicocokkan dengan nilai
normalnya.

E. INDIKASI PENGGUNAAN EKG

EKG terutama sangat berguna untuk mengevaluasi kondisi berbeda dibanding fungsi normal :

- Gangguan kecepatan dan irama

- Gangguan hantaran

- Pembesaran kamar-kamar pada jantung

- Infrak miokard

- Ketidakseimbangan elektrolit.

F. PROSEDUR
Pemeriksaan EKG

1. Persiapan alat-alat yang di butuhkan

a. Elektrokardiografi dengan perlengkapannya :

- Elektroda untuk pergelangan tangan dan kaki

- Elektroda isap prekordial

- Sumber listrik

b. Kapas dan alcohol

c. Tempat tidur pasien. Perhatikan bahwa tempat tidur tidak dersentuhan dengan
dinding yang mengandung kabel aliran listrik.

d. Jeli atau pasta elektrolit.

2. Persiapan pasien

a. Pasien berbaring terlentang di atas tempat tidur

b. Kulit di kedua pergelangan tangan dan kaki dibersihkan dengan kapas alkohol.

c. Pasien dalam kondisi relaks dan kedua tungkai bawah tidak saling menempel.

3. Persiapan ruangan

a. Suasana tempat pemeriksaan sebaiknya sejuk, tenang dan nyaman.

b. Alat-alat listrik yang ada dalam ruangan dapat menggangu pemeriksaan.

4. Oleskan keempat elektroda pergelangan anggota gerak dan elektroda prekordial dengan jeli
yang mengandung elektrolit secara merata dan pasanglah elektroda sesuai ketentuan yang
berlaku.

5. Hubungkan kabel penghubung ke pasien dengan elekroda sebagai berikut

a. Kabel warna merah (RA, right arm) dihubungkan dengan elektroda pergelangan
tangan kanan.

b. Kabel warna kuning (LA, left arm) dihubungkan dengan elektroda pergelangan
tangan kiri
c. Kabel warna hijau (LL, left leg) dihubungkan dengan elektroda pergelangan kaki
kiri

d. Kabel warna hitam (RL, right leg) dihubungkan dengan elektroda pergelangan kaki
kanan

e. Kabel C1-C6 dihubungkan dengan V1-V6

Posisi standar untuk sadapan dada adalah sebagai berikut:

1) V1 ruang intercostal IV, tepikanan sternum

2) V2 ruang intercostal IV, tepi sternum kiri

3) V4 (Jangan khawatir, bukan kesalahan, tempatkan elektrode keempat


sebelum ketiga) Ruang intercostal kelima di garis midclavicula

4) V3 di pertengahan antara elektrode kedua dan keempat

5) V5 terletak pada iga ke lima di garis aksilaris anterior

6) V6 pada suatu garis horisontal dengan V5 di garis aksilaris media

6. Sebelum merekam lead, buatlah rekaman kalibrasi.

7. Setelah selesai merekam, bersihkan lead dan tubuh pasien yang terkena pasta.

8. Tulis tanggal dan jam pembuatan, nama dan umur pasien.

9. Kembalikan elektrode dan alat perkam EKG pada tempatnya.


G. Teknik Pemasangan EKG

Hal yang perlu diperhatikan

- Kecepatan laju kertas EKG 25 mm/detik atau 50 mm/detik.

- Ukuran galvanometer 0,5 mv, 1 mv, dan 2 mv.

- Kalibrasi dilakukan dua kali saat sebelum dan sesudah

- Dibuat minimal 3 gelombang

Sadapan bipolar Sadapan ini akan ditandai dengan angka romawi I,II, dan III dimana:

- Lead I: Elektrode yang positif dihubungkan dengan lengan kiri dan electrode
negatif dengan lengan kanan.

- Lead II: Elektrode yang positif dihubungkan dengan kaki kiri dan yang negatif
dengan lengan kanan.

- Lead III: Elektrode yang positif dihubungkan dengan kaki kiri dan yang negatif
dengan lengan kiri.

Sadapan unipolar ekstrimitas sadapan ini ditandai dengan aVR, aVL dan aVF

- Sadapan aVR memiliki elektrode positif di lengan kanan. Elektrode negatif


merupakan gabungan elektrode lengan kiri dan elektrode kaki kiri.

- Sadapan aVL mempunyai elektrode positif hitam di lengan kiri. Elektrode


negatif adalah gabungan elektrode lengan kanan dan elektrode kaki kiri.

- Sadapan aVF mempunyai elektrode positif di kaki kiri. Elektrode negatif adalah
gabungan elektrode lengan kanan dan elektrode lengan kiri
H. Referensi

Brunner & suddarth. 2002. Buku ajar keperawatan medical bedah, volume 2. EGC: Jakarta
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Malang: UMM Press

Thaler. 2000. Satu-Satunya Buku EKG Yang Anda Perlukan, edisi 2. Jakarta: Hipokrate

Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai