Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang menjangkiti lebih dari sepertiga
penduduk dunia. Pada akhir abad 20 ini hampir di seluruh negara terdapat
peningkatan kasus baru TB, dan 95% dari kasus terdapat di negara
berkembang. WHO memperkirakan terdapat lebih dari 8 juta kasus baru,
dan yang meninggal adalah 3 juta setiap tahun, diantaranya 1,4 juta kasus
adalah terdiri dari anak dengan 450.000 kematian (Widagdo, 2011).

Tuberculosis (TB) sudah menjadi permasalahan kesehatan jutaan orang di


dunia. Tuberculosis menjadi peyebab utama kedua kematian dari penyakit
menular di seluruh dunia, setelah Human Imunodeficiency Virus (HIV).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis (Najmah, 2016).

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar
melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan
Malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang
pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs (Dinas
Kesehatan Kota Padang, 2019).

Berdasarkan Jurnal Ilmiah Kesehatan Iqra (2018) Tuberkulosis (TB) paru


adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
Sampai saat ini TB Paru masih menjadi masalah kesehatan yang utama di
berbagai negara di dunia. Berdasarkan Global Tuberculosis Report tahun
2015, TB sekarang berada pada peringkat yang sama dengan penyakit
akibat Human Immunodeficiency Virus (HIV) sebagai penyakit infeksi
paling mematikan di dunia.

Poltekkes Kemenkes RI Padang


Menurut Dinkes Sumbar Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini
dapat menyebar melalui droplet yang telah terinfeksi basil TB. Salah satu
indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah cas detection rate
(CDR), yaitu jumlah pasien baru positif yang ditemukan dan ditemukan
dan diobati terhadap perkiraan jumlah pasien baru BTA positif yang
diperkirakan dalam wilayah tersebut.

Gejala utama dari tuberkulosis adalah batuk selama 2 minggu atau lebih,
batuk disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak, dahak bercampur
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari 1 bulan
(Najmah,2016).

Seseorang ditetapkan sebagai tersangka TB paru apabila ditemukan gejala


klinis utama pada dirinya. Gejala utama pada tersangka TB paru adalah
batuk berdahak lebih dari 3 minggu, batk berdahak, sesak napas, nyeri
dada, berkeringat pada malam hari, demam tinggi, dan penurunan berat
badan. Strategi yang baru, gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/
terus menerus selama 3 minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut,
seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Masa inkubasi dari
terpapar sampai munculnya lesi utama atau reaksi TB paru yang signifikan
adalah 4-12 minggu (Masriadi, 2017).

Berdasarkan data dari Infodatin (2018) jumlah kasus baru TB paru di


Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017. Berdasarkan jenis
kelamin, jumlah kasus baru TB Paru tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali
lebih besar dibandingkan pada perempuan. Hal ini terjadi kemungkinan
karena laki-laki lebih terpapar pada faktor risiko TB Paru.

2
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) Pada tahun 2014
prevalensi TB di Sumbar adalah 0,11 % dan pada tahun 2016 prevalensi
TB Paru di Sumbar mengalami peningkatan menjadi 0,15%. Kota Padang
menyumbang angka kejadian TB paru yang cukup tinggi di Provinsi
Sumatera Barat. Prevalensi TB Paru di Kota Padang pada tahun 2014
adalah 0,11 %. Sedangkan pada tahun 2016 meningkat menjadi 0,18
%.Angka ini melebihi angka prevalensi TB Paru di Sumbar (0,15 %).

Dinas Kesehatan Kota Padang (2017) mengungkapkan jumlah kasus baru


mengalami penurunan dari 1.138 di tahun 2016 menjadi 961 kasus baru di
tahun 2017. Jumlah seluruh kasus TB adalah 2.029 kasus, sementara kasus
TB anak 0-14 tahun sebanyak 209 kasus. Untuk suspek tahun 2017
berjumlah 13.397 kasus, persentase TB Paru terhadap suspek adalah 7,40
%. Tahun 2017 BTA (+) diobati sebanyak 869 pasien, pasien sembuh 757
orang dan pasien yang melakukan pengobatan lengkap sebanyak 692
orang. Jumlah kematian selama pengobatan meningkat dari tahun
sebelumnya dari 22 kasus pada tahun 2016 menjadi 34 kasus di tahun
2017.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zakiah Amalya tahun 2018


dalam Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Tuberkulosis Paru di Ruang Penyakit Dalam RSUD dr.Rasidin
Padang menyatakan berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik
RSUD dr. Rasidin Padang menunjukkan jumlah kasus TB paru yang
cukup tinggi, dimana pada bulan Januari sampai November 2018 terdapat
117 kasus TB paru, hal ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya,
dimana tahun 2017 jumlah kasus TB paru dari bulan Januari sampai
Desember 2017 terdapat 55 kasus TB paru.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh Annisa Amalia tahun 2018
dalam Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Anak

3
dengan Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Padang
didapatkan data anak yang menderita TB sebanyak 12 orang di wilayah
Parak Karakah. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu keluarga
yang anaknya menderita TB paru mengatakan awalnya orang tua tidak
mengetahui anaknya menderita TB paru karena orangtua menganggap
anaknya hanya batuk dan demam biasa saja, dan tidak mengetahui bahwa
TB paru bisa menular ke anaknya. Keluarga juga tidak mengetahui apakah
lingkungan rumahnya juga menjadi faktor penyebab anaknya bisa
menderita TB Paru.

Berdasarkan data terbaru dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2019
jumlah terduga tuberkulosis adalah 21.975, orang terduga tuberkulosis
mendapat pelayanan tuberkulosis sesuai standar 99,8%, CNR semua kasus
tuberkulosis per 100.000 penduduk 275, serta cakupan penemuan kasus
tuberkulosis anak 70,3%. Jumlah semua kasus laki-laki dan perempuan
2.617, serta kasus tuberkulosis anak 1-14 tahun di Kab/Kota adalah 439
anak. Pada 2.362 kasus tuberkulosis terdaftar dan diobati, 1.203 kasus
menjalankan pengobatan lengkap, dan mengalami keberhasilan
pengobatan semua kasus tuberkulosis sebesar 87,8% , serta kematian
selama pengobatan tuberkulosis 3,2% .

Berdasarkan data terbaru dari Dinas Kesehatan tahun 2019 kejadian TB


Paru anak terbanyak di kota Padang terdapat di wilayah Puskesmas
Andalas sebanyak 47 kasus, kemudian pada urutan kedua terdapat di
wilayah Puskesmas Pegambiran sebanyak 22 kasus, lalu pada peringkat
ketiga kasus tuberkulosis anak terdapat di wilayah kerja Puskesmas
Nanggalo sebanyak 15 kasus (Dinas Kesehatan Kota Padang, 2019)

Setelah penulis melakukan survey awal ke Puskesmas Andalas, di dapat


data pada tahun 2018 prevalensi TB Paru anak di Puskesmas tersebut 15%,
kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2019 menjadi 22%, dan

4
pada tahun 2020 prevalensi TB Paru anak di Puskesmas Andalas 19%.
Berdasarkan wawancara dengan keluarga yang anaknya menderita TB
paru mengatakan bahwa tidak tahu jika anaknya bisa tertular TB,
pemeriksaan dilakukan ketika keluarga lain diketahui menderita TB paru,
walaupun anak tidak menunjukkan adanya tanda menderita TB seperti
demam atau batuk pada anaknya, tetapi saat dilakukan pemeriksaan TB
hasil tes anaknya positif TB.

Menurut Manurung, dkk (2013) asuhan keperawatan pada pasien


gangguan sistem pernapasan pada pasien TB Paru tidak berbeda dengan
kasus yang lainnya yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.

Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas peneliti tertarik


melakukan penelitian tentang asuhan keperawatan pada pasien anak
dengan kasus Tuberkulosis Paru di Puskesmas Andalas tahun 2021.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada anak TB Paru di Puskesmas
Andalas?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan TB
Paru
2. Tujuan khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada anak
TB Paru di Puskesmas Andalas
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosis keperawatan pada
anak TB Paru di Puskesmas Andalas
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada anak TB Paru
di Puskesmas Andalas

5
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak TB Paru
di Puskesmas Andalas
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak TB Paru
di Puskesmas Andalas

D. Manfaat Penelitian
1. Peneliti
Diharapkan dapat di aplikasikan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan peneliti dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien anak dengan TB Paru di Puskesmas
Andalas.
2. Puskesmas
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan bahan bacaan
dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan TB
Paru di Puskesmas Andalas.
3. Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menambah informasi, perbandingan dan bahan
bacaan, khususnya mengenai asuhan keperawatan pada pasien anak
dengan TB Paru di Puskesmas Andalas.

6
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Tuberkulosis Paru


1. Definisi Tuberkulosis Paru
TB Paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan pembentukan
nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain (Santa Manurung, dkk 2013 ).

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri


Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ
paru-paru (90%) dibanding bagian tubuh lain pada manusia (Eiyta, 2016).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini,
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini
berukuran 0,3x2mm sampai 4mm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah
merah (Sylvia, 2012).

Tuberkulosis paru pada anak adalah penyakit tuberkulosis paru yang


terjadi pada anak usia 0-14 tahun. TB anak biasanya muncul di lingkungan
dimana TB menjadi penyakit yang biasa. TB pada anak juga merupakan
salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara
endemik TB (WHO, 2014).

2. Etiologi Tuberkulosis Paru


TB Paru disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis sejenis kuma
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6 /um.
Kuman terdiri dari asam lemak , sehingga kuman lebih tahan asam dan
tahan terhadap gangguan kimia fisis (Santa Manurung, dkk 2013 ).

Poltekkes Kemenkes RI Padang


8

Penularan utama penyakit TB adalah oleh bakteri yang terdapat di dalam


droplet yang dikeluarkan penderita sewaktu bersin , bahkan berbicara
(Arif, 2008)

Penyebab Tuberkulosis Paru ialah Mycabacterium tuberkulosis termasuk


dalam famili Mycobacteriaceae. Basil TB mempunyai sifat tidak
membentuk spora, tidak bergerak, pleomorf, gram positif, tahan asam
(basil tahan asam-BTA), berbentuk batang dengan panjang 2-4nm.
Dinding sel mengandung banyak lemak yang bermanfaat untuk pertahanan
terhadap daya bakterisida dari antibodi dan komplemen (Widagdo, 2011)

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari infeksi TB pada sebagian besar anak adalah asimtomatik
dengan tidak pernah memperlihatkan gejala apapun. Sebagian yang lain
memperlihatkan gejala demam tak tinggi, batuk ringan, maleis, gejala
menyerupai flu, dan gejala ini hilang dalam waktu seminggu (Widagdo,
2011)

Pada stadium awal penyakit TB Paru tidak menunjukkan tanda dan gejala
yang spesifik. Namun seiring dengan perjalanan penyakit akan menambah
jaringan parunya mengalami kerusakan, sehingga dapat meningkatkan
produksi sputum yang ditunjukkan dengan seringnya klien batuk sebagai
bentuk kompensasi pengeluaran dahak. Selain itu klien dapat merasa letih,
lemah, berkeringat pada malam hari, dan mengalami penurunan berat
badan yang berarti (Santa Manurung, dkk 2013).

Secara rinci tanda dan gejala TB Paru ini dapat dibagi atas 2 golongan,
yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.
Gejala sistemik :
1) Demam
2) Malaise

8
9

Gejala respiratorik :
1) Batuk
2) Batuk darah
3) Sesak nafas
4) Nyeri dada

Manifestasi lain dari TB Paru adalah ( Jurnal Ilmu Keperawatan.Mira Ayu


2015 ) :
1) Demam
2) Batuk-batuk lebih dari 3 minggu
3) Sesak nafas
4) Nyeri dada
5) Malaise
6) Hasil tes tuberculin / mantoex positif. Untuk uji tuberculin dilakukan
dengan cara mantoex (penyuntikan intrakutan)
7) Hasil foto rontgen dada menunjukkan gambaran yang mendukung
adanya infeksi TB

4. Patofisiologis
Menghirup Mycobacterium tuberculosis menyebabkan saah satu dari
empat kemungkinan hasil, yakni pembersihan organisme, infeksi laten,
permulaan penyakit aktif (penyakit primer), penyakit aktif bertahun-tahun
kemudian (reaktivits penyakit). Setelah terhirup, droplet infeksius tetesan
menular menetap di seluruh saluran udara. Sebagian besar bakteri terjebak
di bagian atas saluran napas dimana sel epitel mengeluarkan lendir. Lendir
yang dihasilkan menangkap zat asing dan silia di permukaan sel terus-
menerus menggerakkan lendir dan partikelnya yang terperangkap untuk
dibuang. Sistem ini memberi tubuh pertahanan fisik awal yang mencegah
infeksi tuberkulosis (Scholastica, 2019).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai satu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil;gumpalan basil

9
10

yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar
bronkus tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus, biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas
lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan (Sylvia,
2012).
Pada titik dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan
diri (multiplying). Bakteri tuberkulosis dan fokus ini disebut fokus primer
atau lesi primer atau fokus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe
regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks
primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan
menjadi sensitif terhadap protein yang dibuat bakteri tuberkulosis dan
bereaksi positif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux (Arif, 2008)

5. Komplikasi
Menurut Nixson (2016) penyakit TB paru bila tidak di tangani dengan
benar akan menimbulkan komplikasi, yang dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
b. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan napas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberculosis)
2) Kerusakan parenkim berat : SOPT, fibrosis paru
3) Karsinoma paru

6. Penatalaksanaan
Dalam Scholastica (2019) disebutkan penatalaksanaan medis TB paru
adalah :

10
11

1) Obat lini pertama : isoniazid atau INH (Nydrazid), rifampisin


(Rifadin), pirazinamida, dan etambutol (Myambutol) setiap hari
selama 8 minggu dan berlanjut 4 sampai 7 bulan.
2) Obat lini kedua : capreomycin (Capastat), etionamida (Trecator),
sodium para-aminosalicylate, dan sikloserin (Seromisin).
3) Vitamin B (piridoksin) biasanya diberikan dengan INH
Dalam Santa Manurung (2013) penatalaksanaan medis pasien TB paru
adalah :
1) Kategori I : 2 RHZE/4H3R3
Diberikan untuk :
a. Penderita baru TB paru dengan BTA (+)
b. Penderita baru TB paru, BTA (-), RO (-), dengan kerusakan
parenkim paru yang luas
c. Penderita baru TB dengan kerusakan yang berat
2) Kategori II : 2 RHZES/HRZE/5 R3 H3 E3
Diberikan untuk :
Penderita TB paru BTA (+) dengan riwayat pengobatan sebelumnya
kambuh, kegagalan pengobatan atau pengobatan tidak selesai
3) Kategori III : 2 RHZ/4 R3 H3
Diberikan untuk :
Penderita baru BTA (-) dan RO (-) sakit ringan
Pengobatan Tuberkulosis Paru (Arif,2008) :
Mekanisme kerja obat anti Tuberkulosis (OAT) :
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
i. Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S).
ii. Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan
Isoniazid (INH)
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)
i. Extraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan
Isoniazid (INH)

11
12

ii. Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin


dan Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli digunakan
Piranizamid (Z).
c. Aktivitas bakterostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
i. Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam
para-amino salisilik (PAS), dan Sikloserine.
ii. Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid
dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3


bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri
atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan
sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid,
Piranizamid, Streptomisin, dan Etambutol.

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu


berdasarkan lokasi TB, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologi, apusan sputum, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di
samping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang
dikenal sebagai Direcly Observed Treatment Short Course (DOTSC).

Untuk program nasional pemberantasan TB Paru, WHO menganjurkan


panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada
urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi
dalam empat kategori sebagai berikut :
a) Kategori I
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita
dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan

12
13

neurologis, dan penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan


parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan lainnya.
Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan setiap hari selama dua
bulan. Bila selama dua bulan sputum menjadi negatif, maka dimulai
fase lanjutan. Bila setelah dua bulan sputum masih tetap positif, maka
fase intensif diperpanjang 2-4 minggu lagi, kemudian diteruskan
dengan fase lanjutan tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau
belum. Fase lanjutannya adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita
meningitis, TB milier, spondilitis dengan kelainan neurologis, fase
lanjutan diberikan lebih lama, yaitu 6-7 bulan hingga total pengobatan
8-9 bulan. Sebagai panduan alternatif pada fase lanjutan ialah 6 HE.
b) Kategori II
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap
positif. Fase intensif dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Bila setelah
fase intensif sputum menjadi negatif, baru diteruskan ke fase lanjutan.
Bila setelah 3 bulan sputum masih tetap positif, maka fase intensif
diperpanjang 1 bulan lagi dengan HRZE (juga dikenal sebagai obat
sisipan). Bila setelah empat bulan sputum masih tetap positif, maka
pengobatan dihentikan 2-3 hari. Kemudian, periksa biakan dan uji
resistensi lalu pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan.
Bila penderita mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata
bakteri masih sensitif terhadap semua obat dan setelah fase intensif
sputum menjadi negatif maka fase lanjutan dapat diubah seperti
kategori I dengan pengawasan ketat. Tetapi jika data menunjukkan
resistensi terhadap H dan R, maka kemungkinan keberhasilan
pengobatan kecil. Fase lanjutan adalah 5 H3R3E3 bila dapat dilakukan
pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat dilakukan pengawasan.
c) Kategori III
Kategori III adalah kasus dengan sputum negatif tetapi kelainan
parunya tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam
kategori I, pengobatan yang diberikan :

13
14

i. 2 HRZ/6 HE
ii. 2 HRZ/4 HARI
iii. 2 HRZ/4 H3R3
d) Kategori IV
Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah
karena kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil sekali. Untuk
negara kurang mampu dari segi kesehatan masyarakat, dapat diberikan
H saja seumur hidup. Untuk negara maju atau pengobatan secara
individu (penderita mampu), dapat dicoba pemberian obat bedasarkan
uji resisten atau obat lapis kedua seperti Quinolon, Ethioamide,
Sikloserin, Amikasin, Kanamisin, dan sebagainya.
Rekomendasi Dosis
Obat anti-TB Aksi Potensi (mg/kgBB)
per Hari per Minggu
Esensial
3x 2x
Isoniazid (INH) Bakterisidal Tinggi 5 10 15
Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Piranizamid (Z) Bakterisidal Rendah 25 35 50
Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 15 15 15
Etambutol (E) Bakterostatis Rendah 15 30 45

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium (Rosfita, 2014)
a) Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta cairan pleura
perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk menegakkan
diagnosis.
b) Pemeriksaan histopatologi jaringan
c) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah kadang-kadang dipakai membantu menemukan
aktivitas penyakit. Jumlah eritrotsit dapat normal atau sedikit
meningkat pada proses-proses yang aktif. Hemoglobin pada

14
15

penyakit yang berat sering disertai dengan anemia sedang, bersifat


normositik dan adanya defisiensi Fe.
d) Sputum BTA
Pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk menemukan kuman
tuberkulosis. Diagnosa pasti ditegakkan bila pada biakan
ditemukan kuman tuberkulosis. Pemeriksaan penting untuk
diagnosa definitive dan menilai kemajuan klien. Dilakukan tiga
kali berturut-turut dan biakan/kultur BTA selama 4-8 minggu
(Santa Manurung, dkk 2013).
b. Pemeriksaan Radiologis : foto rontgen toraks
c. Pemeriksaan Khusus
a) Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin merupakan salah satu dasar kenyataan bahwa
infeksi oleh M.TB akan menyebabkan reaksi delayed-type
hypersensitiviy terhadap komponen antigen yang berasal dari
ekstrak M.TB atau tuberkulin (Rosfita, 2014).
Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakkan
diagnosa terutama pada anak-anak. Penilaian tes tuberkulosis
dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikan dengan mengukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi pada lokasi
penyuntikan (Santa Manurung, dkk 2013).
b) Uji IFN-Y
Teknik ini merupakan modifikasi dari uji tuberkulin. Kelebihan
lain teknik IFN-Y mampu membedakan antara reaktiviti
Mycobacterium tuberkulosis dengan MOTT, karena diketahui
MOTT merupakan penyebab positif palsu hasil uji tuberkulin
(Muhamad Nizar, 2017).
c) Uji BCG
d) Uji Serodiagnosis
e) Teknik Polymerasi Chain Reaction (PCR)
f) Teknik Rapid IGG

15
16

g) Teknik Pemusingan (Centrifuge)


Prinsip teknik ini mencampurkan larutan NaCl pada sputum
sebagai media dengan perbandingan 1:10
h) Teknik Spolygotyping

16
17

8. WOC

Mycobacterium tuberkulosis

Airbone/inhalasi droplet

Saluran pernapasan

Saluran pernapasan atas


Saluran pernapasan bawah

Bakteri yang besar


Paru-paru
bertahan di bronkus

Alveolus
Peradangan bronkus

Terjadi perdarahan
Penumpukan sekret
Penyebaran bakteri secara
limfa hematogen

Efektif Tidak efektif

Sekret keluar Sekret sulit Demam Anoreksia, Keletihan


saat batuk dikeluarkan malaise, mual,
muntah

Batuk terus Obstruksi


menerus
Hipertermi Defisit nutrisi Intoleransi
Sesak nafas Aktivitas
Gangguan pola
tidur
Pola nafas tidak Bersihan jalan
efektif napas tidak
efektif

17
18

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Pada konsep dasar asuhan keperawatan ini akan dibahas tentang pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian (Santa Manurung, 2013 dan Kartika Sari,2013)


a. Identitas Pasien dan Keluarga
Meliputi : nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat, agama, suku bangsa, tanggal masuk RS, nomor
MR
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh batuk lama, demam, penurunan BB, dan
penurunan nafsu makan
b) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Biasanya klien dengan TBC mengalami demam tinggi, batuk
kurang lebih selama 3 minggu, nafas sesak, kurangnya nafsu
makan, nyeri dada
c) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Biasanya anak sebelum sakit terpapar asap rokok, kekurangan gizi,
tidak mendapat imunisasi BCG.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Apakah keluarga klien mengatakan ada riwayat penyakit
emfisema, asma, alergi, dan TB.
c. Integritas Ego
Perasaan tak berdaya/ putus asa, faktor stres, perasaan butuh
pertolongan, denial, cemas, dan iritable.
d. Makanan/ Cairan
Kehilangan nafsu makan, ketidaksanggupan mencerna, dan kehilangan
BB.

18
19

e. Aktivitas/ Istirahat
Kelemahan umum dan kelelahan, nafas pendek dengan pengerahan
tenaga, sulit tidur dengan demam/ keringat malam, mimpi buruk,
takikardia, takipnea/ dispnea, dan kelemahan otot.
f. Pemeriksaan Fisik
a) Tingkat kesadaran :biasanya tingkat kesadaran pasien
composmentis
b) Berat badan : berat badan pasien mengalami penurunan
c) Tekanan darah: tekanan darah pasien meningkat
d) Suhu : demam hilang timbul, suhu bisa sampai 40-41ᵒC
e) Pernafasan : frekuensi pernapasan pasien meningkat
f) Nadi : denyut nadi pasien mengalami peningkatan
g) Kepala :mengamati bentuk kepala, adanya hematom/edema,
perlukaan
i. Rambut : pada klien TB biasanya kulit kepala bersih dan
rambut mengalami kerontokan
ii. Wajah : ekspresi wajah meringis karena nyeri dada yang
dirasakan saat batuk
iii. Mata : terdapat lingkaran hitam pada mata karena kurang
tidur akibat nyeri, mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva
pucat, sklera ikterik, pupil bulat
iv. Hidung : tidak ada tanda-tanda radang, ada nafas cuping
hidung
v. Mulut : bibir kering, lidah tidak kotor, dan ada caries gigi.
vi. Leher : tidak ada pembesaran kelenjer thyroid dan kelenjer
getah bening
h) Dada/Thorak
 Inspeksi : pengembangan pernapasan tidak simetris
 Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
 Perkusi : perkusi redup, hipersonor atau timpani

19
20

 Auskultasi : ada bunyi napas tambahan ronchi


i) Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : ictus cordis teraba 2 jari
 Perkusi : bunyi redup
 Auskultasi : irama jantung reguler
j) Abdomen
 Inspeksi : biasanya perutnya datar
 Auskultasi : penurunan bising usus
 Palpasi : tidak ada masa
 Perkusi : tidak kembung
k) Genitalia : biasanya keadaan dan kebersihan genitalia pasien
baik
l) Sistem Integumen : biasanya terjadi perubahan pada
kelembapan atau turgor kulit jelek karena keringat dingin di malam
hari
m) Ekstremitas : CRT >2dtk, akral teraba dingin, tidak ada edema,
tidak ada varises

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien
e. Gangguan pola tidur ditandai dengan sering terjaga
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3. Intervensi Keperawatan

20
21

Rencana keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan TB paru


adalah sebagai berikut :
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan napas :
efektif berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam diharapkan 1. Monitor pola napas
hipersekresi jalan napas bersihan jalan nafas tidak efektif 2. Monitor bunyi napas
Gejala dan Tanda Mayor : dapat diatasi dengan kriteria hasil : tambahan
1. Batuk tidak efektif 1. Batuk efektif meningkat 3. Monitor sputum
2. Tidak mampu batuk 2. Produksi sputum menurun 4. Berikan minum hangat
3. Sputum berlebih 3. Dispnea menurun 5. Berikan oksigen jika
4. Mengi, wheezing 4. Gelisah menurun perlu
dan/atau ronkhi 5. Frekuensi napas membaik 6. Ajarkan teknik batuk
kering efektif
5. Mekonium di jalan
napas (pada
neonatus)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Objektif :
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas
menurun
4. Frekuensi napas
berubah
5. Pola napas berubah
Kondisi Klinis Terkait :
1. Gullian barre

21
22

syndrome
2. Sklerosis multipel
3. Myastenia gravis
4. Prosedur diagnostik
(mis. bronkoskopi,
transesophageal
echocardiography
[TEE])
5. Depresi sistem saraf
pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Sindrom aspirasi
mekonium
10. Infeksi saluran napas

Pola nafas tidak efektif


berhubungan dengan
2 hambatan upaya napas Setelah dilakukan asuhan
Gejala dan Tanda Mayor keperawatan 1x24 jam diharapkan Manajemen jalan napas :
Subjektif : pola napas tidak efektif dapat diatasi 1. Monitor pola napas
1. Dispnea dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi napas
Objektif : 1. Ventilasi semenit meningkat tambahan
1. Penggunaan otot 2. Tekanan ekspirasi meningkat 3. Monitor sputum
bantu pernapasan 3. Tekanan inspirasi meningkat 4. Berikan minum hangat
2. Fase ekspirasi 4. Dispnea menurun 5. Berikan oksigen jika
memanjang 5. Pernapasan cuping hidung perlu
3. Pola napas abnormal menurun 6. Ajarkan teknik batuk
(mis. takipnea, 6. Frekuensi napas membaik efektif
bradipnea, 7. Kedalaman napas membaik

22
23

hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
stokes)
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif :
1. Ortopnea
Objektif :
1. Pernapasan pursed-
lip
2. Pernapasan cuping
hidung
3. Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
4. Ventilasi semenit
menurun
5. Kapasitas vital
menurun
6. Tekanan ekspirasi
menurun
7. Tekanan inspirasi
menurun
8. Ekskursi dada
berubah
Kondisi Klinis Terkait :
1. Depresi sistem saraf
pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullian barre
syndrome

23
24

5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol

Hipertermi berhubungan
dengan proses penyakit
Gejala dan Tanda Mayor
3 1. Suhu tubuh diatas Setelah dilakukan asuhan
nilai normal keperawatan 1x24 jam diharapkan
Gejala dan Tanda Minor hipertermi dapat diatasi dengan Manajemen hipertermi :
1. Kulit merah kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab
2. Kejang 1. Menggigil menurun hipertermi
3. Takikardi 2. Kulit merah menurun 2. Monitor suhu tubuh
4. Takipnea 3. Kejang menurun 3. Monitor kadar elektrolit
5. Kulit terasa hangat 4. Pucat menurun 4. Monitor haluaran urine
Kondisi Klinis Terkait : 5. Takikardi menurun 5. Longgarkan pakaian
1. Proses infeksi 6. Suhu tubuh membaik 6. Basahi dan kipasi
2. Hipertiroid 7. Suhu kulit membaik permukaan tubuh
3. Stroke 7. Berikan cairan oral
4. Dehidrasi 8. Anjurkan tirah baring
5. Trauma 9. Koaborasi pemberian
6. Prematuritas cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Defisit nutrisi berhubungan
dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien Setelah dilakukan asuhan
4 Gejala dan Tanda Mayor : keperawatan 1x24 jam diharapkan
1. Berat badan defisit nutrisi dapat diatasi dengan
menurun minimal kriteria hasil : Manajemen nutrisi :

24
25

10% di bawah 1. Porsi makana yang 1. Identifikasi status nutrisi


rentang ideal dihabiskan meningkat 2. Identifikasi kebuthan
Gejala dan Tanda Minor 2. Nyeri abdomen menurun kalori dan jenis nutrien
Subjektif : 3. Berat badan membaik 3. Monitor asupan makanan
1. Cepat kenyang 4. Indeks Massa Tubuh (IMT) 4. Monitor berat badan
setelah makan membaik 5. Berikan makanan tingi
2. Kram/ nyeri 5. Frekuensi makan membaik serat untuk mencegah
abdomen 6. Nafsu makan membaik konstipasi
3. Nafsu makan 7. Membran mukosa membaik 6. Berikan makanan tinggi
menurun kalori dan tinggi protein
Objektif :
1. Bising usus
hiperaktif
2. Otot pengunyah
lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa
pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin
turun
7. Rambut rontok
berlebihan
8. Diare
Kondisi Klinis Terkait :
1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Cerebral palsy
5. Cleft lip
6. Cleft palate

25
26

7. Amyotropic lateral
sclerosis
8. Kerusakan
neuromuskular
9. Luka bakar
10. Kanker
11. Infeksi
12. AIDS
13. Penyakit Crohn’s
14. Enterokolitis
15. Fibrosis kistik

Gangguan pola tidur


ditandai dengan sering
terjaga Setelah dilakukan asuhan
5 Gejala dan Tanda Mayor keperawatan 1x24 jam diharapkan
Subjektif : gangguan pola tidur dapat diatasi
1. Mengeluh sulit tidur dengan kriteria hasil : Dukungan tidur :
2. Mengeluh sering 1. Keluhan sulit tidur menurun 1. Identifikasi pola aktivitas
terjaga 2. Keluhan sering terjaga dan tidur
3. Mengeluh tidak puas menurun 2. Identifikasi faktor
tidur 3. Keluhan tidak puas tidur pengganggu tidur
4. Mengeluh pola tidur menurun 3. Modifikasi lingkungan
berubah 4. Keluhan istirahat tidak cukup 4. Lakukan proseur untuk
5. Mengeluh istirahat menurun meningkatkan
tidak cukup kenyamanan
Objektif : - 5. Tetapkan jadwal tidur
Gejala dan Tanda Minor ruitn
Subjektif : 6. Sesuaikan jadwal
1. Mengeluh pemberian obat dan/atau
kemampuan tindakan untuk

26
27

beraktivitas menurun menunjang siklus tidur


Objektif : - terjaga
Kondisi Klinis Terkait : 7. Anjurkan menepati
1. Nyeri/ kolik kebiasaan waktu tidur
2. Hipertiroidisme
3. Kecemasan
4. Penyakit paru
obstruktif kronik
5. Kehamilan
6. Periode pasca
partum
7. Kondisi pasca
operasi

Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
kelemahan Setelah dilakukan asuhan
6 Gejala dan Tanda Mayor keperawatan 1x24 jam diharapkan
Subjektif : intoleransi aktivitas dapat diatasi
1. Mengeluh lelah dengan kriteria hasil : Manajemen energi :
Objektif : 1. Verbalisasi kepulihan energi 1. Identifikasi gangguan
1. Frekuensi jantung meningkat fungsi tubuh yang
meningkat >20% 2. Tenaga meningkat mengakibatkan kelelahan
dari kondisi istirahat 3. Kemampuan melakukan 2. Monitor kelelahan fisik
Gejala dan Tanda Minor aktivitas rutin meningkat dan emosional
Subjektif ; 4. Verbalisasi lelah menurn 3. Monitor pola dan jam
1. Dispnea saat/ setelah 5. Lesu menurun tidur
aktivitas 4. Lakukan latihan rentang
2. Merasa tidak gerak pasif dan/atau aktif
nyaman setelah 5. Fasilitasi duduk di sisi
beraktivitas tempat tidur

27
28

3. Merasa lemah 6. Anjurkan tirah baring


Objektif : 7. Anjurkan melakukan
1. Tekanan darah aktivitas secara bertahap
berubah >20% dari
kondisi istirahat
2. Gambaran EKG
menunjukkan
aritmia saat/ setelah
aktivitas
3. Gambaran EKG
menunjukkan
iskemia
4. Sianosis
Kondisi Klinis Terkait :
1. Anemia
2. Gagal jantung
kongestif
3. Penyakit jantung
koroner
4. Penyakit katup
jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru
obstruktif kronis
(PPOK)
7. Gangguan metabolik
8. Gangguan
muskuloskeletal

28
29

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,
2012 dalam Februanti, 2019).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan
intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang
telah diberikan (Deswani, 2009 dalam Februanti, 2019).

29
30

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan studi kasus.
Metode penelitian deskriptif merupakan suatu metode yang memiliki
tujuan utama dengan memberikan gambaran situasi atau fenomena secara
jelas dan rinci tentang apa yang terjadi (Afiyanti, Yati. 2014). Jenis
penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan desain studi kasus
yang bersifat Deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan untuk mendeskripsikan suatu masalah dengan batasan
terperinci (Nursalam, 2013). Penelitian ini mendeskripsikan Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Tuberkulosis Paru yang akan dilakukan
di Puskesmas Andalas tahun 2021,

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilakukan di Puskesmas Andalas. Waktu penelitian akan
dilakukan selama 5 hari dan pengumpulan data dilakukan dari bulan
Januari sampai bulan Februari 2021.

C. Subyek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari objek yang diteliti atau subjek yang
diteliti (Sugiyono, 2013). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh
anak dengan diagnosa medis Tuberkulosis Paru di Puskesmas Andalas
Tahun 2021.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota populasi
yang diambil menurut prosedut tertentu sehingga dapat mewakili
populasinya (Sandu, 2015). Sampel merupakan bagian populasi yang

30
31

diteliti, yaitu 1 orang anak yang mengalami TB Paru. Teknik


sampling

31
32

merupakan suatu bentuk seleksi sampel yang digunakan dalam


penelitian dari populasi yang ada (Hidayat, 2012). Cara pengambilan
sampel menggunakan teknik purposive sampling, dimana teknik ini
merupakan suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
(tujuan atau masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut
dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal
sebelumnya (Nursalam, 2011).
Kriteria sampel pada penelitian ini yaitu :
a. Inklusi
Inklusi yaitu karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nirsalam,2011)
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Pasien dan keluarga bersedia menjadi responden peneliti
2) Pasien dengan tuberkulosis
3) Pasien dan keluarga yang kooperatif
b. Eksklusi
Ekslusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab
(Nursalam,2015)
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Pasien dan keluarga menolak dijadikan responden penelitian
2) Pasien meninggal sebelum 5 hari penelitian

D. Alat/Instrumen Pengumpulan Data


Alat pengumpulan data yaitu alat pemeriksaan fisik yang terdiri
dari tensimeter, stetoskop, termometer, penlight, reflek hummer.
Instrumen pengumpulan data berupa format tahapan proses keperawatan
mulai dari pengkajian sampai evaluasi keperawatan. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi langsung,
dan studi dokumentasi.

32
33

1. Format pengkajian keperawatan


Terdiri dari identitas pasien, identifikasi penanggung jawab, riwayat
kesehatan, kebutuhan dasar, pemeriksaan fisik, data psikologis, data
ekonomi sosial, data spiritual, lingkungan tempat tinggal,
pemeriksaan laboratorium, dan program pengobatan.
2. Format diagnosa keperawatan
Terdiri dari nama pasien, nomor rekam medik, diagnosa
keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya masalah, serta tanggal
dan paraf dipecahkannya masalah.
3. Format rencana asuhan keperawatan
Terdiri dari nama pasien, nomor rekam medik, diagnosis
keperawatan, intervensi SIKI dan SLKI.
4. Format implementasi keperawatan
Terdiri dari nama pasien, nomor rekam medik, hari dan tanggal,
diagnosis keperawatan, implementasi keperawatan, dan paraf yang
melakukan implementasi keperawatan.
5. Format evaluasi keperawatan
Terdiri dari nama pasien, nomor rekam medik, hari dan tanggal,
diagnosis keperawatan, evaluasi keperawatan, dan paraf yang
mengevaluasi tindakan keperawatan.

E. Jenis - Jenis Data


a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien
seperti pengkajian kepada pasien, meliputi: Identitas pasien, riwayat
kesehatan pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan
fisik terhadap pasien.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
langsung dari rekam medis Puskesmas Andalas. Data sekunder
umumnya berupa bukti data penunjang, catatan atau laporan yang

33
34

telah tersusun dalam arsip yang tidak dipublikasikan.

F. Teknik Pengumpulan Data


1. Wawancara
Wawancara atau tanya jawab yang berkaitan dengan masalah
yang dihadapi oleh pasien. Bertujuan untuk memperoleh data tentang
maslah kesehatan dan masalah keperawatan pasien menumbuhkan
rasa saling percaya antara perawat dengan pasien, membantu pasien
berpartisipasi dalam identifikasi masalah dan tujuan keperawatan
serta membantu perawat untuk menentukan investigasi lebih
lanjut selama tahap pengkajian. Semua interaksi yang dilakukan
perawat dengan menggunakan komunikasi terapeutik.
2. Observasi
Observasi adalah mengamati prilaku dan keadaan pasien
untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan
pasien. Observasi dilakukan dengan menggunakan penglihatan dan
alat indra lainnya, melalui rabaan, sentuhan dan pendengaran. Tujuan
dari observasi adalah mengumpulkan data tentang masalah yang
dihadapi pasien melalui kepekaan alat indra.
3. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dalam penelitian ini menggunakan dokumen dari
puskesmas untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan seperti
dokumen seperti status pasien, hasil laboratorium pasien

G. Analisis
Analisis dilakukan pada setiap proses keperawatan yang dimulai dari
pengkajian, analisa data, rumusan diagnosa keperawatan, perencanan
keperawatan, implementasi dan evaluasi. Analisis dilakukan umtuk
membandingkan antara temuan pada pasien di lapangan dengan teori

34
35

keperawatan. Rencana tindakan yang akan dilakukan serta tujuan yang


harus dicapai perlu diperhatikan agar proses keperawatan berjalan lancar.

35
36

36

Anda mungkin juga menyukai