Anda di halaman 1dari 424

CATATAN AKHiR TAHUN 2020 KEMENTERiAN KAJiAN STRATEGiS

“Awan Gelap di L angit Negeri” dijadikan tema Catatan


Akhir Tahun (Catahu) oleh Kementerian Kajian Strategis
BEM KM UNNES sebagai potret dari situasi yang terjadi

BEM KM UNNES 2020


sepanjang tahun ini, terutama mengenai brutalnya langkah
para politisi yang bersekongkol dengan pemodal (hari ini
kita sebut dengan Oligarki) karena perbudakan gaya baru
hingga perampasan dan penghisapan ruang hidup yang
dilakukan. Selain itu upaya pembiaran yang dilakukan oleh
negara dengan tidak memenuhi Hak Asasi Manusia yang
melekat pada masyarakat juga menjadi sorotan yang
kami sikapi. Utama nya berkaitan dengan Hak atas akses
pendidikan yang makin tidak terjangkau oleh masyarakat
ekonomi rendah, serta pola represifitas hingga
pemberangusan ruang demokrasi yang kerap terjadi
di lingkungan akademis, termasuk terjadi juga di
Universitas Negeri Semarang.
CATATAN AKHIR TAHUN 2020

AWAN GELAP DI LANGIT NEGERI

Kumpulan Kajian, Essay, Legal Opinion, Policy Brief, dan Rilis

Kementerian Kajian Strategis

Badan Eksekutif Mahasiswa Keluara Mahasiswa

Universitas Negeri Semarang 2020

Authors:

Fungsionaris Kementerian Kajian Strategis

BEM KM UNNES 2020

Editors:

Ignatius Rhadite P. B.

Putri Adiliani

Sania Tafryda

Bayu Nugroho

Rahmatia Syafira

i
CATATAN AKHIR TAHUN 2020

AWAN GELAP DI LANGIT NEGERI

Serangkaian Kajian, Artikel, dan Press Release

Kementerian Kajian Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Keluara Mahasiswa

Universitas Negeri Semarang 2020

Copyright © JANUARI, 2021

Buku ini pertama kali diterbitkan oleh Kementerian Kajian Strategis Badan
Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Univesitas Negeri Semarang. Hak
cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak
baik sebagian ataupun keseluruhan isi dengan cara apapun tanpa sepengetahuan
dan izin tertulis dari penerbit.

Editor : Ignatius Rhadite P. B., Putri Adiliani, Sania Tafryda, Bayu


Nugroho, Rahmatia Syafira

Sampul : Sania Tafryda

Layout : Ignatius Rhadite P.B., Putri Adiliani, Sania Tafryda, Rahmatia


Syafira.

ii
SEPENGGAL KALIMAT DARI PARA TOKOH

Asfinawati
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia (YLBHI)

Harapan Indonesia ada di buku ini. Harapan ini bukan semata karena
pandangan serta analisis terhadap bentangan isu yang begitu luas dalam
buku ini atau solusi yang coba diberikan untuk bentangan tersebut. Tetapi
lebih dari itu tradisi pertanggungjawaban kepada publik. Juga tradisi
menulis apa yang telah terjadi sehingga peradaban akan terus maju dari
proses belajar yang bisa melampaui ruang dan waktu ini.

Mengapa pertanggungjawaban publik perlu dipuji sedemikian rupa?


Dalam lingkup kecil teman-teman BEM Unnes mencontohkan sikap ksatria
mengenai transparansi kerja. Melaporkan hal yang tidak diminta memiliki
bobot lebih besar daripada pertanggungjawaban yang diminta. Celakanya
banyak pejabat publik di Indonesia yang meskipun memiliki kewajiban
melakukan pertanggungjawaban publik tidak melakukannya. Misalnya
laporan harta kekayaan. Berbagai argumen dibuat untuk berkelit dari hal ini
seperti kita saksikan dalam drama pemilihan pimpinan KPK pada tahun
2019.

Masalah transparansi ini khususnya laporan keuangan juga terjadi


pada lembaga pendidikan serupa perguruan tinggi. Banyak perguruan tinggi
baik negeri maupun swasta yang mengumpulkan serta mengelola dana besar
sekali tetapi tidak melaporkannya sesuai mandat UU Keterbukaan Informasi
Publik. Pasal 9 UU ini tidak hanya mewajibkan Badan Publik
mengumumkan informasi secara berkala termasuk laporan keuangan tetapi
kewajiban ini dilakukan paling sedikit 6 bulan sekali serta disampaikan
dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang
mudah dipahami. Dalam beberapa kasus, permintaan mahasiswa mengenai

iii
transparansi ini dan manajemen kampus lainnya menuai tindakan balasan
mulai skorsing, DO hingga kriminalisasi. Kampus yang tumpuannya
rasionalitas dan mendapuk dirinya lebih dari seluruh institusi pendidikan
lainnya hingga menamai siswanya “mahasiswa” ternyata menjadi sarang
dan pembelajaran irasionalitas. Bukankah rasionalitas itu didasarkan atas
kemerdekaan berpikir serta lanjutannya berpendapat? Bukankah begitu
kekuasaan diterapkan untuk menertibkan pikiran dan pendapat artinya
rasionalitas tidak lagi jadi yang utama? Jadi apa yang dipertahankan
universitas? Kekuasaan? Penyeragaman?

Hal penting kedua yang hendak saya jabarkan adalah kesadaran


dokumentasi terhadap proses yang sudah terjadi dan produk-produk
pengetahuannya. Dokumentasi ini membuat orang setelah kita bisa meniru,
mengevaluasi hingga menghasilkan yang serupa bahkan lebih baik. Tetapi
proses ini selain berfungsi sebagai pengetahuan sebenarnya dapat menjadi
alat pengingat dan kontrol baik bagi pihak yang membaca maupun
penulisnya. Tiga tahun, 5 hingga 10 tahun kemudian kita bisa bercermin
dari buku ini. Apakah masalah-masalah dalam buku ini berubah atau tetap?
Selesai atau hilang tanpa penyelesaian, menggantung begitu saja ditinggal
korban yang lelah? Bagi penulis 5, 10 bahkan 20 tahun lagi buku ini adalah
sarana pengingat diri. Apakah kita sudah pergi jauh dari titik pijak
keberpihakan saat ini, atau stagnan? Jika pergi jauh apakah ia dalam jalur
yang lurus atau berbalik 180 derajat?

Melakukan dokumentasi terhadap apa yang kita lakukan memang


beresiko. Karena ia membuat kerja menjadi mudah dievaluasi, bahkan
dicerca. Oleh karena itu mereka yang menuliskan kerjanya
kemungkinannya hanyalah mereka yang berani dan keberanian pada
umumnya lahir dari kebenaran. Semoga buku ini menjadi cermin bagi kita
semua utamanya Kampus dan Negara untuk ikut dalam keberanian mencatat
dan melaporkan hasil kerjanya. Salam juang!

iv
Rocky Gerung - Akademisi dan Pengamat
Kebijakan Publik

“Pikiran kampus adalah investasi bagi


perbaikan negeri. Terutama untuk tujuan
keadilan dan kesetaraan warga negara,
buku ini membuka ruang gelap kekuasaan agar cahaya demokrasi
dapat kembali bersinar di negeri ini”

Gunawan Budi Susanto

Pengelola Kedai Kopi Kang Putu, penulis


puisi, cerpen,dan novel

Mahasiswa saat ini cuma bisa nongkrong di


kedai kopi, kafe, atau warung angkringan.
Mereka tak mau memikirkan persoalan
kampus, negara, bangsa. Mereka menikmati hidup sebisa-bisa: main tiktok,
youtube, bigo live, bikin vlog suka-suka.

Boleh jadi, itulah yang Anda tahu dan kenal. Namun, setahu dan
sepengenalan saya, tak semua mahasiswa larut dalam perilaku hedonistik macam
itu. Jika bersedia membaca buku ini, Anda mesti mengakui: banyak mahasiswa
berbuat bagi kemaslahatan banyak orang, termasuk mengunjukkan perhatian dan
empati terhadap persoalan bersama. Buku ini menunjukkan bukti: mahasiswa
bukan kambing congek, yang cuma pintar mengembik. Mereka berpikir dan
menulis secara kritis, berlandaskan kehendak terlibat perubahan ke arah kehidupan
bersama yang adil bagi semua dan setiap orang.

v
SAMBUTAN PRESIDEN MAHASISWA BEM KM UNNES 2020

Apabila mungkin diandaikan BEM KM UNNES 2020 adalah sebuah tubuh,


maka sudah pastilah Kementerian Kajian Strategis (Kastrat) yang menjadi otaknya.
Organ yang menjadi awal dan tumpuan dalam berpijak, sedangkan bagian tubuh
yang lain mengambil peran untuk menghantam kedzoliman dan menegakkan apa
yang diyakini benar untuk UNNES dan Indonesia. Kalau boleh saya mengakui,
Kementerian Kastrat adalah salah satu kementerian yang paling vital dan menjadi
faktor penting BEM KM UNNES 2020 sehingga mampu melaju hinnga sejauh ini
di tengah kondisi perubahan yang ekstrem, dikarenakan pandemi yang terjadi di
tahun ini. Tanpa kementerian Kastrat dan kementerian-kementerian lain, BEM KM
UNNES tak akan sampai pada titik ini.

Buku “Awan Gelap di Langit Negeri” ini adalah bukti perjuangan dan
dedikasi punggawa-punggawa brilian Kementerian Kastrat. Lebih dari itu, dalam
buku ini pula merekam secara tidak langsung perjalanan pengawalan isu BEM KM
UNNES selama tahun 2020 yang penuh pergolakan. Mulai dari ketidakadilan dan
ketidak-idealan pendidikan kita hari ini, kriminalisasi, pemberangusan kebebasan
akademik, politisasi di dalam kampus, ekonomi dan pandemi yang dibajak oleh
oligarki, mundurnya demokrasi hingga agenda reformasi yang kian parah
dikorupsi.

Buku ini menjadi prasasti bahwa pernah ada di tahun 2020, saat negeri ini
begitu kelam, kampus ini begitu suram. Meski belum nampak kapan cahaya fajar
terbit di negeri ini dan kapan mentas dari peliknya permasalahan, tapi saya percaya,
selagi masih ada pejuang di negeri ini, masih ada yang meneriakkan kebenaran di
bumi pertiwi, selama itu pula harapan akan kebaikan, perbaikan, kebermanfaatan,
sejahtera, adil dan makmur akan hadir di negeri ini.

Limpah ruah saya ucapkan terima kasih kepada temen-temen Kementerian


Kastrat, terutama kepada Ignatius Rhadite dan Putri Adiliani atas dedikasinya
sebagai bapak dan ibu yang luar biasa yang selalu membersamai dan membimbing
Kementerian Kastrat hingga sampai pada level ini. Yang saya sayangi punggawa
dan fungsionaris Kementerian Kastrat semuanya, kalian luar biasa telah mau

vi
mengabdi dan berjuang sampai detik ini. Teruslah berjuang dimanapun temen-
temen berada. Doa-doa terbaik untuk temen-temen semua.

Terakhir, atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa akhirnya amanah ini
dicukupkan. Terima kasih kepada UNNES dan Indonesia. BEM KM UNNES
hanyalah jalan dan wasilah untuk mengabdi dan berjuang. Saya percaya, bagi ia
yang telah memutuskan mengambil jalan perjuangan, baginya jalan perjuangan
adalah jalan tiada ujung dan tak bertepi. Mari kita terus berjuang bersama..

Sabtu, 23 Januari 2021

Dengan penuh bangga

Muhammad Fajar Ahsanul Hakim


Presiden Mahasiswa
BEM KM UNNES 2020

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan
berkat serta kasih Nya, Kementerian Kajian Strategis (Kastrat) BEM KM Unnes
2020 berhasil menerbitkan buku Catatan Akhir Tahun (Catahu) dengan tema besar
“Awan Gelap di Langit Negeri” yang berisi rekapitulasi pendampingan, advokasi,
kajian akademis, essay, legal opinion hingga penyikapan terhadap berbagai macam
isu yang muncul sepanjang tahun 2020 ini, baik dari lingkup Universitas Negeri
Semarang, lingkup regional, hingga lingkup nasional.

Catahu ini kami susun dan terbitkan sebagai bentuk akuntabilitas


Kementerian Kajian Strategis kepada publik, terkhusus kepada segenap sivitas
akademika Universitas Negeri Semarang mengenai kerja-kerja advokasi, analisis
isu hingga keterlibatan Kementerian Kastrat dalam setiap gerakan bersama
mahasiswa maupun jaringan masyarakat sipil lain.

“Awan Gelap di Langit Negeri” dijadikan tema Catahu oleh Kementerian


Kajian Strategis BEM KM Unnes 2020 sebagai potret dari situasi yang terjadi
sepanjang tahun ini, terutama mengenai brutalnya langkah para politisi yang
bersekongkol dengan pemodal (hari ini kita sebut dengan Oligarki) karena
perbudakan gaya baru hingga perampasan dan penghisapan ruang hidup yang
dilakukan. Selain itu upaya pembiaran yang dilakukan oleh negara dengan tidak
memenuhi Hak Asasi Manusia yang melekat pada masyarakat juga menjadi sorotan
yang kami sikapi. Utama nya berkaitan dengan Hak atas akses pendidikan yang
makin tidak terjangkau oleh masyarakat ekonomi rendah, serta pola represifitas
hingga pemberangusan ruang demokrasi yang kerap terjadi di lingkungan
akademis, termasuk terjadi juga di Universitas Negeri Semarang.

Setelah 22 tahun Reformasi berlalu, nampak nya demokrasi kita makin


memburuk, dan arah pengelolaan negara semakin menjauh dari kiblat untuk
mencapai sebesar-besar nya kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Tuntutan
Reformasi yang seharusnya dipegang nampak nya sudah tidak lagi menjadi
pedoman, melainkan semangat yang tertuang dalam Reformasi pelan tapi pasti
dikorupsi oleh para Oligarki yang merusak dan memakan habis kekayaan milik

viii
bumi Pertiwi. Sebut saja pengesahan terhadap UU KPK, UU Minerba, UU
Pertanahan dan yang terbaru Omnibus Law Cipta Kerja yang muatan substansi nya
makin menjauhkan masyarakat dari kata sejahtera, karena perspektif pemodal yang
dibangun dan dominan. Berbagai macam produk hukum tersebut juga
dikhawatirkan akan menjelma menjadi malapetaka yang makin memperburuk
kehidupan rakyat sipil dan melanggengkan perampasan ruang hidup, yang
dampaknya kembali akan diderita oleh masyarakat. Sedangkan para oligarki akan
tetap abai melihat penderitaan rakyat karena keuntungan besar yang didapat.
Padahal ideal nya Pemerintah dan DPR harus lebih memprioritaskan produk hukum
yang berkaitan dengan kebutuhan kesejahteraan maupun mengatasi persoalan bagi
masyarakat, seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, serta RUU Pekerja
Rumah Tangga.

Berangkat dari kegelisahan bersama dan melihat indikasi konsolidasi elite


kekuasaan yang makin menguat dan makin mesranya dengan para pemodal,
sehingga segala aturan maupun kebijakan yang lahir sama sekali tidak
mempertimbangkan kesejahteraan rakyat, akan tetapi lebih mengedepankan
kepentingan para oligarki dengan memberikan karpet merah dan fasilitas demi
pemenuhan keuntungan saja. Maka menjadi sebuah kewajiban bagi masyarakat
untuk terus menghimpun persatuan dan Konsolidasi rakyat serta terus bergerak
bersama melawan keserakahan para oligarki.

Buku ini kami desain selain sebagai bentuk pertanggung jawaban, juga
sebagai manifestasi keberpihakan mahasiswa agar mahasiswa tetap teguh dalam
pendiriannya yaitu sebagai mitra berjuang rakyat menuntut perubahan. Dari sini
kita tahu, tanggung jawab sebagai mahasiswa selain kepada diri sendiri, yang utama
adalah kepada rakyat. Memposisikan diri berada dalam barisan pembela kelompok
miskin, rentan, marjinal dan terpinggirkan merupakan sebuah keharusan bagi
seorang insan cendekia. Keberpihakan inilah yang kemudian menjadi landasan
utama dalam setiap sikap dan gerakan yang diaplikasikan. Dari situ pula kita harus
memastikan bahwa kita hadir saat terdengar isak tangis dan jeritan rakyat karena
perampasan, perbudakan dan penghisapan yang dilakukan oleh Oligarki.

ix
Sebagai penutup, kami tak pernah lelah untuk mengingatkan bahwa sebagai
mahasiswa yang dibekali dengan amunisi berupa ilmu pengetahuan, dan menjadi
harapan sebagai agen of change, maka berdiam diri bukanlah langkah tepat untuk
dilakukan. Perubahan bukanlah sebuah pemberian atau hal yang bisa datang dengan
sendiri nya, tetapi perubahan itu adalah sesuatu yang hanya bisa diraih dari hasil
perjuangan dan pertarungan. Ingatlah bahwa sejarah bangsa kita ini adalah sejarah
nya para pemuda. Maka mari ambil peran untuk menciptakan perubahan dengan
segala yang melekat pada diri kita sebagai pemuda. Karena menjadi mahasiswa
artinya menjadi manusia yang memegang tanggungjawab untuk menggerakkan
semangat perubahan, menjaga nilai-nilai kebaikan, menjadi intelektual organik,
serta menjadi garda terdepan dalam setiap perjuangan dan perlawanan terhadap
penguasa yang menjauhkan rakyat dari kata sejahtera

Harapan kami setelah terbitnya buku ini, mahasiswa dan juga setiap
elemen masyarakat sipil lain dapat berkolaborasi dan menguatkan konsolidasi
dalam menggalang gerakan melawan oligarki dan mewujudkan kesejahteraan dan
keadilan sosial.

Hormat Kami,

Kementerian Kajian Strategis BEM KM Unnes


2020

x
SEKAPUR SIRIH

KEMENTERIAN KAJIAN STRATEGIS (KASTRAT) BEM KM UNNES 2020

“Kemarin kita menjalin asa, hari ini kita berkarya, maka besok kita gemparkan dunia!
Ingatlah bahwa kita adalah keluarga Kastrat yang telah berkarya untuk Kampus dan
Bangsa!”

Kementerian Kajian Strategis (Kastrat) yang merupakan bagian dari Badan


Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Negeri
Semarang memiliki peran untuk menganalisis dan mengkaji setiap isu sebagai
pijakan awal dalam melakukan gerakan serta kerap memberikan alternatif solusi
berupa rekomendasi kepada para stakeholder melalui kajian yang disusun, dimana
muara nya adalah menuju kepada sebuah perubahan sosial. Apabila dilihat dari
fungsi yang dimiliki, dapat dikatakan bahwa Kastrat BEM KM UNNES 2020
merupakan laboratorium dan pabrik intelektual yang berperan vital untuk
memproduksi segala narasi, gagasan, maupun sikap kelembagaan yang berkaitan
dengan isu-isu kemahasiswaan maupun hukum, sosial dan politik. Sepanjang tahun
2020 ini, Kastrat BEM KM UNNES mengabdikan diri untuk mengawal berbagai
isu yang dipetakan menjadi 3 skala, yakni skala kampus, skala regional, dan skala
nasional.

Kastrat BEM KM UNNES 2020 beranggotakan 15 (lima belas) orang yang


secara total telah berjuang dan berkerja keras demi KM UNNES dan Indonesia
tercinta. 15 (lima belas) intelektual tersebut ialah Ignatius Rhadite sebagai Menteri,
Putri Adiliani sebagai Sekertaris Menteri, serta 13 orang staff lain yakni, Bayu
Nugroho, Hafizh Siraji, Sania Tafryda Hakim, Saiful Imam Baehaki, Kurnia Dwi

xi
Indah Safitri, Ivan adi Saputro, Fiddin Nur Fidhiana, Laela Rahma Agustin, Cahya
Astika Tunggaldewi, Nur Rochmat Solichin, Achelia Nafisa Putri, Mas’ud Ilman
Mubarok, dan Rahmatia Syafira.

Inilah wajah-wajah di balik layar yang selama setahun ini menghabiskan


waktu pagi hingga pagi nya dalam ruang-ruang diskusi, dialektika, perdebatan
hingga pengkajian isu, yang juga menimbulkan sebuah konsekuensi logis berupa
resiko untuk memberikan berbagai pengorbanan, dari energi, waktu, materi, pikiran
hingga pengorbanan akademik sekalipun. Namun inilah realita jalan juang yang kita
hadapi. Jalan perjuangan memang jalan sunyi yang rasanya seperti tak bertepi.
Harapan dan asa untuk mewujudkan suatu tatanan sosial yang ideal nampak seperti
mimpi yang terasa utopis. Terlebih selalu ada banyak hal yang harus dikorbankan
untuk terus berjuang menghadapi tantangan dan masalah yang tak pernah berhenti
muncul. Dan dengan semangat kekeluargaan, kita telah bersama-sama berhasil
melewatinya hingga mencapai garis finish.

Saya sangat bersyukur karena dipertemukan dengan 15 (lima belas)


keluarga keren yang sepanjang tahun 2020 ini secara bersama-sama telah berhasil
mengamalkan “Lawan sastra ngesti mulya” (Dengan ilmu kita menuju kemuliaan).
Mereka lah lilin penerang bagi perjuangan BEM KM Unnes dalam menyusuri jalan
juang yang gelap dan sunyi itu. Kita patut berbangga karena hari ini sejarah telah
kita ciptakan, dan tinta emas yang kita torehkan tidak akan pernah pudar oleh
waktu. Berbahagia dan berbanggalah menjadi keluarga dari Kementerian Kastrat
BEM KM UNNES 2020 karena ikatan kekeluargaan kita akan abadi. Buku ini
adalah saksi bisu yang menunjukan bahwa kita pernah bertemu dan menyatu dalam
sebuah ikatan, buku ini juga menjadi sebuah warisan yang kelak akan kita
perlihatkan dan ceritakan pada anak dan cucu kelak bahwa perjuangan yang kita
lakukan hari ini bukan hanya sebuah dongeng fiksi tak berbentuk.

Setiap massa ada orang nya, dan setiap orang ada massa nya. Barangkali
quotes tersebut merupakan kalimat yang tepat untuk menggambarkan telah
berlabuhnya kapal bernama Kementerian Kajian Strategis BEM KM UNNES 2020
ke dermaga sebagai persinggahan terakhir, yang juga menandakan telah
berakhirnya perjalanan panjang mengarungi samudera luas dengan badai dan

xii
ombak besar yang menghantam. Dengan tertatih-tatih para awak kapal
menginjakan kaki di daratan dengan senyum lebar yang merekah di bibir,
mengucapkan salam perpisahan kepada kapten kapal yang telah menahkodai kapal
tersebut dan mengorganisir para awak kapal untuk bersama-sama berjuang agar
kapal yang ditumpangi tidak karam di samudera. Kapten kapal melepas kepergian
para awak kapal dengan haru sekaligus bangga, begitu juga dengan para awak kapal
yang juga merasa berbangga karena telah melakukan petualangan hebat dan
mencetak sejarah. Daratan telah dipijak, dan sebuah peradaban baru telah tercipta
karena lompatan besar yang mereka torehkan. Kelak akan tiba waktu nya bagi
mereka untuk menjadi kapten di kapal masing-masing dan menahkodai para awak
kapal yang baru. Menjelajahi samudera yang lain menuju ujung dunia, dan
berpetualang kembali untuk mengukir sejarahnya masing-masing. Kiasan cerita
tersebut saya buat dan sampaikan untuk menggambarkan betapa terhormat dan
bangga nya saya sebagai seorang nahkoda karena telah berhasil membawa
Kementerian Kastrat sampai ke persinggahan nya. Bersama-sama kita melawan
ombak dan badai besar berupa masalah, konflik dan perbedaan yang berpotensi
menghancurkan kementerian kastrat. Dan kita kembali patut bersyukur karena
berhasil mempertahankan kapal kita hingga akhir.

Tiba lah saya untuk berpamitan dan melepas semua punggawa kastrat
dengan sebuah kebanggan karena saya yakin kalian akan mampu meneruskan
estafet perjuangan ini dan menjadi nahkoda kapal yang akan membawa pejuang-
pejuang baru untuk menaklukan samudera perjuangan. Pesan dari saya, teruslah
berkarya dan ciptakan cerita baru masing-masing yang penuh kebanggan.

Akhir kalimat, Kementerian Kajian Strategis BEM KM UNNES 2020 pamit


undur diri. Hubungan dalam organisasi boleh usai, namun ikatan kita akan tetap
terpatri abadi di dalam nadi.

Ditulis di Sebuah Kamar Kos Pada 15 Januari 2021


Dengan Penuh Cinta,

Ignatius Rhadite Prastika Bhagaskara


Menteri Kajian Strategis BEM KM UNNES 2020

xiii
DAFTAR ISI

1. SEPENGGAL KALIMAT DARI PARA TOKOH .......................................................iii


2. SAMBUTAN PRESIDEN MAHASISWA BEM KM UNNES 2020 ............................ vi
3. KATA PENGANTAR ....................................................................................................viii
4. SEKAPUR SIRIH ............................................................................................................ xi
5. DAFTAR ISI .................................................................................................................. xiv
6. BAB I : NEGARA DAN PANDEMI ............................................................................... 1
(1) MENJAWAB DARMA PENDIDIKAN NASIONAL DI MASA PANDEMI ................................. 2
(2) AWAN GELAP PEREKONOMIAN INDONESIA SETELAH PANDEMI ................................... 9
(3) BAYANGAN PEREKONOMIAN GLOBAL DAN INDONESIA PASCA PANDEMI : GELAP ATAU
GEMERLAP .................................................................................................................... 24

(4) MENJADI BURUH MUNGKIN ADALAH POSISI YANG PALING TIDAK DIINGINKAN ......... 33
(5) INDONESIA STATUS DARURAT BENCANA NASIONAL NONALAM : UKT HARUS
DISESUAIKAN ................................................................................................................ 37

(6) PERSOALKAN BIAYA PENDIDIKAN DI MASA PANDEMI COVID-19, MAHASISWA FH


UNNES AJUKAN UJI MATERI PERMENDIKBUD 25/2020 KE MAHKAMAH AGUNG ........ 40

(7) MAHASISWA UNNES ADUKAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK


INDONESIA KE KOMNAS HAM ...................................................................................... 52

(8) PENEGAKAN HUKUM PENIMBUN MASKER DI TENGAH KRISIS VIRUS COVID-19.......... 56


(9) PILKADA DI TENGAH PANDEMI : KESEHATAN PUBLIK VS KEPENTINGAN POLITIK ........ 64
(10)MENUNTUT PEMERINTAH MENDAHULUKAN KESELAMATAN DAN KEPENTINGAN
HIDUP MASYARAKAT .................................................................................................... 76

7. BAB II : WAJAH LAIN INDONESIA.......................................................................... 82


(1) MENINJAU KEMBALI KEBANGKITAN JOKOWI : KEMENANGAN REFORMASI ATAU
MENYESUAIKAN DIRI DENGAN OLIGARKI? ..................................................................... 1

(2) 22 TAHUN UJIAN REFORMASI : ANTARA KEBEBASAN BERPENDAPAT DAN


BATASANNYA DALAM PERJUANGAN DEMOKRASI INDONESIA MELAWAN OLIGARKI ... 7

(3) SENGKARUT KEKERASAN SEKSUAL : DARI UU YANG MANGKRAK SAMPAI STIGMA


YANG PERLU DIROMBAK ............................................................................................... 14

(4) PEMBUNGKAMAN DEMOKRASI DI UNAS : DARI REPRESIFNYA WATAK KAMPUS


HINGGA ABAINYA NEGARA ........................................................................................... 24

(5) DWIFUNGSI TNI KEMBALI, ORBA BANGET DONG? ....................................................... 37


(6) IURAN BPJS KESEHATAN TAK JADI DITURUNKAN MALAH DINAIKAN : PEMERINTAH
NGE-PRANK RAKYAT ..................................................................................................... 40

xiv
(7) MENIMBANG REFORMA AGRARIA ALA REZIM JOKO WIDODO .................................... 44
(8) MENERKA MERDEKA BELAJAR ALA NADIEM : BENAR MERDEKA ATAU HANYA
SLOGAN? ....................................................................................................................... 50

(9) PETANI MATI DI LUMBUNG PADI .................................................................................. 59


(10)SEPTEMBER HITAM : BULAN KELAM DI LANGIT NEGERI .............................................. 64
(11)HENTIKAN RASISME DAN KRIMINALISASI TERHADAP MASYARAKAT PAPUA ............... 69
(12)MELEPAS PENDIDIKAN DARI KOMODITAS UTAMA PASAR OLIGARKI ........................... 78
(13)GERAKAN MELINGKAR SEBAGAI SOLUSI PENYELEWENGAN HUKUM DI INDONESIA ... 83
8. BAB III : OMNIBUS LAW CIPTA KERJA, KARPET MERAH OLIGARKI ....... 88
9. BAB IV : SENJAKALA DEMOKRASI DI KAMPUS KONSERVASI.................. 130
(1) LEGAL OPINION : MAHASISWA UNNES ADUKAN REKTOR KE KPK, DEKAN FH UNNES
TERBITKAN SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN KEPADA ORANG TUA .................... 131

(2) LEGAL OPINION : SURAT KEPUTUSAN REKTOR TERHADAP SKORSING DOSEN UNNES
CACAT HUKUM ............................................................................................................ 141

(3) REKTOR UNNES TIDAK KONSISTEN DAN TERKESAN MENGHINDARI DEBAT AKADEMIK
.................................................................................................................................... 158

(4) MOMOK BERUPA REPRESIFITAS ITU BERNAMA REKTOR UNIVERSITAS NEGERI


SEMARANG ................................................................................................................. 163

10. BAB V : 55 TAHUN UNNES DAN KOMPLEKSITAS PERMASALAHANNYA . 168


(1) KAJIAN DIES-NATALIES 55 TAHUN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG ....................... 169
(2) SURAT CINTA UNTUK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG ........................................... 181
11. BAB VI : CATATAN KRITIS PENDIDIKAN UNNES DI TENGAH PANDEMI
COVID-19 ...................................................................................................................... 184
12. BAB VII : KAJIAN AKADEMIS POLEMIK PGSD ................................ TEGAL
........................................................................................................................................ 265
13. PROFIL PUNGGAWA KEMENTERIAN KAJIAN STRATEGIS BEM KM
UNNES 2020 .................................................................................................................. 322

xv
xvi
BAB I : NEGARA DAN PANDEMI

1
MENJAWAB DARMA PENDIDIKAN NASIONAL DI MASA PANDEMI

“Selamat Hari Pendidikan Nasional untuk kita Semua”


“Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut
wuri andayani”
“di depan memberi teladan,di tengah membangun kemauan, dari
belakang mendukung”

Terhitung sejak awal maret 2020 Indonesia menjadi salah satu


Negara warganya positif terinfeksi virus Covid-19, hal ini dilaporkan
sendiri oleh presiden Joko Widodo pada Senin (2/3/2020) di istana
1
kepresidenan . Hal ini kemudian disusul oleh berbagai kebijakan
pemerintah dalam penanggulangan covid-19 seperti banyaknya kampanye
di media massa terkait pemberlakuan social distancing yang kemudian
istilahnya diubah menjadi physical distancing, hal ini disusul dengan
diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau
Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus
Disease (Covid-19), kemudian Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang
Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-
19)2 yang menyebabkan Ujian Nasional dan ujian kompetensi keahlian bagi
SMK tahun 2020 dibatalkan serta diberlakukannya sistem belajar di rumah
secara daring. Pemberlakuan belajar dirumah ini mengakibarkan persoalan
baru baik dari siswa, guru, maupun orang tua siswa. Saat ini pemerintah
menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang
dinilai setengah-setengah justru menyulitkan banyak pihak3 termasuk disini
orang tua siswa dan mahasiswa yang mengalami penurunan penghasilan dan

1 https://nasional.kompas.com/read/2020/03/03/06314981/fakta-lengkap-kasus-pertama-
virus-corona-di-indonesia. Di akses pada 28 April 2020
2 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (24/3/2020)
3 https://kumparan.com/kumparannews/psbb-dinilai-tak-efektif-kebijakan-yang-setengah-

hati-1t9ppgyjTTv. Di akses pada 5 mei 2020

2
mengalami kendala keuangan dalam membayar Uang Kuliah Tunggal
(UKT).

Berangkat dari hal tersebut, Sabtu, 2 Mei 2020 bertepatan dengan


hari pendidikan nasional tahun 2020. Kementerian Kajian dan Strategis
BEMKM UNNES 2020 mengadakan diskusi dalam sesi Millenial Talk
"Menjawab Darma Pendidikan Nasional di Masa Pandemi : Program,
Kurikulum, Sarana dan Prasarana" dengan Pembicara Prof. H. Mohamad
Nasir, Drs, Ak.,M.Si.,PH.d. (Menteri Ristekdikti Kabinet Kerja 2014-2019)
dan Asfinawati, S.H (Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia).

Diskusi diawali oleh Prof.Nasir yang menyatakan bahwa pendidikan


di revolusi industri sekarang pendidikan harus dapat dinikmati dan diakses
di semua kalangan dan semua wilayah di seluruh Indonesia. Beliau juga
mengungkapkan bahwa kurikulum yang harus dibangun di perguruan tinggi
harus memenuhi tiga aspek yaitu build data scientific , pemrograman, dan
coding, sehingga sehingga literasi terhadap teknologi dapat dicapai dan
lulusannya tidak terpaku pada gelar yang ia dapat. Perubahan besar dalam
kurikulum tersebut harus dilakukan oleh semua elemen dalam pembelajaran
baik itu mahasiswa ataupun dosen, perubahan mendasar kurikulum ini
memungkinkan sistem perkuliahan dapat dilakukan tidak hanya di dalam
kelas dan tanpa memandang waktu yaitu menggunakan konsep E-Learning,
namun bukan berarti pembelajaran dalam kuliah face to face yang
dilaksanakan secara online seperti yang banyak terjadi di fenomena
pandemic sekarang. Yang banyak ditemui sekarang di semua jenjang
pendidikan adalah sistem perkuliahan face to face yang dilaksanakan
secara online, bukan menggunakan konsep E-Learning, selain itu konsep
E-Learning ini harusnya didukung dengan sarana prasarana yang layak,
namun bisa dikatakan sarana untuk mendukung pembelajaran yang
Indonesia miliki masih tertinggal dari beberapa Negara sepertu New
Zealand dan Korea.

3
Di kebanyakan kampus sekarang, sistem perkuliahan di masa
pandemic ini masih dilakukan sesuai dengan jam pelajaran yang diterapkan
yaitu mengacu pada pembelajaran online yang sistemnya face to face,
sehingga learning outcomes yang dihasilkan kurang maksimal. Prof Natsir
juga mengkritisi kebijakan menteri sekarang mengenai kampus merdeka
yang tidak memiliki guidance yang baik sehingga kualitas dari sistem
tersebut tidak bisa dikontrol, menurutnya pendidikan di Indonesia masih
perlu banyak pembinaan.

Pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan, hal ini berarti harus


diiringi juga dengan peningkatan Infrastruktur, namun peningkatan
infrastruktur bukan berarti harus dibebankan ke peserta didik dengan
menaikkan UKT. Hal ini dapat di tampung seharusnya dalam bentuk
anggaran lainnya yg ataupun anggaran oprasional yg tidak terpakai pada
saat kuliah dilaksanakan dengan cara E-Learning. Lebih lanjut Prof.Nasir
juga memaparkan dengan adanya online learning harus perguruan tinggi
bise mamaksimalkan dan mulai mengaplikasikan hal ini dengan efektif.
Karena secara teori beliau menyampaikan bahwa dengan pembelajaran
jarak jauh banyak konsumsi anggran yang biasanya nya day to day terpakai
menjadi dapat dihemat. Dan ini harusnya menjadi kesempatan kampus
untuk memberikan keringan bagi mahasiswa.

Pembicara kedua Asfinawati, S.H,

Dalam pemaparannya yang pertama Asfinawati, S.H, mengatakan


bahwa YLBHI dalam riwayatnya turut juga melakukan banyak advokasi
dalam bidang pendidikan baik dasar, menengah, hingga tinggi. Hak
pendidikan juga merupakan hak Asasi Manusia dan merupakan suatu
Sarana yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan hak-hak lain.4 Hal
ini juga melihat pada kenyataanya Hak Pendidikan juga merupaka bagian
Hak yang dicantumkan sebagai HAM khususnya dalam Internasional
Covenant on Economic, Social and Cultural Right. Pendidikan sendiri

4 Komite Mengenai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Komentar Umum 13, dok.PBB
E/C.12/1999/10

4
mencangkup berbagai elemen baik hak ekonomi, sosial dan budaya serta
hak sipil dan politik.5

Indonesia adalah negara hukum dan sejak kelahirannya pada tahun


1945 menjunjung tinggi HAM. Sikap Indonesia tersebut dapat dilihat
hakikatnya bahwa meskipun dibuat sebelum memproklamasikannya
Universal Declaration of Human Right, Dalam konstitusi kita telah memuat
banyak ketentuan mengenai penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.
Hak Pendidikan selanjutnya masuk dalam amandemen ke-4 setelah
reformasi, hal ini juga berkaitan dengan semangat reformasi demi perbaikan
pendidikan di Indonesia. Tetapi, lebih lanjut Asfinawati mengatakan
bahwa banyak pelakasnaan pendidikan yang tidak sesuai dengan Konstitusi.

Dalam pemaparannya Asfinawati, S.H, juga menyebutkan alas dari


penjelasannya yang merupakan norma-norma yang ada di Konstitusi kita,
yang pertama mengenai Pasal 28 C UUD 1945 yang berbunyi

“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan


kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya,
demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.”

Selanjutnya dalam Pasal 28 E UUD NRI 1945 disebutkan juga


bahwa “Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali” Hal ini juga sejelan dengan yg ada
di Pasal 31 UUD NRI dalam Bab XIII tentang Pendidikan Dan Kebudayaan
yang mana dijelaskan di ayat (1) nya bahwa “Setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan”, yang mana norma ini diadopsi juga di dalam
Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya.
Berhubungan dengan hal ini juga mengenai apa yang ada dalam Pasal 28 F

5 Katarina Tomasevki, Educated Denied Zed Book, London 2003

5
yakni “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia”. Dan dengan di tanda tangani nya Kovenan Internasional Hak-
Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, maka Indonesia memliki kewajiban pula
membanun pendidikan kerarah yang memungkinkan setiap orang
berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat yang bebas, meningkatkan
pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa dan
kelompok suku, etnis atau agama, dan lebih jauh kegiatan Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk memelihara perdamaian.

Maka demikian bila melihat pada dasar yang ada, seharusnya


pendidikan saat pandemi ini seharusnya dapat menjadi kita lebih egaliter
yang mana dengan internet semua orang dapat mengakses pendidikan, dan
dengan internet banyak hal juga yang harus di benahi pemerintah dalam hal
aksestabilitas yang dimiliki masyarakat. Asfinawati, S.H juga dengan tegas
mangatakan bahwa dengan adanya pendidikan yang egaliter ini
menyisahkan persoalan mengenai syarat yang juga pekerjaan rumah besar
bagi negara demi terselenggaranya pendidikan yang egaliter se-utuhnya.
Mengingat bahwa akses pendidikan juga merupakan salah satu tema
utama dalam bagian pendidikan yang dicantumkan di dalam Kovenan
Internasional tentang Hak ekonomi, sosial, dan budaya. Penekannya
adalah pada pemeberian pendidikan untuk semua, dan dengan demikian,
akses ke pendidikan merupakan isu utama, dan harus diberikan tanpa
diskriminasi.6

Mengenai Perpu No.1 Tahun 2020 Asfinawati, S.H menjelaskan


bahwa Perpu tersebut dilakukan pada dasar nya atas Kebijakan Keuangan
Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) Dan/Atau Dalam Rangka

6 Smith, R. K., Asplund, K. D., & Marzuki, S. Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta:
Pusat Studi Hak Asasi Manusia,2008)hlm,117

6
Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional
Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan, Lebih lanjut ia juga menjelaskan,
memaparkan terjadi Logical Fallcy dalam penggunaan serta alokasi
yang akan digunakan terhadap dana abadi pendidikan yang akan turut
digunakan gunakan untuk stabilitas sistem keuangan negara yang jauh
dari masalah pendidikan maupun pandemi sama sekali

Selain itu, Asfinawati juga memberikan tanggapan mengenai


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 1
Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).
Yaitu apabila pemerintah bisa memberikan bantuan kepada Badan
atau Perusahaan melalui Insentif berupa penyesuaian tarif pajak
harusnya pemerintah juga bisa memberikan subsidi terkhusus untuk
pendidikan tinggi berupa keringanan UKT kepada mahasiswa mengingat
listrik-listrik dan wifi yang dikonsumsi dikampus dipindahkan ke rumah-
rumah mahasiswa dan dosen, selain itu fasilitas seperti laboratorium juga
tidak digunakan, serta penurunan penghasilan orang tua mahasiswa akibat
kebijakan PSBB dan social distancing terutama bagi orang tua yang
berprofesi segaia buruh, bahkan sebagain dari mereka banyak yang terkena
PHK.

Kesimpulan

Wabah Covid-19 menimbulkan kerugian dalam berbagai aspek, pendidikan


merupakan salah satu sektor yang paling besar terdampak dengan pandemic
ini, masalah dalam bidang pendidikan banyak muncul seperti ketika sitem
pembelajaran dialikan menjadi bentuk daring namun dalam pelaksanaannya
learning outcomes yang dicapai sangat minim hal ini dipicu sistem
pembelajaran masih mengacu pada pembelajaran face to face in online
system daripada menggunakan E-Learning, ditambah lagi dengan
penurunan penghasilan orang tua di tengah pandemic yang menyebabkan
banyak orang tua kesulitan membayar UKT. Dari sini kami meminta
kepada pemerintah untuk melakukan evaluasi dan perbaikan terkait

7
pembelajaran yang dialihkan dengan sistem online sehingga siswa dan
mahasiswa tetap mendapatkan hak pendidikan mereka sesuai yang dijamin
konstitusi. Serta agar pemerintah dapat memberikan keringanan bagi biaya
pendidikan yang disini bukan hanya bantuan berupa bandwidth melainkan
juga keringanan untuk Uang Kuliah Tunggal.

8
AWAN GELAP PEREKONOMIAN INDONESIA SETELAH PANDEMI

Sejak ditemukan adanya gejala pneumonia misterius pertama kali di


Wuhan pada Desember 2019 lalu, virus itu kini ditetapkan oleh International
Committee of Taxonomy Viruses memiliki nama resmi severe acute
respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Virus tersebut memiliki
transmisi yang cepat dari manusia ke manusia lainnya. Virus yang dapat
menyebabkan gangguan pernapasan akut seperti pneumonia ini kini menjadi
wabah dengan nama Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).7

Hingga hari ini, penyebaran pandemi COVID-19 masih belum


diketahui kapan berakhirnya. Virus yang menggemparkan dunia ini, pada
tanggal 11 Maret ditetapkan sebagai pandemi global oleh WHO (World Health
Organization). Yang mana sejak pertama kali ditemukan hingga kini telah
menginfeksi di 199 negara. Terhitung tanggal 21 April 2020 jumlah pasien
yang teridentifikasi positif COVID-19 ini sebanyak 2.476.066 orang, dengan
170.121 orang diantaranya meninggal dan 645.214 sembuh.8

Di Indonesia sendiri sejak pertama kali virus ini ditemukan pada


tanggal 2 Maret 2020, melalui konferensi pers Presiden Joko Widodo bahwa
terdapat 2 orang warga Indonesia yang positif terinfeksi COVID-19.9 Sejak 2
Maret hingga 12 Maret 2020, pertambahan kasusnya begitu cepat. Dari yang
2 orang menjadi 50 orang positif terinfeksi COVID-19. Pada tanggal 20 Maret,
terjadi pelonjakkan kasus yang luar biasa yang mana ditemukan 369 pasien
positif, 17 pasien sembuh, dan 32 pasien meninggal dunia. Dan kemudian
ditetapkan oleh BNPB sebagai darurat nasional wabah COVID-19.

7 WHO. 2020. Naming The Coronavirus Disease (COVID-19) and The Virus That Cause It.
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/technical-
guidance/naming-the-coronavirus-disease-(covid-2019)-and-the-virus-that-causes-it.
Pada 23 Maret 2020.
8 Worldometers. 2020. Coronavirus. https://www.worldometers.info/coronavirus/ Pada 21 April

2020
9 CNN Indonesia. 2020. Jokowi Umumkan 2 WNI Positif Corona di Indonesia.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200302111534-20-479660/jokowi-
umumkan-dua-wni-positif-corona-di-indonesia Pada 24 Maret 2020

9
Eskalasi penyebaran wabah COVID-19 di Indonesia kian tak
terkontrol dan jumlah pasien positif pertambahannya. Pada tanggal 2 April
2020, pasien yang ditanyakan terinfeksi COVID-19 sebanyak 6.760 orang,
590 diantaranya meninggal dunia, dan 747 dinyatakan telah sembuh. 10
Berdasarkan perbandingan pasien yang positif dengan tingkat kematian
tersebut, menempatkan Indonesia berada pada peringkat kedua Negara di
dunia dan tertinggi se-asia dengan tingkat kematian (case fatality rate/CFR)
sebanyak 8,73%. Amerika Serikat menjadi negara yang paling tinggi tingkat
angka kematiannya dibanding negara-negara lain.11

Hadirnya COVID-19 diperkirakan akan membuat ekonomi global


diselimuti awan gelap. Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan menurun
tajam, terkikis oleh penjalaran dampak virus di berbagai sektor
perekonomian di seluruh dunia. IMF sendiri telah memprediksi dan
meningatkan kemungkinan adanya potensi resesi bahkan depresi
ekonomi.12

Tanpa adanya upaya yang cepat, sigap dan signifikan dari pemangku
kebijakan untuk segera mengentaskan bumi pertiwi dari wabah pandemi
COVID-19, maka optimisme perekonomian tidak akan pernah datang.
Optimisme dan sentiment positif ekonomi akan hadir tatkala pandemi
COVID-19 dapat ditangani, setidaknya menunjukkan perubahan kearah
dapat terkendali dan akhirnya dapat terselesaikan hingga tuntas.

Oleh karena itu, kemampuan pemerintah dan dibantu oleh


masyarakat yang juga kooperatif untuk secara bersama-sama
mengalokasikan sumber daya secara optimal menangani masalah kesehatan
ini akan sangat menentukan jalannya roda perekonomian bangsa
kedepannya. Tanpa dilakukan kebijakan penanganan yang cepat, sigap, dan

10 Worldometer., op.cit.
11
CEBM. 2020. Global COVID-19 Case Fatality Rate. https://www.cebm.net/global-covid-
19-case-fatality-rates/ pada 21 April
12
Blomberg. 2020. IMF Says Great Lockdown Recession Likely Worst Since Depresission.
https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-04-14/imf-says-great-lockdown-
recession-likely-worst-since-depression pada 20 April 2020.

10
signifikan, puluhan jurus dan stimulus untuk mendongkrak perekonomian
pun tidak akan mempan dan tidak ada artinya untuk menaikkan
perekonomian Indonesia kembali.

Terinfeksinya Dunia Karena Corona

Hadirnya COVID-19 pada Desember 2019 lalu telah mengganggu


rantai perekonomian dunia. COVID-19 ini bukan satu-satunya wabah yang
membuat perekonomian menjadi terhambat. Sebelumnya SARS yang juga
sama-sama berasal pertama kali di Tiongkok pada tahun 2002-2003 juga
sempat membuat perekonomian menurun. Tiongkok menjadi Negara yang
pertama kali paling terdampak oleh adanya SARS dan COVID-19 ini.
Hampir seluruh sektor perekonomiannya terhenti. Melihat dampaknya yang
masif, kerugian yang ditimbulkan akibat adanya pandemi COVID-19 tidak
bisa dianggap kecil. Dibandingkan pada wabah SARS 2002-2003, dampak
negatif dari penyebaran COVID-19 berpotensi bakal lebih luas dan lebih
merugikan.13

Mewabahnya COVID-19 hingga dinyatakan sebagai pandemi global


membuat banyak perekonomian dunia terguncang dan negara-negara
menjadi khawatir. Negara-negara memiliki berbagai macam
penanganannya sendiri. Ada yang menerapkan sistem lockdown ada juga
yang memilih menerapkan rapid test secara massal untuk mencegah dan
meminimalisir penyebaran wabah pandemi COVID-19 ini.

Disisi ekonomi, tercatat hingga saat ini beberapa Negara


menerapkan kebijakannya masing-masing untuk menjaga tetap berjalannya
kegiatan ekonomi di Negara tersebut. Tiongkok melalui bank sentralnya,
Peoples Bank of Tiongkok/PBoC), yang menyuntikkan likuditas 1,2 triliun
yuan atau sekitar Rp. 2.422 triliun di pasar. Salah satunya melalui program
reverse repo sebagai upaya meredam dampak corona di sektor keuangan.

13
https://www.businesstoday.in/current/economy-politics/coronavirus-have-larger-
economic-impact-than-sars-oecd/story/397337.html

11
Korea Selatan: pemerintah Korea Selatan mengalokasikan anggaran
khusus senilai 11,7 triliun won (USD 9,9 miliar) untuk membantu respons
medis, bisnis, rumah tangga. Selain itu, pemerintah Korea Selatan juga
mengumumkan keringanan pajak dan subsidi sewa pada 28 Februari lalu.

Hongkong: Pemerintah Hong Kong akan mengeluarkan stimulus senilai 120


miliar dolar Hong Kong untuk mendorong perekonomian dalam negeri yang
saat ini melemah akibat wabah virus corona. Nilai paket stimulus setara
USD 15,4 miliar atau Rp. 212,7 triliun.

India mengumumkan paket stimulus ekonomi sebesar 1,7 triliun rupee atau
USD 22,5 miliar atau Rp. 360 triliun untuk membantu jutaan rumah tangga
berpenghasilan rendah selama menghadapi masa lockdown 21 hari karena
virus corona.

Amerika Serikat mengalokasikan dana sebesar hingga USD 3 miliar dan


digunakan untuk keperluan riset dan pengembangan vaksin. Kemudian AS
juga mengeluarkan dan USD 800 juta untuk perawatan pasien, lebih dari
USD2 miliar.14

Dampak COVID-19 Bagi Perekonomian Indonesia

Sejak Covid-19 muncul di Tiongkok dan kemudian viral di berbagai


media mainstream, sejak saat itu kondisi perekonomian khususnya
perekonomian Indonesia mulai diselimuti awan gelap. Indonesia yang
mempunyai ketergantungan dan hubungan ekonomi yang tinggi dengan
Tiongkok memiliki potensi yang paling tinggi terdampaknya. Indonesia
dalam beberapa tahun kebelakang semakin erat hubungan ekonominya dan
termasuk kedalam lingkaran global supply chain Tiongkok. Yang mana

14
https://www.idxchannel.com/market-news/foto/daftar-stimulus-negara-di-dunia-hadapi-
ancaman-krisis-ekonomi-covid-19-20

12
membuat perekonomian Indonesia cukup terimbas apabila ekonomi
Tiongkok terpuruk.

Bahkan Menurut Menko Ekonomi dan Menteri Keuangan, setiap


terjadi penurunan ekonomi Tiongkok sebesar 1% berdampak pula terhadap
perekonomian Indonesia sebesar 0,1-0,3%. 15 Sejak januari hingga 13
februari 2020, IHSG mengalami penurunan hingga 6,67% ke level 5.873.
Sedangkan rupiah sendiri terdepresiasi turun 1,38% ke Rp. 13.687/USD.

Sejak diumumkannya 2 orang warga yang positif terinfeksi virus


corona oleh Presiden Jokowi pada 2 Maret silam, terjadilah panic buying
yang luar biasa terjadi dipasaran yang menyebabkan terjadinya kelangkaan
bahan pangan, masker dan hand sanitizer. Dan setelah itu terjadi aksi jual
bebas di bursa saham dan mulai terjadi penurunan secara signifikan di
terhadap rupiah dan IHSG.16

Rupiah sendiri mencapai rekor tertingginya sejak krisis moneter


tahun 1998, yaitu mencapai level lebih dari Rp. 17.000/USD. IHSG
mencapai titik terendahnya selama 4 tahun kebelakang hingga mencapai
level dibawah 4.000. bahkan perdagangan di bursa efek sendiri sempat
dibekukan beberapa kali dikarenakan nilainya sempat anjlok diatas 5%.

Investor memang sedang panik dan lebih pilih bermain aman dengan
mengalihakan investasinya di sektor safe haven (yang minim risiko) seperti
emas dan obligasi. Yang mana ini membuat investasi secara nasional dalam
semua skenario mengalami penurunan. Hal ini juga dipicu oleh
produktivitas industri yang menjadikan investor menahan investasinya.

Dampak Pandemi terhadap Perkonomian Indonesia

1. Defisit anggaran dan penambahan utang pemerintah

15
https://bisnis.tempo.co/read/1309788/sri-mulyani-jika-ekonomi-cina-turun-1-persen-ri-
turun-06/full&view=ok
16
Masker dan Hand Sanitizer Mulai Langka di Pasaran.
https://republika.co.id/berita/q6o8w7314/masker-dan-hand-sanitizer-mulai-
langka-di-pasaran

13
Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN
2020. Beleid tersebut diteken untuk melengkapi Perppu Nomor 1 Tahun
2020 tentang kebijakan keuangan Negara dan stabilitas system
keuangan untuk penangan pandemi COVID-19.
Dengan diterbitkannya Perpres tersebut, pemerintah mengubah
perkiraan pendapatan Negara menjadi Rp. 1.760,8 triliun. Angka
tersebut anjlok 10 persen atau sekitar Rp. 472,3 triliun dari pagu
sebelumnya yang ditetapkan sebesar Rp. 2.540 triliun.
Sedangkan anggaran belanja Negara tahun ini diperkirakan
bakal membengkak Rp. 73 triliun menjadi Rp. 2.233,19 triliun atau 5,07
persen dari PDB. Angka ini naik dari sebelumnya Rp. 307,2 triliun atau
1,76 persen dari PDB. Defisit keseimbangan primer juga meningkat
tajam dari Rp. 12 triliun menjadi Rp. 517,7 triliun.
Secara rinci, pendapatan Negara dalam APBN-P 2020 ini terdiri
dari penerimaan perpajakan diperkirakan sebesar Rp. 1.462 triliun,
turun dari yang sebelumnya Rp. 1.865 triliun. Lalu penerimaan negera
bukan pajak (PNBP) diperkirakan Rp. 297,7 triliun, turun dari pagu
sebelumnya sebesar Rp. 366,9 triliun. Sedangkan hibah tetap di angka
yang sama yaitu Rp. 498,74 triliun.
Sedangkan anggaran belanja Negara terdiri dari pemerintah
pusat Rp. 1.851 triliun, membengkak dari sebelumnya Rp. 1.683 triliun.
Serta transfer daerah dan dana desa (TKDD) Rp. 762,7 triliun, turun dari
sebelumnya Rp. 856,9 triliun.
Dalam pasal 2 pada perpres tersebut, dijelaskan bahwa
penggunaan anggaran belanja pemerintah pusat akan diutamakn untuk
penanganan pandemi COVID-19 serta untuk menghadapi ancaman
yang membahayakan perekonomian nasional serta stabilitas system
keuangan. Belanja pemerintah pusat akan difokuskan untuk kesehatan,
jarring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi.17

17 Perpres nomor 54 tahun 2020

14
Pembiayaan utang ditaksir meningkat Rp. 654,5 triliun menjadi
Rp. 1.006,4 triliun. Dalam pembiayaan utang bertambah rencana
pembiayaan pandemic bond sebesar Rp. 449,9 triliun.18
Pembiayaan investasi pemerintah juga bertambah. Dari minus
Rp. 74,2 triliun menjadi minus Rp. 229,3 triliun. Pemerintah merinci,
pembiayaan investasi ini termasuk pembiayaan guna mendukung
program pemulihan ekonomi nasional senilai Rp. 150 triliun. Selain itu,
terdapat juga tambahan pembiayaan pendidikan Rp. 18,6 triliun guna
memenuhi alokasi anggaran pendidikan 20 persen.
2. Penurunan pertumbuhan ekonomi
Kementerian keuangan merilis scenario pertumbuhan ekonomi
2020 dalam paparannya yang berjudul Pandemi COVID-19,
Perkembangan Ekonomi dan Langkah Kebijakan Fiskal. Meskipun
melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pemerintah masih

18 Kemenkeu.go.id

15
optimis ekonomi masih tumbuh di tengah kondisi pandemic virus
corona. Ekonomi diproyeksikan tumbuh 2,3 persen.19
Hal ini sejalan dengan proyeksi menurut International Monetary
Fund (IMF) yang memperkirakan ekonomi global akan mengalami
resesi hingga -3 persen. Proyeksi ini jauh lebih rendah dari pertumbuhan
tahun 2019 lalu yang mencapai 2,9 persen.20

19
Proyeksi Pemerintah, Ekonomi Indonesia 2020 Tumbuh 2,3%.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/04/07/proyeksi-pemerintah-
ekonomi-indonesia-2020-tumbuh-23
20 Ekonomi Global Masih Jauh dari Resesi – Pontas.
https://pontas.id/2019/09/15/ekonomi-global-masih-jauh-dari-resesi/

16
3. Konsumsi, daya beli dan industri
Wabah pandemi COVID-19 berdampak menurunkan terhadap
indikator nasional hingga regional, baik jangka pendek maupun jangka
panjang pada berbagai skenario. Hadirnya wabah pandemi COVID-19
ini berpotensi menurunkan daya beli dan konsumsi rumah tangga
sampai ke tahap yang sangat besar dan semakin membesar apabila
penanganan wabah COVID-19 hingga 6 bulan lamanya.
Penurunan konsumsi rumah tangga didorong oleh menurunnya
GDP riil pada semua skenario pertumbuhan ekonomi nasional.
Sedangkan dampaknya terhadap ekonomi regional secara umum

17
hadirnya wabah COVID-19 ini akan menurunkan PDRB riil di semua
provinsi pada semua skenario simulasi. Hal ini didorong oleh turunnya
tingkat produksi sektoral dan turunnya tingkat penyerapan tenaga kerja
di daerah-daerah. Terutama di provinsi yang merupakan zona merah
seperti DKI Jakarta, Jateng, Jabar, dsb.
Sektor jasa seperti penerbangan dan pariwisata yang paling
pertama kali terdampak dari hadirnya wabah pandemic COVID-19 ini.
Di sektor penerbangan, banyak maskapai yang tidak bisa menerbangkan
pesawatnya dikarenakan adanya pembatasan di sejumlah Negara untuk
menghindari tersebarnya wabah pandemi COVID-19 ini.21
Sedangkan di sektor pariwisata banyak sub sektor yang juga
terimbas selain pendapatan dari destinasi utamanya seperti perhotelan,
restoran, umkm daerah, transportasi hingga travel guide. Diperkirakan
tingkat okupansi hotel turun hingga 25-50% dan total pendapatan dari
restoran turun hingga 25-50%.
Bali menjadi daerah yang mesti diwaspadai karena merupakan
daerah yang memiliki kontribusi pendapatan daerah yang berasal dari
sektot pariwisata yang sangat tinggi yang berpotensi terjadi peningkatan
angka kemiskinan dan pengangguran nasional.
Potensi efek kampanye dirumah aja, phisycal distancing yang
mempunyai dampak terjadinya guncangan (shock) pada sisi supply yang
dapat terlihat dari banyak ditutupnya pabrik dan berhentinya kegiatan
produksi. Disisi demand pun membuat konsumsi barang oleh
masyarakat menjadi turun dan berimplikasi pula pada menurunnya
permintaan barang tersebut. Akibatnya daya beli masyarakat turun dan
gelombang PHK massal tak terelakkan.22
4. PHK Massal dan Meningkatnya angka kemiskinan

21
Selamatkan Ekonomi Nasional, Wabah Corona Harus Segera Diatasi.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4210529/selamatkan-ekonomi-nasional-
wabah-corona-harus-segera-diatasi
22
Bencana Nasional Penyebaran COVID-19 sebagai Alasan Force Majeure, Apakah Bisa?.
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13037/Bencana-Nasional-
Penyebaran-COVID-19-sebagai-Alasan-Force-Majeure-Apakah-Bisa.html

18
Pandemi COVID-19 telah berdampak pada perekonomian
Indonesia. Salah satunya, semakin banyak pekerja yang dirumahkan dan
terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Direktorat Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 1,94 juta pekerja dari 114.340
perusahaan yang terkena PHK dan dirumahkan.
Lebih rinci, sebanyak 1.500.156 pekerja dari sektor formal yang
berasal dari 83.546 perusahaan. Selain sektor formal, sektor informal
juga terkena dampak. Pekerja yang terdampak sebanyak 443.760 orang
yang berasal dari 30.794 perusahaan. 23

Berdasarkan riset SMERU Research Institute, perlambatan


ekonomi akibat pandemic COVID-19 akan meningkatkan jumlah
penduduk miskin di Indonesia. Dalam scenario paling ringan, yakni
pertumbuhan ekonomi 4,2 persen, angka kemiskinan diperkirakan
naik menjadi 9,7 persen atau bertambah 1,3 juta orang. Scenario
moderat, jika perekonomian tumbuh 2,1 persen, jumlah orang

23
Hampir 2 Juta Pekerja Kena PHK dan Dirumahkan.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/04/21/hampir-2-juta-pekerja-
kena-phk-dan-dirumahkan

19
miskin bertambah 3,9 juta orang. Adapun scenario terburuk, yakni
pertumbuhan ekonomi 1 persen, penduduk miskin bertambah 8,45
juta orang.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, presentase penduduk


miskin pada September 2019 mencapai 9,22 persen atau 24,79 juta
orang. Menurut Asep Suryahadi, peneiti SMERU Instituter, jumlah
penduduk miskin meningkat setiap krisis terjadi.24

Kebijakan Ekonomi yang Telah Ditempuh Pemerintah

1. Paket Stimulus Ekonomi Jilid I: bidang pariwisata.


26 Februari lalu sebelum pemerintah resmi mengumumkan ada
WNI resmi terinfeksi COVID-19, pemerintah sempat mengeluarkan
paket ekonomi yang sempat viral karena dianggap tidak masuk akal dan
membahayakan masyarakat Indonesia karena justru semakin menyarkan
virus corona di Indonesia. Paket stimulus tersebut berupa insentif diskon
tiket penerbangan wisatawan dan pembebasan pajak hotel serta restoran,

24
Angka Kemiskinan Bisa Melonjak, Bantuan Sosial Mendesak.
https://bebas.kompas.id/baca/bebas-akses/2020/04/18/angka-kemiskinan-
bisa-melonjak-bantuan-sosial-mendesak/

20
hingga menyewa influencer untuk daya tarik. Namun karena menuai
kontroversi dan kemudian resmi ditemukan warga yang terinfeksi
corona akhirnya kebijakan ini pun ditangguhkan. 25
2. Paket Stimulus Ekonomi Jilid II: kebijakan fiscal dan non fiscal.
Pemerintah menebar insentif gratis pungutan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21, 22, dan 25 kepada pekerja industri
manufaktur dan perusahaan. Tujuannya, untuk menumbuhkan daya
beli masyarakat di tengah tekanan pandemi virus corona. Stimulus
tersebut berlaku untuk industri manufaktur selama 6 bulan. Selain
itu terdapat juga percepatan dan kenaikan batas maksimum restitusi
pajak. Sedangkan stimulus non-fiskal berupa penyederhanaan dan
pengurangan larangan terbatas ekspor dan impor, percepatan sektor
ekspor dan impor untuk eksportir dan importir bereputasi baik, dan
terkait pengawasan logistik.26

3. Perpu Nomor 1 tahun 2020 dan Perpres Nomor 54 tahun 2020


Meski menuai kontroversi karena dianggap inkonstitusional dan
tidak melalui pelibatan DPR dalam proses perumusannya, Perpu Nomor
1 tahun 2020 yang akhirnya melahirkan Perpres Nomor 54 tahun 2020
ini mengubah banyak postur anggaran dalam APBN.
Dalam perpres nomor 54 tahun 2020 ini, pemerintah mengubah
target penerimaan Negara dari sebelumnya RP. 2.233,2 triliun menjadi
hanya Rp. 1.760,9 triliun. Terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar
Rp. 1.462,6 triliun, penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) Rp. 297,8
triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp. 500 miliar.
Alokasi belanja Negara diubah dari sebelumnya Rp. 2540,4
triliun menjadi sebesar Rp. 2.613,8 triliun. Belanja Negara terdiri dari

25
Airlangga: Influencer asing bakal dapat diskon tiket pesawat Rp 700.000.
https://nasional.kontan.co.id/news/airlangga-influencer-asing-bakal-dapat-diskon-
tiket-pesawat-rp-700000
26
Ini Paket Stimulus Fiskal Jilid 2 Antisipasi Dampak Negatif Virus Corona Pada Ekonomi.
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-paket-stimulus-fiskal-jilid-2-
antisipasi-dampak-negatif-virus-corona-pada-ekonomi/

21
belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 1.596 triliun dari TKDD sebesar
Rp. 762,7 triliun.
Anggaran tersebut difokuskan pada kesehatan, jaring pengaman
sosial, dan pemulihan ekonomi nasional. Dana tersebut diambilkan dari
alokasi dana abadi pemerintah termasuk dana abadi pendidikan, saldo
anggaran lebih (SAL), dan berbagai dana yang dikelola badan layanan
umum (BLU), serta pembiayaan utang dengan penerbitan surat berharga
Negara (SBN).27
4. Program Kartu Pra Kerja
Program kartu pra kerja diluncurkan saat adanya pandemi covid-
19. Padahal semula fokus diadakannya program kartu pra kerja adalah
untuk meningkatkan keterampilan sesuai kebutuhan peserta, namun kini
beralih menjadi konsep untuk bantuan sosial.
Program kartu pra kerja dengan nilai 20 triliun mencakup
program biaya pelatihan senilai Rp 1.000.000 dan insentif sebesar Rp.
600.000 per bulan selama 4 bulan dengan total yang akan diterima Rp.
2,4 juta. Selain itu peserta juga akan mendapat insentif suveri evaluasi
dengan total Rp. 150.000 untuk tiga kali survey yang mana bisa
dicairkan melalui rekening bank ata e-wallet seperti Gopay, OVO,
LinkAJa milik peserta.28
Namun pemberian bantuan berupa pelatihan secara online
dinilai kurang tepat, apalagi bagi para pegawai yang dirumahkan dan
korban PHK lebih membutuhkan cash transfer atau Bantuan Langsung
Tunai (BLT) untuk bertahan hidup di tengah pandemic covid-19. Kartu
prakerja yang diambilkan dari dana penanganan Covid-19 dengan total
anggaran 405 triliun ini dinilai tidak mengatasi permasalahan dan hanya

27
Perpres Nomor 54 Tahun 2020 Berpotensi Mereduksi Hak Konstitusional DPR.
http://dpr.go.id/berita/detail/id/28394/t/Perpres+Nomor+54+Tahun+2020+Ber
potensi+Mereduksi+Hak+Konstitusional+DPR
28
Mau Dapat Rp 600.000/Bulan dari Kartu Pra Kerja? Begini Caranya.
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4992772/mau-dapat-rp-
600000bulan-dari-kartu-pra-kerja-begini-caranya

22
akan membuang-buang anggaran. Pemberian langsung bantuan berupa
cash transfer bisa menstimulus daya beli masyarakat yang anjlok
disebabkan pandemi COVID-19.

Rekomendasi

1. Penundaan proyek infrastruktur dan pemindahan ibu kota


baru dan dananya dialihkan untuk menunjang APBN dalam
penanganan wabah pandemi COVID-19
2. Pengalihan sektor industri ke sektor pengadaan alat kesehatan
seperti masker, apd, dan alat kelengkapan kesehatan lainnya.
3. Mengalokasikan dana untuk menanggung beban
pegawai/karyawan untuk menghindari adanya PHK
4. Menanggung dan merelaksasi beban biaya cicilan dan kredit
rakyat kecil
5. Mengontrol ketersediaan pangan dan memperkuat ketahanan
pangan, serta mengupayakan adanya alternative Negara untuk
dilakukan impor ataupun ekspor ditengah masa pandemic ini
6. Pemotongan gaji, tunjangan dan THR bagi pejabat Negara dan
komisaris-direksi BUMN
7. Redistribusi kekayaan melalui pajak progresif dari orang kaya
yang menguasai sebagian besar asset di dalam negeri.

23
BAYANGAN PEREKONOMIAN GLOBAL DAN INDONESIA PASCA
PANDEMI : GELAP ATAU GEMERLAP

Di tengah pandemi COVID-19 tak hanya sektor kesehatan yang


terkena dampaknya, sektor ekonomi pun sangat terpukul akibat pandemi ini.
COVID-19 menyebabkan perekonomian global tertekan dan menimbulkan
krisis. Pandemi COVID-19 ini terjadi di 200 negara yang menyebabkan
pertumbuhan ekonomi global diprakirakan mengalami resesi -3%. Dampak
krisis ini terjadi di semua lini usaha mulai dari industri retail, konsumer,
usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan merambah ke korporasi.
Sedangkan sektor yang paling terdampak adalah pariwisata, hotel,
perdagangan, manufaktur dan keuangan. (Laucereno, 2020)
29

Berbeda dengan krisis finansial global pada 2008, dengan Amerika


Serikat sebagai episentrum. Dampak yang paling besar terjadi dengan
negara yang berhubungan dan memiliki ketergantungan kepada Amerika
Serikat dan Eropa khususnya di sektor keuangan dan perbankan. Saat itu
pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat di angka 4,6%. Pada krisis
finansial yang menimpa beberapa negara di Asia 1998. Thailand,
Indonesia, dan Korea Selatan sebagai episentrum. Krisis ini tidak terlalu
berdampak pada negara maju. Di sisi lain, negara berkembang mengalami
kontraksi seperti Indonesia yang terkonstraksi -13%. Sektor yang
terdampak saat itu dari segi perbankan yang terjadi akibat gagal bayar
korporasi. 30

Pada triwulan pertama 2020 pertumbuhan ekonomi di sejumlah


mitra dagang Indonesia tumbuh negatif: Singapura -2,2, Hongkong -8,9,

29
Krisis Akibat Corona Diramal Bikin Perekonomian Dunia Resesi.
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5006753/krisis-akibat-corona-
diramal-bikin- perekonomian-dunia-resesi, akses 13 Mei 2020
30
Jejak Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dari Masa Ke Masa. https://jeo.kompas.com/jejak-
pertumbuhan-ekonomi-indonesia-dari-masa-ke-masa, akses 17 Mei 2020

24
Uni Eropa -2,7, dan China turun hingga -6,8. 31 Di Indonesia, Menteri
Keuangan, Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia
berdasarkan perkiraan BI, OJK, dan LPS akan turun ke 2,3% bahkan yang
terburuk bisa mencapai -0,4 %. 32

31
https://money.kompas.com/read/2020/05/10/091500226/perekonomian-indonesia- pasca-
pandemi-covid-19, akses 17 Mei 2020

25
Pemerintah Indonesia sedang dilema saat ini, dimana ingin memulihkan
sektor kesehatan, disisi lain juga ingin tetap menjaga sektor ekonomi agar
tetap stabil.

PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dipilih untuk mengatasi


laju peningkatan penyebaran COVID-19. Terbilang banyak pro kontra
terkait kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini. Mulai dari setengah-
setengah dalam mengurus masalah pandemi ini hingga cenderung tidak
siap menangani berbagai permasalahan saat ini.

Dengan berkaca pada hal tersebut, Kementerian Kajian dan


Strategis BEM KM UNNES 2020 pada Jumat, 15 Mei 2020 telah
mengadakan diskusi dalam sesi Millenial Talk “Bayangan Perekonomian
Indonesia dan Global Pasca Pandemi : Gelap atau Gemerlap?” bersama
kedua pembicara.
Pembicara pertama, Faisal H. Basri, S.E., M.A.

Diskusi diawali dengan Faisal H. Basri menyatakan Ekonomi


Indonesia sebelum ada covid-19 tren ekonomi Indonesia sedang menurun.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 5% lebih rendah dari era SBY
6%. Tanggal 2 Maret diumukan kasus perdana, angka pertumbuhan
Januari-Maret 2,97%. Kemungkinan triwulan kedua April, Mei, dan Juni
akan minus dan mengalami kontraksi. Triwulan ketiga pun demikian.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik di triwulan keempat.
Kemungkinan Indonesia akan lebih parah dari pertumbuhan ekonomi
pada saat krisis 1998 yang mencapai angka -1,5%. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia sangat bergantung pada aktivitas penanganan COVID-19 oleh
pemerintah. Pemerintah saat ini masih belum ada menunjukkan
keseriusan, dimana datanya masih kurang kredibel, komandannya tidak
jelas, dan antara kementerian satu dengan yang lain tidak satu visi.
Kemudian beliau juga sangat menyayangkan wacana pelonggaran
PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Angka kasus positif COVID-
19 masih belum turun dan kurva tidak melandai. Beliau juga menegaskan
Indonesia sangat perlu dilakukannya testing massal. Saat ini di Indonesia
rasio test hanya 600 per 1.000.000 penduduk dan dinilai masih minim.
Lalu, pemerintah kerja dalam kerangka yang tidak jelas menyebabkan
makin tidak pasti kapan pandemi ini akan berakhir. Target 10.000 dalam
testing massal masih dinilai kurang dan tidak merepresentasikan apa yang
terjadi di Indonesia saat ini. Perpu no. 1 tahun 2020 bukan Perppu untuk
mengamankan corona tetapi perppu untuk menyelamtkan keuangan
negara. Perppu tidak memobilisasi untuk melawan COVID-19 tetapi
untuk menyelamatkan keuangan negara.

Perbandingan krisis saat ini dengan krisis ekonomi 1998 dilihat


dalam sektor perbankan. Pada 1998 Bank memberi kredit secara ugal-
ugalan kepada grupnya sendiri sehingga mengakibatkan sektor perbankan
hancur. Lalu ditambah hutang Indonesia yang tinggi dan runtuhnya rezim
Soeharto sehingga para investor melarikan uangnya ke luar negeri. Tahun
1998 ekonomi ditopang oleh para UMKM yang masih dapat beroperasi
sehingga meringankan beban perekonomian saat itu. Saat ini, UMKM dan
pabrik-pabrik dalam melakukan produksi terhambat sehingga terjadi
supply shock dan demand shock secara bersamaan. Saat ini total 7 juta
orang tidak bekerja dan menerima pendapatan, sehingga tidak mendapat
pendapatan dan berujung minimnya dalam kegiatan membeli dan
terjadinya demand shock. Banyak pabrik tutup mengakibatkan supply
shock.

Salah satu teori ekonomi yang dinamakan Businnes Cycle, seperti


tubuh manusia ada ritme dan naik turunnya, ada masa produktif dan tidak
produktif. Di Indonesia saat sedang produktif ekspor bahan pangan dan
batu bara, uangnya harus dihabiskan pada tahun tersebut sehingga tidak
ada tabungan di masa mendatang. Saat terjadi krisis, negara berhutang
akibat tidak adanya tabungan dan mencerminkan cara bernegara yang
ugal-ugalan. Sedangkan di negara seperti Norwegia dan Timor Leste
memiliki cadangan uang untuk membiayai rakyatnya di tengah pandemi.
Indonesia masih tidak bisa belajar dari kejadian masa lalu. PLN salah satu
BUMN Indonesia hutangnya naik hingga 400 T dan mengherankannya

27
PLN yang tidak menghasilkan valuta asing berhutang dalam valuta asing
60% lebih.

Beberapa perusahaan BUMN tidak dapat membayar hutangnya,


seperti inalum yang menerbitan surat hutang baru, PT Perumnas, Hutama
Karya yang sudah mulai tidak bisa membayar hutang dan Jiwasraya yang
telah hancur. Tidak menutup kemungkinan perusahaan BUMN lain akan
kesulitan membayar hutang-hutangnya di tengah pandemi ini dan
berujung kehancuran. Jadi, lebih baik diselesaikan pandeminya terlebih
dahulu agar tidak menimbulkan korban-korban baru. Lalu setelah itu
fokus membangun perekonomian kembali.
Dengan melonggarkan PSBB tetapi pemerintah sendiri tidak
memperbanyak angka pengetestan, risiko penularan dan peningkatan
angka positif kasus COVID-19 yang tidak terdeteksi akan semakin
meningkat. Ditambah wacana dibawah usia 45 tahun diperbolehkan
bekerja di kantor maka akan memperburuk keadaan. Jadi, mari kita lawan
dan ingatkan kebijakan yang bukannya memperbaiki malah
memperburuk keadaan. Seharusnya, keputusan dan kebijakan yang
dilakukan pemerintah harus berdasar kepada yang mendalami ilmunya,
seperti ahli epidemologi, ahli virus, dan ahli bioteknologi. Mari
selamatkan negeri ini dengan saintifik dan data yang jelas.

Dengan koordinasi penanganan bencana yang parah, pembagian


bansos yang dilakukan oleh banyak pintu dan dikelola berbeda-beda.
Ditambah beban pandemi ini lebih dibebankan ke pemerintah daerah,
semakin memperburuk kinerja pemerintah pusat. Harapan saat ini,
ditentukan oleh kinerja pemerintah daerah dalam menangani pandemi ini.
Beberapa daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sudah
mengambil langkah yang tepat mengatasi kondisi saat ini. Kemudian,
banyak yang ingin mendapatkan untung besar di tengah pandemi ini.
Salah satu contohnya dapat dilihat disahkannya RUU Minerba oleh DPR.
Mereka menyelamatkan taipan-taipan batu bara yang kontrak karyanya
segera habis lalu dapat memperpanjang kontrak karyanya tanpa tender dan

28
otomatis. Menurut ketentuan Undang-Undang yang terdahulu, taipan-
taipan harus mengembalikan lahan dalam jumlah tertentu, tetapi di
Undang-Undang yang baru mereka tidak ada batas sama sekali.
Kemudian, minerba ini sebelumnya wajib diolah dan dimurnikan, tetapi
pada Undang-Undang yang baru hanya wajib diolah saja dan bebas tanpa
royalti. Diperparah rezim ini seperti sedang dikendalikan beberapa
korporasi sehingga bernama korporatokrasi yang dapat mengendalikan
yang mana Undang-Undang yang harus dibahas terlebih dahulu dan mana
yang tidak.

Pesan untuk masyarakat dan mahasiswa pada khususnya, mari kita


lihat kondisi ini dengan kacamata yang berbeda. Indonesia akan
menghadapi era baru pasca pandemi ini dan para pemuda akan menjadi
ujung tombak bangsa. Hutang kita memang rasionya paling kecil tetapi
hutang kita rasionya paling banyak dipegang oleh pihak asing 38,6%.
Indonesia memiliki beban APBN sudah 20% dari pengeluaran pemerintah
pusat. Kemudian cadangan devisa Indonesia didapat dari hutang bukan
untuk pendapatan negeri sendiri. Indikator-indikator tersebut menandakan
bahwa keuangan pemerintah Indonesia tidak berjalan baik. Mari kita kawal
dan awasi segala bentuk kebijakan agar Indonesia dapat melewati
permasalahan pada kondisi saat ini.
Pembicara kedua Prof. Dr. Etty Soesilowati, M.Si

Dalam pemaparannya perekonomian dunia sangat terkontraksi


begitu dalam, yang pertama dari sektor jasa dan merembet ke manufaktur.
Dari beberapa negara yang drop akibat COVID-19 ini yang sudah mulai
bangkit adalah negara Tiongkok. Sistem pemerintahan yang otoriter
terlihat lebih efektif daripadayang demokratis.

Dalam sisi pangan basic food tidak ada masalah, hanya masalah
distribusi dan kondisi iklim. Namun, pada extra fooding terhambat karena
impor gandum dan makanan sejenisnya terganggu akibat pandemi ini.
Cara antisipasi menyesuaikan iklim sendiri. Musim tanam dimajukan
untuk mengurangi dampak dari prediksi dari kemarau yang

29
berkepanjangan.

Perbandingan krisis ekonomi 1998 dengan saat ini tahun 2020


terletak pada sektor yang fundamental. Pada 1998 terdapat fundamental
ekonomi Indonesia yang lemah. Kemudian rasio hutang lebih dari 60%.
Dibandingkan dengan sekarang yaitu 35% yang terlihat masih sehat dan
mampu untuk dibayar. Akan tetapi, akibat rasio hutang yang lumayan
tinggi menjadikan kepercayaan investor turun sehingga Rupiah pada
Dollar melemah mencapai tingkat tertinggi Rp17.000. Kemudian pada
1998 tidak semua negara mengalami krisis ekonomi hanya negara- negara
di ASEAN yang mengalaminya. Sedangkan, saat ini hampir semua negara
di seluruh dunia terjadi krisis akibat wabah pandemi ini. Krisis 2020
dimulai dari wabah yang melanda 213 negara dan Indonesia memilih
PSBB karena daya recovery kita tidak mampu seperti negara maju
lainnya. Jadi, pemerintah selain memerhatikan kesehatan juga
memerhatikan faktor ekonomi, terdengar sulit namun pemerintah sangat
mengupayakan hal tersebut.
Bisnis yang terdampak adalah sektor riil (non formal) lalu
merembet ke formal. Lalu, kemudian merembet juga ke sektor
manufaktur. Kegiataan perekonomian yang melemah dikhawatirkan akan
mengganggu peredaran uang yang mengakibatkan sektor perbankan
menjadi terdampak. Pemerintah melonggarkan batasan defisit APBN
lebih dari -3% karena kondisi extraordinary. Pemerintah juga merealokasi
anggaran, tambahan belanja pembiayaan negara sebesar 405,1 T, di
bidang kesehatan 75 T, safety net 110 T, dukungan industri 70 T dan
program recovery 100 T. Selain itu pemerintah juga telah menerbitkan
Surat Berharga Negara dan Global Bond. Dana masuk atas surat berharga
negara tercatat 1,17 T. Kemudian pemerintah juga sedang menekan laju
inflasi.Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh menjadi 2,97% . Dengan
menggunakan permodelan input output perkiraan bahwa stimulus fiskal
sebesar 400 T akan tercipta output 649 T. Stimulus fiskal ini diharapkan
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 3,24%.
Kebijakan pemerintah belum bisa dinilai efektif atau tidaknya akan tetapi
30
ada indikator-indikator keseriusan pemerintah dalam menyelamatkan
ekonomi Indonesia.

Hampir semua lembaga-lembaga mikrobiologi melakukan riset


untuk menemukan vaksin dari COVID-19 tetapi tidak diungkap ke publik.
Pemerintah mencoba membiayai mereka untuk dapat menemukan vaksin
secepatnya. Virus-virus di dunia dimulai dari wabah pandemi terlebih
dahulu lalu kemudian ditemukan vaksinnya. Pelonggaran PSBB tidak apa-
apa tapi harus diawasi dan diberikan syarat-syarat tertentu.

Sehatnya kondisi keuangan suatu negara ada indikator pengukuran


atau yang dinamakan dengan rasio. Rasio hutang Indonesia adalah 35%
dari PDB yang mencerminkan masih sehatnya hutang Indonesia,
dibandingkan dengan Amerika Serikat memiliki hutan 100% lebih
dibanding PDB. Kemudian, cadangan devisa Indonesia per akhir Maret
2020 yaitu 121 M US Dollar, setara dengan 7,2 bulan kebutuhan impor.
Dengan pemerintah menerbitkan Global Bond sebesar 4,3 M US Dollar
dengan tenor 10,30, dan 50 tahun. Diperkirakan bulan Mei, cadangan
devisa Indonesia akan naik sebesar 125 US Dollar.

Masa depan perekonomian global pasca wabah mengalami


kontraksi yang luar biasa, berdasarkan IMF pertumbuhan ekonomi global
akan mencapai angka -4%. Diperkirakan Cina, India, dan Indonesia
mengalami kontraksi tetapi tidak sampai minus, dibandingkan negara-
negara lain. Word Bank memprediksi pertumbuhan ekonomi global -3%
sampai -2,1%. Diperkirakan Cina akan mengalami pertumbuhan ekonomi
plus 1,2% pada akhir tahun, India plus 1,9%, rata-rata negara di ASEAN
akan mengalami pertumbuhan -0,6%, Amerika Serikat - 5,9% dan Eropa
-7,5%

Mari kita taati peraturan yang ada yang telah diperhitungkan oleh
pemerintah. Syarat jika ada pelonggaran PSBB nantinya, kita sebagai
warga negara harus berubah karena ada standar kehidupan baru yang harus
kita terapkan. Mari kita bergandengan tangan untuk menguatkan
Indonesia di kondisi seperti ini.
31
Simpulan

Kondisi perekonomian Indonesia dan Global saat ini ditentukan


oleh seberapa sigap pemerintah suatu negara menangani wabah
pandemi ini. Pemerintah dan masyarakat Indonesia harus bekerja sama
untuk melandaikan kurva dan menekan laju penyebaran COVID-19.
Dengan pemerintah membuat peraturan yang jelas,fokus, dan
menghentikan pembahasan lain di luar pandemi. Masyarakat juga harus
mengikuti dan menaati anjuran pemerintah. Lalu, keduanya berfokus
memulihkan sektor kesehatan, membantu korban ekonomi yang
terdampak dan membatasi ruang gerak masyarakat selama waktu
karantina. Dengan pemerintah dan masyarakat bekerja sama
diharapkan mampu menang dalam perang melawan musuh yang tidak
terlihat ini. Lalu, perlahan mengembalikan laju perekonomian
dengan aktif memberi ruang kepada masyarakat untuk aktif
melaksanakan kegiatan perekonomian.
Indonesia akan menghadapi era baru pasca pandemi ini dan para
pemuda akan menjadi ujung tombak bangsa. Hutang Indonesia memang
rasionya paling kecil tetapi hutang Indonesia rasionya paling banyak
dipegang oleh pihak asing 38,6%. Indonesia memiliki beban APBN sudah
20% dari pengeluaran pemerintah pusat. Kemudian, cadangan devisa
Indonesia didapat dari hutang bukan didapat dari pendapatan negeri
sendiri. Indikator-indikator tersebut menandakan bahwa keuangan
pemerintah Indonesia tidak berjalan baik. Mari kita kawal dan awasi
segala bentuk kebijakan agar Indonesia dapat melewati permasalahan
pada kondisi saat ini.

32
MENJADI BURUH MUNGKIN ADALAH POSISI YANG PALING TIDAK
DIINGINKAN

Terlampau sakit sebab terlalu menaruh harapan kepada yang dulu


pernah menjanjikan. Mungkin kalimat tersebut cukup menggambarkan
bagaimana realita yang harus dihadapi rakyat saat ini. Janji-janji kampanye
yang dulu pernah digaungkan dengan begitu bangganya untuk semakin
menyejahterakan ternyata menambah sengsara dan menempatkan rakyat
ditengah-tengah ketertindasan. Tidak hanya berbicara pada kondisi pandemi
saat ini, karena juga tidak bisa dipungkiri bahwa fase sebelumnya sudah
terjadi begitu banyak penyimpangan kebijakan, RUU Omnibuslaw
misalnya. Omnibuslaw memang secara konsep cukup bagus salah satunya
akan mengurangi potensi korupsi tetapi apabila dilihat dari substansi pasal,
dampaknya terhadap kesejahteraan buruh dan lingkungan maka akan tetap
mendapat kritik tajam apabila pemerintah mempertahankan sekelumit
keuntungan dan menampik dampak besar yang terjadi.
Pandemi covid 19 telah memunculkan krisis pangan dan ekonomi
terhadap masyarakat. Kebijakan lockdown beberapa negara yang
menyebabkan akses impor ekspor bahan dan produk terhambat
mempengaruhi perusahaan untuk melakukan phk secara besar-besaran.
Padahal dari pemerintah sendiri telah menekankan bahwa kurangilah kerja
lembur dahulu, potonglah gaji dahulu, kurangilah produksi dahulu dan
menempatkan phk diposisi paling akhir. Namun sifat perusahaan yang
enggan menanggung beban hidup karyawannya ditengah situasi pandemi
ini malah turut memperkuat untuk menggunakan jalan terakhir ini sebagai
jalan utama.

Melihat dari satu sisi yang lain, yaitu pada buruh yang masih tersisa
di perusahaan, yang masih tetap bekerja ditengah pandemi covid-19 ini.
Mereka dianggap melawan kebijakan work from home (apabila produksi
tidak bisa dilakukan dirumah) padahal apabila mereka dirumahkan maka
ekonomi akan berhenti. Apakah tidak akan menempatkan negara dalam fase
yang sangat sulit ketika pandemi ini dibarengi dengan krisis ekonomi? Tapi
nyatanya ini sudah mulai terjadi. Krisis ekonomi dan krisis pangan yang
33
didorong untuk terjadi dari berbagai sektor salah satunya adalah PHK tanpa
pesangon dan subsidi dari pemerintah yang tidak tepat sasaran. Maka
sekarang banyak bermunculan lumbung pangan masyarakat dan lain-lain
karena memang hanya mengandalkan kebijakan pemerintah itu tidak cukup,
dari masyarakat sendiri harus membangun solidaritas demi
kesejahteraannya, lagi-lagi mereka memperjuangkan kesejahteraannya
sendiri, kesejahteraan yang sering terkendala oleh kebijakan pemerintah
yang berbeda dengan apa yang dijanjikannya dahulu saat kampanye.

Buruh yang bekerja tidak melulu tentang pekerja pabrik, melainkan


ada petani, nelayan, pedagang, dll. Yang sebagian besar dari mereka adalah
terpusat di perdesaan baik yang terletak di dataran rendah, gunung, dataran
tinggi, pantai dll. Ada kalimat yang bisa menggambarkan kondisi ini yaitu
“Menjadi buruh kerap dianggap sebagai kesalahan, karena posisinya selalu
menempatkannya pada kedudukan yang dianggap keliru.”. Sorotan lebih
adalah pertanian yang siap panen ditengah pandemi yang dari pemerintah
sendiri menerapkan kebijakan dirumah aja, work from home, physical
distancing dll. Ketika mereka mengikuti kebijakan pemerintah maka
mereka akan mengalami kerugian atas gagal panennya yang kemungkinan
mendapat subsidi dari pemerintah adalah kecil karena uang negara maupun
utang negara telah dialokasikan untuk beberapa sektor dan itu tidak sedikit
jumlahnya, misal sektor kesehatan, lalu subsidi sembako untuk rakyat, dan
lain-lain. Kemudian buruh tani akan mengalami krisis pangannya sendiri
karena tidak bisa memenuhi kebutuhannya sebab tidak bekerja dan tidak
mendapat subsisi karena subsidi sembako salah sasaran. Tidak berhenti
disitu, mereka akan disalahkan karena dianggap mogok kerja dan memicu
krisis pangan nasional karena tidak tercukupinya kebutuhan pangan,
padahal tindakan mereka mematuhi kebijakan.

Ketika mereka mengikuti hati nurani mereka untuk tetap bekerja,


menyelesaikan panen dan memulai kembali masa tanamnya, dengan tidak
adanya jaminan kesehatan kepada mereka yang bekerja ditengah pandemi.
Mereka akan disalahkan karena dianggap tidak mau mendukung pemutusan

34
rantai penularan covid-19 karena tetap bekerja padahal mereka berusaha
mendukung dan mengurangi potensi krisis pangan sendiri maupun skala
nasional. Setelah mereka mendapatkan hasil panen padahal mereka akan
menghadapi kenyataan harga pangan yang krisis karena permintaan
menurun sebab kondisi ekonomi yang turun.

Pemerintah harus memberikan bantuan khusus untuk mereka agar


tetap produktif di tengah pandemi ini karena sungguh menjadi buruh tani
maupun nelayan, buruh perkebunan dll itu adalah pekerjaan yang berat.
Bekerja untuk pemilik sawah dan kebun dengan upah yang tidak seberapa
karena dalih pemilik sawah tentang benih yang mahal. Kiranya pemerintah
bisa membantu memberikan benih gratis kepada petani. Memberikan
subsidi beras yang tepat sasaran kepada para buruh supaya tidak
mengandalkan upah dari pemilik sawah. Sungguh ketika mereka diberi
pilihan untuk memilih menjadi buruh atau menjadi pemegang wewenang
pasti mereka akan tetap memilih menjadi buruh walaupun posisi itu berat,
mengorbankan seluruh yang dipunya, dan menampik kesenangan atas
dirinya ketika menjadi pemegang wewenang, karena mereka adalah para
penikmat bumi yang sebenarnya, yang dalam perjuangan menyejahterakan
dirinya tidak melulu melihat pada manfaat yang bisa dihasilkan melainkan
pada seberapa besar dampak yang bisa ditekan ketika mereka mengerjakan
pekerjaannya sebagai buruh.

Sungguh menjadi buruh adalah posisi yang mungkin tidak


diinginkan tetapi masih tetap ingin dipertahankan maka memberikan
perhatian lebih kepadanya adalah tindakan kepedulian yang cukup
walaupun itu sering dianggap adalah sebagian kecil kebaikan oleh negara.
Para buruh yang masih tetap bersua bersama alam walaupun kebijakan
sering kali menyakitkan sekali lagi adalah kedudukan yang selalu dianggap
keliru namun oleh buruh dianggap sebagai mahkota yang mulia.

35
36
INDONESIA STATUS DARURAT BENCANA NASIONAL NONALAM :
UKT HARUS DISESUAIKAN

COVID-19 tidak hanya menimbulkan krisis kesehatan masyarakat


tetapi mengarahpada krisis lainnya yang salah satunya adalah ekonomi.
Terkait dengan hal tersebut Koalisi mendapatkan pengaduan dari
mahasiswa di berbagai kampus di berbagai daerah mengenai Uang Kuliah
Tunggal (UKT). Hilang atau berkurangnya penghasilan orang tua ataupun
penghasilan mahasiswa itu sendiri (yang membiayai diri sendiri) membuat
mereka kesulitan untuk membayar UKT. Di sisi lain sedikit sekali
universitas yang memberi pengurangan UKT apalagi membebaskannya
secara penuh. Padahal berdasarkan catatan topuniversities.com 33 terdapat
85 kampus di seluruh dunia yang mengubah uang kuliah sebagai respon
COVID-19. Berdasarkan hal-hal tersebut kami menyatakan hal-hal berikut.
1. Pendidikan sangat penting dalam kerangka Negara Indonesia
Kemerdekaan dibentuk agar Pemerintah Negara Indonesia dapat
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia.
2. Hak atas Pendidikan juga ditetapkan sebagai HAM dalam UU
39/1999. Indonesia juga memiliki kewajiban sesuai Pasal 13 (2)c
Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, Budaya yang ditetapkan menjadi
hukum Indonesia melalui UU 11/2005 yaitu “pendidikan tinggi
juga harus tersedia bagi semua orang secara merata atas dasar
kemampuan, dengan segala cara yang layak, khususnya melalui
pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap”. Meskipun
terikat pada ketentuan ini pendidikan tinggi di Indonesia tidak
berangsur-angsur menjadi gratis melainkan terus mengalami
peningkatan uang kuliah.
3. Terkait COVID-19 Indonesia berada dalam dua keadaan darurat.

33 https://www.topuniversities.com/student-info/student-finance/universities-changing
37
Pertama darurat kesehatan masyarakat melalui Keppres 11/2020
dan kedua Darurat Bencana Nonalam melalui Keppres 12/2020.
Seharusnya berdasarkan pasal 26 ayat (2) UU 24/2007 tentang
Penanggulangan Bencana “setiap orang yang terkena bencana
berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar”.
Kemudian Pasal 48 UU 24/2007 mengatakan penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi
pemenuhan kebutuhan dasar. Pemerintah telah menetapkan status
bencana nasional artinya bencana meliputi dan dialami oleh setiap
orang di Indonesia. Oleh karena itu setiap orang berhak
mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar tersebut. Melihat cita-
cita pembentukan negara maka pendidikan adalah pendidikan
bagian dari kebutuhan dasar.
4. Terjadi pengalihan anggaran pendidikan. Perpu 1/2020 yang
menjadi UU 2/2020 mengenai perubahan APBN membuat
kebijakan di bidang perpajakan yang salah satunya untuk insentif
pajak korporasi dapat menggunakan dana abadi dan akumulasi
dana abadi pendidikan serta dana yang dikelola oleh Badan
Layanan Umum. Rumah Sakit dan Universitas termasuk badan
layanan umum.
5. Dirjen Pendidikan Tinggi telah mengeluarkan surat No.
302/E.E2/KR/2020 tertanggal 31 Maret 2020 yang salah satu isinya
menghimbau perguruan tinggi menggunakan penghematan biaya
operasional selama pembelajaran dari rumah untuk membantu
mahasiswa. Melihat perkembangan kondisi mahasiswa dari
pengaduan-pengaduan yang masuk kepada kami tampaknya hal ini
tidak cukup melainkan perlu sebuah kebijakan untuk mengurangi
hingga membebaskan UKT sesuai dengan kondisi mahasiswa.

Berdasarkan hal-hal di atas kami menyatakan:


I. Pemerintah perlu membuat kebijakan nasional memerintahkan
kampus-kampus di seluruh Indonesia untuk mengurangi hingga

38
membebaskan UKT sesuai dengan kondisi mahasiswa.
II. Pendidikan tinggi di seluruh Indonesia hendaknya memberikan
keringan hingga membebaskan UKT sebagai kebijakan mandiri
tanpa menunggu adanya kebijakan secara nasional dari
Pemerintah.

Jakarta, 11 Juni 2020

YLBHI, RUJAK Center For Urban Studies, Lokataru Foundation, LBH


Jakarta, AMRTA Institute, Urban Poor Consortium, Aliansi Mahasiswa
UNNES BEM FH UNDIP, Amarahbrawijaya, BEM Universitas Diponegoro,
DEMA UIN Walisongo Semarang, SEMA Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Walisongo Semarang,Aliansi BEM Semarang Raya, BEM FH UNS.

39
PERSOALKAN BIAYA PENDIDIKAN DI MASA PANDEMI COVID-19,
MAHASISWA FH UNNES AJUKAN UJI MATERI PERMENDIKBUD
25/2020 KE MAHKAMAH AGUNG

Mahasiswa FH Unnes yang terdiri dari Ignatius Rhadite Prastika


Bhagaskara, Frans Josua Napitu, Franscollyn Mandalika, Michael Hagana
Bangun, Jonasmer Simatupang, dan Machmud Alwy Syihab (Selanjutnya
disebut Para Pemohon) mengajukan Permohonan Hak uji Materi (HUM)
terhadap pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) huruf d Permendikbud No.25
Tahun 2020 tentang SSBOPT pada PTN di lingkungan Kemendikbud yang
diterbitkan ditengah Pandemi Covid-19, pada tanggal 18 Juni 2020 oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem
Makariem.

Bahwa karena dampak Multi sektor yang ditimbulkan dari


Pandemi Covid-19 termasuk sektor Pendidikan, mengakibatkan gejolak
dan dinamika yang timbul dalam dunia Pendidikan Tingi. Gerakan-
gerakan demonstrasi maupun gerakan melalui media terus terjadi di
banyak Kampus dalam beberapa bulan ke belakang, dimana mahasiswa
menuntut adanya Pembebasan atau minimal Pengurangan Biaya Kuliah
selama Pandemi Covid-19 ini. Hal tersebut tentu saja dinilai wajar,
pasalnya selama Pandemi Covid-19 ini mahasiswa melakukan
pembelajaran secara daring, yang menyebabkan tidak dinikmatinya hak
berupa fasilitas yang sepadan dengan kewajiban pembayaran UKT secara
penuh, apabila dibandingkan dengan kondisi normal. Berangkat dari hal
tersebut, Mahasiswa FH Unnes mengajukan Permohonan Hak Uji Materi
terhadap Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 25 tahun 2020
ke Mahkamah Agung Republik Indonesia, adapun yang menjadi dalil dari
permohonan Hak Uji Materi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Biaya Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19

40
- Bahwa karena adanya Pandemi Covid-19 mengakibatkan hancur nya
sendi perekonomian masyarakat sipil. Selain itu menimbulkan dampak
secara multisektor, dimana Pendidikan menjadi salah satu sektor yang
sangat terdampak dari adanya Pandemi Covid-19.
- Bahwa berkaitan dengan Pandemi Covid-19, Pemerintah telah
menetapkan status Darurat Kesehatan Masyarakat melalui Keputusan
Presiden Nomor 11 tahun 2020 dan Darurat Bencana Non alam melalui
Keputusan Presiden No 12 tahun 2020. Artinya bencana meliputi dan
dialami oleh setiap orang di Indonesia. Oleh karena itu setiap orang
berhak mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar tersebut. Melihat cita-
cita dan tujuan pembentukan Negara yang tertuang dalam Pembukaan
UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, maka Pendidikan
merupakan bagian dari kebutuhan dasar
- Bahwa berdasarkan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor:
36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan
Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona
Virus Disease (COVID-19), yang kemudian ditindaklanjuti dengan
kebijakan di berbagai Perguruan Tinggi. Sehingga, implikasi dari
kebijakan tersebut mahasiswa tidak menikmati instrumen Biaya
Langsung yang tertuang dalam BKT, karena mengharuskan melakukan
pembelajaran secara daring dari rumah. Implikasi lain dari adanya
kebijakan ini yakni terjadi penurunan pengeluaran Keuangan Perguruan
Tinggi secara drastis di masa Pandemi ini karena banyak instrumen Biaya
Langsung (BL) diatas yang tidak digunakan oleh mahasiswa, apabila
dibandingkan dengan Pengeluaran Keuangan Perguruan Tinggi pada
kondisi normal.
- Bahwa Pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai Biaya Kuliah
Tunggal (BKT) yang dipengaruhi oleh Biaya Langsung (BL) dan Biaya
Tidak Langsung (BTL). BKT merupakan keseluruhan biaya operasional
yang terkait langsung dengan proses pembelajaran mahasiswa per-

41
semester pada program studi di PTN. Kemudian berdasarkan lampiran
Permendikbud 25/2020 pada bab Model Pembiayaan, dijelaskan
mengenai Biaya Langsung yang merupakan biaya operasional yang
terkait langsung dengan penyelenggaraan Program Studi. Biaya langsung
dihitung dan ditetapkan berdasarkan perencanaan dan pelaksanaan
Kurikulum Program Studi. Adapun dalam Lampiran aturan terkait, Biaya
Langsung terdiri dari 4 (empat) jenis, yakni 1) kegiatan kelas: kuliah
tatap muka, tutorial, matrikulasi untuk program afirmasi, studium
generale, tugas, kuis, ujian tengah semester, ujian akhir semester; 2)
kegiatan laboratorium/studio/bengkel/lapangan: praktikum, tugas
gambar/desain, bengkel, kuliah lapangan, praktik kerja lapangan, dan
kuliah kerja nyata; 3) kegiatan tugas akhir/skripsi: tugas akhir, skripsi,
seminar, ujian komprehensif, pendadaran, dan wisuda; 4) bimbingan
konseling dan kemahasiswaan: orientasi Mahasiswa baru, bimbingan
akademik, ekstra kurikuler, dan pengembangan diri
- Bahwa karena tidak dinikmati nya fasilitas serta hak-hak pendidikan
secara penuh selama pembelajaran secara daring, serta adanya hantaman
ekonomi yang ditimbulkan dari Pandemi Covid-19, maka mahasiswa di
seluruh Indonesia melakukan tuntutan kepada Perguruan Tinggi masing-
masing serta kepada Pemerintah dalam hal ini yakni Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk memberikan
penurunan nominal biaya kuliah selama Pandemi Covid-19 kepada
seluruh mahasiswa.
- Bahwa berkaitan dengan tuntutan tersebut, banyak mahasiswa yang
melakukan gerakan, baik yang dilakukan secara daring melalui sosial
media maupun aksi demonstrasi secara langsung.
- Bahwa menanggapi hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 tahun 2020 tentang Standar
Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi
Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Akan
tetapi mahasiswa melihat bahwasanya Permendikbud tersebut bukanlah

42
menjadi solusi atas permasalahan biaya kuliah yang dialami mahasiswa
selama Pandemi ini, melainkan malah menimbulkan masalah baru.
Diantara nya yakni kewajiban pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT)
secara penuh pada tiap semester (termasuk dalam kondisi Pandemi ini)
serta pungutan Iuran Pengembangan Institusi yang dalam Permendikbud
No 25 tahun 2020 tidak diatur mengenai batasan persentase Perguruan
Tinggi dapat memungut dari mahasiswa jalur Mandiri.
- Bahwa ketentuan dalam pasal 9 ayat (1) Permendikbud 25/2020
memberikan implikasi bahwa dalam segala kondisi, baik kondisi normal
maupun kondisi tidak normal yang disebabkan oleh bencana alam
dan/atau bencana non-alam, mahasiswa tetap diwajibkan membayarkan
biaya kuliah berupa UKT pada setiap semesternya secara penuh.
Ketentuan a quo menurut mahasiswa nihil pertimbangan (Pandemi
Covid-19) secara komprehensif serta tidak melihat dinamika yang timbul
di masyarakat, karena hanya mengatur mekanisme mengenai
pembebasan sementara, Pengurangan, Perubahan Kelompok, atau
pembayaran UKT secara mengangsur (ayat 4) berdasarkan
pertimbangan penurunan ekonomi saja, akan tetapi tidak memberikan
perspektif secara komprehensif terkait dengan dampak lain yang
ditimbulkan oleh bencana alam dan/atau bencana non alam yang
dirasakan secara langsung oleh seluruh mahasiswa, seperti saat (Pandemi
Covid-19) sekarang ini, yang menyebabkan terjadinya proses
pembelajaran yang jauh berbeda bila dibandingkan dengan pembelajaran
pada kondisi normal. Dalam kondisi Pandemi Covid 19 seperti saat ini
mengharuskan pembelajaran dilaksanakan secara daring dari rumah
masing-masing, secara otomatis mahasiswa tidak mendapatkan
kemanfaatan dan hak yang sepenuhnya sama apabila dibandingkan
dengan pada saat kondisi normal, dimana pembelajaran dilaksanakan
secara tatap muka dalam ruang kelas.
- Bahwa dalam beberapa media, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
telah memberikan claim bahwa kendala perekonomian mahasiswa
selama Pandemi Covid-19 telah diakomodir dalam pasal 9 ayat (4)

43
Permendikbud No 25 Tahun 2020. Akan tetapi mahasiswa memiliki
argumentasi sebaliknya. Bagi mahasiswa, aturan terkait tidak memiliki
unsur kebaharuan karena aturan tersebut telah diterapkan di banyak
Perguruan Tinggi, bahkan sebelum adanya Permendikbud tersebut
diterbitkan, selain itu Permendikbud tersebut nihi perspektif Pandemi
serta tidak menggambarkan situasi darurat bencana yang saat ini sedang
melanda Negeri.
- Bahwa ketentuan dalam pasal 9 ayat (4) menurut para pemohon hanya
mengakomodir kepentingan mahasiswa yang mengalami penurunan
ekonomi saja karena adanya bencana alam dan/atau non-alam, kemudian
mahasiswa dapat mengajukan permohonan yang meliputi ayat 4 dengan
cara melengkapi persyaratan yang ditentukan oleh masing-masing
perguruan tinggi. Akan tetapi ketentuan pada ayat 4 tidak
mempertimbangkan dan mengakomodir dampak lain diluar penurunan
ekonomi seperti tidak dinikmatinya hak serta fasilitas oleh mahasiswa di
masa pandemi, dimana seluruh Perguruan Tinggi menerapkan
pembelajaran secara daring dari rumah. Bahwa karena (pandemic covid-
19) ini seluruh mahasiswa di Indonesia mengalami kerugian dengan tidak
dinikmatinya fasilitas dan hak-hak yang semestinya jika dibandingkan
dengan kewajiban membayar UKT secara penuh, karena dengan sistem
pembelajaran secara daring, mahasiswa tidak dapat menikmati /
mengakses fasilitas operasional atau hak yang ada dalam instrumen biaya
langsung pada BKT. Sehingga menurut mahasiswa, aturan a quo
seharusnya mengakomodir pembebasan atau minimal sekurang-
kurangnya pemotongan UKT bagi seluruh mahasiswa Indonesia di PTN
secara merata tanpa perlu mengajukan persyaratan tertentu, mengingat
dalam masa (pandemic covid-19) ini, biaya operasional yang terdapat
dalam rumusan BKT maupun biaya langsung tidak dirasakan langsung
oleh mahasiswa selama pembelajaran secara daring.
- Bahwa ketentuan dalam pasal 9 ayat (4) mengenai penetapan ulang,
maupun pengajuan keringanan UKT telah ada dan diatur oleh Perguruan
Tinggi pada keadaan normal atau sebelum adanya (Pandemi Covid-19)

44
ini, begitupula dengan pengurangan hingga pembebasan UKT bagi
mahasiswa semester akhir yang hanya mengerjakan skripsi. Sehingga
Permendikbud 25 Tahun 2020 tidak menjadi solusi atas bencana non
alam (Pandemi Covid-19) karena tidak ada perbedaan kebijakan antara
kondisi normal dengan kondisi bencana non alam seperti yang terjadi saat
ini. Dengan demikian, keadaan (Pandemi Covid-19) haruslah dimaknai
secara darurat dan berbeda apabila dibandingkan dengan kondisi normal.
Melihat dampak yang ditimbulkan oleh (Pandemi Covid-19) ini
dirasakan oleh seluruh mahasiswa karena tidak dinikmatinya hak dan
fasilitas yang sepadan bila dibandingkan dengan kondisi normal, maka
Mahasiswa menilai aturan dalam pasal 9 ayat (4) Permendikbud 25 tahun
2020 sama sekali tidak dilandasi pada pertimbangan darurat akibat
bencana non alam (Pandemi Covid-19) serta tidak mengakomodir
aspirasi atau tuntutan dari mahasiswa yang merasakan kerugian akibat
adanya (Pandemi Covid-19).
- Bahwa apabila dalam kondisi bencana alam dan /atau non alam
mahasiswa tetap diwajibkan melakukan pembayaran UKT secara penuh,
maka menurut mahasiswa, Pemerintah secara nyata-nyata telah
menciptakan pendidikan yang tidak berkeadilan dan jauh dari kata
menyejahterakan serta menegaskan bahwa Perguruan Tinggi
memberikan layanan pendidikan dengan mengejar laba, yang secara jelas
dilarang dan bertentangan dengan Undang-Undang Dikti. Sehingga
wajar apabila dalam kondisi tidak normal yang disebabkan karena
bencana alam dan/atau non alam seperti saat ini, seluruh mahasiswa di
PTN tidak perlu membayar kewajiban berupa UKT secara penuh pada
tiap semesternya.
- Para Pemohon menyatakan bahwa pasal 9 ayat (1) Permendikbud
25/2020 yang menyatakan bahwa “Mahasiswa wajib membayar UKT
secara penuh pada setiap semester” telah bertentangan dengan pasal 47
ayat (1) UU Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 huruf e , pasal 7 ayat 2,
pasal 63 huruf c UU Pendidikan Tinggi, pasal 26 ayat 2 dan Pasal 48
huruf d UU Penanggulangan Bencana. Yang pada kesimpulannya,

45
menurut Para pemohon apabila Pasal 9 ayat 1 Permendikbud 25/2020
tetap diberlakukan, maka secara nyata-nyata menciptakan pendidikan
yang tidak berkeadilan dan jauh dari kata menyejahterakan serta
menegaskan bahwa Perguruan Tinggi memberikan layanan pendidikan
dengan mengejar laba, yang secara jelas dilarang dan bertentangan
dengan Undang-Undang Dikti. Sehingga wajar apabila dalam kondisi
tidak normal yang disebabkan karena bencana alam dan/atau non alam
seperti saat ini, seluruh mahasiswa di PTN tidak perlu membayar
kewajiban berupa UKT secara penuh pada tiap semesternya. Ibi Jus Ibi
Remedium (Dimana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut,
memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar).

2. Pungutan Iuran Pengembangan Institusi kepada Mahasiswa Jalur


Seleksi Mandiri Selama Pandemi Covid-19
- Bahwa dalam pasal 10 ayat (1) huruf d Permendikbud 25/2020 “PTN
dapat memungut iuran pengembangan institusi sebagai pungutan
dan/atau pungutan lain selain UKT dari Mahasiswa program diploma
dan program sarjana bagi: d. Mahasiswa yang masuk melalui seleksi
mandiri”. Ketentuan tersebut memberikan legitimasi kepada Perguruan
Tinggi Negeri untuk dapat memungut iuran pengembangan institusi
sebagai pungutan dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa
program diploma dan program sarjana bagi mahasiswa yang masuk
melalui seleksi mandiri.
- Bahwa dengan adanya pungutan iuran pengembangan institusi dan/atau
pungutan lain diluar UKT bagi mahasiswa jalur mandiri sebagaimana
diatur didalam permendikbud 25/2020 telah menciderai semangat
ketunggalan yang ada pada UKT (Uang Kuliah “Tunggal). Sebab frasa
“tunggal” yang terdapat dalam Uang Kuliah Tunggal memiliki muatan
makna yang hanya bisa diterjemahkan secara satu-satunya. Artinya
ketika terdapat pungutan lain diluar UKT, maka memiliki implikasi
bahwa telah terjadi pencideraan ataupun pelanggaran pada makna
tunggal tersebut.

46
- Bahwa menurut Para Pemohon frasa “dapat” pada pasal 10 ayat (1)
huruf d Permendikbud 25/2020 telah menimbulkan ketidakpastian
hukum. Didalam peraturan a quo tidak diuraikan secara jelas dan spesifik
mengenai standar dan kategori yang ditetapkan, dalam hal Perguruan
Tinggi Negeri dapat memungut iuran pengembangan institusi sebagai
pungutan dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa program
diploma dan program sarjana bagi mahasiswa yang masuk melalui
seleksi mandiri. Bahwa menurut mahasiswa, Permendikbud No 25
Tahun 2020 yang menjadi landasan maupun payung hukum seharusnya
mengakomodir asas kepastian hukum mengenai sejauh mana ketentuan
dalam aturan tersebut dapat ditafsirkan dan dilaksanakan secara tegas
sebagai hal yang mengikat bagi subyek hukum yang diatur nya ataupun
yang terkena akibat hukum dari pemberlakuan aturan tersebut.

- Bahwa menurut Para Pemohon frasa “dapat” pada pasal 10 ayat (1)
huruf d Permendikbud 25/2020 merupakan bentuk lepas tanggung jawab
negara dalam memenuhi hak warga negara dalam hal pendidikan yang
dijamin oleh konstitusi. Menurut mahasiswa, dicantumkan dan
diberlakukan nya frasa “dapat” dalam aturan tersebut merupakan bentuk
pelimpahan/pelemparan tanggung jawab negara dalam hal pemenuhan
hak atas pendidikan bagi semua warga negara kepada Perguruan Tinggi
dengan dalih berlindung dibalik otonomi masing-masing Perguruan
Tinggi. Bahwa Pendidikan merupakan pondasi untuk mengantarkan
Indonesia menuju negara ideal yang dicitakan dalam Alinea 4 Konstitusi.
Sehingga menurut pemohon, negara seharusnya meletakan Pendidikan
masuk dalam skala prioritas tertinggi yang harus diperhatikan.

- Bahwa berdasarkan UU Pendidikan Tinggi, pendidikan tinggi harus


diselenggarakan dengan prinsip demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Berkeadilan
dan tidak diskriminatif artinya menyediakan kesempatan, perlakuan, dan
pelayanan yang sama kepada seluruh mahasiswa. Bahwa ketentuan
dalam peraturan a quo telah melegitimasi pemungutan iuran

47
pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lain selain
UKT dari mahasiswa program diploma dan program sarjana bagi
mahasiswa yang masuk melalui seleksi mandiri, dimana telah melahirkan
suatu bentuk ketidakadilan dan diskriminatif. Ketidakadilan yang
dimaksud berupa pembedaaan perlakuan dengan mengadakan pungutan
lain berupa uang pangkal yang hanya dilakukan pada mahasiswa jalur
mandiri. Diskriminatif yang dimaksud ialah dengan membedakan latar
belakang mahasiswa dalam pemberian jaminan pendidikan sebagai
bentuk pemenuhan hak warga negara yang diamanatkan oleh konstitusi
dan Undang-Undang. Padahal jika melihat realita dan kondisi di
lapangan, tidak semua mahasiswa yang berada dalam jalur mandiri
merupakan pihak yang berada dalam kondisi ekonomi menengah keatas.
Sehingga menurut mahasiswa, peraturan a quo bertententangan dengan
prinsip Pendidikan Tiggi yakni demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

- Bahwa dalam peraturan a quo yang meligitimasi pemungutan iuran


pengembangan institusi bagi mahasiswa jalur mandiri pada perguruan
tinggi negeri tidak memberikan batasan atau jumlah maksimal persentase
dari total keseluruhan mahasiswa baru. Berbeda dengan peraturan
menteri sebelumnya (Permenristekdikti 39/2017) yang memberikan
batasan maksimal 30% dari total keseluruhan mahasiswa baru (pasal 8
ayat (3). Hal ini memberikan potensi semakin bebas atau tanpa batasnya
perguruan tinggi negeri dalam praktik pemungutan iuran pengembangan
institusi.

- Bahwa potensi yang timbul akibat tidak ditetapkannya batas maksimal


pada total mahasiswa baru adalah akan terjadi potensi semakin
sewenang-wenang/tanpa batasnya Perguruan Tinggi Negeri dalam
memungut iuran pengembangan institusi bagi mahasiswa baru. Hal ini
tentu saja bertentangan dengan asas keadilan, keterjangkauan dan
penerimaan mahasiswa baru yang dilarang dikaitkan dengan tujuan
komersil serta prinsip nirlaba yang diatur dalam UU Dikti.

48
- Bahwa di masa Pandemi Covid-19 ini dimana seluruh sektor mengalami
hantaman dari sektor perekonomian, termasuk bagi mahasiswa dan orang
tua nya. Sudah seyogya nya Pemerintah dan Perguruan Tinggi tidak
melakukan pemungutan Iuran Pengembangan Institusi kepada
mahasiswa baru jalur seleksi mandiri dengan pertimbangan hati nurani
dan kemanusiaan.

- Bahwa Para Pemohon menyatakan bahwa pasal tersebut bertentangan


dengan peraturan yang lebih tinggi yakni pasal 3 huruf e dan I UU Dikti,
pasal 6 huruf b UU Dikti yang kemudian dipertegas dalam pasal 4 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 73 ayat 5 UU Dikti, Pasal 73 ayat (5) UU Dikti, pasal 7
ayat 1 UU Dikti, pasal 89 ayat 1 UU Dikti, Pasal 88 ayat 5, pasal 47 ayat
(1) UU Sisdiknas, Pasal 63 huruf c UU Dikti, Pasal 8 ayat (3) UU PNBP
serta pasal 26 ayat 2 UU Penanggulangan Bencana, Pasal 48 huruf - Yang
pada kesimpulannnya, Pemohon menganggap bahwa pemberlakuan
Pasal 10 ayat (1) huruf (d) Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 telah
mengakibatkan secara langsung kerugian terhadap Pemohon karena
secara nyata-nyata telah menciptakan pendidikan yang tidak berkeadilan,
diskriminatif, tidak terjangkau, dan tidak berdasar pada prinsip nirlaba
serta bertujuan komersial.

Adapun Petitum dari Permohonan Hak Uji Materi Tersebut adalah :

1. Menerima dan Mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya;


2. Menyatakan Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (Legal Standing)
untuk mengajukan Permohonan Uji Materi Pasal 9 ayat (1) Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2020 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada
49
Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan;
3. Menyatakan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Standar Satuan Biaya
Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di
Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bertentangan
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana serta tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
4. Menghukum Termohon untuk membatalkan atau sekurang-kurangnya
merevisi ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Standar
Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri
di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan
mempertimbangkan berdasarkan aspek kerugian yang diterima oleh
mahasiswa akibat bencana non alam (Pandemi Covid-19) terutama
mengenai hak dan fasilitas yang tidak didapatkan secara penuh selama
(Pandemi Covid-19) oleh mahasiswa
5. Menyatakan Pemohon VI memiliki kedudukan hukum (Legal Standing)
untuk mengajukan Permohonan Uji Materi Pasal 10 ayat (1) Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2020 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada
Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan;
6. Menyatakan Pasal 10 ayat (1) huruf d Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar
Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri
di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bertentangan
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

50
Undang-undang Nomor 9 tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
7. Menghukum Termohon untuk membatalkan atau sekurang-kurangnya
membatalkan secara sementara (selama masa Pandemi Covid-19) Pasal 10
ayat (1) huruf d Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional
Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
8. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara;

Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, kami mohon putusan yang
seadil-adilnya (ex aquo et bono).

51
MAHASISWA UNNES ADUKAN MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA KE KOMNAS HAM

Mahasiswa Universitas Negeri Semarang mengadukan Menteri


Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makariem ke
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) Republik Indonesia,
yang diterima secara langsung oleh Bidang Penerimaan dan Pemilahan
Pengaduan serta tercatat dalam nomor agenda B2801. Aduan ini merupakan
tindak lanjut dari gerakan mahasiswa yang sebelumnya telah melakukan
Permohonan Hak Uji Materi Permendikbud No 25 Tahun 2020 ke Mahkamah
Agung Republik Indonesia, dimana menyoal mengenai biaya kuliah di masa
Pandemi yang harus ditanggung oleh mahasiswa. Tercatat terdapat 2 (dua) hal
yang menjadi dasar mengapa Mendikbud dianggap telah melakukan
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada para pelajar, termasuk
mahasiswa. Sehingga melandasi Mahasiswa untuk mengadukan Mendikbud
kepada KOMNAS HAM Republik Indonesia.
Yang pertama berkaitan dengan biaya kuliah di masa Pandemi Covid-
19. Ditengah merosotnya kondisi perekonomian nasional, yang tentunya juga
dirasakan oleh mahasiswa maupun keluarga nya, kemudian tidak dinikmatinya
hak berupa fasilitas dan layanan pendidikan secara penuh karena pembelajaran
yang dilakukan secara daring. Hal tersebut menimbulkan gejolak dan dinamika
di kalangan mahasiswa yang menuntut adanya keringanan pembayaran biaya
kuliah, karena ada hak dan kewajiban yang tidak berbanding lurus/setimpal di
masa Pandemi Covid-19 ini. Akan tetapi Mendikbud dianggap tidak membaca
situasi ini menjadi hal yang urgent dipertimbangkan untuk meringankan beban
mahasiswa dan malah bertindak sebaliknya, dengan menerbitkan
Permendikbud 25 tahun 2020. Aturan tersebut semakin melegitimasi
penderitaan yang dirasakan oleh masyarakat karena negara mewajibkan
mahasiswa untuk melakukan pembayaran UKT secara penuh, termasuk dalam
situasi Pandemi Covid-19 ini. Kebijakan yang di claim oleh Pemerintah sudah
menjawab persoalan dan tuntutan dari mahasiswa nyata nya hanya omong
kosong belaka, sebab tidak mempertimbangkan perspektif kedaruratan

52
bencana secara komprehensif (Kepres No 11 tahun 2020 tentang Darurat
Kesehatan Masyarakat dan Kepres No 12 Tahun 2020 Darurat Bencana Non
alam).
Seharusnya kebijakan mengenai bantuan maupun Keringanan biaya
kuliah dapat dirasakan oleh semua mahasiswa secara otomatis tanpa perlu
mengajukan persyaratan tertentu, karena jelas seluruh mahasiswa mengalami
kerugian dari adanya Pandemi Covid-19 ini, akibat tidak mendapatkan layanan
pendidikan serta hak lain secara penuh. Selain itu tidak ada unsur kebaruan
dalam aturan tersebut, karena tanpa adanya Permendikbud No 25 tahun 2020
pun, kebijakan mengenai penetapan ulang maupun pemotongan UKT telah ada
dan diterapkan di banyak Universitas. Sehingga menjadi sangat tidak adil
apabila mahasiswa diwajibkan melakukan pembayaran biaya kuliah secara
penuh pada situasi Pandemi Covid-19 ini. Bukti lain, aturan ini telah mengebiri
hak-hak mahasiswa yaitu dengan dilegitimasi nya Perguruan Tinggi dalam
melakukan pemungutan Iuran Pengembangan Institusi/Uang Pangkal (diluar
UKT), Kebijakan pungutan Uang Pangkal seharusnya tidak layak untuk
diterapkan, karena negara seakan lepas tangan dalam urusan Pendidikan,
terlebih dalam Permendikbud 25/2020 tidak diatur mengenai batasan
persentase maksimal Perguruan Tinggi dapat memungut Uang Pangkal dari
mahasiswa baru jalur seleksi mandiri, hal ini tentu saja dikhawatirkan akan
menyebabkan Perguruan Tinggi memungut Uang Pangkal secara sewenang-
wenang, mengingat tidak ada rambu-rambu memgenai batas maksimal dapat
dipungutnya Uang Pangkal. Bahwa berkaitan dengan 2(dua) hal diatas, maka
tidak sedikit mahasiswa yang harus terpaksa putus pendidikan karena biaya
pendidikan yang tidak terjangkau serta mencekik.
Bahwa dalam teori hukum responsive dijelaskan bahwa hukum harus
bisa merespon dinamika yang timbul di masyarakat, kemudian memberikan
solusi untuk penyelesaiannya. Sifat responsif dapat diartikan sebagai melayani
kebutuhan dan kepentingan sosial yang dialami dan ditemukan oleh
masyarakat. Pasal 28 C dan E UUD 1945 dan Pasal 13 UU No. 11 Tahun 2005
sesungguhnya telah menjamin bahwa pendidikan tinggi secara progresif harus
dapat semakin terjangkau, kemudian pengelolaan kampus haruslah didasarkan

53
pada prinsip demokratis dan menjunjung nilai HAM. Mendikbud secara nyata-
nyata telah menciptakan pendidikan yang tidak berkeadilan dan jauh dari kata
menyejahterakan serta menegaskan bahwa Perguruan Tinggi memberikan
layanan pendidikan dengan mengejar laba, yang secara jelas dilarang dan
bertentangan dengan Undang-Undang.

Yang Kedua, berkaitan dengan pembungkaman ruang-ruang


demokrasi serta tindak represif yang kerap kali dilakukan oleh berbagai
Universitas, terkhusus kepada para mahasiswa yang melakukan aksi
demonstrasi maupun gerakan lain terhadap tuntutan keringanan biaya kuliah di
masa Pandemi. Sebagai contoh, Mahasiswa Universitas Negeri Semarang
mendapat surat panggilan sidang etik karena melakukan demonstrasi menuntut
keringanan biaya kuliah, kemudian Pimpinan Universitas Nasional (UNAS)
memberikan sanksi akademik berupa pemberhentian secara permanen (Drop
Out) kepada 3 mahasiswa, pemberhentian sementara (skorsing) kepada 3
mahasiswa, dan peringatan keras kepada 15 mahasiswa lainnya. Semuanya
merupakan mahasiswa yang menyampaikan tuntutan transparansi dan
pengurangan uang kuliah melalui aliansi Unas Gawat Darurat. Adapun dasar
penjatuhan sanksi tersebut karena mahasiswa dianggap telah mencemarkan
nama baik kampus ketika menyampaikan tuntutan pengurangan biaya kuliah.
Tidak cukup di situ, UNAS juga melakukan upaya kriminalisasi dan intimidasi
terhadap mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Unas Gawat Darurat. UNAS
melaporkan mahasiswa ke pihak kepolisian menggunakan Pasal 29 jo 45 UU
ITE dan juga Pasal 170 KUHP. Hingga kini beberapa mahasiswa yang
sebelumnya telah mendapatkan sanksi akademik telah mendapatkan panggilan
kepolisian atas laporan UNAS tersebut. Mahasiswa juga mendapatkan
intimidasi dengan serangkaian tindakan kekerasan yang dilakukan keamanan
kampus UNAS saat melakukan aksi solidaritas di kampus.
Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat dengan jelas mengatur bahwa setiap individu yang
ada di Indonesia dapat mengemukakan aspirasi sebagai perwujudan demokrasi
yang nyata dan sebenar-benarnya bagi sistem ketatanegaraan, kemudian

54
Konstitusi negara Indonesia juga mengatur dan menjamin mengenai kebebasan
berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat. Contoh kasus yang terjadi
pada Universitas Nasional serta Universitas Negeri Semarang menjadi salah
satu bukti bahwa negara hanya diam dan sama sekali tidak bertindak tegas
untuk menjamin pemenuhan hak konstitusional rakyat nya. Perguruan Tinggi
adalah perpanjangan tangan Menteri (representasi negara) dalam pelaksanaan
tugas pendidikan tinggi. Dengan berdiam diri artinya Menteri setuju dan
semakin melegitimasi tindakan-tindakan anti demokrasi seperti ini.
Berdasarkan hal diatas, maka mahasiswa menilai bahwasanya telah
terjadi dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makariem. Hal
diatas dapat dikategorikan sebagai Pelanggaran HAM karena dilakukan oleh
Negara sebagai pelaku. Kunci dari pelanggaran HAM ialah harus ada
kewajiban negara yang tidak terpenuhi di situ. Bentuknya dapat berupa
perumusan kebijakan ataupun dengan melakukan pembiaran. Yang secara
tidak langsung berarti Negara sudah melanggar “Kontrak Sosial” manusia
dalam ber-Negara, dimana Negara lewat aparaturnya tidak memberikan
pelayanan dan pemenuhan hak asasi manusia bagi rakyatnya. Pelanggaran
Negara terhadap kewajibannya itu juga dapat dilakukan baik dengan
perbuatannya sendiri (acts of commission) maupun karena kelalaiannya (acts
of ommission). Maka dari itu mahasiswa Unnes melakukan pengaduan kepada
KOMNAS HAM atas dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
Mendikbud.

55
PENEGAKAN HUKUM PENIMBUN MASKER DI TENGAH KRISIS
VIRUS COVID-19

Awal tahun 2020 dunia diguncang dengan isu virus misterius di


Negara Republik Rakyat Tiongkok. Pada tanggal 19 Januari 2020
dilaporkan telah ada 17 kasus mengenai Covid-1934. Coronaviruses (CoV)
merupakan keluarga besar dari virus yang menyebabkan penyakit mulai dari
flu biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti MERS-CoV dan SARS.
Mengenai 2 virus sebelumnya, yang pertama MERS (Middle East
respiratory syndrome) diberikan julukan sebagai SARS dari Arab35, Gejala
yang akan pasien alami pada virus mirip SARS. Gejala infeksi ini termasuk
gagal ginjal dan Pneumonia akut, yang dapat berakibat pada kematian 36.
Virus jenis ini memiliki masa inkubasi sekitar 12-10 hari. Hingga saat ini
belum ada pengobatan yang dapat di lakukan bagi penderitanya 37. Virus
jenis ini memiliki masa inkubasi sekitar 12-10 hari. Hingga saat ini belum
ada pengobatan yang dapat di lakukan bagi penderitanya38. Virus MERS-
CoV yg telah dikonfirmasi WHO hingga tanggal 31 Januari 2020 telah
menginfeksi yg berakibat pada kematian dengan jumlah kematian hingga
866 orang39. Virus yang kedua adalah, SARS-CoV merupakan virus yang
menyebabkan sindrom pernapasan akut berat 40 . Virus SARS-CoV dapat
berkontak pada inang kelelawar, manusia, dan musang. Virus menjangkit
setidaknya sebanyak 774 di berbagai negara. Virus Covid-19 sendiri pada

34 France 24 “China reports 17 new cases of mystery virus”


https://www.france24.com/en/20200119-china-reports-17-new-cases-of-mystery-
virus Diakses 2 Maret 2020
35 Ali Mohamed Zaki; Sander van Boheemen; Theo M. Bestebroer; Albert D.M.E.

Osterhaus; Ron A.M. Fouchier (8 November 2012). "Isolation of a novel coronavirus


from a man with pneumonia in Saudi Arabia" (PDF). New England Journal of
Medicine. 367 (19): 1814. doi:10.1056/NEJMoa1211721.
36 Doucleef, Michaeleen (26 September 2012). "Scientists Go Deep On Genes Of SARS-

Like Virus". Associated Press. Diakses tanggal 3 Maret 2020.


37 SARS Virus Treatments Could Hold the Key for Treatment of MERS-CoV Outbreak".

Science Daily. Diakses tanggal 3 Maret 2020


38 SARS Virus Treatments Could Hold the Key for Treatment of MERS-CoV Outbreak".

Science Daily. Diakses tanggal 3 Maret 2020


39 Anonymous WHO “Emergencies preparedness, response : Middle East respiratory

syndrome coronavirus (MERS-CoV) – The Kingdom of Saudi Arabia”


https://www.who.int/csr/don/24-february-2020-mers-saudi-arabia/en/
40 Thiel V (editor). (2007). Coronaviruses: Molecular and Cellular Biology (edisi ke-1st).

Caister Academic Press. ISBN 978-1-904455-16-5.


56
tanggal 3 Maret 2020 telah dikonfirmasi sebanyak 88.382 korban, dengan
jumlah kematian mencapai 3117 orang.41.

Senin 3 Maret 2020, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo


mengumukan bahwa dua orang warga negara Indonesia positif42. Melihat
kondisi yang demikian mengkhawatirkan pada kasus-kasus yang sama
dengan jenis virus yang hampir serupa agak nya tidak berlebihan jika
masyarakat khusus nya warga negara indonesia untuk melakukan tindakan
pencegahan dini. Hal ini juga tidak terlepas dari minimnya peran
pemerintah dalam menanggapi tindakan masyarakat ini, baik berupa
himbauan secara langsung yang efektif maupun tindakan berupa penyedian
barang-barang yang sekiranya di butuh kan. Pembelian secara masif
beberapa barang pun tidak hanya terjadi di Indonesia, negara seperti Korea
selatan, Singapore bahkan di China pun terjadi hal yang sama. Senada
dengan hal ini otoritas kesehatan di beberapa negara telah meningkatkan
tingkat kewaspadaan terhadap virus ke level yang cukup tinggi.

Beberapa barang dengan jenis produk tertentu menjadi sangat


langka dan melonjak nya harga hingga di luar dari harga normal seperti
biasa di pasaran, seperti masker 43 dan kebutuhan pokok hingga hand
sanitizer. Kecemasan masyarakat seolah tidak selesai hingga kelangkaan
barang dan melonjakna harga, di perparah dengan ditemukannya kasus
44
penimbunan barang berupa masker kesehatan di daerah Jakarta,

41 Dipna V. “Update Virus Corona 3 Maret: Kasus COVID-19 Meningkat Jadi 90.428
Baca selengkapnya di artikel "Update Virus Corona 3 Maret: Kasus COVID-19
Meningkat Jadi 90.428", https://tirto.id/update-virus-corona-3-maret-kasus-covid-
19-meningkat-jadi-90428-eCAl. diakses pada tanggal 4 Maret 2020
42 CNN Indonesia “Jokowi Umumkan Dua WNI Positif Corona di Indonesia”

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200302111534-20-479660/jokowi-
umumkan-dua-wni-positif-corona-di-indonesia. Diakses pada tanggal 3 Maret
2020
43 Liputan 6 “Daftar Harga Barang yang Naik Imbas Virus Corona, Apa Saja?”

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4172562/daftar-harga-barang-yang-naik-
imbas-virus-corona-apa-saja. Diakases pada tanggal 3 Maret 2020
44 Liputan 6 “6 Fakta Penggerebekan Pabrik Masker Ilegal, Manfaatkan Isu Corona hingga

Omzet Ratusan Juta” https://www.liputan6.com/news/read/4191245/6-fakta-


penggerebekan-pabrik-masker-ilegal-manfaatkan-isu-corona-hingga-omzet-
ratusan-juta
57
Tangerang, dan dibeberapa daerah lainnya.45setelah diselidiki lebih lanjut
Polisi menemukan fakta bahwa masker-masker yang di temukan merupakan
barang ilegal yang tidak memenuhi standar kesehatan yang ada.

Dalam Kasus Ini tentu ada pihak yang dirugikan. Contoh yang
paling nyata adalah mereka yang menderita penyakit tertentu, seperti yang
terjadi Susanto tan penderita Kanker Nasofaring dan Celine yang menderita
Leukimia. Ayah dana anak ini harus susah payah mendapatkan masker
untuk melindungi tubuh mereka dari debu dan polusi secara langsung. 46
Selain itu, banyak juga pihak-pihak yang dirugikan degan adanya
penimbunan masker ini, dari pihak-pihak medis sendiri yang memerlukan
masker untuk bekerja sampai dosen dan mahasiswa ilmu kesehatan atau
ilmu pengetahuan alam yang memerlukan masker untuk melakukan riset
ataupun praktikum sebagai mata kuliah.

Bagaimana bila ada pihak yang sengaja menimbun masker saat


penyakit menular Covid-19 mewabah?

Terkait dengan permasalahan tersebut mengenai penimbunan


barang yang terjadi dapat diklasifikasikan sebagai pelanggaran dalam
ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan yang berbunyi :

1. Pelaku Usaha dilarang menyimpan Barang kebutuhan pokok


dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu
pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau
hambatan lalu lintas Perdagangan Barang
2. Pelaku Usaha dapat melakukan penyimpanan Barang kebutuhan
pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu

45 M Julnis Firmansyah “Polisi Temukan Lagi Tempat Penimbunan Masker Corona di


Tangerang” https://metro.tempo.co/read/1315252/polisi-temukan-lagi-tempat-
penimbunan-masker-corona-di-tangerang/full&view=ok. Diakses 3 Maret 2020
46 Michael Hangga Wismabrata “Cerita Pilu Ayah Dan Anak Penyitas Kanker, Bertahan

Hidup Saat Langkahnya


Masker”https://regional.kompas.com/read/2020/03/05/06110081/cerita-pilu-ayah-
dan-anak-penyintas-kanker-bertahan-hidup-saat-langkanya?page=all Di akses
pada Tanggal 07 Maret 2020
58
jika digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
proses produksi atau sebagai persediaan Barang untuk
didistribusikan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan Barang kebutuhan
pokok dan/atau Barang penting diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Presiden.

Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang


Nomor 7 Tahun 2014 “Larangan ini dimaksudkan untuk menghindari
adanya penimbunan Barang yang akan menyulitkan konsumen dalam
memperoleh Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting.”

Berikutnya mengenai Klasifikasi barang tertentu yang ada di dalam


Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan disebutkan sebagai “…Barang kebutuhan pokok dan/ atau
barang penting..” terdapat pada Pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan dan
Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, yang berbunyi
:

1) Barang Kebutuhan Pokok adalah barang yang menyangkut hajat


hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang
tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat.
2) Barang Penting adalah barang strategis yang berperan penting
dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional.

Melihat penjelasan pada pasal di atas masker bila dikerucutkan


bukan termasuk bagian Barang Kebutuhan Pokok. Dan hingga saat ini alat
kebutuhan medis terutama pada produk masker belum masuk dalam Barang

59
Penting, sedangkan jenis barang yang termasuk Barang Penting hanya
termasuk;

1) Benih yaitu benih padi, jagung, dan kedelai ;


2) Pupuk;
3) Gas elpiji 3 kilogram;
4) Triplek ;
5) Semen ;
6) Besi baja konstruksi
7) Baja ringan47

Walaupun Masker atau alat kesahatan belum termasuk ke dalam


termasuk kedalam jenis klasifikas Barang Penting dalam Peraturan
Presiden No.71 Tahun 2015. Jenis barang penting dapat diubah berdasarkan
usulan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri atau kepala lembaga
pemerintah nonkementerian terkait.48

Bila kita melihat kembali perkembangan hingga saat ini yang sangat
mengkhawatirkan perihal kekurangan pasokan masker, seperti yang terjadi
di Rumah Sakit Umum Bunda BMC Padang Sumatra Barat49. Hal ini juga
sejalan dengan World Health Organisation yang menyatakan dunia
terancam kekurangan peralatan medis, termasuk kebutuhan 89 juta masker,
Direktur Jendral WHO berujar bahwa “Pemerintah harus mengembangkan
insentif bagi industri untuk meningkatkan produksi. Ini termasuk
pelonggaran pembatasan ekspor dan distribusi peralatan pelindung pribadi
dan persediaan medis lainnya . 50 , Hal ini bertolak belakang dengan
kebijakan pemerintah Indonesia yang malah berinisiatif untuk memberikan

47 Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2015 Tentang


Penetapan Dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok Dan Barang Penting
48 Ibid.
49 Chandra Iswanto “Kehabisan Stok Masker, Rumah Sakit di Padang Bakal Impor dari

Pakistan” https://www.suara.com/news/2020/03/06/045000/kehabisan-stok-
masker-rumah-sakit-di-padang-bakal-impor-dari-pakistan. Diakses tanggal 06 Maret
2020.
50 Rehia Sebayang “WHO: Dunia Terancam Kekurangan Peralatan Medis”
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200305084551-4-142607/who-dunia-
terancam-kekurangan-peralatan-medis
60
insentif untuk mempromosikan pariwisata 51 . Hal membuat kita semakin
sadar cara pandang apa yang sedang dipakai pemerintah dalam menghadapi
Virus Covid-19.

Ancaman Pidana Pelaku Usaha yang Menimbun Masker ketika sudah


ditetapkan menjadi barang penting

Dengan ditetapkannya alat kesehatan khusus nya masker menjadi barang


penting maka ancaman bagi pelaku dapat diterapkan berdasar pada Pasal
107 Undang-Undang No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang berbunyi
:

“Pelaku Usaha yang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau


Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi
kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas
Perdagangan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah).”

Hal ini juga dapat terkait dengan Undang-Undang lainnya yang terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam Pasal 4 UU No.5
Tahun 1999 disebutkan bahwa:

1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain


untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan
atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama
melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3

51 Anonimus “Redam Dampak Virus Corona, Jokowi Beri Influencer Rp72 M”


https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200225172035-532-478022/redam-
dampak-virus-corona-jokowi-beri-influencer-rp72-m. Diakses tanggal 07 Maret
2020
61
(tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih
dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu.

KESIMPULAN

Pemerintah dalam hal ini pemegang kekuasaan eksekutif, yang


berperan sebagai pemangambil kebijakan harus dapat melidungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, hal ini jelas
merupakan amanat konstitusi kita sebagai sebuah negara hukum
(Rechtsstaat). Konsekuensi seperti ini adalah satu satu nya yang harus
dipegang pemerintah sebagai sebuah prinsip untuk menjamin seluruh
tumpah darah dan bangsa Indonesia.
Melihat keadaaan yang semakin memprihatinkan dalam beberapa
waktu terakhir Pihak Istana Negara masih terlalu menyibukan diri terhadap
klarifikasi dan penyangkalan perihal wabah Virus Covid-19 daripada
menyiapkan langkah serta paket kebijakan yang mengarah kepada
Kemanusiaan dibanding hal-hal yang berorientasi pada ekonomi dalam
masa masa yang sulit seperti ini. Keadaan ini dapat bertambah parah hingga
ketahap yang lebih kronis ketika Presiden kembali gagal menangkap
dinamika perkembangan bahwa banyak nyawa khusus nya warga negara
Indonesia yang lebih dan tidak sebanding dengan apapun.
Dengan ini kami Menuntut Pemerintah dengan amat segera:
1. Membuat Keputusan hingga paket kebijakan yang dapat segera
diterapkan terutama dalam langkah pemenuhan alat kebutuhan
medis dalam menghadapi Virus Covid-19.
2. Menindak segala peraktik perdagangan yang melanggar Prinsip
kemanusiaan terkait dengan Masker dan alat kedokteran lainnya
ditengah Virus Covid-19.
Maka dari itu, Negara tidak boleh meyerah dengan jalan yang tidak
mudah, hari ini kita harus tegar menuju perjuangan yang membutuhkan
fokus tiap detik. Dunia menghadapi bahaya besar, bersamaan dengan ini
62
kita sebagai sebuah bangsa harus tampil dan ambil bagian menjadi
pemenang melawan Virus Covid-19.

63
PILKADA DI TENGAH PANDEMI : KESEHATAN PUBLIK VS
KEPENTINGAN POLITIK

Keputusan Pemerintah tetap menggelar Pilkada serentak di tengah


pandemi menuai reaksi kontra dari berbagai kalangan masyarakat. Reaksi
kontra tersebut hadir dikarenakan situasi pandemi di Indonesia belum
terkendali dan cenderung naik. Keputusan tetap dilaksanakan Pilkada
serentak di tengah pandemi menurut Pemerintah karena tidak ada yang tahu
kapan pandemi Covid-19 di Indonesia akan berakhir. KPU selaku
penyelenggara Pilkada sebelumnya juga telah memberikan tiga opsi bagi
Pemerintah untuk memutuskan kapan Pilkada akan dilangsungkan. Opsi
pertama Pilkada dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020, opsi kedua
dilaksanakan pada 17 Maret 2021, dan opsi ketiga dilaksanakan pada
tanggal 29 September 202152. Keputusan Pemerintah akhirnya jatuh pada
tanggal 9 Desember 2020 sebagai hari berlangsungnya Pilkada serentak usai
rapat jajak pendapat antara Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Dalam
Negeri Tito Karnavian dengan KPU, DKPP, dan Komisi II DPR RI.
Menurut Pemerintah Pilkada pada tanggal 9 Desember 2020 tidak dapat
diundur lagi karena akan mengancam hak konstitusi rakyat, padahal di
tengah pandemi seperti ini kepentingan politis macam Pilkada ini harusnya
dapat di kesampingkan untuk urusan kesehatan dan keselamatan rakyat
yang lebih besar. Alibi Pemerintah dalam tetap diberlangsungkannya
Pilkada ditengah pandemi ini adalah mengacu pada beberapa negara yang
berhasil melaksanakannya yaitu Korea Selatan dan Singapura. Akan tetapi
Pemerintah nampaknya lupa bahwa kedua negara tersebut melaksanakan
Pemilu ketika trend kasus Covid-19 di negaranya sedang menurun ditambah
aturan super ketat yang diterapkan Pemerintah Korsel dan Singapura bagi
para pemilih yang berpartisipasi di dalam Pemilu. Pemerintah juga
menyinggung soal Amerika Serikat yang juga akan menggelar Pemilu pada

52 Kadek Melda Luxiana (19 Juli 2020). Mendagri Jelaskan Dasar Keputusan Pilkada
Serentak Jadi Desember 2020. diakses dari https://news.detik.com/berita/d-
5099938/mendagri-jelaskan-dasar-keputusan-pilkada-serentak-jadi-desember-
2020

64
bulan November 2020, akan tetapi Pemerintah nampaknya juga lupa karena
Pemerintah AS akan menggunakan sistem pos, sehingga rakyat AS dalam
hal ini bisa memilih dari rumah mereka masing-masing. Pemerintah
Indonesia sendiri juga masih belum mengeluarkan Perppu tentang Pilkada
di tengah pandemi yang bisa menjadi landasan Hukum bagi KPU untuk
menerapkan sanksi bagi mereka yang tidak atau melanggar ketentuan
protokol kesehatan seperti larangan berkerumun, berkampanye, menggelar
konser musik, dan arak-arakan yang dapat menjadi klaster baru persebaran
Covid-19. Menurut KPU sendiri selaku penyelenggara Pilkada serentak di
Indonesia melaporkan setidaknya ada 60 calon kepala daerah yang
terkonfirmasi Covid-19 53 , hal ini membuktikan bahwasanya Pemerintah
dalam kapasitasnya gagal membuat aturan yang tegas soal sanksi bagi
pelanggar protokol kesehatan yang masih saja sering dilakukan oleh peserta
Pilkada dan para simpatisannya dengan tetap membuat kerumunan yang
seharusnya tidak boleh dilakukan. Kunci dari adanya kepatuhan dari para
peserta Pilkada adalah sanksi yang tegas serta landasan aturan yang jelas
sehingga membuat para peserta Pilkada patuh untuk selalu mematuhi
protokol kesehatan yang ada. Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu juga
mencatatkan setidaknya terdapat 243 dugaan pelanggaran protokol
kesehatan yang dilakukan oleh peserta Pilkada saat proses pendaftaran
calon54. Hal ini jika tidak segera dievaluasi oleh pemangku kebijakan akan
menjadikan Pilkada kali ini sebagai bom waktu persebaran Covid-19 di
Indonesia.

53 Kompas.com (10 September 2020). KPU : 60 Calon Kepala Daerah Terpapar Covid-19.
diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2020/09/10/15313681/kpu-60-calon-
kepala-daerah-terpapar-covid-19
54 BBC.com (10 September 2020). Pilkada 2020: Ratusan dugaan pelanggaran protokol

kesehatan, pemantau serukan 'evaluasi total atau ditunda'. Diakses dari


https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54069686

65
Indonesia Darurat Virus Covid-19

Pandemi virus Covid-19 di Indonesia mengalami peningkatan laju


penularan yang sekarang mencapai angka 4.000 kasus lebih per hari. Hal ini
menjadi bukti bahwasanya Pemerintah belum bisa mengendalikan
persebaran virus Covid-19. Rekor terbesar peningkatan angka positif
Covid-19 terekam pada tanggal 25 September 2020, dimana dalam waktu
24 jam terdapat konfirmasi positif sebesar 4.823 kasus 55 . Dalam skala
Global peringkat persebaran virus corona yang dilansir pada situs WHO
pada tanggal 27 September, Indonesia masuk peringkat 22 dengan jumlah
kasus konfirmasi akumulatif sebesar 271.339 dan angka kematian sebesar
10.308 orang 56 . Hal ini menjadi catatan penting bahwa persebaran atau
transmisi virus masih terus terjadi dan semakin dekat dengan circle
lingkungan masyarakat Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan peninjauan
ulang kebijakan yang selama ini dikeluarkan oleh Pemerintah. Dibeberapa
daerah khususnya di DKI Jakarta sebagai pusat atau episentrum penularan
virus terbesar sudah menerapkan kebijakan PSBB ketat untuk menekan laju
pertumbuhan atau transmisi virus kepada masyarakat. Operasi Yustisi
dengan melibatkan aparat keamanan dari TNI-POLRI, Satpam, dan Satpol
PP juga dikerahkan untuk menindak tegas masyarakat yang masih abai
terhadap protokol kesehatan. Beberapa RS rujukan Pemerintah untuk
penanganan virus Covid-19 sudah 80% lebih terisi bed atau tempat tidurnya
belum lagi soal ketersedian ruangan ICU yang semakin menipis. Sebanyak
127 dokter juga telah menjadi tumbal dari ganasnya virus ini, untuk itu perlu
adanya ketegasan aturan soal penerapan protokol kesehatan bagi
masyarakat. Bila kita tarik lebih jauh lagi, sebetulnya Pemerintah juga
berperan besar dari semakin buruknya persebaran virus Covid-19 di

55Sarah Nurul Fatia (26 September 2020). [UPDATE] Kasus Virus Corona Indonesia per
26 September 2020 Naik Jadi 271.339 Orang. diakses dari https://www.pikiran-
rakyat.com/nasional/pr-01774100/update-kasus-virus-corona-indonesia-per-26-
september-2020-naik-jadi-271339-orang?page=2
56 WHO (27 september 2020). WHO Coronavirus Disease Dashboard. diakses dari
https://covid19.who.int/table

66
Indonesia. Saat awal pandemi ini menyerang Menteri Kesehatan
mengeluarkan pernyataan yang terkesan menyepelekan seperti saat peneliti
dari Oxford yang mengingatkan keberadaan virus Covid-19 di Indonesia,
Terawan justru menyangkalnya serta mengajak peneliti Oxford tersebut
untuk membuktikan dan menunjukkan letak virus Covid-19 di Indonesia.
Menkes pada 17 Februari juga mengeluarkan pernyataan jika kekuatan doa
masyarakat Indonesia lah yang membuat Indonesia masih aman dari
Pandemi virus Covid-19, sedang pada saat itu Pemerintah sama sekali tidak
menyiapkan kebijakan pencegahan virus Covid-19 masuk ke Indonesia57.
Pemerintah juga mengganggarkan dana 72 Milyar untuk influencer sebagai
upaya penggenjotan pariwisata yang lesu akibat Pandemi Covid-19, hal itu
sangat aneh karena saat negara lain menutup diri sebagai upaya mitigasi
masuknya virus Covid-19 ke negaranya, hal ironi justru terjadi di Indonesia
malahan Pemerintah membuka pintu masuk selebar-lebarnya bagi
wisatawan asing untuk datang. Beberapa kontroversi yang menyepelekan
keberadaan virus Covid-19 yang datang dari para pejabat tadi justru
membuat masyarakat menjadi abai sehingga pada Maret 2020 lalu kasus
konfirmasi satu dan dua ditemukan hingga sekarang pertumbuhan kasus
Covid-19 semakin meninggi dan mengancam segala sendi dari ekonomi,
sosial, pendidikan, dan politik. Langkah awal Pemerintah untuk
menerapkan Lockdown atau Karantina Wilayah di masa Pandemi mengacu
pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan58
juga tidak diterapkan. Patut dipahami bahwa maksud dengan Karantina
Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar masuknya
penyakit dan/atau faktor resiko kesehatan masyarakat yang berpotensi
menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat 59 . Semua aspek sudah

57 Rakhmat Nur Hakim (2 September 2020). Kilas Balik 6 Bulan Covid-19 : Penyataan
Kontroversial Pejabat Soal Virus Corona. diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/02/09285111/kilas-balik-6-bulan-covid-19-
pernyataan-kontroversial-pejabat-soal-virus?page=all
58 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan
59 Sigar Aji Poerana, S.H. Hak Rakyat Jika Terjadi Lockdown. diakses dari
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5e74a69e9bf8d/hak-rakyat-
jika-terjadi-i-lockdown-i-/

67
terpenuhi untuk diberlakukannya karantina kesehatan ini, akan tetapi
Pemerintah justru memilih untuk melakukan PSBB yang penekanan kasus
dan kebijakan di lapangan masih banyak yang melakukan pelanggaran.
Pemerintah juga gagal dalam mengedukasi masyarakat untuk penerapan
protokol kesehatan, hal tersebut terbukti dengan masih banyaknya
masyarakat yang abai walaupun sudah diterapkannya sanksi progresif. Hal
tersebut menjadi bukti bahwasanya Pemerintah masih atau belum bisa
mengedukasi masyarakat tentang konsep 3M (Memakai masker, Mencuci
tangan, dan Menjaga jarak) sebagai upaya untuk menekan laju pertumbuhan
virus Covid-19.

Kesehatan Masyarakat Merupakan Hukum Tertinggi

Dalam situasi Pandemi kesehatan rakyat adalah Hukum tertinggi.


Kesehatan merupakan segalanya lebih dari sekedar ekonomi maupun
kepentingan politik praktis. Namun, adagium Kesehatan masyarakat
sebagai Hukum tertinggi telah dilepeh mentah-mentah oleh Pemerintah
dengan penerapan kebijakan dan pernyataan dari pejabat Istana yang lebih
khawatir pertumbuhan ekonomi terganggu daripada mencegah transmisi
penularan virus Covid-19 yang menimpa masyarakat. Kebijakan bantuan
korporasi oleh Pemerintah justru digenjot sedang aspek kesehatan dibiarkan
tertinggal. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan release APBN tahun 2021,
dimana anggaran kesehatan yang dicanangkan oleh Pemerintah sebesar
169,7 T60, Sedang anggaran untuk pemulihan ekonomi Nasional mencapai
dua kali besaran anggaran kesehatan yaitu sebesar 356,5 T61, padahal dalam
soal Pandemi anggaran terbesar harusnya diarahkan untuk sektor kesehatan
dan peningkatan faskes di RS bukannya malah fokus terhadap pemulihan

60 Rahmad Fauzan (13 Agustus 2020). Anggaran Kesehatan 2021 jadi Rp. 169,7 T, Ini
Perinciannya. diakses dari
https://ekonomi.bisnis.com/read/20200814/12/1279364/anggaran-kesehatan-
2021-jadi-rp1697-triliun-ini-perinciannya
61 Agatha Olivia Victoria (14 Agustus 2020). Anggara Pemulihan Ekonomi Nasional 2021

Rp. 356,5 T, Ini Perinciannya. diakses dari


https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/5f3648808e827/anggaran-pemulihan-
ekonomi-nasional-2021-rp-356-5-t-ini-
perinciannya#:~:text=Presiden%20Joko%20Widodo%20mengalokasikan%20an
ggaran,sosial%20Rp%20110%2C2%20triliun
68
ekonomi. Patut dicatat bahwa ekonomi tidak akan bisa bangkit selama
Pemerintah tidak bisa membuat kebijakan yang tepat untuk membawa
Negara keluar dari Pandemi. Sudah saatnya Pemerintah fokus terhadap
penanganan Pandemi karena melihat data dari ketersediaan bed dan kondisi
Nakes yang semakin memprihatinkan jika upaya Pemerintah untuk
menekan pertumbuhan virus tidak juga dilakukan. Masyarakat
menghendaki kesehatan dan kebijakan Pemerintah untuk membawa negeri
ini keluar dari kepungan Pandemi, bukannya malah dipaksa untuk
berkorban di sektor ekonomi apalagi Pilkada yang berpotensi menyebabkan
transmisi virus semakin besar. Terlebih soal Pilkada, beberapa lembaga
survei telah membuktikan bahwa rakyat lebih cenderung memilih untuk
Pemerintah menunda Pilkada tahun 2020. Survei Indikator Politik pada
bulan Juli lalu dengan responden 1.200 mengungkapkan 63,1% masyarakat
memilih untuk menunda Pilkada dan hanya sebesar 34,3% memilih untuk
dilanjutkan. Di lembaga survei lain tepatnya Charta Politica yang
melakukan survei dengan responden sebanyak 2000 juga pada bulan Juli
mengungkapkan bahwa 54,2%masyarakat memilih untuk menunda
pelaksanaan Pilkada tahun 2020 pada bulan Desember yang akan datang
dan hanya 31,8% responden memilih untuk tetap dilangsngkannya
Pilkada62. Dua survei diatas menjadi bukti bahwa Pemerintah sebaiknya
menunda pelaksanaan Pilkada pada bulan Desember mendatang dan segera
menggunakan anggaran yang digunakan untuk penyelenggaraan Pilkada
untuk mengurusi Pandemi. Masyarakat sekarang tidak butuh Pilkada, yang
membutuhkan tetap dilaksanakan Pilkada di tengah Pandemi ini hanyalah
para tokoh elit politik dan orang-orang yang gila kekuasaan. Yang
dibutuhkan masyarakat sekarang ini adalah perlindungan dan jaminan
kesehatan dari ancaman Pandemi untuk itu Pemerintah harus melihat realita

62 Dani Prabowo (23 Juli 2020). Hasil Dua Survei, Masyarakat Berharap Pilkada Serentak
2020 Ditunda. diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/23/09444091/hasil-dua-survei-
masyarakat-berharap-pilkada-serentak-2020-ditunda?page=all

69
yang ada untuk menunda Pilkada dan segera fokus pada penanganan
Pandemi.

Pandemi tak teratasi ramai-ramai masyarakat, Lembaga, dan Ormas


menyerukan penundaan Pilkada

Per tanggal 26 September 2020, kasus konfirmasi Covid-19 di


Indonesia tercatat sebesar 271.339 kasus akumulasi positif dengan angka
kematian sebesar 10.308 orang. Melihat data yang masih tinggi tersebut
banyak lembaga dan organisasi massa bahkan perorangan menyerukan
untuk ditundanya Pilkada di masa Pandemi. Berikut daftar lembaga, ormas,
ataupun tokoh perorangan yang menolak dilangsungkan Pilkada di tengah
Pandemi.

1. Jusuf Kalla
Sebagai seorang negarawan sekaligus Wakil Presiden ke-10
dan ke-12 RI serta ketua PMI, Jusuf Kalla berpendapat
bahwasanya tak ada urgensi yang mengharuskan Pilkada
dilangsungkan ditengah Pandemi Covid-19. Menurutnya
pelaksanaan Pilkada ditengah Pandemi seperti sekarang justru
berpotensi memperparah penularan virus Covid-19 sehingga
63
pelaksanaannya perlu ditunda . Jusuf Kalla juga
memperingatkan akan bahaya penularan Covid-19 ini, karena
dari data KPU juga telah menunjukkan terdapat 60 calon Kepala
Daerah yang terpapar Covid-19. Hal ini menurutnya Pemerintah
belum bisa menegakkan aturan protokol kesehatan untuk calon
Kepala Daerah dan para pendukungnya.

2. Nadhlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah

63 Kompas.com (21 September 2020). Jusuf Kalla : Jika Pilkada Membuat Rakyat Sakit,
untuk Apa Disegerakan?. diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/21/12574601/jusuf-kalla-jika-pilkada-
membuat-rakyat-sakit-untuk-apa-disegerakan

70
Aksi penolakan juga dilontarkan oleh dua ormas Islam
terbesar di Indonesia yaitu PBNU dan PP Muhammadiyah. Yang
menjadi konsideran kedua ormas melakukan penolakan terhadap
Pilkada ditengah pandemi antara lain karena alasan masih
tingginya kasus Covid-19 di Indonesia dan banyaknya protokol
kesehatan yang dilanggar oleh peserta Pilkada sehingga dapat
menimbulkan kerugian bagi rakyat serta dapat menjadi klaster
baru penularan Covid-19 di Indonesia. PP Muhammadiyah
melalui sekretaris umumnya meminta Kementerian Dalam
Negeri, KPU, dan DPR untuk meninjau ulang keputusan
berlangsungnya Pilkada di tengah Pandemi, menurutnya
keselamatan publik adalah yang utama daripada hanya sekedar
Pilkada 64 . PP Muhammadiyah juga khawatir soal potensi
daripada Pilkada ini untuk menciptakan klaster baru dalam
penularan virus Covid-19 yang barang tentu akan menimbulkan
kerugian dan kemudharatan yang besar bagi masyarakat dan
upaya Pemerintah dalam penanganan virus Covid-19. PBNU
juga mengungkapkan kekhawatirannya soal pelaksanaan
Pilkada ditengah Pandemi, dalam release resminya PBNU
mengeluarkan beberapa butir sikap yaitu :
a. Meminta kepada Komisi Pemilihan Umum Republik
Indonesia, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk menunda pelaksanaan tahapan
Pilkada serentak tahun 2020 hingga tahap darurat
kesehatan terlewati. Pelaksanaan Pilkada, sungguh pun
dengan protokol kesehatan yang diperketat, sulit
terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak
dalam seluruh tahapannya.

64 Sania Mashabi (21 September 2020). Demi Keselamatan Publik, PP Muhammadiyah


minta Pilkada 2020 Ditunda. diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/21/11394051/demi-keselamatan-publik-pp-
muhammadiyah-minta-pilkada-2020-ditunda?page=all
71
b. Meminta untuk merealokasikan anggaran Pilkada bagi
penanganan krisis kesehatan dan penguatan jaring
pengaman sosial.
c. Nahdlatul Ulama perlu mengingatkan kembali
Rekomendasi Konferensi Besar Nahdlatul Ulama tahun
2012 di Kempek, Cirebon perihal perlunya meninjau
ulang pelaksanaan Pilkada yang banyak menimbulkan
madharat berupa politik uang dan politik biaya tinggi.65
3. Komnas HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM
meminta kepada Pemerintah agar menunda berlangsungnya
Pilkada ditengah Pandemi karena berpotensi terjadinya
pelanggaran HAM. Setidaknya jika Pilkada masih
dilangsungkan oleh Pemerintah di tengah Pandemi sekarang ini
akan membuat Pemerintah selaku pemangku kebijakan
melanggar Hak Asasi rakyat yang harus dilidungi yaitu Hak
untuk hidup, Hak atas kesehatan, dan Hak atas rasa aman,
terlebih melihat situasi Pandemi yang masih tinggi dan belum
terkendali. Komnas HAM juga berpendapat Pilkada masih
mungkin untuk ditunda mengacu pada Perppu Nomor 2 Tahun
2020 yang sudah menjadi UU No.6 Tahun 2020 yang menyebut
Pilkada dapat ditunda dan dijadwal ulang setelah bencana
nonalam berakhir.66

65 Jawahir Gustav Rizal (21 September 2020). PBNU Minta Pilkada 2020 Ditunda. diakses
dari https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/21/094900665/pbnu-minta-
pilkada-2020-ditunda?page=all
66 CNN Indonesia (11 September 2020). Corona Tak Terkendali, Komnas HAM Desak

Pilkada Ditunda. diakses dari


https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200911173829-32-545479/corona-tak-
terkendali-komnas-ham-desak-pilkada-ditunda

72
Opsi yang dapat diambil Pemerintah jika Pilkada ditunda

Melihat aksi penolakan yang datang begitu derasnya kepada


Pemerintah untuk menunda pelaksanaan Pilkada agaknya
Pemerintah segera untuk melakukan evaluasi dan mendengar
masukkan dari publik. Hal tersebut pada dasarnya dilakukan karena
publik tidak mau Covid-19 terus menjalar akibat dari pelaksanaan
Pilkada serentak di tahun 2020. Banyak opsi yang sebetulnya dapat
diambil Pemerintah untuk mengatasi aksi penolakan tersebut antara
lain :

1. Mengevaluasi pelaksanaan Pilkada dan melakukan


penjadwalan ulang saat Pandemi sudah mulai terkendali,
karena menurut pendapat ahli epidemiolog FKM UI, Pandu
Riono bulan September-Desember masih terjadi kenaikan
kasus Covid-19 yang tinggi sehingga perlu diambil langkah
penundaan dan penjadwalan ulang Pilkada serentak di
Indonesia, mungkin opsi Pilkada tahun 2021 dapat diambil
sembari berharap tahun 2021 persebaran Covid-19 di
Indonesia sudah melandai dan dapat dikontrol oleh
Pemerintah.
2. Menyiapkan PLT Kepala Daerah sementara di daerah yang
masa bakti Kepala Daerahnya telah habis, ini dilakukan
sebagai upaya untuk mencegah kekosongan di Pemerintahan
Daerah.
3. Pemerintah segera menerbitkan aturan Hukum yang jelas
berupa Perppu tentang Pemilu di masa Pandemi yang berisi
sanksi dan tata cara pelaksanaan Pilkada sesuai dengan
aturan protokol kesehatan yang ditetapkan.

Sudah saatnya Pemerintah untuk lebih banyak mendengar


dan mengevaluasi diri terkait kebijakan yang selama ini telah

73
dilakukan. Pandemi mengharuskan Pemerintah untuk lebih serius
dalam penanganan masalah krisis kesehatan publik akibat pandemi
virus Covid-19 dengan cara meningkatkan kapasitas tenaga
kesehatan beserta fasilitasnya, penuhi hak-hak tenaga kesehatan
yang harus diberikan serta jangan membuat kebijakan yang
kontradiktif terhadap penaganan virus Covid-19 di Indonesia. Tetap
dilangsungkannya Pilkada di tengah Pandemi merupakan bentuk
keputusan yang kontra produktif dengan upaya Pemerintah untuk
menurunkan angka penularan virus Covid-19, karena Pilkada
memungkinkan terjadinya kerumunan dalam prosesnya yang dapat
memperparah kasus penularan Covid-19 di Indonesia. Untuk itu
menunda Pilkada adalah opsi terbaik yang dapat diambil oleh
Pemerintah saat ini. Sekarang fokuskan segala daya upaya dan
pikiran tentang cara mengeluarkan Negeri ini dari jeratan Pandemi,
curahkan segala SDA dan SDM yang ada untuk sektor penanganan
virus Covid-19 dan peningkatan pelayanan kesehatan publik dengan
begitu maka upaya Pemerintah untuk segera keluar dari jerat
Pandemi dapat segera terealisasi.

Kesimpulan

Pandemi Covid-19 menghendaki Pemerintah untuk fokus


terhadap penanganan sektor kesehatan, untuk itu segala sesuatu
yang bisa menghambat kinerja Pemerintah dalam pengentasan
Pandemi harus ditinggalkan. Pilkada bukanlah suatu urgensi yang
mendesak untuk itu perlu kebijakan dan keputusan Pemerintah
untuk menundanya. Pilkada memamnglah Hak konstitusi rakyat
seperti yang tertuang dalam Deklarasi Universal HAM pasal 21 ayat
1 yang berbunyi, “Setiap orang berhak turut serta dalam
pemerintahan negerinya sendiri, baik dengan langsung maupun
dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih dengan bebas” , serta
UUD ’45 pasal 28D ayat 3 yang berbunyi,”Setiap warga negara
berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”,

74
juga pasal 43 UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM yang berbunyi,”
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan”. Akan tetapi hal tersebut ketika terjadi dalam
keadaan normal, sekarang pada faktanya keadaan Indonesia sedang
darurat kesehatan masyarakat akibat virus Covid-19 sehingga
urgensitas Pilkada masih bisa dikesampingkan mengingat kesehatan
rakyat adalah hal utama dan yang paling besar dalam keadaan seperti
ini. Negara juga perlu menegakkan Hak asasi rakyat lainnya yaitu
Hak untuk hidup, Hak atas kesehatan, dan Hak atas rasa aman.
Urgensi Pilkada merupakan murni keputusan politis dari pihak-
pihak yabg berkompetisi mulai dari Bakal Calon, Partai Politik, dan
para Cukong yang mendukung Bakal Calon dalam Pilkada dengan
gelontoran uangnya untuk alasan permudahan izin dari pihak
birokrasi apabila jagoannya dalam Pilkada berhasil menang. Kita
tidak bisa tutup mata, Pilkada merupakan kompetisi orang-orang
yang ingin mencari kekuasaan serta kompetisi para Cukong untuk
memenangkan jagoannya dengan cara apapun, mulai dari
penyuapan pada penyelenggara Pilkada sampai Money Politic.
Pilkada hanyalah kompetisi para elit bukan kompetisi milik rakyat,
jikalau Pilkada tetap dilaksanakan juga berarti Pemerintah sama saja
mengorbankan rakyat. Kesehatan sekarang adalah hal yang utama
yang harus diwujudkan oleh Pemerintah, tunda Pilkada dan
selamatkan rakyat, Hak konstitusi rakyat tak lebih besar daripada
Hak jaminan kesehatan rakyat yang harus mutlak didapatkan dari
negara.

75
MENUNTUT PEMERINTAH MENDAHULUKAN KESELAMATAN DAN
KEPENTINGAN HIDUP MASYARAKAT

Pandemi COVID-19 (Corona Virus Disease-2019) atau virus Corona


kian hari kian cepat penyebarannya. Virus yang pertama kali menyebar di
Wuhan, China pada Desember 2019 ini telah ditetapkan oleh WHO (World
Health Organization) sebagai pandemic global. WHO menetapkan nama
virus ini dengan nama severe acute respiratory syndrome coronavirus 2
(SARS-CoV-2). Virus ini dapat menyebabkan gangguan pernapasan akut
seperti pneumonia dan memiliki daya transmisi yang sangat cepat dari
manusia ke manusia lainnya.67

Di Indonesia sendiri kasus ini baru resmi diumumkan oleh Presiden


Joko Widodo pada 2 Maret 2020, bermula dari ditemukannya 2 orang pasien
yang positif terinfeksi COVID-19. Setelah itu penyebaran COVID-19 terus
bertambah secara masif dan luar biasa hingga sekarang ini. Per Selasa
(24/03/2020, 15.45 WIB) terkonfirmasi 686 positif COVID-19 dengan yang
meninggal 55 jiwa dan sembuh sebanyak 30 pasien.68 Yang kemudian Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan status darurat
bencana nasional terhadap pandemi COVID-19 ini hingga 29 Mei 2020.

67 Naming The Coronavirus Disease (COVID-19) and The Virus That Cause It.
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/technical-
guidance/naming-the-coronavirus-disease-(covid-2019)-and-the-virus-that-
causes-it
68 Coronavirus Disease 2019. https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-
coronavirus-2019.

76
Dengan melihat peningkatan penyebaran COVID-19 di Indonesia yang
signifikan dan tidak terkontrol, kondisi perkembangan COVID-19 di Indonesia
saat ini termasuk yang tertinggi se-Asia Tenggara dengan angka kematian
(Case Fatality Rate/CFR) sebanyak 8.02% dan menempati posisi kelima angka
mortalitas dunia setelah San Marino, Bangladesh, Italy dan Iraq.

77
Melihat perkembangan terkini dan kondisi yang sudah dijelaskan
diatas, sebenarnya sejak awal pemerintah Indonesia dapat mengantisipasi
adanya pandemi ini dan melakukan pencegahannya seperti yang dilakukan Uni
Eropa yang menutup perbatasannya selama 30 hari, Venezuela yang menutup
penerbangannya jauh-jauh waktu, Rusia yang memberlakukan pengawasan
ketat di seluruh bandaranya, atau China yang langsung me-lockdown kota
Wuhan sesaat setelah ditemukannya COVID-19.

Namun disini pemerintah dinilai lamban dan tidak serius, bahkan terkesan
menyepelekan dengan lebih mementingkan kepentingan investasi dan ekonomi
dibanding kepentingan kesehatan rakyatnya. Terbukti dengan pertama kali hadirnya
COVID-19 di Indonesia fokus yang dibahas dalam rapat kementerian kabinet
Presiden Joko Widodo adalah perihal bagaimana menjaga iklim investasi agar
78
investor tetap tertarik investasi di Indonesia, bahkan hingga direncanakannya
promosi untuk wisman yang mencari wisata alternative karena batal mengunjungi
RRT, Korea, dan Jepang.69

69 Situasi Virus Corona. https://www.covid19.go.id/situasi-virus-corona/

79
Ketidaksigapan pemerintah dalam melakukan pencegahan infeksi
COVID-19 ini diperparah dengan tidak disiapkannya langkah preventif
pencegahan. Alhasil yang terjadi adalah tingkat ketersediaan alat kesehatan
di pasar seperti hand sanitizer dan masker terjadi kelangkaan di tengah
masyarakat. Selain itu dampak dari gagapnya pemerintah menyikapi
penyebaran infeksi COVID-19 yaitu tidak disiapkannya fasilitas kesehatan
atau Alat Pelindung Diri (APD) yang mumpuni bagi dokter dan tenaga
medis yang berjuang menangani pasien COVID-19.70

Buruknya pola koordinasi yang ditunjukkan pemerintah pusat


dengan pemerintah daerah yang kontradiktif membuat masyarakat khawatir
dan semakin tidak percaya terhadap keberpihakan pemerintah dalam
keseriusan menangani penyebaran infeksi COVID-19.71

Sejauh ini pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan.


Diantaranya memberlakukan kebijakan social distancing, working from
home, chatbot kanal informasi melalui whatsapp maupun web hingga tes
massal. Namun pemerintah jangan menganggap enteng permasalahan
pandemi COVID-19. Pemerintah harus segera bertindak dan
mengedepankan kebijakan yang berdampak signifikan, efektif dan terukur
dampak kausalitasnya. Memilih kebijakan tes massal ketimbang kebijakan
lockdown di daerah tertentu, namun tes massal tersebut harus mengeluarkan
biaya bagi yang ingin diperiksa kesehatannya dianggap kurang efektif dan
terkesan pemerintah tidak serius dalam menangani pandemic COVID-19
ini.

Kondisi ditengah pandemi COVID-19 semakin runyam dengan


rencana akan disahkannya RUU kontroversial; Omnibus Law RUU Cipta

70 Masker dan Hand Sanitizer Mulai Langka di Pasaran.


https://republika.co.id/berita/q6o8w7314/masker-dan-hand-sanitizer-mulai-
langka-di-pasaran
71 Berantakannya Koordinasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Menanggulangi

Corona. https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/159951/berantakannya-
koordinasi-pemerintah-pusat-dan-daerah-menanggulangi-corona

80
Kerja. Banyaknya penolakan dari berbagai wilayah yang timbul dari
berbagai elemen seperti mahasiswa, buruh, tani, rakyat membuat kondisi
sosial menjadi hal yang harus dipertimbangkan untuk dibatalkan ditengah
pandemi COVID-19 oleh DPR RI.

Hal ini menjadi peringatan yang keras dan menjadi perhatian


bersama agar momentum ini tidak dijadikan kesempatan untuk
mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja secara sistematis dan
dipaksakan. BEM KM UNNES menentang keras DPR RI yang masih sibuk
mengurus Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang mana ditolak oleh rakyat
Indonesia, dan menuntut DPR RI untuk fokus terhadap penanganan
COVID-19.

Oleh karena itu, mempertimbangkan hal diatas dan mengingat


lamban dan lemahnya penanganan wabah pandemic Covid-19 di Indonesia,
BEM KM UNNES dengan tegas menuntut pemerintah untuk:

1. Mendahulukan keselamatan hidup dan kepentingan umum diatas


kepentingan investasi, ekonomi, dan pariwisata;
2. Menjamin ketersedian alat kesehatan ditengah masyarakat
seperti masker dan hand sanitizer dengan melakukan
pengontrolan dan pengawasan yang ketat di pasar;
3. Menjamin keselamatan dokter, tim kesehatan dan tenaga medis
dengan menjamin Alat Perlindungan Diri (APD);
4. Memperkuat sinergi dan jalur koordinasi dengan DPR dan
Pemerintah Daerah terkait penanganan pandemic Covid-19;
5. Menggratiskan dan mendahulukan masyarakat rentan, miskin
dan marjinal dalam upaya rapid test Covid-19;
6. Menuntut DPR RI untuk membatalkan Omnibuslaw dan fokus
terhadap penanganan Covid-19;
7. Mengajak masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan
kewaspadaan terhadap Covid-19 dengan melakukan physical
distancing, working from home, dan upaya yang dirasa perlu
untuk perlindungan diri.

81
BAB II : WAJAH LAIN INDONESIA

82
MENINJAU KEMBALI KEBANGKITAN JOKOWI : KEMENANGAN
REFORMASI ATAU MENYESUAIKAN DIRI DENGAN OLIGARKI?

Dalam hitungan sebagian bulan sehabis masa jabatan pertamanya,


presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) mulai mengecewakan para
pendukungnya yang mengharapkan kepresidenannya tingkatkan mutu
demokrasi Indonesia yang disfungsional. Banyak literatur yang
cenderung menggambarkan kebangkitan Jokowi bagaikan tantangan
terhadap kepentingan oligarki tidak ditempatkan dengan baik untuk
menerangkan “putaran balik” ini. Ini bukan untuk melaporkan jika
Jokowi hanya dijadikan “boneka” para pendukungnya namun untuk
menampilkan kalau lebih banyak atensi butuh ditunjukkan pada batas
struktural yang lebih luas yang ditempatkan pada Jokowi supaya
mempunyai uraian yang lebih bernuansa tentang konteks politik di mana
ia wajib beroperasi.

Pemilihan Presiden 2014 tercatat sebagai pemilihan presiden


paling ketat sepanjang sejarah pemilihan presiden berlangsung di
Indonesia.72 Berlawanan dengan janji kampanyenya untuk membangun
pemerintahan yang “bersih” dan “profesional” tanpa perdagangan kuda
dengan kepentingan individu, penunjukan dini Jokowi untuk posisi
strategis dalam pemerintahannya, banyak di antara lain tercantum
mereka dengan latar belakang meragukan yang terpaut dengan
kepentingan oligarki, menampilkan kalau keputusan-keputusan yang
berarti itu, sebagian besar ditetapkan oleh pendukungnya, paling utama
Megawati Sukarnoputri dari PDI-Perjuangan (PDI-P).

Jokowi yang diusung PDI-P sebagai calon presiden mempunyai


daya tarik kuat untuk diteliti karena merupakan calon non-struktural
partai, merupakan figur yang menapak dari jabatan politik sebagai
Walikota Surakarta, kemudian terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta73.
Kekecewaan banyak pihak terhadap Jokowi bisa dibaca di banyak status

72 Untuk analisis serupa, lihat Widiantoro (2020).


73 Untuk diskusi tentang ini, lihat Turtiantoro (2015)

1
di media sosial, komentar di media massa dan berbagai bentuk protes
lainnya74. Jokowi cenderung menggambarkan kebangkitannya bagaikan
tantangan terhadap kepentingan oligarki yang dikatakan mendominasi
ekonomi politik negeri. Style kepemimpinan Jokowi yang membumi
ataupun kesukarelaan pangkal rumput pendukungnya- keduanya sangat
kontras dengan naluri otoriter serta politik mesin oligarki Prabowo
membantunya memenangkan sofa kepresidenan walaupun mempunyai
kewalahan oleh kekuatan material dari elit oligarki yang menentang
kekuasaannya. Semacam yang hendak saya soroti, popularitas
fenomenal Jokowi di golongan pemilih biasa di Indonesia mengubahnya
jadi sasaran kooptasi yang sempurna oleh elit oligarki yang memerlukan
inisiatif untuk mengimbangi mobilisasi yang terus menjadi tidak efektif.
Proses elektoral Indonesia yang masih rentan terhadap manipulasi
membagikan peluang yang luas kepada para elit ini untuk secara selektif
merangkul Jokowi yang pada gilirannya dituntut untuk mengakomodasi,
walaupun tidak seluruhnya, logika demokrasi oli-garchical.

Pengaruh politik Jokowi hanya bisa dipaparkan dalam konteks


“pengapuran bertahap yang menimpa demokrasi Indonesia” pada masa
kepresidenan SBY terutama pada masa jabatan keduanya 75 . Kala
demokratisasi Indonesia diawali pada tahun 1998, kekuatan warga sipil
negari itu terfragmentasi serta tidak terorganisir. Dengan latar belakang
ini, elit oligarki mendominasi proses pemilu pasca-Suharto lewat

74 Widoyoko (2016) menunjukkan bahwa Jokowi yang diharapkan mampu memberantas


korupsi ternyata tampak tidak berdaya ketika berhadapan dengan resistensi
jaringan korupsi di dalam polisi. Setelah KPK menetapkan Budi Gunawan (BG)
sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang, polisi melakukan serangan
balik dengan menetapkan pimpinan KPK sebagai tersangka dalam perkara yang
sengaja dicari-cari. Sebelumnya Jokowi menetapkan BG sebagai Calon Kapolri,
padahal sudah ada catatan dari KPK. BG termasuk kandidat dengan catatan
merah ketika namanya masuk dalam daftar calon menteri yang disodorkan oleh
Jokowi untuk dinilai KPK

75 Problem demokrasi presidensial di masa kepemimpinan SBY dan Jokowi dalam


bingkai desain konstitusi sesudah amandemen konstitusi, selama satu dekade
kepemimpinan Presiden SBY dan satu setengah tahun kepemimpinan Presiden
Jokowi cenderung meningkatnya ketegangan dan menuju ke arah konflik dalam
relasi Presiden-DPR (Efriza, 2016)

2
mobilisasi pemilih, seperti politik uang. Akan terjadi kecurangan
manakala uang dipakai untuk membeli suara, atau terjadi gratifikasi
ketika penyelenggara pemilu memperoleh uang atau barang atas fasilitas
yang diberikan kepada peserta pemilu 76 . Kebangkitan populisme di
Indonesia ditandai dengan munculnya dua kandidat populis, Jokowi dan
Prabowo, pada pemilu 201477. Prestasi Jokowi dalam memimpin Solo
dan DKI Jakarta menjadikannya alternatif pemimpin politik di luar elit-
elit lama yang mendominasi partai politik di Indonesia 78 . Prabowo
menyangka Jokowi berpotensi membangkitkan kepentingan pemilih
Jakarta yang tidak puas serta mempromosikan pencalonannya dengan
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), seorang pengusaha etnis Tionghoa dan
mantan walikota Bangka Belitung, sebagai cawapres 79 . Popularitas
Jokowi yang fenomenal akhirnya membuat Megawati menobatkannya
sebagai calon presiden PDI-P walaupun terdapat tentangan kuat di dalam
partai terutama dari Fraksi Puan Maharani (putri Megawati) yang
mempunyai ambisi presiden yang kuat sendiri. Harapan pada pemimpin
terpilih adalah bonum commune yakni prinsip mengedepankan
kepentingan umum (Heryanto, 2015:38). Tetapi butuh diingat kalau
pengaruh politik Jokowi secara oligarki difasilitasi serta bukan hasil dari
inisiatif akar rumput. Bahkan dengan pencalonan presiden Jokowi masih
harus beroperasi di struktur kekuasaan oligarki yang mengakar kokoh di
Indonesia yang memberinya ruang terbatas untuk meningkatkan basis
sokongan secara independen dari pusat kekuasaan tradisional. Tetapi,
sokongan masyarakat sipil yang sebagian besar tidak terorganisir untuk
Jokowi membuat ia masih butuh tergantung pada kepentingan oligarki
dalam memperebutkan sofa kepresidenan.

76 Pandangan yang diungkap dari kalimat tersebut dikutip dari tulisan Kartini (2019).
77 Untuk analisis populisme di Indonesia, lihat Margiansyah (2019).
78 kalimat ini mengacu pada Widoyoko (2016)
79 Prasetyo, 2014 “Responden sebanyak 69,50% menyatakan setuju bahwa Jokowi

dan Ahok dalam 2 tahun masa awal kepemimpinannya sudah melakukan


perubahan bagi kota Jakarta’’

3
Pimpinan PDI-P menunjang pencalonan Jokowi hanya sepanjang
popularitasnya akan membantu mereka memperoleh kembali akses ke
patronase negara tanpa secara sungguh- sungguh membatasi politik
patrionial tradisional. Selain memungkinkan kepemimpinan partai untuk
senantiasa di atas angin, kinerja kurang baik PDI-P dalam pemilihan
legislatif juga memberi mereka kesempatan di luar partai untuk
menggunakan popularitas Jokowi untuk memperoleh akses ke patronase
negara di pemerintahan baru. Dalam proses inilah Jusuf Kalla maju
sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi Jokowi sebagai calon
presiden yang diusung oleh PDIP 80 . Kala Jokowi dilantik sebagai
presiden ketujuh Indonesia, banyak atensi awal diberikan pada potensi
tantangannya dalam menghadapi oposisi yaitu Koalisi Merah Putih
Prabowo yang memegang kebanyakan di DPR81. Tetapi itu tidak perlu
waktu lama hingga para pengamat mulai mencermati kalau
permasalahan yang lebih sungguh-sungguh terletak di dalam koalisi
Jokowi sendiri dengan sebagian pakar menyatakan keterkejutannya pada
ketahanan jaringan kepentingan oligarki yang mencegah upaya yang
berarti untuk menyimpang dari jalan historis politik patronase. Tidak
mengherankan mereka yang telah membantu Jokowi mengamankan sofa
kepresidenan menuntut apa yang mereka anggap sebagai proporsi yang
adil untuk posisi kabinet.

Memang beberapa menteri kabinet Jokowi dihormati di tiap-tiap


bidangnya. Tidak hanya itu strategi Jokowi untuk mengaitkan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) - dua organisasi penting yang
mempunyai kompetensi untuk mengecek rekam jejak calon menteri
dalam proses seleksi, dilaporkan tanpa konsultasi terlebih dulu dengan
calon menteri. Nama-nama menteri telah disaring melalui konsultasi

80
Lihat juga Romli, 2017
81 Produk Undang-Undang berkaitan dengan otonomi daerah yang dibuat oleh DPR-RI tidak
melibatkan DPD-RI, sehingga merupakan produk inkonstitusional (Zulfan, 2017)

4
dengan KPK dan PPATK82. Tetapi butuh dicatat kalau aksi semacam itu
tidak menciptakan pembatasan klientelisme yang signifikan. Terdapat
beberapa contoh di mana Jokowi memberikan jabatan strategis kepada
mereka yang mempunyai latar belakang yang meragukan walaupun
terdapat ketidaksepakatan kuat dari warga sipil serta KPK dan PPATK
karena keakraban kandidat dengan Megawati atau Kalla.

Pembentukan kabinet yang tidak terlalu reformis diiringi oleh


serangkaian pengangkatan yang sama meragukannya. Misalnya pada
November 2014 Jokowi menunjuk HM Prasetyo dari NasDem yang
tidak berprestasi di kala menjabat sebagai Jaksa Agung Muda, sebagai
Jaksa Agung baru, walaupun terdapat tuntutan publik supaya jabatan
tersebut tidak diberikan kepada politisi partai. Sedangkan Prasetyo
setelah itu mundur dari NasDem sehabis presiden memerintahkannya
untuk melaksanakannya, publik tetap skeptis tentang komitmen
pemerintah Jokowi untuk penegakan hukum dengan jabatan menteri
kehakiman dan hak asasi manusia juga telah diberikan kepada politisi
partai lain, Yasonna Laoly dari PDI-P83.

Jokowi di sisi lain sudah melaksanakan upaya untuk mengukir


ruang strategisnya sendiri walaupun upaya tersebut sebagian besar
bersifat defensif, bukan proaktif, serta sudah terdapat di samping upaya
elit oligarki untuk meningkatkan patronase. Suatu survei
mengungkapkan bahwa 61,6% responden merasa puas dengan kinerja

82 Pada tahun 2019, PT Kompas Media Nusantara menerbitkan buku yang menunjukkan bahwa
nama-nama menteri telah disaring melalui konsultasi dengan KPK dan PPATK. Semua
nama yang mendapatkan warna merah, kuning, atau catatan dari KPK, tak ada yang terpilih
(Fathoni, 2019).

83 Nama Kader Parpol yang masuk Kabinet Indonesia Maju yaitu Tjahyo Kumolo,
Yasonna Laoly, Juliari Batubara, Parmono Agung, Gusti Ayu Bintang. D,
Airlangga Hartato , Agung Gumiwang. K , Zainuddin Amali, Syahrul Yasin. L,
Siti Nurbaya. B, Johnny G. Plate, Ida Fauziah, Abdul Halim .I, Agus
Suparmanto, Prabowo Subianto, Edy Prabowo, dan Suharso Monoarfa.
Untuk analisis lebih lanjut, lihat
https://www.liputan6.com/news/read/4092837/ini-17-kader-partai-politik-
yang-diprediksi-duduk-jadi-menteri- jokowi

5
Jokowi dalam 100 hari awal84. Tidak kalah berartinya kekuatan warga
sipil yang dipercaya memfasilitasi naiknya Jokowi secara bertahap
dikesampingkan dalam proses politik. Pengamatan ini menampilkan
bahwa kemenangan elektoral Jokowi tidak mencerminkan erosi yang
nampak dari struktur kekuasaan oligarki. Kebalikannya, dia lebih
berperan sebagai mekanisme untuk mendistribusikan kembali patronase
dari pusat kekuasaan lama ke pusat kekuasaan baru yang dibentuk di
sekitar Megawati.

84 Rilis Lembaga Survei Indonesia tentang Evaluasi 100 Hari Kinerja Jokowi JK
menyebutkan bahwa yang puas atas kinerja Presiden Joko Widodo sebesar
61,6% & yang puas atas kinerja Wakil Presiden M. Jusuf Kalla sebesar 59,3%.

6
22 TAHUN UJIAN REFORMASI : ANTARA KEBEBASAN
BERPENDAPAT DAN BATASANNYA DALAM PERJUANGAN
DEMOKRASI INDONESIA MELAWAN OLIGARKI

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dalam risetnya


mencatat tingginya pelanggaran kebebasan hak sipil atau pembungkaman di
Indonesia. Salah satunya terdapat sebanyak 6.128 orang yang menjadi korban
pelanggaran hak menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk 51 orang
meninggal dunia dan 324 orang masih di bawah umur pada tahun 2019, belum
termasuk data pada 2020. Menurut Asfinawati yang merupakan ketua dari
YLBHI menambahkan pelanggaran kebebasan berpendapat tersebut banyak
bentuknya, antara lain berupa penolakan, penghalangan, pembubaran, dan
pelarangan kegiatan. Serta sebanyak 51% dari data tersebut merupakan
kriminalisasi mulai dari penangkapan sewenang-wenang, pemeriksaan, sampai
menjadikan tersangka atau terdakwa. Juga masih masih banyak bentuk-bentuk
pelanggaran lainnya.
Padahal sejak terjadinya masa reformasi yang memberikan kebebasan dan
kesempatan kepada seseorang untuk berpendapat, terjadi perkembangan positif
yang signifikan bagi masyarakat pada umumnya. Terdapat pada UU Nomor 9
Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
serta Pasal 28E Ayat (3) dan Pasal 28F UUD RI 1945. Akan tetapi di sisi lain,
kebebasan itu sering disalahgunakan sehingga memunculkan pernyataan-
pernyataan yang dapat menimbulkan perpecahan. Ada kebebasan yang dijamin
dalam konstitusi yang bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Di samping itu,
ada juga ancaman pidana yang mengintai di belakang kita seandainya
menggunakan hak-hak kebebasan konstitusional tersebut secara bebas.
Apalagi akhir-akhir ini, dinamika kehidupan bangsa Indonesia terombang-
ambing oleh sengketa peraturan perundang-undangan yang sedang marak
dibahas, yakni persoalan mengenai Undang-Undang Cipta Kerja dengan metode
Omnibus Law yang berbau oligarki. Oligarki yang menurut KBBI adalah
pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang atau golongan tertentu.
Oligarki yang merugikan rakyat ini menuai perdebatan hingga aksi turun ke jalan

7
mewarnai penolakan atas UU Cipta Kerja yang disahkan menjadi UU Nomor 11
Tahun 2020 yang terdapat banyak kesalahan yang menurut Fraksi PKS DPR RI
terdapat enam kali perubahan jumlah halaman naskah pasca pengesahan oleh
DPR ditambah perubahan oleh pihak pemerintah. Dengan begitu banyak pihak-
pihak yang menolak dan berdemonstrasi di jalanan, terdapat kesadaran publik
yang semakin luas. Mahasiswa dan buruh telah menunjukkan eksistensi budaya
politik mereka sebagai partisan.
Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang dibahas adalah
bagaimana kebebasan berpendapat dan batasan-batasannya dalam demokrasi di
Indonesia?

8
Pembahasan
Ketika menyoal tentang kebebasan berpendapat atau beraspirasi, maka hal
yang paling mendasar untuk dibahas adalah tentang politik kebebasan berpendapat.
Politik kebebasan berpendapat adalah kehendak politik negara untuk menjamin
kebebasan berpendapat dan berekspresi atau juga membatasi kebebasan
berpendapat dan kebebasan berekspresi. Jadi, apa yang diukur dari politik
kebebasan adalah kehendak negara. Bagaimana kita memeriksa atau membaca
kehendak negara? Maka, yang pertama yang dibaca adalah konstitusi sebagai
hukum negara. Masa reformasi telah menawarkan sesuatu yang dicita-citakan
bangsa ini, salah satunya adalah tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat. Seperti yang termaktub dalam pasal 28E ayat (3) UUD
RI 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Pada dasarnya, jaminan kebebasan berpendapat dan berkumpul telah
dijamin dalam konstitusi, seperti dalam pasal 28E ayat (3) dan pasal 28F UUD RI
1945 serta UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum.. Pendek kata, secara konstitusi sudah memberikan
jaminan kukuh terhadap hak kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kebebasan
berekspresi ini tidak hanya diberikan kepada warga negara ketika melawan tirani,
namun juga bagi setiap individu untuk bebas mengeluarkan pendapat dan sekaligus
mengekspresikannya berkait dengan berbagai masalah. Tentunya kebebasan
berpendapat di sini berkait dengan upaya untuk menyosialisasikan perbuatan
kebaikan dan kebajikan, dan berupaya untuk mengimbau dan mengantisipasi
berbagai perbuatan kejahatan dan kezaliman.85 Politik kebebasan berpendapat juga
tercermin dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No 8
Tahun 1999 tentang Tata Cara Mengemukakan Pendapat di Muka Umum, dan
dalam UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Prinsipnya, jaminan tersebut kukuh, baik di level konstitusi maupun di level
peraturan-peraturan derivatif atau turunannya. Secara internasional pun sudah
dijamin hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dijamin di

85 A.A. Maududi, Human Right in Islam, (Aligharh: 1978), hal 30-31


9
pasal 19 di Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR)
serta Komentar Umum Nomor 34 terhadap Pasal 19 ICCCP.
Akan tetapi, ketika jaminan kebebasan berpendapat itu dimasukkan ke
dalam konstitusi, masyarakat kita lupa mengawal mengenai pasal 28J ayat (2).
Padahal pasal ini secara substansial merupakan pasal yang membatasi jaminan yang
sudah terekspos pada pasal-pasal sebelumnya yang berbunyi, “Dalam menjalankan
hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntunan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan dan ketertiban umum dalam suatu mayarakat demokratis.”
Antara kebebasan dan pembatasan ini menghadirkan ketidak sinkronan baru
dalam perspektif kehidupan berbangsa dan bernegara. Artinya, kebebasan
berpendapat memang telah dijamin dalam konstitusi, tetapi juga dibatasi dengan
batasan-batasan yang permanen dalam sistem hukum Indonesia. Padahal dalam
praktiknya, semestinya pembatasan hak asasi manusia tersebut sifatnya temporer.
Inilah yang memunculkan gap antara konstitusi dengan prinsip-prinsip pembatasan
kebebasan berpendapat dalam hak asasi manusia.
Selain di pasal 28J ayat (2) UUD RI 1945, dalam kacamata hak asasi
manusia, UU No 8 tahun 1998 jelas juga merupakan bentuk politik pembatasan.
Lalu ada berbagai macam regulasi, utamanya adalah UU ITE yang terakhir direvisi
dengan UU NO 11 tahun 2008 yang direvisi dengan adanya UU No 19 tahun 2006.
Revisi tersebut –khususnya di pasal 27 dan 28– membuat pembatasan-pembatasan
ini semakin kukuh.
Apakah ini dibenarkan dalam disiplin hak asasi manusia? Pada prinsipnya,
pembatasan dalam HAM memang dibenarkan. Sebuah kebebasan bisa dibatasi
dengan undang-undang jika dianggap mengganggu ketertiban sosial, mengandung
nilai yang mencemarkan, menyampaikan pesan yang merendahkan, dan
sebagainya yang kemudian juga dibatasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP).
Kemudian juga diperiksa bagaimana sebenarnya kondisi aktual kebebasan
berpendapat hari ini. Prof. Mahfud MD mengatakan bahwa hukum adalah produk

10
politik karena sebenarnya lahirnya sebuah UU berasal dari lembaga politik (DPR)
di mana pasal-pasal yang tertuang di dalamnya merupakan kompromi atau
kesepakatan-kesepakan di antara kekuatan-kekuatan politik partai politik yang
mempunyai kursi di parlemen.86
Akan tetapi, penulis menyebutnya situasi hari ini bahwa hukum dan
penegakan hukum dalam konteks kebebasan berpendapat itulah yang merupakan
produk politik. Bisa dilihat bagaimana kemudian kekuatan massa atau aspirasi
publik bisa memastikan atau memutuskan sebuah peraturan perundang-undangan
maupun perkara itu memenuhi kualifikasi pidana atau tidak. Seperti contohnya pada
kasus yang telah disebutkan di atas, yaitu tentang demonstrasi terkait UU Cipta
Kerja yang sudah banyak kritikan dan penolakan dari masyarakat namun tetap
disahkan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam hukum pidana ada unsur-unsur yang
harus dipenuhi, tetapi praktiknya kekuatan massa atau aspirasi publik menjadi
penentu dalam konteks isu kebebasan berpendapat. Jadi betapa pun ada kasus-kasus
yang dalam kacamata pidana tidak memenuhi unsur yang memungkinkan untuk
orang dipidana, tetapi kalau political move atau aspirasi publik begitu kuat, maka
pada akhirnya akan memenuhi kualifikasi pidana. Artinya, aparat penegak hukum
akan betul-betul mempertimbangkan desakan-desakan publik. Inilah yang disebut
trial by the political.
Pada dasarnya, rumusan-rumusan pembatasan yang ada dalam KUHP, UU
ITE, dan sebagainya ini adalah sebuah solusi tentang bagaimana negara
memastikan ada titik temu antara hak-hak yang harus dijamin dan dilindungi.
Proses konsolidasi hak asasi manusia ini kemudian dijembatani dengan politik
pembatasan ini. Secara eksplisit, pembatasan memang diperlukan dalam konteks
kebebasan berpendapat. Dalam perspektif, hukum konstitusi kita juga penting
dalam merumuskan apa yang disebut dengan contitusional equilibrium.
Contitusional equilibrium ini hendak memastikan bagaimana satu jaminan hak
konstitusional dengan hak konstitusional lainnya tidak saling berkontradiktif.

86 Prof. Dr. Moh. Mahfud. MD, SH., SU, 2009, Politik Hukum di Indonesia (Edisi
Revisi), Rajawali Pers, Depok

11
Karena itulah diperlukan rumusan-rumusan ini. Kalau sering disebut bahwa hak
asasi manusia adalah produk barat yang mengusung liberalisme, sebenarnya tidak
juga karena HAM juga merumuskan ruang-ruang atau titik temu yang
memungkinkan adanya conflicting norm atau conflicting right.
Dengan mengetahui batasan-batasan dalam kebebasan berpendapat, maka
hal-hal yang menyangkut pelanggaran-pelanggaran kebebasan berpendapat dapat
diminimalkan. Tentu hal tersebut di luar hal-hal represif aparat dan kuasa
pemerintah yang menindas untuk membungkam orang yang kritis. Termasuk kasus
salah tangkap, diculik, dan tindak kekerasan aparat yang menjadikan Indonesia
darurat demokrasi.

12
Kesimpulan
Dalam 22 tahun ujian reformasi ini diperlukan hal-hal elegan yang efektif
dalam melawan oligarki dan menghadapi situasi darurat demokrasi saat ini yang
sudah menelan banyak korban. Yang harus dipahami mengenai kritik dan
merendahkan martabat atau menista adalah dua hal yang berbeda. Jika mengkritik,
seperti UU Cipta Kerja dengan memberikan argumentasi yang kuat dan etika yang
baik, itu tidaklah menjadi sebuah persoalan. Namun, jika dengan tata cara dalam
menyampaikan kritik tersebut anarki dan mempersonifikasikan sesuatu, maka hal
tersebut sudah masuk dalam konteks merendahkan martabat. Dalam hal ini,
Pancasila menjadi filter dari kebebasan berpendapat itu karena Pancasila merupakan
pandangan hidup bangsa. Kebebasan yang diatur dalam konstitusi. Kebebasan
tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk berkembang dan melindungi, bukan
untuk menekan hak-hak individu.
Saran
Adapun saran yang dapat di sampaikan dari karya tulis ini adalah:

1. Problematika kebebasan hak sipil yang sudah diatur dalam konstitusi


mengalami banyak persoalan dan korban, maka diperlukan antusias dari
rakyat dan pemerintah dalam menegakkan demokrasi.
2. Untuk rakyat agar terhindar dari kasus-kasus pelanggaran kebebasan
berpendapat, maka harus mengetahui batasan-batasan dan bersikap elegan
dalam menyikapi dan bertindak sesuatu hal. Dari pemerintah atau aparat
pun harus berhati-hati lagi dalam mengawal hak-hak sipil yang sudah
diatur dalam konstitusi agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan
masyarakat.

13
SENGKARUT KEKERASAN SEKSUAL : DARI UU YANG MANGKRAK
SAMPAI STIGMA YANG PERLU DIROMBAK

Berbicara perihal kekerasan seksual, agaknya masyarakat sudah tak asing lagi
dengan kasus yang satu ini. Berita terkait kekerasan seksual acapkali kali dijumpai di
berbagai media, mulai dari siaran televisi, media cetak, sampai situs daring. Di Indonesia,
kasus ini selalu menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini dibuktikan dengan
data dari Komnas Perempuan yang ada pada laman tirto.id (10/07/20). Dalam data
tersebut diketahui bahwa angka kekerasan seksual meningkat pada tiga tahun terakhir, di
antaramya; 348.446 kasus pada 2017; 406.178 kasus; dan 431.471 pada 2019.
Sungguh miris melihat jumlah kasus yang sebanyak itu. Ditambah lagi, korban
kekerasan seksual selalu menyasar perempuan dan anak-anak. Belum adanya spesifikasi
hukum melatarbelakangi maraknya kekerasan seksual di tanah air. Karena delik pasal yang
belum rinci, pelaku selalu saja menemukan celah untuk terlepas dari jerat hukum. Untuk
itu, pencegahan kekerasan seksual harus dimulai dengan memperbaiki payung hukumnya.
Hal itu dibenarkan oleh Ali Khasan—Asisten Deputi Perlindungan Hak
Perempuan dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. “Tindak pidana kekerasan seksual
harus diatur secara komperhensif berdasarkan hasil penelitian panjang yang dilakukan para
pendamping korban kekerasan seksual” ujar Ali—dikutip dari laman Republika.co.id
(23/07/20).
Untuk itu, diusulkanlah Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan
Seksual (RUU PKS) pada 2016 lalu. Adanya UU ini diharapkan bisa menjadi pembaruan
hukum untuk kasus kekerasan seksual. Dengan hukum yang spesifik, pelaku kejahatan
tidak bisa lolos dari jerat hukum. RUU PKS tidak hanya fokus pada pasal penghukuman
pelaku, tetapi juga pemberdayaan kepada korban. Dengan begitu, angka kekerasan
seksual di Indonesia diharapkan akan menurun.
Namun, siapa sangka? Di tengah hiruk-pikuk kasus kekerasan seksual yang
memerlukan payung hukum, RUU PKS justru didepak dari Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) Prioritas 2020. Berbagai kalangan sangat menyayangkan hal itu—terlebih
untuk korban. Tak bisa memungkiri, hukum yang tidak jelas akan mempengaruhi pola

14
pikir di masyarakat.Selama ini, proses hukum yang dilakukan oleh aparat—baik secara
langsung maupun tidak langsung—selalu menempatkan korban menjadi sasaran untuk
disalahkan. Tindakan tersebut lama-kelamaan akan membentuk stigma negatif. Masyarakat
terbiasa menyalahkan korban sebagai pemicu kekerasan seksual. Ketidaktegasan hukum
dan pola pikir konservatif yang demikian membuat korban semakin terpuruk. Kondisi
inilah yang menjadi alasan perlunya pembaharuan hukum terkait kekerasan seksual.

Pembahasan
Lonjakan Kasus

Melihat deret jumlah kasus kekerasan seksual yang melonjak setiap


tahunnya, pasti membuat siapapun menjadi ketar-ketir. Komnas Perempuan rutin
mengunggah “Catatan Akhir Tahun tentang Kekerasan Terhadap
Perempuan” di penghujung tahun. Catatan tersebut berisi jumlah kasus
kekerasan seksual yang terbagi dalam beberapa ranah. Dari data 12 tahun
terakhir, dapat disimpulkan bahwa kasus kekerasan seksual cenderung
meningkat setiap tahunnya. Bahkan, tahun 2019 terjadi inses kasus paling tinggi.
Menurut data pada 2019, hampir 75 persen kekerasan seksual terjadi di ranah
keluarga dan personal.

Tak sampai di situ saja, kasus kekerasan seksual juga meningkat darstis
tahun ini—terlebih sejak adanya Covid-19 (virus Corona). Dikutip dari laman
detik.com (10/07/20), menurut Reisa Broto Asmoro—Tim Komunikasi Publik
Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan COVID-19, jumlah kekerasan
seksual meningkat sebesar 75 persen saat pendemi. Lagi-lagi, persoalan
ekonomi menjadi musabab sebagian besar kasus ini. Totalnya, ada sebanyak
14.719 kasus di bulan Juli. Tentu saja, angka tersebut belum mewakili
keseluruhan kasus yang terjadi. Tak sedikit korban yang memilih untuk tidak
melaporkan—atau malah ada segelintir yang dibungkam.

Dengan peningkatan yang demikian, agaknya kekerasan seksual tidak


bisa dipandang sebelah mata lagi. Bisa dikatakan, kekerasan seksual sudah

15
menjadi isu publik. Dengan begitu, sudah sepantasnya pemerintah terlibat
lebih jauh dalam penanganan permasalahan ini. Pencegahan kekerasan
seskusal harus dilakukan secara masif—mengingat pelonjakan kasus yang tak
kalah masif. Negera ini seakan sedang dilanda darurat kekerasan seksusal.
Melihat kasus yang terus membludak, kekerasan seksual perlu mendapat
perhatian khusus—bukan malah dianggap sebagai kejadian yang lumrah
dijumpai.

16
Darurat Pembaharuan Hukum

Bisa dikatakan, kepastian hukum dari pemerintah menjadi obat yang mujarab
untuk mengentaskan kasus kekerasan seksual. Bagaimana tidak? Pemerintah dan
jajarannya sebagai suprastruktur politik memiliki sarana kekuasaan yang
menjangkau seluruh elemen masyarakat. Dengan begitu, produk hukum yang
mereka hasilkan juga memberi keterdampakan langsung ke masyarakat. Untuk itu,
dibuatlah sebuah rancangan undang-undang yang membahas terkait kekerasan
seksual atau yang dikenal dengan RUU PKS. Sejatinya, rancangan undang-undang
ini menyoroti penanganan korban dan mempertegas jerat hukum bagi pelaku.

Draf RUU PKS diajukan sejak awal 2107. Pada tahun selanjutnya, RUU
tersebut menjadi salah satu prolegnas. Namun, pembahasannya seolah
mengalami stagnasi dan hanya berkutat pada persoalan itu-itu saja. Proses RUU
PKS tersendat karena mendapat penolakan dari kalangan kelompok agama. RUU
ini dianggap melegalkan adanya LGBT dan hubungan di luar nikah. Padahal,
salah satu ormas agama—Fatayat NU mengatakan bahwa hal itu tidak benar.
Ormas tersebut justru mendesak pengesahan RUU PKS.

Hingga pada 2020, RUU PKS didepak dari prolegnas prioritas. Padahal ada
beberapa poin pembaruan pada RUU PKS yang sangat dibutuhkan dalam
penanganan kasus kekerasan seksual, antara lain aturan tentang pencegahan,
bentuk-bentuk kekerasan seksual, hak korban termasuk pemulihan, pemantauan
penghapusan kekerasan seksual, dan pembinaan.

Pendepakkan RUU PKS dari prolegnas prioritas akan membuat


penanganan kasus kekerasan seksual semakin ngadat. Jika RUU-nya saja
mangkrak, tidak menutup kemungkinan penanganannya juga turut mangkrak.
Selaam ini, banyak kasus kekerasan seksual yang tidak diusut sampai tuntas.
Bahkan, beberapa kasus justru tidak dapat diproses secara hukum. Proses hukum
menjadi semakin sulit jika terjadi pada penyandang disabilitas. Mengutip data
dari lembaga pemberdayaan penyandang disabilitas—CIQAL, dari 126 kasus

17
kekerasan seksual pada perempuan disabilitas, hanya 8 kasus yang sampai di meja
hijau.

Insiden semacam itu, tak lain dan tak bukan karena belum adanya delik
pasal yang jelas terkait kekerasan seksual. Masih banyak celah yang
menyebabkan pelaku mudah berkilah sehingga terbebas dari jerat hukum.
Beberapa pelaku malah tak terseret kasus hukum sama sekali dan bebas
berkeliaran. Hal ini jelas menimbulkan keresahan tersendiri. Ditambah lagi, RUU
PKS yang tak lagi masuk ke dalam daftar kategori wajib bahas, mengundang
keprihatinan dari banyak pihak—khususnya korban kekerasan seksual.

Sederet peristiwa di atas, agaknya memperlihatkan urgensi pembaharuan


hukum kekerasan seksual. Kejelasan hukum dianggap sebagai amunisi yang
mampu membabat tuntas kasus kekerasan seksual yang acapkali luput. Tak
hanya berfokus pada jerat hukum bagi pelaku, pembaharuan hukum juga
menargetkan pemulihan bagi korban. Selama ini, kerap terjadi kekosongan
hukum sehingga tidak semua kekerasan terdeteksi oleh hukum di Indonesia. Hal
tersebut dinilai merugikan, mengingat ada beragam modus kekerasan sesksual.
Karena tidak semua kasus terdeteksi, menyebabkan beberapa predator kekerasan
seksual masih melenggang bebas.

Dalam berbagai regulasi di Indonesia dikenal berbagai jenis


terminologi yang menjelaskan tentang tindak pidana yang berhubungan
dengan kekerasan seksual. Paling tidak saat ini terdapat sedikitnya empat jenis
undang-undang yang mengatur tindak pidana yang berhubungan dengan
kekerasan seksual, yakni Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),
UU No 23 tahun 2002 sebagaimana yang telah diubah dengan UU No 35
tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU No 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan UU No 21 tahun 2007
tentang Tindak Perdagangan Orang. Dalam KUHP tidak memberikan
penjelasan atau pengertian khusus mengenai tindak pidana yang
berhubungan dengan kekerasan seksual melainkan hanya langsung

18
menjabarkanya sesuai rumusan pasal, diantaranya perkosaan dan pencabulan,
begitu juga dengan UU Perlindungan anak yang hanya merujuk pada
KUHP. Sedangkan UU No 21 tahun 2007 tentang TPPO hanya mengatur
kekerasan dalam konteks perdagangan manusia untuk tujuan eksploitasi
seksual. Hal yang berbeda dirumuskan dalam UU No 23 tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Dalam UU
tersebut dimuat istilah yang relatif baru yaitu kekerasan seksual. UU ini
juga memberikan sedikit penjelasan mengenai kekerasan seksual. Namun,
keberadaan UU ini pun tidak memberikan pengertian yang lebih jelas
tentang kekerasan seksual (Maidina Rahmawati, 2017:6). Oleh sebab itu
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS)
hadir sebagai jawaban sekaligus tindak lanjut dari penandatanganan Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention
On The Elimination of All Forms Discrimination Against Women, ATAU
CEDAW) pada 1981 yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada
24 Juli 1984 melalui UU Nomor 7 tahun 1984. RUU P-KS diyakini sebagai
sebuah jawaban terhadap darurat Kekerasan Seksual yang sudah menjamur di
Indonesia.

19
Stigma yang Mendarah Daging

Tak bisa memungkiri, serentetan stigma negatif selalu melekat pada korban
kekerasan seksual—khususnya perempuan. Pemikiran-pemikiran negatif
acapkali dialamatkan untuk korban, antara lain; pakaian korban yang terbuka;
fisik atau visual yang mengundang; sampai pergi ke tempat yang sepi. Secara tidak
langsung, pemikiran konservatif semacam itu akan menempatkan korban sebagai
posisi yang selalu dipersalahkan. Tindakan tersebut membentuk stigma yang
mengakar kuat dalam masyarakat. Tanpa disadari, pola pikir yang demikian seolah
menormalisasi tindakan bejat dari pelaku kekerasan seksual. Padahal menurut
Avigail Moor (dalam Setyawati, 2015:11), tidak ada hubungannya antara pakaian
perempuan dengan keinginan untuk merangsang seseorang.

Para pelaku kekerasan seksual sering berdalih bahwa tindakan mereka


dilatarbelakangi karena pakaian korban yang mengundang. Namun, pernyataan
tersebut dipatahkan oleh data yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Aman Publik.
Hasil survei tersebut menyatakan bahwa tiga besar persentase pakaian korban
diduduki oleh; rok dan celana panjang (17,47%); baju lengan panjang (15,82%);
dan baju seragam sekolah (14,23%). Persentase tersebut dengan tegas membantah
bahwa kekerasan seksual dipicu karena pakaian yang mengundang. Hal tersebut
juga diaminkan oleh Astuti (2019:162), yang menyebutkan bahwa korban
kekerasan seksual justru dialami oleh orang yang berpakaian tertutup.

Meskipun demikian, masyarakat tampaknya tak tahu—atau bahkan tak mau


tahu—realitas melalui data tersebut. Agaknya, tindakan menyalahkan korban
kekerasan seksual sudah menjadi kebiasaan di masyarakat. Padahal, stigma negatif
tersebut menjadi penghambat proses hukum. Kondisi sosial yang demikian
membuat kebanyakan korban seksual memilih bungkam. Mereka merasa enggan
untuk melapor karena takut disudutkan oleh penegak hukum, masyarakat, atau
bahkan keluarga.

Stigma negatif ini semakin awet karena peran serta media. Banyak media

20
massa yang tanpa sadar menggiring masyarakat untuk menyalahkan korban.
Tak jarang, pemilihan diksi yang digunakan seolah menempatkan korban
menjadi biang masalah. Korban sering divisualisasikan dengan pakaian atau ciri
fisik tertentu sehingga korban dianggap bersalah.

Dan lagi-lagi, hukum mengambil peran dalam merawat stigma ini. Bagaimana
tidak? Ketidakjelasan hukum berakibat pada ketidaktegasan aparat penegaknya.
Tak jarang masyarakat dipertontonkan pelunakan hukum terhadap kasus kekerasan
seksual. Tindakan ini secara tidak langsung akan membuat masyarakat
menormalisasi perbuatan pelaku.

21
Peran Tiap Elemen

Untuk menangani kasus kekerasan seksual di negara ini, dibutuhkan peran


dari setiap elemen. Kekerasan seksual bisa dialami oleh siapapun. Untuk itu,
tanggung jawab penanggulangan kasus ini tidak bisa diserahkan pada satu kalangan
saja. Perlu kerja sama dari setiap pihak untuk menyudahi kasus yang kian marak ini,
baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat awam.

Bagi pemerintah, salah satu hal yang bisa dilakukan, yaitu dengan
menetapkan pembaharuan payung hukum terkait kasus kekerasan seksual. Di sini,
pemerintah dan jajarannya memiliki andil yang besar. Hal ini karena
pemerintahlah yang memiliki otoritas untuk membuat dan menetapkan payung
hukum. Dengan penetapan delik pasal yang jelas dan tegas, diharapkan dapat
membuat pelaku menjadi jera, sekaligus mencegah orang yang hendak melakukan
tindakan tersebut. Untuk itu, tak ada alasan lagi untuk menunda pembaharuan
hukum tentang kekerasan seksual.

Penanganan kasus kekerasan seksual tidak bisa dimandatkan kepada


pemerintah semata. Masyarakat pun turut ambil andil dalam permasalahan ini. Hal
krusial yang harus dilakukan pertama kali, yaitu merubah pola pikir yang selalu
meyalahkan korban. Masyarakat seharusnya bisa menciptakan lingkungan yang
mendukung untuk menghilangkan trauma pada korban. Tak sampai di situ saja,
masyarakat juga berperan dalam mencegah kasus itu sendiri. Masyarakat
hendaknya memiliki kepekaan yang tinggi terhadap segala jenis kekerasan seksual.

22
Kesimpulan

Lonjakan kasus kekerasan seksual menandakan perlunya upgrade hukum. Tak


bisa memungkiri, selama ini kerap terjadi pelunakan hukum terhadap pelaku kekerasan
seksual. Payung hukum yang masih bolong sana-sini seolah menjadi celah bagi pelaku
untuk meloloskan diri. Dengan demikian, seharusnya sudah tidak ada alasan lagi untuk
menunda pembaharuan hukum. Tak hanya menargetkan jerat hukum bagi pelaku,
pembaharuan juga harus memulihkan korban kekerasan seksual. Namun, hal itu juga
harus dibarengi peran serta dari masyarakat. Perombakan stigma dan peningkatan
kepekaan terhadap lingkungan sekitar, menjadi peran masyarakat dalam mengentaskan
permasalahan ini. Kekerasan seksual sudah menjadi isu publik. Untuk itu, pemerintah dan
masayarakat harus berjibaku dalam mencari solusi.

23
PEMBUNGKAMAN DEMOKRASI DI UNAS : DARI REPRESIFNYA
WATAK KAMPUS HINGGA ABAINYA NEGARA

Gerakan menuntut relaksasi maupun pemotongan biaya kuliah selama Pandemi


yang dilakukan oleh Aliansi Unas Gawat Darurat berbuntut panjang pada
pembungkaman ruang demokrasi dan tindak represi yang dilakukan oleh Kampus.
Tercatat ebanyak 31 mahasiswa yang terlibat dalam gerakan aliansi Unas Gawat
darurat (UGD) dipanggil oleh Komisi Disiplin. Pada Pemanggilan tersebut, mahasiswa
diancam akan diberikan sanksi drop out apabila terus melanjutkan aksi maupun
gerakan lain yang berkaitan

Dalam Kronologis singkatnya, Sejak 16 Mei 2020, mahasiswa UNAS telah


menuntut adanya keringanan biaya kuliah di tengah pandemi Covid-19. Merespon
tuntutan awal, UNAS melakukan pemotongan uang kuliah sebesar Rp 100.000 melalui
SK No. 52 Tahun 2020 tentang Pemotongan Biaya Kuliah Semester Genap Tahun
2019/2020. Sayangnya, ketentuan pemotongan uang kuliah tersebut tidak berlaku bagi
seluruh mahasiswa dan diputuskan tanpa memberikan dasar penghitungan yang jelas.
Mahasiswa berpandangan pemotongan dapat dilakukan lebih besar mengingat
perkuliahan dilakukan dengan daring. Aspirasi tersebut berlanjut dengan dibentuknya
Aliansi Mahasiswa UNAS Gawat Darurat (UGD) yang menuntut transparansi
pengelolaan dana pendidikan di UNAS dan pemotongan uang kuliah yang lebih besar.
Dengan kajian yang ditawarkan, Aliansi UGD menyampaikan tuntutannya melalui
media sosial. UNAS tidak merespon tuntutan pada aksi online tersebut dengan baik.
Pada 10-12 Juni 2020, kurang lebih 31 mahasiswa dipanggil Komisi Disiplin atas
dugaan pelanggaran aturan kampus berupa pencemaran nama baik. Merespon
panggilan tersebut, UGD melakukan serangkaian aksi solidaritas di kampus UNAS.
Beberapa surat telah disampaikan kepada rektor termasuk permintaan audiensi, namun
tidak satupun ditanggapi. Aksi solidaritas yang dilakukan pun seringkali diintimidasi
dengan pengerahan aparat kepolisian yang berlebihan.

24
Pada awal Juli 2020, UNAS menerbitkan sanksi akademik pemberhentian
secara permanen (Drop Out) kepada 3 mahasiswa, pemberhentian sementara (skorsing)
kepada 3 mahasiswa, dan peringatan keras kepada 15 mahasiswa lainnya. Semuanya
merupakan mahasiswa yang menyampaikan tuntutan transparansi dan pengurangan
uang kuliah melalui aliansi Unas Gawat Darurat. Adapun dasar penjatuhan sanksi
tersebut karena mahasiswa dianggap telah mencemarkan nama baik kampus ketika
menyampaikan tuntutan pengurangan biaya kuliah. Tidak cukup di situ, UNAS juga
melakukan upaya kriminalisasi dan intimidasi terhadap mahasiswa UGD. UNAS
melaporkan mahasiswa ke pihak kepolisian menggunakan Pasal 29 jo 45 UU ITE dan
juga Pasal 170 KUHP. Hingga kini beberapa mahasiswa yang sebelumnya telah
mendapatkan sanksi akademik telah mendapatkan panggilan kepolisian atas laporan
UNAS tersebut. Mahasiswa juga mendapatkan intimidasi dengan serangkaian tindakan
kekerasan yang dilakukan keamanan kampus UNAS saat melakukan aksi solidaritas di
kampus. Terhadap tindakan kekerasan tersebut telah dilakukan pelaporan tindak pidana
kepada Polda Metro Jaya.

Dalam rilis yang dikeluarkan oleh LBH Pers, Tim Advokasi Untuk Demokrasi
yang mendampingi langsung mahasiswa beranggapan bahwa tindakan kekerasan
tersebut menambah panjang catatan buruk UNAS dalam mengelola kehidupan kampus
yang demokratis dan menjunjung nilai HAM sebagaimana dimandatkan Pasal 4 ayat 1
UU Sistem Pendidikan Nasional. Tuntutan mahasiswa untuk meminta transparansi
keuangan kampus dan pemotongan biaya kuliah sebagai dampak Covid-19
sesungguhnya memiliki dasar konstitusional yang kuat. Pasal 28 C dan E UUD 1945
dan Pasal 13 UU No. 11 Tahun 2005 sesungguhnya telah menjamin bahwa pendidikan
tinggi secara progresif harus dapat semakin terjangkau. Transparansi pengelolaan dana
pendidikan sebagaimana tuntutan mahasiswa juga sudah selayaknya dilakukan UNAS
jika merujuk pada Pasal 48 UU Sistem Pendidikan Nasional.

BEM KM Unnes menganggap bahwasanya UNAS sebagai lembaga akademik


seharusnya mengedepankan cara-cara yang akademis pula dalam menjawab tuntutan
yang dilakukan oleh mahasiswa serta wajib menjunjung tinggi prinsip transparansi dan

25
dialogis ketimbang cara-cara represif. Tindakan represif dengan cara melakukan
pemecatan pada mahasiswa secara inkonstitusional serta melakukan kriminalisasi
dengan melibatkan aparat kepolisian menunjukan bahwasanya telah terjadi
pemberangusan terhadap ruang demokrasi yang seharusnya dijamin oleh konstitusi
serta merupakan penghianatan terhadap agenda reformasi yang telah diperjuangan
dengan berdarah-darah untuk mencapai sebuah kebebasan, bernama demokrasi dan
Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan hal diatas, Maka BEM KM Unnes menyatakan sikap:

1. Mengecam segala bentuk tindakan pembungkaman demokrasi dan


Tindak Represi yang dilakukan oleh Universitas Nasional kepada
mahasiswanya yang melakukan gerakan menuntut keadilan;
2. Menuntut kepada Rektor UNAS untuk segera mencabut segala sanksi
akademik kepada mahasiswa Aliansi Unas Gawat Darurat serta tidak
melakukan kriminalisasi dengan melibatkan aparat kepolisian, karena
gerakan yang dibangun oleh mahasiswa merupakan gerakan yang sah
dan dijamin oleh konstitusi;
3. Menuntut kepada Rektor UNAS agar membuka ruang demokrasi
seluas-luasnya serta mengedepankan dialog sebagai cerminan lembaga
pendidikan yang menjunjung tinggi nilai dan marwah akademik;
4. Menuntut kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia untuk bertindak aktif serta tidak berdiam diri terhadap upaya
pembungkaman yang kerap dilakukan oleh banyak Perguruan Tinggi
kepada mahasiswa nya saat melakukan penyampaian aspirasi;
5. Menuntut kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk
memeriksa Rektor UNAS atas pelanggaran prinsip-prinsip dasar
pendidikan yang demokratis dan tanpa kekerasan. Rektor UNAS
adalah perpanjangan tangan Menteri dalam pelaksanaan tugas
pendidikan tinggi di Universitas. Dengan berdiam diri artinya Menteri

26
setuju dan semakin melegitimasi tindakan-tindakan anti demokrasi
seperti ini;
6. BEM KM Unnes bersolidaritas dan mendukung gerakan yang
dilakukan oleh mahasiswa UNAS serta seluruh Perguruan Tinggi yang
melakukan gerakan menuntut keadilan;
7. Mengajak seluruh elemen mahasiswa untuk bersolidaritas dan terus
berjuang menegakan kebebasan akademik di kampus untuk
mewujudkan pendidikan yang terjangkau, ilmiah dan bervisi
kerakyatan .

27
CARUT MARUTNYA PENEGAKAN HUKUM, HAK ASASI
MANUSIA, DAN KORUPSI DI INDONESIA : KEADILAN YANG
SELALU TERBANTAHKAN DI NEGERI DAGELAN

Hukum Melengkung Yang Tak Kunjung Tegak

Penegakan hukum yang bertanggung-jawab dapat diartikan sebagai suatu


upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat dipertanggung-jawabkan kepada
publik, bangsa, Negara dan pada puncak tertinggi adalah pertanggung-jawaban kepada
Tuhan Yang Maha Esa87. Penegakan hukum, berkaitan erat terhadap adanya kepastian
hukum dalam memahami, menafsirkan dan menegakkan peraturan perundang-
undangan sebagai satu sistem hukum negara yang sedang berlaku. Penegakan hukum
juga berkaitan dengan kemanfaatan hukum dan terwujudnya keadilan di tengah
masyarakat. Proses penegakan hukum memang tidak dapat dipisahkan dengan wujud
hukum perundang-undangan sebagai satu sistem hukum yang mengabdi kepada
kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara. Hukum untuk manusia bukan manusia
untuk hukum88.

Semua orang mungkin sudah mengetahui atau paling tidak telah pernah
mendengar dan atau membacanya, bahwa: “setiap orang sama kedudukannya
dihadapan hukum” (The all man are equal under the law). Dalam bahasa Undang-
undang "Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”89. ".90 Hanya saja pertanyaan yang muncul adalah, berapa banyak orang
yang telah memahami apa makna dan bagaimana implementasi hal tersebut dalam
praktek kehidupan hukum negara kita pada umumnya dan dunia peradilan pada
khususnya? Apakah dalam implementasinya hukum justru berlaku diskriminatif?

87 Jayadi, Ahkam, Problematika Penegakkan Hukum Dan Solusinya. Jurnal Hukum Vol. 15 no.
2. 2015 Hlm
88 Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Yogyakarta:

Genta Publishing
89 Undang-undang Dasar 1945
90 Undang-undang Dasar 1945

28
Bagaimana dengan status sosial seseorang? Demikian juga dengan budaya hukum
masyarakat serta kekuasaan dan kekuatan politik yang sedang berkuasa, apakah ikut
mempengaruhi tegak dan berfungsinya hukum sebagai “kaidah perilaku” dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara? Apakah selama ini dalam
kehidupan kita sudah pernah mengalami bagaimana sesungguhnya hukum itu
memperlakukan kita secara sama atau sebaliknya, terutama di dalam proses peradilan?

Tahun 2015 lalu, kasus hukum yang menimpa seorang nenek berusia 63 tahun
sempat menyita perhatian masyarakat Indonesia. Dia adalah Nenek Asyani yang
divonis 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun 3 bulan dan denda Rp 500 ribu
subsider 1 hari hukuman percobaan. Nenek Asyani divonis bersalah setelah ia didakwa
mencuri dua batang pohon jati milik perhutani untuk dijadikan tempat tidur. Tak terima
dengan vonis yang dijatuhkan hakim, Nenek Asyani sempat meluapkan amarahnya. Ia
membantah tuduhan tersebut dengan mengatakan bahwa batang pohon jati yang ia
tebang diambil dari lahannya sendiri yang ditanam oleh almarhum suaminya 5 tahun
silam91. Perilisan kasus ini sempat viral tahun 2015 lalu berita miris yang lagi-lagi
ditontonkan kepada rakyat Indonesia, seakan hukum di negara ini tak kenal belas kasih
dan tak pandang kondisi serta latar belakang alasan korban melakukan hal tersebut.

Tak berhenti dengan kasus nenek Asyani kita kembali tertegun dengan kasus
Baiq Nuril, Kasus ini bermula saat Baiq Nuril dituduh menyebarkan rekaman
percakapan telepon dengan atasannya, Kepala SMAN 7 Mataram, H Muslim. Muslim
ditengarai melakukan pelecehan seksual secara verbal dalam percakapan itu. Tak
terima tersebar rekaman percakapan itu, Muslim mempolisikan Baiq hingga berujung
ke pengadilan. Di pengadilan tingkat pertama Baiq dinyatakan bebas karena tidak
terbukti atas dakwaan UU ITE. Atas vonis bebas ini, Jaksa mengajukan kasasi. Dalam
putusan kasasi MA, menghukum Baiq selama 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta.
Baiq terbukti menyebarkan konten yang mengandung kesusilaanseperti diatur Pasal 27

91 Helmi Firdaus, Nenek Asiani Dinyatakan Bersalah


https://m.cnnindonesia.com/nasional/20150423151941-12-48782/nenek-asiani-
dinyatakan-bersalah Di akses 6 Oktober 2020, Pukul 16.03

29
ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 jo UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Belum lama ini, Majelis MA pun menolak permohonan PK Baiq
Nuril 92 . Korban pasal “karet” UU ITE sebenarnya bukan pertama kali terjadi.
Sebelumnya, Prita Mulyasari, pasien rumah sakit swasta di Tangerang mendapat
hukuman pidana karena mengeluhkan layanan RS tersebut melalui surat elektronik
atau email kepada beberapa rekannya. Prita dijerat setelah satu tahun UU ITE mulai
pertama kali diberlakukan. Kasus ini menggambarkan jelas bahwa keadilan sementara
ini tak bisa didapatkan di negara ini, coba saja kita bayangkan, jika kita sendiri diposisi
dimana kita sangat membutuhkan pertolongan karena sebuah ancaman kejahatan
namun justru kita yang di anggap bersalah karena telah meminta pertolongan? Apa
yang akan anda bilang terhadap hukum yang seperti itu?.

Di lain sisi tak berselang lama dengan kasus nenek Asyani di atas ada kasus
lain yang tak kalah mengejutkan Tiga mantan pejabat Kuansing yang menjadi terdakwa
kasus dugaan korupsi pemberian honorarium kegiatan pada Bagian Pelayanan
Pertanahan Setda Kuansing Tahun 2015 lalu, divonis bebas Hakim Tindak Pidana
Korupsi Pengadilan Negeri Pekanbaru, belum lama ini Jumat, 8 Mei 2020. Dilansir
dari riau.online penyimpangan-penyimpangan tersebut mengakibatkan terjadinya
kerugian keuangan negara atau daerah sebesar Rp 395.762.500,0093.

92 BBC news, Kasus Baiq Nuril: Perempuan yang dipidanakan karena merekam percakapan
mesum akan 'tagih amnesti' ke Jokowi

93 Joseph Ginting, Dituntut 18 Bulan Penjara, Tiga Mantan Pejabat Kuansing Divonis Bebas
https://www.riauonline.co.id/riau/kota-pekanbaru/read/2020/05/09/dituntut-18-bulan-
penjara-tiga-mantan-pejabat-kuansing-divonis-bebas Di akses 10 Oktober 2020,
Pukul 15.03

30
Nenek Asyani pencuri 2 batang kayu Koruptor yang ditengarai merugikan
divonis negara hingga Rp 395.762.500,00.
Divonis bebas
1 tahun penjara

31
- Hak Diskriminasi Manusia
Seperti halnya dalam upaya penegakkan hukum, dalam hal
penegakkan hak asasi manusia jua demikian, terlalu banyak
pertanyaan yang mestinya bisa terjawab oleh sebuah negara. Namun
dalam implementasinya justru pertanyaan-pertanyaan yang muncul,
terjawab oleh berita miris dalam berbagai bidang.
1) Diskriminasi Ras
Belum lama kemarin kita di gegerkan oleh berita
diskriminasi ras terhadap saudara-saudara kita etnis papua.
Ada Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskriminasi ras/etnis, tapi Komnas HAM
mencatat ada 101 pelanggaran ras dan etnis selama 2011-
2018. Kasusnya mulai dari pembatasan terhadap pelayanan
publik, maraknya politik etnisitas/identitas, pembubaran
ritual adat, diskriminasi atas hak kepemilikan tanah bagi
kelompok minoritas, dan akses ketenagakerjaan yang belum
berkeadilan.
2) Diskriminasi Gender
“Saya sudah bilang ke HRD, saya punya riwayat
endometriosis jadi tidak bisa melakukan pekerjaan kasar
seperti mengangkat barang dengan beban berat,” Itulah
pengakuan salah satu buruh perempuan yang bekerja pada
perusahaan produsen es krim PT. Alpen Food Industry (AFI)
atau Aice, Elitha Tri Novianty. Perempuan berusia 25 tahun
ini sudah berusaha mengajukan pemindahan divisi kerja
karena penyakit endometriosisnya kambuh. Tapi apa daya,
perusahaan justru mengancam akan menghentikannya dari
pekerjaan, keadaan dilematis ini terus dijalani ratusan
perempuan atau bahkan ribuan perempuan tanpa kita sadari,
dan hanya sedikit sekali yang di ekspose oleh media. Negara

32
memang telah mendirikan Komnas Perempuan sebagai
upaya untuk melindungi perempuan dan hak-haknya.
Namun pada 2018, masih tercatat 421 kebijakan tingkat
nasional maupun daerah yang diskriminatif terhadap
perempuan dan juga kelompok rentan lainnya.
3) Diskriminasi Agama
Kesepakatan diskriminatif Dusun Karet, Bantul, digugat
seorang penganut Katolik bernama Slamet Jurniarto, yang
tak diizinkan warga menetap di dusun itu. Pada tahun 2018,
SETARA Institute mencatat terdapat 109 peristiwa yang
melanggar kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Pelanggaran bukan cuma hanya berasal dari kalangan
masyarakat biasa, tapi ada juga yang melibatkan oknum
negara94.
4) Diskriminasi Difabel
Penyandang disabilitas masih sering terpinggirkan untuk
mendapatkan kesempatan yang sama seperti individu
lainnya. Yang paling terlihat yaitu untuk akses mendapatkan
pekerjaan dalam bidang formal dan akses layanan publik.
5) Diskriminasi Kelas Sosial
Masyarakat yang berada pada kelas sosial lebih rendah
sering kali kesulitan dalam mendapatkan akses pendidikan
dan kesehatan. Keterbatasan biaya yang dimiliki menjadi
penghalang bagi mereka untuk mendapatkan hal yang
seharusnya menjadi hak mereka sebagai warga negara95.

94 Selengkapnya silahkan simak https://setara-institute.org/?s=2018


95 Koran sindo. 5 Bentuk Diskriminasi Yang Sering Terjadi di Indonesia.
https://gensindo.sindonews.com/read/82972/700/5-bentuk-diskriminasi-yang-
sering-terjadi-di-indonesia-1593194779?showpage=all Di akses 11 oktober 2020,
Pukul 19.36

33
- Korupsi Memberantas Indonesia

Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah dilakukan


melalui berbagai cara, namun hingga saat ini masih saja terjadi
korupsi dengan berbagai cara yang dilakukan oleh berbagai
lembaga. Terdapat beberapa bahaya sebagai akibat korupsi, yaitu
bahaya terhadap: masyarakat dan individu, generasi muda, politik,
ekonomi bangsa dan birokrasi96. Oleh karena itu, perlu dilakukan
langkah-langkah untuk mengatasinya, antara lain: mendesain dan
menata ulang pelayanan publik, memperkuat transparansi,
pengawasan dan sanksi, meningkatkan pemberdayaan perangkat
pendukung dalam pencegahan korupsi. Dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 korupsi diklasifikasikan ke dalam:
merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam
jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan dalam pengadaan,
gratifikasi97. Dalam rangka pemberantasan korupsi perlu dilakukan
penegakan secara terintegrasi, adanya kerja sama internasional dan
regulasi yang harmonis.

Kerjasama Internasional bukan hanya diucapkan lewat lisan,


karena itu merupakan sebuah keharusan. Sudah tak bisa di pungkiri
tikus berdasi yang sudah kenyang dengan uang hasil korupsi tak
jarang menyimpan kekayaannya di negara lain untuk
menghilangkan jejak, atau bahkan justru sebelum ditangkap dia
melarikan diri ke negara lain untuk menghindar dari hukuman.
Mengenai ini perlu penyelesaian yang sistematis dan terstruktur,

96Setiadi Wicipto, Korupsi di Indonesia: Penyebab, Hambatan dan Upaya Pemberantasan


Serta Regulasi, Jurnal Legislasi Indonesia, vol 15. No 3 tahun 2018, hlm 1
97 Undang-undang no. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

34
baik antar lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia maupun
dalam hal kerjasama dengan negara lain.

Belum lama ini juga rakyat diramaikan oleh berita tentang


revisi undang-undang KPK yang di klaim banyak pihak bahwa hal
tersebut akan melemahkan fungsi dari pada tugas KPK itu sendiri
sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia, dapat
kita lihat ketara sekali upaya-upaya untuk melemahkan lembaga
yang berusaha menuntaskan kasus korupsi di Indonesia, terbaru 18
September kemarin Febri Diansyah yang tak lain adalah jubir KPK
mengumumkan pengunduran dirinya dari lembaga yang ikut
melambungkan namanya, kepada detik beliau blak-blak an soal
pengunduran dirinya juga terkait dengan ruang geraknya untuk
berkontribusi lebih pada KPK merasa semakin dibatasi. Maka dari
itu beliau memutuskan keluar, ada hal yang menarik dari keputusan
pengunduran diri dari jubir KPK ini. Yakni terkait pernyataan
mantan penyidik KPK, Novel Baswedan yang mengatakan Bila
pemerintah tidak mendukung dan KPK tidak tampak sungguh-
sungguh untuk berantas korupsi maka orang-orang yang memilih
jalan untuk berjuang dalam rangka memberantas korupsi akan
meninggalkan gelanggang yang tidak ada harapan, sindiran yang
relevan memang bahwa menganggap KPK sekarang adalah sebuah
gelanggang pemberantasan korupsi yang tak punya harapan itu
bukanlah pernyataan yang berlebihan, karena memang gelagat dari
oknum-oknum yang tak suka dengan pemberantasan korupsi di
Indonesia ini seakan melakukan berbagai cara untuk melemahkan
atau bahkan membubarkan KPK. Maka jangan salahkan saya juga
jika saya bilang kedepan Indonesia tak lagi punya kekuatan untuk
memberantas korupsi jika pemerintah tak mengambil langkah-
langkah strategis untuk upaya pemberantasan korupsi ini. Jika

35
pemerintah menganggap hal ini adalah hal biasa lama-lama
Indonesia tak lagi mampu memberantas korupsi, namun Korupsilah
yang memberantas Indonesia.

36
DWIFUNGSI TNI KEMBALI, ORBA BANGET DONG?

“Ada satu kemampuan yang sama sekali membedakan antara militer dan sipil,
kemampuan ini adalah khas militer. Kemampuan ini disebut sebagai Manajemen
Kekerasan (Samuel P. Huntington dalam buku nya yang berjudul “Prajurit dan
Negara : Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil”) “

Wacana kembali nya Dwi Fungsi TNI ramai diperbincangkan dan menjadi
sorotan setelah Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengusulkan kepada Istana
untuk membahas dan merevisi UU No.34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia (TNI) terkhusus di pasal 47, pernyataan Panglima TNI yang meminta agar
diizinkan nya Perwira tinggi dan menengah yang non job atau tidak memiliki jabatan
fungsional di instansi untuk menduduki jabatan sipil tertentu tanpa perlu
mengundurkan diri dari dinas kemiliteran. Hal ini menjadi semakin memanas dan
mengkhawatirkan saat beberapa Jenderal Purnawirawan yang kini duduk di
Pemerintahan mendukung langkah tersebut, sebut saja Moeldoko (Kepala Kantor Staff
Kepresidenan), Luhut Binsar Pandjaitan (Menteri Koordinaor bidang Kemaritiman),
dan Ryamizard Ryacudu (Menteri Pertahanan Kabinet Jokowi Jilid I). Jika menilik
sejarah yang terukir di bangsa ini, jelas bahwa pernyataan yang disampaikan oleh
Panglima TNI maupun pejabat Istana menodai semangat dari agenda Reformasi yang
sudah diperjuangkan sampai berdarah-darah oleh pejuang demokrasi kita yang salah
satu nya melalui gerakan mahasiswa.

Indonesia jelas mempunyai memori kelam terhadap kepemimpinan militer di


masa kepemimpinan orde baru. Orde Baru tidak lah mutlak seorang Presiden Soeharto,
Orde baru merupakan serangkaian struktur sekaligus culture bernegara ala militer yang
bergerak secara otoriter dan digunakan sebagai tameng untuk membungkam kritik-
kritik yang muncul, maka tidak heran banyak sekali pelanggaran HAM yang terjadi di
masa orde baru yang meliputi bui, buang, dan bunuh (3B) termasuk didalam nya terjadi
di kalangan mahasiswa, hingga akhirnya terjadilah Reformasi akibat tuntutan dan
desakan dari massa yang menginginkan perubahan menuju era demokrasi. Reformasi
1998 mempunyai 6 buah tuntutan yang mencakup bidang pemerintahan, hukum,

37
politik, dan ekonomi yaitu Adili Soeharto dan kroni-kroninya, Berantas KKN,
Tegakkan supremasi hukum, Cabut dwifungsi ABRI, Otonomi daerah seluas-luasnya,
dan Amendemen UUD 1945. Di antara tuntutan tersebut adalah penghapusan
dwifungsi ABRI atau sekarang dikenal sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Mencabut dwifungsi ABRI berarti menghapuskan fungsi sosial politik yang dimiliki
militer seperti duduk di kursi pemerintahan, menjadi anggota partai politik, hingga
mengelola bisnis pribadi. Dengan begitu, militer dapat bekerja dengan lebih
professional sesuai yang diamanatkan kontitusi kita dalam UU No 34 tahun 2004.

Menjelang 22 tahun Reformasi memang harus diakui bahwa agenda Reformasi


yang diperjuangkan belum dilaksanakan sepenuh nya, salah satu nya yang
berhubungan dengan pencabutan Dwi Fungsi TNI ini, walau dwifungsi sudah
“dicabut” secara legal, tetapi militer masih mencampuri urusan sipil. Hingga akhir
tahun 2018, militer telah memiliki lebih dari 30 nota kesepahaman dengan kementerian
dan lembaga negara lainnya yang memungkinkan mereka untuk mengurusi ranah sipil
(Tempo, 2018). Contohnya adalah kesepahaman dengan Kementrian Pertanian di tahun
2015 agar militer ikut dilibatkan dalam kegiatan pertanian masyarakat di desa-desa,
Begitupula dengan sengketa-sengketa lahan atau konflik tanah warga sipil yang kerap
kali berurusan dengan militer bahkan seringkali terjadi upaya repressive yang
dilakukan, dimulai dari pembukaan lahan, penggusuran hingga penjagaan lahan milik
warga sipil dilakukan oleh aparat militer. Konflik yang terjadi di Urut Sewu Kebumen,
perjuangan petani-petani Kendeng yang menolak pendirian pabrik Semen di Kawasan
nya, Kasus tambang galian C di wilayah konflik agraria di Sumberanyar, Grati
Pasuruan 2018-2019, kasus tanah Pandanwangi, Kabupaten Lumajang Jawa Timur
merupakan salah satu dari sekian banyak konflik agraria yang melibatkan sipil dengan
aparat militer.

Dalam kehidupan demokrasi yang bebas, militer tentu nya bukanlah pilihan
yang tepat untuk mengurusi urusan sipil. Militerisme tentunya mengedepankan culture
kepatuhan pada atasan yang jelas bertentangan dengan kebebasan yang menjadi ciri
khas masyarakat sipil dalam bingkai demokrasi, oleh karena itu demokrasi yang

38
meletakan hakekat manusia sebagai subyek yang bebas tidak akan pernah berjodoh
dengan militerisme yang kebalikanya. Oleh karena nya melibatkan militer dalam
mengatur urusan-urusan sipil merupakan sebuah langkah mundur kehidupan
demokrasi bernegara kita, dan bentuk penghianatan terhadap Reformasi.
Restrukturisasi TNI harus melihat pada efektivitas nya menjalankan fungsi pertahanan
dan tentunya tidak boleh bertentangan dengan agenda Reformasi TNI.

39
IURAN BPJS KESEHATAN TAK JADI DITURUNKAN MALAH DINAIKAN
: PEMERINTAH NGE-PRANK RAKYAT

Ditengah kondisi covid-19 dan ekonomi yang sedang sulit di negeri ini.
Pemerintah kembali berulah dengan membebani rakyat nya, setelah sebelumnya BBM
tidak diturunkan harganya ditengah harga minyak dunia yang sedang anjlok, kini
pemerintah dengan tega menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Padahal sebelumnya
Mahkamah Agung (MA) sudah memutuskan untuk membatalkan rencana awal
pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Namun pemerintah seolah tak bisa
dihadang keinginannya, bahkan oleh rakyatnya sendiri. Pemerintah melalui perpres
nomor 64 tahun 2020 tetap saja bersikeras ingin menaikkan iuran BPJS Kesehatan dan
mengabaikan kondisi rakyat.

Sebelumnya pemerintah melalui Peraturan Presiden nomor 75 tahun 2019


tentang jaminan kesehatan menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020 hingga
seratus persen dari yang sebelumnya pada BPJS Kesehatan kelas I sebesar Rp. 80.000
kemudian naik menjadi Rp. 160.000 dikelas yang sama. Sedangkan di kelas II dari
yang semulai iuran sebesar Rp. 51.000 kemudian naik menjadi Rp. 110.000. Dan untuk
iuran terendahnya yaitu di kelas III dari yang sebelumnya Rp. 25.500 naik menjadi Rp.
42.000.

Kemudian Perpres tersebut digugat dan diwakili oleh Komunitas Pasien Cuci
Darah Indonesia (PCDI) yang merasakan keberatan dengan naiknya iuran BPJS
Kesehatan. Gugatan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan
Judicial Review (JR) terhadap Peratuan Presiden Nomor 75 Tahun 2019, khususnya
pada pasal 34 ayat 1 dan ayat 2 tentang kenaikkan iuran BPJS Kesehatan yang mulai
berlaku 1 Januari 2020.

MA menyebutkan bahwa pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan karena


pengelolaan BPJS Kesehatan yang buruk sehingga menyebabkan keuangan BPJS
Kesehatan menjadi buruk. Dikutip dari putusan Nomor 7P/HUM/2020, masalah
pertama BPJS Kesehatan karena dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi

40
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang dilaksanakan Dewan Jaminan
Sosial Nasional ada masalah. Kedua, penyelenggaraan program jaminan sosial oleh
BPJS, yang terjadi selama dalam praktek selama ini terdapat suatu persoalan ego
sektoral di instansi terkait, overlapping aturan dan inkonsistensi instansi dalam
penegakan hukum hingga masih banyaknya tindakan tercela dan tidak terpuji baik dari
kalangan pengambil kebihakan, stakeholder, maupun masyarakat di bidang jaminan
sosial.Hal tersebut mengakibatkan dampak sistemik secara langsung kepada
masyarakat seperti diskriminasi dalam pemberian pelayanan pada pasien, pembatasan
quota dan keterlambatan dokter dari jadwal yang sudah ditentukan, pelayanan
administrasi yang tidak professional, tidak maksimal dan bertele-tele, system antrian,
ketersediaan tempat tidur untuk rawat inap, dan prosedur yang menyulitkan bagi
layanan cuci darah, fasilitas yang tidak sesuai dengan fasilitas yang tertera pada kartu,
pasien terpaksa harus menambah biaya perawatan atau pasien harus menunggu untuk
menjalani rawat inap, obat-obatan yang disediakan oleh pihak BPJS Kesehatan
semuanya adalah obat generic dan lain sebagainya.

Dalam putusan tersebut MA juga menerangkan bahwa dampak-dampak


sistemik yang harus masyarakat tanggung secara langsung merupakan akibat dari
adanya ketidakseriusan kementerian-kementerian terkait dalam berkoordinasi Antara
satu dengan yang lainnya dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing yang
berhubungan dengan penyelenggaraan program jaminan sosial ini. Juga ketidakjelasan
eksistensi Dewan Jaminan Sosial Nasional dalam merumuskan kebijakan umum dan
sinkronisasi penyelenggaraan system Jaminan Sosial Nasional, karena hingga saat ini
pun boleh jadi masyarakat belum mengetahui institusi apa itu. Selain itu, adanya
kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program
jaminan sosial oleh BPJS. Diperparah lagi dengan mandulnya Satuan Pengawas
Internal BPJS dalam melaksanakan pengawasan, sehingga menimbulkan kesan adanya
pembiaran terhadap kecurangan-kecurangan yang terjadi.

41
Menurut Ketua Majelis Supandi, kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam
pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS yang menyebabkan
terjadinya deficit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan tidak boleh dibebankan
kepada masyarakat, dengan menaikkan iuran bagi peserta PBPU dan peserta PU
sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75
tahun 2019.

Namun demikian, setelah diputuskan MA pemerintah tetap tega dan bersikeras


menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Pada tanggal 5 Mei 2020 pemerintah telah
menandatangani Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Dalam beleid tersebut, tarif iuran yang
sebelumnya mengacu pada Perpres 82 tahun 2018 karena yang Perpres Nomor 75 tahun
2019 yang dibatalkan oleh MA, iuran tersebut kini naik untuk kelas I menjadi Rp.
150.000, kelas II sebesar Rp. 100.000, sedangkan untuk kelas III pada tahun 2020
sebesar Rp. 25.500, untuk tahun 2021 dan seterusnya sebesar Rp. 35.000.

Sejak setelah putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan,


pemerintah tidak menunjukkan perilaku yang baik dan terkesan tidak taat pada putusan
MA. Hal itu terlihat dari tidak kunjung diturunkannya tarif iuran BPJS Kesehatan. Baru
pada 1 April kemudian pemerintah akhirnya merubah tarif tersebut. Tak selang lama
dari itu, pemerintah seolah berbohong dan mencederai putusan MA dengan
menerbitkan Perpres Nomor 64 tahun 2020.

Apalagi ditengah pandemi covid-19, masyarakat yang banyak kehilangan


pekerjaan karena PHK dan ekonomi yang sedang sulit. Dengan hadirnya beleid
tersebut, bagi setiap keluarga di Indonesia dengan rata-rata beranggotakan empat
orang, maka keluarga tersebut harus mengeluarkan iuaran kelas I sebesar Rp. 600.000
per bulan. Dan untuk kelas terendahnya yaitu kelas III, iuran yang harus ditanggung
setiap bulannya sebesar Rp. 140.000.

Pemerintah seharusnya tahu diri dan paham situasi. Ditengah pandemic dan
ekonomi yang sulit seperti ini seharusnya pemerintah bisa menahan diri dan tidak
terburu-buru dalam menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Apalagi sebelumnya sudah

42
diputus MA untuk dibatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Seharusnya pemerintah
lebih fokus pada akar persoalan masalah yang ada di BPJS yaitu pembenahan system
dan pengelolaan yang masih buruk sehingga membuat keuangan Dana Jaminan Sosial
(DJS) menjadi defisit. Dengan begitu sudah selayaknya pemerintah membatalkan
Perpres Nomor 64 Tahun 2020 atau akan dilakukan judicial review kembali oleh
masyarakat. Pemerintah yang salah mengelola, masyarakat yang kena getahnya dengan
semakin sengsara menanggung beban iuran BPJS Kesehatan yang kian melangit.

43
MENIMBANG REFORMA AGRARIA ALA REZIM JOKO WIDODO

Tanah merupakan aset penting dalam kehidupan manusia. Selain sebagai akses
produksi, tanah mempunyai nilai religious dan menyimpan memori bagi manusia. Ia
bukan sesuatu yang hanya bersifat komersil seperti gambaran para penganut neolib, ia
adalah hak paling dasar yang harus di miliki oleh manusia. Pentingnya tanah bagi
kehidupan manusia, founding fathers menyadari bahwa tanah memiliki nilai erat
dengan manusia sehingga memerlukan perlindungan dan penghormatan dari negara.
Kesadaran itu yang kemudian membuat Soekarno dengan gagasan populismenya
mencanangkan land reform sebagai perbaikan atas tata kuasa kepemilikan tanah yang
didasarkan pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 194598.

Semenjak Undang-undang Pokok Agraria 1960 disahkan, Soekarno memuali


perbaikan tata kuasa kepemilikan lahan dengan melakukan redistribusi tanah sebanyak
581.947 ha dalam tiga tiga tahapan yang tersebar diberbagai daerah, termasuk di luar
pulau Jawa 99 . Hal ini diupayakan untuk menghapus kemiskinan dan memberikan
kesejahteraan dengan adanya akses produksi.

Namun sayangnya, tahun-tahun berikutnya hal ini di tentang oleh kelompok


penguasa militer lokal, yang sebagian besar menguasai tanah dalam jumlah besar. Situasi
politik berganti, pemerintahan Soekarno diganti dengan Orde Baru yang berimbas pada
kebijakan agraria. Pada masa Soeharto, ia sama sekali tidak meneruskan reforma
agraria dan justru mengabaikan UUPA 1960 yang telah disahkan100. Rezim berganti
dan tentu politik agraria yang dijalankan juga berbeda. Lahirnya Tap MPR Nomor IX
Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
menandakan babak baru bagi reforma agraria. Secara spesifik pada Pasal 5 Ayat (1)
disebutkan tentang pentingnya menata kembali struktur agraria yang telah ada.

98 Yance Arizona, Konstitusionalisme Agraria, (Yogyakarta : STPN Press, 2014) hlm. 34


99 Noer Fauzi Rahman, Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria di
Indonesia, (Yogyakarta : Insist Press, 1999) hlm. 147

44
Gayung bersambut, rezim-rezim berikutnya tetap mengusung reforma agraria
sebagai modal untuk mendaptkan kekuasaan. Periode pertama kepemimpinan Jokowi
mengusung reforma agraria dalam nawacitanya. Redistribusi tanah 9 juta hektar
termuat dalam janji politiknya dan juga dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2014- 2019 101 . Di periode keduapun rezim Jokowi
masih mengelu-elukan sertifikasi sebagai bagian dari reforma agraria yang diandalkan.

Akan tetapi hal tersebut kontraproduktif dengan berbagai kebijakan yang rezim
Jokowi keluarkan. UU Minerba, RUU Pertanahan yang meski dicabut tergantikan
dengan Omnibus Law yang justru di dalamnya tidak memuat perbaikan-perbaikan tata
kuasa dan tata kelola kepemilikan lahan, bahkan melanggengkan ketimpangan. Apakah
rezim Jokowi tetap melaksanakan cita-cita pendiri bangsa dengan memandatkan
reforma agraria sebagai jalan?

Pembahasan

Ketimpangan Alokasi dan Distribusi sebagai Akar Persoalan

Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 secara eksplisit menjelaskan bahwa bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan diperuntukkan
sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Negara sebagai institusi yang memegang
kendali kekuasaan mempunyai tanggung jawab besar dalam mengalokasikan dan
mendistribusikan sumber- sumber agraria untuk mewujudkan pemerataan ekonomi
dan kesejahteraan.
Namun sayangnya, selama 60 tahun UUPA disahkan, tak kunjung ada
perbaikan atas ketimpangan pemilikan tanah. Data sensus pertanian 2013 102
menyebutkan bahwa konsentrasi rumah tanggap petani (RTP) berada di pulau Jawa
dengan hanya menguasai lahan sebesar 5,03 juta hektar. Hal ini mengisyaratkan

101 Kantor Staff Presiden Republik Indonesia, Pelaksanaan Reforma Agraria: Arahan Kantor
Staff Presiden : Prioritas Nasional Reforma Agraria dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2017, (Jakarta: Kantor Staff Presiden, 2017), hlm. 14
102 Penulis menggunakan data sensus 2013 karena merupakan data sensus yang terbaru.

Sensus pertanian dilaksanakan selama sepuluh tahun sekali dan akan dilaksanakan
kembali pada tahun 2023

45
bahwa penguasaan lahan rata-rata di pulau Jawa cukup kecil yaitu hanya 0,37 hektar
setiap RTP. Hal ini juga menandakan bahwa sebagian besar RTP di Jawa adalah
petani miskin atau petani gurem103. Sedangkan penguasaan lahan terbesar berada di
pulau Sumatera dengan luasan 09,3 hektar dan hanya dikuasai oleh 6,29 juta jiwa.
Di aspek lain data dari sensus 2013 mampu menceritakan ketimpangan
distribusi dengan jelas. Data yang diolah oleh Sajogyo Institut menunjukkan bahwa
sesungguhnya hampir 88% petani di Indonesia masuk kedalam kategori petani
miskin yaitu dengan catatan terdapat 87.96% RTP pada golongan petani miskin
dengan menguasai lahan rata-rata 0,45 hektar. Sedangkan 12,04% RTP merupakan
petani kaya dengan rata-rata penguasaan lahan 3.87 hektar. Fakta yang bisa ditarik
selaniutnya adalah 54,29% luas lahan pertanian rakyat dikuasai oleh sebagian kecil
petani, 12,04% merupakan petani kaya. Data menarik juga menunjukkan penurunan
atau hilangnya jumlah rumah tangga petani sebesar 11,6 juta RTP. Lantas
kemanakah 11,6 juta RTP tersebut? Apakah beralih kepada sektor non-pertanian?.
Jika diasumsikan 11,6 juta RTP tersebut adalah petani gurem dan tunakisma, maka
bisa jadi mereka berubah menjadi pekerja di sektor informal dan menjadi barisan
lontang-lantung di perkotaan (Sumber : Final Programmatic Report Sajogyo RPJMN
Study).

Data tersebut juga menunjukkan bahwa hilangnya generasi petani bukan


sebatas disebabkan oleh turunnya minat generasi muda untuk menggeluti bidang
pertanian. Melainkan keterbatasan atas akses produksi juga menyebabkan turunnya
minat, karena tidak menguntungkan dengan mengelola lahan terbatas. Sehingga

103 Tipe golongan beradasarkan pada luasan penguasaan lahan yang diacu oleh BPS
meliputi :

1) Petani Tunakisma, petani yang tidak menguasai tanah pertanian sama sekali
(landless)
2) Petani Gurem mengacu pada RTP yang penguasaan tanah pertaniannya tidak lebih
dari 5000 m 2 (0,5 hektar)
3) Petani menengah, petani yang menguasai tanah pertanian 0,51 hektar hingga 200
hektar
4) Petani besar, petani yang menguasai tanah dengan luasan 200 hektar hingga 300
hektar dan diatasnya.

46
perlu untuk dilakukan perataan dan distribusi sumber-sumber agraria teruma tanah.

Situasi yang Jauh dari Perbaikan Tata Kuasa dan Tata Kelola
Data yang menunjukkan timpanganya penguasaan pemilikan tanah tidak
lantas memberikan kebijakan untuk mendistribusikan tanah-tanah negara, eks HGU,
tanah-tanah Perhutani maupun tanah terlantar. Pemerintah melalui alat paksanya
(Militer dan POLRI) justru memberangus masyarakat yang mencoba memanfaatkan
tanah-tanah terlantar, perhutani maupun tanahnya sendiri. Kasus terdekat dari
Semarang adalah masyarakat Surokonto Wetan, Kabupaten Kendal yang justru
dikriminalisasi karena menggarap tanah yang dinilai pemerintah sebagai milik
perhutani juga masyarakat Urut Sewu, Kabupaten Kebumen yang menggarap
tanahnya sendiri justru dipaksa pergi oleh militer. Padahal mereka adalah masyarakat
mandiri yang mendapatkan kesejahteraan dari tanah-tanah yang mereka garap.
Ketimpangan atas penguasaan dan pengelolaan sumber daya inilah yang
kemudian turut menjadi faktor utama penyebab munculnya konflik-konflik agraria.
Berdasarkan catatan akhir tahun konsorsium pembaruan agraria tahun 2019,
menunjukkan bahwa dibandingkan dengan tahun lalu (2018), yaitu 410 kejadian
konflik, memang terjadi penurunan jumlah letusan konflik agraria di tahun ini
(2019). Akan tetapi, jika dilihat dari luasan wilayah yang terdampak konflik dan
jumlah keluarga yang terdampak, mengalami peningkatan. Termasuk apabila di lihat
dari eskalasi kekerasan, jumlah petani, masyarakat adat, dan aktivis yang ditangkap
karena mempertahankan hak atas tanahnya, tahun ini (2019) mengalami peningkatan
drastis104.

Disamping itu, juga terjadi konversi lahan pertanian ke non-pertanian secara


besar- besaran. Diperkirakan ada sekitaran 150 ribu hektar lahan pertanian berkurang
tiap tahunnya, sehingga semakin semakin mempersempit lahan105. Pada sisi lain luas

104 https://kbr.id/nasional/01-2020/kpa korban_konflik_lahan_meningkat_sepanjang_2019/101852.html,


diakses pada tanggal 20 November 2020 pukul 10.52 WIB
105
https://www.beritabersatu.com/2020/03/02/tiap-tahun-150-ribu-hektar-lahan-pertanian-
berkurang-kenapa/, diakses pada tanggal 20 November 2020 pukul 21.33 WIB.

47
lahan kritis makin meningkat, terjadi degradasi lahan pertanian dengan laju 2,8 juta
ha/tahun (khususnya lahan sawah). Hal membuat tidak masuk di akal kebijakan Food
Estate rezim Jokowi. Pembukaan lahan seluas 178 ribu hektar di Kabupaten Kapuas
dan Kabupaten Pulau Pisang untuk dijadikan basis produksi bahan pangan tentu tidak
relevan selama pemerintah terus melakukan alih fungsi lahan pertanian untuk
dijadikan sektor industri, seperti kasus PT. Semen Indonesia di Kendeng misalnya.

Selain itu, di bawah bendera rezim infrastruktur Jokowi, sertifikasi adalah


program yang dinilai dapat menyelesaikan persoalan ketimpangan pemilikan lahan
dan bagian dari reforma agraria sejati. Pemberian sertifikat yang telah jelas
kepemilikannya tentu tidak memberikan perbaikan terhadap tata kuasa kepemilikan
tanah. Apalagi jika itu berada di tanah konflik yang belum selesai persoalannya.
Tentu, hal tersebut akan memperparah konflik yang ada. Kasus perebutan tanah yang
dilakukan oleh TNI AD di Urut Sewu misalnya, yang bahkan menegasikan konflik
yang ada.

Apalagi, dalam penyelesaian berbagai konflik pemerintah cenderung


menggunakan jalur kekerasan dengan alat kuasanya, tak jarang hal ini memakan
korban jiwa. Setidaknya dalam kurun waktu 2014-2018 periode awal kepemimpinan
Jokowi KPA mencatat terdapat 41 orang diduga tewas, 546 orang dianiaya dan 51
orang tertembak106. Bahkan, pelaku-pelaku penganiayaan juga merupakan anggota
militer dan POLRI. Pelibatan-pelibatan aparat militer dalam menyelesaikan konflik
merupakan pendekatan keliru yang dipakai oleh negara.

Kekuatan negara yang berselingkuh dengan pemodal dan kepenitingan elit


penguasa telah melumpuhkan masyarakat sipil. Kekuatan-kekuatan negara yang
seharusnya mampu menghalang eksploitasi pemodal dan kepentingan-kepentingan
oligark justru dibalik perannya untuk melindungi bisnis. Selain itu untuk

106
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190104084604-20-358395/konflik-agraria-
di-era-jokowi-41-orang-tewas-546-dianiaya, Di akses pada tanggal 20
November 2020 pukul 20.50 WIB.

48
memperlancar jalannya investasi dan perselingkuhan dengan pemodal, rezim ini
membentuk kebijakan-kebijakan yang mengebiri hak-hak masyarakat sipil. Dalam
Pasal 127 Omnibus Law misalnya, perpanjangan massa HGU menjadi 90 tahun tentu
memberikan dampak terakumulasinya tanah dalam jumlah kepada segelintir orang
dengan waktu yang sangat lama. Hal ini jelas tidak senafas dengan mandate UUPA.

Hal-hal diatas menunjukkan kepada kita bahwa rezim Jokowi hari ini gagal
dalam mewujudkan agenda reforma agraria. Ketimpangan lahan yang berujung
konflik masih terus terjadi ditambah dengan munculnya kebijakan-kebijakan yang
tidak pro terhadap rakyat kecil membuat rezim ini semakin jauh dari cita-cita
mensejahterakan rakyat kecil.

Untuk mewujudkan reforma agraria sejati tentu membutuhkan komitmen yang


kuat. Pertama, ia harus berani mengambil langkah tegas untuk mendistribusikan
tanah-tanah negara kepada rakyat yang tidak memiliki tanah ataupun luasan tanahnya
tidak sepadan dengan amanat UUPA. Kedua, selain perbaikan tata kuasa juga perlu
dilakukan langkah perbaikan tata kelola, membuat pendidikan kolektif kepada
masyarakat untuk menggerakan ekonomi kolektif, Serikat Tani Kota Semarang
sebagai contoh. Reforma agrarian sebagai jalan perlu dimaknai ulang tidak sebatas
pengukuhan hak milik seperti program sertifikasi atau juga bagi-bagi tanah seperti
program redistribusi. Tetapi bagaimana membuat rakyat berdaulat atas tanahnya.

49
MENERKA MERDEKA BELAJAR ALA NADIEM : BENAR MERDEKA
ATAU HANYA SLOGAN?

“Setiap Warga negara berhak mendapatkan pendidikan”

Pasal 31 ayat 1 UUD 1945

a) Problematiknya Pendidikan di Indonesia di Era Pandemi

Pendidikan dalam esesnsinya merupakan langah paling berdab untuk


mendidik generasi sebagai bekal dalam melanjutkan estafet
kepemimpinan di masa depan. Anak muda sebagai tonggak masa depan
suatu bangsa haruslah dibekali dengan pondasi pendidikan yang kuat
agar kelak bisa membawa maju suatu bangsa serta bijak dalam
mengambil langkah. Sejarah mencatat anak muda adalah pelaku utama
dalam peristiwa sejarah, menggulingkan generasi tua yang problematik
serta berpegang pada prinsip kekolotan. Indonesia sebagai bangsa besar,
selayaknya lebih mengedepankan pada aspek pendidikan sebagai hal
utama untuk membentuk generasi penerus yang tangkas dan mudah
beradaptasi dengan zaman. Masa pandemi Covid-19 sekarang ini
membuktikan bahwasanya pendidikan di Indonesia itu sangat
problematik dan bermasalah. Hal itu dibuktikan betapa susahnya para
pendidik dalam hal ini terkait dengan penggunakan tekhnologi yang
muaranya adalah pemberian tugas sebagai gantinya tanpa berusaha
menerangkan substansi ilmu terlebih dahulu. Bagaimana bisa seorang
siswa atau mahasiswa mengerti materi pembelajaran jika hanya diberi
tugas tanpa diberikannya suatu pengertian yang kongkret tentang
pemecahan suatu masalah tersebut. Penguasaan tekhnologi dalam sektor
pendidikan nampaknya menjadi masalah serius yang harus segera
dibenahi oleh pemangku kebijakan dalam hal ini adalah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Kemendikbud harus bekerja keras untuk
mengatasi angka buta tekhnologi khususnya bagi tenaga pengajar

50
sekolah dasar dan menengah. Penguasaan tekhnologi sejak dini akan
berimplikasi mudahnya dalam beradaptasi dengan kemajuan zaman yang
semakin cepat dan tanpa batas, terlebih merujuk pernyataan Mendikbud
RI, Nadiem Makarim yang akan mempatenkan pengajaran jarak jauh
atau PJJ. Problema kedua dalam sektor pendidika khususnya dalam hal
penerapan PJJ ini adalah tidak terkoneksinya seluruh wilayah di
Indonesia dengan Internet. Padahal dalam rangka pemenuhan PJJ hal
yang terpenting adalah koneksi internet yang memadai. Pembangunan
infrastruktur internet yang tidak merata di seluruh Indonesia khususnya
di daerah pedesaan dan pelosok justru mempersulit siswa atau mahasiswa
dalam mengikuti PJJ. Bahkan di beberapa daerah guru-guru harus
bersafari ke rumah-rumah muridnya akibat tidak memungkinkannya
pembelajaran dengan menggunakan metode PJJ, disamping tidak
terkoneksi internet juga masalah tidak memiliki gadget sebagai alat
dalam mengakses PJJ. Pemerintah harusnya jika benar ingin
mematenkan penggunaan PJJ harus mengkoordinasikan antara dua
kementerian, yaitu Kemendikbud dalam urusan pendidikan dan
penciptaan kurikulum serta Kemkominfo sebagai yang bertanggung
jawab dalam membuat arus lalu lintas informasi dan koneksi internet.
Jangan sampai PJJ yang seharusnya digunakan untuk mempermudah
akses pendidikan khususnya di masa pandemi ini, justru menjadi alat
yang menyusahkan siswa dan mahasiswa akibat tidak mendukungnya
sarana yang disediakan oleh Pemerintah untuk mengakses PJJ tersebut.
Segera bangun arus lalu lintas informasi dan internet ke seluruh
Indonesia bahkan sampai ke pelosok agar semua anak di Indonesia dapat
mengakses pendidikan berbasis PJJ ini tanpa ada keluhan adanya sinyal
yang jelek dan justru mempersulit anak didik dalam mengakses
pendidikan yang seharusnya menjadi hak bagi setiap warga negara tanpa
terkecuali. Pemerintah bertanggung jawab dalam setiap pemenuhan
akses pendidikan tanpa terkecuali, karena pendidikan merupakan hak

51
dasar warga negara yang harus diwujudkan dan ditegakkan,
pembentukan ekosistem yang ramah pendidikan dan juga pemberian
fasilitas yang memadai harus diwujudkan oleh Pemerintah sebagai
pemegang mandat rakyat.

b) Hilangnya esesnsi perwujudan pasal 31 ayat 1 dan 2 UUD 1945


Saat kita membicarakan kunci pendidikan di Indonesia sudah
terpampang nyata dalam pasal 31 ayat 1 UUD ’45 “Setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan”, dalam pasal tersebut jelas disebutkan
pendidikan merupakan hak setiap warga negara, hak yang seharusnya
diberikan dan didapatkan oleh setiap warga negara tanpa terkecuali, tanpa
memandang background sosial, tanpa memandang ras, dan semua bentuk
diskriminasi lainnya. Pemerintah adalah penanggung jawab dalam hal
mewujudkan sistem pendidikan yang berkeadilan serta multikultural.
Pendidikan adalah salah satu hak dasar yang harus didapatkan oleh setiap
warga negara, selain sandang, papan, dan pangan. Dengan adanya
pendidikan bisa menjadi jalan bagi setiap orang bermimpi dan
mewujudkan cita-citanya, dengan pendidikan yang dapat dijangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat membuat setiap keluarga miskin memimpikan
kesuksesan di masa depan, dengan adanya pendidikan murah di Indonesia
dapat menciptakan generasi penerus yang kuat dan berintelek untuk
membawa perubahan bagi suatu bangsa. Pendidikan tidak seharusnya
hanya dapat dijangkau oleh orang yang ber-uang saja, melainkan juga oleh
setiap orang tanpa terkecuali. Saat kita bicara pendidikan hanya bisa
diakses oleh orang yang memiliki banyak uang, kita asumsikan bahwa
pendidikan telah berjalan kearah yang salah dengan menjadi komoditas
pencari profit alih-alih sebagai tempat menciptakan para cendekiawan.
Dalam pasal 31 ayat 2 UUD ’45 juga disebutkan, “Setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”,
Konstitusi negara kita dengan lantang telah menyebutkan bahwasanya

52
setiap warga negara wajib mengikuti dan memperoleh pendidikan dasar
serta pemerintah bertanggung jawab dalam membiayainya. Maksud dari
ayat tersebut sungguh nyata jikalau pendidikan dasar selama 12th itu
adalah suatu kewajiban yang harus diakomodasi oleh negara dan oleh
sebab itu pemerintah harus menciptakan sistem pendidikan yang inklusif
yang mudah dan dapat dijangkau oleh siapa saja. Dalam pembukaan UUD
’45 juga disebutkan “mencerdaskan kehidupan bangsa” yang kaitannya
sudah jelas bahwa pendidikan dalam penerapannya digunakan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, hal ini sejalan dengan tujuannya yaitu
menciptakan generasi penerus yang berintelektual yang bisa
menggerakkan kemajuan bagi bangsa apalagi mimpi Presiden Jokowi
tahun 2045 saat Indonesia mencapai umur 100th, Indonesia harus menjadi
negara maju. Maka jika ingin negara maju, pemerintah harus segera
memperbaiki sistem pendidika di Indonesia, ciptakan pendidikan yang
dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan juga penciptaan
pendidikan yang berorientasi pada ilmu bukan profit. Jadikan pendidikan
itu sebagai kewajiban bagi warga negara, bukan malah sebagai privillege
yang hanya dapat dijangkau oleh segelintir orang.
c) Merdeka Belajar : Kampus Merdeka Ala Nadiem
Nadiem Makarim, sosok muda yang diharapkan bisa mengubah wajah
pendidikan Indonesia saat ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dalam kabinet Presiden Jokowi periode kedua. Berbekal
sebagai salah satu pimpinan start-up transportasi terbesar berbasis aplikasi
yaitu Gojek, Nadiem diharapkan menciptakan gebrakan baru dalam sistem
pendidikan di Indonesia, seperti halnya ketika dirinya menggebrak
industri transportasi di Indonesia dengan menciptakan Gojek. Langkah
awal Nadiem ketika menjabat Mendikbud adalah mencetuskan konsep
“Merdeka Belajar : Kampus Merdeka” dalam ranah pendidikan tinggi.
Konsep Merdeka Belajar : Kampus Merdeka menurut Kemendikbud
berprinsip pada otonomi perguruan tinggi dan menciptakan perubahan

53
paradigma pendidikan agar menjadi lebih inovatif dan mandiri107. Selain
itu konsep Kampus Merdeka ini juga menyisir perubahan fundamental
yaitu tentang kemudahan bagi PTN dan PTS terakreditasi A dan B untuk
membuka program studi baru (Permendikbud No.7 Tahun 2020 pasal 24),
perubahan proses akreditasi PT (Permendikbud No.5 Tahun 2020),
kemmudahan perubahan PTN BLU menjadi PTN BH (Permendikbud
No.4 Tahun 2020), dan Hak belajar 3 semester diluar prodi (Permendibud
No.3 Tahun 2020 pasal 14 No.5). Keempat kebijakan tersebut oleh
Kemendikbud diharapkan dapat mengubah wajah pendidikan khususnya
di lingkup perguruan tinggi. Akan tetapi jika dicermati program tersebut
sangat riskan dan akan menimbulkan kebingungan baik pada perguruan
tinggi sendiri maupun pada mahasiswa. Hal ini lantaran pengaturan yang
diberikan tidak cukup untuk mengakomodasi pertanyaan yang dialami
oleh mahasiswa sebagai objek dalam percobaan kebijakan ini. Seperti
halnya tentang hak belajar diluar prodi, disamping sisi memberikan
kesempatan mahasiswa belajar di kampus dan prodi lain, akan tetapi
koordinasi yang dilakukan dalam mencakup aspek penilaian akan menjadi
kendala di lapangan karena pembelajaran tidak diawasi secara langsung
oleh dosen yang menilai dan prakteknya ini akan berjalan cukup lama
sehingga dosen tidak dapat secara langsung mengawasi perkembangan
anak didiknya. Merujuk pada Permendikbud No.3 pasal 14 ayat 5 dan
Permendikbud No.3 pasal 15 ayat 1 proses pembelajaran yang dilakukan
oleh Mahasiswa yang ingin mengambil hak 3 semseter belajar diluar
program studi maupun di kampus lain dikelompokkan kedalam bentuk
pembelajarannya yang terdiri dari sebagai berikut :
1. Pertukaran pelajar
2. Magang atau praktik kerja

107 Kemdikbud (24 Januari 2020). Kebijakan Merdeka Belajar 2: “Kampus Merdeka”. diakses
dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/01/kebijakan-merdeka-belajar--
kampus-merdeka

54
3. Asistensi mengajar di satuan pendidikan
4. Penelitian atau riset
5. Proyek Kemanusiaan
6. Kegiatan kewirausahaan
7. Studi proyek independen
8. KKN tematik

Semua bentuk pembelajaran diluar prodi digunakan atau


bertujuan untuk meningkatkan kompetensi lulusan baik hardskills
maupun softskills agar siap dan relevan digunakan dalam dunia kerja108.
Masalah selanjutnya adalah soal kemudahan perubahan PTN-BLU
menjadi PTN-BH, hal ini akan berbahaya jika hanya dibiarkan saja oleh
Pemerintah apalagi dipermudah dengan alasan otonomi, ini
dikhawatirkan karena Kampus yang berbentuk PTN-BH harus mencari
sumber pendanaan secara mandiri akan terus menarik besaran biaya
yang besar khususnya kepada mahasiswa jalur ujian mandiri. Jika tidak
diawasi maka PT cenderung akan berubah menjadi institusi pengejar
profit. Apalagi ditambah dengan adanya kebebasan belajar diluar prodi
termasuk magang, ini akan mempermudah Perusahaan mendapat
pekerja tanpa mengeluarkan cost lebih untuk mengadakan open
recruitment pegawai. Dalam hal kemudahan perubahan PTN-BLU
menjadi PTN-BH akan memperburuk lagi dan mengakibatka PT lebih
bebas dalam menentukkan besaran pungutan sumbangan pembangunan
institusi (SPI) yang dikeluarkan melalui Permenristekdikti No.39 Tahun
2017 pasal 8 yang kini menjadi problem besar karena menjadi salah satu
penghambat calon mahasiswa untuk melanjutkan pendidikannya
lantaran adanya uang pangkal yang harus dibayarkan diluar batas

108 Dirjen Dikti Kemendikbud (April 2020). Buku Panduan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka.
diakses dari http://dikti.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2020/04/Buku-
Panduan-Merdeka-Belajar-Kampus-Merdeka-2020
108 CNN Indonesia (31 Januari 2020). Pengamat kritisi kebijakan

55
kemampuan orang tua. Sudah berapa banyak mahasiswa yang gagal
melanjutkan studi gara-gara terganjal pungutan tersebut. Alih-alih
Pemerintah mengeluarkan kebijakan penyelesaian sengketa tersebut,
akan tetapi Pemerintah malah mengeluarkan kebijakan Merdeka
Belajar-Kampus Merdeka yang muaranya lebih menjadikan Mahasiswa
sebagai komoditas pekerja dan sapi perah kapitalis. Kebijakan tersebut
agaknya kurang etis untuk dikeluarkan melihat ada banyak masalah
yang lebih urgent yang mestinya diselesaikan baik itu kebebasan
berekspresi, pemberian pungutan atau ukt diluar kemampuan
mahasiswa oleh kampus, dan bentuk lainnya yang lebih parah, termasuk
juga pembubaran diskusi serta penghapusan bentuk pungutan lain diluar
UKT.

d) Kritikan terhadap kebijakan Merdeka Belajar : Kampus Merdeka


Nadiem
Seperti halnya setiap kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah pasti
akan menghadirkan pro-kontra di kalangan masyarakat dan akademisi,
apalagi hal ini menyangkut tentang pendidikan dimana banyak organ yang
terlibat didalamnya yaitu kampus, dosen, dan mahasiswa. Sehingga
khusus dalam penerapan kebijakan pendidikan hendaknya harus dibuat
matang serta tidak menimbulkan mispersepsi dan salah kebijakan.
Menurut Indra Chariasmiadji, seorang pengamat pendidikan dari Center
of Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) yang
dilansir dari portal berita CNN Indonesia, setidaknya ada dua kelemahan
dalam kebijakan Kampus Merdeka ala Nadiem ini. Pertama, kebijakan
Merdeka Belajar Nadiem ini belum menyentuh pada aspek SDM itu
sendiri, khususnya pada kualitas guru dan dosen. Lebih lanjut beliau
menjelaskan bahwa seharusnya Mendikbud menciptakan suatu kebijakan
yang bisa mentransformasi pendidikan secara nyata, bukan malah seolah
hanya mengeluarkan kebijakan yang justru tidak menyentuh akar

56
permasalahannya. Menurut Indra lebih lanjut menerangkan bahwasanya
problem utama pendidikan di Indonesia adalah tidak meratanya kualitas
guru dan dosen di Indonesia, sehingga harusnya hal pertama yang patut
dibenahi terlebih dahulu yaitu menyamaratakan kualitas pendidik di
Indonesia baik yang di Jawa maupun di luar Jawa sehingga tidak
menimbulkan gap kualitas pendidikan yang terlalu jauh antar daerah di
Indonesia. Kritik kedua yaitu tentang Perguruan Tinggi akreditasi A dan
B membuat atau membuka prodi baru asalkan punya kerja sama dengan
organisasi kelas dunia. Hal ini menurutnya jika situasi pendidikan dalam
negeri tidak diperbaiki terlebih dahulu justru akan mengakibatkan
munculnya pemikiran komersil di Perguruan Tinggi serta membuka celah
bagi oknum Perguruan Tinggi untuk jualan prodi ke mahasiswa109. Lebih
lanjut menurut Ubaid Matraji dari Koordinator Nasional Jaringan
Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang dilansir dari portal berita
Tirto, mengatakan bahwasanya kebijakan Nadiem ini terkesan pro
terhadap pasar bebas, khususnya dalam kebijakan tentang kemudahan
PTN-BLU berubah menjadi PTN-BH. Ubaid menyatakan bahwasanya
PTN-BH merupakan bentuk komersialisasi pendidikan yang mengekslusi
anak-anak dari kalangan tidak mampu. Kebijakan mempermudah PTN
menjadi PTN-BH berarti secara langsung memperluas praktik
komersialisasi pendidikan110. PTN-BH dengan dalih memperluas otonomi
pendidikan dan mencari dana secara mandiri justru akan mejadikan
terjadinya praktik-praktik komersialisasi dan pungutan uang yang semakin
besar yang harus dibayarkan mahasiswa untuk mengakses pendidikan
tinggi dan ini secara langsung mengkhianati isi dari pasal 31 ayat 1 yang
berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Dalam

109 CNN Indonesia (31 Januari 2020). Pengamat kritisi kebijakan “gimik” kampus merdeka ala
Nadiem. diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200131070707-20-
470343/pengamat-kiritisi-kebijakan-gimik-kampus-merdeka-ala-nadiem
110 Haris Prabowo (29 Januari 2020). Pro dan Kontra atas kebijakan ‘Kampus Merdeka’

Nadiem. diakses dari https://tirto.id/pro-dan-kontra-atas-kebijakan-kampus-merdeka-


nadiem-evs2

57
bukunya yang berjudul Melawan liberalisme pendidikan yang ditulis oleh
Darmaningtyas dkk menjelaskan bahwa PTN-BH ini muncul pertama kali
pasca-reformasi yang pada dasarnya melepaskan tanggung jawab negara
menjamin pendidikan bagi warga negaranya111. Kebijakan Nadiem secara
besar menyisir dua dampak besar yaitu tentang pasar bebas dan pro
liberalisasi pendidikan serta berorientasi pada penciptaan lulusan
perguruan tinggi yang dijadikan pekerja dalam industri. Kebijakan ini
sangat berbahaya karena semakin mengekang kebebasan mahasiswa dan
justru membuat para mahasiswa menjadi komoditas pekerja industri dan
perusahaan alih-alih memberi kebebasan mahasiswa dalam menentukan
langkah geraknya sendiri. Dalih otonomi Perguruan Tinggi yang
mempunyai maksud perluasan komersialisasi pendidikan juga berbahaya
karena akan semakin memepersulit warga negara mengakses pendidikan
tinggi dan pendidikan tinggi kelak hanya akan dapat dijangkau oleh orang-
orang ber-uang tanpa memeberi kesempatan yang sama bagi mereka yang
kekurangan. Pendidikan tinggi akan menjadi institusi pendidikan esklusif
alih-alih menjadikannya sebagai institusi yang inklusif yang bebas dan
menerima mahasiswa dari kalangan apapun.

111 Darmaningtyas dkk (2014). Melawan Liberalisme Pendidikan. Penerbit Madani

58
PETANI MATI DI LUMBUNG PADI

a) Sejarah Hari Tani

Hari tani diawali dengan perjuangan tanpa henti para petani yang terus
memperjuangkan hak mereka atas tanah pertanian yang digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dahulu pergolakan
agraria antara para petani diawal kemerdekaan begitu besar akibat tidak adanya
legitimasi hukum atau Undang-Undang yang mengatur tentang hak kepemilikan
tanah. Untuk itu Pemerintah pada masa itu mencoba menyusun suatu Undang-
Undang tentang Reforma Agraria untuk menyelesaikan sengketa antar petani pada
masa itu. Pembahasan pertama RUU tersebut diawali dengan Panitia Yogya tahun
1948, akan tetapi mengalami kegagalan. Setelah itu pergantian Panitapun
dilakukan silih berganti dari Panitia Agraria Jakarta 1952, Panitia Suwahyo 1956,
Panitia Sunaryo 1958, dan Rancangan Sudjarwo 1960, akan tetapi belum juga
berhasil menciptakan suatu kesepakatan soal terbentuknya RUU Reforma Agraria
yang baru. Namun pada akhirnya setelah pergulatan panjang selama 12 tahun,
RUU tentang Reforma Agraria berhasil Dibentuk berkat koordinasi dari Menteri
Pertanian Soenaryo bekerja sama dengan Departemen Agraria, Panitia Ad-Hoc,
dan Universitas Gadjah Mada. pada tanggal24 September 1960 RUU tersebut
akhirnya disetujui oleh DPR dan disahkan oleh Presiden Soekarano menjadi UU
No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau secara
lazim disebut UUPA. Kemudian tiga tahun setelah disahkannya UUPA, pada
tanggal 26 Agustus 1963 Presiden Soekarno menetapkan tanggal 24 September
menjadi Hari Tani lewat SK No 169/1963.

b) Sudahkah Petani Berdaulat?

Indonesia merupakan sebuah negara agraris yang sebagian besar mata


pencaharian masyarakatnya bekerja di sektor pertanian. Pertanian di Indonesia
juga menjadi salah satu pilar terwujudnya ketahanan pangan karena berperan

59
besar dalam suplai bahan makanan kepada seluruh rakyat Indonesia yang
berjumlah 270 juta lebih. Akan tetapi melihat realita Indonesia sebagai negara
agraris tapi masih juga melakukan import beras demi mencukupi kebutuhan
pangan dalam negeri telah membuktikan bahwa Pemerintah melakukan tata
kelolaan pertanian yang buruk dan kedaulatan petani belum sepenuhnya terwujud.
Hal tersebut diperparah dengan berkurangnya lahan pertanian tiap tahunnya
sebesar 150.000 hektar yang berimplikasi terjadinya penurunan hasil pertanian
dalam negeri serta berdampak juga terhadap menurunnya tingkat kesejahteraan
petani. Menurut data Kementerian ATR/BPN luas lahan tanah persawahan
nasional pada tahun 2019 mengalami penurunan 287.000 hektar jika
dibandingkan pada tahun 2013. Data dari BPS juga menunjukkan terjadinya
penurunan di sektor hasil pertanian nasional, seperti luas panen padi pada 2019
diperkirakan sebesar 10,68 juta hektar atau mengalami penurunan sebanyak
700,05 ribu hektar atau 6,15 persen dibandingkan tahun 2018, produksi padi pada
2019 diperkirakan sebesar 54,60 juta ton atau mengalami penurunan sebanyak
4,60 juta ton atau 7,76 persen dibandingkan tahun 2018. Kemudian Jika produksi
padi pada tahun 2019 dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan
penduduk, produksi beras pada 2019 sebesar 31,31 juta ton atau mengalami
penurunan sebanyak 2,63 juta ton atau 7,75 persen dibandingkan tahun 2018.

c) Petani Dan Ancaman Krisis Pangan

Seperti yang kita ketahui ancaman krisis pangan di Indonesia semakin


mencuat akhir-akhir ini ditambah datangmya pandemi Covid-19 yang
menghantam Indonesia sejak bulan Maret dan entah sampai kapan pandemi ini
akan berakhir. Krisis pangan ini tidak bisa dianggap sepele, karena pangan adalah
hal yang sangat esential bagi kehidupan. Pengurangan lahan pertanian yang
ekstrem bahkan sudah terjadi sejak sebelum pandemi datang dan ini berimplikasi
menurunnya produksi pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan
dalam negeri. Saat pandemi angka kemiskinan meningkat tajam setelah terjadinya
angka phk besar-besaran, hal ini membuat Pemerintah harus berperan aktif

60
khususnya dalam melakukan pemenuhan kebutuhan hidup rakyatnya dan yang
paling esential adalah soal pangan. Bagaimana bisa Pemerintah melakukan
pemenuhan pangan saat terjadinya penurunan angka lahan dan produksi
pertanian, ditambah kebijakan Pemerintah sendiri yang tidak ramah lingkungan
dengan melakukan penggusuran lahan pertanian untuk infrastruktur. Salah satu
rencana Pemerintah paling absurd dalam rangka pengentasan ancaman krisis
pangan akibat Covid-19 ini adalah mencetak sawah di lahan gambut. Lahan
gambut bukanlah lahan yang cocok untuk tanaman padi dan justru hal tersebut
akan merusak ekosistem ditanah gambut. Menko Perekonomian, Airlangga
Hartanto menegaskan lokasi lahan gambut yang akan dialih fungsikan menjadi
lahan pertanian adalah di Kalimantan Tengan dengan lahan yang disiapkan adalah
300 hektar, dengan 200 hektar lahan tersebut milik BUMN. Pengalih fungsian
lahan tersebut tak akan bisa mengentaskan Indonesia dari ancaman krisis pangan
yang sudah di depan mata, hal ini didasari atas lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan perubahan struktur lahan gambut supaya bisa ditanami padi.
Cara yang paling efektif dalam menghadapi ancaman tersebut adalah rakyat bahu
membahu untuk melakukan penanaman sendiri tanpa mengharap bantuan dari
Pemerintah dan ini sudah banyak terjadi dengan munculnya serikat-serikat
pertanian yang melakukan penanaman di daerah perkotaan dalam mengantisipasi
krisis pangan.

d) Konflik Agraria Yang Melibatkan Para Petani


- Kasus Petani Urutsewu
Kasus ini melibatkan kepentingan warga Urutsewu selaku pemilik
lahan pertanian yang diklaim oleh Pemerintah lewat Menteri
ATR/BPN dengan memberikan sertifikat tanah kepada KASAD,
Andika Perkasa. Hal ini semakin melegitimasi bahwasanya
Pemerintah melakukan pencaplokan tanah warga Urutsewu menjadi
milik TNI, padahal lahan yang dipersengketakan itu adalah lahan
yang selama ini menghidupi keluarga para petani di Urutsewu.

61
Beberapa waktu lalu bahkan kendaraan berat milik TNI sampai
melindas tanaman pertanian melon milik petani. Warga Urutsewu
merasa BPN melakukan tindakan sewenang-wenang dengan
melakukan pengukuran tanah hanya dengan melibatkan TNI tanpa
melibatkan para petani yang akhirnya tanah milik para petani
diklaim dan diputuskan menjadi lahan administratif TNI AD setelah
diberikannya sertifikat oleh Menteri ATR/BPN kepada KASAD.

- Konflik Surokonto
Konflik ini melibatkan petani Surokonto Wetan dengan Perhutani
KPH (Kesatuan Pemangku Hutan) Kendal. Konflik tersebut
menyeruak ke publik setelah adanya penetapan 127.821 hektar
lahan Surokonto Wetan menjadi kawasan Hutan Produksi melalui
S/K 3021/Menhut-VII/KUH/2014. Padahal sebelumnya lahan
tersebut dikelola oleh PT. Sumur Pitu dengan HGU sejak 1972,
yang kemudian dijual kepada PT. Semen Indonesia dan dijadikan
objek tukar menukar dengan lahan Perhutani di Rembang yang
digunakan untuk keperluan tapak pabrik Semen.

- Konflik Petani Dayunan


Konflik ini menyoal tentang tanah seluas 16 hektar di dukuh
Dayungan, desa Pesaren, kecamatan Sukorejo, kabupaten Kendal.
Muasal masalah tersebut ditengarai dimulai sejak tahun 1960-an
saat itu warga desa mendapatkan tanah dari negara untuk dikelola
sebagai imbalan atas warga yang turut serta dalam perjuangan
kemerdekaan. Warga saat itu mendapat letter atau petok D. Akan
tetapi pada tahun 1970 Kades memerintahkan untuk merampas
patok warga dengan alasan tanah akan dikembalikan ke negara,
pada kenyataannya ternyata tanah tersebut diberikan kepada PT
Soekarli Nawaputra Plus untuk menanam cengkeh.

62
63
SEPTEMBER HITAM : BULAN KELAM DI LANGIT NEGERI

Peristiwa Kelam HAM

Sejumlah peristiwa kelam hak asasi manusia di Bulan September dari masa ke
masa senantiasa hadir dalam mengingatkan negara memenuhi tanggung jawabnya.
Tragedi pembantaian 1965-1966, tragedi Tanjung Priok 1984, tragedi Semanggi II
1999, Pembunuhan Munir 2004, hingga brutalitas aparat dalam aksi Reformasi
Dikorupsi 2019 menunjukkan rantai kekerasan terus berlanjut tanpa ada satupun
mata rantai yang diselesaikan secara tuntas dan secara berkeadilan. Dari rangkaian
peristiwa yang berlangsung hingga kini, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan mengenangnya sebagai September Hitam.

Negara masih abai dengan derita para penyintas dan keluarga korban.
Kehilangan serta perubahan hidup yang terjadi tentu bukan hal yang mudah untuk
mereka hadapi sehari-hari. Penghormatan dan pemenuhan hak-hak kemanusiaan
juga tak kunjung hadir meski negara pernah terbukti gagal menjamin dan melindungi
orang-orang yang mereka kasihi. Perlindungan akan potensi keberulangan di masa
depan juga masih menjadi sebab kabur nya negara, selain itu negara tidak juga
memberikan kepastian hukum dan justru memberikan keistimewaan kekebalan
hukum bagi mereka yang diduga berada dibalik luka ini semua. Jika bukan kita yang
terus mencoba mengingatkan, menagih serta menuntut kemanusiaan terhadap
negara, bukan tidak mungkin #SeptemberHitam akan kian menghitam.

a) Pembunuhan Munir ( 7 September 2004)


Munir Said Thalib atau biasa di sapa Munir merupakan seorang pejuang
demokrasi di Indonesia. Kematiannya merupakan kejahatan yang terencana dan
sistematis.
Konspirasi pembunuhan terhadap aktivis HAM Munir Said Thalib
hingga saat ini masih belum mendapat titik terang. Negara hanya menghukum
pelaku lapangan tanpa menyentuh aktor intelektual. Munir Said Thalib lahir di
Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965 – meninggal di Jakarta di dalam

64
pesawat jurusan ke Amsterdam, 7 September 2004 adalah seorang
aktivis HAM Indonesia keturunan Arab-Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah
Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia
Imparsial.
Sebelumnya Munir sangat garang dalam menyuarakan hak asasi
manusia, demokrasi, terorisme dan reformasi sektor keamanan. Namun karena
pemerintahan saat itu masi dalam status anti kritik. Munir kemudian
menanggun beban kematian dan meninggalkan keluarga tercintanya.
b) Tragedi Tanjung Priok ( 12 September 1984 )
Peristiwa ini bermula dari demonstrasi masyarakat, terutama di Jakarta,
menolak penerapan Pancasila sebagai asas tunggal yang dimuncukan Presiden
kedua RI Soeharto.
Namun, provokasi dan hasutan diduga sebagai akar yang membuat aksi
protes terhadap kebijakan Soeharto itu berujung tragedi. Peristiwa Tanjung
Priok adalah salah satu dari tiga kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang
berhasil dibawa ke proses pengadilan. Pengadilan HAM ad hoc tingkat pertama
memutus bersalah terdakwa pelaku pelanggar HAM, sekaligus memerintahkan
negara untuk memberikan ganti rugi kepada korban dalam bentuk kompensasi,
restitusi dan rahabilitasi.
c) Reformasi Dikorupsi ( 24 September 2019)
Aksi nasional #ReformasiDikorupsi #RakyatBergerak
#TuntaskanReformasi dimulai sejak 23 September 2019 dan puncaknya 24
September 2019 dengan tujuan menolak RUU KPK yang sudah disahkan oleh
DPR dan RUU KUHP yang sedang dibahas yang kemudian akan segera
disahkan. Aksi ini digelar di berbagai kota besar di Indonesia antara lain,
Malang, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, Palembang, Medan, Semarang,
Bandung, Denpasar, Kendari, Tarakan, Samarinda, Banda Aceh, Palu dan
Jakarta, berakhir dengan aksi brutal dan represif dari aparat dengan
menembakkan gas air mata, meriam air bahkan peluru karet. Dampak dari
kebrutalan tersebut menjadikan 5 orang masa aksi meninggal dunia,

65
diantaranya Immawan Randi dan Yusuf Kardawi, mahasiswa Universitas Halu
Oleo; pemuda asal Tanah Abang, Maulana Suryadi; serta dua pelajar, Akbar
Alamsyah dan Bagus Putra Mahendra
d) Tragedi Semanggi II ( 24-28 September 1999)
Kasus Semanggi II terjadi pada tanggal 24-28 September 1999 saat
maraknya aksi-aksi mahasiswa menentang RUU Penanggulangan Keadaan
Bahaya (PKB) dan tuntutan mencabut dwi fungsi ABRI. Peristiwa ini juga
terjadi di beberapa derah seperti Lampung, Medan dan beberapa kota lainnya.
Sehingga kemudian muncul aksi penentangan oleh kalangan
Mahasiswa Atmajaya yang berujung pada bergeraknnya moncong senjata.
Pejuang demokrasi Yun Hap tewas dalam peristiwa itu.
e) Tragedi 30 September 1965
Pada tahun 1965/1966 telah terjadi peristiwa pelanggaran HAM berat
terhadap mereka yang dituduh sebagai anggota maupun terlibat dengan Partai
Komunis Indonesia (PKI). Akibatnya, lebih dari dua juta orang mengalami
penangkapan sewenang-wenang, penahanan tanpa proses hukum, penyiksaan,
perkosaan, kekerasan seksual, kerja paksa, pembunuhan, penghilangan paksa,
wajib lapor dan lain sebagainya.
Pada tahun 2008, Komnas HAM membentuk Tim Penyelidikan Pro
Justisia untuk Peristiwa 1965/1966. Komnas HAM mengakui sedikitnya 32.000
orang dinyatakan hilang akibat peristiwa G30S PKI. Komnas HAM
menyatakan menemukan bukti-bukti yang cukup tentang dugaan pelanggaran
HAM berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan dalam setelah peristiwa
G30S.

Penegakan Hukum Di Bidang HAM

66
Di negara hukum seperti Indonesia (Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945) seharusnya
praktik-praktik penegakan hukum yang tebang pilih tidak dipelihara. Dalam kaitannya
dengan penegakan hukum HAM, praktik seperti ini sangat jelas terlihat.
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama Pemerintah (Pasal 28 I UUD 1945). Maka kita dapat
melihat kontradiksinya, bagaimana amanat UDD 1945 tersebut tidak diindahkan oleh
pemerintah.
Penegakan hukum di bidang HAM harus segera dilaksanakan oleh negara.
Bukan hanya karena ada jiwa-jiwa dalam setiap pelanggaran tersebut, melainkan juga
karena “pengakuan terhadap hak asasi manusia” adalah konsekuensi ketika Indonesia
memilih sebagai negara hukum.

Darurat Kekerasan Seksual Yang Diabaikan Oleh Negara


Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tahun 2019 terdapat 431.471 kasus
kekerasan terhadap perempuan. Angka ini meningkat 693% dibandingkan tahun 2018
yang mencapai 54.425 kasus. Kemudian Survei yang dilakukan oleh Koalisi Ruang
Publik Aman (KRPA) pada akhir tahun 2019 menghasilkan data bahwa 3 dari 5
perempuan (64%) serta 1 dari 10 (11%) laki-laki pernah mengalami kekerasan maupun
pelecehan seksual. Dari data diatas dapat disimpulkan beberapa hal yakni dari waktu
ke waktu korban kekerasan seksual mengalami peningkatan jumlah, selain itu
Kekerasan seksual juga dapat menimpa siapapun baik laki-laki maupun perempuan
tanpa memandang gender, serta dapat terjadi dimanapun serta kapanpun, bahkan tidak
menutup kemungkinan berada dan terjadi disekeliling kita.

Melihat hal diatas, memang dapat disimpulkan bahwasanya Indonesia sedang


berada dalam situasi darurat Kekerasan Seksual. Mengingat Urgensitas nya, maka
diperlukan sebuah aturan hukum terhadap perlindungan korban kekerasan seksual,
mengingat hari ini hukum positif Indonesia belum mengakomodir secara komprehensif
mengenai hal tersebut.

67
68
HENTIKAN RASISME DAN KRIMINALISASI TERHADAP MASYARAKAT
PAPUA

͞>ĞďŝŚďĂŝŬŵĞŵďĞďĂƐŬĂŶƐĞƌŝďƵŽƌĂŶŐďĞƌƐĂ
h daripada menghukum satuorang
LJĂŶŐƚŝĚĂŬďĞƌƐĂůĂŚ͘͟

Sejak didirikan, Negara Indonesia telah menetapkan dirinya sebagai negara


yang berdasar atas hukum atau rechtsstaat. Bahkan konsep negara hukum yang
Indonesia anut adalah negara hukum yang bertopang pada sistem demokrasi, yang
menempatkan kedaulatan ditangan rakyat. Yang kemudian kita sebut sebagai negara
hukum demokratis atau democrahtische rechtsstaat. Ketentuan ini termuat dalam
Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terdapat
beberapa prinsip yang menjadi syarat sebuah negara untuk dapat disebut sebagai
negara hukum demokratis, salah satu prinsipnya menurut J.B.J.M ten Berge adalah
adanya perlindungan, penghormatan serta pemenuhan terhadap hak asasi manusia.
Secara normatif prinsip ini dapat kita temukan secara jelas di dalam Undang-
Undang Dasar maupun perturan pundang-undangan di bawahnya. Sebut saja Pasal
28A-28J Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-undang 39 Tahun 199 tentang
HAM, serta Undang-undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Sipil dan Politik). Oleh karena itu, jika ditilik secara das sollen sejatinya Negara
Indonesia sebagai duty-bearer mempunyai kewajiban untuk menghormati (to
respect), melindungi (to protect) serat memenuhi (to fufill) hak-hak individu yang
diperolehnya sebagai hakikat dari keberadaan seorang manusia yang utuh dan
mermartabat. Terutama hak-hak fundamental yang secara umum dan universal tidak
dapat ditunda pemenuhannya, meliputi; hak hidup, kebebasan berpendapat,

69
kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi, kebebasan berkeyakinan, serta berhak
atas perlakuan yang adil di hadapan hukum. Namun, pada tataran praktiknya atau
secara dass sein Negara Indonesia beserta aparatur pemerintahnya justru
menghianati dan mengabaikan hak-hak fundamental rakyatnya. Freedom House,
sebuah lembaga internasional yang kerap melakukan survei terkait kondisi HAM di
sebuh negara pada tahun 2019, merilis kondisi hak dan politik di Indonesia yang
makin menurun sejak 2016. Hal ini terlihat dari laporan yang dipublikasikan
Freedom House dengan judul Freedom in The World, skor kebebasan Indonesia pada
2019 sebesar 62 dari skala 0-100. Angka tersebut mengalami penurunan dalam tiga
tahun secara beruntun ke level 62 seperti terlihat pada grafik. Freedom House
menyebutkan, penurunan ini terjadi karena adanya korupsi yang sistemik,
diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok rentan, ketegangan di Papua, dan
penggunaan kewenangan secara politis atas undang- undang pencemaran nama baik.

Memperhatikan fakta dan data yang ada, jika pemerintah tidak segera
berbenah dan masih dengan pola yang sama, maka dapat dipastikan kualitas
kebebasan sipil dan politik di Indonesia akan terus memburuk. Ditambah akhir-akhir
ini demokrasi semakin terpuruk dengan maraknya penangkapan dan penahan aktivis
politik Papua maupun aktivis pembela HAM di Papua oleh Kepolisian Republik
Indonesia (Polri). Hingga hari ini, tercatat ada 22 aktivis politik Papua yang ditahan
dengan tuduhan pasal “makar” (pasal 106 dan 110 KUHP). Umumnya, mereka
ditahan karena mengorganisir dan/atau terlibat aksi-aksi demonstrasi yang
memprotes ujaran dan tindakan diskriminasi
rasial terhadap mahasiswa Papua di
Surabaya, sebuah kejadian pada pertengahan
Agustus lalu yang dalang dan pelakunya
tidak diusut secara serius oleh kepolisian
Indonesia.
Secara kronologis penangkapan para
aktivis dimulai dari pusat kekuasaan, Jakarta.
Per 30-31 Agustus 2019, Polda Metro Jaya menangkap tujuh aktivis mahasiswa Papua

70
dan seorang Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Surya
Anta. Dua mahasiswa Papua di antaranya dibebaskan karena dinilai salah tangkap.
Sisanya yakni Ariana Lokbere, Ambrosius Mulait, Surya Anta, Dano Tabuni, Charles
Kossay, dan Isay Wenda ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat,
karena diduga terlibat dalam pengibaran bendera bintang kejora saat demonstrasi
damai di depan Istana Negara, Jakarta, 28 Agustus 2019. Tidak sampai disitu,
Penangkapan demi penangkapan kemudian terjadi di tanah Papua. Di Manokwari,
Papua Barat, polisi menangkap dan menahan Sayang Mandabayan pada 2 September
2019, karena membawa 1500 bendera bintang kejora mini. Bendera itu dianggap
polisi akan digunakan dalam aksi protes anti rasialisme di Manokwari. Selang
beberapa hari, dari 6-11 September 2019, polisi menangkap beberapa aktivis
mahasiswa Papua di Jayapura, Papua. Mereka adalah Ferry Kombo, Alexander
Gobay, Henky Hilapok, dan Irwanus Urupmabin. Mereka disangka sebagai dalang
kerusuhan dalam demonstrasi damai anti rasialisme di Jayapura yang berujung rusuh,
29 Agustus 2019. Tuduhan terhadap mereka hanya didasarkan pada fakta bahwa
organisasi mahasiswa mereka mengirim surat pemberitahuan demonstrasi pada polisi.
Seminggu setelah penangkapan Ferry Kombo dkk di Jayapura, polisi menangkap
empat aktivis Papua di Sorong, Papua Barat. Empat aktivis itu adalah Herman Sabo,
Siway Bofit, Manase Baho, dan Ethus Paulus Miwak dituduh makar karena
memproduksi pamflet bergambar bintang kejora dan bertulisan “Referendum, Papua
Merdeka”untuk aksi protes antara 16-18 September 2019 di Sorong. Keesokan
harinya, 19 September 2019, kepolisian di Manokwari, Papua Barat, kembali
menangkap tiga aktivis Papua bernama Erik Aliknoe, Yunus Aliknoe, dan Pende
Mirin. Mereka ditangkap karena diduga terlibat pengibaran bintang kejora dalam
demonstrasi damai anti rasialisme di Manokwari, 3-11 September 2019. Di Jayapura,
penangkapan aktivis terus berlangsung dari 9 hingga 23 September 2019. Polisi
menyasar pimpinan-pimpinan organisasi politik setempat. Di antaranya ialah Ketua
Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay, Ketua Komite Legislatif United
Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni, Ketua KNPB
Wilayah Mimika Steven Itlay, dan Perwakilan Parlemen Nasional West Papua

71
(PNWP) Assa Asso. Mereka dituduh sebagai dalang dalam aksi-aksi protes anti
rasialisme di Jayapura. West Papua. Bahkan, dalam beberapa kasus seperti penahanan
Surya Anta dkk serta Erik Aliknoe dkk, polisi mempersulit proses pendampingan
pengacara. Hal serupa dilakukan polisi pada Agus Kossay dkk dengan cara
memindahkan ruang tahanan mereka ke Kalimantan Timur.
Penangkapan dan penahan para aktivis Papua tersebut jelas merupakan gejala
penurunan kualitas demokrasi di Indonesia, khususnya pada aspek kebebasan
berpendapat dan berekspresi. Amnesty Internasional Indonesia dalam siaran media
nya yang berjudul “Hentikan diskriminasi dan intimidasi terhadap masyarakat dan
aktivis HAM Papua” merilis hingga 8 Juni 2020 tercatat setidaknya masih ada 44
tahanan hati nurani Papua yang mendekam dibalik jeruji besi. Semuanya diancam atas
tuduhan makar, padahal mereka hanya terlibat dalam aksi protes damai dan tidak
melakukan tindakan makar apapun. Menurut Husman Hamid, Direktur Eksektif
Amnesty Internasional Indonesia, telah terjadi pembungkaman terhadap kebebasan
berekspresi, ungkapan rasisme. Tindakan yang berlebihan oleh polisi dalam
melaksanakan operasi pengamanan masih banyak terjadi di tanah Papua dan terhadap
warga papua yang berada di wilayah lain di Indonesia. Sejatinya kasus rasisme telah
merambat pada diskriminasi dan intimidasi terhadap para aktivis HAM lainnya yang
menuntut penuntasan kasus Papua. Sebagai contoh, sepekan lalu saat siding PTUN
yang akhirnya memutus Presiden Joko Widodo dan Menteri Kominfo secara sah
bersalah terkait kasus pemblokiran internet di Papua. Beberapa akun yang tergabung
memakai foto profil yang tidak senonoh dan membuat kebisingan selama sidang,
hingga ini mengganggu tim pembela kebebasan pers dalam mengikuti sidangnya.
Bentuk lainya adalah munculnya desakan untuk membatalkan diskusi soal Papua.
Diskusi yang sedianya diselenggarakan oleh BEM UI sabtu lalu, dengan alasan
pembicara dianggap tidak kompeten, maka ada desakan agar diskusi dibatalkan.
Kejadian hampir serupa sebenanya pernah terjadi saat BEM UNNES akan
menyelenggarakan diskusi bertemakan Papua pada tahun lalu. Bahkan hal serupa juga
dialami oleh Amnesty Internasional Indonesia saat menyelenggarakan diskusi virtual
mengenai laporan Amnesty Internasional Indonesia ke Komite HAM PBB tentang

72
lima masalah HAM di Papua juga mengalami disrupsi serupa. Tiga pembicara dalam
diskusi yang sama mendapat rentetan panggilan secara bersamaan dengan identitas
penelepon dari luar Indonesia.
Berdasarkan hasil pemantauan Amnesty International, setidaknya terdapat 96
orang yang ditangkap karena mengungkapkan ekspresi serta pendapatnya secara
damai guna merespon tindakan rasisme yang terjadi di Malang dan Surabaya.
Mengutip petisi yang dibuat oleh Amnesty Internasional Indonesia, yang termuat
dalam amnestyindo.nationbuilder dituliskan sebagai berikut “Bagaimana
perasaanmu ketika dicaci-maki dengan ujaran rasis seperti “monyet”, tetapi kamu
malah ditahan ketika membela diri?
Inilah situasi yang dialami Fery Kombo.
Ia baru saja dituntut 10 tahun penjara
hanya karena menyuarakan
keprihatinannya, setiap manusia berhak
menyampaikan pendapatnya secara
damai, termasuk warga Papua!”
Secara kronologis, Fery Kombo
adalah seorang mahasiswa dari Papua. Pada 16 Agustus 2019, ia mendengar berita
buruk dari Surabaya. Sejumlah anggota TNI dan anggota ormas mengepung asrama
mahasiswa Papua di Surabaya dan menuduh mereka menjatuhkan bendera merah
putih ke saluran air di depan gedung asrama. Gedung asrama dirusak dan mahasiswa
mendapat berbagai ancaman serta hasutan rasis. Fery tentu tak bisa terima ketika
mendengar rekannya sesama pelajar Papua mendapat intimidasi. Apalagi, Fery
adalah mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Cendrawasih. Untuk memastikan hal seperti ini tidak terjadi
kembali, ia mengorganisir rekan-rekannya untuk protes damai pada Agustus tahun
lalu di Jayapura. Seruan dan tuntutan para mahasiswa kepada pemerintah sederhana:
Hentikan tindakan rasisme terhadap warga Papua, tangkap para pelaku intimidasi,
dan jamin keamanan dan perlindungan mahasiswa Papua di seluruh Indonesia.
Namun, Fery dan enam orang lainnya akhirnya justru ditangkap. Mereka dituntut 5

73
– 17 tahun penjara dengan tuduhan makar, yang lebih mengherankan lagi, hanya
beberapa pelaku tindak rasisme yang dihukum. Itu pun ringan, hanya 5 – 7 bulan
penjara.

Dampak dari tindakan rasisme tersebut yang direspon dengan aksi


damai antirasisme diberbagai daerah termasuk menyebabkan Fery
Kombo dkk dikrimininalisasi dengan tuntutan yang berbeda. Mantan
Ketua BEM Universitas Cendrawasih Ferry Kombo (10 tahun), Presiden
Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Alex
Gobay (10 tahun), Hengky Hilapok (5 tahun), Irwanus Urobmabin (5
tahun). Dalam dakwaannya, JPU mendakwa ketujuh tapol Papua ini
melakukan tindak pidana makar atau kejahatan keamanan negara dan
penghasutan untuk berbuat pidana, dengan dugaan melanggar Pasal 106
KUHP, Pasal 107 ayat 1, 2; Pasal 110 ayat 1 KUHP, Pasal 160 KUHP dan
Pasal 82A ayat 2, Pasal 59 ayat 3 huruf a, b dan ayat 4 UU Ormas 02 Tahun
2017.

Dalam kasus ini sejainya telah terjadi bentuk ketidakadilan dan


diskriminasi dari aparat penegak hukum. Sebagaimana dikutip dari laman
tirto.id Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua
Theo Hesegem mengatakan rasisme di Indonesia terlihat lewat putusan-
putusan pengadilan. Dimana Pelaku rasisme dituntut minim, tapi pemrotes
rasisme dituntut belasan tahun. Padahal terdapat surat edaran Jaksa Agung
tentang pedoman penyusunan tuntutan yang menyebutkan jangan ada
disparitas tuntutan. Hal ini terbukti lewat beragamnya putusan yang
dihimpun dari berbagai dokumen pengadilan yang menunjukan umumnya
pelaku rasisme atau yang terkait itu dihukum lebih ringan daripada mereka
yang mengadvokasi antirasisme. Terdakwa penyebaran ujaran kebencian
Andria Adiansyah misalnya, divonis 10 bulan penjara oleh Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Surabaya, awal Februari lalu. Ia ditetapkan bersalah
karena menyebarkan video hoaks tentang kericuhan di asrama mahasiswa

74
Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019.

Kebanyakan tahanan politik di Papua di sangkakan pasal makar,


padahal banyak ahli hukum menyebut bahwa penerapan pasal 106 KUHP
yang disangkakan harus memuat unsur aanslag (serangan fisik). Sebagai
contoh menurut ahli Imam Nasima dalam Putusan MK Nomor 7/PUU-
XV/2017, bentuk perbuatan ‘aanslag’ yang dapat dipidana memiliki bentuk
yang beraneka ragam. Uraian yang diberikan KUHP lebih terfokus pada
tujuan dari dilakukannya perbuatan terkait, yaitu (1) dilakukan dengan
maksud membunuh, merampas kebebasan, atau membuat Presiden/Wakil
Presiden tak dapat menjalankan pemerintahan (Pasal 104); (2) dilakukan
dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah negara berada dalam
penguasaan asing atau memisahkan sebagian wilayahnya (Pasal 106); dan (3)
dilakukan dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah (Pasal 107).
Apabila diteliti secara historis, dalam KUHP versi Balai Pustaka 1921
(sebelum kemerdekaan), ‘aanslag’ tidak serta merta diterjemahkan menjadi
‘makar’ melainan disandingkan, bahkan dalam beberapa pasal seperti Pasal
140, tidak digunakan frasa ‘makar’ melainkan menggunakan langsung frasa
‘aanslag’. Barulah pada KUHP versi Balai Pustakan 1940, frasa ‘makar’
mulai digunakan berdiri sendiri dalam beberapa pasal seperti Pasal 139a,
139b dan Pasal 140. Namun begitu frasa ‘makar’ masih disandingkan dengan
‘aanslag’ dalam seluruh pasal awal tentang makar. Secara fakta bahwa para
aktivis tersebut mengekspresikan aspirasi politiknya secara damai tanpa
kekerasan. Sekalipun aspirasi yang mereka suarakan adalah kemerdekaan
Papua, selama disampaikan secara damai, tidak bisa dikenai pasal tersebut.
Karena itu, sangat tepat ketika Amnesty International Indonesia menyebut
para tahanan sebagai “tahanan hati nurani yang dipenjara hanya karena
mengungkapkan pendapat mereka dengan damai.” Mengutip apa yang
dikatakan Asfinwati, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
bahwa sejatinya apapun aksi di Papua dan oleh orang Papua, apa pun isunya,
akan selalu dituduh makar, berbeda penilaian terhadap aksi dari kelompok

75
lain . Watak rasis tersebut membuat aparat terbiasa mencari-cara kesalahan
yang sebenarnya tak pernah ada. Padahal apa yang menimpa orang-orang
Papua atau yang berpihak kepada mereka itu berbahaya bagi demokrasi.
Dalam buku yang berjudul “How Democracies Die” karya Steven Levitsky
dan Daniel Ziblatt dijelaskan bahwa demokrasi bisa mati pelan-pelan bahkan
tidak disadari ketika kekuasaan disaklahgunakan oleh pemerintah untuk
menindas total oposisi dan para pengkritik, ketika watak otoriter di produksi
sendiri oleh pemerintah.

Kematian tragis George Floyd di Minneapolis, Amerika Serikat, yang


memantik kemarahan masyarakat dunia dan memunculkan perhatian terhadap
isu-isu rasisme sistemik serta diskriminasi, merupakan momentum besar bagi
Pemerintah Indonesia untuk bercermin terhadap hal serupa yang masih terjadi
di Indonesia. Termasuk serangkaian tindakan rasisme serta ketidakadilan dan
pelanggaran HAM yang terjadi terhadap saudara-saudara kita di Papua.
Selama puluhan tahun, masyarakat di Papua dan Papua Barat telah menjadi
korban pelanggaran HAM berat yang sebagian besar dilakukan oleh aktor
negara, terutama aparat keamanan. Bentuk-bentuk pelanggarannya mulai dari
pembunuhan di luar hukum, penangkapan sewenang-wenang, pembatasan
atas kebebasan berkumpul, berekspresi dan mengemukakan pendapat secara
damai, termasuk juga diskriminasi rasial secara verbal, hingga ditangkapnya
orang-orang Papua sehingga menjadi tahanan hati nurani. Padahal kebebasan
untuk berekspresi, berpendapat, dan berserikat telah dijamin oleh pasal
konstitusi, ataupun perundang-undangan dibawahnya termasuk tercantum
didalam pasal 18, 19, dan 21 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan
Politik yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia sejak lama. Pasal 19
yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan
pendapat, hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan
memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-
pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau
melalui media lain sesuai dengan pilihannya.” Sejatinya belum terwujud jika

76
melihat fakta di lapangan yang seperti saat ini.

“Justitiae non est neganda, non


differenda”

-keadilan tidak dapat disangkal atau dintunda

77
MELEPAS PENDIDIKAN DARI KOMODITAS UTAMA PASAR
OLIGARKI

a) Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia merupakan asimilasi dari pendidikan bangsa
asing. Meskipun Ki Hadjar Dewantara dan Mohammad Syafei pernah
melahirkan aliran pendidikan melalui Taman Siswa dan INS Kayutaman,
namun sejarah mecatat bagaimana Indonesia mengadopsi beberapa sistem
pendidikan. Berawal dari pecantrikan dengan ajaran Hindu-Budha,
berubah menjadi pesantren dengan ajaran Islam, hingga berakhir pada
sekolah yang diadaptasi dari school pada masa penjajahan Belanda.
Namun, dibalik sejarah pendidikan Indonesia, ada hal yang lebih penting
dan perlu ditegaskan, yaitu fungsi dan tujuan dari pendidikan itu sendiri.
Pendidikan merupakan kiblat dari suatu peradaban. Melalui
pendidikan suatu mass- organisasi yang disebut negara dapat mencapai
kesejahteraan. Seperti halnya apa yang pernah ditulis oleh Aristoteles.
“Manusia tidak mendapatkan atau melestarikan keutamaan dengan
bantuan barang-barang lahiriah, namun justru barang-barang lahiriah
diperoleh dengan bantuan keutamaan, dan bahwa kebahagiaan, baik itu
terkandung dalam kenikmatan ataupun keutamaan, atau kedua-duanya,
lebih banyak dicapai oleh mereka yang akal dan budi-pekertinya paling
terpelajar...”112.
Dalam salah satu risalah Aristoteles yang berjudul Nicomachean
Ethics, ia menjelaskan tentang apa itu kebahagiaan yang sangat esensial
dalam kaitannya dengan keutamaan. Sementara yang dimaksud keutamaan
itu sendiri ialah intelektual dan moral. Intelektual terlahir dari
pembelajaran, sementara moral dari kebiasaan. Kedua hal ini dapat
dibentuk melalui satu kata yaitu pendidikan.

Sementara itu pendidikan hari ini semakin beralih fungsi dan bergeser

112 Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat dan kaitannya dengan kondisi sosio-politik
dari zaman kuno hingga sekarang, Terj. Sigit Jatmiko, dkk. (Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR, 2016), hal. 257.

78
makna. Fungsi dari pendidikan Indonesia yaitu mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan dari
pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab113. Alih-alih menjalankan
fungsi dan mencapai tujuan, keduanya tidak lebih dari retorika kontekstual
dan ide yang tidak terlaksana hingga hari ini. Lantas, fungsi dan tujuan apa
yang diterapkan pada pendidikan? Fungsi terpenting hari ini yaitu sebagai
komoditas utama dalam pasar oligarki dan tujuannya adalah memenuhi
kebutuhan pasar.
b) Pasar Oligarki
Manakah pemerintahan yang baik hari ini? Aristoteles pernah
menjabarkan tiga pemerintahan yang baik (monarki, aristokrasi, polity)
dan tiga pemerintahan yang buruk (tirani, oligarki, demokrasi).
Pemerintahan demokrasi berkembang setelah Revolusi Perancis
menggema. Janji-janji kesetaraan yang begitu menggiurkan menggugah
kalangan bawah untuk mendongkrak kuasa raja dan aristokrat. Namun
siapa sangka, secara teknis hanya golongan tertentu yang menguasai
medan kampanye. Dari sini lahir apa itu pemerintahan oligarki,
pemerintahan dari suatu golongan untuk kepentingan golongan.
Tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Siapapun yang hendak
menjajaki kursi parlemen dan kabinet, setidaknya harus memiliki modal
finansial tinggi, dan pendidikan formal sisanya. Untuk mencapai ini,
sebuah transaksi dan perputaran ekonomi harus terjadi dengan cepat dan
pesat. Namun dibalik itu, sumber daya manusia juga harus memenuhi.
Indonesia dengan bonus demografi sebenarnya sudah memenuhi
kebutuhannya, akan tetapi goal setting yang diinginkan tidak akan

113 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3.

79
sempurna tanpa profitable disetiap lini. Maka dijadikanlah pendidikan
sebagai dagangan mereka.
Perdagangan “Pendidikan” dimulai dari kebutuhan lapangan
pekerjaan itu sendiri. Semakin tinggi pendidikan formal dan sertifikasi
terhadapnya, semakin besar juga nilai jual manusia ini. Faktor ini yang
kemudian mendorong tingginya biaya pendidikan setiap kali naik jenjang.
Selain itu, setiap bidang pekerjaan juga harus dipikul pendidikan formal
yang tinggi juga. Contoh simpelnya, seorang dokter dengan tabib yang
tidak memiliki sertifikasi dokter dan hanya belajar otodidak, tentu akan
mendapat gaji yang berbeda. Permasalahan ini dapat diatasi apabila
pendidikan lepas dari jeratan oligarki.
c) Manuver-Manuver
Melepaskan pendidikan dari jeratan oligarki tidaklah semudah
membalik telapak tangan. Dibutuhkan aktivis-aktivis revolusioner yang
mendobrak secara radikal tatanan pendidikan dan ekonomi di Indonesia.
Gerakan-gerakan yang dibuat juga harus sesuai dengan konsepsi
masyarakat secara luas.
Manuver pertama yaitu alat produksi. Alat produksi atau yang akrab
dikenal dengan perusahaan dan pabrik merupakan penggerak ekonomi.
Perusahaan-perusahaan yang membutuhkan sumber daya manusia
seharusnya tidak mematok jenjang pendidikan sebagai syarat masuk.
Apakah ini berarti mempekerjakan anak-anak diperbolehkan? Tentu saja
tidak. Syarat- syarat yang ada kaitannya dengan pendidikan formal dapat
diganti dengan syarat minimal usia. Hal ini dikarenakan pendidikan yang
kita pakai sejatinya tidak hanya formal, tetapi juga non- formal, dan
informal. Kemudian untuk permasalahan kompetensi dibidang pekerjaan,
dapat dilakukan dengan melatih sumber daya manusia sebelum benar-
benar turun ke lapangan. Hal ini merupakan salah satu langkah nyata
pemerataan pendidikan.
Manuver kedua adalah pemilik modal. Konsepsi akan menumpuk
kekayaan dan pemisahan kelas pekerja dan pemilik alat produksi tidak lain
hanyalah praktik-praktik kapitalisme.

80
Seharusnya, dengan semangat kebangsaan dimana makna bangsa
itu sendiri ialah yang bernasib sama dan berkehendak untuk bersatu,
penghisapan-penghisapan terhadap saudara sebangsa tidaklah terjadi. Hal
ini dapat dicapai jika dalam kepala pemilik modal dan alat produksi
terpikirkan ide-ide semacam kerja kolektif dan koperasi, buka kooperasi.
Manuver berikutnya yaitu pemahaman masyarakat. Mengingat
pendidikan informal merupakan pendidikan yang didapatkan di mana saja,
masyarakat memiliki peran penting dalam memberikan softskill-softskill
yang tidak didapatkan dari pendidikan formal maupun non-formal. Tidak
hanya untuk mereka yang memiliki alat produksi sebatas kompetensi dan
tenaga, namun juga untuk mereka calon-calon pemodal dan pemegang
jabatan tertinggi dalam perusahaan. Karakter-karakter kapitalis dapat
dihapuskan melalui pendidikan masyarakat.
Manuver yang terakhir adalah pemerintah. Sebagai pemangku
kebijakan dan pelaksana konstitusi, sudah seharusnya pemerintah lebih
mengoptimalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
dimiliki bangsa sendiri. Memang sangat sulit bahkan nyaris tidak mungkin
disaat pemerintah harus memutus kontrak dengan investor-investor asing.
Namun bukanlah utopia belaka manuver pertama, kedua, dan ketiga dapat
dicapai dengan membentuk konstitusi-konstitusi sebagaimana mestinya.
Contoh saja penghapusan syarat minimal pendidikan formal pada
perusahaan-perusahaan lokal, hal ini sudah berarti mengubah kodrat
pendidikan mempengaruhi nilai jual dalam ekonomi. Baru satu contoh
saja, dan sebagai orang-orang terpilih secara demokratis, sudah
seharusnya mereka membawa amanat penderitaan rakyat dan mampu
memperbaiki permasalahan pendidikan ini.
Permasalahan pendidikan sudah seharusnya menjadi sorotan utama
dalam suatu negara. Dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah
pengangguran di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 6,88 juta. Bukan
angka yang sedikit dan menjadi permasalahan yang berat bagi semua
pihak. Ini hanya salah satu permasalahan dari banyak masalah-masalah
lain yang ditimbulkan karena pendidikan. Pendidikan yang berasas

81
education for all seharusnya bisa dikonsumsi oleh semua bangsa ini tanpa
terkecuali dan dapat mencapai kesejahteraan. Oleh karena itu, 75 tahun
kemerdekaan harus dimulai dengan semangat revolusi pendidikan dan
gerakan pembebasan dari jeratan oligarki.

82
GERAKAN MELINGKAR SEBAGAI SOLUSI PENYELEWENGAN
HUKUM DI INDONESIA

Tidak dapat dipungkiri Indonesia merupakan negara yang besar, luas, dan
sangat kaya. Indonesia memiliki segala hal tanpa kurang sedikitpun, sumber daya
manusia, dan sumber daya alam sudah tersedia apapun jenisnya. Perihal
keberagaman yang terdapat di elemen masyarakat juga tidak dapat dihitung lagi,
suku, bahasa daerah, dan ras jumlahnya ratusan yang tersebar di 34 provinsi. Situasi
ini seharusnya membuat kita sebagai Warga Negara Indonesia bangga, namun di
beberapa waktu, keberagaman ini malah memicu konflik berkepanjangan di
Indonesia. Sudah 75 tahun Indonesia merdeka, sudah banyak macam masalah yang
dihadapi negara ini, dari masalah kecil sampai masalah – masalah yang
menimbulkan demonstrasi besar – besaran yang tidak akan dilupakan rakyat.
Berkali – kali rakyat memiliki harapan tinggi kepada calon pejabat yang berjanji
manis di masa kampanye, namun berkali – kali pula rakyat kecewa atas kinerja
mereka saat sudah terpilih menjabat yang berdasarkan pilihan rakyat.

Pernah ada masa saat perubahan besar di negeri ini terjadi, pada saat itu,
presiden sudah berkuasa selama 32 tahun, beberapa menyebutnya sebagai bapak
pembangunan, beberapa mengenalnya dengan cara memimpin yang otoriter.
Kemudian, pada akhir masa jabatannya terjadi krisis besar yang perlahan membuat
rakyat tidak percaya yang kemudian Indonesia memasuki tahap baru dalam
bernegara, era reformasi. Menurut KBBI, reformasi adalah perubahan secara drastis
untuk perbaikan dalam suatu masyarakat atau negara yang meliputi bidang sosial,
politik, atau agama114. Masa itu, yang dituntut rakyat adalah perbaikan ekonomi
dan perbaikan sistem demokrasi yang ada di Indonesia, karena seperti yang
diketahui, pada masa itu kebebasan bersuara adalah hal yang sulit didapatkan, salah
berkata sedikit, bisa berujung di penjara atau hilang tanpa jejak. Yang kemudian
timbul tuntutan untuk memperbaiki penegakkan HAM, karena selain sebagai
bentuk demokrasi, kebebasan bersuara adalah bagian dari hak asasi manusia. Proses
pemilihan presiden yang selama masa orde baru dilakukan oleh MPR, setelah
reformasi, presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum

114 Kamus Bahasa Indonesia, 2008.

83
(Pemilu). Salah satu upaya yang dilakukan saat itu juga, dibentuk Komisi
Pemberantasan Korupsi yang tujuannya memberantas korupsi di Indonesia, sesuai
dengan nama lembaganya. Namun, 2 dekade reformasi berlalu, beragam tuntutan
masa lalu itupun belum terealisasi sepenuhnya. Pelanggaran HAM masih sering
terjadi, yang terkenal setelah reformasi adalah kasus pembunuhan Munir, yang
sampai saat ini tidak jelas siapa pelakunya. Namun, secara umum pelanggaran
HAM yang sering terjadi adalah kekerasan terhadap manusia. Tindakan
pelanggaran hak asasi manusia ini selalu terjadi dengan berbagai bentuk dan jenis
kekerasan. Yang paling sering menjadi korban adalah perempuan dan anak –
anak.115

Korupsi juga tidak kalah hebat, kasus – kasus yang terkenal adalah korupsi
proyek Hambalang dan korupsi pengadaan KTP elektronik. Dari kasus korupsi
yang sering terjadi, tidak sedikit yang melibatkan pejabat yang dipilih oleh
rakyatnya sendiri. Data menyebutkan dari 432 kasus korupsi yang masuk tahun
2004, 124 kasus terjadi di kalangan anggota DPRD di berbagai daerah. Sebanyak
84 kasus korupsi melibatkan kepala daerah baik gubernur, bupati atau walikota116.
Hukuman – hukuman yang divonis kepada pelakupun rasanya tidak seimbang,
dalam beberapa kasus pelaku malah divonis penjara lebih ringan dibanding pelaku
pencuri 2 batang kayu jati yang merupakan seorang nenek. Pada akhirnya, kasus
pelanggaran HAM dan korupsi menimbulkan hukum yang tajam ke bawah namun
tumpul ke atas.

Menariknya, semakin hari korupsi bukan hanya tentang mencuri uang


negara, saat ini rasanya reformasi yang pernah diciptakan di masa lalu mulai
dikorupsi. Contoh sederhana, tahun lalu ada undang – undang kontroversial yaitu
UU KUHP dan UU KPK. Undang – undang ini menjadi kontroversi karena
dianggap sebagian elemen masyarakat dapat melemahkan peran KPK dalam
memberantas korupsi. Saat itu, demonstrasi telah dilakukan berkali – kali, protes

115Lestari, D. 2007 Hak Asasi Manusia di Indonesia di Tinjau dari Berbagai Aspek
Kehidupan. Jurnal Hukum dan Pembangunan Vol. 3 No. 4 pp 500.

116Suwitri, S. 2007 Pemberantasan Korupsi di Indonesia : Sebuah Upaya Reformasi


Birokrasi. Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Vol. 4 No. 1 pp 32.

84
dilayangkan, tapi pada akhirnya UU KUHP dan UU KPK tetap disahkan. Tahun
ini kembali terjadi bahkan lebih besar dari tahun lalu, pembahasan mengenai UU
Cipta Kerja. Beberapa pasal dalam bab ketenagakerjaan banyak diprotes dan
dikritisi oleh elemen masyarakat, terutama buruh dan mahasiswa, namun
kasusnya sama, UU tersebut terburu – buru untuk disahkan, bahkan
pengesahannya dilakukan malam hari, kondisi yang tidak biasa dan sudah
sepatutnya rakyat curiga. Jika hal ini terus terjadi, pastinya dalam waktu dekat
tidak menutup kemungkinan Indonesia akan hancur karena ulahnya sendiri. Oleh
karena itu, sebagai bagian dari Warga Negara Indonesia, ada hal yang perlu kita
lakukan untuk membuat perubahan. Saya mencetuskan lingkaran pergerakan
bernama 3K (Kupas, Kritik, Kawal) sebagai solusi terhadap permasalahan hukum,
HAM, dan korupsi yang terjadi di Indonesia.

Kupas, gerakan yang penting dan sebagai langkah awal untuk memulai
gerakan selanjutnya. Dalam tahap ini, kita mencari tahu apa permasalahan yang
terjadi, bagaimana hal ini menjadi polemik, mengapa sebuah UU tidak diterima
masyarakat, dan jangan lupa cari berbagai hal yang diperlukan dalam tahap ini
secara rinci, sehingga dapat ditemukan solusi dan hal – hal yang memang
diperlukan untuk dikritisi di tahap selanjutnya. Selain itu, mengupas masalah
secara rinci dapat meminimalisir tersebarnya hoaks di kalangan masyarakat.
Karena rendahnya tingkat rasa ingin tahu terhadap sebuah haladalah salah satu
penyebab mudah tersebarnya hoaks, sehingga sebagian besar masyarakat hanya
menerima informasi dari mulut ke mulut dan setelahnya tidak berusaha mencari
kebenarannya namun kembali menyebarkannya ke lain orang. Data yang
disampaikan oleh Rudiantara, Menkominfo RI, menunjukkan bahwa
penyebaranhoaks dan ujaran kebencian diindikasikan berasal dari 800 ribu situs di
Indonesia. 117 Dengan mencari informasi secara rinci sudah pasti kita membantu
untuk mengurangi hoaks di kalangan masyarakat.

Tahap yang selanjutnya adalah kritik, yaitu tahap menyampaikan


pendapat, komentar, atau protes terhadap masalah negara yang terjadi. Berbagai

117Juditha, C. 2019 Literasi Informasi Melawan Hoaks Bidang Kesehatan di Komunitas Online. Jurnal Ilmu
Komunikasi Vol. 16 No. 1 pp 77.

85
cara kritik dapat dilakukan, di negara demokrasi, sah – sah saja untuk
melayangkan kritik atau protes dengan cara demonstrasi, selama demonstrasi
dilakukan sesuai prosedur. Berbagai aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa
memiliki dampak yang besar. Dilihat dari sisi positif, hasil wawancara dengan
narasumber diperoleh informasi bahwa dampak positif dari demonstrasi adalah
timbulnya semangat dalam menyampaikan aspirasi serta memiliki rasa solidaritas
118
yang tinggi antar sesama demonstran. Namun perlu diingat, mungkin
demonstrasi adalah cara yang kurang tepat dilakukan di masa pandemi karena
dapat menimbulkan kerumunan. Sebagai gantinya, banyak masyarakat yang
melakukan demonstrasi dan protes melalui media sosial, dan ini dapat menjadi
solusi untuk menggantikan aksi demonstrasi secara langsung.

Kemudian, tahap yang terakhir adalah kawal. Tahap ini menjadi langkah
evaluasi dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat. Setelah tahap kritik dilalui dan
mendapatkan hasil revisi yang diinginkan sesuai dengan tuntutan, tahap ini
menjadi penting. Sudah menjadi tugas masyarakat untuk selalu mengawal
penerapan kebijakan yang dirancang oleh pemerintah. Bagaimana juga, undang –
undang harus selalu mengedepankan kepentingan rakyat. Jadi, seandainya di
waktu yang akan datang kebijakan yang dibuat kembali merugikan rakyat, berarti
tandanya kita harus kembali ke tahap pertama tadi, yaitu kupas. Sehingga akan
tercipta sebuah lingkaran pergerakan secara terus – menerus untuk solusi
permasalahan hukum di Indonesia. tercipta sebuah lingkaran pergerakan secara
terus – menerus untuk solusi permasalahan hukum di Indonesia.

Pada akhirnya, tulisan ini menjadi sebuah gagasan untuk permasalahan


hukum di Indonesia. Jika membahas hukum, memang bidang ini adalah bidang
yang rumit. Hukum menjadi rumit karena potensi masalah yang timbul dari bidang
ini sangat besar, selain itu untuk mencari solusinya sangatlah sulit. Untuk itu
diperlukan sinergi berbagai pihak untuk memperbaiki sistem yang sudah telanjur
hancur ini. Dengan gerakan 3K (Kupas, Kritik, Kawal) harapannya permasalahan
hukum yang terjadi di Indonesia dapat teratasi, sehingga ke depannya hukum di

118
Jiwandono, I.S. and Oktaviyanti, I. 2020 Analisis Aksi Demonstrasi Mahasiswa Menolak RUU KUHP dan RUU
KPK : Antara Sikap Kritis dan Narsis. Jurnal Asketik : Agama dan Perubahan Sosial Vol. 4 No. 1 pp 156 – 157.

86
Indonesia dapat berlaku adil sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila.

87
BAB III : OMNIBUS LAW CIPTA KERJA, KARPET MERAH OLIGARKI

88
KERTAS POSISI

Pada tanggal 20 Oktober 2019 dalam Sidang Paripurna Majelis


Permusyawaratan Rakyat Repubik Indonesia (MPR RI) dengan agenda
Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Periode
2019-2024, Presiden Joko Widodo dalam pidato nya menyampaikan 5
(lima) point utama yakni terkait dengan Pembangunan Sumber Daya
Manusia (SDM) unggul, Pembangunan Infrastruktur, Penyederhanaan
segala bentuk kendala regulasi, Penyederhanaan birokrasi dan
Transformasi ekonomi. Dalam pidato yang disampaikan, tidak
menyinggung sama sekali mengenai penanganan atau penyelesaian
terhadap kejahatan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia baik yang
terjadi di masa lampau maupun yang terjadi pada pemerintahan
pertama Joko Widodo; kekerasan dan kriminalisasi oleh aparat
terhadap aktivis pro demokrasi, pejuang lingkungan dan masyarakat
Papua; selain itu tidak dibahas pula upaya penegakan hukum serta
pemberantasan Korupsi yang sebenarnya makin marak terjadi tiap
waktu nya.
Secara tersirat, fokus utama dari Pemerintah selama 5 (lima) tahun
kedepan yaitu untuk meningkatkan daya saing dan peningkatan
ekonomi dengan cara meminimalisir ketergantungan akan sumber
daya alam ke daya usaha lain yang memiliki nilai tambah tinggi bagi
negara, sehingga salah satu upaya yang hendak diterapkan oleh
Pemerintahan Joko Widodo yaitu dengan cara mendatangkan investor
sebanyak mungkin dan melakukan beberapa strategi demi
mewujudkan iklim investasi yang “bersahabat” bagi investor untuk
melakukan investasi di negara Indonesia. Beberapa hal yang
disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato nya berkaitan
dengan itu, yakni akan membangun Sumber Daya Manusia yang
bekerja keras dan dinamis, Investasi untuk penciptaan lapangan kerja
harus diprioritaskan dan prosedur Panjang harus dipotong, selain itu
Pemerintah akan mengajak Dewan Perwakilan Rakyat Republik

89
Indonesia (DPR RI) untuk menerbitkan Undang-Undang Cipta
Lapangan Kerja yang menjadi Omnibus Law untuk merevisi puluhan
Undang-undang yang dianggap menghambat penciptaan lapangan
kerja dan yang menghambat pengembangan UMKM (Sumber dari
bahan presentasi yang dibuat oleh Kementrian Koordinator bidang
Perekonomian Republik Indonesia).

Omnibus Law sebagai salah satu point yang disampaikan


dalam pidato Presiden Joko Widodo masih dianggap sebagai sebuah
istilah yang asing bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, hingga
hari-hari ini istilah Omnibus Law mulai ramai diberitakan diberbagai
media, baik media elektronik, media cetak hingga media online.
Secara garis besar Omnibus Law merupakan sebuah peraturan
perundang-undangan yang mengandung lebih dari satu muatan
peraturan tetapi tetap menyasar pada satu isu besar yang
memungkinkan Undang-undang tersebut untuk mencabut atau
mengubah beberapa Undang-undang sekaligus sehingga menjadi lebih
sederhana. Tujuan awal dari digagasnya konsep ini yaitu untuk
menciptakan iklim investasi yang ramah dan memotong alur birokrasi
yang rumit dan berbelit karena adanya aturan yang saling tumpang
tindih dan memakan waktu yang lama, baik dari segi perencanaan,
perizinan, pendaftaran, penanaman modal hingga pada tataran teknis
lain nya.

Dilansir dari situs resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik


Indonesia (DPR RI) dpr.go.id pada 22 Januari 2020 dalam Rapat
Paripurna telah ditetapkan 50 (lima puluh) Rancangan Undang-
Undang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2020,
dalam 50 Prolegnas tersebut, terdapat 4 (empat) produk Hukum
Omnibus Law yaitu Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU
Kefarmasian, RUU Perpajakan untuk penguatan ekonomi, dan RUU
Ibu Kota negara.

90
Omnibus Law menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat
sejak pertama kali dikemukakan oleh Presiden Joko Widodo dalam
pidato nya, sebab konsep tersebut lazim nya banyak digunakan oleh
negara-negara yang menganut system Common Law seperti Amerika
Serikat, Inggris, Korea Selatan, Australia, dan Jerman, dan dianggap
tidak cocok jika diterapkan di Indonesia yang menganut system Civil
Law, dikhawatirkan jika dipaksakan diterapkan di Indonesia, maka
akan membuat masalah baru di kemudian hari, selanjutnya prinsip
sentralisasi yang mencuat dari konsep Omnibus Law yang akan
diterapkan ini dianggap sebagai bentuk penghianatan terhadap agenda
Reformasi yang telah diperjuangkan, sebab pemerintah daerah akan
dibatasi hak nya dalam mengeksekusi kebijakan serupa di daerah
sebagai wilayah administrasi nya.

Salah satu RUU Omnibus Law yang menjadi sorotan tajam


ialah mengenai Cipta Kerja, yang sebelumnya santer disebut sebagai
Cipta Lapangan Kerja, berdasarkan informasi yang diakses di
kemenkeu.go.id dan setkab.go.id tertanggal 16 Januari 2020 dijelaskan
oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia,
Airlangga Hartato bahwa dalam RUU tentang Cipta Lapangan Kerja
terdapat 1244 pasal yang terkandung dari 79 Undang-Undang dan akan
terbagi menjadi 11 klaster (penyederhanaan perizinan, persyaratan
investasi, Ketenagakerjaan, kemudahan pemberdayaan dan
perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan
investasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan
lahan, investasi dan proyek pemerintah, Kawasan ekonomi)

(Sumber : data diambil dari Bahan Presentasi Kementrian Koordinator Ekonomi Republik
Indonesia)

91
Dalam pidato nya, Presiden Joko Widodo menargetkan bahwa draft
Omnibuslaw Rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja harus
sudah selesai dan diserahkan pada DPR pada 100 hari kerja, yang
berarti jika dihitung sejak hari pelantikanya pada 20 oktober 2019 lalu,
maka 100 hari kerja akan jatuh pada tanggal 28 Januari 2020. Sejalan
dengan itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga
Hartato bersama dengan Menteri Hukum dan HAM Republik

92
Indonesia Yassona Laoly dalam keterangannya di kantor Kementrian
Koordinator Perekonomian yang dilansir diberbagai media pada
tanggal 9 Januari 2020 mengatakan bahwasanya penyusunan draft
RUU sudah mencapai 95% dan sedang memasuki tahap finalisasi
sehingga dalam beberapa hari ke depan draft RUU sudah bisa
diserahkan pada DPR untuk dibahas kemudian dapat diundangkan
menjadi Undang-undang yang sah. Menanggapi hal itu, muncul reaksi
dari masyarakat sipil terutama dari serikat buruh serta aktivis-aktivis
pegiat lingkungan, dalam beberapa hari ke belakang banyak sekali
dijumpai aksi demonstrasi yang dilakukan secara serentak di beberapa
wilayah di Indonesia dan gelombang massa aksi tersebut masih akan
terus bertambah dalam beberapa hari ke depan sebagai bentuk
pengawalan dan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah,
beberapa hal yang menjadi perhatian utama adalah secara formiil tidak
adanya pelibatan publik secara transparan khusus nya pelibatan buruh
dan pegiat lingkungan dalam pembahasan nya (lihat Keputusan Menko
Perekonomian No 378/2019 tentang pembentukan Satgas), serta
penyusunan yang terkesan tergesa-gesa, kemudian secara materiil ada
beberapa hal yang menjadi kekhawatiran besar bagi masyarakat yakni
mengenai penghapusan sistem upah minimum, pemberian pesangon
maksimal hanya 6 (enam) bulan upah, penerapan sistem outsorscing
dan kontrak, memudahkan masuk nya tenaga kerja asing,
menghilangkan sanksi pidana dan diganti menjadi sanski administrasi
maupun perdata bagi pengusaha maupun perusahaan yang berlaku
semena-mena terhadap karyawan, serta dampak lingkungan berupa
ancaman krisis ekologis sebagai dampak dari proses percepatan
penerbitan perizinan usaha yang akan mengatur ulang mengenai
mekanisme penilaian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) yang tentu akan berpotensi kuat melahirkan konflik dan
masalah baru.

93
OMNIBUS LAW

A. Sekilas Tentang Omnibus Law

Omnibus berasal dari Bahasa latin “omnis” yang berarti banyak,


atau berarti untuk semua nya. Dalam Black Law Dictionary Ninth Edition
Bryan A. Garner menyebutkan Omnibus : relating to or dealing with
numerous object or item at once; including many thing or having varius
purposes yang berarti berkaitan atau berurusan dengan berbagai objek atau
item sekaligus, apabila digandeng dengan kata Law atau Bill maka dapat
didefinisikan sebagai hukum untuk semua, menurut Kamus Hukum
Merriam-Webster, omnibus law berasal dari omnibus bill, yakni Undang-
Undang yang mencakup berbagai isu atau topik. Pakar Hukum Tata
Negara, Bivitri Savitri menjelaskan bahwa Omnibus law merupakan
sebuah Undang-undang yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di
suatu negara untuk merampingkan regulasi dari segi kuantitas atau jumlah.

Menurut Firman Freaddy Busroh pakar hukum dari Sekolah Tinggi


Ilmu Hukum Sumpah Pemuda dalam Jurnal nya yang berjudul
“Konseptualisasi Omnibus Law dalam Menyelesaikan Permasalahan
Regulasi Pertanahan” menyebutkan beberapa tujuan dari Omnibus Law,
yakni mengatasi konflik peraturan perundang-undangan secara cepat,
efektif dan efisien; menyeragamkan kebijakan pemerintah,baik di tingkat
pusat maupun daerah untuk menunjang iklim investasi; pengurusan
perizinan lebih terpadu, efektif dan efisien; mampu memutus rantai
birokrasi yang berlama-lama; meningkatnya hubungan koordinasi antar
instansi terkait karena telah diatur dalam kebijakan omnibus regulation
yang terpadu; serta adanya jaminan kepastian dan perlindungan hukum
bagi pengambil kebijakan.

94
B. Penerapan Omnibus Law Di Negara Lain

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwasanya konsep Omnibus law


bukan hal baru dalam dunia hukum, tercatat banyak negara telah menerapkan
nya, diantaranya sebagai berikut.
a. Amerika Serikat : Amerika Serikat merupakan negara federal/serikat
berbentuk Republik, yang memiliki 50 negara bagian. Omnibus Law
pertama kali diterapkan di Amerika Serikat pada tahun 1888 dalam
perjanjian privat terkait pemisahan dua rel kereta api di Amerika,
kemudian pada tahun 1967 konsep omnibus law mulai terkenal ketika
terbit Criminal Law Amandement Bill (perubahan UU Pidana). Beberapa
contoh produk omnibus law yang pernah diterapkan di Amerika Serikat,
yaitu Transportation Equity Act For the 21st Century (TEA-21), aturan ini
dianggap yang terbesar dalam sejarah Amerika Serikat karena ada 9012
section yang terangkum dalam 9 bab, dalam TEA-21 ini diatur secara
komprehensif mengenai transportasi dan jalan raya di Amerika Serikat
sehingga sudah lengkap. Kemudian ada Omnibus Trade and
Competitiveness act of 1988 (OCTA), aturan ini tersusun dari 10 bab, 44
sub bab dan 10.013 pasal serta berisi mengenai strategi perbaikan neraca
perdagangan Amerika Serikat saat itu.
b. Korea Selatan : Sejarah Omnibus law di Korea selatan diawali dengan
proses reformasi regulasi yang berjalan, proses ini terbagi menjadi 2
tahap. Tahap pertama mengenai Upaya pemangkasan atas jumlah
regulasi existing dikenal dengan Guillotine Approach, kemudian pada
tahap kedua adalah proses peningkatan kualitas regulasi di 10 area
prioritas dengan menerapkan metode RIA (Regulatory Impact
Assesment) dalam penyusunan peraturan.

95
c. Australia : Jika dilihat secara historis, tidak dapat ditelusuri secara pasti
sejak kapan omnibus bill pertama muncul di Australia. Akan tetapi, jika
melihat penerapan yang ada hingga saat ini, Australia masih menerapkan
praktik penyusunan peraturan perundang- undangan melalui konsep
omnibus law. Contoh produk legislasi omnibus law adalah Civil Law and
Justice (Omnibus Amendments) Act 2015. Undang-Undang ini
membuat perubahan kecil terhadap undang-undang keadilan sipil dalam
beberapa undang-undang yang telah ada. UndangUndang omnibus ini
mengubah peraturan di dalam 16 undang-undang yang memiliki muatan
yang berbeda.

96
C. Omnibus Law Dalam Kerangka Hukum Tata Negara

Dalam penerapanya, sebenarnya omnibus law lebih banyak


diterapkan oleh negara-negara yang menganut system Common Law
seperti Amerika Serikat, Kanada, Irlandia, Inggris, Korea Selatan, Jerman,
Selandia Baru dll dengan tujuan untuk memperbaiki regulasi di negara nya
masing-masing dalam rangka menyederhanakan tumpang tindih regulasi
dan menjamin kemudahan dalam iklim dunia bisnis.

System hukum Indonesia yang menganut Civil Law System menjadi


salah satu alasan belum dikenal nya konsep Omnibus law dalam pedoman
penyusunan peraturan perundang-undangan. Dalam UU No 15 Tahun 2019
tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan tidak dikenal atau dicantumkan nya
konsep omnibus law sebagai salah satu asas dalam sumber hukum maupun
sebagai kerangka metodologis untuk melakukan revisi peraturan
perundang-undangan, begitu pula di dalam hierarki tata urutan peraturan
perundang-undangan yang tercantum dalam pasal 7 ayat (1) UU tersebut,
Secara teori perundang-undangan di Indonesia, kedudukan UU dari konsep
omnibus law belum diatur. Jika melihat sistem perundang-undangan di
Indonesia, UU hasil konsep omnibus law berposisi sejajar atau sama dengan
UU lain atau bahkan bisa mengarah sebagai

97
UU Payung karena mengatur secara menyeluruh, meliputi banyak
substansi/muatan dan kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang
lain, akan tetapi Indonesia justru tidak menganut UU Payung karena posisi
seluruh UU adalah sama dibawah TAP MPR dan UU Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 sebagai yang tertinggi dalam Hierarki aturan Perundang-
undangan. Sehingga persoalan secara teori peraturan perundang-undangan
mengenai kedudukannya harus diberikan legitimasi dalam UU No 15 Tahun
2019 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Menurut pakar Hukum Tata Negara
Universitas Udayana Jimmy Z Usfunan omnibus law dapat diterapkan jika
posisi nya sama atau sejajar dengan UU lain, akan tetapi jika berfungsi sebagai
UU Payung sama seperti yang sering dicetuskan oleh beberapa pejabat negara
maka perlu diperhatikan apakah bersifat umum atau detail seperti UU biasa. Jika
bersifat umum, maka tidak semua ketentuan yang dicabut melainkan hanya yang
bertentangan saja. Tetapi jika ketentuannya umum, akan menjadi soal jika
dibenturkan dengan asas lex spesialis derogat legi generalis (aturan yang
khusus mengesampingkan aturan yang umum. Oleh sebab itu, harus diatur
dalam hierarki perundang-undangan perihal kedudukannya.

Di sisi lain walaupun konsep omnibus law masih dimungkinkan

98
diterima dalam system hukum Indonesia, tetapi tidak sejalan dengan semangat
reformasi yang telah diperjuangkan dengan berdarah-darah puluhan tahun
lalu, dengan ada nya omnibus law berpotensi besar memunculkan persoalan
dalam penghormatan terhadap otonomi daerah yang menekankan pada
kehendak daerah mengatur daerahnya, karena dengan adanya omnibus law,
maka secara otomatis peraturan tingkat daerah juga harus mematuhi aturan
baru dari konsep omnibus law. Keinginan kuat dari Pemerintah pusat terhadap
peningkatan Investasi, tidak selama nya bisa diakomodir daerah, sebab ada
investasi tertentu yang tidak bisa diterima oleh daerah karena dianggap dapat
memudarkan nilai kultural masyarakat setempat, oleh sebab itulah dikenal
dengan istilah desentralisasi sehingga daerah memiliki otonomi nya sendiri
untuk menentukan dan mengelola segala hal yang berkaitan dengan investasi.
Dengan prinsip sentralisasi yang akan menjadi muara apabila omnibus law ini
diundangkan menjadi UU yang sah, maka jelas ini adalah bentuk
penghianatan terhadap agenda Reformasi yang telah diperjuangkan. Dengan
beberapa pertimbangan tersebut dapat dilihat apakah penyusunan Omnibus
Law bertujuan untuk sepenuhnya demi kepentingan masyarakat, atau hanya
untuk mengakomodir segelintir orang saja yang beraliansi dengan Oligarki,
jika omnibus law dibuat untuk melindungi kepentingan penguasa dan
mengesampingkan hak-hak pekerja serta masyarakat sipil secara umum, lebih
baik Omnibus Law tidak perlu untuk dibuat. Sehingga dapat disimpulkan
bahwasanya untuk saat ini, penerapan Omnibus Law bukanlah solusi untuk
menunjang tujuan yang diimpikan oleh Presiden Joko Widodo,
pengoptimalan terhadap aturan yang sudah ada jauh lebih urgent dilakukan
dibandingkan dengan membuat omnibus law dengan tergesa-gesa tanpa
kajian yang matang dan komprehensif.

D. Pandangan Pakar Mengenai Omnibus Law

Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia

99
yang juga mantan Hakim Konstitusi Republik Indonesia, Prof Maria Farida
Indrati menyampaikan keberatanya mengenai omnibus law yang sedang
dikerjakan secara cepat oleh Pemerintah dan DPR, Prof Maria berpandangan
bahwa penysunan 1 (satu) UU yang mengatur satu substansi saja diperlukan
banyak tahapan, terlebih lagi jika membuat 1 (satu) UU yang mengakomodir
lebih dari 70 UU seperti omnibus law ini jelas membutuhkan kajian yang lebih
mendalam atau komprehensif, dengan dimulai dari proses pemetaan,
penyisiran sejumlah UU, hingga mencabut pasal-pasal yang saling tumpang
tindih di berbagai peraturan. Omnibus law adalah konsep yang lazim
digunakan oleh negara-negara dengan system Common Law dan apabila
diterapkan pada Indonesia yang menganut Civil Law tentu nya dikhawatirkan
akan memiliki masalah baru terkait dengan kepastian hukum dan berpotensi
menyulitkan serta membingungkan banyak orang nanti nya, sebab jika UU
Omnibus Law dari berbagai macam aturan hanya diambil sepotong-sepotong
akan jadi seperi apa? Misalnya, mencabut pasal 1 dalam sebuah UU yang
mengatur definisi bisa berdampak juga pada tidak sinkron nya dengan pasal-
pasal lain. Bagi nya, membuat sebuah UU yang mengatur hajat hidup orang
banyak tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, Prof Maria
mencontohkan proses penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana yang memakan waktu hingga puluhan tahun dalam proses pengkajian
nya demi tercipta sebuah aturan yang menjadi cerminan jati diri bangsa.
Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri dalam keterangan nya saat mengikuti
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang diselenggarakan di Badan
Legislasi (Baleg) DPR RI menilai ada empat prasyarat yang perlu dipenuhi
sebelum omnibus law dibahas. Pertama, pemerintah serta DPR perlu
menjamin bahwa sasaran dari omnibus law adalah perubahan, pencabutan,
atau pemberlakuan dari fakta yang terkait tetapi terpisah dalam berbagai
peraturan perundang-undangan.

100
Kedua, pemerintah bersama DPR perlu melakukan pemetaan regulasi yang
terkait baik secara horizontal maupun vertikal dan landasan dari setiap UU yang
direvisi melalui omnibus law serta perlu diuji kembali landasan sosiologis serta
filosofisnya. Ketiga, omnibus law yang nantinya dibahas tidak boleh
diposisikan menjadi UU payung karena system hukum dan legislasi Indonesia
tidak mengenal UU semacam itu. Dan Keempat, apabila omnibus law bersifat
umum maka regulasi tersebut perlu mencabut ketentuan-ketentuan yang saling
bertentangan. Meski demikian, hal ini berpotensi menimbulkan masalah
apabila omnibus law yang bersifat umum berhadapan dengan aturan yang
bersifat khusus yang mengesampingkan aturan umum.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri
Amsari menyatakan bahwasanya pemerintah serta DPR untuk tidak
memaksakan keberadaan omnibus law karena sangat sulit untuk menyatukan
banyak objek hukum dalam satu UU.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti
keberpihakan pemerintah kepada pengusaha dalam Rancangan Undang-
undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, RUU yang diusung
pemerintahan Presiden Joko Widodo ini dinilai akan memperparah
ketimpangan penegakan hukum di Indonesia. Ketua Bidang Advokasi YLBHI
Muhammad Isnur mengatakan Omnibus Law memberikan keringanan kepada
pengusaha dengan mengurangi syarat lingkungan hidup, mempermudah
perpanjangan izin usaha, dan penghapusan pidana bagi korporasi pelanggar
hak, selain itu aturan tersebut memperparah ketimpangan penegakan hukum,
khususnya terkait konflik lahan antara masyarakat dengan korporasi. Selain
berimplikasi pada penegakan hukum yang sangat lemah bagi perusahaan
pelanggar hak dan perusak lingkungan, hal ini juga menunjukkan bagaimana
penegakan hukum di Indonesia sungguh timpang.

101
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Merah Johansyah
dalam keterangan nya yang dimuat oleh CNN saat diskusi di Kantor LBH
Jakarta pada 19 Januari 2020 menyampaikan bahwa Rancangan Undang-
undang (RUU) Omnibus Law yang tengah digodok pemerintah akan
menimbulkan daya rusak terhadap lingkungan hidup dan memaksa masyarakat
mengungsi. rancangan Omnibus Law akan resmi melakukan pengusiran,
peracunan dan akan membentuk pengungsian sosial ekologi kolosal di
Indonesia karena akan adanya bencana lingkungan hidup di Indonesia.

102
OMNIBUS LAW CIPTA LAPANGAN KERJA

E. Kondisi Ketenagakerjaan Hari ini

Pada tanggal 24 Agustus 2020, BEM KM UNNES yang tergabung


dalam aliansi Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) Semarang
mengadakan diskusi bersama dengan beberapa serikat buruh, LSM, dan
NGO Jawa Tengah yang bertempat di PKMU Universitas Negeri
Semarang, adapun serikat buruh yang hadir adalah Kongres Aliansi
Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Jawa Tengah, Federasi Serikat Pekerja
Industri (FSPI), Serikat Buruh Danamon, Serikat Buruh Kerakyatan
(SERBUK) Semarang dan Demak, serta PUBG Grobogan.

Dalam diskusi tersebut, semua serikat buruh yang hadir bersepakat


bahwasanya system ketenagakerjaan yang diterapkan perusahaan di
Indonesia saat ini tidak jauh berbeda dengan system perbudakan di era
modern, ada beberapa hal yang dikeluhkan, diantaranya mengenai :
a. Pelanggaran terhadap hak untuk berserikat, hal ini dibuktikan
dengan dipersulit nya proses untuk mendirikan serikat sebagai
wadah untuk melakukan pencerdasan terhadap buruh yang
berada di dalam nya, bahkan ketika serikat sudah terbentuk,
tidak jarang dijumpai ancaman dari perusahaan terhadap
anggota yang bergabung. Ancaman yang didapat bisa berupa
ancaman tidak akan diperpanjang kontrak nya hingga ancaman
PHK.
b. Ketidakpastian Kontrak yang menyebabkan Buruh menjadi
permainan dari pengusaha yang sewenang-wenang
c. System pengupahan yang tidak manusiawi: buruh mengeluhkan
pengupahan yang diterapkan dari perusahaan kerap kali sangat
merugikan buruh, sebab upah yang diterima tidak sebanding
dengan waktu kerja, intensitas kerja serta target yang ditetapkan
oleh perusahaan. Selain itu bagi tenaga kerja yang berhalangan
seperti

103
yang cuti hamil, cuti melahirkan, sakit dsb juga
mendapat pengurangan upah bahkan berpotensi untuk
digantikan dengan tenaga kerja lain.
d. Tenaga kerja asing yang lebih dominan dibandingkan
tenaga kerja dalam negeri di beberapa perusahaan.
e. Pesangon yang diterima nominal nya sangat kecil jika
buruh tidak lagi bekerja di perusahaan karena
mengajukan resign ataupun karena pemutusan
hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan
f. Selain itu buruh juga mengeluhkan minim nya perhatian
pemerintah daerah melalui Dinas Ketenagakerjaan yang
tidak komitmen terhadap pelanggaran hokum dan
pelanggaran hak yang dilakukan oleh perusahaan yang
sewenang-wenang dalam mempekerjakan buruh.
F. Politik Hukum Perburuhan

Restaria Hutabarat dalam artikel nya yang berjudul “Politik


Perburuhan di Indonesia” menjelaskan bahwasanya kebijakan
perburuhan yang diterapkan selalu dilator belakangi oleh kepentingan
tertentu yang disusupkan dalam grand strategy kebijakan nasional
(elective mirror thesis: hukum mencerminkan kepentingan pihak
tertentu).
Salah satu kepentingan yang melatarbelakangi nya adalah
program globalisasi Multi National Coorperation yang didirikan oleh
Negara-negara kaya kapitalis di dunia yang kita kenal antara lain
sebagai IMF dan World Bank. Dengan dalih mengentaskan
kemiskinan, IMF menawarkan pemberian hutang kepada Indonesia
dengan syarat Indonesia harus melakukan perubahan beberapa
kebijakan agar lebih menguntungkan Negara-negara kapitalis tersebut.
Dalam salah satu pasal dalam Letter of Intent dinyatakan bahwa
Indonesia harus melakukan beberapa perubahan yang berkaitan dengan
perburuhan, salah satunya adalah adanya flexibility labour

104
market atau dalam bahasa awam dikenal dengan hubungan perburuhan
yang bersifat fleksibel, Letter Of Intent merupakan Salah satu dokumen
yang harus ditandatangani Indonesia yang merupakan perjanjian untuk
mendapatkan pinjaman dari IMF. “Following the major reform of the
rights of association and union activity in 2000, modernization of
complementary labor legislation relating to industrial relations has
become a priority. A bill relating to labor protection has now been
passed, and we are working closely with Parliament to ensure that the
other bill in this area, on industrial dispute resolution, is enacted
during the first half of 2003. We are working with labor and business
to ensure that the laws strike an appropriate balance between
protecting the rights of workers, including freedom of association, and
preserving a flexible labor market” (Letter of Intent Indonesia,18
Maret 2003 dapat dilihat di
http://www.imf.org/External/NP/LOI/2003/idn/01/index.htm).

Berdasarkan film documenter New Rulers of The World (2002)


yang merupakan hasil penelitian John Pilger yang juga merupakan
seorang jurnalis menyampaikan bahwa Perusahaan-perusahaan
transnasional seperti Nike, dan Adidas selalu memilih Negara-negara
berkembang sebagai tempat pembuatan barang produksi, karena
dianggap memiliki kecenderungan mempekerjakan pekerja nya dengan
upah murah sehingga biaya produksi dari perusahaan- perusahaan ini
dapat ditekan sedemikian rupa. Begitu juga dengan Indonesia, dengan
tujuan untuk mendatangkan investor sebanyak-banyak nya, maka
Indonesia harus memberi jaminan menciptakan iklim investasi yang
baik untuk investor, salah satunya dengan menerapkan upah murah
untuk para pekerja.

105
G. Omnibus Law Cipta Kerja Bukan Solusi

Omnibus Law Cipta Kerja sebagai salah satu dari 4 (empat) Omnibus Law
yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional tahun 2020 dianggap oleh
banyak pihak sebagai produk Legislasi yang cacat serta tidak layak untuk
diterapkan dalam sistem hukum Indonesia saat ini, RUU yang rencana nya terdiri
dari 11 kluster ini dianggap akan menjadi sumber masalah di kemudian hari apabila
telah sah diundangkan.

Buruh sebagai salah satu elemen yang terkena dampak dan dirugikan
secara langsung bereaksi keras terhadap penyusunan RUU Cipta Kerja yang
akan membuat Celaka para buruh, Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat
(GEBRAK) melakukan aksi demonstrasi pada tanggal 13 Januari 2020 di
depan Kantor DPR Republik Indonesia, dalam aksi tersebut, terdapat
beberapa tuntutan yang disuarakan, yakni :
1) Menolak semua upaya pembuatan omnibus law yang tidak
demokratis, mengutamakan kepentingan bisnis dan hanya
menyengsarakan rakyat Indonesia
2) Menolak semua usaha bagi perluasan praktek pasar tenaga kerja yang
fleksibel (Labour Market Flexibility) di Indonesia
3) Menolak RUU cipta lapangan kerja yang di dalamnya mengandung
pasal- pasal yang ditujukan bagi perampasan hak atas kerja, upah
layak, hak demokratis serikat buruh dan hak-hak dasar buruh lainnya.
4) Mendesak Presiden Joko Widodo untuk menghentikan semua upaya

106
mengorbankan rakyat demi mengejar pertumbuhan ekonomi dan

107
investasi. Gerakan buruh bersama rakyat juga menolak segala
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yang membuat rakyat
semakin sengsara dan miskin seperti kenaikan iuran BPJS, kenaikan
tarif dasar listrik, dan lain sebagainya.
Disamping itu ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan,
mengapa Omnibus Law Cipta Kerja bukanlah suatu solusi atas
permasalahan perampasan ruang hidup serta penghisapan yang terjadi
sekarang ini, bahkan berpotensi akan menjadi sumber masalah baru
apabila aturan tersebut telah sah menjadi hokum positif yang akan
diterapkan di Indonesia, adapun alasanya yaitu sebagai berikut:
Pertama, RUU Cipta Kerja yang merupakan salah satu produk
dari konsep Omnibus Law banyak mengenalkan hal yang kurang lazim
jika dibandingkan dengan hokum positif yang diterapkan di negara kita
saat ini dan belum pasti bisa diterapkan di Indonesia tentunya. Dengan
dalih sebagai inovasi di bidang pembaharuan hukum tetapi justru jika
dipikirkan, konsep tersebut sebenarnya belum cocok diterapkan di
Negara ini, padahal jika melihat pada teori sitem hukum Lawrence Meir
Friedman disebutkan bahwa berhasil atau tidaknya penegakan hukum
bergantung pada Legal Substance (Substansi Hukum), Legal Structure
(Struktur Hukum/Pranata Hukum) serta Legal Culture (Budaya
Hukum). Adanya kesesuaian antara subtansi hukum dan budaya hukum
adalah suatu keharusan, sederhannya apakah suatu subtansi hukum
yang hendak dikeluarkan sudah sesuai atau tidak jika diterapkan dalam
budaya hukum (legal culture) di tempat berlakunya aturan tersebut.
Jika tidak, maka harus dipertanyakan apakah subtansi hukum ini
memang mengakomodir kebutuhan masyarakat banyak atau hanya
diperuntukan bagi segilintir orang saja. Dalam omnibus law RUU Cipta
Kerja ini banyak sekali muatan substansi dalam materi yang
dikeluarkan dari Kementrian Menko Perekonomian yang tidak layak
diterapkan bagi pekerja di negara ini, sebagai contoh mengenai skema
upah per jam. Meski sudah lumrah diterapkan dalam dunia kerja di
negara- negara maju seperti Luksemburg, Australia, Perancis, Selandia

108
Baru, Jerman, Belanda, Belgia, Inggris, Irlandia, dan Kanada, hal
tersebut jelas mendapat penolakan dari para buruh. Pernyataan
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja

109
Indonesia (KSPI) Said Iqbal yang dikutip dari Tempo
menganggap pemerintah tidak menyampaikan sejelas-sejelasnya
definisi upah per jam yang akan diatur melalui Rancangan
Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. penerapan
upah per jam ini bisa berpotensi menghapus upah minimum atau
jaringan pengaman agar buruh tidak miskin, sebagaimana yang
terkandung dalam Konvensi Organisasi Buruh Internasional
(International Labour Organization/ILO) dan UU No. 13 tahun
2003, itu baru satu contoh saja, padahal masih banyak
permasalahan serupa yang belum menemui titik terang akan solusi
permasalahan nya.
Kedua, Berdasarkan pernyataan Menteri Koordinator
Bidang Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia yang
dikutip dari Tempo pada 22 Januari 2020, dikatakan bahwa draft
RUU Omnibus Law telah disebar ke masyarakat, sedangkan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia
Airlangga Hartato menyampaikan pernyataan yang sangat
bertolak belakang dengan yang disampaikan oleh
Menkopolhukam, ditegaskan bahwa draft rancangan undang-
undang omnibus law perpajakan maupun cipta lapangan kerja
belum disebar ke publik. Sehingga bila ada draft yang beredar
dipastikan adalah hoaks, jelas disini terjadi Inkonsistensi dari
pemerintah terkait beredarnya draft RUU Cipta Lapangan Kerja
yang juga menambah pandangan negatif masyarakat tentang
transparansi dan muatan materi dalam RUU Cipta Lapangan
Kerja. Padahal berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 12
Tahun 2011 j.o Undang-undang No 15 tahun 2019 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi yang akan
diundangkan wajib disebarluaskan ke masyarakat untuk
memperoleh masukan dan dapat dipantau secara langsung oleh
publik. Bahkan pemerintah sendiri membenarkan larangan untuk
menyebarkan pembahasan Omnibus Law dengan dalih tidak

110
ingin terjadi kegaduhan. Hal ini secara tidak langsung
membuktikan bahwa pemerintah menutup diri dari masukan
publik terhadap muatan materi atau substansi dari RUU Omnibus
Law ini.
Ketiga, Komposisi satuan tugas (satgas) Omnibus Law
juga sangat bermasalah, Satgas omnibus law sendiri dibentuk
oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartanto berdasarkan
Keputusan Menko Perekonomian Nomor 378 tahun 2019
tentang Pembentukan Satuan Tugas, Satgas ini bertujuan untuk
menginventarisasi dan memberi masukan terkait RUU
Omnibus Law dan diketuai oleh Ketua umum Kamar Dagang
Indonesia (KADIN) serta Menko Perekonomian sebagai
pengarah. Komposisi dari satuan tugas ini sendiri melibatkan
beberapa pihak seperti akademisi dan beberapa pihak yang
dianggap perlu. Namun pada realitanya satuan tugas ini
didominasi oleh kelompok pengusaha. Dari 127 nama yang
masuk menjadi bagian Satgas bersama ini, ada 16 pengurus
Kadin nasional maupun daerah yang jadi anggota Satgas.
Beberapa di antaranya adalah Erwin Aksa, Hendro
Gondokusumo, Anton J Supit, Bobby Gafur Umar, James T
Riady, Raden Pardede, hingga Shinta Kamdani. Selain
perwakilan Kadin, sekitar 22 orang anggota satgas tercatat
sebagai ketua asosiasi bisnis. Di antaranya:
1. Ade Sudrajat saat ini sebagai ketua Asosiasi Pertekstilan
Indonesia
2. Sanny Iskandar saat ini sebagai ketua Himpunan Kawasan
Industri
3. Eddy Widjanarko saat ini sebagai ketua Asosiasi Persepatuan
Indonesia
4. Hariyadi Sukamdani saat ini sebagai ketua Asosiasi
Perhimpunan Hotel Indonesia
5. Aryan Warga Dalam saat ini sebagai ketua Asosiasi Pulp

111
dan Kertas Indonesia
6. Yukki Nugrahawan Hanafi saat ini sebagai ketua Asosiasi
Logistik dan Forwarder Indonesia
7. Joko Supriyono saat ini sebagai ketua Gabungan Pengusaha
Kelapa Sawit Indonesia
8. Adhi Lukman saat ini sebagai ketua Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia
9. Benny Soetrisno saat ini sebagai ketua Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia.

112
10. Roy Nicholas Mande saat ini sebagai ketua Asosiasi
Pengusaha Ritel Indonesia
11. Moenardji Soedargo saat ini sebagai ketua Gabungan
Perusahaan Karet Indonesia
12. Pandu Patra Sjahrir saat ini sebagai ketua Asosiasi
Pertambangan Batubara Indonesia
13. Indroyono Soesil saat ini sebagai ketua Asosiasi
Pengusaha Hutan Indonesia
14. Tirto Kusnadi saat ini sebagai ketua Gabungan
Perusahaan Farmasi Indonesia
15. Surracti Sasmita saat ini sebagai ketua Asosiasi
Pengusaha Indonesia
16. Kamaluddin Hasyim saat ini sebagai ketua Gabungan
Usaha Penunjang Energi dan Migas
17. Iskandar Z Hartawi Gabungan Pelaksana Konstruksi
Nasional Indonesia
18. Joseph Pangalila saat ini sebagai ketua Gabungan
Perusahaan Nasional Rancang bangun Indonesia
Jika melihat komposisi Satgas yang dibentuk berdasarkan
Keputusan Menko Perekonomian Nomor 378 tahun 2019 dimana
didominasi oleh pengusaha dari berbagai sector jelas memperlihatkan
kearah mana RUU Omnibus Law ini akan dibawa, Pemerintah jelas
berorientasi pada nilai ekonomis dan keuntungan bisnis dibandingkan
memperhatikan kesejahteraan dari para pekerja/buruh itu sendiri,
padahal merekalah yang akan menjadi objek serta yang akan merasakan
dampak nya secara langsung. Tidak dilibatkan nya buruh serta pegiat
lingkungan jelas merupakan sebuah kemunduran dalam demokrasi,
sebab kepentinggan dan hak nya tidak mungkin akan terakomodir,
sehingga di masa yang akan datang akan sangat dimungkinkan terjadi
ketimpangan social yang akan semakin meningkat jumlahnya.

113
Yang terakhir, Omnibus law Cipta Kerja ini bisa menambah
beban regulasi jika gagal diterapkan. Dengan sifatnya yang mencakup
lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang,
pembahasan undang- undang omnibus law dikhawatirkan tidak akan
komprehensif. Pembahasan akan berfokus pada undang-undang
omnibus law dan melupakan undang-undang yang akan dicabut, yang
akan menghadirkan beban regulasi lebih kompleks. Misalnya,
bagaimana dampak turunan dari undang-undang yang dicabut, dampak
terhadap aturan pelaksanaannya, dan implikasi praktis di lapangan.
Belum lagi jika undang-undang omnibus law ini gagal diterapkan dan
membuat persoalan regulasi semakin runyam. Dalih lex posterior
derogat legi priori (hukum baru mengesampingkan hukum lama) saja
tidak cukup karena menata regulasi tidak bisa dengan pendekatan satu
asas.
Dari beberapa alasan diatas, jelaslah bahwa Omnibus Law Cipta
Kerja bukanlah solusi untuk mengatasi permasalahan akan penyerapan
tenaga kerja di Indonesia, akan tetapi jika dilihat dari awal proses
pembuatanya yang cacat serta tujuan nya yang hanya berorientasi pada
profit dan peningkatan nilai investasi tentu saja sangat bertolak
belakang dengan tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum
dalam Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Negara memiliki kewajiban dan
tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi sebagai instrument yang
dapat menunjang kesejahteraan warga negara nya tanpa diskriminasi
dan atas dasar persamaan untuk mendapat hidup yang layak serta
memperoleh kebahagiaan dari berbagai aspek.

114
H. Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Karpet Merah Oligarki

a) Legitimasi Perbudakan Era Modern


Joko Widodo yang terpilih kembali menjadi Presiden
Republik Indonesia untuk periode 2019-2024 menjalankan
Pemerintahan dengan penuh ambisi pada semangat
industrialisasi dengan mengundang investor besar beserta
iming-iming dua kata kunci: kebijakan deregulasi serta
percepatan. Dua kata kunci yang tidak hanya bisa dipahami dari
pembantu-pembantu nya maupun sumber media yang berpihak
kepada pemerintah, tetapi juga bagaimana kata kunci tersebut
dijalankan secara sistematik, bahkan pada tataran operasional
hingga kemudian lahirlah ide untuk membuat sebuah Undang-
undang sapu jagat, yang salah satu nya bernama Cipta Kerja.
Omnibus Law, sebagaimana regulasi yang lain yang dibentuk
oleh Pemerintah Jokowi, memang diinisiasi untuk menciptakan
iklim yang “kondusif” bagi investasi, kepentingan korporasi,
dan ruang bagi penyediaan ekspansi kapital. Tanpa memahami
politik hukum perburuhan tentang apa dan mengapa sebuah
aturan perlu diatur kembali, direvisi, atau dicabut, penting bagi
kita untuk melihat bagaimana aturan-aturan itu kemudian
berdampak pada kepentingan buruh yang semakin lama semakin
tergerus. Sialnya lagi, praktik tersebut dilegitimasi oleh norma
hukum yang dibuat hanya dalam kerangka formal.
Pemerintah menggiring opini masyarakat bahwasanya
dengan investasi yang masuk akan memiliki dampak nilai
ekonomis yang baik bagi sebuah negara serta imbas nya akan
berdampak pada penciptaan lapangan kerja baru dan
penyerapan tenaga kerja, akan tetapi narasi yang dibuat indah
tersebut sebenarnya mengabaikan perlindungan terhadap
pekerja. Dengan dalih fleksibilitas tenaga kerja sebenarnya
terkandung muatan yang dapat mencelakakan pekerja karena

115
ketidakpastian nya serta potensi kesewenang-wenangan nya,
beberapa hal yang berpotensi kuat memperbudak atau
mencelakakan para pekerja antara lain :
I. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan marak terjadi akibat
dari turun nya jumlah pesangon yang nanti nya akan
didapatkan. PHK massal akan mengancam semua pekerja
karena biaya untuk memecat (pesangon) dinilai murah
ketimbang harus terus menerus menggaji buruh, disini tidak
ada kepastian dalam kerja. Jika membandingan antara
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dengan muatan yang terkandung dalam
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sangat berbeda, walaupun
UU Ketenagakerjaan yang saat ini dipakai dianggap jauh dari
kata baik untuk buruh, akan tetapi substansi dalam Omnibus
Law Cipta Lapangan Kerja ini akan jauh lebih buruk. dalam
pasal 153 UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang
berlaku saat ini mengatur bahwa perusahaan dilarang
melakukan pemutusan hubungan kerja apabila:
• Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut
keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12
bulan secara terus-menerus
• Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya,
karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
• Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
• Pekerja menikah
• Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur
kandungan, atau menyusui bayinya
• Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan

116
perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu
perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
• Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau
pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan
serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja
atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama

117
• Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang
berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang
melakukan tindak pidana kejahatan
• Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku,
warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau
status perkawinan
• Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat
kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja
yang menurut surat keterangan dokter yang jangka
waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan

Sementara dalam RUU Cipta Kerja tidak diatur


mengenai pelarangan pemutusan hubungan kerja perusahaan
terhadap buruh dengan ketentuan yang sudah diatur seperti
dalam UU No 13 Tahun 2003. Hal ini merugikan buruh karena
tidak ada dasar hukum jika buruh di PHK oleh perusahaan
karena buruh mengalami keadaan sesuai ketentuan dalam pasal
153 UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan hal tersebut, tentu saja akan menjadi angin segar
bagi perusahaan untuk melakukan kesewenang-wenangan
terhadap pekerja yang bekerja di perusahaan nya, selain itu
perlakuan diskriminasi terhadap calon tenaga kerja maupun
pekerja yang sudah bekerja akan sangat dimungkinkan terjadi
jika melihat pengaturan dalam UU Ketenagakerjaan (pekerja
hamil, menjalankan ibadah sesuai agama nya, cacat, sakit
ataupun perbedaan agama maupun politik) yang tidak diatur
dalam rumusan draft yang ada pada Omnibus Law Cipta Kerja.
Di Indonesia sendiri antara tahun 2017 sampai dengan 2019
telah terjadi ratusan ribu kasus PHK contohnya kasus PHK
masal yang terjadi di PT Arnott’s yang memaksa 300 orang
pekerjanya untuk mengundurkan diri secara sukarela, PT
Freeport (PHK 8.300

118
buruh), PT PDK (PHK 1.300 buruh), Awak Mobil tangka
Pertamina (PHK 1.950 buruh) serta sektor perbankan yakni
Bank Danamon yang mem-PHK 2.322 pegawainya tahun 2017
silam. Padahal Disebutkan dalam Pasal 5 UU No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “Setiap tenaga kerja
memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk
memperoleh pekerjaan.” dan Pasal 6 UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yaitu “Setiap pekerja/buruh berhak
memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari
pengusaha.”

II. Kesewenang-wenangan pengusaha dalam memberikan upah


layak bagi pekerja : Upah pekerja akan semakin kecil karena
dihitung berdasarkan jam atau produktivitas kerja nya, sehingga
mau-tidak mau pekerja akan melakukan kerja dengan intensitas
yang Panjang demi mendapatkan upah yang dianggap layak. Jika
dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, ada beberapa hal yang tidak
terakomodir dalam muatan Omnibus Law Cipta Kerja ini. Dalam
pasal 93 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur
mengenai pekerja yang tetap menerima upah meskipun tidak bisa
bekerja dengan ketentuan- ketentuan yang sudah diatur. Contoh
pemberian upah kepada buruh yang sedang sakit. Upah yang
dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai berikut :
• untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus
persen) dari upah;
• untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh
lima persen) dari upah;
• untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh
persen) dari upah; dan

119
• untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima
persen) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja
dilakukan oleh pengusaha.
Dalam RUU Cipta Kerja tidak diatur mengenai upah
buruh yang tetap dibayarkan meski buruh tidak bekerja sesuai
dengan ketentuan- ketentuan. Sehingga jika ada buruh yang
tidak bisa bekerja dengan alasan- alasan yang diatur seperti
dalam UU No 13 Tahun 2003, maka buruh berpotensi untuk
tidak akan mendapat upah. Hal ini tentu merugikan buruh
apalagi jika buruh tersebut tidak memiliki pos-pos penghasilan
lain atau hanya mengandalkan pekerjaannya sebagai buruh
sebagai buruh. Beberapa kekhawatiran seperti pekerja yang
istirahat makan atau menjalankan ibadah akan dianggap sedang
tidak bekerja sehingga akan mengurangi upah yang didapatkan
nya, kemudian potensi diskriminasi terhadap perempuan juga
sangat besar kemungkinan nya untuk terjadi, karena pekerja
perempuan yang mengajukan cuti hamil, cuti melahirkan, cuti
keguguran, akan dianggap tidak bekerja dan imbas nya tidak
akan mendapat upah sepeserpun.

I. Tenaga Kerja Asing yang mengancam: Pemerintah Indonesia


yang memiliki obsesi untuk mendatangkan investor sebanyak
mungkin tentu saja akan mencoba sebisa mungkin untuk
memuluskan syarat dari investor yang akan masuk, termasuk
dari investor asing/luar negeri yang akan menanamkan
investasi nya di Indonesias, persyaratan tersebut diantara nya
terkait dengan diijinkan nya investor asing tersebut untuk
mengikutsertakan atau memboyong pekerja dari negara nya
untuk bekerja di Indonesia sebagai tempat yang menjadi
tujuan investasi, dan dimaksutkan untuk menekan biaya
produksi serta menaikan laba yang diperoleh dari para

120
investor tersebut, hal ini tentu saja menjadi momok yang
menakutkan, khusus nya bagi masyarakat Indonesia sendiri,
dikarenakan ada potensi besar Tenaga Kerja Asing tersebut
dapat masuk ke Indonesia tanpa sebuah kualifikasi atau
persyaratan tertentu, yang menyebabkan posisi Tenaga Kerja
asli Indonesia terancam keberadaan nya, berdasarkan data
yang dihimpun dari Kementrian Ketenagakerjaan Republik
Indonesia (2019) disebutkan bahwasanya hingga akhir tahun
2018 terdapat sekitar 95.335 pekerja Tenaga Kerja Asing yang
bekerja di Indonesia yang jika diperinci dari TKA berjumlah
95.335 orang itu terdapat tenaga asing profesional yang
menyumbang sebesar 30.626 orang, manajer sebanyak
21.237 orang, dan adviser/konsultan/direksi sebanyak 30.708
orang serta sebagian besar didominasi dari Negara Republik
Rakyat Tiongkok sebesar
32.000 orang. Jika Omnibus Law ini disahkan, maka tidak
menutup kemungkinan posisi masyarakat Indonesia akan
tergusur dengan kehadiran Tenaga Kerja Asing tersebut.

121
122
II. Kepastian Kerja Yang Sulit dan Jaminan Hak Pekerja dihilangkan
: Para pekerja dalam system kontrak maupun pekerja
outsourcing(pekerja alih daya) akan berada pada posisi yang
sulit karena ketidakpastian kerja yang didapat dikarenakan
Fleksibilitas system kerja yang diterapkan, hal ini berdampak
juga pada pemberian jaminan hak bagi para pekerja serta minim
nya pesangon yang didapatkan jika kontrak kerja nya habis atau
jika dilakukan pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan,
jaminan serta fasilitas kesejahteraan bagi para buruh sendiri
sebenarnya sudah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, yakni dalam Pasal 100 yaitu:
(1) Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh
dan
keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas
kesejahteraan.
(2) Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan
pekerja/buruhdan ukurankemampuan perusahaan.
(3) Ketentuan mengenai jenis dan kriteria fasilitas
kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan pekerja/
buruh dan
ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah
Muatan yang terkandung dalam Omnibus Law Cipta Lapangan
Kerja ini memiliki potensi besar untuk meminimalkan atau
bahkan menghilangkan kewajiban pengusaha akan hak berupa
jaminan kerja bagi buruh, apabila hal ini benar-benar terjadi
maka jelaslah Negara tidak memperhatikan kesejahteraan para
buruh dan mewujudkan kemakmuran bagi warga negara nya.

123
III. Sanksi Pidana bagi pengusaha pelanggar hak pekerja akan
dihapuskan: Jika dibandingkan, dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan (UU No. 13 tahun 2003) mencantumkan sanksi
bagi korporasi apabila melanggar ketentuan yang terdapat dalam
Undang-undang tersebut, sanksi nya dibagi menjadi Sanksi
Pidana (tercantum dalam pasal 183 sampai 189), serta sanksi
Administratif (tercantum dalam pasal 190). Adapun sanksi
pidana dapat berupa pidana penjara (maksimal 5 tahun),
kurungan, dan/atau denda (maksimal 500 juta rupiah) serta tidak
menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayarkan
hak pekerja dan atau ganti rugi kepada karyawan yang
bersangkutan. Dalam muatan substansi Omnibus Law Cipta
Kerja ini sanksi pidana pelanggaran hak ketenagakerjaan akan
dihilangkan dan difokuskan pada pemberian sanksi
administrative, sehingga pelanggaran hak ketenagakerjaan akan
semakin massive, pengusaha dimungkinkan bisa menghindari
pemenuhan hak pekerja seperti BPJS (ketenagakerjaan dan
kesehatan), melakukan pemecatan terhadap pekerja yang
mendirikan serikat atau ikut dalam serikat buruh yang telah
ada/terbentuk, membayar upah yang minim serta melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak tanpa takut denga
nada nya saksi berupa pemidanaan.

124
I. Pertegas Bencana Ekologis

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan


dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 32/2009) maupun
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (UU No. 24/2007) yg menjadi rujukan dasar bagi para pelaku
Penanggulangan Bencana dan aktivis Lingkungan Hidup tidak
dijelaskan mengenai terminologi bencana ekologis, sehingga banyak
pendapat yang mendefinisikan bencana ekologis. Abetnego Tarigan,
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) periode
2012-2017 membedakan secara jelas antara bencana alam dengan

125
tegas serta komitmen untuk menegakan nya, serta Penegakan hukum
yang harus dikedepankan.
Dari pengertian yang dijelaskan diatas, dapat disimpulkan
bahwasanya bencana ekologis dapat terjadi karena tindakan manusia
yang melakukan eksploitasi alam secara berlebihan tanpa diimbangi
dengan pemulihanya kembali, beberapa contoh aktivitas manusia yang
memungkinkan terjadinya bencana ekologis yaitu adalah penebangan
pohon dan penggundulan hutan, pembangunan pabrik di tempat yang
sebenarnya tidak direkomendasikan untuk berdiri (contoh:
pembangunan pabrik semen di Kawasan Cekungan Air Tanah),
penambangan pada tanah tanpa memperhatikan kondisi sekitar serta
beberapa hal lain. Diakui memang, eksploitasi alam tersebut dapat
menambah pemasukan bagi daerah maupun negara dengan nilai
ekonomis yang dihasilkan, akan tetapi hal tersebut tidak sebanding
dengan kerusakan alam yang dihasilkan karena nya.
Omnibus Law Cipta Kerja yang ditujukan untuk menggaet
investor sebanyak-banyak nya memiliki kemungkinan yang sangat
tinggi terhadap makin parah nya kerusakan lingkungan yang
dihasilkan. RUU Cipta Kerja akan membuat penggusuran ruang hidup
masyarakat untuk kepentingan investasi semakin marak.
Mempertahankan ruang hidup akan semakin sulit bagi masyarakat.
Sejarah telah membuktikan bahwa nafsu menggenjot keuntungan
jangka pendek kerap berimplikasi pada ongkos lingkungan dan
kesehatan jangka panjang. Kebakaran hutan di Kalimantan dan
Sumatera, banjir Jakarta, lubang tambang yang menganga di seluruh
nusantara, kekeringan di Jawa Barat dan Nusa Tenggara - semua adalah
pembelajaran bagi kita untuk tidak lupa menghitung ongkos
lingkungan dalam pembangunan (Catatan TEMPO).
Pakar Hukum Lingkungan Dr. Wahyu Nugroho, SH., MH yang
juga berprofesi sebagai Dosen Hukum Lingkungan di Fakultas Hukum
Universitas Sahid Jakarta menyoroti penyusunan Omnibus Law Cipta

126
Kerja ini, terkhusus pada aspek lingkungan, bahwa Pemerintah
Indonesia seharusnya memiliki cara pandang yang holistik terhadap
kebijakan omnibus law yang bukan hanya mengedepankan investasi,
melainkan juga menyeimbangkan dengan instrumen lingkungan hidup
yang merupakan instrumen pokok sebagai fungsi pengendalian atas
terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup dalam rangka
menegakkan hukum lingkungan yang bermakna preventif, dan
disinilah negara berperan fungsi regulerend dan controlling. Dalam
catatan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) yang diterbitkan pada
2018 (www.mongabay.co.id) disebutkan bahwasanya Indonesia dalam
kondisi darurat ekologis, hal ini disebabkan dari situasi atau keadaan
genting akibat kerusakan lingkungan hidup. Ini bersumber dari aktivitas
monopoli penguasaan sumber daya alam tidak ramah lingkungan yang
berdampak pada hilangnya akses masyarakat terhadap sumber
penghidupan.dalam catatan WALHI dinyatakan bahwa sekitar
159.178.237 hektar lahan telah dikapling perizinan yang setara dengan
30,65% wilayah Indonesia (darat dan laut). Sebagai gambaran, luas
daratan Indonesia sekitar 191.944.000 hektar dan luas laut mencapai
327. 381.000 hektar. Sebaran izin tersebut, 59,77% ada di darat dan
13,57% di laut. Penggunaan ruang bisa lebih besar, apabila data
perizinan daerah dapat teregistrasi atau dikonsolidasikan dengan baik
di tingkat kementerian atau lembaga. Walhi juga mencatat, ada 302
konflik lingkungan hidup dan Agraria terjadi sepanjang 2017, serta 163
orang dikriminalisasi. Data ini bersumber dari 13 provinsi, yaitu Aceh,
Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan,
dan Papua. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), terdapat 2.175 kejadian bencana di Indonesia. Dari
data itu, 99,08% merupakan bencana ekologis. Jika dilihat dari segi
penerapan hukum, dari hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan
oleh WALHI dinyatakan bahwa penindakan kepada korporasi belum
maksimal, Putusan badan peradilan masih dominan menguntungkan

127
korporasi.
Beberapa kekhawatiran yang mungkin terjadi apabila Omnibus
Law Cipta Kerja ini berlaku, diantara nya yaitu berkaitan dengan
Penghilangan atau pemangkasan izin AMDAL, UKL-UPL, izin
lingkungan, IMB demi percepatan dan kemudahan dalam melakukan
investasi. Ketika dokumen- dokumen tersebut dihilangkan, maka yang
menjadi kekhawatiran adalah pengendalian terhadap pencemaran
maupun pengrusakan lingkungan tidak akan dapat terkontrol secara
baik lagi, selain itu upaya pencegahan bencana menjadi tidak efektif
lagi dikarenakan hilang nya persyaratan-persyaratan tersebut. Dan
yang tidak kalah penting yaitu hilang nya ruang partisipasi aktif public
untuk turut menentukan, memantau, memberi saran atau bahkan
melakukan penolakan berdasarkan kajian yang dilakukan.

128
TUNTUTAN

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas mengenai Omnibus

Law Cipta Kerja, Maka Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa

Universitas Negeri Semarang yang juga tergabung dalam aliansi Gerakan

Rakyat Menggugat (GERAM), menyatakan sikap serta tuntutan, yakni :

1. Menuntut pemerintah membatalkan Omnibus Law Cipta Kerja karena


cacat formiil dan materiil;
2. Mendesak pemerintah membuka partisipasi aktif masyarakat sipil
dalam setiap perumusan maupun perubahan kebijakan;
3. Mendesak pemerintah fokus terhadap pemenuhan hak - hak
masyarakat miskin, marginal, dan kelompok rentan.

Semarang, Januari 2020

129
BAB IV : SENJAKALA DEMOKRASI DI KAMPUS KONSERVASI

130
LEGAL OPINION : MAHASISWA UNNES ADUKAN REKTOR KE KPK,
DEKAN FH UNNES TERBITKAN SURAT KEPUTUSAN
PENGEMBALIAN KEPADA ORANG TUA

Bahwa berdasarkan konsideran menimbang dalam Surat Keputusan Dekan


Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Nomor 7677/UN37.1.8/HK/2020
tentang Pengembalian Pembinaan Moral Karakter Frans Josua Napitu Ke Orang
Tua. Frans Josua Napitu diduga telah melakukan beberapa perbuatan yang
melanggar etika mahasiswa dan mencemarkan nama baik lembaga. Yang Pertama,
ia diduga telah melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik Universitas
Negeri Semarang karena pelaporan dugaan korupsi Rektor Universitas Negeri
Semarang ke KPK pada tanggal 13 November 2020. Walaupun Dekan Fakultas
Hukum Universitas Negeri Semarang membantah bahwa penerbitan Surat
Keputusan tersebut bukan dilandaskan pada pelaporan Rektor Unnes ke KPK oleh
Frans Josua Napitu, akan tetapi publik meyakini bahwa terdapat sebuah keterkaitan
antara pelaporan Rektor Unnes ke KPK dengan terbitnya Surat Keputusan tersebut.
Karena terbitnya surat tersebut hanya memiliki selisih 3 (tiga) hari setelah Frans
Josua Napitu melakukan pelaporan ke KPK.

Selain itu, 1 (satu) hari sebelum Frans Josua Napitu melakukan pelaporan,
Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum Unnes mengirimkan
pesan via Whatsaap kepada Frans Josua Napitu yang isinya adalah sebagai berikut
“Mas Frans tolong jangan berulah lagi, ok kalo kamu berulah lagi berarti kamu
juga menghancurkan saya. Aktivis mahasiswa FH yg berulah, krn bukan mhsw fak
lain, berarti tega “menghancurkan” saya.”. Kemudian pada 13 November 2020
ketika Frans Josua Napitu melaporkan dugaan korupsi oleh Rektor Unnes ke KPK
RI, Ayah Frans Josua Napitu mendapatkan kiriman tautan Zoom dari Fakultas
Hukum (Tata usaha) via Whatsapp dengan topik “Undangan Orang Tua”, pada
pukul 12.30 WIB. Namun yang bersangkutan tidak hadir atau menolak undangan
pertemuan virtual tersebut. Selain terdapat agenda di waktu yang bersamaan, ayah
saya juga menganggap bahwa undangannya mendadak, agenda tidak jelas, dan
dilakukan dengan sifat undangan yang tidak formal untuk pembahasan yang

131
dianggap formal. Selain itu ayah saya juga tidak memiliki aplikasi Zoom untuk
hadir di pertemuan virtual tersebut.

Beberapa hal diatas menunjukan bahwa diterbitkan nya Surat keputusan


Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Nomor
7677/UN37.1.8/HK/2020 tentang Pengembalian Pembinaan Moral Karakter Frans
Josua Napitu Ke Orang Tua erat kaitan nya dengan pelaporan dugaan tindak pidana
korupsi Rektor Unnes ke KPK.

Bahwa pasal 27 Ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
menyatakan “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara”, amanat Konstitusi tersebut memberikan ruang kepada
masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam upaya membela negara demi kemajuan
peradaban bangsa. Salah satu hal yang bisa dilakukan oleh masyarakat dalam
membela negara adalah dengan mendukung setiap upaya pemberantasan korupsi
yang marak terjadi dan menjadi ancaman serius bagi bangsa ini. Kemudian
ditegaskan kembali dalam pasal 41 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Tindak Pidana Korupsi, dijelaskan bahwa “Masyarakat dapat berperan serta
membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi”.
Berdasarkan hal tersebut, Frans Josua Napitu mengambil sikap untuk melaporkan
dugaan tindak pidana korupsi yang didasarkan pada hasil observasi serta temuan
yang dilakukan. Hal ini semata-mata dilakukan demi mewujudkan Universitas
Negeri Semarang menjadi Perguruan Tinggi yang bebas dan bersih dari praktik
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Sehingga secara ideal, sudah semesti nya
Frans Josua Napitu mendapatkan penghargaan atas keberanian melaporkan dugaan
korupsi yang ditemui tersebut sesuai dengan ketentuan dalam pasal 13 Peraturan
Pemerintah No 43 tahun 2018 yang menyatakan ”Masyarakat yang berjasa
membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana
korupsi diberikan penghargaan”.

Akan tetapi bukan prestasi atau penghargaan yang didapatkan oleh nya,
melainkan skorsing selama 6 (enam) bulan menjadi akibat yang harus diterima.
Padahal Frans Josua Napitu sebagai mahasiswa merupakan bagian dari insan
akademik yang mempunyai hak untuk mengekspresikan pemikiran kritisnya yang

132
dijamin Konstitusi. Pelaporan dugaan korupsi Rektor Universitas Negeri Semarang
ke KPK merupakan bentuk pemikiran kritis yang saya lakukan melalui proses
hukum yang konstitusional. Dalam pasal 28 C ayat (2) Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 dijelaskan bahwa “Setiap orang berhak
untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya”.

Sebagai sebuah lembaga akademik, Universitas Negeri Semarang sudah


seharusnya mendukung setiap upaya pemberantasan Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) sebagai bentuk aktualisasi terhadap amanat yang diberikan oleh
Konstitusi. Sehingga ideal nya Universitas Negeri Semarang harus menghormati
proses hukum yang tengah berjalan serta turut membantu penuntasan dan
pengungkapan kasus ini sampai diumumkan nya keputusan dari KPK terkait
dengan hal yang dilaporkan oleh Frans Josua Napitu. Momentum ini juga bisa
digunakan untuk menunjukan kepada publik bahwasanya Universitas Negeri
Semarang merupakan Perguruan Tinggi yang bersih dari praktik Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme (KKN). Ketika pendekatan yang dilakukan oleh Universitas adalah
pendekatan yang represif dengan mengeluarkan sanksi skorsing kepada Frans Josua
Napitu selaku pelapor, maka publik akan menilai bahwa terjadi sebuah kejanggalan
dalam peristiwa ini.

Kedua, Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang menduga


Frans Josua Napitu terlibat menjadi simpatisan dari Organisasi Papua Merdeka
(OPM). Dekan FH Unnes berangkat dari rekam jejak digital Facebook saya
tertanggal 26 Juni 2020, dimana dalam postingan tersebut terdapat gambar Frans
Josua Napitu mengikuti aksi solidaritas menuntut dibebaskan nya 7 (tujuh) tahanan
politik Papua yang dituduh melakukan makar, serta aksi mengecam rasisme yang
kerap ditujukan kepada masyarakat Papua. Adapun caption dari postingan tersebut
tertulis beberapa tagar, yakni #PapuanLiveSMatter #FreedomOfSpeech dan
#BebaskanTapolPapua. Bagi kami, tudingan Dekan FH Unnes yang menyebutkan
bahwa Frans Josua Napitu adalah simpatisan dan penggerak OPM merupakan
tuduhan yang tidak berdasar serta mengada-ada, karena hanya berangkat dari
pertimbangan berupa dugaan saja tanpa disertai dengan fakta dan bukti yang jelas.

133
Terlebih Dekan FH Unnes tidak berada di lokasi kejadian pada saat aksi solidaritas
berlangsung, sehingga tidak mengetahui situasi yang terjadi, termasuk tuntutan
yang disuarakan. Selain itu perlu dipertanyakan juga, apakah Dekan FH Unnes
mengikuti isu yang melatarbelakangi terjadinya aksi pada hari itu. Yang sebenarnya
aksi tersebut terjadi juga di banyak tempat.

Perlu diketahui bahwa yang melatarbelakangi aksi solidaritas di banyak


wilayah tersebut adalah karena kecaman terhadap rasisme yang kerap ditujukan
kepada orang berkulit hitam. Dalam aksi solidaritas ini terdapat beberapa hal yang
menggerakan amarah publik, yakni saat warga kulit hitam Amerika Serikat, George
Floyd yang harus meninggal karena leher nya ditindih lutut oleh seorang polisi
Minneapolis, Derek Chauvin. Peristiwa tersebut menggerakan gerakan besar di
banyak negara yang marah karena di era sekarang, perlakuan diskriminasi dan
rasisme masih terjadi. Sehingga kemudian muncul dan dipakailah tagar
#BlackLivesMatter dalam gerakan melawan rasisme di seluruh dunia. Selain itu,
terdapat sebuah peristiwa ketika mahasiswa Papua di Surabaya juga mendapatkan
perlakuan rasisme karena mendapatkan labeling “monyet” dari warga. Peristiwa ini
juga menyulut amarah dari masyarakat Indonesia. Akan tetapi ketika melakukan
aksi untuk mengecam tindakan rasialisme tersebut, terdapat 7 (tujuh) aktivis yang
harus mendapat kriminalisasi karena dituduh melakukan makar. Ketujuh Aktivis
penentang rasisme tersebut ialah Agus Kossay, Steven Itlay, Buchtar Tabuni,
Irwanus Urobmabin, Hengky Hilapok, Alex Gobay, dan Ferry Kombo. Aksi yang
dilakukan di Semarang, selain mengecam tindakan rasisme yang kerap ditujukan
kepada masyarakat Papua, juga memberikan desakan agar negara segera
membebaskan aktivis yang di kriminalisasi tersebut, karena tuduhan makar yang
dialamatkan tentu sangat berlebihan. Sebab hal yang diperjuangkan adalah
melawan rasisme. Oleh sebab itu, tagar #PapuanLiveSMatter #FreedomOfSpeech
dan #BebaskanTapolPapua digunakan untuk terus mengampanyekan bahwa
rasisme terhadap warga kulit hitam, termasuk di Papua harus dilawan. Selain itu,
sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia juga harus
melindungi hak untuk menyampaikan pikiran kritisnya secara bebas.

134
Begitupula dengan Frans Josua Napitu yang ikut terlibat dalam aksi
solidaritas tersebut juga memiliki mimpi yang sama agar rasisme bisa menghilang
di dunia ini. Sebagai informasi, Frans Josua Napitu adalah seorang anggota
Gusdurian yang tentu membawa dan memegang teguh nilai-nilai yang diajarkan
oleh Gus Dur, terutama berkaitan dengan keberagaman dan Toleransi. Sehingga
kami menilai sudah menjadi kewajiban bagi dirinya untuk terus bergerak dan
melawan terhadap setiap penindasan yang dilakukan, termasuk terhadap orang yang
dianggap minoritas. Berkaitan dengan Papua, yang selama ini Frans Josua Napitu
perjuangkan adalah semata-mata demi alasan kemanusiaan, yakni penolakan
terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia, rasisme, diskriminasi, eksploitasi alam
secara serampangan dan kurang diperhatikan nya kesejahteraan rakyat Papua oleh
negara. Sehingga Perjuangan ini sama sekali tidak berkaitan dengan urusan
kemerdekaan rakyat Papua, melainkan menitikberatkan pada urusan kemanusiaan,
perlindungan Hak Asasi Manusia serta kepedulian terhadap lingkungan di Papua.
Apabila Dekan FH Unnes menuduh Frans Josua Napitu menjadi simpatisan dan
penggerak Organisasi Papua Merdeka, maka Dekan FH Unnes harus dan wajib
untuk memberikan fakta dan bukti yang kuat terhadap tuduhan nya tersebut. Perlu
diketahui bersama juga, bahwa di bulan Juli 2020 Frans Josua Napitu diundang
untuk mengikuti sidang etik berkaitan dengan isu yang sama, akan tetapi para
pemeriksa termasuk Dekan FH Unnes tidak bisa membuktikan apapun, serta sudah
Frans Josua Napitu jawab berdasarkan fakta yang sebenarnya.

Tuduhan tersebut merupakan tuduhan lama yang kembali dinaikan untuk


mencoba mengaburkan sebab “melaporkan Rektor atas dugaan tindakan korupsi
sebagai alasan sebenarnya pemberian skorsing.” Memberikan sanksi dengan
tuduhan yang dibuat-buat dan tidak berdasar telah menciderai Kampus sebagai
ruang berpikir. Perbuatan Dekan FH Unnes sangat berbahaya bagi kemerdekaan
berpikir Mahasiswa. Unnes sebagai lembaga akademik seharusnya melindungi
kemerdekaan berpikir Mahasiswa bukan justru menggunakan kekuasaan untuk
mengintimidasi kemerdekaan berpikir, mengeluarkan skorsing, bahkan sangat
mungkin melakukan drop out/DO dengan alasan yang dibuat-buat dan sepihak
tanpa bukti-bukti kuat.

135
Bahwa Frasa “Diduga” pada konsideran menimbang dalam Surat
Keputusan tersebut menjadi bias dan mengabaikan asas kepastian hukum serta
menciderai nilai keadilan itu sendiri. Selain itu asas Presumption of Innocence atau
asas praduga tidak bersalah melekat pada diri saya sebelum hasil putusan hakim
menyatakan saya terbukti bersalah demi hukum berdasarkan fakta dan bukti yang
dihadirkan. Ketika membaca Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas
Negeri Semarang Nomor 7677/UN37.1.8/HK/2020 tersebut, terdapat sebuah
inkonsistensi hukum dan tidak ada nya asas kepastian hukum disini, sehingga dalam
penyusunan nya saya menganggap bahwasanya Surat Keputusan Dekan Fakultas
Hukum Universitas Negeri Semarang tersebut bukan hanya mengada-ngada,
melainkan juga cacat formiil.

Bahwa Pasal 31 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
menjelaskan bahwa “setiap warga negara berhak atas pendidikan”. Hak terhadap
akses pendidikan ini kemudian ditegaskan kembali berdasarkan pasal 12 Undang-
undang No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan “Setiap
orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya untuk
memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas
hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab,
berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia”.
Ketentuan dalam Undang-undang tersebut memberikan sebuah implikasi
bahwasanya setiap warga negara memiliki hak untuk mengakses pendidikan, dan
negara sebagai penyelenggara memiliki kewajiban untuk melindungi hak terhadap
akses pendidikan masyarakat demi peningkatan kualitas hidupnya. Apabila berkaca
pada penerbitan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang Nomor 7677/UN37.1.8/HK/2020 Tentang Pengembalian Pembinaan
Moral Karakter Frans Josua Napitu Ke Orang Tua, maka Dekan FH Unnes telah
melakukan pelanggaran HAM terhadap Frans Josua Napitu. Dekan FH Unnes
merupakan perpanjangan tangan negara dalam urusan penyelenggaraan pendidikan,
sehingga Dekan FH Unnes memiliki sebuah tanggung jawab untuk memastikan
pemenuhan terhadap hak atas pendidikan bagi setiap mahasiswa yang menimba
ilmu di Fakultas Hukum Unnes. Dengan memberikan skorsing kepada Frans Josua
Napitu, maka dekan secara jelas dan nyata telah mencabut hak atas pendidikan yang

136
melekat pada diri nya, serta menghalang-halangi Frans Josua Napitu untuk
meningkatkan kualitas hidup sesuai amanat Undang-undang karena terhambat nya
proses Frans Josua Napitu untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum
Unnes.

Bahwa dalam penyusunan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum


Universitas Negeri Semarang Nomor 7677/UN37.1.8/HK/2020 Tentang
Pengembalian Pembinaan Moral Karakter Frans Josua Napitu Ke Orang Tua, yang
dikeluarkan dan ditandatangani oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang pada tanggal 16 November 2020 ini dianggap telah melanggar Asas-Asas
Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB). Dalam UU No 30 tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan, dalam pasal 1 ayat (17) dijelaskan mengenai definisi
AUPB, yaitu “Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya
disingkat AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan
Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau
Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan”. Kemudian ditegaskan dalam
pasal 5, pasal 6, dan pasal 7 UU No 30 tahun 2014, bahwa Penyelenggaraan
Administrasi Pemerintahan harus didasarkan pada Asas Legalitas, asas
perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, dan Asas-asas Umum Pemerintahan
Yang Baik. Kemudian dalam pasal 8 dan pasal 9 UU yang sama dijelaskan
bahwasanya Setiap pengambilan keputusan dan/atau tindakan wajib berdasarkan
ketentuan peraturan Perundang-Undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan
Yang Baik. Adapun menurut saya, AUPB yang dilanggar oleh Dekan FH Unnes
yakni :

- Asas Kepastian Hukum : Bahwa Surat Keputusan yang diterbitkan


terkesan ngawur, baik dari segi formiil maupun materiil, dikarenakan
menabrak aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam proses
perumusan nya, serta tidak menunjang keadilan, kepatutan, dan
keajegan; Selain itu pertimbangan “dugaan” yang digunakan tentu
saja jauh dari kata kepastian hukum.
- Asas Kemanfaatan dan Asas Kepentingan Umum : Bahwa Surat
Keputusan yang diterbitkan seharusnya memberikan kemanfaatan

137
yang seimbang terhadap individu dengan individu, individu dengan
masyarakat, serta masyarakat dengan masyarakat lain. Surat
Keputusan Dekan Fakultas Hukum Unnes yang diterbitkan serta
ditujukan untuk Frans Josua Napitu dianggap merugikan banyak
pihak. Sebab selain merugikan Frans Josua Napitu sebagai seorang
individu yang dilanggar hak nya, juga merugikan pihak lain, seperti
mahasiswa/i lain yang secara langsung akan menjadi takut dan enggan
untuk menyampaikan kritik karena dibayang-bayangi oleh tindakan
represi oleh pimpinan kampus; selain itu juga akan merugikan civitas
akademika Unnes secara umum, terutama mengenai nama baik dan
reputasi lembaga yang tercemar dengan kasus yang menjerat Frans
Josua Napitu perihal pola represi pihak kampus dalam menangani
perkara, sebab secara tidak langsung masyarakat menyoroti kasus
yang sedang terjadi ini;
- Asas Kecermatan : Bahwa SK Dekan Fakultas Hukum Unnes
yang diterbitkan merupakan suatu Keputusan dan/atau Tindakan yang
ideal nya harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap
untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan
Keputusan dan/atau Tindakan, sehingga Keputusan dan/atau
Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum
Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau diterbitkan;
- Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan : Bahwa dalam proses
penerbitan SK, dari pemanggilan, pemeriksaan hingga terbit
mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan untuk tidak
menggunakan kewenangannya demi kepentingan pribadi atau
kepentingan yang lain, trmasuk kepentingan politis yang tidak sesuai
dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut. Universitas Negeri
Semarang sebagai lembaga akademik yang berisi para insan akademik
dan menjunjung tinggi nilai-nilai akademis, seharusnya menggunakan
cara yang akademis pula dalam menjawab setiap kritikan yang
ditujukan pada nya. Bukan menggunakan pendekatan represif yang
malah akan menumpulkan nalar kritis civitas akademika nya. Bagi

138
saya, pendekatan represif dalam dunia akademik yang dilakukan
merupakan bentuk penyalahgunakan wewenang yang dilakukan oleh
Dekan FH Unnes, karena menggunakan kewenangan nya untuk
membungkam suara kritis yang kerap saya sampaikan.

Berdasarkan pertimbangan diatas, maka kami berpendapat bahwa terbitnya


Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Nomor
7677/UN37.1.8/HK/2020 Tentang Pengembalian Pembinaan Moral Karakter Frans
Josua Napitu Ke Orang Tua yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Dekan
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang pada tanggal 16 November 2020
bertentangan Dengan Pasal 27 ayat (3), 28 C ayat (2) dan 31 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 41 UU No 31 tahun 1999 dan pasal 5,6,7,8,9
UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu, Surat
Keputusan tersebut juga tidak mengindahkan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang
Baik, serta Mengabaikan Pemenuhan Terhadap Hak Asasi Manusia.

PERNYATAAN SIKAP DAN TUNTUTAN

Berangkat dari hal diatas, maka Aliansi Mahasiswa Unnes menuntut dan
menyatakan sikap dengan tegas :
1. Mengecam sikap anti demokrasi dan tindakan represif yang dilakukan
oleh Rektor dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
karena penerbitan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas
Negeri Semarang Nomor 7677/UN37.1.8/HK/2020 Tentang Pengembalian
Pembinaan Moral Karakter Frans Josua Napitu Ke Orang Tua;
2. Mendesak Rektor c.q Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang untuk segera mencabut Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum
Universitas Negeri Semarang Nomor 7677/UN37.1.8/HK/2020 Tentang
Pengembalian Pembinaan Moral Karakter Frans Josua Napitu Ke Orang
Tua;
3. Mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti
dan memproses laporan tertanggal 13 November 2020 tentang dugaan
korupsi Rektor Universitas Negeri Semarang;

139
4. Mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
untuk melakukan evaluasi dan memberikan sanksi secara tegas kepada
Rektor Universitas Negeri Semarang atas tindakan anti demokrasi dan
tindakan represif yang dilakukan. Mengingat kejadian yang dialami oleh
Frans Josua Napitu bukan kali pertama terjadi, melainkan telah menjadi
sebuah kebiasaan bagi Rektor Universitas Negeri Semarang dalam
menjawab setiap kritikan yang masuk;
5. Mengajak seluruh masyarakat (Sivitas Akademika, mahasiswa, buruh,
tani, dan rakyat miskin kota serta elemen lain nya) untuk mengawal dan
turut serta melakukan solidaritas terhadap kasus ini.

140
LEGAL OPINION : SURAT KEPUTUSAN REKTOR TERHADAP
SKORSING DOSEN UNNES CACAT HUKUM

“Kampus yang merupakan Lembaga Akademik, bermasyarakat insan akademis,


dan memiliki nuansa akademis seharusnya menggunakan cara-cara yang akademis pula
dalam menyikapi dan menyelesaikan permasalahan yang ada, bukan nya malah
menggunakan cara-cara represi yang kemudian akan menumpulkan dan mematikan nalar
kritis masyarakat kampus nya”

1. Kasus Posisi

Surat Keputusan (SK) Rektor Universitas Negeri Semarang Nomor


B/167/UN37/HK/2020 tentang Pembebasan Sementara Dari Tugas Jabatan Dosen
Atas Nama Dr. Sucipto Hadi Purnomo, S.Pd., M.,P.d. Fakultas Bahasa Dan Seni
Universitas Negeri Semarang yang ditandatangani langsung oleh Rektor
Universitas Negeri Semarang, Prof.Dr.Fathur Rokhman, M.Hum tertanggal 12
Februari 2020 membuat keriuhan dalam ruang publik beberapa hari belakangan
setelah banyak media lokal hingga nasional memberitakanya, kemudian beredar
tanggapan pro maupun kontra yang dilontarkan oleh banyak pihak dalam menyikapi
permasalahan ini. Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM)
Universitas Negeri Semarang perlu mengambil sikap atas tindakan yang dilakukan
oleh Rektor UNNES terhadap salah satu dosen di lingkungan kampus UNNES,
sebab BEM KM UNNES yang merupakan Lembaga Kemahasiswaan resmi
dibawah naungan Kampus dan menjadi representative dari mahasiswa merasa
tercoreng nama baik dan reputasi nya berkaitan dengan langkah pimpinan kampus
yang mencederai marwah serta mencoreng nilai akademis itu sendiri. Kampus yang
merupakan Lembaga Akademik bermasyarakat insan akademis, dan memiliki
nuansa akademis seharusnya menggunakan cara-cara yang akademis pula dalam
menyikapi dan menyelesaikan permasalahan yang ada, bukan nya malah
menggunakan cara-cara represi yang kemudian akan menumpulkan dan mematikan
nalar kritis masyarakat kampus nya. Selain itu, pola-pola represi yang dilakukan
dianggap sebagai bentuk penghianatan terhadap agenda reformasi ketika saat itu
berusaha meruntuhkan rezim orde baru yang otoriter, dalam hal ini terdapat
pelanggaran dan pembatasan ruang demokrasi yang sebenarnya sudah diatur dalam

141
Konstitusi Negara kita seperti yang tertuang dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Undang-undang Nomor 12 tahun 2005
tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICPPR).

2. Analisis Terhadap Surat Keputusan Rektor UNNES Nomor


B/167/UN37/HK/2020
Formiil
Berkaitan dengan Surat Keputusan (SK) Rektor UNNES mengenai
pemberhentian sementara salah satu dosen UNNES, BEM KM melakukan telaah
mendalam yang kemudian akan dituangkan dalam bentuk Kajian Akademis
kedalam tulisan ini.
a. Bahwa dalam penyusunan nya, SK yang dikeluarkan oleh Rektor UNNES dapat
dianggap cacat formiil karena terdapat beberapa kejanggalan, diantara nya yakni:
proses yang berlangsung dari pemanggilan, pemeriksaan hingga penerbitan SK
Rektor dilakukan secara cepat dalam kurun waktu yang relative singkat pula,
terhitung sejak pemanggilan dan pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 11
Februari 2020, hingga keluarnya Surat Keputusan Rektor UNNES Nomor
B/167/UN37/HK/2020 tentang Pembebasan Sementara Dari Tugas Jabatan
Dosen Atas Nama Dr. Sucipto Hadi Purnomo, S.Pd., M.,P.d. Fakultas Bahasa
Dan Seni Universitas Negeri Semarang pada hari berikutnya atau pada tanggal
12 Februari 2020, sehingga dengan rentang waktu yang sangat cepat tersebut
dapat dilihat bahwasanya tim pemeriksa maupun Rektor melakukan seluruh
rangkaian prosesnya secara tergesa-gesa dan dikhawatirkan mengaburkan
obyektifitas serta ketelitian terhadap perkara yang sedang diperiksa. Jika
mencermati aturan yang ada, berdasarkan Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 21 tahun 2010 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil, dalam Bab V mengenai Tata Cara Pemanggilan,
pemeriksaan, penjatuhan, dan penyampaian keputusan hukuman disiplin
dijelaskan bahwasanya “Pemeriksaan terhadap PNS yang melanggar disiplin
harus dilakukan dengan teliti dan obyektif, sehingga pejabat yang berwenang
menghukum dapat mempertimbangkan dengan seksama tentang jenis hukuman

142
displin yang akan dijatuhkan kepada PNS yang bersangkutan” hal ini dilakukan
bukan tanpa sebab, karena “Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui
apakah PNS yang bersangkutan benar atau tidak melakukan pelanggaran
disiplin, dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong atau
menyebabkan PNS yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin serta
untuk mengetahui dampak atau akibat dari pelanggaran disiplin tersebut”;
b. Bahwa berdasarkan pengakuan yang disampaikan oleh Sucipto Hadi Purnomo
(SHP) saat diwawancara secara khusus oleh media Tribun Jateng, yang
bersangkutan menyampaikan bahwasanya pada tanggal 11 Februari 2020
dipanggil dan diperiksa oleh Tim Pemeriksa yang diketuai oleh Wakil Rektor II
UNNES. Padahal mengenai mekanisme pemanggilan dan pemeriksaan telah
diatur dalam pasal 23 Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil, dalam ayat (1) disebutkan “PNS yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin dipanggil secara tertulis oleh atasan langsung untuk
dilakukan pemeriksaan” yang kemudian ditegaskan juga pada ayat (2)
“pemanggilan kepada PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal pemeriksaan;
c. Bahwa terdapat kesimpang-siuran informasi dari masing-masing pihak, dimana
dalam beberapa media online, Rektor UNNES mengatakan bahwasanya
beberapa waktu lalu SHP pernah disidang etik oleh Tim Cyber UNNES
berkaitan dengan unggahan-unggahan yang bersangkutan di dunia maya, akan
tetapi SHP yang dimintai keterangan menanggapi sebaliknya dan berkata bahwa
belum pernah disidang etik oleh Tim Cyber UNNES;
d. Bahwa sebelum masuk pada substansi pokok-pokok permasalahan yang
disangkakan kepada terduga pelanggar disiplin, maka sudah seharusnya
disampaikan terlebih dahulu Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemeriksaan,
sebab di dalam Peraturan Pemerintah tidak dijelaskan tata cara maupun agenda
urutan pemeriksaan, sehingga SOP Pemeriksaan menjadi penting untuk
diketahui oleh semua pihak yang terlibat agar tidak terjadi kesewenang-
wenangan, selanjutnya Surat Keputusan (SK) mengenai Tim Pemeriksa yang
bertugas juga menjadi hal yang sangat penting untuk dihadirkan sebagai
instrument yang meligitimasi bahwasanya Tim Pemeriksa yang bertugas

143
memiliki Legalitas jelas dan untuk menghindari penyalahgunaan wewenang
yang tidak sesuai, padahal jika merunut ketentuan yang tertulis dalam Pasal 15
sampai pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil dijelaskan mengenai pejabat yang berwenang, sehingga
SK Tim Pemeriksa menjadi penting untuk ditunjukan. Akan tetapi ketika pihak
SHP menanyakan mengenai 2 (dua) hal tersebut tidak mendapat jawaban yang
memuaskan, malah salah satu pemeriksa langsung melanjutkan pada pokok
permasalahan yang disangkakan.
e. Bahwa berkaitan dengan point diatas, dalam pemeriksaan yang dilakukan, SHP
belum memberikan klarifikasi maupun pembelaan berupa dalil-dalil dan
pembuktian lain dalam dugaan pelanggaran disiplin yang ditujukan kepada nya,
karena yang bersangkutan masih mempertanyakan soal SOP Pemeriksaan dan
SK Tim Pemeriksa. Klarifikasi dari SHP merupakan hal penting yang harus ada
dalam pemeriksaan, sebab SHP sebagai terduga mempunyai hak untuk membela
diri, dan Tim Pemeriksa seharusnya tidak melupakan hal itu sebagai upaya
mewujudkan asas equality before the law atau asas kesamaan di depan hokum.
Kemudian klarifikasi maupun pembelaan yang disampaikan oleh SHP juga harus
dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang mana BAP tersebut
menjadi rujukan dalam penerbitan Surat Keputusan Rektor. Dalam hal ini perlu
ada keseimbangan antar semua pihak, apabila hal tersebut diabaikan maka
Rektor atau pejabat terkait bisa dikatakan telah menyalahgunakan kewenangan
nya sebagai Pejabat Tata Usaha Negara (TUN);
f. Bahwa berdasarkan konsideran Mengingat, tidak dicantumkan Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) sebagai dasar pertimbangan dikeluarkan nya putusan. Hal
ini jelas menimbulkan sebuah tanda tanya besar, atas dasar apa Tim Pemeriksa
dan pejabat terkait menerbitkan Surat Keputusan, ketika Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) yang menjadi notulensi atau hasil pemeriksaan tidak
dicantumkan sebagai dasar pertimbangan;
g. Bahwa berdasarkan point memutuskan dalam SK Rektor UNNES Nomor
B/167/UN37/HK/2020 pada bagian kesatu “……. terhitung mulai tanggal 12
Februari 2020 sampai dengan ditetapkanya keputusan hukuman disiplin, karena
yang bersangkutan DIDUGA melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan

144
pasal 3 angka 4, pasal 3 angka 5, pasal 3 angka 11, pasal 3 angka 17 dan pasal
4 angka 6 PP No 53 tahun 2010”. Frasa “Diduga” pada penggalan putusan
diatas menjadi bias dan mengabaikan asas kepastian hukum serta menciderai
nilai keadilan itu sendiri. Jika dikaji berdasarkan Logika Hukum, dalam
peristiwa hukum yang terjadi atau dialami oleh SHP ini, terdapat 3 (tiga) kondisi
serta status berbeda yang didapat oleh subyek, dalam hal ini SHP, yakni pertama
status Terduga (kondisi dimana subyek masih dalam sangkaan terhadap
ketentuan aturan yang dianggap dilanggar oleh yang bersangkutan, dan status
ini melekat pada subyek dalam proses pra pemeriksaan atau ketika belum
dilaksanakan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan oleh tim resmi), kedua
status TERPERIKSA (kondisi dimana status subyek berada dalam proses
pemeriksaan yang dilakukan oleh tim resmi, yang menurut aturan dianggap sah
dan layak untuk memeriksa. Dalam tahapan pemeriksaan ini dilakukan
penggalian kebenaran berdasarkan argumentasi atau dalil-dalil yang kemudian
dikuatkan oleh bukti-bukti yang dimiliki oleh para pihak), ketiga status
TERHUKUM (kondisi dimana status subyek berubah setelah hasil dari
pemeriksaan menyatakan bahwa yang bersangkutan terbukti bersalah
melakukan pelanggaran disiplin berdasarkan bukti yang dapat dipertanggung
jawabkan, status ini didapatkan pada proses pasca pemeriksaan). Selain itu
asas Presumption of Innocence atau asas praduga tidak bersalah melekat pada
diri SHP sebelum hasil pemeriksaan menyatakan SHP bersalah demi hukum
berdasarkan fakta dan bukti yang dihadirkan. Sehingga ketika membaca putusan
dalam SK Rektor UNNES Nomor B/167/UN37/HK/2020 tersebut, terdapat
sebuah inkonsistensi hukum dan tidak ada nya asas kepastian hukum disini,
sehingga dalam penyusunan nya BEM KM UNNES menganggap bahwasanya
SK Rektor tersebut cacat formiil.
h. Bahwa dalam penyusunan SK Rektor UNNES Nomor B/167/UN37/HK/2020
ini dianggap telah melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik
(AUPB). Dalam UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan ,
dalam pasal 1 ayat (17) dijelaskan mengenai definisi AUPB, yaitu “Asas-asas
Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB adalah
prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat

145
Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan”. Kemudian ditegaskan dalam pasal 5, pasal 6,
dan pasal 7 UU No 30 tahun 2014, bahwa Penyelenggaraan Administrasi
Pemerintahan harus didasarkan pada Asas Legalitas, asas perlindungan
terhadap Hak Asasi Manusia, dan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang
Baik. Kemudian dalam pasal 8 dan pasal 9 UU yang sama dijelaskan
bahwasanya Setiap pengambilan keputusan dan/atau tindakan wajib
berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-Undangan dan Asas-Asas
Umum Pemerintahan Yang Baik. Adapun AUPB yang dilanggar yakni :
- Asas Kepastian Hukum : Bahwa SK yang diterbitkan terkesan
ngawur, baik dari segi formiil maupun materiil, dikarenakan
menabrak aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam proses
perumusan nya, serta tidak menunjang keadilan, kepatutan, keajegan;
- Asas Kemanfaatan dan Asas Kepentingan Umum : Bahwa SK
yang diterbitkan seharusnya memberikan kemanfaatan yang seimbang
terhadap individu dengan individu, individu dengan masyarakat, serta
masyarakat dengan masyarakat lain. SK Rektor yang diterbitkan serta
ditujukan untuk SHP dianggap merugikan banyak pihak. Sebab selain
merugikan SHP sebagai seorang individu yang dilanggar hak nya,
juga merugikan pihak lain, seperti mahasiswa/i yang seharusnya
memiliki hak untuk mendapat ilmu dari SHP dikarenakan status yang
bersangkutan sebagai seorang dosen; kemudian juga merugikan
mahasiswa/i yang sedang mengerjakan tugas akhir berupa skripsi
karena SHP berstatus sebagai dosen pembimbing mahasiswa/i
tersebut; serta merugikan masyarakat UNNES secara umum terutama
mengenai nama baik dan reputasi Lembaga yang tercemar dengan
kasus yang menjerat SHP perihal pola represi pihak kampus dalam
menangani perkara yang bersangkutan, sebab secara tidak langsung
public menyoroti kasus yang sedang terjadi ini;
- Asas Ketidakberpihakan : Bahwa asas ini mewajibkan Badan
dan/atau Pejabat terkait dalam menetapkan dan/atau melakukan
Keputusan dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan

146
kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.
Dalam pemeriksaan terhadap SHP, yang bersangkutan tidak diberi
kesempatan untuk memberikan klarifikasi dan pembelaan, sehingga
terkesan Diskriminatif serta mengabaikan asas equality before the law;
- Asas Kecermatan : Bahwa SK Rektor UNNES yang diterbitkan
merupakan suatu Keputusan dan/atau Tindakan yang ideal nya harus
didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk
mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan
dan/atau Tindakan, sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang
bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan
dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau diterbitkan;
- Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan : Bahwa dalam proses
penerbitan SK, dari pemanggilan, pemeriksaan hingga terbit
mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan untuk tidak
menggunakan kewenangannya demi kepentingan pribadi atau
kepentingan yang lain, dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian
kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan,
dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.
Materiil
Jika secara formiil atau dalam proses penyusunan Surat Keputusan tersebut
dianggap cacat, maka secara materiil atau berdasarkan pokok-pokok substansi
juga sangat perlu dikaji agar permasalahan ini menjadi terang dan tidak ada
penyesatan hukum, berdasarkan konsideran dalam SK tersebut, ada 5 (lima)
pasal dalam Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil yang dianggap dilanggar oleh SHP, yakni dugaan pelanggaran
terhadap:
1. Pasal 3 angka (4) : “menaati segala ketentuan peraturan perundang-
undangan”
2. Pasal 3 angka (5) : “melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan
kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab”
3. Pasal 3 angka (11) : “masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja”

147
4. Pasal 3 angka (17) : “menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang”
5. Pasal 4 angka (6) : “melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman
sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain,
yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara”
Tim Pemeriksa yang memeriksa perkara SHP kemudian menyimpulkan
bahwasanya ke 5 (lima) pasal yang diduga dilanggar oleh SHP merupakan
kategori pelanggaran berat (pasal 7 angka (1) huruf c), sehingga sembari
menunggu keputusan hukuman disiplin ditetapkan, tim pemeriksa memutuskan
untuk membebaskan secara sementara dari tugas dan jabatan dosen terhadap
SHP sesuai pasal 27 Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010 “Dalam rangka
kelancaran pemeriksaan, PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dan
kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat, dapat dibebaskan
sementara dari tugas jabatannya oleh atasan langsung sejak yang bersangkutan
diperiksa”.
Ketika dalam proses pemeriksaan, SHP menanyakan mengenai aktivitas
atau perilaku secara spesifik yang ia lakukan hingga kemudian bisa disangkakan
melakukan pelanggaran disiplin terhadap pasal-pasal diatas, lalu disampaikan
oleh Tim Pemeriksa bahwasanya ada 3 (tiga) hal utama yang dipermasalahkan,
yakni Postingan SHP pada social media Facebook yang dianggap menghina
harkat dan martabat Presiden Republik Indonesia, SHP yang aktif dalam tim
Evaluasi Kinerja Akademik (EKA), serta SHP yang menjadi saksi di POLDA
Jawa Tengah.

Berdasarkan 3 (tiga) point substansi diatas, tim kajian BEM KM UNNES


mencoba mengkaji hal tersebut secara komprehensif dan obyektif sehingga
diharapkan dapat mendudukan permasalahan secara terang
a. Penghinaan Harkat dan Martabat Presiden yang disampaikan melalui
unggahan Facebook : M. Burhanudin selaku kepala Humas UNNES
menyampaikan keterangan resmi pada Press Release Nomor
017/UN37/PR.HUMAS/2020 tertanggal 12 Februari 2020 yang kemudian

148
kami kutip, dimana pada inti nya yaitu ” Rektor Unnes menyampaikan
kampusnya sangat tegas terhadap unggahan di media sosial dosen, tenaga
kependidikan, dan mahasiswa Unnes yang berisi penghinaan terhadap
simbol NKRI dan Kepala Negara. Pasal 218 Ayat 1 RKHUP, disebutkan
setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan
martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dapat dikenakan pidana. Ujaran
kebencian dan penghinaan yang diunggah di media sosial juga melanggar
UU RI Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Unnes melalui tugas pokoknya
sebagai tridharma perguruan tinggi memiliki peran dalam meneguhkan
peradaban bangsa Indonesia. Sebagai Perguruan Tinggi Negeri, Unnes
memiliki kewajiban untuk menjaga NKRI dan Presiden sebagai simbol
Negara, Jadi kalau ada dosen yang mengunggah konten menghina presiden
berarti yang bersangkutan tidak beradab”
Adapun Unggahan Facebook SHP yang dimaksut ditulis pada tanggal 10
Juni 2019 berisi “Penghasilan anak-anak saya menurun drastis pada
Lebaran kali ini. Apakah ini efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan
Ethes?” berkaitan dengan itu, ada beberapa hal yang menjadi catatan penting
dari BEM KM UNNES :
1. Bahwa muatan yang terkandung di dalam isi unggahan Facebook
tersebut masih dapat diperdebatkan maksut nya, karena yang mengetahui
secara pasti tujuan dari unggahan tersebut hanya SHP, maka perlu
dilakukan sebuah langkah secara akademis sebagai ajang pembuktian,
baik melalui tulisan akademis maupun debat akademis dalam rangka
mengetahui Mens Rea atau sikap batin dari SHP sebagai penulis
unggahan tersebut;
2. Bahwa pasal mengenai Penghinaan terhadap Presiden atau Wakil
Presiden Republik Indonesia yang semula diatur dalam pasal 134, 136bis,
dan 137 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah tidak
berlaku lagi, sebab keberadaan nya telah dicabut oleh Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006 karena dianggap
bertentangan dengan batu uji nya yaitu pasal 28 huruf F Undang-undang

149
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pasal tersebut dianggap
sudah tidak relevan lagi karena dibuat pada masa penjajahan Belanda
dahulu untuk mempertahankan harga diri dan martabat Ratu Belanda,
selain itu menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang
amat rentan manipulasi dan yang terutama dapat membatasi kebebasan
demokrasi untuk menyampaikan kritikan;
3. Bahwa pengaturan mengenai ketentuan penghinaan, dan pencemaran
nama baik yang dilakukan dalam dunia cyber seperti yang diatur dalam
UU Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan DELIK
ADUAN. Pasal yang mengatur mengenai penghinaan, pencemaran
nama baik dan ujaran kebencian diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE
yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Banyak
yang keliru dan menganggap bahwasanya pengaturan dalam pasal 27
ayat (3) UU ITE merupakan delik biasa, padahal sejatinya merupakan
delik aduan. Joshua Sitompul, S.H dalam buku nya yang berjudul
Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana
dan juga penulis artikel pada laman hukumonline,com yang kami akses
pada (15/02/20) memberi penjelasan secara terang mengenai 2 (dua) hal
yaitu dari segi esensi delik penghinaan dan dari segi historis, berikut
penjabaran nya : Pertama, secara esensi penghinaan, pencemaran nama
baik merupakan perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik
seseorang, sehingga nama baik orang tersebut tercemar atau rusak.
Dalam menentukan adanya penghinaan atau pencemaran nama baik,
konten dan konteks menjadi bagian yang sangat penting untuk dipahami.
Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya
dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan, dengan kata lain, korbanlah
yang dapat menilai secara subyektif tentang konten atau bagian mana
dari Informasi atau Dokumen Elektronik yang ia rasa telah menyerang

150
kehormatan atau nama baiknya. Konstitusi memberikan perlindungan
terhadap harkat dan martabat seseorang sebagai salah satu hak asasi
manusia, oleh karena itu, perlindungan hukum diberikan kepada korban,
dan bukan kepada orang lain. Orang lain tidak dapat menilai sama seperti
penilaian korban, Sedangkan, konteks berperan untuk memberikan nilai
obyektif terhadap konten. Kedua, secara historis ketentuan Pasal 27
ayat (3) UU ITE mengacu pada ketentuan penghinaan atau pencemaran
nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(“KUHP”), khususnya Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP. Dalam
KUHP diatur dengan tegas bahwa penghinaan merupakan delik aduan.
Sebelum adanya perubahan UU ITE, memang tidak adanya ketentuan
yang tegas bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan.
Tetapi setelah adanya perubahan, ketentuan penghinaan atau
pencemaran nama baik dalam UU 19/2016 merupakan delik aduan
(Joshua Sitompul, 2012).
Selain itu sebelum adanya perubahan UU ITE perlu diketahui bahwa
mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik ini sudah dinyatakan
sebagai delik aduan juga oleh Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 50/PUU-VI/2008. Putusan tersebut mengenai penegasan bahwa
Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan, dalam pertimbangan
Mahkamah Konstitusi Butir [3.17.1] dijelaskan: “Bahwa terlepas dari
pertimbangan Mahkamah yang telah diuraikan dalam paragraf terdahulu,
keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat
dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311
KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan
(klacht) untuk dapat dituntut, harus juga diperlakukan terhadap
perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, sehingga Pasal
a quo juga harus ditafsirkan sebagai delik yang mensyaratkan pengaduan
(klacht) untuk dapat dituntut di depan Pengadilan”. Selanjutnya dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 dan Nomor
2/PUU-VII/2009 “tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama
baik dalam bidang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik bukan

151
semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai delik
aduan. Penegasan mengenai delik aduan dimaksudkan agar selaras
dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat”. Sehingga
dapat disimpulkan bahwasanya SHP tidak dapat dijerat dengan UU ITE
ini, baik secara administrative maupun secara pidana dikarenakan tidak
ada nya laporan yang disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi atau
pihak lain yang diberi kuasa atas nya
4. Bahwa berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Humas
UNNES dalam Press Release resmi nya yang menyatakan SHP dapat
dipidana karena menghina Harkat dan martabat Presiden berdasar Pasal
218 Ayat (1) Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(RKUHP), disebutkan setiap orang yang di muka umum menyerang
kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden
dapat dikenakan pidana. Bagi BEM KM, pernyataan tersebut merupakan
pernyataan yang konyol dan tidak selayaknya diucapkan diruang public,
sebab sejauh yang kita pahami bahwasanya aturan diatas masih berupa
Rancangan Undang-undang (RUU) yang masih digodok di tingkat
Legislatif dan belum disahkan menjadi Undang-undang yang sah,
sehingga tidak berlaku sebagai hukum positive di negara kita. Indonesia
sebagai negara civil law yang menganut Asas Legalitas, dimana hanya
perbuatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan saja yang
kemudian dapat menentukan apakah seseorang melakukan Tindak
Pidana atau tidak, artinya ketika tidak ada aturan yang mengakomodir,
maka perbuatan yang dilakukan tersebut tidak memiliki konsekuensi
hukum apapun. Kemudian jika kita mengikuti dinamika dalam
penyusunan pasal 218 RKUHP tersebut, tentu nya kita akan mengetahui
bahwasanya pengaturan dalam pasal tersebut merupaka DELIK
ADUAN dan bukan delik biasa, sehingga hanya Presiden, wakil
Presiden ataupun pihak yang dikuasakan saja lah yang dapat
mengadukan penghinaan atau pencemaran tersebut. Apabila RKUHP ini
telah disahkan menjadi hukum positive di kemudian hari, Pihak UNNES
tetap tidak bisa melaporkan siapapun atas dasar pasal penghinaan

152
Presiden atau Wakil Presiden selama tidak diberi kuasa secara sah oleh
Presiden atau Wakil Presiden.
5. Bahwa mengenai isi dari unggahan Facebook yang dilakukan oleh SHP,
apakah merupakan suatu Tindak Pidana atau bukan hanya dapat
ditentukan oleh Kepolisian melalui proses Penyelidikan (penyelidikan
dilakukan untuk menentukan apakah perbuatan hukum yang dilakukan
masuk kategori Tindak Pidana atau bukan, untuk kemudian dilanjutkan
pada tahap penyidikan), serta apakah SHP bersalah melakukan Tindak
Pidana atau tidak hanya dapat ditentukan melalui Putusan Hakim, dalam
hal ini proses penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum dalam bingkai system peradilan pidana atau integrated criminal
justice system (penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga putusan
hakim) merupakan syarat mutlak untuk menentukan apakah SHP
bersalah atau tidak, sehingga tim Pemeriksa UNNES yang memeriksa
SHP tidak memiliki kewenangan sama sekali untuk menilai apakah SHP
terbukti bersalah atau tidak sebab tidak adanya legalitas yang jelas
mengenai kewenangan mengadili. Dan yang terpenting, tetap
memperhatikan mengenai delik yang disangkakan, apakah termasuk
dalam delik umum ataukah delik aduan.

b. SHP yang aktif dalam tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA)


Point berikutnya yang dipermasalahkan oleh Tim Pemeriksa dugaan
pelanggaran disiplin SHP yaitu adalah mengenai keterlibatan aktif SHP sebagai
anggota dari Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kementrian
Riset ,Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang sekarang menjadi Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, hal ini tentu saja dikaitkan
dengan salah satu pasal yang diduga dilanggar oleh SHP, yakni Pasal 4 angka
(6) : “melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan,
atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan
untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau

153
tidak langsung merugikan negara”. Tim Pemeriksa tentunya beranggapan
bahwasanya aktifitas yang dilakukan oleh SHP bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan karena berada dalam tim EKA yang notabene berada di
luar lingkungan instansi UNNES serta kegiatanya dianggap untuk mencari
keuntungan pribadi/golongan yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara, padahal jika hal ini dikaji maka akan ditemukan sebuah
kontradiksi antara yang sesungguh nya terjadi dengan yang disangkakan. Tim
EKA merupakan sebuah tim resmi yang berada di bawah naungan Kementrian
Ristekdikti (kini Kemendikbud) Republik Indonesia yang salah satu tugas
utamanya yaitu untuk memantau dan mengevaluasi kinerja akademik dari
kampus sebagai Lembaga akademik maupun individu di dalam nya sebagai
bagian dari insan akademik. Hal tersebut perlu dilakukan dengan maksut untuk
menjaga kemurnian dan marwah dunia akademik sebagai Lembaga yang
produktif, obyektif, jujur, solutif serta menghindari dunia akademik untuk
menjauhi hal-hal seperti Plagiasi, Fabrikasi, falsifikasi maupun dusta akademik
lain, yang sifatnya dapat menjatuhkan Integritas Lembaga akademik tersebut.
Sehingga jika melihat tugas dan peran yang diemban oleh Tim EKA, maka
sebenarnya hal tersebut bersifat positif dan sangat bermanfaat bagi negara,
karena adanya upaya penyelamatan integritas Lembaga akademik yang peran
nya dianggap sebagai corong intelektual negara.
Berikutnya perlu diperhatikan bahwasanya Tim EKA merupakan tim resmi
dibawah naungan Kemendikbud, dimana SHP mendapat penugasan resmi dari
nya yang notabene secara hierarki status nya lebih tinggi dari Rektor (mengenai
subyek yang memberi penugasan). Jika kita menyimak dan mengikuti kinerja
Tim EKA dalam beberapa tahun belakang, tentunya kita akan menemukan
pemberitaan di berbagai Media mengenai temuan dari Tim EKA terkait dugaan
adanya plagiasi yang dilakukan oleh salah satu pejabat UNNES, dalam kajian
ini BEM KM tidak akan menyentuh terlalu dalam perihal dugaan plagiasi
tersebut, akan tetapi para pembaca tentu nya dapat menyimpulkan serta menarik
benang merah dari keterkaitan premis-premis yang jika disatukan membentuk
sebuah puzzle, dan sedikit banyak nya dapat menjawab pertanyaan yang berada
di benak kita semua. Bahwasanya muatan politis dimungkinkan ada dan terjadi

154
dalam pemeriksaan kasus ini, jika melihat bahwasanya SHP seorang dosen
UNNES dan berada dalam Tim EKA yang menemukan adanya dugaan plagiasi
yang dilakukan oleh Pejabat di instansi yang sama dengan SHP. Sehingga jika
kita kembali pada pasal 4 angka 6 Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010
sebagai pasal yang diduga dilanggar oleh SHP, maka rumusan pasal mengenai
“melakukan kegiatan untuk kepentingan pribadi/golongan” serta “berdampak
negative bagi negara” dapat dianggap tidak terpenuhi.
c. Status SHP yang menjadi saksi di POLDA Jawa Tengah
Bahwa status saksi SHP diduga diperoleh dalam kasus yang menjerat
seorang Jurnalis dari sebuah media online, dimana saat itu seorang pejabat
UNNES melaporkan jurnalis tersebut ke Polisi terkait pemberitaan nya yang
menyebut salah seorang Pejabat UNNES melakukan plagiasi. Untuk
mendukung proses pemeriksaan terhadap Jurnalis tersebut, maka SHP
dihadirkan sebagai saksi. Definsi Saksi menurut Pasal 1 angka 26 Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) “adalah orang yang dapat
memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan
peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri
dan ia alami sendiri”. Akan tetapi definisi saksi kemudian diperluas dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 menjadi termasuk
pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan,
penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri tetapi juga setiap orang yang punya
pengetahuan yang terkait langsung terjadinya tindak pidana wajib didengar
sebagai saksi demi keadilan dan keseimbangan penyidik yang berhadapan
dengan tersangka/terdakwa”. Menjadi sebuah hal yang aneh dan menimbulkan
pertanyaan, ketika salah satu dugaan pelanggaran disiplin yang ditujukan pada
SHP adalah berkaitan dengan status nya sebagai saksi. Padahal sebagai seorang
Warga Negara Indonesia yang taat pada Konstitusi, menjadi saksi merupakan
kewajiban jika dibutuhkan, karena apabila seseorang menolak panggilan sebagai
saksi dapat dikategorikan sebagai tindak pidana menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana ("KUHP"). Adapun ancaman hukuman bagi orang yang menolak
panggilan sebagai saksi diatur di dalam Pasal 224 ayat (1) KUHP yang berbunyi:

155
“Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-
undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-
undang yang harus dipenuhinya, diancam:
1. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;
2. Dalam perkara lain, dengan hukuman penjara selama - lamanya enam
bulan”.
Dalam proses pemeriksaan, pembuktian menjadi hal yang sangat penting
dilakukan untuk menemukan fakta yang sebenarnya terjadi, dan saksi
merupakan salah satu alat bukti terpenting dalam proses pembuktian sebuah
Tindak Pidana, oleh sebab itu melarang SHP untuk menjadi saksi atau menduga
SHP melakukan pelanggaran disiplin karena menjadi saksi merupakan langkah
yang keliru dilakukan oleh Tim pemeriksa.
Berkaitan dengan hal diatas, BEM KM sangat mendukung pengungkapan kasus
plagiasi tersebut, karena akan berdampak positif bagi banyak pihak, pertama
pihak yang diduga melakukan plagiasi dapat membersihkan nama baik nya jika
terbukti tidak bersalah serta tidak dikejar oleh isu yang sama setiap waktunya,
kedua hal positif yang dirasakan oleh masyarakat kampus secara umum yang
nama baik dan reputasi kampus nya dapat dibersihkan dari pemberitaan media
yang menyatakan bahwasanya UNNES dianggap sebagai kampus plagiasi,
ketiga hilang nya anggapan dari masyarakat umum terhadap kampus UNNES
ketika permasalahan plagiasi ini telah terselesaikan, dan yang terakhir tidak akan
aada lagi korban yang dilaporkan polisi atau diberi sanksi lain ketika mengungkit
kasus plagiasi ini, oleh karena itu pengungkapan akan kebenaran sangat perlu
dilakukan demi kebaikan dan kemaslahatan banyak pihak.

TUNTUTAN

Berdasarkan Legal Opinion yang dilakukan diatas, maka BEM KM UNNES


menuntut Rektor UNNES :

1. Mencabut Surat Keputusan Rektor Nomor B/167/UN37/HK/2020 karena


SK tersebut dianggap Cacat Hukum
2. Memberhentikan proses pemeriksaan dan memulihkan nama baik SHP dan
UNNES

156
3. Membuka Ruang Demokrasi yang seluas-luasnya di dalam kampus tanpa
dihalang-halangi dengan ancaman maupun bentuk Represi lain nya.
4. Menggunakan pendekatan dan menciptakan iklim yang Akademis untuk
menyelesaikan setiap permasalahan yang ada.

157
REKTOR UNNES TIDAK KONSISTEN DAN TERKESAN
MENGHINDARI DEBAT AKADEMIK

Kamis (20/02/2020) BEM se-Unnes menggelar Forum Debat Akademik


dengan Tema “Kampus Konservasi 2.0: di bawah Bayang-bayang Pemberangusan
Ruang Demokrasi, Dusta Akademik, dan Represi ?” di PKMU dengan mengundang
dua belah pihak yang bersengketa secara langsung, yakni Rektor Universitas Negeri
Semarang Prof. Dr Fathur Rokhman, M.hum dan Dr. Sucipto Hadi Purnomo, S.Pd.,
M.Pd. selain itu, untuk menunjang agar Debat ini berlangsung secara elegan dan
bernuansa Akademis, penyelenggara juga mengundang beberapa pihak yang
dianggap Obyektif, memiliki kapasitas mumpuni serta berintegritas, yakni
Gunawan Permadi (Pemimpin Redaksi Suara Merdeka) sebagai Moderator dan 2
(dua) orang panelis yakni, Donny Donardono (Pakar Hukum dan Filsafat Unika
Soegijapranata) serta Triyanto Lukmantoro (Pakar Komunikasi Universitas
Diponegoro). Akan tetapi setelah menunggu hingga pukul 20.15 dan salah satu
pihak yakni Rektor Unnes tak kunjung datang, maka penyelenggara setelah
berkoordinasi dengan para pihak yang telah datang menyepakati untuk mengubah
format Kegiatan Menjadi Diskusi Publik. Ketidakhadiran Rektor Unnes maupun
perwakilan nya dalam Debat Terbuka ini menjadikan kekecewaan tersendiri bagi
lebih dari 500 peserta yang hadir, beberapa kali audience meneriakan yel-yel
“Rektor Takut, Rektor Menghindar” dalam forum tersebut. Kekecewaan public
tentu saja berdasar, pasalnya saat pihak BEM KM mengantar surat Undangan Debat
kepada Rektor Unnes pada senin (17/02/2020), yang bersangkutan sempat
menyatakan kesediaan nya untuk menghadiri forum tersebut kepada Presiden
Mahasiswa saat menanyakan konfirmasi nya, dan hal ini juga diperkuat oleh
pernyataan Rektor Unnes yang menyampaikan pada Media online Kompas
bahwasanya ia siap Menerima tantangan debat, sehingga hal ini menjadi legitimasi
kuat penyelenggara bahwa Rektor akan hadir, adapun Sucipto Hadi Purnomo
memastikan akan menghadiri Forum Debat, karena yang bersangkutan pula lah
yang melemparkan ajakan Debat Terbuka kepada public untuk mengungkap
kebenaran dibalik peristiwa yang menimpa nya. Polemik ini bermula dari terbitnya
Surat Keputusan Rektor Unnes Nomor B/167/UN37/HK/2020 tentang Pembebasan
sementara tugas sebagai dosen atas nama Dr Sucipto Hadi Purnomo, S.Pd., M.P.d

158
tertanggal 12 Februari 2020, dan menjadi ramai karena pemberitaan yang dilakukan
oleh banyak media. Kemudian mahasiswa memiliki inisiatif untuk menyikapi
permasalahan ini secara Akademis agar menjadi terang, hingga diputuskan
bahwasanya mahasiswa sebagai pihak penengah yang objektif dan netral untuk
menjadi penyelenggara forum Debat Akademik dengan mengundang 2 (dua) pihak
yang bersengketa tersebut.

Semula, Debat Akademik akan dilaksanakan di Graha Cendekia Fakultas


Teknik setelah mendapat persetujuan dari Dekan,Wakil Dekan III, serta Pak Widi
dari Fakultas Teknik pada hari Rabu (19/02/2020), akan tetapi dibatalkan sepihak
dan secara sewenang-wenang tanpa ada alasan yang jelas dan masuk akal dengan
dikeluarkan nya surat Nomor T/2085/UN37.1.5/KM/2020 yang diantarkan ke
PKMU pada Kamis (20/02/2020) sekitar pukul 08.00 WIB tentang pemberitahuan
Pembatalan Peminjaman Ruangan. Sehingga Forum Debat ini dipindahkan ke
PKMU. Kemudian Rektor Unnes menyampaikan pada Presiden Mahasiswa bahwa
belau tidak jadi menghadiri karena harus keluar kota dan akan diwakili oleh Wakil
Rektor III, yang belakangan juga mengantarkan surat kepada BEM KM
bahwasanya tidak ada pihak dari Rektor maupun perwakilan nya yang akan
menghadiri Debat tersebut, disini jelas terjadi Inkosisteni yang dilakukan oleh
Rektor bersama dengan jajaran nya, akan tetapi dari pihak Mahasiswa terus
mendesak Rektor untuk datang pada Forum yang tetap diselenggarakan tersebut.
Hinngga kemudian, Forum baru dimulai pukul 20.20 WIB setalah Rektor tidak
menghadiri Forum Debat Akademik tersebut. Atas berbagai pertimbangan dan
setelah melalui koordinasi dengan para pihak yang terlibat, maka Forum Debat
Akademik diubah konsep nya menjadi Diskusi Publik dengan lima orang
Pembicara yakni Ignatius Rhadite PB selaku Mentri Kajian dan Strategis BEM KM
UNNES 2020 yang juga perwakilan dari penyelenggara, Dr. Sucipto Hadi Purnomo
selaku pihak dari Dosen yang diberhentikan sementara, Donni Donardono selaku
Pakar Hukum dan Filssafat Unika Soegijapranata, Gunawan Permadi selaku
pimpinan redaksi Suara Merdeka, Triyanto Lukmantoro selaku Pakar Komunikasi
Universitas Diponegoro dan dipandu moderator yaitu Gunawan Budi Susanto.

159
Diskusi diawali dengan klarifikasi dan penyampaian kronologis dari
Ignatius Rhadite selaku perwakilan penyelenggara perihal alasan pemindahan
tempat yang dilakukan secara sepihak, sewenang-wenang, dan mendadak,
kemudian Rektor beserta jajaran nya yang tidak Konsisten terhadap pernyataan atau
statement yang disampaikan kepada mahasiswa maupun kepada media, serta
dijelaskan juga mengenai alasan diadakan nya Forum Debat ini.

Rhadite juga menjelaskan bahwa mahasiswa mengganggap penerbitan SK


Rektor mengenai pembebastugasan sementara tersebut merupakan hal yang tidak
masuk akal dan menganggap SK tersebut cacat hukum, selain dari penyusunan
(formiil) yang tidak sesuai dengan kaidah aturan dalam PP 53 tahun 2010,
kemudian dalam segi substansi yang juga dianggap tidak masuk akal untuk dperiksa
dan diputus oleh Tim Pemeriksa, karena dasar hukum yang digunakan tidak sesuai
dengan penerapan nya, dan seharusnya permasalahan ini bukanlah domain dari
kampus, melainkan domain dari penegak hukum untuk menyatakan yang
bersangkutan bersalah atau tidak.

Diksusi dilanjutkan dengan pembicara selanjutnya yaitu Dr Sucipto Hadi


Purnomo, S.Pd., M.Pd, beliau mengungkapkan pentingnya seorang insan akademis
dalam menepati janji ketika sudah mengiyakan suatu perkara, terlebih beliau sudah
bicara kepada media bahwa dirinya siap untuk berdebat bersama rektor, hal ini
membuat mahasiswa serta berbagai kalangan mengapresiasi tindakannya tersebut.
Beliau kemudian menceritakan kejadian ketika mendapatkan SK pembebastugasan
yang ditujukan kepadanya, beliau awalnya diperiksa oleh aparat dan disebutkan tiga
kesalahan kepadanya, yaitu Dr Sucipto dinilai sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)
yang tidak netral karena unggahannya pada tanggal 10 Juli 2019 yaitu 2-3 bulan
setelah pemilihan presiden, keterlibatan Dr Sucipto sebagai anggota Tim Evaluasi
Kinerja Akademik (Tim EKA) kementrian ristekdikti, dan juga Dr Sucipto pernah
menjadi saksi seseorang yang telah melaporkan seorang petinggi UNNES dengan
dugaan melakukan plagiasi. Dr Sucipto dalam media Tempo disebut sebagai pegiat
anti plagiarisme, hal inilah yang diduga menjadi penyebab asli mengapa beliau
menerima represifitas mengingat status Sucipto berkaitan dengan Rektor yang

160
sedang diperiksa oleh Tim dari UGM mengenai dugaan plagiarism dalam disertasi
S3-nya di Universitas Gajah Mada.

Pembicara ketiga yakni Doni Donardono dosen Hukum Unika


Soegijapranata melanjutkan pembicaraan dengan menyatakan bahwa secara garis
besar tindakan plagiarisme yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa
merupakan sebuah kejahatan akademik yang memiliki sanksi berat dari sisi
akademik maupun adminsitrasi lainya, serta hal tersebut dapat dipidanakan selama
2 tahun penjara atau denda 200 juta. Menanggapi SK pembebastugasan yang
ditujukan pada Sucipto karena unggahan Facebook-nya dinilai kurang bijak jika
yang menjadi landasan adalah mengenai statusnya yang dianggap menghina
Presiden, karena status tersebut dinilai tidak mengandung ujaran kebencian atau
sindiran kepada presiden, sebab jika ditelisik tidak ada kata atau kalimat yang berisi
umpatan atau hinaan, namun diakui, substansi nya masih harus diuji lagi sesuai
dengan etika akademik yang berlaku. Doni juga menyatakan bahwa status tersebut
juga bukan merupakan kritik karena terlalu singkat dan tidak adanya penyampaian
narasi mengenai data yang mendukung statementnya. Lebih lanjut, yang
bersangkutan juga menyampaikan bahwasanya beliau tidak memiliki wewenang
lebih jauh untuk mencampuri urusan rumah tangga lain sehingga hanya bisa
meyampaikan secara normatif.

Pembicara selanjutnya yaitu pak Triyanto Lukmantoro selaku pakar


Komunikasi dari Universitas Diponegoro mengawali pembicaraannya dengan
membahas mengenai berekspresi di media sosial yang merupakan hak semua orang,
kemudian pembahasan dilanjut mengenai bahasa pemerintah sekarang yang
terkesan melarang masyarakat Indonesia untuk berpolitik di Media Online
terkhusus bagi Aparatur Sipil Negara, walaupun narasi yang disampaikan
menggunakan konteks komunikasi tingkat tinggi atau menggunakan bahasa yang
memiliki makna lain, hal ini karena masyarakat Indonesia sebagian besar masih
hidup dalam tradisinya yang tinggi sehingga kurang sesuai untuk menerima seluruh
narasi yang disampaikan secara terbuka, kemudian ditakutkan juga akan banyak
timbul salah penafsiran, dan yang paling diantisipasi yaitu setiap pembahasan di
media sosial yang mengandung unsur kritik kebanyakan akan menimbulkan

161
keributan. Sehingga salah satu cara untuk mengetahu maskut substansi kritikan
harus dilakukan sebuah pengujian secara akademis dan obyektif.

Pembicara terakhir yaitu Gunawan Permadi selaku pimpinan redaksi Suara


Merdeka menyampaikan mengenai posisi Suara Merdeka dalam kasus yang terjadi
di UNNES ini, Suara Merdeka merupakan salah satu media Independen yang
menuliskan Tajuk mengenai dugaan kasus plagiasi yang dilakukan oleh salah satu
pejabat Unnes dan hubungan nya dengan peristiwa yang dialami Sucipto ini, hal ini
membuktikan bahwa dugaan kasus plagiasi yang terjadi di UNNES sudah termasuk
hal serius. Gunawan menjelaskan mengenai bagaimana politik domestic internal
yang berlaku pada era orde lama yang coba diterapkan di dalam domain kampus,
serta Gunawan kemudian mengharapkan nanti agar prof Fathur dapat menerima
tawaran debat akademik tersebut. Gunawan juga mengungkapkan Suara merdeka
sebagai media independent masih menunggu keputusan yang sah dan legal
mengenai persoalan di UNNES baik itu plagiasi maupun SK pembebastugasan
yang sebaiknya diserahkan ke hukum pidana. Gunawan juga mengharapkan agar
mahasiswa nantinya ikut membantu dalam menyelesaikan persoalan di kampusnya.

Diskusi terbuka ditutup dengan sesi Tanya jawab dengan peserta diskusi,
antusias peserta diskusi sangat tinggi, hal ini dapat dilihat dari banyaknya peserta
diskusi yang membuat aula PKMU Lantai 2 sesak dan banyak sekali yang tidak
bisa masuk kedalam ruang diskusi karena penuh. Diskusi ini berjalan tertib dan
aman dan diakhiri pada pukul 23.00 WIB.

162
MOMOK BERUPA REPRESIFITAS ITU BERNAMA REKTOR
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Jika kita mencermati keriuhan ruang publik yang beredar beberapa waktu
belakangan ini, maka kita akan menemukan bahwasanya fokus pemberitaan media-
media sedang mengarah pada kampus Unnes. Sayang nya, pemberitaan yang
dimaksut bukan lah pemberitaan mengenai prestasi ataupun hal positif lain,
melainkan pemberitaan mengenai pemberhentian sementara sebagai dosen UNNES
atas nama Sucipto Hadi Purnomo (SHP) oleh Rektor UNNES serta pemberitaan
mengenai pemberian sanksi kepada Frans Josua Napitu yang sebelumnya
melakukan pelaporan dugaan tindak pidana Korupsi Rektor Unnes ke Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika berkaca pada beberapa Kajian Akademik yang
dibuat oleh Kementerian Kajian Strategis BEM KM Unnes, maka kami
menyimpulkan bahwasanya terjadi sebuah pemberangusan ruang demokrasi serta
pengekangan pada nilai-nilai akademis itu sendiri.

Selain itu Kampus yang seharus nya menjadi corong implementasi budaya
akademik malah bertindak sebalik nya. Kasus Represi yang menimpa Sucipto Hadi
Purnomo maupun Frans Josua Napitu bukan kali pertama terjadi di Kampus Unnes,
berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh Kementerian Kajian Strategis BEM
KM Unnes, tercatat pihak kampus dalam hal ini Rektor Unnes telah beberapa kali
menggunakan cara-cara serupa. Yang bentuk nya dapat berupa pemanggilan orang
tua mahasiswa, pencabutan beasiswa, Pemberian Surat peringatan (SP), Skorsing
bagi mahasiswa maupun Dosen, hingga pelaporan secara Pidana kepada pihak
Kepolisian yang ditujukan pada mahasiswa, sesama akademisi hingga Jurnalis,
dimana bentuk nya dinyatakan secara verbal sebagai bentuk “peringatan” atau
langsung dilakukan tindakan seperti yang disebutkan diatas. Jika saling dikaitkan
antara satu peristiwa dengan peristiwa lain, maka akan ditemukan pola yang mirip
atau serupa, yaitu ada nya pembatasan kebebasan dalam ruang demokrasi pada
semua peristiwa tersebut yang muara nya akan berbalik menjadi sebuah tindakan
Represi dalam berbagai bentuk seperti yang telah disebutkan diatas.

163
Berikut adalah beberapa peristiwa yang menjadi fakta sejarah mengenai
tindakan Rektor UNNES dalam menghadapi gejolak dan menyelesaikan sebuah
permasalahan;

1. Melaporkan seorang Jurnalis berinisial ZA ke Polisi


2. Saling Lapor Antar Calon Rektor Unnes
3. Melaporkan Mahasiswa UNNES berinisial JBH ke Polisi
4. Melaporkan Mahasiswa UNNES berinisial HAM ke Polisi
5. Melaporkan seorang Pengacara dan aktivis sosial berinisial YAS
ke Polisi
6. Melaporkan Senat UGM ke KOMNAS HAM Republik
Indonesia
7. Pemberian Sanksi Skorsing selama 2 semester kepada
Mahasiswa berinisial JBH
8. Pemberian Sanksi Skorsing kepada Dosen Unnes berinisial SHP
9. Pemberian Sanksi Skorsing kepada Mahasiswa berinisial FJN
10. Pemberian sanksi berupa Surat Peringatan, Pemanggilan Orang
tua mahasiswa, Pemanggilan mahasiswa oleh pimpinan kampus
yang diberikan kepada banyak mahasiswa
11. Ancaman verbal dan intimidasi

Pembatasan ruang demokrasi di Universitas Negeri Semarang sebagai salah


satu lembaga akademik berulang kali terjadi, dan bahkan menjadi sebuah watak
yang terus dipertontonkan oleh pimpinan kampus. Kampus yang dikatakan sebagai
miniatur sebuah negara seharusnya bertindak sebagai wadah penjaga marwah
demokrasi dan menjaga kewarasan berfikir mahasiswa malah bertindak sebaliknya,
upaya pembungkaman dalam bentuk ancaman hingga skorsing dan drop out kerap
terjadi untuk memberedeli nalar berpikir kritis sivitas akademika yang merasa
diberatkan oleh kebijakan yang dikeluarkan pengelola kampus. Termasuk didalam
nya adalah mahasiswa. Mahasiswa sebagai objek dari kebijakan yang dikeluarkan
sudah sewajarnya melakukan kritik bilamana kebijakan tersebut dianggap
bertentangan dan memberatkan. Dimulai dari kebijakan yang menyangkut
pelayanan publik yang kurang optimal, sarana dan prasarana yang kurang memadai,

164
tenaga kependidikan yang kurang maksimal hingga kebijakan yang berhubungan
dengan kemampuan ekonomi mahasiswa seperti uang pangkal, penetapan biaya
kuliah mahasiswa (Uang Kuliah Tunggal), biaya kuliah kerja nyata, dan pungutan
lain yang seharusnya sudah diakomodir oleh biaya UKT yang mana mencerminkan
nilai-nilai Komersialisasi terhadap Pendidikan.

Di era keterbukaan saat ini lembaga pendidikan harus mau menerima segala
bentuk masukan dan kritik sebagai upaya kemajuan dan pengembangan institusi itu
sendiri, Reformasi yang diperjuangkan kala itu salah satu nya adalah membuka
ruang-ruang demokrasi, dimana pemangku dan penerima kebijakan harus
merumuskan segala sesuatu nya secara bersama dengan mengedepankan etika
moral dan gagasan-gagasan yang murni untuk kemajuan lembaga tetapi tetap harus
dilandasi prinsip keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan, jika tidak seperti itu maka
tidak ada beda nya dengan orde baru yang otoriter. Kampus sebagai lembaga yang
mengedepankan nilai-nilai akademis seharusnya bertindak menggunakan cara yang
akademis pula untuk menjawab kritikan yang dilontarkan mahasiswa, bukan malah
menggunakan cara-cara yang malah makin menumpulkan nalar kritis mahasiswa
dan mematikan iklim demokrasi itu sendiri.

Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 menyebutkan "bahwa Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat". Jelas sekali, Konstitusi negara ini
menjamin hak-hak untuk menyampaikan pendapat dalam bentuk kritik.Selain itu
Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
dengan jelas mengatur bahwa setiap individu yang ada di Indonesia dapat
mengemukakan aspirasi sebagai perwujudan demokrasi yang nyata dan sebenar-
benarnya bagi sistem ketatanegaraan. Jika melihat kebiasaan yang dilakukan oleh
pengelola kampus dalam rangka menghadapi berbagai kritikan yang ditujukan pada
diri nya, tentu saja hal tersebut amat sangat disayangkan. Sebab secara tidak
langsung hal tersebut merupakan bentuk pembatasan pada ruang-ruang demokrasi
yang kemudian akan menyebabkan terkekang nya nalar-nalar kritis masyarakat
kampus nya. Jika mengulik sepintas mengenai konsep demokrasi secara sederhana,
demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat,

165
oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Dari pengertian tersebut bisa
disimpulkan bahwa rakyat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu
pemerintahan, dimana masing-masing dari mereka memiliki hak dalam
memperoleh kesempatan serta hak dalam bersuara yang sama dalam upaya menilai,
mengontrol, mengoreksi, mengawasi, bahkan ikut juga dalam menentukan
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Kampus yang sering dianggap
sebagai miniatur sebuah negara merupakan perwujudan atau cerminan negara
dalam lingkup kecil, sehingga kualitas demokrasi yang disajikan oleh pengelola
kampus dapat dianggap sebagai representasi kualitas demokrasi negara. Kemudian,
mahasiswa secara khusus dan masyarakat kampus secara umum dapat dianggap
pula sebagai rakyat nya, sehingga jika meminjam konsep demokrasi seperti yang
disampaikan diatas, masyarakat kampus juga memiliki hak dalam memperoleh
kesempatan serta hak dalam bersuara yang sama dalam upaya menilai, mengontrol,
mengoreksi, mengawasi, bahkan ikut juga dalam menentukan kebijakan yang
dikeluarkan oleh pengelola kampus.

Namun, sejauh yang kita rasakan saat ini bahwasanya demokrasi era ini
mulai mengalami kemunduran secara luar biasa, hal tersebut bisa kita perhatikan di
media-media maupun alami secara langsung terkait pembungkaman, kriminalitas,
tindakan represifitas maupun tindakan-tindakan lain yang dilakukan (seperti contoh
yang ditulis diatas dalam lingkup kampus Unnes) di saat orang-orang tersebut
hendak menyuarakan apa yang hendak disuarakan terkait keluhan, perasaan
ketidakadilan, dan kritik dalam berbagai bentuk penyampaian. Dan kampus
seharusnya menjadi tempat paling nyaman untuk memulai perwujudan demokrasi
itu, bukan malah menjadi ancaman yang berdampak pada kemunduran demokrasi.
Dengan adanya berbagai tindakan kriminalisasi dan represifitas kampus, maka
perlu dipertanyakan apakah pendidikan demokrasi berjalan baik di lembaga
pendidikan seperti perguruan tinggi yang ada di Indonesia? Suara dan kritikan demi
perbaikan dianggap hinaan dan pencemaran. Rakyat dan mahasiswa dikriminalisasi
sesuka hati. Seolah slogan demokrasi tinggal kalimat tak ada arti .

Selain permasalahan mengenai pembatasan Ruang Demokrasi dan budaya


Represi yang kerap terjadi, terdapat beberapa permasalahan utama pula yang tiap

166
tahun selalu muncul dan tidak pernah terselesaikan, diantaranya adalah masalah
mengenai Uang Kuliah Tunggal maupun Uang Pangkal atau SPI.

167
BAB V : 55 TAHUN UNNES DAN KOMPLEKSITAS
PERMASALAHANNYA

168
KAJIAN DIES-NATALIES 55 TAHUN UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG

“Wujudkan Pendidikan Terjangkau Tanpa Diskriminasi, Serta Buka Ruang


Demokrasi dan Kebebasan Akademik Tanpa Represifitas”

1. Permasalahan Pendidikan Secara Umum

Pada hakikatnya pendidikan adalah hak dasar bagi setiap warga negara
Indonesia untuk dapat menikmatinya. Pendidikan merupakan usaha sadar yang
dilakukan oleh manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya melalui
proses pembelajaran, keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah
diakui dan sekaligus memiliki legalitas yang sangat kuat sebagaimana tertuang
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 31
(1) yang menyebutkan bahwa :” Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan”, kata “setiap” dalam pasal tersebut menyatakan keseluruhan dari
sesuatu, atau dalam hal ini merujuk pada istilah seluruh warga negara,
umumnya Warga Negara Indonesia, bukan hanya sebagian atau beberapa
elemen warga negara saja, dalam kaitanya dengan dunia Pendidikan tinggi,
tentu saja hal itui juga sejalan dengan apa yang tertulis dalam pasal 6 (b) UU
No 12 tahun 2012 (UU Pendidikan Tinggi) bahwa Pendidikan tinggi dilandasi
dengan prinspi demokratis dan tidak diskriminatif, tentu saja kaitanya dengan
setiap insan yang berhak memperoleh dan mengenyam Pendidikan tinggi
tersebut. Pendidikan sangat berperan penting dalam memajukan dan
mengembangkan kehidupan bangsa, komitmen bangsa Indonesia untuk
memperjuangkan pendidikan tertuang pada tujuan negara (Alinea IV
pembukaan UUD 1945) yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Namun apa yang diharapkan masih jauh dari angan, berbagai


permasalahan dalam dunia Pendidikan di Indonesia masih kerap terjadi, bahkan
terus mengalami peningkatan dan semakin kompleks tiap waktu nya, baik
Pendidikan dasar menengah maupun Pendidikan tinggi. Permasalahan-
permasalahan utama yang terjadi diantara nya mengenai Komersialisasi,
Privatisasi hingga Liberalisasi Pendidikan, dimana Pendidikan dijadikan

169
sebagai komoditi yang diperdagangkan, pembangunan-pembangunan
infrastruktur dan kelengkapan fasilitas lain di Lembaga akademik dianggap
sebagai aset penunjang “perusahaan” dan mahasiswa atau pelajar dianggap
sebagai konsumen yang diharuskan membeli “barang jualan” tersebut
(red:Pendidikan) sehingga terdapat pergeseran pola dalam system Pendidikan
Indonesia saat ini yang telah mengadopsi dan mengikuti system pasar. Hal
seperti ini merupakan sebuah langkah mundur dari negara dan upaya “bunuh
diri” secara perlahan, sebab untuk menciptakan negara yang kuat dan maju tentu
saja yang harus dipersiapkan adalah pondasi nya, dalam hal ini adalah yang
berkaitan langsung dengan Sumber Daya Manusia dan intelektualitas warga
masyarakatnya, hal tersebut masih sulit diwujudkan bilamana Pendidikan masih
menjadi sesuatu yang ekslusif dan tidak dapat dijangkau oleh semua kalangan,
baik dari kalangan konglomerasi sampai kalangan bawah seperti anak petani,
anak buruh bangunan, anak nelayan, anak tukang becak dan lain sebagainya,
mimpi dari para founding fathers untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara
maju dan disegani nampaknya akan sangat sulit terwujud bilamana Pendidikan
di negara kita masih diskriminatif, ekslusif dan terlalu tinggi untuk dijangkau
masyarakat.

2. Permasalahan Kampus Universitas Negeri Semarang


Lalu bagaimana dengan Kampus tercinta kita, kampus Universitas
Negeri Semarang ? 55 (Lima Puluh Lima) Tahun sudah berdiri kampus yang
menjadi kawah cadradimuka dan rumah ilmu bagi masyarakat Indonesia,
khususnya Jawa Tengah dan sekitarnya. Kampus yang kini berjuluk sebagai
kampus Konservasi yang memiliki visi bereputasi Internasional tersebut sudah
sangat berkembang dalam perjalanannya selama 55 Tahun. Dinamika selama
bertahun-tahun telah dilalui oleh civitas akademika Universitas Negeri
Semarang, tentunya didalam setiap perjalanan suatu instansi memiliki banyak
catatan yang perlu kita ketahui, kita refleksikan, dan kita kritisi agar kampus
yang menjadi rumah ilmu bagi kita semua ini menjadi jauh lebih baik lagi
kedepannya.

170
Perjalanan di setiap tahunnya tentu kita menginginkan yang terbaik bagi
almamater kita bersama ini, dan tentunya yang terbaik adalah yang mau
menerima kritik dan memperbaiki setiap kekurangan yang ada, dengan
demikian marilah kita refleksikan bersama perjalanan selama kampus
konservasi beberapa tahun kebelakangan ini. Terdapat beberapa permasalahan
yang setiap tahun menjadi permasalahan yang tidak kunjung terselesaikan,
bahkan permasalahan tersebut tumbuh menjadi semakin kompleks dan beranak
pinak. Berikut merupakan beberapa masalah pokok yang kami rangkum:

A. Uang Kuliah Tunggal

Pemberlakuan UKT yang dimulai tahun 2013 hingga sekarang


menuai berbagai macam kritikan, komponen UKT yang berasal dari
Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang dituangkan dalam unit cost disusun
berdasarkan besaran kebutuhan perkuliahan mahasiswa dari semester 1
hingga semester 8. Walaupun pembagian 8 semester ini tidak tercantum
secara jelas dalam aturan, pembagian ini merupakan perhitungan dari
rata-rata 144 total minimal sks yang harus ditempuh mahasiswa untuk
memperoleh sarjana, setiap sks nya disusun dalam rentang semester 1
hingga semester 8. Ketidakjelasan penyusunan komponen biaya kuliah
berdampak salah satunya mengenai pembayaran UKT di atas semester
8 bagi program sarjana dan di atas semester 6 bagi program diploma.
Padahal dijelaskan di dalam UU Pendidikan Tinggi bahwasanya masa
studi untuk program sarjana selama 14 semseter dan 10 semester untuk
program Diploma. Hal ini lah yang seharusnya menjadi perhatian
bahwasanya mahasiswa tingkat akhir yang biasanya tinggal
menyelesaikan tugas akhir seharusnya mendapat pemotongan biaya
UKT yang dibayarkan, sebab fasilitas maupun intensitas yang
didapatkan berbeda dengan mahasiswa yang masih aktif menempuh
SKS perkuliahan, kampus harus bijak menyoroti permasalahan ini.

Kemudian kurang tepatnya penggolongan UKT yang dikenakan


pada banyak mahasiswa yang masuk, dengan penghitungan jumlah

171
UKT berdasarkan system, maka hal yang dianggap tidak wajar oleh
system langsung dikenakan UKT tertinggi, semisal A merupakan anak
seorang petani penggarap lahan yang hendak berkuliah di UNNES,
penghasilan orang tua hasil garapan di sawah hanya Rp 500.000,-/bulan
itu pun harus dibagi dengan 4 orang anggota keluarga lainya, saat
pegisian data pokok, A mengisi sesuai dengan kondisi ekonomi
keluarganya, tetapi system membaca dan menganggap bahwasanya data
yang dimasukan tidak masuk akal (apakah mungkin uang Rp 500.000
dipakai untuk 4 orang dalam sebulan ?) padahal hal tersebut benar
adanya dan banyak dijumpai di UNNES tentu nya, kemudian si A
mendapat “penalty” dan dikenakan UKT golongan tertinggi, atau
contoh lain yaitu B yang merupakan anak yatim ingin berkuliah di
UNNES tetapi B harus meninggalkan mimpinya jauh-jauh sebab tidak
mungkin ibu nya yang hanya seorang buruh bulu mata harus membayar
UKT sejumlah Rp 6 juta terlebih ia masih memiliki 2 orang adik yang
juga masih bersekolah, hal ini tentu saja menjadi hal yang
memprihatinkan mengingat tidak mungkin seorang anak petani atau
buruh berpenghasilan rendah harus membayar UKT dengan golongan
tertinggi, dan yang lebih menjengkelkan adalah jawaban dari birokrasi
yang seakan tidak peduli dengan hal itu, “jika ingin kuliah ya bayar,
masih banyak yang antri buat masuk UNNES”, atau “nanti kan bisa
banding” (padahal dalam Peraturan Rektor UNNES dijelaskan bahwa
banding hanya dapat dilakukan setelah menempuh minimal 1 semester,
dan itu pun tidak ada jaminan untuk turun, atau jika turun nominal nya
tidak banyak). Tentu saja hal ini memberatkan bagi mahasiswa miskin
yang memiliki mimpi tinggi untuk meraih sukses dengan cara
berpendidikan tinggi. Tidak semua anak miskin dapat seberuntung
Raeni yang mampu mendapat beasiswa hingga kuliah setinggi mungkin,
kecuali jika kampus memberikan jaminan bagi seluruh orang miskin
dapat berkuliah dengan gratis atau murah minimal. Selain itu masih
dijumpai nya pungutan-pungutan lain di luar UKT, misalnya saat
wisuda masih ditarik uang iuran, atau penarikan uang praktikum di

172
beberapa program studi, serta yang terbaru adalah dikeluarkanya biaya
untuk Kuliah Kerja Nyata (KKN), padahal awal mula diberlakukanya
UKT adalah agar system pembayaran tunggal artinya tidak ada
pungutan lagi diluar UKT, jika begini adanya dimanakah letak
ketunggalan UKT ? dan untuk apa dinamakan Uang Kuliah Tunggal bila
masih banyak pungutan lain diluar UKT tersebut ? belum lagi adanya
bentuk komersialisasi-komersialisasi yang dilakukan oleh pihak kampus
seperti penarikan Biaya untuk penggunaan lapangan atletik ataupun
biaya penyewaan beberapa ruangan/Gedung tempat di UNNES.

Teori indah UKT tidaklah berbanding lurus dilapangan, saat ini


pendidikan tinggi dihadapkan pada permasalahan yang benar-benar
serius, mungkin Pemerintah dan para rektor diseluruh Indonesia
menganggap ini hanya masalah biasa, akan tetapi bagi mahasiswa ini
adalah masalah yang menyangkut impian dan masa depannya bila tidak
segera diselesaikan.

B. Uang Pangkal

Sejak beberapa tahun lalu, UU DIKTI beserta turunannya


(Peraturan Mentri) mengenai UKT lagi-lagi menimbulkan persoalan
bagi calon mahasiswa baru atau mahasiswa umumnya. Sistem
pembayaran uang kuliah tunggal yang melarang pungutan lain terhadap
mahasiswa diploma atau sarjana hanya menjadi isapan jempol belaka.
Di dalam pasal 8 (Permenristekdikti) No. 22 Tahun 2015 tentang Biaya
Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tiniggi
Negeri menjelaskan;“PTN dilarang memungut uang pangkal dan atau
selain UKT kepada mahasiswa baru program sarjana dan diploma”.
Tapi kebijakan ini memang tidak konsisten. Sebab di dalam pasal 9 ayat
1 memberikan legitimasi bagi perguruan tinggi untuk melakukan
pungutan uang angkal atau sejenisnya kepada mahasiswa baik program
diploma maupun sarjana. “PTN dapat memungut uang pangkal dan
atau pungutan lain selain UKT, dari mahasiswa baru program sarjana

173
dan program diploma yang terdiri atas; mahasiswa asing, mahasiswa
klas internasional, mahasiswa jalur kerjasama dan mahasiswa melalui
seleksi jalur mandiri”. Maka secara terang-terangan pemerintah
melalui (Permenristekdikti) No. 39 Tahun 2017 saat ini “menyelipkan”
pasal-pasal untuk melegitimasi kampus memugut biaya pendidikan
selain UKT. Permenristekdikti No. 39 Tahun 2017 telah memasang
standart ganda nya. Seolah-olah UKT menjadi jaminan atas biaya
pendidikan yang murah dan terjangkau bagi seluruh mahasiswa baru dan
terbebaskan dari pungutan liar.

Tapi kenyataannya perguruan tinggi juga masih diperbolehkan


memungut biaya lain selain UKT, termasuk UNNES diantara nya,
dengan berbagai sebutan atau nama lain nya, di tahun 2016 misalnya, di
UNNES disisipi uang pangkal dengan istilah “infaq”, kemudian di tahun
2017 dengan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) yang walaupun
Namanya sumbangan tetapi dalam pelaksanaanya calon mahasiswa baru
diarahkan pada nominal-nominal uang tertentu, yang tentu saja tidak
sedikit. Lalu bagaimana dengan yang tidak mampu ? tentu saja tidak
akan mendapat kursi, padahal jika yang nama nya sumbangan harusnya
berdasarkan kemampuan calon Maba dan tidak ada Patokan, jika
dipatok tentu saja namanya bukan sumbangan, tetapi pungutan.
Berlanjut di tahun 2018 ini secara terang-terangan Uang Pangkal
muncul dalam data pokok mahasiswa baru jalur Seleksi Mandiri (SM)
dengan nominal yang telah ditentukan pula, dan tak tanggung-tanggung
jumlahnya mencapai hampir 40 juta, belum lagi ditambah dengan UKT
mahasiswa jalur mandiri yang mayoritas mendapat golongan tinggi.
Kemudian kembali ke pertanyaan yang sama, bagaimana nasib anak
petani, buruh kasar, pekerja serabutan dan orang miskin lainya yang
sebenarnya secara akademis mampu bersaing masuk dalam seleksi
namun terkendala oleh tingginya biaya yang dikeluarkan ?
kemungkinan birokrasi akan menjawab dengan “beasiswa” atau “ada
keringanan” tetapi apakah itu menjamin bahwa semua orang miskin
yang tidak mampu membayar mendapatkan bantuan seperti itu ?

174
Terlebih seharusnya di pasal 8 point (2) dinyatakan bahwa
pungutan itu harus berdasarkan kemampuan ekonomi keluarga maupun
orang lain membiayainya, jika dalam system sudah dipatok nominal
tentu saja itu menyalahi dan apakah itu bentuk penghormatan kepada
orang miskin ? tentu saja tidak. Jika kata-kata “sesuai kemampuan
ekonomi” tentu saja jika si miskin hanya memiliki uang Rp 50.000,-
kampus harus menerima sebab segitulah kemampuan ekonomi dari si
miskin tersebut, terlebih si miskin tersebut telah menunaikan tantangan
pertamanya untuk lolos di jalur seleksi mengalahkan ribuan orang lainya.

C. Permasalahan Lain di UNNES

Adapun beberapa permasalahan lain yang terdapat di kampus


kita tercinta ini secara kompleks mencakup semua bidang yang menjadi
pokok utama dan perlu kita refleksikan.

1. Bidang Akademik

Dalam bidang akademik tentunya merupakan salah satu bidang yang


sangat penting untuk direfleksikan, sebab bidang inilah yang
mencerminkan kualitas akademik Universitas.

x Adapun beberapa permasalahan yang selalu terulang setiap


semesternya adalah perebutan pengisian Kartu Rencana Studi
(KRS), setiap semesternya dalam masa pengisian kartu rencana
studi terjadi penumpukan pengakses sikadu unnes, yang
kemudian mengakibatkan server down dan membuat beberapa
mahasiswa kesulitan untuk mengakses sikadu unnes, maka
melihat hal tersebut pimpinan atau pengelola kampus kiranya
dapat melakukan terobosan strategi dalam pengisian KRS seperti
membagi jadwal perfakultasnya. Dan tentunya sangat
diperlukan adanya perbaikan didalam sistem informasi
akademik tersebut dan pimpinan kampus harus segera mungkin
memperbaiki sikadu agar permasalahan tersebut tidak terulang
setiap tahunnya.

175
x Berkaitan dengan banyaknya penerima beasiswa bidikmisi yang
tidak tepat sasaran seharusnya pihak kampus pro aktif untuk
melakukan Monitoring dan evaluasi penentuan penerima
beasiswa bidikmisi secara berkala, agar ketidaksesuaian tersebut
dapat diatasi dan beasiswa dapat tepat sasaran pada yang benar-
benar membutuhkan
x Perbaikan dan optimalisasi sistem seperti sikadu.unnes.ac.id,
beasiswa.unnes.ac.id, simprokum.unnes.ac.id dan lain-lain
x Seharusnya dalam proses penerbitan kebijakan maupun
keputusan, pimpinan harus melibatkan unsur mahasasiswa
,bukan pada pasca dikeluarkan, karena bagaimanapun juga
mahasiswa adalah subyek dari kebijakan yang dibuat, sehingga
mahasiswa juga harus turut didengar pendapat dan aspirasi nya.
x Perbaikan sistem hukum UNNES kedepannya, klasifikasi aturan
baik itu S.edaran, S.Keputusan atau Peraturan Rektor

2. Bidang Keuangan
Bidang keungan menjadi bidang yang sangat sering menjadi
permasalahan bagi mahasiswa seperti adanya uang pangkal, UKT
yang setiap Tahun semakin tinggi, dan adanya pungutan-pungutan
diluar UKT.
UNNES, sebagai Universitas Negeri seharusnya mampu
memberikan akses yang luas bagi masyarakat dan tidak membuat
masyarakat mengeluh dengan tingginya biaya kuliah di UNNES.
Biaya kuliah yang setiap tahun semakin tinggi dan sebarannya tidak
merata dan dapat dikatakan tidak adanya subsidi silang. Adapun
beberapa data yang diperoleh dari laman data.unnes.ac.id

176
Dari data tersebut maka dapat ditarik bahwa Uang Kuliah
Tunggal di UNNES grafiknya setiap Tahun meningkat. Tentu hal ini
yang dapat menjadi hantu bagi mahasiswa, calon mahasiswa, dan
orang tua mahasiswa untuk menjangkau pendidikan tinggi
khususnya di UNNES.
UNNES yang setiap tahunnya menjadi salah satu Universitas
yang diminati karena terkenal dengan biaya kuliahnya yang rendah
tetapi setiap tahunnya mengalami kenaikan dan ditambah adanya
Uang Pangkal. Jika penerapan Uang Pangkal didasari karena
UNNES butuh biaya pembangunan dan lain sebagainya dan
kekurangan biaya maka Uang Pangkal bukan solusi sebab akan
mempersempit akses bagi calon mahasiswa yang berminat kuliah di
UNNES.
Berdasarkan Laporan tahunan Rektor pada Dies Natalies
2018, data keungan UNNES menunjukan adanya surplus anggaran
dan maka secara tidak langsung alasan memungut Uang Pangkal
dengan alasan UNNES butuh anggaran untuk pembangunan gugur.

Data yang diperoleh dari laporan Tahunan Rektor UNNES


menunjukan adanya surplus anggaran, adanya kenaikan pendapatan
yang bersumber dari masyarakat dan mengalami penurunan
pendapatan dari pemerintah. Hal tersebut menunjukan dengan nyata
bahwa telah adanya upaya Privatisasi kampus dan Komersialisasi
Pendidikan bahwa biaya yang bersumber dari sektor privat jauh
lebih besar daripada dari sektor publik (pemerintah) sehingga secara
tidak langsung adanya upaya pelepasan tanggungjawab publik oleh
pemerintah dan memperdagangkan pendidikan.

177
3. Bidang Kemahasiswaan

x Seharusnya Pola pembinaan dari bidang kemahasiswaan


maupun pimpinan menggunakan pola kekeluargaan bukan
intimidasi ,hindari skorsing, D.O, ancaman beasiswa dicabut,
akademik diganggu, pemanggilan orang tua karena itu bagian
dari penghianatan demokrasi kampus dan pengekangan
kebebasan berekspresi, kampus sebagai Lembaga akademik
harusnya menjawab kritikan atau aksi mahasiswa secara
akademik pula, bukanya menggunakan pembungkaman yang
malah dapat menumpulkan nalar berpikir kritis mahasiswa
x Reputasi dan citra baik suatu kampus dilihat dari keberhasilan
mahasiswa nya dalam menorehkan prestasi, oleh sebab itu perlu
ada dukungan lebih terhadap lomba-lomba baik lingkup
regional, nasional, internasional dengan mengoptimalisasi dana
delegasi dan memperbanyak dana delegasi dan mempermudah
proses pengajuan dana

178
x Beberapa waktu lalu terdapat kekacauan dalam pengadaan jas
almamater bagi mahasiswa baru, oleh sebab itu pihak kampus
harus mampu Menjamin pembagian jas almamater secara merata
untuk angkatan mahasiswa baru 2019 dan angkatan sebelumnya
yang belum mendapatkan secara tepat waktu dan memiliki
kualitas yang baik sehingga tidak ada keluhan lagi kedepanya.
x Bahwa untuk menunjang dan memenuhi soft skill mahasiswa
dalam bentuk kegiatan non akademik, maka kami rasa
pemberlakuan jam malam di kampus utama perlu dikaji kembali,
sehingga mahasiswa dapat mengembangkan soft skill nya secara
leluasa tanpa ada kekhawatiran keterbatasan waktu, selain itu
demi menghindari permasalahan mengenai keamanan, maka
pihak kampus juga perlu memperbaiki beberapa hal disamping
hanya menggunakan security saja, yaitu perlu adanya kamera
pengawas dan penerangan jalan agar masalah keamanan dapat
terminimalisir.

Jika mengacu pada perkataan rektor UNNES di laman


unnes.ac.id pada hari jumat tanggal 25 Mei 2015 yang
menyatakan bahwa “Orang miskin harus kuliah” tentu saja
kasus-kasus yang tertulis diatas tidak perlu terjadi, sebab tentu
merupakan hal yang berlawanan dengan yang dikatakan. Rektor
dan kampus dituntut untuk konsisten menegakan UNNES
sebagai kampus rakyat yang menjamin setiap orang baik kaya
maupun miskin untuk dapat berkuliah tanpa diskriminasi

179
180
SURAT CINTA UNTUK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

“Selamat Ulang Tahun Kampusku, Semoga Lekas Sembuh”

Dear Cintaku,

Pertama-tama, kuucapkan Selamat Ulang Tahun untuk kampusku. Kampus yang


katanya “konservasi” Yang katanya “menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan
demokrasi”. Yang katanya “ruang bebas berdialektika dan berdiskusi”. Yang
katanya “bereputasi internasional”. Yang katanya “kampus rakyat” Yang katanya
“pencipta peradaban dan insan cendekia”. Yang katanya “mendunia untuk
indonesia”….. Eeiitt tunggu dulu, kok katanya semua, ?? Kebanyakan pula ..
“WOW”.

Bapak, Ibu Tercinta. dalam tulisan ini, kami tidak akan menggunakan satire,
atau majas-majas lainnya. Karena keilmuan dan kemampuan kami memang tidak
sampai untuk menuliskan kata-kata seindah puisi cinta, layak nya W.S Rendra
ataupun Chairil Anwar. Surat ini kami tulis melalui goresan-goresan pena pada saat
kosong nya jam kuliah, karena memang dosen hari ini tidak masuk, sama seperti
kemarin. Tidak ada kabar, entah kemana. Seperti doi yang kerap pergi tanpa
berkabar. Hhmm..

Mungkin surat dalam dua lembar kertas ini, hanya sekedar curhatan-
curhatan yang memang kami rasakan sebagai mahasiswa kampus beralmet kuning,
sebuah kampus yang katanya mengedepankan kesejahteraan. Tapi Bapak, Ibu
tercinta. kami mohon maaf apabila bahasa dan kata yang tertuang rancu dan tidak
indah. Karena, selain kemampuan kami yang minim, faktor panasnya ruangan
akibat AC Mati serta efek dari menahan buang air, karena air di Toilet Kampus
sering mati cukup mempengaruhi kualitas tulisan ini.

Hari ini adalah momen bahagia bagi kami. Bagaimana tidak, kampus yang
kami cintai berulang tahun ke-55. Kami yakin, kebahagiaan seharus nya juga
dirasakan oleh mahasiswa di semua fakultas. Dengan semangat membara, embel-
embel “maju dan unggul” dimana-mana, semua fakultas terlihat larut dalam euforia.

181
Semoga tidak ada yang menjerit karena mewah nya parade ini. Ah, senang sekali
kami melihatnya.

Tapi, euforia “pesta” ulang tahun yang hari ini berlangsung, cukup
terganggu oleh beberapa kabar yang tidak mengenakan. Kami dengar salah satu
teman kami, minggu lalu mendapat pesan SMS dari orang tuanya, bahwa uang UKT
untuk semester ini tidak cukup jumlahnya, hanya setengah dari jumlah seharusnya.
Bahkan teman kami satu lagi, sampai harus mempertimbangkan pengajuan surat
cuti, untuk berhenti sejenak, bukan masalah capek atau sakit. Tapi masalah biaya
yang tidak mampu dilunasi. Teman kami yang ketiga, membawa kabar yang lebih
memprihatinkan, dia bilang bahwa kasus yang demikian bukan lagi hitungan jari,
justru banyak sekali. Ini akibat tidak sesuainya kemampuan ekonomi dan UKT
yang dibebankan kepada mahasiswa dan mahasiswi. ya Tuhan, kampus rakyat
macam apa ini? Belum lagi, adik-adik kami dikampung, sudah takut terlebih dulu
untuk berangkat kuliah karena membaca berita, bahwa unnes menerapkan SPI
yang tinggi, atau infaq atau apalah itu namanya. Karena tak tanggung-tanggung,
rata-rata SPI masuk Unnes seharga motor terbaru dari honda. 15-20 juta. Untuk
kawan kami yang ayah nya hanya seorang buruh tani, mana mungkin dapat
melunasi biaya sejumlah itu. Wow Wow..

Yang kami tahu, mereka bukan tidak melakukan banding atau pengajuan
penurunan, tetapi kebanyakan kandas dan hanya mendapat jawaban “tunggu
hasilnya ya nanti”. Padahal, usaha membantu mereka untuk mendapatkan keadilan
tidak kalah kerasnya dengan dentuman pukulan drum, dan kembang api yang hari
ini dibunyikan dan dimainkan dalam euphoria suka cita.

Itulah sepenggal curhatan yang bisa kami tuliskan, mengiringi ucapan Dies
Natalies kampus tercinta.

Eh tapi satu lagi,

kemarin malam kami tak sengaja membaca sebuah berita yang ditulis
dengan judul cukup membuat kami tercengang. Judulnya kurang lebih seperti ini
“Kejanggalan Penonaktifan Dosen Saksi Dugaan Plagiat Rektor Unnes”. Dengan
kuota seadanya karena Wifi kampus sewaktu-waktu trouble, eh sering. Kami

182
baca, scroll ke bawah dengan mantap, dan ternyata isi berita tersebut
memberitakan hasil wawancara wartawan dengan Kepala UPT Pusat Hubungan
Masyarakat Unnes yang menjelaskan mengenai suatu kasus yang beberapa hari
kemarin sempat viral, hanya kalah dengan Tik-Tok didaftar tranding twitter
Gunung Pati. Wow. Dengan segera kami mentutup berita dan langsung membuka
tab baru, dengan mengetik di mesin pencaharian. Kira-kira seperti ini “Rektor
Unnes Lapor ke Polisi”. Klik. Dan hasilnya? Ditemukan banyak sekali pemberitaan
mengenai aktivitas “hobi” lapor ini. Woow Wow Wow.. Ajaran-ajaran di kelas
mengenai Pemidanaan sebagai Ultimum Remidium yang disampaikan pada
mahasiswa nya, seakan hanya kalimat kosong tanpa arti. apakah masih duduk
nyaman ketika kampus kita ditertawakan? Lalu dimana letak lex samper dabit
remidium? Hukum selalu memberi obat, Disatu sisi kami sedih, tapi disisi lain
kami tertawa-tawa, lucu saja melihatnya. Sebesar itukah kekuatan jabatan ? Hhmm..
sudah seharus nya Kampus menggunakan pendekatan Akademis dalam
menyelesaikan tiap permasalahan yang terjadi, bukan malah memberangus ruang-
ruang demokrasi dengan ancaman dan tindak represi lain. Sedih hati kami melihat
keadaan kampus yang kami sayangi menjadi seperti ini. Digunakan oleh oknum tak
bertanggung jawab yang kerap kali berlindung di balik “nama baik” Lembaga.

Oh sayangku, nasibmu kini.. kami sedih. Tak kuasa menahan rasa marah
yang bercampur dengan malu

Ah, sudahlah. Tak usah panjang-panjang kami menulis. Tulisan yang sedia
nya adalah Surat Cinta malah berubah menjadi curhatan-curhatan masalah yang
tercampur dengan amarah, Kalau harus menulis curhatan permasalahan kampus
tercinta, bisa berpuluh-puluh lembar pasti nya. Kami tahu , Bapak dan Ibu juga
sadar akan permasalahan yang sedang dialami kampus kita tercinta. Tapi entah tidur
atau pura-pura tidak tahu sehingga meniadakan nya. Sampai di usia 55 ini,
permasalahan klasik seperti ini tak kunjung selesai.

Akhir kata, selamat ulang tahun kampus ku yang katanya siap mendunia. Cepat
sembuh. Satu kecupan manja teriring dari kami, bersama dengan doa dan harapan
yang kami panjatkan, muuaachh…

183
BAB VI : CATATAN KRITIS PENDIDIKAN UNNES DI TENGAH
PANDEMI COVID-19

184
RINGKASAN EKSEKUTIF

dzŠ‹Ž†”‡—•–„‡–ƒ—‰Š–Š‘™–‘–Š‹ǡ

- murid harus diajari cara berpikir, bukan apa yang harus dipikirkan
- Margaret
Mead119

Corona Virus Dissease (Covid19) yang disebabkan oleh Severe


acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau yang
lebih dikenal dengan nama virus Corona merupakan jenis virus baru
yang penularan nya tergolong sangat cepat, bahkan telah menyebar ke
hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Hanya dalam waktu
beberapa bulan, terhitung sejak awal maret 2020, Indonesia menjadi
salah satu Negara yang warganya turut terinfeksi virus Covid-19, hal ini
dilaporkan sendiri oleh presiden Joko Widodo pada Senin (2/3/2020) di
istana kepresidenan 120 . Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Gugus
Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 per tanggal 19 Mei 2020,
disampaikan bahwa terdapat 18.496 orang dinyatakan Positif, 1.221
orang korban Meninggal dunia, dan 4.467 orang yang telah sembuh.
Mengingat penyebaran nya yang begitu cepat dan belum
ditemukan nya vaksin penangkal, maka Pemerintah menerapkan
berbagai kebijakan dalam upaya penanggulangan covid-19, salah satu
nya yakni Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang
diatur dalam peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020, kemudian
berimplikasi juga pada pergeseran pola kehidupan masyarakat secara
drastis, kebijakan untuk melakukan kerja dirumah (Work From Home)
maupun Belajar dirumah (Study From Home) menjadi pilihan yang
dilakukan dengan harapan untuk memutus persebaran rantai penularan
virus, disamping itu kampanye mengenai pemberlakuan social
distancing ataupun physical distancing juga terus digelorakan. Akan
tetapi, kebijakan yang telah diterapkan tersebut bukan tidak memiliki
dampak sama sekali. Selain Kesehatan, bidang Ekonomi dan Pendidikan
menjadi 2 (dua) bidang yang secara langsung terkena imbas nya.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Republik Indonesia dalam
Konferensi Pers Virtual melaporkan bahwa Per tanggal 12 Mei 2020,
tenaga kerja atau buruh yang dirumahkan maupun terkena Pemutusan

119
Dalam Johnston, Message From The Principal , Belgrade Schools (2004)
120
Ihsanuddin, Fakta Lengkap Kasus Pertama Virus Corona di Indonesia ,
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/03/06314981/fakta-lengkap-kasus-pertama- virus-
corona-di-indonesia di akses pada 18 Mei 2020 Pukul 14.35

185
Hubungan Kerja ( PHK) mencapai 1.722.958 orang, jumlah itu terdiri
dari pekerja formal yang dirumahkan sebanyak 1.032.960 orang dan
pekerja formal yang di-PHK sebanyak 375.165 orang, adapun pekerja
informal terdampak sekitar 316.000 orang121. Tidak ada nya perputaran
aktivitas ekonomi akibat Pandemi ini otomatis membuat roda
perekonomian nasional berjalan lambat, bahkan nyaris terhenti dan
mengakibatkan pertumbuhan ekonomi juga turut terhambat, dampak
terburuk nya tentu saja berakibat pada keputusan perusahaan yang
memilih melakukan Pemutusan Hubungan Kerja pada para pekerja nya.
Hal tersebut juga terjadi dan banyak dirasakan oleh orang tua mahasiswa
Universitas Negeri Semarang. Pada tanggal 18 Mei 2020 BEM KM
Unnes melakukan penjaringan data melalui Google Form mengenai
Dampak Pandemik Terhadap Perekonomian Keluarga Mahasiswa
Unnes, hasilnya terdapat 2216 Mahasiswa yang mengisi survey tersebut,
dimana terdapat 92% mahasiswa yang merasakan dampak ekonomi
akibat Pandemi ini, sedangkan 8% sisa nya mengaku tidak terpengaruh
kondisi perekonomian keluarga nya akibat Pandemi ini.

Dibidang pendidikan, dampak dari kebijakan study from home


yang mengharuskan adanya perubahan cara atau metode perkuliahan
secara drastis, dari yang semula dilakukan dengan tatap muka di ruang-
ruang kelas berubah dilaksanakan secara daring atau online dengan
menggunakan elena maupun beberapa aplikasi penunjang pembelajaran
daring lainnya seperti, zoom, google meet, jitsi, hang-out, dan lain
sebagainya. Implikasi yang harus ditanggung mahasiswa ialah
membengkaknya pengeluaran pembelian kuota untuk dapat menunjang
perkuliahan secara daring tersebut. Menyikapi hal ini, pihak Universitas,
berdasarkan Audiensi bersama dengan lembaga kemahasiswaan
menyatakan telah mengalokasikan dana 3,5 miliar untuk melakukan
subsidi kuota kepada mahasiswa selama 3 bulan, dengan rincian
Rp.50.000,00- / mahasiswa yang besaran kuota yang diberikan
berdasarkan provider yang digunakan oleh setiap mahasiswa. Akan
tetapi, dalam pelaksanaannya, subsisdi kuota ini belum tersebar secara
merata kepada seluruh mahasiswa dan belum ada kejelasan mengenai
hal tersebut hingga saat ini. Masalah lain muncul, tatkala mahasiswa
kesulitan untuk mengakses perkuliahan secara daring dengan baik
dikarenakan daerah tempat asalnya kurang mendukung dari sisi
jaringan. Selain itu Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang telah dibayarkan
oleh mahasiswa di awal semester sebagai kewajiban yang telah

121
Ade Miranti, Kemenaker: Pekerja yang -PHK di dan dirumahkan capai 1.7juta,
https://money.kompas.com/read/2020/05/12/220000926/kemenaker
-pekerja-yang-di-phk-
dan- dirumahkan-capai-17-juta diakses pada 19 mei 2020 Pukul 19.22

186
ditunaikan, ternyata tidak berbanding lurus dengan hak yang seharusnya
didapatkan. Akibat Perubahan perkuliahan menjadi daring, maka secara
otomatis mahasiswa sama sekali tidak menikmati fasilitas maupun Hak
Layanan Pendidikan lain selama 3 (tiga) bulan diberlakukan nya
perkuliahan secara daring ini, walaupun kewajiban telah ditunaikan
secara penuh. Sehingga berdasarkan hal diatas, maka Mahasiswa
seharusnya memiliki hak untuk menuntut dikembalikan nya kewajiban
yang telah mereka bayarkan sebagai imbas dari tidak dinikmati nya Hak
yang seharusnya didapatkan.

187
BAGIAN I

SEBUAH PENGANTAR

A. Filosofi Pendidikan

Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam


peradaban suatu bangsa. Sejarah mencatatkan bahwa pendidikan dan
kemajuan peradaban umat manusia merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Karena sejatinya pendidikan merupakan narasi jiwa
merdeka bagi umat manusia. Pendidikan merupakan suatu sarana bagi
umat manusia untuk memenuhi kebutuhan diri, mengembangkan
kemampuan, mengenal dunia dan teka-teki alam semesta, serta keluar
dari penjara ketidaktahuan sehingga manusia eksis sebagai mahluk
Tuhan yang paling sempurna. Dalam sistem pendidikan bukan hanya
mengedepankan proses mengajar (pedagogik) namun juga mendidik
(andragogik) melalui proses belajar dan berpikir bersama (transfer of
knowledge) secara berimbang, adil dan pada tempatnya. 122 Selain itu,
karena pendidikan merupakan suatu sarana untuk mencetak manusia
merdeka seutuhnya yang memperjuangkan humanisasi dan menolak
penindasan antar manusia yang dibangun melalui kesadaran,
kemampuan dan pengetahuan. Maka dalam sistem pendidikan
hendaknya semua manusia diperlakukan sama. Baik pengajar maupun
peserta didik, harus ditempatkan serta didudukkan sebagai subjek bukan
objek. Hanya dengan sistem seperti itulah manusia dapat menciptakan
peradaban yang maju melalui pendidikan.
Pertanyaan selanjutnya, sudahkan sistem pendidikan yang ideal
itu diterapkan sepenuhnya saat ini? Jawabannya belum. Apalagi tatanan
dunia hari ini yang dibangun diatas logika pasar yang secara langsung
telah membawa dampak komersialisasi disegala bidang termasuk
pendidikan. Dampaknya, peserta didik hanya dijadikan tak ubahnya
komoditi belaka yang dicetak sesuai kebutuhan pasar. Maka, secara
tidak langsung peserta didik hanya didudukan dan ditempatkan sebagai
objek saja.

122
Hiryanto, Pedagogi, Andragogi Dan Heutagogi Serta Implikasinya Dalam
Pemberdayaan Masyarakat, Jurnal Dinamika Pendidikan Vol Xxii No 01
Mei 2007, Hal 65

188
B. Pendidikan di Indonesia dan Segudang Permasalahannya
Pendidikan merupakan aspek terpenting bagi setiap negara untuk
bisa berkembang dan maju. Bagi negara-negara yang telah memiliki
kesadaran penuh akan hal itu, pendidikan akan ditempatkan sebagai
prioritas utama untuk membangun dan memajukan negara tersebut.
Sama halnya dengan indonesia yang juga memprioritaskan pendidikan
sebagai aspek terpenting untuk memajukan negara dan sumber daya
manusianya, hal ini tersurat dengan jelas dalam alinea keempat
pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
didalamnya terdapat tujuan tujuan nasional bangsa Indonesia dimana
salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Frasa mencerdaskan sebenarnya memiliki arti, ada sebuah upaya
yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kuasa dalam hal ini
pemerintah dan institusi pendidikan yang dengan sengaja untuk
memberikan pelayanan pendidikan yang baik dan bermutu tinggi untuk
bisa mencapai kecerdasan yang disebutkan. Frasa “kehidupan bangsa“
dapat diartikan bahwa pendidikan maupun pencerdasan yang dilakukan
berlaku bagi semua warga bangsa tanpa terkecuali seperti yang telah
disebutkan dalam pasal 31 UUD NRI Tahun 1945 yang bunyinya
“Setiap warga negara berhak mendapat dan mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya“. Sehingga poin penting yang
dapat disimpulkan adalah bahwa negara dalam hal ini pemerintah
memiliki state obligation untuk memenuhi constitutional rights warga
negarnya dalam hal pendidikan, seperti yang tertera dengan sangat jelas
dalam konstitusi.
Namun dalam mengkaji pendidikan tidak cukup berhenti apakah
negara menjamin atau tidaknya pendidikan bagi warga negaranya
dalam ranah legalitas hukum. Melainkan pada aspek yang lebih luas
lagi termasuk bagaimana implementasi dari tanggung jawab dan
kewajiban pemerintah dalam melaksanakan perintah konstitusi
tersebut. Di satu sisi begitu sentralnya peran pendidikan dalam
memajukan sumber daya manusia dan negara namun di sisi lain masih
banyak persoalan pendidikan baik praktis maupun teknis yang tidak
bisa di kesampingkan. Data yang dirilis oleh Progammefor
International Studnets Assesment (PISA) pada desember 2019 lalu
menunjukkan bahwa kemampuan pelajar indonesia berada pada tingkat

189
yang rendah, menempati posisi ke 72 dari 77 negara. 123 Informasi ini
tidak bisa diannggap sebagai hal yang sepele, karena menempati posisi
6 besar terbawah bukan sebuah prestasi, melainkan sebuah sirine
kencang yang memberitahu bahwa kondisi pendidikan di Indonesia
sedang tidak baik-baik saja. Data lain yang dikeluarkan oleh Human
Development Reports pada tahun 2017 menunjukkan bahwa Indoneisa
berada pada posisi ke tujuh di ASEAN dengan skor 0,622. 124Masuk
dalam 4 peringkat terbawah dari 10 negara di ASEAN merupakan
sebuah signal merah bagi pemerintah dan isntitusi pendidikan untuk
menggenjot pemerataan dan kualitas pendidikan di Indonesia.
Tingkat pendidikan warga negara yang hidup di negara dengan
sumber daya alam kaya raya ini juga tergolong rendah berdasar data
dari Statistik Pendidikan, rata- rata lama sekolah pada tahun 2018
adalah 8,7 tahun bahkan target pada tahun 2019 pun tidak bisa
terpenuhi yaitu 8,8 tahun. 125 Dalam realitanya masyarakat yang
menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi pun belum memiliki
jaminan bahwa apa yang dia dapat dari pendidikan yang selama ini dia
tempuh akan releate dengan pekerjaan atau profesinya. Melihat fakta
yang ada banyak ditemukan pengangguran yang berijazah Strata 1,
dikarenakan rendahnya kuaitas lulusan universitas di negeri ini. 126
Permasalahan pendidikan di Indonesia bisa dikategorikan menjadi 3
bagian, pada ranah Input, Proses, dan Output.127 Tiga bagain ini saling
berkaitan dan tidak bisa dipisahkan dimana bagian input dalam
pendidikan akan terkait dengan bagian proses dan bagian proses juga
akan terkait dengan output yang dihsasilkan. Tidak hanya berhenti
disini bagian output pun bisa juga memiliki keterkaitan dengan input
yang dilakukan.
Mengkaji permasalahan pendidikan dalam ranah Input dapat
kita pahami dari sisi birokrasi pendidikan yang sering dijumpai
komersialisasi oleh oknum-oknum eksternal tertentu bahkan oknum
internal dari institusi pendidikan itu sendiri. Komersialisasi pendidikan

123
Ita, Peringkat 6 Terbawah, Indonesia Diminta Tinggalkan Sistem Pendidikan Feodalistik,
https://m.detik.com/news/dw/d-4811907/peringkat-6-terbawah-indonesia-diminta-
tinggalkan-sistem- pendidikan-feodalistik diakses pada 10 Mei 2020 Pukul 11.11
124
Scholastica Gerintya, Indeks Pendidikan Indonesia Rendah, Daya Saing Pun ,Lemah
https://tirto.id/indeks-pendidikan-indonesia-rendah-daya-saing-pun-lemah-dnvR
diakses 8 Mei 2020 Pukul 12.21
125
Ibid
126
Priarti megawati. jurnal formatif 2(3): 227-234. meretas permasalahan pendidikan di indonesia.
127
Ibid

190
dapat diartikan sebagai memperdagangkan pendidikan. 128 Pendidikan
seringkali dikaitkan dengan nilai finansial sehingga orang yang mampu
secara ekonomi dapat mengenyam pendidikan sementara orang dengan
keterbatasan atau ketidakmampuan secara ekonomi sulit bahkan tidak
bisa merasakan pendidikan yang seharusnya merupakan hak mereka.
Komersialisasi pendidikan dapat dibedakan kedalam dua pengertian
yang berbeda. Pertama komersialisasi pendidikan yang mengacu pada
lembaga pendidikan dengan program serta sarana dan prasarana mahal
dimana dalam pengertian ini pendidikan memang sengaja disediakan
untuk mereka yang memiliki ekonomi kuat, sedangkan pengertian yang
kedua adalah komersialisasi yang hanya mementingkan pendaftaran
atau biaya pendidikan saja namun mengabaikan kewajiban-kewajiban
yang harus dilaksanakan. 129 Dari dua pengertian komersialisasi
pendidikan diatas memang terdapat perbedaan jika mengkaji secara
praktis. Secara singkat pengertian pertama bahwa pendidikan lebih
dituju pada biaya yang mahal dengan target masyarakat dengan
ekonomi kuat, sementara pengertian kedua menjelaskan bahwa ada
pengabaian atas kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan secara
penuh dalam menyelenggarakan pendidikan dan hanya berfokus pada
keuntungan saja. Namun dalam realitasnya terlepas dari dua pengertian
tersebut komersialisasi pendidikan adalah suatu upaya yang dapat
mendiskriminasikan pendidikan nasional. Permasalahan ini bukan
masalah baru, melainkan masalah klasik yang harus segera diselesaikan
oleh pemerintah atau institusi terkait untuk dapat merealisasikan
perintah konstitusi bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk
mendapatkan pendidikan.
Mengkaji permasalah pendidikan dari bagian proses dapat
dipahami dari realitas pendidikan yang ada mulai dari tingkat
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai perguruan tinggi. Dalam
kegiatan belajar mengajar misalnya sering dijumpai ketidakselarasan
antara guru dengan murid, hal ini berdampak pada minat murid dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran. Kecendurungan memukul rata setiap
murid untuk bisa menguasai semua mata peajaran atau materi juga
bukan langkah yang bagus karena setiap anak atau murid memiliki
kualifikasi masing-masing. Seperti yang dikemukakan oleh M Dalyono
dalam bukunya psikologi pendidikan “Minat yang besar terhadap
sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk mencapai atau

128
Achmad zulfikar. dampak komersialisasi pendidikan terhadap tata kelola pendidikan tinggi di
indonesia. hal 2
129
Ibid. Hal 3

191
memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu”. 130 Sehingga peru
dilakukannya peningkatan secara masif minat dan motivasi siswa
dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Mengkaji permasalahan pendidikan dari bagian output dapat
dipahami dari lulusan-lulusan institusi pendidikan yang terjun kedalam
dunia kerja dan kebermanfaatannya bagi mayarakat. Berdasarkan yang
dikeluarkan oleh Global Talent Competitiveness Index (GTCI) tentang
daya saing negara berdasarkan kemampuan atau talenta sumber daya
manusia yang dimiliki negara tersebut. Indonsia hanya menempati
posisi ke enam dari 10 negara di Asia Tenggara dengan skor 38,61.131
Sebuah skor yang kecil jika melihat besarnya sumber daya manusia
yang dimiliki Indonesia. Data ini menandakan bahwa masih banyakya
pekerjaan pemerintah serta institusi terkait dalam meningkatkan
kualitas dan mutu pendidikan sehingga dapat menghasilkan lulusan-
lulusan yang kompeten dan memiliki daya saing tinggi.
Dari paparan diatas telah jelas disampaikan bahwa pendidikan di
Indonesia tidak berada pada kondisi yang baik-baik saja mengingat
begitu sentralnya peran pendidikan dalam memajukan dan meneruskan
tonggak estafet bangsa ini. Tentu saja bangsa ini tidak mau berjalan
dengan kondisi terbelakang dan serba tertinggal dengan bangsa-bangsa
lain, sehingga perlu perhatian lebih dan masif untuk terus ditingkatkan
terkait pendidikan di Indonesia.

A. Pendidikan Ditengah Pandemi Covid-19


Pada 11 maret 2020 Tedros Adhanom Ghebreyesus selaku
Dirjen World Health Organization menyatakan bahwasanya Novel
Coronavirus (COVID-19) merupakan kategori Kasus Pandemi.
Pandemi adalah epidemi yang telah menyebar ke beberapa negara atau
benua, dan umumnya menjangkiti banyak orang, sehingga melalui
pernyataan tersebut WHO memperingati seluruh masyarakat mengenai
kondisi yang semakin memburuk, kemudian memerintahkan seluruh
pemerintah dari berbagai negara untuk segera merepon aktif dalam

130
Dinar, tiara nadip & gatot ismail. pengaruh minat dan motivasi terhadap hasil belajar pada mata
pelajaran administrasi perkantoran. jurnal pendidikan bisnis dan manajemen.
volume 1 no 2 september 2015
131
Scholastica Gerintya, Indeks Pendidikan Indonesia Rendah, Daya Saing Pun ,Lemah
https://tirto.id/indeks-pendidikan-indonesia-rendah-daya-saing-pun-lemah-
dnvR diakses 8 Mei 2020 Pukul 16.05

192
upaya pencegahan serta penanganan Covid 19 ini 132. Setelah keluarnya
status Pandemi dari WHO beberapa pemerintah daerah segera
mengeluarkan kebijakan untuk mengalihkan kegiatan pembelajaran
yang selama ini dilakukan secara kontak langsung,kini dialihkan
menjadi belajar di rumah dan kebijakan ini dimulai dari 16 maret 2020
, hal tersebut dikonfrimasi dari beberapa gubernur yang telah
menyampaikan pemberitahuan ini seperti Gubernur Jawa Barat Ridwan
Kamil, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan diikuti oleh
pemerintah daerah lainnya 133 . Disusul dengan dikeluarkannya surat
edaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor:
36962/MPK.A/HK/2020 tertanggal 17 Maret 2020 tentang
Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam rangka
Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19), agar
kegiatan perkuliahan bagi semua perguruan tinggi baik negeri dan
swasta untuk mengalihkan pula kegiatan perkuliahan secara dalam
jaringan (daring) dari rumah masing-masing tanpa harus pergi ke
kampus 134 . Pada Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor: 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran secara Daring
dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran
Corona Virus Disease (COVID-19) point ke 4 berbunyi “Khusus untuk
daerah yang sudah terdampak Covid-19 berlaku ketentuan sebagai
berikut”135:
• Memberlakukan pembelajaran secara daring dari rumah bagi
siswa dan mahasiswa;
• Pegawai, guru, dan dosen melakukan aktivitas bekerja, mengajar
atau memberi kuliah dari rumah (Bekerja Dari Rumah/BDR)
melalui video conference, digital documents, dan sarana daring
lainnya. Sebagai informasi, berbagai lembaga penyedia telah
bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
menyediakan sarana pembelajaran daring secara gratis
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini;
Oleh karena itu mulai pertanggal 16 dan 17 maret 2020 seluruh

132
Voice of America, WHO nyatakan Virus Corona Sebagai Pandemi Global
https://www.voaindonesia.com/a/who-nyatakan-virus-corona-sebagai-
pandemi-global-/5325006.html dilihat 9 Mei 2020 pukul 13.21
133
BBC Indonesia, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51769074, dilihat 9 Mei 2020
134
Tirto.id,"SE Dikti: Masa Belajar Diperpanjang 1 Sementer Akibat Coron
a",
https://tirto.id/eKqH, dilihat 9 Mei 2020 Pukul 15.33
135
Webiste Kemdikbud https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/03/se-mendikbud-
…pembelajaran-secara-daring-dan-bekerja-dari-rumah-untuk-mencegah-penyebaran-covid19
dilihat 9 Mei 2020 Pukul 15.42

193
kegiatan pembelajaran dari Paud, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama, Sekolah Menengah Atas/Kejuruan,hingga Perguruan Tinggi
mengubah kegiatan pembelajaran menjadi Dalam Jaringan atau biasa
dikenal dengan Online. Semua ini sebagai bentuk menindaklanjutkan
himbauan dari pemerintah Indonesia setelah dikeluarkannya status
bahaya pandemi akibat covid 19 dari World Health Organization.
Selasa 24 maret 2020 Juru Bicara Presiden Jokowi Fadjroel Rachman
dalam keterangan tertulis menginfokan bahwasanya Pelaksanaan Ujian
Nasional 2020 mulai dari sekolah maupun madrasah pada tingkat dasar
(SD/MI), menengah pertama (SMP/MTS) maupun menengah atas
(MA/SMA) resmi ditiadakan akibat pandemi corona COVID- 19 136.
Kebijakan ini sebagai salah satu respon atas upaya social distancing
dalam mengurangi penyebaran virus corona dan keputusan presiden
juga merupakan tindak lanjutan atas perencanaan dari Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim bersama
Komisi X DPR RI atas pelaksanaan Ujian Nasional 2020 yang harus
ditiadakan. Akan tetapi semua upaya pencegahan penyebaran virus
covid- 19 tersebut harus dilaksanakan secara bersama oleh seluruh
masyarakat agar tindakan pencegahan serta penanganan covid-19 dapat
terkendali dan diminimalisirkan korban yang terjangkit covid-19.

136
Tirto.id,"Jokowi Putuskan UN.2020 Dihapus.Akibat Pandemi Corona COVID19"
,
https://tirto.id/eHk E, dilihat 9 Mei 2020 Pukul 17.04

194
BAGIAN II

KEWAJIBAN YANG DIBAYARKAN, HAK YANG DIPEROLEH,


KEMBALIKAN UKT KAMI !

1. Suara Mahasiswa Unnes di Tengah Pandemi

Sabtu, 2 Mei 2020 bertepatan dengan Hari Pendidikan


Nasional Tahun 2020, Kementerian Kajian dan Strategi BEMKM
UNNES 2020 mengadakan diskusi secara daring dalam sesi
Millenial Talk "Menjawab Darma Pendidikan Nasional di Masa
Pandemi : Program, Kurikulum, Sarana dan Prasarana" bersama
Prof. H. Mohamad Nasir, Drs, Ak.,M.Si.,PH.d. (Menteri Ristekdikti
Kabinet Kerja 2014-2019) dan Asfinawati (Direktur YLBHI). Prof.
H. Mohamad Nasir, Drs, Ak.,M.Si.,PH.d. dalam pemaparan nya
menyampaiakan bahwa mayoritas kampus, dalam sistem perkuliahan
di masa pandemic ini masih dilakukan sesuai dengan jam pelajaran
yang diterapkan yaitu mengacu pada pembelajaran online tetapi
masih menggunakan sistem yang biasa dilakukan saat melakukan
pembelajaran face to face, bukan menggunakan E- Learning,
sehingga learning outcomes yang dihasilkan kurang maksimal,
begitu juga yang dikeluhkan sebagian besar mahasiswa, termasuk
mahasiswa UNNES yang mengeluhkan sistem perkuliahan daring
yang selama ini mereka jalani di semester genap tahun ajaran
2019/2020 ini tidak efektif dan mereka justru kesulitan karena
banyak dosen yang justru membebankan tugas kepada mahasiswa.
Hal ini membuktikan banyak hak mereka yang belum bisa dipenuhi
dengan pengalihan sistem kuliah ini, padahal dalam Negara telah
menjamin hak pendidikan yang tertuang pada UUD 1945 dalam
Pasal 28 C yang berbunyi “Setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Asfinawti (Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia atau YLHBI) mengungkapkan bahwa dalam masa
Pandemi ini yang kemudian mengharuskan pelajar untuk belajar dari
rumah, sangat rentan terabaikan pemenuhan hak nya mengenai
Pendidikan. Sebagai contoh mengenai tambahan biaya pribadi yang
harus dikeluarkan oleh mahasiswa untuk dapat menunjang
Pembelajaran secara daring, dalam hal ini pemerintah sebenarnya
bisa menginstruksikan BUMN yang bergerak dibidang layanan
Telekomunikasi untuk membantu mahasiswa maupun pelajar dalam

195
melakukan pembelajaran secara daring. Selain itu, seharusnya
pemerintah termasuk disini pihak kampus sebagai penyelenggara
urusan negara dalam bidang Pendidikan juga memberikan subsidi,
salah satunya untuk pendidikan tinggi, berupa keringanan biaya
kuliah kepada mahasiswa, mengingat listrik-listrik dan wifi yang
biasa dikonsumsi di kampus dipindahkan ke rumah-rumah
mahasiswa dan dosen, selain itu fasilitas seperti laboratorium dan
instrumen operasional lain juga tidak digunakan, sehingga ada hak
yang tidak dapat dinikmati oleh mahasiswa karena pembelajaran
secara daring ini. Di sisi lain, akibat Pandemi ini, pihak kampus juga
perlu untuk memperhatikan penurunan penghasilan orang tua
mahasiswa akibat kebijakan PSBB dan social distancing terutama
bagi orang tua yang berprofesi segaia buruh.
Penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) oleh pemerintah yang dinilai setengah-setengah dan justru
menyulitkan banyak pihak 137 mengakibatkan banyak orang tua
mahasiswa yang mengalami kesulitan terutama dalam aspek
ekonomi karena, tidak sedikit dari mahasiswa yang keluarga nya
harus kehilangan lapangan pekerjaan, hal ini mengakibatkan
sebagian besar orang tua kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup
keseharian nya, termasuk juga untuk membayarkan UKT anak-anak
nya pada semester berikutnya. Adanya krisis karena pandemic ini
yang mendasari BEMKM UNNES untuk melakukan survey kepada
mahasiswa aktif, mahasiswa semester akhir 138, dan calon mahasiswa
baru UNNES 2020 jalur SNMPTN139. Hasil survey yang dilakukan
BEMKM UNNES 2020 pada tanggal 18 Mei 2020 dengan
keterangan responden dapat diamati sebagai berikut :

137
Redaksi Kumparan, ͞W^ŝŶŝůĂŝdĂŬĨĞŬƚŝĨ͕<ĞďŝũĂŬĂŶzĂŶ
https://kumparan.com/kumparannews/psbb-dinilai-tak-efektif-kebijakan-yang-setengah-
hati- 1t9ppgyjTTv di akses pada 5 mei 2020 Pukul 19.22
138
Form Survey Pada Google Form
https://drive.google.com/open?id=1DF2vKXcu3Fz4O5V0whg5xbLKcHQ8kmP4
139
Form Survey Calon Mahasiswa Baru
https://drive.google.com/open?id=1M7hJKuENdaeSNL7x8- jrcXm0O_4o6rA8

196
Gambar 1. Perbandingan Responden

Gambar 2. Perbandingan Sebaran Responden Survey pada Mahasis

197
Gambar 3. Profesi Orang tua Responden

Gambar 4 Hasil Survei Dampak Pandemik terhadap Perekonomian Keluarga


Mahasiswa UNNES

198
Dari data survey yang kami lakukan mengenai dampak pandemic
terdahap perekonomian keluarga mahasiswa, yang ditujukan kepada
mahasiswa aktif dan mahasiswa semester akhir didapatkan bahwa 92%
responden yang sebagian besar berprofesi sebagai buruh, petani,
karyawan swasta, dan pedagang (dapat dilihat prosentasenya di Gambar
3) terdampak perekonomiannya karena pandemic ini. Hampir
keseluruhan responden mengharapkan adanya keringanan UKT dan
mengeluhkan karena perekonomian orang tua mereka menurun akibat
pandemic ini.
Berikut merupakan beberapa keluhan dan harapan yang
disampaikan mahasiswa dari survey140 yang dilakukan :

“Saya berharap Pembayaran UKT pada masa pandemi ini


diberikan keringan berupa potongan atau pembayaran UKT ditiadakan
untuk mahasiswa semester akhir atau yang benar-benar mengalami
kesulitan ekonomi” –RAF (mahasiwa FBS)

“Ayah saya bekerja sebagai karyawan swasta di Jakarta,


tepatnya sebagai pelaksana dalam sebuah pembangunan perumahan.
Per tanggal 1 April 2020 karena diberlakukannya PSBB di
JABODETABEK, pembangunan di hentikan dan karyawan dirumahkan
sementara hingga waktu yang tidak ditentukan. Selama masa pandemi
ini ayah tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja dan ibu juga
hanya ibu rumah tangga. Saya merasa keberatan untuk membayar UKT
sebesar ini karena orang tua saya yang sementara tidak memiliki
penghasilan hingga waktu yang tidak ditentukan, dan saya harus
memenuhi kebutuhan hidup saya secara mandiri serta membantu
memenuhi kebutuhan hidup adik saya dengan penghasilan saya, karena
pandemi ini pengasilan saya juga menurun.” –SA (Mahasiwa FIP)

“Ibu saya terdampak PHK karena pengurangan karyawan, jadi


hanya ayah saya yang kini bekerja. Ayah saya pekerja swasta yang
gajinya UMK. Apalagi kondisi kesehatan ibu saya mengidap penyakit
gula, jadi pembayaran ukt terlalu berat.” -DE (Mahasiswa FE)

“Ibu saya seorang perawat. Beliau mengalami pemotongan gaji


dikarenakan gaji para perawat digunakan untuk membeli keperluan apd
rumah sakit dan pengeluaran biaya lainnya karena adanya covid-19 ini.

140
Selengkapnya untuk hasil survey :
https://drive.google.com/file/d/1bxw8Bks6uQdHRLT00v3qrTesJsYN7dFD/view?usp=sharing

199
bahkan terjadi pengurangan jam kerja dikarenakan rumah sakit mulai
membatasi pasien yang datang.” –TPA (Mahasiswa FE)

“Kondisi ekonomi keluarga sedang turun karena kios ibu dan


kakak juga sedang sepi akibat pandemi ini sehingga kami masih bingung
untuk memikirkan membayar ukt kedepannya blm tahu.” –AF
(mahasiswa FMIPA)

“Harapan saya, jajaran pengurus UNNES khususnya Pak Rektor


memberikan keringanan untuk kami, mahasiswa akhir yang jelas-jelas
terdampak karena adanya covid-19 untuk memberikan keringanan ukt
gratis untuk semester berikutnya atau adanya cashback ukt dari ukt
semester ini (karena semester ini saya tidak menikmati fasilitas
kampus)” –WCU (Mahasiswa FE)

“Saya berharap pemangku kebijakan UNNES dapat memberikan


bantuan secara adil. Tidak melihat status pekerjaan orangtua namun
melihat keadaan yang sebenarnya. Saya berharap agar UNNES
memberikan keringanan bantuan UKT sebesar paling sedikit 50 %
paling besar 70 %. Sangat berat bagi keluarga saya untuk menghadapi
keadaan seperti sekarang ini. Uang penghasilan pas pas an, tidak ada
lagi tambahan pemasukan dan kedua rangtua harus membayar biaya
pendidikan untuk saya dan adik adik saya.”-SH (Mahasiswa FIP)

“Ayah saya petani, sedangkan ibu saya pedagang jamu yang


merantau di serang . Karena covid mata pencaharian ibu saya
terganggu karena harus dirumah. Selama dirumah ini biaya sehari-hari
berasal dari hasil panen yang dijual dan pastinya akan habis.
Sedangkan dalam proses panen juga membutuhkan uang untuk merawat
padi. Jika bisa semester depan digratiskan UKT atau setidaknya 50%
UKT yang dibayarkan atau mungkin justru 30% , dilihat dari semester
selama pandemi ini mahasiswa hanya kuliah 2 bulan.” –ES (mahasiswa
FIP)

“Ayah saya dirumahkan, ibu saya guru honorer TK, tidak digaji
karena dari yayasan tidak ada pemasukan dikarenakan banyaknya
siswa yang tidak membayar sekolah” –IN (Mahaiswa FE)

200
MENGAPA UKT HARUS KEMBALI ?

A. Unnes Sebagai PTN Badan Layanan Umum (BLU) Dan Sumber


Pendanaan PTN-BLU

Harus diketahui bahwa Universitas Negeri Semarang (UNNES)


menggunakan tata kelola Perguruan Tinggi Negeri - Badan Layanan
Umum (PTN-BLU). Status ini didasarkan pada penetapan dengan nomor
KMK 362/KMK.05/2008 bertanggal penetapan 17 Desember 2008 dengan
kode BLU: 677507, dengan status BLU Penuh141.

Gambar 6. Status BLU UNNES.

Status UNNES sebagai PTN-BLU tidak lepas dari payung hukum


berupa Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 j.o PP No. 74 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

141
Website Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Layanan BLU Kementrian Keuangan
http://blu.djpbn.kemenkeu.go.id/index.php?r=publication/blu/view&id=238 , diakses pada tanggal 3
mei pukul 2.45 WIB

201
Berdasarkan ketentuan tersebut pendapatan UNNES terbagi sebagai berikut142
Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD
ƒ Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan
kepada masyarakat dan hibah tidak terikat yang diperoleh
dari masyarakat atau badan lain.
ƒ Hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain
ƒ Hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil
usaha lainnya. Dalam rumusan yang konkret, pendapatan
PTN-BLU terbagai sebagai berikut:
x BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi
Negeri)
x Biaya pendidikan (UKT) dan juga Uang Pangkal/SPI
(jika sudah diberlakukan di PTN-BLU tersebut)
x Dana hibah dari masyarakat atau badan lain yang
tidak terikat
x Dana hibah dari masyarakat atau badan lain yang
terikat
x Kerjasama PTN-BLU
x Usaha lain PTN-BLU
x
B. Rumusan Biaya Pendidikan Mahasiswa Pada PTN, Berapa BKT Tiap
Prodi di Unnes ?

UNNES sebagai Perguruan Tinggi Negeri menggunakan sistem


Uang Kuliah Tunggal yang salah satu perumusannya dipengaruhi oleh
Biaya Kuliah Tunggal atau BKT serta Bantuan Operasional Perguruan
Tinggi Negeri (BOPTN). BKT adalah keseluruhan biaya operasional yang
terkait langsung dengan proses pembelajaran mahasiswa per semester pada
program studi di PTN143 dan merupakan biaya sosial yang ditanggung oleh
dua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat. Di dalam BKT terdapat
keseluruhan komponen yang ada dalam operasional pendidikan tinggi.

142
Pasal 14 PP No. 23 Tahun 2005 j.o PP No. 74 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.

143
Peraturan Menristekdikti No 39 Tahun 2017 Tentang BKT dan UKT Pada Perguruan Tinggi Negeri

202
Sedangkan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN)
merupakan bantuan biaya dari Pemerintah yang diberikan pada Perguruan
Tinggi Negeri untuk membiayai kekurangan biaya operasional yang sesuai
dengan standar pelayanan minimum. Berikut merupakan landasan hukum
perumusan BKT, UKT, dan BOPTN yang terdapat dalam UU No. 12 tahun
2012.
Gambar 7. Landasan hukum perumusan BKT ,UKT, dan BOPTN

Standar Nasional Pendidikan Tinggi menyebutkan bahwa standar


pembiayaan pembelajaran merupakan kriteria minimal tentang komponen
dan besaran biaya investasi dan biaya operasional yang disusun dalam
rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan. Dalam
Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional
Pendidikan Tinggi, biaya operasional tersebut dihitung per mahasiswa per
tahun dan didefinisikan sebagai bagian dari biaya pendidikan tinggi yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang mencakup biaya

203
dosen, biaya tenaga kependidikan, biaya bahan operasional pembelajaran,
dan biaya operasional tidak langsung.
Gambar 8 Model Biaya Kuliah Tunggal Berdasarkan Satuan Standar
BOPTN 144

Pengaruh BOPTN terhadap UKT

Gambar 9. Rumusan Perhitungan Biaya Kuliah Tunggal (BKT)145

144
Bahan Konferensi Pers Uang Kuliah Tunggal Permendikbud tahun 2013, tanggal 13 Mei 2013
145
Bahan Konferensi Pers Uang Kuliah Tunggal Permendikbud tahun 2013, tanggal 13 Mei 2013

204
Perumusan BKT dipengaruhi oleh Biaya Langsung dan Biaya Tidak
Langsung Menurut Tayangan Standar Standar Satuan Biaya Operasional
Perguruan Tinggi Negeri Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2014, Biaya Langsung atau BL
adalah biaya operasional yang terkait langsung dengan penyelenggaraan
kurikulum program studi, sedangkan Biaya Tidak Langsung atau BTL
adalah biaya operasional pengelolaan institusi (institution overhead) yang
diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan program studi. berikut
merupakan rumusan biaya dalam BKT yang ditunjukkan Gambar 9. Dari
keterangan rumus tersebut, C merupakan Biaya Kuliah Tunggal Basis yang
dihitung dari data yang ada di PTN. Hal ini menunjukkan bahwa BKT Basis,
disini merupakan otoritas dari masing-masing perguruan tinggi bahkan
tergantung tiap-tiap program studi.

205
Berikut adalah Rincian Biaya Kuliah Tunggal (BKT) per Program Studi
pada Universitas Negeri Semarang yang diakses dari Lampiran
Permenristekdikti No 39 Tahun 2016146

Diatas merupakan jumlah BKT dari masing-masing Program Studi


di Unnes yang peruntukan nya sebenarnya harus ditanggung oleh setiap
mahasiswa, BKT tersebut merupakan akumulasi atau total keseluruhan
biaya operasional yang terkait langsung dengan proses pembelajaran
mahasiswa per semester pada program studi yang diambil nya. Akan tetapi
nominal BKT yang tercantum, bukanlah nominal yang secara full harus
dibayarkan oleh tiap mahasiswa dalam bentuk UKT, melainkan juga
mendapat subsidi dari Pemerintah dalam bentuk Bantuan Operasional
Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Berdasarkan Standar Satuan Biaya
Operasional Pendidikan Tinggi 2014, Universitas Negeri Semarang
mendapat subsidi BOPTN dari Pemerintah sejumlah Rp 30.617.042.000,-
147
dana BOPTN tersebut digunakan untuk mensubsidi BKT, sehingga
rumusan dari Penentuan UKT menurut Standar Satuan Biaya Operasional
Pendidikan Tinggi adalah UKT = BKT - BOPTN, atau BKT = UKT +

146
Lampiran Permenristekdikti Nomor 39 Tahun 2016 Tentang BKT dan UKT
147
Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri, Direktorat Jenderal pendidikan
Tinggi, Kemendikbud 2014

206
BOPTN. Adapun mengenai perbedaan jumlah UKT yang berbeda antara
mahasiswa dikarenakan konsep utama dari UKT adalah subsidi silang,
berdasarkan Kemampuan Ekonomi masing-masing Mahasiswa.

207
C. Penjabaran Biaya Langsung (BL) dan Biaya Tidak Langsung (BTL)
Menurut Lampiran Permenristekdikti No 30 Tahun 2019 Tentang
Satuan Standard Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri

Berikut merupakan penjabaran mengenai Biaya Langsung dan


Biaya Tidak Langsung sebagai 2 (dua) instrumen pokok dalam Biaya
Kuliah Tunggal (BKT), dimana akan dibedakan peruntukan nya masing-
masing untuk hal yang berbeda, dan berkaitan dengan hak yang mahasiswa
dapatkan secara langsung. Tabel yang berisi komponen- komponen
Pembiayaan serta penjelasan nya dalam tulisan ini berasal dari Peraturan
Menteri Riset, Teknologii dan Pendidikan Tinggi No 30 Tahun 2019
mengenai Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi serta
Lampiran nya.

A. Biaya Langsung (BL)

1. Jenis Biaya Langsung148

Biaya langsung adalah biaya operasional yang terkait


langsung dengan penyelenggaraan program studi. Biaya ini
dihitung dan ditetapkan berdasarkan perencanaan dan
pelaksanaan kurikulum program studi, jadi biaya langsung
inilah yang akan dirasakan langsung oleh mahasiswa dari
pembelajaran yang dilakukan. Biaya langsung terdiri dari
empat jenis sebagai berikut:
a. kegiatan kelas: kuliah tatap muka, tutorial, matrikulasi
untuk program afirmasi, studium generale, PR, kuis,
UTS, UAS;
b. kegiatan
laboratorium/studio/bengkel/lapangan:
praktikum,tugas gambar/desain, bengkel, kuliah
lapangan, praktik lapangan, dan KKN;
c. kegiatan tugas akhir/skripsi: Tugas Akhir (TA), skripsi,

148
Lampiran Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional
Pendidikan Tinggi..

208
seminar, ujian komprehensif, pendadaran, dan wisuda;
d. bimbingan konseling dan
kemahasiswaan: orientasi mahasiswabaru,
bimbingan akademik, ekstra kurikuler, dan
pengembangan diri.
No. Kegiatan Dasar Opsional
1. Kelas Kuliah tatap muka, PR, Kuis, Tutorial, Stadium
UTS, UAS Generale, Matrikulasi
2. Lab/ Studio/ Praktikum Tugas Praktik Kuliah Lapangan, KKN
Bengkel/ gambar/ Desain
Lapangan praktikum bengkel
3. Tugas Tugas Akhir (TA), Ujian Komprehensif Seminar
Akhir/Proyek Proyek Akhir (PA),
Akhir/ Skripsi Ujian Pendadaran
4. Bimbingan- Bimbingan Akademik Orientasi Mahasiswa Baru,
Konseling dan Pengembangan diri
Kemahasiswaan

Tabel 1. Pembagian komponen BL berdasarkan jenis kegiatan149

1. Kuantifikasi Kegiatan Penyelenggaraan Kurikulum

Untuk keperluan penghitungan biaya operasional kegiatan-


kegiatan diatas, setiap jenis kegiatan harus dikuantifikasikan. Cara
kuantifikasi suatu jenis kegiatan pada umumnya bersifat unik yang
tidak dapat diberlakukan pada jenis kegiatan yang lain. Tidak ada
cara kuantifikasi yang berlaku untuk semua jenis kegiatan.
Kuantifikasi setiap kegiatan didasarkan pada aktivitas atau kegiatan
yang dilakukan oleh mahasiswa. Kegiatan penyelenggaraan
pendidikan tinggi dijabarkan dengan cara meninjau dari sisi
aktivitas yang dilakukan oleh mahasiswa atau dikenakan kepada
mahasiswa.

a) Kegiatan Kelas

Kegiatan di kelas merupakan kegiatan yang paling


banyak kuantitasnya dilakukan oleh mahasiswa, kegiatan ini
adalah setiap jenis kegiatan yang berkaitan dengan kuliah, yang

149
Ibid

209
terdiri dari dua kelompok, yaitu course delivery dan evaluasi.
Kegiatan course delivery berupa kuliah tatap muka di kelas oleh
dosen dan tutorial tatap muka di kelas oleh asisten. Kegiatan
evaluasi berupa PR, kuis, UTS, dan UAS. Kuantifikasi
kegiatan-kegiatan ini sebagai dasar pembiayaan pada
prinsipnya didasarkan pada sks, frekuensi, dan jumlah
mahasiswa, atau gabungan sebagian atau seluruh parameter ini.
Sebenarnya, masih ada parameter jumlah kelas yang
berpengaruh terhadap kuantifikasi kegiatan di kelas, namun
parameter ini dapat disisihkan dengan cara kuantifikasi
kegiatan per kelas.
Tabel 2. Cara Kuantifikasi Kegiatan Kelas Untuk Keperluan
Perhitungan Biaya Operasional Kegiatan.150

Komponen Kegiatan Satuan Komponen Cara Kuantifikasi


Biaya
Dasar Kuliah Tatap Sks, frek Insentif dosen, Sks, frekuensi tatap
Muka operasional, muka per semester, per
bahan kuliah, kelas
modul
UTS, UAS Frek, Insentif dosen, Frekuensi ujian per
Mhs operasional semester, jumlah mhs
Tutorial Sks, frek Insentif asisten, Frekuensi tutorial per
ATK semester, per
kelompok mahasiswa
Opsional PR, Kuis Frek, Insentif dosen/ Frekuensi PR/kuis per
mhs asisten/ grader, semester, jumlah mhs
ATK
Kuliah Tatap Sks, frek Insentif dosen, Sks, frekuensi tatap
muka operasional, muka per semester, per
bahan kuliah, kelas
modul
UTS, UAS Frek, Insentif dosen, Frekuensi ujian per
Mhs operasional semester, jumlah mhs

150
ibid

210
a. Kegiatan di luar kelas (laboratorium/studio/bengkel/lapangan)

Kegiatan di luar kelas merupakan alternatif dari


pembelajaran di dalam kelas dengan tujuan untuk
memperkuat pembelajaran tersebut. Seperti di laboratorium
atau studio berkaitan dengan tugas praktik (praktikum di
laboratorium, desain, gambar, pertunjukan, kreasi, dan
sebagainya) atau di bengkel kerja atau di lapangan (praktik
lapangan, kuliah lapangan), serta Kuliah Kerja Nyata
(KKN).
Tabel 3. Kuantifikasi Kegiatan Laboratorium/ Studio/ Bengkel/ Lapangan
Untuk keperluan perhitungan biaya operasional kegiatan.151

Lab. frek, asisten, laboran, semester, per


mhs teknisi, modul kelompok mhs
praktikum, bahan
praktikum, biaya
operasiona.
Tugas Sks, Insentif dosen dan Frekuensi per
gambar/ frek, asisten, biaya semester, per
desain mhs operasional kelompok mhs
Praktik Sks, Insentif dosen dan Frekuensi per
Bengkel frek, asisten, laboran, semester, per
mhs teknisi, modul kelompok mhs
praktikum, bahan
praktikum, biaya
operasional
Opsional Kuliah Frek, Insentif dosen, biaya Frekuensi per
Lapangan mhs operasional semester, jumlah
Mhs
Praktik Sks, Insentif dosen, biaya Jumlah
Lapangan/ mhs operasional mahasiswa
Kerja Praktik
Magang Sks, Insentif dosen, biaya Jumlah
Mhs operasional Mahasiswa

151
Ibid

211
KKN Sks, Insentif dosen, biaya Per kelompok
Mhs operasional Mhs

b. Kegiatan mandiri (tugas akhir/skripsi)

Setelah mahasiswa melalui kegiatan di dalam


maupun di luar kelas dalam masa pembelajarannya,
selanjutnya yaitu kegiatan tugas akhir/skripsi yang
merupakan kegiatan mandiri mahasiswa (dengan
bimbingan) mencakup kegiatan akademik pada proses akhir
studi atau Tugas Akhir (TA). Kegiatan ini dapat dilakukan
di dalam maupun di luar kelas dan menyesuaikan dengan
kebutuhan.

Tabel 4. Kuantifikasi Kegiatan Tugas Akhir/ Proyek Akhir/ Skripsi untuk


keperluan perhitungan biaya operasional kegiatan.152

Komponen Kegiatan Satuan Komponen Biaya Cara


Kuantifikasi
Dasar Tugas Akhir Sks, Insentif dosen, Jumlah mhs
(TA) Mhs operasional
Proyek Akhir Sks, Insentif dosen, Jumlah mhs
(PA) Mhs operasional
Skripsi Sks, Insentif dosen, Jumlah mhs
Mhs operasional
Opsional Ujian Mhs Insentif dosen, Jumlah mhs
Komprehensif operasional
Seminar Mhs Insentif dosen, Jumlah mhs
operasional
Wisuda Mhs Insentif dosen, Jumlah mhs
operasional

b) Kegiatan bimbingan konseling dan kemahasiswaan

Karena bukan hanya kegiatan yang menyangkut


kognitif saja yang dibutuhkan mahasiswa, kegiatan bimbingan
konseling dan kemahasiswaan juga dilakukan, hal ini

152
Ibid

212
mencakup berbagai kegiatan yang tidak masuk kedalam
kurikulum, namun diperlukan sebagai penunjang dan
pengembangan diri mahasiswa (soft skill).

Tabel 5. Cara kuantifikasi kegiatan bimbingan konseling dan kemahasiswaan


untuk keperluan penghitungan biaya operasional kegiatan153

Komponen Kegiatan Satuan Komponen Cara


Biaya Kuantifikasi
Dasar Bimbingan Mahasiswa Insentif Per semester,
Akademik Dosen per kelompok
mahasiswa
Opsional Orientasi Mahasiswa Operasional Jumlah
Mahasiswa mahasiswa
Baru
Pengembangan Mahasiswa Operasional Per kegiatan
diri

153
Ibid

213
Secara keseluruhan, biaya langsung merupakan agregasi
(jumlahan) dari keempat komponen diatas, yang dihitung untuk
setiap mahasiswa per tahun. Satuan biaya per aktivitas ditentukan
berdasarkan beberapa asumsi dan data empiris di lapangan.
Komponen honor/upah – misalnya, diperhitungkan berdasarkan
kewajaran dan praktik yang lazim diterapkan, dengan asumsi
bahwa pihak pelaksana kegiatan belum mendapatkan upah untuk
kegiatan dimaksud dari sumber manapun. Biaya selain upah seperti
biaya bahan/material praktikum didekati dengan data empiris di
lapangan.
Tabel 6. Pengelompokan Biaya Langsung (BL)154

Jenis biaya langsung Deskripsi


(BL)
BL SDM Gaji dosen PNS dan pengajar non- PNS

(dihitung menggunakan rate gaji dosen PNS


per jam efektif, dan juga rate gaji dosen non
PNS per mahasiswa)
BL Gedung (gedung a. Ruang kuliah
khusus proses b. Ruang praktikum
pembelajaran) c. Ruang lab computer
(dihitung pada rate biaya gedung per
mahasiswa per jam)

154
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Penyusunan Unit Cost Program Studi dengan Dasar Model ABC ( Acitvity Based , Costant)
Novermber 2012.

214
BL Sarana (sarana yang a. LCD
berhubungan dengan b. Komputer
prosess pembelajaran) c. Layar
d. Microphone/wireless
e. Meja kuliah
f. Papan tulis
g. Jam dinding
h. Pendingin ruangan
(hal ini juga dihitung melalui metode depresiasi,
dan hasil akhirnya adalah rate biaya sarana per
mahasiswa per jam di ruang kuliah)
BLSaranaPraktikum a. Alat praktikum
b. Bahan habis pakai

Jenis biaya langsung Deskripsi


(BL)
BL SDM Gaji dosen PNS dan pengajar non- PNS

(dihitung menggunakan rate gaji dosen PNS


per jam efektif, dan juga rate gaji dosen non
PNS per mahasiswa)
BL Gedung (gedung d. Ruang kuliah
khusus proses e. Ruang praktikum
pembelajaran) f. Ruang lab computer
(dihitung pada rate biaya gedung per
mahasiswa per jam)
BL Sarana (sarana yang i. LCD
berhubungan dengan j. Komputer
prosess pembelajaran) k. Layar
l. Microphone/wireless
m. Meja kuliah
n. Papan tulis
o. Jam dinding
p. Pendingin ruangan
(hal ini juga dihitung melalui metode depresiasi,
dan hasil akhirnya adalah rate biaya sarana per
mahasiswa per jam di ruang kuliah)
BLSaranaPraktikum c. Alat praktikum
d. Bahan habis pakai

215
(dihitung menggunakan metode depresiasi, hasil ahkhir
memperhatikan rate sarana per mahasiswa per jam di
ruang praktikum, dan apabila kegiatan praktikum
terbagi 2 maka kedua BHP dan sarana
dihitung kemudian di jumlah)
BL BHP kuliah Jenis BL :
a. Spidol
b. Map plastic
c. Kertas HVS
d. Penghapus papan tulis
e. Penggaris papan tulis
f. Dll
(dihitung dengan kalkulasi jumlah biaya bahan per
mahasiswa per kuliah)
BL BHP Praktikum Jenis :
a. Elektroda las
b. Plat
c. Kabel
d. Lem
e. DLL
(dihitung dengan kalkulasi jumlah biaya bahan
per mahasiswa per praktikum)

Tabel 7. Perhitungan Biaya Langsung (BL) 155

Tarif Perhitungan Tarif

BHP Praktikum Dihitung sesuai dengan kubutuhan


untuk 1 kali praktikum
permahasiswanya. Sesuai dengan
kurikulum yang ada di masing-masing
prodi

155
Fontanella, et al., “Perhitungan Tarif Biaya Satuan (Unit Cost) Penyelenggaraan Pendidikan”.,
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Vokasi ke-2 Politeknik Negeri Bali, 17 – 18 Mei 2013

216
Tarif SDM Tarif gaji Dosen/jam efektif + Tarif
aktifitas SDM per mahasiswa

Tarif BL sarana dan Total B.Depresiasi/Jumlah Jam


Gedung efektif per tahun

Tarif BHP untuk Total BHP


perkuliahan teori per 1 kali kegiatan / Jumlah mahasiswa
untuk 1 kali kegiatan kuliah

217
B. Biaya Tidak Langsung156

Biaya tidak langsung merupakan biaya operasional pengelolaan


institusi yang diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan program
studi, meliputi semua biaya yang harus dikeluarkan perguruan tinggi
sebagai penyelenggara program studi yang tidak secara langsung terkait
dengan penyelenggaraan kegiatan pendidikan. Artinya biaya tidak
langsung ini tidak akan terlalu mempengaruhi proses pembelajaran dari
mahasiswa selama di dalam ataupun di luar kelas. Yang termasuk dalam
komponen biaya tak langsung adalah:

1. biaya administrasi umum: seperti gaji dan tunjangan tenaga


kependidikan, tunjangan tambahan untuk dosen yang menduduki
jabatan struktural (Rektor/Direktur, Wakil Rektor/Wakil Direktur,
Kepala Pusat dan Lembaga, Dekan, Wakil Dekan, Ketua Jurusan,
dan lain-lain.), bahan habis pakai, perjalanan dinas.
2. pengoperasian dan pemeliharan/perbaikan sarana dan prasarana:
seperti pemeliharaan/perbaikan gedung, jalan lingkungan kampus
dan peralatan, bahan bakar generator dan angkutan kampus,
utilitas (air, listrik, telepon), langganan bandwidth koneksi Internet
dan lainlain.
3. pengembangan institusi: penyusunan renstra dan RKAT,
operasional Senat, pengembangan koleksi perpustakaan, dan lain-
lain.
4. biaya operasional lainnya: pelatihan dosen dan tenaga
kependidikan, perjalanan dinas, penjaminan mutu, career center ,
office consumables (bahan habis pakai - ATK), dan lain-lain.
Lazimnya perhitungan biaya tidak langsung menggunakan pendekatan
empiris dan dihitung sebagai persentase dari total biaya operasional
tahunan. Selanjutnya, dengan mengasumsikan bahwa semua kegiatan tidak
langsung diatas merupakan kegiatan pendukung dan relevan dengan
penyelenggaraan kegiatan pendidikan (penyelenggaraan program studi),
maka biaya tidak langsung tersebut akan dibagi secara pukul rata pada
mahasiswa yang ada. Sehingga, persentase dimaksud akan dijadikan

156
Lampiran Permenristekdikti No 30 Tahun 2019 Tentang Standard Satuan Biaya Operasional
Pendidikan Tinggi

218
sebagai besaran biaya tidak langsung untuk menghitung Biaya Operasional
per mahasiswa per tahun. Dari data biaya tidak langsung yang diperoleh
dari perhitungan biaya tidak langsung perguruan tinggi yang ada di
Indonesia, mulai dari perguruan tinggi yang orientasinya pada pendidikan
hingga yang intensitas penelitiannya tinggi, data menunjukkan bahwa BTL
berkisar sekitar 40-50% dari BL157 . Dari data tersebut maka penetapan
besarnya BTL merupakan persentase (proporsi) dari biaya langsung, tanpa
membedakan intensitas kegiatan di dalam dan di luar kelas, dan dirumuskan
dalam bentuk:
‫ܮܶܤ‬
ൌ
ͷͲΨ

‫ݔ‬
‫ܮܤ‬

C. Pendapatan Keuangan Unnes Secara Garis Besar

Gambar 10. Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi menurut UU no. 12 tahun


2012

Sebagai PTN-BLU UNNES memiliki pendapatan yang meliputi


APBD, APBN, dan Non-APBN atau pendapatan universitas dengan
fungsinya sebagai berikut :

a. APBN dan APBD.

Dalam UU No.12 Tahun 2012 pasal 83 ayat (1), pemerintah


menyediakan dana Pendidikan Tinggi yang dialokasikan dalam

157
Ibid

219
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam pasal 88
disebutkan bahwa pemerintah menetapkan standar satuan biaya
operasional Pendidikan Tinggi secara periodik. Standar satuan biaya
operasional yang dimaksud adalah biaya penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi di luar investasi (biaya pengadaan sarana dan
prasarana serta sumberbelajar) dan pengembangan. Penetapannya
adalah dengan mempertimbangkan :

ƒ capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi

ƒ jenis Program Studi

ƒ indeks kemahalan wilayah

Standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi atau


SSBOPT ini yang akan menjadi dasar untuk mengalokasikan
anggaran dalam PNPB untuk PTN. Standar ini pula yang
digunakan oleh PTN sebagai dasar untuk menetapkan biaya kuliah
tunggal yang harus ditanggung oleh mahasiswa. Untuk APBD,
dalam Pasal 83 ayat (2), Pemerintah daerah dapat memberikan
dukungan dana PendidikanTinggi yang dialokasikan dalam APBD.
Dana Pendidikan Tinggi yang bersumber dari APBD merupakan
bantuan dana yang disediakan oleh Pemerintah daerah untuk
penyelenggaraan Pendidikan Tinggi di daerah masing-masing
sesuai dengan kemampuan daerah. Anggaran APBN dan APBD ini
digunakan sebagai biaya operasional, Dosen dan tenaga
kependidikan, serta investasi dan pengembangan. dana ini diterima
dalam bentuk rupiah murni (RM) yang kemudian didalamnya
digunakan sebagai pemeliharaan sarana prasarana dan Bantuan
Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang berfungsi
sebagai :

1) pelaksanaan penelitian dan pengabdian masyarakat,

2) biaya pemeliharaan,

3) penambahan bahan praktikum,

4) bahan pustaka,

5) penjaminan mutu,

220
6) pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan,

7) langganan daya dan jasa,

8) pelaksanaan kegiatan penunjang,

9) pengembangan teknologi informasi dan komunikasi


pembelajaran,

10) honor dosen dan tenaga pendidik non-PNS,

11) pengadaan dosen tamu,

12) pengadaan sarana dan prasarana sederhana,

13) satuan pengawas internal,

14) pembiayaan rumah sakit PTN,

15) Kegiatan lain yang merupakan prioritas renstra PTN158

b. Non-APBN/PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak)

Dana non–PNBP bersumber dari masyarakat, perguruan


tinggi sendiri, dan mahasiswa. Dalam UU No 12 Tahun 2012 Pasal
84 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa, masyarakat dapat
berperan serta dalam pendanaan Pendidikan Tinggi. Bentuk peran
tersebut dapat berupa : hibah, wakaf, zakat, persembahan kasih,
kolekte, dana punia, sumbangan individu dan/atau perusahaan, dana
abadi Pendidikan Tinggi dan bentuk lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangandan, Perguruan tinggi. Kemudian
dalam pasal 85 ayat (1), disebutkan bahwa perguruan tinggi dapat
berperanserta dalam pendanaan Pendidikan Tinggi melalui kerja
sama pelaksanaan Tridharma. Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dapat memberikan hak pengelolaan kekayaan Negara kepada
Perguruan Tinggi untuk kepentingan pengembangan Pendidikan

158
Bahan Biro Perencanaan dalam Rakor Pengawasan Bersama Itjen-BPKP mengenai BOPTN dan
BPPTNBH, yang dilaksanakan pada tanggal 28 Febrari 2017 di Solo. Dan juga Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri yang dikeluarkan oleh Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pad tahun 2016.

221
Tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak pengelolaan kekayaan negara yang dimaksud dapat berbentuk
antara lain hak pengelolaan lahan, laut, pertambangan, perkebunan,
hutan,dan museum, dilanjutkan dalam pasal 85 ayat (2) untuk
pendanaan biaya dari mahasiswa, biaya yang ditanggung oleh
mahasiswa harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi
mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang
membiayainya. PNBP dalam PTN-BLU bisa dibagi menjadi 3,
yakni biaya pendidikan, dana hibah, dan kerjasama/dana usaha lain
PTN-BLU159. Sayangnya fungsi PNBP ini tidak dijelaskan secara
rigid dalam sebuah perundang-undangan ataupun dalam sebuah
juknis resmi kementerian terkait maupun universitas.
Dari pendapatan tersebut, pengalokasiannya terhadap BL dan BTL
adalah sebagai berikut :
1. BL (Biaya yang berhubungan langsung dengan proses belajar
mengajar), biaya ini ditanggung menggunakan dana PNPB
(APBN) maupun non PNPB. Pembiayaan tersebut meliputi BL
SDM yang dibiayai oleh Rupiah Murni dan juga BOPTN, BHP
Pembelajaran yang dibiayai oleh non-APBN, BHP Praktikum yang
dibiayai oleh non-APBN (UKT atau dana kerjasama/usaha PTN-
BLU) dan BOPTN, sarana pembelajaran (hitungan biaya
depresiasi) yang dibiayai oleh non-APBN (UKT atau dana
kerjasama/usaha PTN-BLU) dan BOPTN, sarana praktikum
(hitungan biaya depresiasi), dibiayai oleh non- APBN (UKT atau
dana kerjasama/usaha PTN-BLU) dan dana BOPTN, Gedung
pembelajaran (hitungan biaya depresiasi) yang dibiayai oleh non-
APBN (UKT atau dana kerjasama/usaha PTN-BLU), dan Gedung
praktikum (hitungan biaya depresiasi) yang dibiayai oleh non-
APBN (UKT atau dana kerjasama/usaha PTN-BLU).
2. BTL (Biaya yang tidak ada hubungannya secara langsung dengan
proses belajar mengajar) yang keseluruhannya menggunakan biaya
bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN), biaya
tersebut meliputi : biaya depresiasi gedung, sarana dan prasarana,
biaya operasional, biaya pemeliharaan dan, biaya tambahan lain.

159
PP No 23 Tahun 2005 Jo. PP No. 74 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.

222
Besaran Biaya Langsung (BL) dan Bantuan Tidak
Langsung (BTL) inilah yang nantinya akan menentukan berapa
besarnya Uang Kuliah Tunggal atau UKT. UKT (Uang Kulih
Tunggal) adalah sebuah sistem pembayaran dimana biaya kuliah
mahasiswa selama satu masa studi di bagi rata per semester (jadi
tidak ada lagi uang pangkal) serta tidak ada biaya tambahan lain-
lain lagi seperi Praktikum, KKN dan Wisuda. UKT ini merupakan
biaya kuliah yang dibebankan kepada tiap Mahasiswa per
Semesternya baik dari program Sarjana (S1) dan Program Diploma
III yang dibayarkan tiap semesternya. Tujuan adanya Uang Kuliah
Tunggal seperti subsidi silang, yaitu kebijakan yang ditujukan
untuk lebih membantu dan meringankan biaya pendidikan
mahasiswa melalui penggolongan UKT, jadi setiap mahasiswa
yang berasal dari golongan mampu akan mensubsidi yang
golongan kurang mampu.

B. Kondisi Keuangan Unnes Yang Surplus Tiap Tahunnya, Mungkinkah


untuk Melakukan Pengembalian UKT Mahasiswa ?

Berdasarkan Laporan tahunan Rektor Universitas Negeri Semarang


Tahun 2018 dan 2019 yang disampaikan pada Dies Natalies tahun 2018 dan
2019, data keuangan UNNES menunjukan adanya surplus anggaran, Data
yang diperoleh dari laporan Tahunan Rektor UNNES menunjukan adanya

223
surplus anggaran, dan adanya kenaikan pendapatan yang bersumber dari
masyarakat serta mengalami penurunan pendapatan dari pemerinta

224
Dari Neraca UNNES di atas tampak bahwa perbandingan Nilai
Total Aset atau Nilai Total Ekuitas dan Kewajiban UNNES per 31
Desember 2018 sebesar Rp4.470.532.252.887,00 dan nilai Total Aset atau
Nilai Total Ekuitas dan Kewajiban pada neraca per 31 Desember 2017
sebesar Rp4.409.669.718.261,00 atau mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya sebesar Rp60.862.534.626,00 (1,38%). Kenaikan ini
disebabkan karena adanya surplus sampai dengan 31 Desember 2018
sebesar Rp61.588.712.784,00.

225
Pada tahun 2018, UNNES memperoleh nilai surplus tahun berjalan
sebesar Rp61.558.712.784,00 sedangkan surplus tahun berjalan periode 31
Desember 2017 sebesar Rp54.654.380.664,00.
Pendapatan dari Badan Pengembang Bisnis UNNES pada tahun 2017
sebesar Rp3.220.617.356,00. Pendapatan tersebut berasal dari asrama,
pusat layanan kesehatan (Puslakes), UNNES Press dan pendapatan sewa
lahan dan gedung di UNNES. Kemudian di tahun 2018 mengalami
peningkatan dengan menerima pendapatan sebesar Rp4.140.336.680,00.
Pendapatan non-layanan pendidikan UNNES, berasal dari pendapatan hasil
kerja sama dengan pihak ketiga, dan pendapatan dari penjualan produk dan
pemanfaatan aset yang dimiliki UNNES. Pendapatan-pendapatan tersebut
masuk dalam PNBP UNNES yang peruntukannya digunakan untuk
menunjang kegiatan unit kerja yang mendapatkan dana yang bersangkutan.
Perolehan pendapatan non-layanan pendidikan dari setiap unit kerja di
tahun 2018 sebesar Rp55.216.771.996,00.160

160
Laporan Tahunan Rektor Universitas Negeri Semarang Tahun 2018-2019

226
Tabel. Proyeksi Pendapatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
UNNES Tahun 2020-2024.161

Dari data-data argumentatif yang Tim Kajian lampirkan, dapat kami simpulkan
Bahwasanya setiap tahun nya Unnes mengalami peningkatan
pendapatan yang didapatkan dari berbagai macam sumber yakni Uang
Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI)
mahasiswa, Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dari
Pemerintah, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Sumbangan
Masyarakat, serta pemasukan lain dari lini usaha/bisnis yang dimiliki oleh
Kampus sebagai income generating, baik dari pemanfaatan aset dan lahan,
maupun dari kerjasama. Terlebih berdasarkan Peraturan Rektor Universitas
Negeri Semarang No.1 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis
(RENSTRA) Bisnis Universitas Negeri Semarang Tahun 2024, telah
diproyeksikan selama 5 (lima) tahun kedepan bahwa PNBP Unnes akan
terus mengalami peningkatan jumlah tiap tahun nya.
Adapun selama masa Pandemi ini, tidak ada data yang bisa diakses
mengenai kondisi keuangan kampus, termasuk di dalam nya yang berkaitan
dengan pengeluaran Biaya Operasional yang biasa dibayarkan secara rutin.
Terkhusus mengenai Biaya Langsung sebagai salah satu instrumen dalam
Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang pendanaan nya sebagian besar di cover
oleh Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa. Seharusnya dalam perubahan
keadaan, kampus harus menyampaikan laporan nya, karena akibat
pembelajaran yang dilakukan secara daring maka secara otomatis
Pengeluaran kampus akan sangat jauh berkurang. Dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik menjelaskan
bahwasanya hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia, dan
keterbukaan informasi
publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.

161
Peraturan Rektor UNNES No.1 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis (RENSTRA) Bisnis
Universitas Negeri Semarang Tahun 2020-2024

227
Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan
lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan
negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri. Selain itu, keterbukaan informasi publik
merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap
penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu
yang berakibat pada kepentingan publik. 162Universitas Negeri Semarang
sebagai lembaga publik yang melaksanakan tugas penyelenggaraan negara
dibidang pendidikan serta mendapat anggaran dari negara, sudah
semestinya melaporkan rincian keuangan, termasuk pengeluaran nya
kepada publik berdasarkan prinsip- prinsip keterbukaan, transparansi dan
akuntabilitas, terutama kepada mahasiswa yang telah menunaikan
kewajiban nya dalam membayar UKT, selain itu juga sebagai bentuk
pertanggungjawaban kepada masyarakat yang telah membayarkan pajak
nya kepada negara.

Kampus sebagai lembaga Pendidikan tidak seharusnya mengejar profit


atau keuntungan semata dari tiap pemasukan yang didapatkan dalam nya,
akan tetapi tetap harus berimbang ketika terdapat perubahan kondisi.
Seperti pengaruh Pandemi Covid19 yang mengharuskan pembelajaran
dilakukan di rumah masing-masing mahasiswa, dalam kondisi semacam ini,
seharusnya Kampus mempertimbangkan kondisi ekonomi mahasiswa yang
pastinya turut terdampak dengan ada nya Pandemi ini, serta melihat
bahwasanya hak yang didapat oleh mahasiswa tidak berbanding lurus
dengan kewajiban yang telah mahasiswa bayarkan. Pertimbangan
kemanusiaan menjadi hal utama yang harus diperhatikan oleh kampus,
sehingga pengembalian UKT Mahasiswa menjadi solusi semata-mata demi
kesejahteraan mahasiswa dan keluarga nya, terlebih jika melihat kondisi
keuangan Kampus yang surplus Anggaran, seharusnya tidak akan
menyebabkan masalah yang berarti.

162
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik

228
C. Kesimpulan

Penerbitan Surat Edaran nomor B/1413/UN37/2020 yang berlaku


sejak 16 Maret 2020 di Universitas Negeri Semarang, merupakan awal mula
dimana pembelajaran dialihkan sistemnya dalam bentuk daring dan dengan
dikeluarkannya Surat Edaran Nomor B/2392/UN27/KM/2020 yang
ditandatangani Wakil Bidang Akademik pada 19 Mei 2020 memastikan
bahwa perkualiahan semester genap tahun ajaran 2019/2020 akan tetap
dilaksanakan secara daring hingga 19 Juni 2020 atau hingga akhir semester.
Dari uraian-uraian diatas dapat dilihat bahwa Uang Kuliah Tunggal (UKT)
yang dibayarkan mahasiswa berperan penting untuk menanggung
pembiayaan pada Biaya Langsung (BL), padahal BL sendiri merupakan
komponen yang digunakan dalam perkuliahan tatap muka seperti
penggunaan kelas yang melibatkan pemakaian LCD, Microphone, wifi serta
komponen lain yang menggunakan listrik, penggunaan bahan habis pakai
pembelajaran, laboratorium, bahan habis pakai laboratorim, sampai dengan
bimbingan tugas akhir atau skripsi, dari komponen Biaya Langsung secara
umum, yakni sumberdaya manusia (SDM), bahan habis pembelajaran,
bahan habis pakai Praktikum, sarana pembelajaran, sarana praktikum,
Gedung Pembelajaran, dan Gedung Praktikum, mahasiswa hanya menerima
Biaya Langsung SDM yaitu Gaji dosen PNS dan pengajar non- PNS yang
pembayarannya ditanggung oleh APBN atau dana PNPB artinya disini
Perguruan Tinggi harusnya hanya menggunakan dana dari BOPTN saja
yang digunakan dari perumusan BKT.
Dari sini bisa dilihat bahwa dengan pembelajaran yang dipindahkan
sistemnya menjadi daring ini tidak memerlukan dana dari UKT, lalu
kemana Uang Kuliah Tunggal perginya ? Tidak ada yang tahu karena tidak
ada nya transparansi Keuangan dari pihak Kampus dalam perubahan
Kondisi seperti saat ini. Hingga kini Unnes hanya mengembalikan UKT
dalam bentuk subsidi kuota sebesar 50 ribu sebanyak 2 (dua) kali, apabila
diibaratkan, jika seorang mahasiswa memiliki tanggungan UKT 2
juta/semester, ketika hanya diberikan subsidi kuota selama Pembelajaran
Daring, tanpa memperoleh Hak-hak lain, berarti Mahasiswa hanya
merasakan sedikit sekali manfaat nya, karena jika hanya diberikan subsidi
kuota sejumlah itu, maka hanya 5% saja dari jumlah UKT mahasiswa
tersebut, kemudian apabila terdapat Mahasiswa yang memiliki besaran
UKT 5 juta, jika hanya diberi subsidi kuota tanpa menikmati fasilitas lain
seperti saat perkuliahan reguler, maka dana yang dikembalikan hanya

229
sebesar 2%. Lalu dengan subsidi kuota saja, apakah Hak Mahasiswa sudah
dirasakan selama Perkuliahan daring ini, ketika lebih dari 90% UKT
mahasiswa tidak jelas peruntukan nya kemana? Tentu tidak. Oleh sebab itu,
Kampus wajib memberikan kembali sisa UKT yang tidak dipergunakan
untuk keperluan operasional mahasiswa secara langsung karena selama
Pandemi ini mahasiswa tidak dapat merasakan manfaat nya akibat
pembelajaran yang dilaksanakan secara daring.

Selain itu demi kemanusiaan, jika melihat banyak sekali keluarga dari
mahasiswa yang kondisi ekonomi nya terganggu dan terpengaruh karena
Pandemi Covid19 ini tentu saja sangat membebani, terlebih jika UKT tidak
dikembalikan, dan bahkan harus membayar kembali di semester berikutnya.
Oleh Sebab itu, Pengembalian UKT menjadi sangat penting dilakukan demi
kesejahteraan mahasiswa dan keluarga nya. Karena memang tidak
dinikmati nya hak yang seharusnya diterima, selain itu Biaya kuliah yang
dikembalikan tentu saja akan sangat membantu keluarga mahasiswa untuk
terus bertahan hidup di tengah himpitan dan terpaan ekonomi.

230
BAGIAN III

KULIAH DARING DI UNNES, AYO EVALUASI !

Universitas Negeri Semarang merupakan salah satu perguruan


tinggi yang turut aktif mendukung kebijakan pemerintah dalam upaya
mengurangi penyebaran covid-19 salah satunya yakni melaksanakan surat
edaran Nomor: 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran secara
Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran
Corona Virus Disease (COVID-19) dari Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan atas kegiatan perkuliahan secara daring (dalam jaringan) hal
tersebut terceminkan sejak per tanggal 16 maret perguruan tinggi telah
mengeluarkan perintah kepada para pimpinan fakultas yakni dekan untuk
mengalih fungsikan proses pembelajaran perkuliahan secara daring. Pada
tanggal 6 April 2020 Universitas Negeri Semarang menginformasikan surat
edaran Nomor: B/1738/UN37/TU/2020 Tentang Perpanjangan Layanan
Akademik Dan Umum Masa Kewaspadaan Dan Pencegahan Penyebaran
Infeksi Covid-19. Berdasarkan surat edaran tersebut kuliah daring
diperpanjang sampai 29 Mei 2020 dan perkuliahan tatap muka baru akan
dimulai kembali 2 juni 2020. Namun pada tanggal 19 Mei telah beredar
surat bernomor B/2392/UN37/KM/2020 yang isinya bahwa perkuliahan
daring diperpanjang hingga tanggal 19 Juni 2020 dan Ujian Akhir Semester
Genap dilakukan dengan daring. Padahal selama ini proses pembelajaran
daring dikeluhkan oleh mahasiswa karena ketidakefektifan proses
perkuliahan. Dari sejumlah fakultas yang telah melakukan serap aspirasi
mahasiswa rata-rata menghasilkan data bahwa mahasiswa merasa kuliah
daring di UNNES tidak efektif.

231
A. Fakultas Hukum

Pada kenyataanya banyak mahasiswa yang mengeluhkan proses


perkuliahan sistem daring di FH UNNES. Berdasarkan data yang diperoleh
dari Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang, yang telah melakukan pengambilan data dari mahasiswa fakultas
hukum terhadap proses keberlangsungan perkuliahan secara dalam jaringan
(daring). Berdasarkan data yang diperoleh oleh DPM FH terdapat kendala-
kendala yang muncul yang telah dirasakan oleh mahasiswa selama proses
pembelajaran daring ini. Proses sarana pembelajaran daring yang
disarankan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan melalui video
conference, digital documents, dan sarana daring lainnya. Fakultas hukum
menerapkan metode daring melalui Electronic Learning Aid
(Elena),Google Clasroom,Video conference seperti Google
Meeting,Zoom,dan Cisco Webex Meetings. Namun proses perkuliahan
daring bisa dikatakan kurang berjalan optimal, akibat sarana perkuliahan
yang telah diterapkan dari universitas sejak 16 maret belum bisa
dimaksimalkan secara efektif, hal tersebut terceminkan dari data yang
diperoleh yaitu 45.7% data aspirasi menyatakan sarana diatas masuk dalam
kategori “cukup baik”, 22,9% data dinilai kategori “baik”,dan 28.6% data
mengungkapkan sarana perkuliahan tersebut ketegori “kurang baik”. 163
Ketidak efektifan sarana yang digunakan ini, berpengaruh pada tingkat
pemahaman mahasiswa terhadap materi perkuliahan yang mereka emban
setelah dilakukannya sitem daring. Data aspirasi mahasiswa yang
dikumpulkan oleh DPM FH mengatakan akan ketidak maksimalan para
dosen dalam memberikan atau menyampaikan pembelajaran salah satunya
penyampaian materi. Materi perkuliahan yang sering kali hanya diberikan
dalam wujud power point,dan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
dengan batas waktu pengerjaan yang terbilang singkat, membuat mahasiswa
tidak memahami ilmu-ilmu pengetahuan yang seharusnya mereka pahami.
Hal tersebut terungkap dari data yang diperoleh oleh DPM FH yakni
sebanyak 48.6% data mengatakan bahwasanya mereka tidak mudah
memahami materi perkuliahan, sebanyak 40% data mengatakan bisa
memahami materi, dan hanya 11.4% menyatakan memahami materi
perkuliahan.

Fakta juga menunjukan masih sering terjadinya error pada sistem


Elena yang di sediakan oleh Fakultas dan Universitas. Tentunya dengan

163
Hasil serap aspirasi Dewan Perwakilan Mahasswa Universitas Negeri Semarang, 24 maret 2020.

232
begitu mahasiswa merasakan keresahan dalam proses perkuliahan yang
mana perkuliahan hampir semua kelas yang terdapat di Fakultas Hukum
memiliki jam yang bersamaan. Dengan demikian perkuliahan tidak berjalan
dengan maksimal dan semestinya. Mengenai Perkuliahan daring ini banyak
mahasiswa yang menyatakan bahwa kuliah daring yang telah dilaksanakan
ini menyulitkan mahasiswa, tercatat 62.9% dari data yang diperoleh
menyatakan bahwa mereka merasa kesulitan dengan adanya kuliah daring
ini, 22,9% dari mereka menyatakan bahwa mereka biasa saja dengan adanya
kuliah daring dan 14.3% dari mereka menjawab bahwa kuliah tidak
menyulitkan bagi mereka. Banyak dari mereka yang menyatakan bahwa
kuliah daring sering di samakan dengan pemberian tugas secara daring oleh
dosen. Hal tersebut tentunya tidak efektif karena cenderung hanya
mengerjakan tanpa memahami.
Selain itu dampak dari perkuliahan online ini juga dirasakan oleh
para mahasiswa yang sedang melakukan bimbingan skripsi. Bimbingan
yang dilakukan secara daring dinilai tidak efektif. Bahwa terkait bimbingan
skripsi, meski pihak fakultas telah menyatakan semua kegiatan kampus
termasuk layanan akademik dilakukan secara daring termasuk pada
bimbingan skripsi, namun fakta dilapangan menunjukan bahwa ada
beberapa mahasiswa yang kesulitan dalam melakukan bimbingan skripsi
secara daring, mereka dapat dikatakan tidak mendapatkan bimbingan yang
semestinya.

233
B. Fakultas Ilmu Sosial

Kementerian Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu


Sosial telah melakukan serap aspirasi pada mahasiswa FIS untuk
mengukur efektifitas sistem kuliah daring di UNNES terutama di FIS. Dari
serap aspirasi tersebut menghasilkan 149 responden dengan jurusan
sejarah sebagai penyumbang responden terbanyak yaitu sekitar 41%, untuk
tingkat semester responden terbanyak merupakan semester dua yaitu
sebanyak 42 responden atau sekitar 41,89% dari total keseluruhan.

Berdasarkan data, sebagian besar mahasiswa FIS merasa keberatan


dengan kuliah daring sekarang ini karena perkuliahan menjadi tidak
efektif. Dosen tidak memaparkan materi perkuliahan secara rinci seperti
pada kuliah tatap muka dan mahasiswa hanya diberikan tugas pada setiap
pertemuan sebagai tolak ukur pemahaman mahasiswa dalam mata kuliah
yang diajarkan. Kemudian tidak adanya penjelasan materi terlebih dahulu
dan dosen kurang mengevaluasi diri. Seharusnya dosen lebih kreatif dan
bisa membangkitkan semangat belajar mahasiswa sehingga kuliah dan
tugas bisa selesai dan ilmu yang didapatkan maksimal. Jaringan internet
juga mempengaruhi perkuliahan, banyak mahasiswa yang kesulitan
mengunduh materi dari dosen dan ketinggalan dalam jam perkuliahan
karena sibuk mencari sinyal. Kurangnya komunikasi dan koordinasi antara
dosen dengan mahasiswa membuat mahasiswa selalu mengecek ponsel
setiap saat karena khawatir jika ada tugas atau kuliah mendadak. Sebagian
besar mahasiswa merasa dengan adanya kuliah daring ini dua kali lipat
lebih melelahkan dan membosankan daripada kuliah tatap muka.
Seringkali dosen tidak mengenal waktu, mereka tetap melakukan kuliah
daring meskipun pada hari libur (weekday) atau tanggal merah. Waktu

234
yang ada rasanya hanya digunakan untuk mengerjakkan tugas yang harus
diselesaikan secepat mungkin.164

D. Fakultas Ilmu Keolahragaan

Sama seperti di fakultas lain, para mahasiswa di Fakultas Ilmu


Keolahragaan juga kerap mengeluhkan permasalahan dari adanya kuliah
yang dilakukan secara daring. Banyak dosen yang terlalu membebani tugas
kepada mahasiswa. Hal tersebut tentunya menimbulkan stress, bahkan
tidak sedikit laporan dari mahasiswa yang jatuh sakit karena mengerjakan
tugas yang tidak mengenal waktu hingga larut malam. Kuliah daring hanya
berorientasi pada tugas saja, ditambah penilaian yang kurang jelas bahkan
para mahasiswa yang diberikan tugas tidak diperiksa hasilnya. Seakan
dosen hanya menggugurkan kewajibannya melalui pemberian tugas saja.
Dalam hal ini, khususnya tugas untuk prodi Kesehatan Masyarakat dan
Gizi yang harus dievaluasi karena sangat memberatkan mahasiswa.
Bahkan IKM dan Gizi dalam kurun waktu satu minggu sudah
mendapatkan kurang lebih 100 (seratus) tugas dengan deadline yang dapat
dikatakan “aneh-aneh”, bahkan tidak jarang juga dosen yang memberikan
tugas di waktu libur. Padahal dalam kondisi pandemi saat ini istirahat
merupakan sesuatu yang harus selalu dilakukan, mengingat virus corana
ini akan sangat mudah menular pada mereka yang mempunyai kekuatan
imun tubuh yang lemah serta keadaan kesehatan yang buruk.165

E. Fakultas Ilmu Keolahragaan

Sama seperti di fakultas lain, para mahasiswa di Fakultas Ilmu


Keolahragaan juga kerap mengeluhkan permasalahan dari adanya kuliah
yang dilakukan secara daring. Banyak dosen yang terlalu membebani tugas
kepada mahasiswa. Hal tersebut tentunya menimbulkan stress, bahkan
tidak sedikit laporan dari mahasiswa yang jatuh sakit karena mengerjakan
tugas yang tidak mengenal waktu hingga larut malam. Kuliah daring hanya
berorientasi pada tugas saja, ditambah penilaian yang kurang jelas bahkan
para mahasiswa yang diberikan tugas tidak diperiksa hasilnya. Seakan

164
Hasil dari “Serap Aspirasi” BEM FIS UNNES 2020

165
Hasil “Serap Aspirasi “ BEM FIK UNNES 2020

235
dosen hanya menggugurkan kewajibannya melalui pemberian tugas saja.
Dalam hal ini, khususnya tugas untuk prodi Kesehatan Masyarakat dan
Gizi yang harus dievaluasi karena sangat memberatkan mahasiswa.
Bahkan IKM dan Gizi dalam kurun waktu satu minggu sudah
mendapatkan kurang lebih 100 (seratus) tugas dengan deadline yang dapat
dikatakan “aneh-aneh”, bahkan tidak jarang juga dosen yang memberikan
tugas di waktu libur. Padahal dalam kondisi pandemi saat ini istirahat
merupakan sesuatu yang harus selalu dilakukan, mengingat virus corana
ini akan sangat mudah menular pada mereka yang mempunyai kekuatan
imun tubuh yang lemah serta keadaan kesehatan yang buruk.166
D. Fakultas Ilmu Pendidikan

BEM Fakultas Ilmu Pendidikan juga telah melakukan serap aspirasi


mahasiswa terkait dengan kuliah daring ini. terdapat 69 responden yang
terdiri dari 10 dari jurusan Teknologi Pendidikan, 4 responden dari
Psikologi, 31 responden dari PGSD,
5 responden dari PGPAUD dua responden masing dari BK dan PLS. dari
69 responden sebanyak 57 atau sekitar 82,60% mahasiswa menyatakan
kuliah daring tidak efektif. Rata-rata alasan mahasiswa adalah penjelasan
dosen yang kurang jelas- mahasiswa dituntut untuk memahami materi
sendiri. Ditambah biaya kuota yang mahal untuk melakukan kuliah daring
dan buruknya kualitas sinyal menjadi beban dan masalah yang sangat berat
bagi mahasiswa untuk melaksanakan perkuliahan secara daring. Bahkan
sebagian mahsiswa keberatan menyebut kegiatan seperti demikian dengan
kuliah daring. Sebagian Mahasiswa lebih setuju namanya diganti menjadi
tugas daring, karena memang banyak dosen yang mengganti kuliah dengan
tugas dan tanpa memberikan penjelsan terkait materi yang ditugaskan,
bahkan tugas atau kuis tidak jarang diberikan dihari-hari libur167.

166
Hasil “Serap Aspirasi “ BEM FIK UNNES 2020
167
Diperoleh dari data “Muara Aspirasi Mahasiswa FIP 2020” BEM FIP UNNES 2020

236
E. Fakultas Ekonomi

Permasalahan kuliah yang terjadi di Fakultas Ekonomi tidak jauh


berbeda dari Fakultas lainnya, dalam sspirasi mahasiswa tentang Kuliah
online di FE diketahui bahwa permasalahan kuliah daring meliputi; dosen
kerap memberikan materi dalam power point dan mahasiswa diberikan
waktu untuk memahaminya dalam waktu yang sangat singkat, bahkan kerap
kali kuliah dilakukan tidak sesuai jadwal dimana dosen mengubah jadwal
perkuliahan yang menyebabkan bertabrakan dengan kuliah lainnya
sehingga membuat mahasiswa tidak fokus untuk mengikuti perkuliahan.
Selain itu kualitas sinyal dibeberapa daerah yang buruk serta sistem yang
sering kali mengalami error menambah beban bagi mahasiswa.168
Dari data hasil riset dan serap aspirasi mahasiswa yang dilakukan
oleh BEM maupun DPM di fakultas-fakultas yang ada di UNNES dapat
disimpulkan beberapa kendala yang terjadi dalam perkuliahan secara daring
yaitu :

a. Sistem error atau down terjadi apabila banyak mahasiswa yang


mengakses Elena dalam waktu yang bersamaan.
b. Bahan ajar yang digunakan seperti Power point tidak mudah
dipahami. Tidak semua mahasiswa dapat memahami materi secara
tulisan.
c. Dosen hanya memberikan pertanyaan kepada mahasiswa namun
tidak menjelaskan materi yang ada pada bahan ajar. Sehingga
mahasiswa memiliki 2 tugas pokok yakni memahami materi dan
mengerjakan tugas atau menjawab pertanyaan yang diberikan
dosen.
d. Dosen memberikan tugas yang banyak dan jangka pengumpulan
yang singkat tanpa adanya arahan dari dosen.
e. Tidak semua mahasiswa memiliki sarana perkuliahan online yang
baik seperti misalnya google meet, Zoom, Cisco Webex Meetings
dan lain-lain.
f. Adapun kendala sinyal yang susah saat perkuliahan menjadi
kendala tersendiri akibatnya ada beberapa materi yang tidak
dipahami atau tidak tersampaikan.
g. Dosen yang secara sepihak mengubah teknis perkuliahan atau
mengubah jadwal perkuliahan tanpa persetujuan mahasiwa apalagi

168
Dari “Aspirasi Mahasiswa FE tentang Kuliah KŶůŝŶĞ͟
BEM FE UNNES 2020

237
menurut data yang diperoleh terdapat dosen yang melakukan
perkuliahan di malam hari yang mana dapat mengganggu waktu
istirahat mahasiswa.
h. Tidak sedikit dosen yang memberikan tugas di hari-hari libur.
i. Sulitnya menghubungi bapak/ibu dosen pembimbing untuk
melakukan bimbingan skripsi secara online.
j. Tidak adanya feedback dari beberapa bapak/ibu dosen terkait
bimbingan , mahasiswa hanya mengirim softfile skripsinya kepada
bapak/ibu dosen namun setelah dikirim terkadang tidak ada balasan
terkait apa yang perlu direvisi.
k. Untuk mendapatkan balasan pun tak jarang membutuhakn waktu
yang lama sangat lama, padahal dengan adanya bimbingan secara
online seharusnya dapat lebih intensif dan lebih diperbanyak.
l. Minimnya penjelasan atau arahan dari bapak/ibu dosen terkait
penjelasan bimbingan skripsi kepada mahasiswa sehingga merasa
kurang jelas dan bukannya mempercepat proses skripsi mahasiswa
justru memperlama dalam proses penyelesaian skripsi karena perlu
menanyakan kembali kepada bapak/ibu dosen dan dibalas dengan
waktu tunggu yang cukup lama.

C. Fakultas Teknik

Permasalahan yang terjadi di fakultas teknik juga hampir sama dengan


fakultas- fakultas lain, yaitu berada di poin-poin seperti banyaknya beban
tugas yang diberikan kepada mahasiswa sehingga banyak mahasiswa
merasa stess, masalah koneksi internet yang kurang baik ditambah platform
media yang digunakan dalam pembelajaran sering down seperti sistem
Elena, sistem yang kurang terkontrol sehingga banyak mahasiswa yang
learning outcomes-nya belum maksimal, dan untuk jurusan/prodi yang
mengharuskan praktik seperti PKK selama kuliah daring menghabiskan
lebih banyak biaya, baik untuk praktik kegiatan, maupun karena
penggunaan kuota. Dari survey yang diterima169, sebanyak 3,2% mahasiswa
fakultas teknik telah mengisi survey tersebut, dengan prosentase survey
seperti berikut :

169
Diperoleh dari data “Gema Aspirasi” BEM Fakultas Teknik UNNES 2020

238
Responden Survey Kuliah Daring
FT
PKK Teknik Elektro Teknik Mesin Teknik Kimia Teknik Sipil

18%
6% 45%

27%

4%

Dari data yang didapatkan keseluruhannya mengalami kendala dan


keberatan dari pelaksanaan kuliah daring ini. Dari pengaduan tersebut
seharusnya birokrasi mulai melakukan tindakan dari evaluasi kuliah
daring, seperti memperbaiki cara belajar agar lebih variatif dan
memudahkan mahasiswa, hal ini berkaca dari pembelajaran online yang
selama ini dilakukan hanya berbentuk dosen memberikan materi dengan
ppt atau word tanpa pengarahan terlebih dahulu sehingga banyak
mahasiswa yang kemudian kurang memahami materi, juga
mempertimbangkan tugas yang diberikan kepada mahasiswa agar tidak
terlalu membebani mengingat dari pengaduan yang didapat hampir
keseluruhan mahasiswa mengaku jika tugas yang diberikan oleh dosen
diluar batas wajar, dan adanya perbaikan sistem kuliah daring yang sering
mengalami gangguan terlebih untuk pengunggahan tugas dan
pengunduhan materi yang mengalami kendala karena sistem kurang
memadahi.

239
F. Fakultas Bahasa dan Seni

Tidak berbeda dengan fakultas lain, dari pengaduan yang didapat dari
beberapa mahasiswa yang berasal dari keseluruhan program studi fakultas
bahasa dan seni meliputi keluhan karena pelaksanaan kuliah daring yang
kurang efektif di masa pandemik, pemberian tugas selama masa kuliah
daring tidak memperhatikan kemampuan mahasiswa sehingga bukan hasil
belajar yang baik yang diperoleh kemudian namun banyak mahasiswa yang
stess karena tugas terus mengalir dengan
deadline pengerjaan yang terlalu singkat, bahkan banyak juga mahasiswa
yang menjadi sakit karena sering begadang untuk menyelesaikan tugas dan
terlalu lama menghadapi monitor. Beberapa mahasiswa juga mengeluhkan
karena letak geografis tempat mereka tinggal sulit mengakses pembelajaran
karena terkendala sinyal, selain itu dengan semakin menumpuknya tugas
mahasiswa juga semakin terbebani dengan biaya untuk membeli UKT,
ditambah lagi sistem yang digunakan UNNES semasa kuliah daring sering
Error yang menyebabkan banyak mahasiswa terhambat dalam
pengunggahan tugas.
Mahasiswa semester akhir juga merasakan keluhan dari pengalihan
sistem ini, banyak yang merasa dirugikan karena bimbingan online dinilai
kurang efektif dengan alasan dosen yang sulit dihubungi ataupun dosen
yang tidak memberikan feedback terhadap skripsi atau tugas akhir
mahasiwa, dari situ mahasiswa mengharapkan adanya tindakan nyata dari
birokrasi untuk segera memperbaiki sistem dari kuliah daring agar tidak
membebani mahasiswa aktif karena banyaknya tugas dan tidak merugikan
mahasiswa semester akhir karena terhambatnya skripsi akibat bimbingan
online.

240
G. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

BEM Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam bekerja sama


dengan Himpunan Hahasiswa Jurusan di FMIPA melakukan serap aspirasi terkait
permasalahan kuliah daring selama ini. Didapatkan data aspirasi 170 sebanyak 238
responden. Dalam kuliah daring ini menuai banyak ketidakefektifan dalam
pelaksanaannya. Pemberian materi melalui PPT saja membuat mahasiswa
FMIPA kesulitan, karena mayoritas pelajarannya adalah pelajaran eksakta.
Parahnya, bukan materi yang disampaikan oleh kebanyakan dosen, melainkan
tugas yang terlalu banyak diberikan hingga membebankan mahasiswa nya.
Terlebih lagi, tugas yang diberikan tidak memperhatikan kemampuan mahasiswa
untuk deadline pengumpulannya, terdapat kasus juga ada beberapa mata kuliah
yang memiliki dua dosen namun kurang komunikasi dari kedua dosen sehingga
banyak miskonsepsi dalam pelaksanaan pembelajaran dan mahasiswa dibuat
kebingungan, Terkadang dalam perkuliahan sering terdapat dosen yang
melakukan perkuliahan dengan waktu yang melebihi jumlah sks yang
seharusnya, kemudian beberapa dosen mengganti pertemuan kuliah pada malam
hari. Semakin parahnya, ada beberapa dosen yang tetap melakukan perkuliahan
pada weekend dan hari libur nasional. Pada hari cuti pun, yang seharusnya
digunakan untuk waktu beristirahat dan bencengkrama dengan keluarga, kerap
dijadikan deadline tugas. Penggunaan Elena yang sering error membuat
mahasiswa kewalahan, pasalnya pemberian materi pembelajaran, pengunggahan
tugas, serta pelaksanaan ujian tengah dan akhir semester dilakukan melalui Elena.
Untuk program studi yang memiliki mata kuliah praktikum di semester
genap tahun 2019/2021 ini juga mengalami banyak kendala dalam
pelaksanaannya, karena pada dasarnya mata kuliah ini bertujuan untuk melatih
keterampilan mahasiswa, namun karena sistem pembelajaran dialihkan dalam
bentuk daring menyebabkan fasilitas laboratorium tidak dapat dinikmati di
semester ini, hal ini pasti menyebabkan kerugian bagi mahasiswa FMIPA karena
tidak menerima hak mempelajari keterampilan di semester ini, dan ditambah lagi
mata kuliah praktikum dialihkan menjadi pembelajarannya seperti mata kuliah
biasa membuat banyak mahasiswa kebingungan karena dalam beberapa kasus
mahasiswa hanya diminta untuk mempresentasikan petunjuk praktikum yang
mereka lakukan, beberapa juga diminta untuk melakukan praktikum virtual yang
sistemnya tidak jelas sama sekali. Mengingat praktikum merupakan basic
kemampuan yang harus dimiliki oleh mahasiswa FMIPA dari beberapa jurusan

170
Data Serap Aspirasi BEM FMIPA UNNES 2020

241
seperti Kimia, Fisika, maupun Biologi buruknya pengalihan sistem pembelajaran
ini tentu menjadi kerugian tersendiri sehingga kampus pun harus membuat
kebijakan untuk mengatasi hal ini, seperti memberikan kesempatan mahasiswa
agar tetap bisa melakukan praktikum secara offline di kemudian hari ketika
situasi lebih stabil mengingat ilmu yang didapat ketika praktikum penting sekali
digunakan mahasiswa ketika telah lulus, baik untuk melanjutkan jenjang studi,
pengabdian, maupun bersaing mencari pekerjaan.
Selain itu, dampak dari sistem daring ini juga dirasakan oleh mahasiswa
yang sedang melakukan skripsi maupun tugas akhir. Bimbingan online yang
dirasakan sangatlah kurang efektif. Banyak dosen yang lambat dalam membalas
konsultasi dari mahasiswa bimbingannya. Terlebih lagi, banyak dosen yang tidak
merespon chat dari mahasiswa bimbingannya, hal ini akan menambah beban baik
untuk mahasiswa maupun orang tua mahasiswa nantinya karena tidak bisa
menyelesaikan masa studi tepat waktu.
Setelah memperhatikan hal-hal diatas, kami Aliansi Mahasiswa UNNES
meminta pihak fakultas maupun universitas untuk segera membenahi seluruh
kekurangan dari sistem perkuliahan daring yang sudah mulai meresahkan dan
membebani mahasiswa. Pihak fakultas dan universitas harus bersikap tegas
kepada para dosen yang tidak memberikan pengajaran yang baik kepada
mahasiswa. Seperti para dosen yang hanya memberikan beban tugas yang berat
tanpa menjelaskan materi perkuliahan terlebih dahulu, para dosen yang
melakukan perkuliahan di luar jam kuliah, seenaknya membuat peraturan kuliah
tanpa meminta kesepakatan dari mahasiswa terlebih dahulu dan lain sebagainya.
Selain itu kami juga meminta kepada pihak fakultas dan universitas untuk
memberikan sanksi yang tegas kepada dosen yang tidak memenuhi
tanggungjawabnya dalam memberikan bimbingan skripsi kepada mahasiswa
yang membutuhkan. Terakhir, kami meminta semua tuntutan untuk ditindak
lanjuti dengan segera mungkin. Kesemua itu harus segera dipenuhi demi
tercapainya kenyamanan dalam proses perkuliahan sehingga dapat mengurangi
beban-beban pikiran yang dapat membahayakan kesehatan di tengah pandemi ini.

#KuliahDaringBikinPusing #KulonUNNESBikinStress #IlmuGakMasukBlasss

242
BAGIAN IV

STUDY FROM HOME : SUBSIDI KUOTA ADALAH HAK MAHASISWA,


PENUHI SECARA BERKEADILAN DAN MERATA !

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara


Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,..”

A. Sebuah Pengantar

Dari penggalan alinea keempat diatas, maka sejak saat


dideklarasikannya kemerdekaan oleh Ir. Soekarno dan Bung Hatta,
Indonesia sudah bercita-cita untuk meningkatkan kecerdasan bangsanya.
Melalui pembukaan UUD 1945, bangsa Indonesia menyatakan cita-cita
(tujuan) luhurnya untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia
yang mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, bahkan turut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. dari
Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, kemudian diikuti oleh pasal 31
yaitu tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran. Akan tetapi di
masa Pandemi ini, hak untuk mendapat pengajaran secara langsung menjadi
terhambat karena adanya kebijakan untuk melakukan Kerja dan Belajar dari
rumah sesuai arahan Pemerintah.
Berdasarkan Surat Edaran Nomor: B/1411/UN37/WS/2020 Tentang
Kesiapsiagaan Mencegah Covid19 di lingkungan Universitas Negeri
Semarang yang diperbaharui dengan Surat Edaran Rektor UNNES Nomor
: B/1413/UN37/2020 Tentang Kewaspadaan dan Pencegahan Penyebaran
Infeksi Covid19 Bidang Akademik dan Layanan Umum di Lingkungan
Universitas Negeri Semarang, maka sejak 16 Maret 2020 Universitas
Negeri Semarang melakukan Pembelajaran secara daring, kemudian
diperbaharuikembali dengan Surat Edaran Nomor: B/2932/UN37/KM/2020
Tentang Perkuliahan dan Ujian secara Daring di lingkungan Universitas
Negeri Semarang, yang artinya pembelajaran secara daring di lingkungan
Universitas Negeri Semarang dilaksanakan hingga tanggal 19 Juni 2020.

243
Pandemi yang terjadi secara global hari ini memang tidak perlu
disalahkan sepenuhnya, tapi menjadi penting bagi kita untuk melihat
dampak yang ditimbulkan akibat nya. Terutama berkaitan dengan
Kebijakan Study From Home yang diterapkan. Selain permasalahan
mengenai Hak yang tidak berbanding lurus dengan kewajiban yang telah
dibayarkan berupa UKT, kemudian muncul permasalahan baru lagi, dimana
mahasiswa diharuskan mengeluarkan biaya tambahan untuk dapat
menunjang perkuliahan secara daring dalam bentuk pengeluaran pembelian
kuota internet. Hal ini menimbulkan polemik tersendiri, khususnya bagi
mahasiswa yang penghasilan orang tuanya terdampak karena Covid-19.
Universitas Negeri Semarang dianggap masih abai terhadap fasilitas
pembelajaran daring ini. Sudah jelas bahwa pemberian subsidi kuota adalah
hak segala mahasiswa dan perlulah kita untuk tetap mengawal relokasi
anggaran UKT kita.

Subsidi Kuota Adalah Hak Seluruh Mahasiswa

Pasal 31 ayat 1 UUD 1945, “Setiap warga negara berhak


mendapatkan pendidikan”. Ini menjadi jaminan bagi sebuah warga negara
untuk mendapatkan sebuah hak dalam mengakses pendidikan. Lebih lanjut
hal ini ditegaskan dalam beberapa undang – undang :

1. Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 12: “Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan


pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan
meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman,
bertaqwa, bertanggungjawab, berakhlak mulia, bahagia dan sejahtera sesuai
dengan hak asasi manusia”
Pasal 12 diatur dalam Bab III tentang Hak Asasi Manusia dan Kebebasan
Dasar Manusia.

2. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional
Pasal 4 ayat (1): “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.
Bahwa pendidikan harus diberikan kepada setiap warga negara tanpa
terkecuali berdasarkan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di negara
Indonesia serta adanya keterlibatan masyarakat dan otoritas pengelola serta

244
institusi-institusi pendukungnya Pasal 5 ayat (1): “Setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
Bahwa setiap warga negara tanpa melihat kekurangan dan kelebihan yang
ada padanya berhak memperoleh pendidikan yang baik.

Tanpa bermaksut mengabaikan bantuan yang telah diberikan


sebelumnya, tetapi harus kami sampaikan bahwa memang bantuan yang
sudah diberikan sebelumnya kepada mahasiswa adalah tidak merata
pembagiannya, banyak dari mahasiswa yang belum mendapatkan kuota.
Padahal jelas Covid-19 ini memberikan dampak bagi semua mahasiswa,
maka pemberian subsidi kuota wajib diberikan kepada semua mahasiswa
Universitas Negeri Semarang sebagai hak kami dalam menunjang
pendidikan yang layak, tanpa terkecuali.
Beberapa waktu lalu, BEM se-Unnes telah melakukan pendataan
melalui Google Form mengenai Pendistribusian Subsidi Kuota kepada
Mahasiswa Unnes. Hingga Hari Kamis, 21 Mei 2020 Pukul 22.00 WIB,
terdapat 2845 Mahasiswa yang menyatakan bahwasanya subsidi kuota dari
Kampus belum diterima, berikut merupakan diagram mengenai
Pendistribusian Subsidi Kuota kepada mahasiswa Unnes di seluruh
Fakultas.171

171
Selengkapnya dapat diakses pada
https://drive.google.com/open?id=1NuP6IgzEboylErR4pbMsYJIi70vVGcUi

245
57

Total mahasiswa yang belum menerima Kuota = 2845,


sedangkan Jumlah mahasiswa aktif Unnes = 30.537 (Total Mahasiswa
Unnes diakses pada data.unnes.ac.id) maka jika di kalkulasikan
terdapat 9,31 % Mahasiswa yang belum menerima bantuan subsidi
UKT dari seluruh Fakultas.

Atas dasar dan pertimbangan yang sudah kami sampaikan.


Maka dengan ini, kami sampaikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Mahasiswa menganggap bantuan subsidi kuota yang diberikan


oleh Universitas Negeri Semarang kurang adil serta tidak sesuai
dengan kewajiban yang sudah kita laksanakan (bayar UKT).
2. Mahasiswa menganggap pimpinan kampus tidak bersungguh-
sungguh memberikan bantuan subsidi kuota.
3. Mahasiswa menuntut pemberian bantuan subsidi kuota untuk
seluruh provider tanpa kecuali.
4. Mahasiswa menghendaki pemberian bantuan subsidi kuota
dengan adil dan merata.

246
BAGIAN V

UKT MEMBERATKAN, CALON MAHASISWA BARU PUTUS


HARAPAN

1. Unnes (Masih) Kampus Rakyat ?

Perguruan tinggi menjadi salah satu tempat terbaik untuk


mengasah kemampuan dan akal serta nurani generasi muda,
perguruan tinggi negeri maupun swasta mengambil peran terbanyak
sebagai penyumbang generasi-generasi muda yang berkualitas. Akan
tetapi dalam realitanya sekarang ini perguruan tinggi negeri utamanya
menjadi momok menakutkan bagi para orangtua, para orang tua harus
rela merogoh kocek dalam-dalam demi untuk meloloskan anak-anak
mereka ke perguruan-perguruan tinggi pencetak validasi dan
sertifikasi generasi berkualitas ini. Perguruan-perguruan tinggi
seakan akan ikut mengambil untung dan mengkomersilkan
pendidikan sebagai daya dan upaya untuk memperkaya institusi
dengan dalih untuk memajukan pendidikan di Indonesia ini. Salah
satunya adalah Unnes (Universitas Negeri Semarang) yang dulunya
di cap sebagai kampus yang merakyat dalam hal biaya maupun
substansi pendidikan kini menyulap dirinya sebagai kampus
penyumbang sakit hati terbanyak karena banyak calon mahasiswa
barunya yang gagal menempuh pendidikan di Unnes karena terhenti
di tahap administrasi biaya perkuliahan. Unnes sebagai perguruan
tinggi negeri berstatus BLU (Badan Layanan Umum) seharusnya
masih bisa memberikan sedikit keringanan dalam hal administrasi
biaya kuliah khususnya untuk calon mahasiswa barunya. Dengan
dalih sudah tersistem, UKT melejit menghancurkan mimpi-mimpi
calon mahasiswa baru yang sudah lolos di jalur SNMPTN di tahun
2020 ini. Uang Kuliah Tunggal (UKT) Sudah ditetapkan pada SE
Permendikbud Tahun 2013.Seharusnya penetapan Uang Kuliah
Tunggal diharapkan mampu menjadi solusi dalam pemerataan dengan
mengkaji dari permasalah ekonomi bagi calon mahasiswa baru yang
akan menempuh perguruan tinggi negeri ( PTN). Sistem pembiayaan
UKT yang perlu dibayarkan diawal semester seharusnya dapat
memudahkan orang tua agar dapat membayar jauh lebih murah

247
2. UKT Memberatkan, Mahasiswa Baru Putus Harapan

Berikut kami rangkum beberapa kendala dan data calon


mahasiswa baru yang terhenti, terkendala, keberatan, dan ataupun merasa
ragu-ragu untuk melanjutkan studinya di Unnes dikarenakan biaya
perkuliahan karena UKT :

1. FMIPA (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam)

FMIPA atau yang dikenal dengan kampus biru ini adalah


kampus dengan jumlah camaba jalur SNMPTN 193 orang dan
dalam data yang dibuat oleh Departemen Adkesma BEM FMIPA
2020 ini menyatakan bahwasannya terdapat 13 calon mahasiswa
baru jalur SNMPTN di FMIPA yang merasa keberatan dikarenakan
alasan-alasan tertentu dan yang paling mendominasi adalah alasan
ekonomi. Dari jumlah tersebut pada akhirnya terdapat 3 orang calon
mahasiswa baru yang menyatakan mengundurkan diri dikarenakan

KEBERATAN UKT FMIPA


1%
4% KEBERATAN DAN MASIH
2%
BERTAHAN

MENGUNDURKAN DIRI

93%

KEBERATAN DAN MASIH


permasalahan ekonomi dan besaran UKT yang dirasa sangat
memberatkan172
Total Tanpa Keberatan
Keberatan
Camaba Keberatan Dan Mengundurkan
Dan Masih
Snmptn Atau Masih Diri
Bertahan
FMIPA Masalah Ragu
193 180 8 2 3

172
Data Advokasi BEM FMIPA

248
2. Fakultas Ilmu Sosial

Fakultas Ilmu Sosial menjadi salah satu penyumbang calon


mahasiswa baru terbanyak di jalur SNMPTN ini, sesuai dengan data
yang telah dibuat oleh departemen Advokasi Dan Relasi BEM FIS
2020 tercatat bahwasannya terdapat 210 camaba yang diteirma
dijalur ini dan sebanyak 34 camaba merasakan keberatan
dikarenakan beberapa alasan. Dari 34 yang merasa keberatan,
tercatat ada 13 camaba yang mengundurkan diri dikarenakan
mayoritas Keberatan dengan besaran UKT yang didapatkan karena
tidak sesuai dengan keadaan ekonomi, juga gagal melamar
Bidikmisi/KIP173

KEBERATAN UKT FIS


MENGUNDURKAN
DIRI

KEBERATAN DAN
MASIH BERTAHAN

TANPA KEBERATAN

F.

Total
Tanpa Keberatan
Camaba Mengundurkan
Keberatan Dan Masih
SNMPTN Diri
Atau Masalah Bertahan
FIS

210 176 21 13

173
Data Advokasi BEM FIS

249
3. FIP (Fakultas Ilmu Pendidikan)

Berdasarkan data yang diperoleh, Fakultas Ilmu Pendidikan


tercatat terdapat 219 Calon Mahasiswa Baru yang diterima melalui
jalur SNMPTN. Namun dari jumlah tersebut sebanyak 74 orang
merasa keberatan dengan besaran UKT yang diperoleh, dan 3 orang
menyatakan mengundurkan diri, satu orang dengan alasan Ingin
menikah dan dua lainnya dikarenakan faktor ekonomi dan keberatan
dengan UKT yang diterima174.

Tanpa Keberatan Dan


Total Camaba Mengundurkan
Keberatan Atau Masih
Snmptn FIP Diri
Masalah Bertahan
219 145 71 3

4. FE ( Fakultas Ekonomi )

Sama halnya dengan fakultas-fakultas lainya Fakultas


Ekonomi juga merasakan hal yang sama, yaitu tentang Calon
Mahasiswa Baru SNMPTN yang keberatan bahkan
mengundurkan diri karena sebagian besar alasanya tidak mampu
untuk membayar besaran UKT yang diberikan. Dengan sebagian
besar alasan karena kondisi ekonomi keluarga dan tidak menjadi
penerima KIP. Berdasarkan data yang diperoleh Fakultas
Ekonomi tercatat terdapat 243 Calon Mahasiswa Baru yang
diterima melalui jalur SNMPTN. Namun dari jumlah tersebut
sebanyak 131 orang merasa keberatan , 13 orang mengundurkan
diri, 10 diantaranya karena faktor ekonomi , dan 3 orang lainya
karena sudah diterima di PTN lain, 1 orang masih ragu-ragu175

174
Data Advokasi BEM FIP
175
Data Advokasi BEM FE

250
Total Tanpa Keberatan
Keberatan
Camaba Keberatan Dan Mengundur
Dan Masih
SNMPTN Atau Masih kan Diri
Bertahan
FE Masalah Ragu

243 98 1 131 13

5. FIK ( Fakultas Ilmu Keolahragaan )

Fakultas Ilmu Keolahragaan juga memiliki permasalahan


yang sama yaitu adanya calon mahasiswa baru yang erasa
keberatan dengan besaran UKT yang diberikan. Fakultas Ilmu
Keolahragaan menerima Calon Mahasiwa Baru jalur SNMPTN
dengan jumlah 181 orang dan dari data yang di peroleh terdapat
97 orang yang keberatan dengan besaran UKT yang diberikan,
dengan sisa yang tidak keberatan terdapat 84 orang dan terdapat
4 orang yang mengundurkan diri. Sebagian besar alasan

251
keberatan dengan besaran UKT dan Pengunduran diri karena
masalah ekonomi ,ditambah lagi dengan adanya pandemic covid
yang menjadikan penghasilan menurun drastis, dan tidak
penerima KIP176.

Total
Tanpa Keberatan Keberatan Dan Mengundurkan
CAMABA
Atau Masalah Masih Bertahan Diri
FIK
SNMPTN

181 84 93 4

6. FT (Fakultas Teknik)

Pada tahun ini Fakultas Teknik mendapat mahasiswa baru


dengan jumlah camaba jalur SNMPTN 203 orang dan dalam data
yang dibuat oleh Departemen Advokasi BEM FT 2020 ini
menyatakan bahwasannya terdapat 81 calon mahasiswa baru jalur
SNMPTN di FT yang merasa keberatan dikarenakan alasan-
alasan tertentu dan yang paling mendominasi adalah alasan
ekonomi.dan sebanyak 26 mahasiswa tidak memberikan
tannggapan atas keberatan mereka dalam membayar UKT.177

176
Data Advokasi BEM FIK
177
Data Advokasi BEM FT

252
Jumlah yang Tidak mengisi
Total Camaba Jumlah yang Mengundurka
Tidak keberatan/tida
SNMPTN FT keberatan n Diri
Keberatan k
203
91 mahasiswa 86 mahasiswa 26 mahasiswa 2 mahasisw
mahasiswa a

7. FH (Fakultas Hukum)

Fakultas Hukum pada tahun ini sesuai dengan data yang


telah dibuat oleh Departemen Advokasi Dan Relasi BEM FH
2020 tercatat bahwasannya terdapat 158 camaba yang diterima
dijalur SNMPTN ini dan sebanyak 20 camaba merasakan
keberatan didalam besaran UKT yang diberikan karena beberapa
alasan. Dan tercatat pula ada 1 camaba yang mengundurkan diri
dikarenakan masalah Ekonomi dan tidak mampu membayar
UKT178

KEBERATAN UKT FH

Total Camaba Jumlah yang tidak Jumlah yang Jumlah yang


SNMPTN FH keberatan keberatan mengundurkan diri
158 137 20 1

178
Data Advokasi BEM FH

253
8. FBS (Fakultas Bahasa dan Seni)

Dari data survey yang dilakukan oleh BEMKM UNNES


2020 memperlihatkan bahwa 99 orang calon mahasiswa baru
Fakultas Bahasa dan Seni mengalami keberatan dengan UKT
yang mereka terima, hal ini berarti 34,35% dari jumlah calon
mahasiswa baru keberatan dengan UKT yang mereka terima, dari
99 orang tersebut 10 orang memilih untuk mengundurkan diri
karena keberatan UKT tersebut, data ini diperoleh dari pengaduan
kepada Departemen Advokasi BEM FBS UNNES 2020.

Total Camaba Jumlah yang tidak Jumlah yang Jumlah yang


SNMPTN FBS keberatan keberatan mengundurkan diri
280 181 99 10

Hasil Survey terhadap Mahasiswa Baru UNNES jalur


SNMPTN179

Dari Survey yang dilakukan menggunakan Google Form terkait


Respon Mahasiswa Baru yang keberatan dengan UKT nya,

179
untuk hasil survey secara lengkap https://drive.google.com/open?id=1UbgSCS-
Nf22iK9hv0OuTdxHzk8zpq7A_

254
Hasilnya 76% mahasiswa baru yang merespon mengalami
keberatan dengan UKT yang mereka terima, apalagi dalam
pandemic sekarang. Hal tersebut tentu bukan tanpa dasar, saat
ini mereka sedang dalam masa peperangan, selain harus
berjibaku dengan deadline waktu pelunasan UKT yang pertama
kali, mereka juga dihadapkan pada kendala pada terhambatnya
kemampuan keluarga dalam melakukan pembayaran
dikarenakan dampak dari Pandemik Covid19. Akan tetapi jika
mereka tidak membayarkan sampai pada batas waktu yang
ditentukan, maka status mereka akan dinyatakan batal sebagai
mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Dari 76% Calon
Mahasiswa Baru yang menyatakan keberatan, tentu saja hal ini
harus disikapi secara bijak oleh pimpinan kampus.

3. Sistem Penentuan UKT Mahasiswa Baru (Sudahkah) Tepat Sasaran ?

Setelah membaca data yang telah disajikan diatas, dapat disimpulkan


bahwa diskriminasi dan akses untuk mendapatkan hak mengenyam
bangku Pendidikan Tinggi masih terjadi, hal ini dibuktikan dengan Unnes
yang tetap membiarkan calon mahasiswa baru di jalur SNMPTN
mengundurkan diri, keberatan atau bahkan merasakan UKT yang tinggi
tanpa disesuaikan dengan keadaan ekonomi mereka. Pengisian data
pokok menjadi alasan ditentukannya UKT untuk tiap-tiap calon
mahasiswa baru ini, tapi setelah banyak yang sudah mengisi data pokok
yang dianjurkan ini masih banyak sekali yang merasa bahwasannya UKT
yang mereka dapat tidak sesuai dengan keadaan ekonomi mereka dan
bahkan tidak sesuai dengan data pokok yang mereka isi. Dari pihak
universitas sendiripun terkesan abai dan seakan tidak transparan dalam
menyampaikan bagaimana penghitungan sistem UKT untuk camaba
disetiap jalur dan alokasi dana dari UKT yang mereka bayarkan ini. Lalu
siapakah yang salah? Salah camaba kah karena tidak bisa membayar?
Salah orangtua mereka kah kalau anak anak mereka gagal menempuh
pendidikan di Unnes dikarenakan tidak kuat membayar UKT?
Karena kita mengetahui bahwasanya banyak anak-anak yang kurang
dalam hal pendidikan karena terkendala biaya, mereka yang semula
senang dan bangga karena dapat merasakan bangku perkuliahan jangan
sampai harapan mereka pupus hanya karena kendala biaya. Lalu

255
bagaimana bangsa ini akan maju dan berkembang dengan negara lain jika
para anak-anak bangsa buta akan pendidikan, buta akan keahlian, dan
lemah dalam pengembangan keahlian karena kurangnya akses untuk
menunjang semua itu.

4. Tuntutan

Oleh sebab itu, Aliansi Mahasiswa Unnes menuntut kepada


Pimpinan Kampus untuk :

1. Menjamin Seluruh Calon Mahasiswa Baru yang telah lolos


seleksi Masuk PTN tetap menggunakan hak nya untuk
melanjutkan kuliah sebagai Mahasiswa di Universitas Negeri
Semarang

2. Melakukan Pengkajian serta peninjauan ulang terhadap nominal


UKT yang diterima oleh Calon Mahasiswa Baru, terutama yang
Keluarga nya mengalami dampak perekonomian secara
langsung karena Pandemik Covid19 dengan berdasarkan pada
Kondisi Ekonomi Keluarga

3. Memberikan Relaksasai Pembayaran berupa Pembebasan,


Penundaan, Pengurangan, maupun pelunasan dalam beberapa
kali pembayaran (mengangsur) bagi Calon Mahasiswa Baru
berdasarkan kemampuan ekonomi keluarga.

256
BAGIAN VI

TUNTUTAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Berdasarkan Kajian yang telah kami sampaikan diatas, maka


Aliansi Mahasiswa Unnes mengajukan Tuntutan serta Rekomendasi
Kebijakan Yang dapat dipertimbangkan oleh Rektor Universitas Negeri
Semarang :

A. Uang Kuliah Tunggal (UKT) Mahasiswa yang sedia nya diperuntukan


sebagai pembiayaan terhadap Biaya Langsung (BL) DIKEMBALIKAN
SECARA UTUH (100%), karena tidak dapat dirasakan manfaat nya oleh
mahasiswa selama Pembelajaran secara Daring, dengan tetap
mempertimbangkan jumlah Besaran Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dari
masing-masing Program Studi (PRODI)

Berdasarkan Peraturan Menristekdikti No 30 Tahun 2019 Tentang


Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi dijelaskan bahwa
Biaya langsung adalah biaya operasional yang terkait langsung dengan
penyelenggaraan program studi. Di dalam Lampiran Peraturan terkait,
Biaya langsung dihitung dan ditetapkan berdasarkan perencanaan dan
pelaksanaan kurikulum program studi. Biaya langsung terdiri dari empat
jenis sebagai berikut:
a. kegiatan kelas: kuliah tatap muka, tutorial, matrikulasi untuk program
afirmasi, studium generale, PR, kuis, UTS, UAS;
b. kegiatanlaboratorium/studio/bengkel/lapanganpraktikum,tugas
gambar/desain, bengkel, kuliah lapangan, praktik lapangan, dan KKN;
c. kegiatan tugas akhir/skripsi: Tugas Akhir (TA), skripsi, seminar, ujian
komprehensif, pendadaran, dan wisuda;
d. bimbingan konseling dan kemahasiswaan: orientasi
mahasiswa baru, bimbingan akademik, ekstra kurikuler, dan
pengembangan diri.

Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dibayarkan mahasiswa berperan


penting untuk menanggung pembiayaan pada Biaya Langsung (BL),

257
padahal BL sendiri merupakan komponen yang digunakan dalam
perkuliahan tatap muka seperti penggunaan kelas yang melibatkan
pemakaian LCD, AC, Screen, wifi serta komponen lain yang menggunakan
listrik, penggunaan bahan habis pakai (BHP) pembelajaran, laboratorium,
bahan habis pakai (BHP) laboratorim, sampai dengan bimbingan tugas
akhir atau skripsi, dari komponen Biaya Langsung secara umum, yakni BL
SDM, BL BHP Pembelajaran, BL BHP Praktikum, BL Sarana
Pembelajaran, BL Sarana Praktikum, BL Gedung Pembelajaran, BL
Gedung Praktikum seperti yang telah dijabarkan secara jelas diatas sesuai
Permenristekdikti No 30 Tahun 2019
Dalam pembelajaran yang dilaksanakan secara daring, Mahasiswa
tidak menikmati fasilitas diatas apapun. mahasiswa hanya mendapatkan
layanan pengajaran dari dosen, dimana Gaji dosen PNS dan pengajar non-
PNS pembayarannya dapat ditanggung oleh APBN, artinya disini
Perguruan Tinggi harusnya hanya menggunakan dana dari Bantuan
operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) saja yang digunakan dari
perumusan BKT, atau ditambah dengan pemasukan lain diluar UKT
Mahasiswa. Apabila ada pengeluaran Operasional lain, maka tetap bisa
menggunakan skema pembiayaan dengan sumber pendanaan sama seperti
diatas. Terlebih kita mengetahui bersama bahwa dari tahun ke tahun, Unnes
selalu mengalami surplus Anggaran. Dari sini bisa dilihat bahwa dengan
pembelajaran yang dipindahkan sistemnya menjadi daring ini tidak
memerlukan dana dari UKT, dan mahasiswa memiliki hak untuk
mendapatkan kembali UKT yang telah dibayarkan diawal.
Adapun skema yang Aliansi Mahasiswa Unnes dapat tawarkan
mengenai Prosedur Pengembalian UKT Mahasiswa yakni dengan
membebaskan pembayaran UKT mahasiswa pada semester depan, atau jika
tidak memungkinkan maka pengembalian UKT dapat dilakukan secara
berkala dalam beberapa waktu. Untuk melegitimasi ini, Maka Rektor harus
membuat Aturan dalam bentuk SOP atau Surat Edaran yang ditandatangani
oleh Rektor Unnes.

258
B. Dibukanya Transparansi Keuangan Kampus selama Masa Perkuliahan
Daring ini, Khusus nya mengenai UKT Mahasiswa Yang Telah
Dibayarkan full, Tetapi Hak Yang Didapat Tidak Maksimal Karena
Perkuliahan Daring

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan


Informasi Publik menjelaskan bahwasanya hak memperoleh informasi
merupakan hak asasi manusia, dan keterbukaan informasi publik
merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang
baik. Unnes sebagai lembaga publik yang melaksanakan tugas
penyelenggaraan negara dibidang pendidikan serta mendapat anggaran
dari negara, sudah semestinya melaporkan rincian keuangan, termasuk
pengeluaran nya kepada publik berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan,
transparansi dan akuntabilitas, terutama kepada mahasiswa yang telah
menunaikan kewajiban nya dalam membayar UKT, selain itu juga sebagai
bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat yang telah membayarkan
pajak nya kepada negara.

Terlebih saat ini terjadi perubahan kondisi dan situasi karena


Kebijakan Pembelajaran daring, yang secara pasti akan sangat
mempengaruhi Kondisi Keuangan Unnes, khusus nya dari sisi
pengeluaran. Adapun Penyampaian Transparansi Keuangan Unnes dapat
dilakukan di website resmi Universitas Negeri Semarang, sehingga dapat
pula diakses oleh publik. Selain itu mahasiswa juga dapat mengetahui
secara terang benderang, UKT yang telah dibayarkan secara penuh
diperuntukan untuk apa saja selama pembelajaran secara daring ini.

259
C. Melakukan Peninjauan Kembali Terhadap Kondisi Ekonomi Mahasiswa,
Terkhusus Bagi Keluarga Mahasiswa Yang Terdampak Langsung Akibat
Pandemi Covid19 Tanpa Dipersulit Oleh Administrasi Dan Persyaratan
Yang Berbelit

Pandemi Covid19 yang persebaran nya sudah terjadi secara global,


tentu saja menimbulkan efek multidimensi dalam segala aspek. Bidang
Perekonomian menjadi salah satu aspek terbesar yang terpengaruh. Begitu
pula dengan yang dialami oleh banyak Keluarga Mahasiswa Unnes yang
juga mengalami PHK, dirumahkan atau bagi para pekerja informal terjadi
penurunan penghasilan secara drastis. Oleh sebab itu, untuk meringankan
beban yang ditanggung, maka Unnes wajib memberikan akses kepada
mahasiswa yang ekonomi nya terdampak secara langsung akibat Pandemi
Covid ini.

Mekanisme yang kami tawarkan yakni dengan melakukan


Penyebaran Informasi melalui website resmi Unnes maupun Telegram,
kemudian dibuat sebuah SOP pengajuan Penurunan atau Keringanan
Besaran UKT dengan catatan tidak mempersulit dengan Urusan
Administrasi dan Persyaratan Yang berbelit dikarenakan di masa Pandemi
seperti sekarang ini, tentu saja banyak Pelayanan di berbagai instansi yang
melakukan Pekerjaan dari rumah (work from home), sehingga akan sulit
apabila mahasiswa harus dihadapkan pada situasi macam itu. Kemudian
setelah Mahasiswa melakukan permohonan, Pihak Kampus melakukan
Screening dan peninjauan Kembali secara terbuka dan adil.

260
D. Mengevaluasai Perkuliahan Daring Secara Berkala Serta Menjamin Agar
Perkuliahan Daring Tidak Terlalu Memberatkan Mahasiswa, Tetapi
Harus Diimbangi Juga Dengan Transformasi Ilmu Dari Dosen

Berdasarkan Serap Aspirasi yang dilakukan kepada Mahasiswa


mengenai keluhan terhadap perkuliahan daring, maka kami meminta agar
Kampus harus selalu mengevaluasi dan membenahi seluruh kekurangan
dari sistem perkuliahan daring yang sudah mulai meresahkan dan
membebani mahasiswa. Pihak Fakultas dan Universitas juga harus
bersikap tegas kepada para dosen yang tidak memberikan pengajaran yang
baik kepada mahasiswa. Seperti para dosen yang hanya memberikan beban
tugas yang berat tanpa menjelaskan materi perkuliahan terlebih dahulu,
para dosen yang melakukan perkuliahan di luar jam kuliah, seenaknya
membuat peraturan kuliah tanpa meminta kesepakatan dari mahasiswa
terlebih dahulu dan lain sebagainya. Selain itu kami juga meminta kepada
pihak fakultas dan universitas untuk memberikan sanksi yang tegas kepada
dosen yang tidak memenuhi tanggungjawabnya dalam memberikan
bimbingan skripsi kepada mahasiswa yang membutuhkan.
Adapun Rekomendasi yang dapat kami sampaikan yakni dengan
Penerbitan SOP maupun Surat Edaran kepada dosen mengenai ketentuan
mengajar pada perkuliahan Daring, seperti larangan untuk memberikan
tugas berlebihan kepada mahasiswa tanpa diimbangi dengan transformasi
ilmu yang diberikan, perubahan waktu kuliah secara sewenang-wenang di
hari libur maupun jam malam tanpa meminta tanggapan dari mahasiswa,
serta pelarangan untuk mempersulit mahasiswa untuk melakukan
bimbingan skripsi dan lain sebagai nya. Apabila terdapat Pelanggaran yang
dilakukan, maka pihak Kampus dapat memberi sanksi.

261
E. Memastikan Pemberian Subsidi Kuota Secara Merata dan Berkeadilan
Untuk Menunjang Perkuliahan Daring, Serta Menjamin Tidak Ada
Pengeluaran Tambahan Selama Masa Perkuliahan Daring

Berdasarkan Data yang kami himpun, dalam periode pertama


subsidi Kuota masih dijumpai mahasiswa yang belum mendapatkan nya.
Tercatat, terdapat 2485 Mahasiswa yang mengisi form pendataan, bahwa
belum mendapatkan hak nya terkait subsidi kuota. Selain itu, selama masa
pembelajaran daring, Kampus harus menjamin tidak ada lagi biaya
tambahan yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa, baik berupa penugasan,
maupun praktik.

F. Menjamin Agar Calon Mahasiswa Baru Yang Sudah Diterima Di Unnes


Tetap Dapat Berkuliah Walaupun Tidak Dapat Membayar UKT

Dari Survey yang dilakukan menggunakan Google Form terkait


Respon Mahasiswa Baru yang keberatan dengan UKT nya, Hasilnya 76%
mahasiswa baru yang merespon mengalami keberatan dengan UKT yang
mereka terima, apalagi dalam pandemic sekarang. Hal tersebut tentu
bukan tanpa dasar, saat ini mereka sedang dalam masa peperangan, selain
harus berjibaku dengan deadline waktu pelunasan UKT yang pertama kali,
mereka juga dihadapkan pada kendala pada terhambatnya kemampuan
keluarga dalam melakukan pembayaran dikarenakan dampak dari
Pandemik Covid19. Akan tetapi jika mereka tidak membayarkan sampai
pada batas waktu yang ditentukan, maka status mereka akan dinyatakan
batal sebagai mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Dari 76% Calon
Mahasiswa Baru yang menyatakan keberatan, tentu saja hal ini harus
disikapi secara bijak oleh pimpinan kampus. Selain itu, terdapat 49 calon
mahasiswa baru jalur SNMPTN dari seluruh Fakultas yang harus
mengundurkan diri dari Unnes, dikarenakan ketidakmampuan melakukan
pembayaran UKT yang dirasa sangat berat.
Oleh karena itu Unnes harus menjamin agar Calon Mahasiswa Baru
yang telah diterima berdasarkan jalur masuk SNMPTN itu tetap harus
melanjutkan kuliah nya di Unnes. Rekomedasi Kebijakan yang kami
tawarkan adalah Kampus membuat sebuah SOP untuk melakukan banding
di awal untuk menyesuaikan kembali besaran UKT yang diterima dengan
kondisi Ekonomi Keluarga nya, selain itu juga membuat SOP untuk
Memberikan Relaksasai Pembayaran berupa Pembebasan, Penundaan,
Pengurangan, maupun pelunasan dalam beberapa kali pembayaran

262
(mengangsur) bagi Calon Mahasiswa Baru berdasarkan kemampuan
ekonomi keluarga nya.

G. Melaksanakan Point-point Yang Terdapat Pada SIARAN PERS Majelis


Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia No. 052/SP/MRPTNI/V/2020

a. Bahwa para pimpinan perguruan tinggi merasa sangat prihatin


dan berempati, serta membuka diri dalam membantu menanggulangi
masalah-masalah yang dihadapi oleh para mahasiswa dan
keluarganya, yang secaralangsung terdampak sumber
perekonomiannya, sehingga sulit memenuhikewajiban Uang Kuliah
Tunggal (UKT), yaitu melalui kebijakan sebagaimana diatur dalam
Pasal (6) Permen Dikti No. 39/2017, tentang perubahan UKT. Untuk
itu, kebijakan berupa; pembebasan sementara, pengurangan,
pergeseran klaster, pembayaran meng-ansur, dan penundaan
pembayaran UKT agar dilaksanakan melalui permohonan perubahan
dengan menyertakan data pokok tentang perubahan kemampuan
ekonomi mahasiswa. Perlu difahami pula bahwa, dampak Pandemi
Covid-19, tidak hanya kepada mahasiswa saja, tetapi juga kepada
sivitas akademika lainnya termasuk dosen dan tenaga kependidikan,
dan bahkan pada pengelolaan perguruan tinggi secara umum,
sehingga kebijakan tentang UKT sebagaimana disebutkan di atas,
diserakan sepenuhnya kepada pimpinan perguruan tinggi dan
diharapkan tidak menggangu penyelenggaraan proses pembelajaran
di perguruan tinggi dengan berbagai aktifitas pendukungnya.

b. Bahwa Surat Edaran Mendikbud RI No. 3 Tahun 2020, tertanggal


3 Maret 2020 tentang pencegahan Covid-19 pada satuan pendidikan,
mengakibatkan perguruan tinggi melaksanakan perkuliahan secara
Daring yang berdampak pada peningkatan biaya kebutuhan paket
kuota internet mahasiswa dan dosen. Pada pelaksanaannya terdapat
perbedaan harga yang signifikan antara penyedia layanan paket
internet satu dengan lainnya yang berpotensi menimbulkan masalah
pengelolaan keuangan perguruan tinggi, dalam rangka kebijakan
pemberian bantuan kepada mahasiswa dan dosen. Untuk itu, MRPTNI
mengusulkan dilakukan Kerjasama antara Dirjen Dikti dengan
BUMN dan penyedia layanan paket internet lainnya, tentang pedoman
kebijakan pengadaan paket internet pembelajaran di perguruan tinggi

263
sesuai wilayah masing-masing.

c. Bahwa kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar


(PSBB) yang diterapkan oleh pemerintah di berbagai daerah, telah
mengakibatkan sejumlah besar mahasiswa asal daerah lain untuk
tetap bertahan di asrama dan tempat kos masing-masing, dan
membutuhkan bantuan logistik untuk tatap bertahan hidup. Untuk itu,
diinstruksikan kepada seluruh pimpinan perguruan tinggi untuk
melakukan pemantauan intensif guna memastikan keselamatan
mereka dan keterpenuhan kebutuhan pangan dan sosial mereka
selama bertahan di tempat masing-masing.

d. Bahwa Pandemi Covid-19 ini, belum dapat diprediksi masa


berakhirnya secara nasional sehingga dapat mempengaruhi jadwal
pelaksanaan semester awal tahun 2020-2021. Atas pertimbangan
bahwa, jika jadwal semester Genap 2019-2020 mengalami
perpanjangan waktu, maka akan berpotensi menimbulkan
konsekwensi penambahan biaya operasional perguruan tinggi,
sementara penerimaan PNBP selama ini mengalami penurunan.
Untuk itu, jadwal pelaksanaan semester awal 2020-2021, agar tetap
dilaksanakan sesuai dengan kalender akademik perguruan tinggi yang
diberlakukan selama ini dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian
tertentu sesuai kebutuhan.

e. Bahwa rencana pelaksanaan UTBK-SBMPTN 2020 akan


tetap dilaksanakan pada tanggal 12 s.d. 22 Juli 2020, dengan tetap
memperhatikan protokol Covid-19 sebagaimana mestinya, dan tetap
memperhatikan perkembangan mutakhir eskalasi Pandemi Covid-19.

264
BAB VII : KAJIAN AKADEMIS POLEMIK PGSD TEGAL

265
RINGKASAN EKSEKUTIF

“Ibi Jus Ibi Remedium - Dimana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut,
memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar”

Polemik yang terjadi di kampus PGSD Tegal rasanya tak kunjung


selesai dari tahun ke tahun. Sebab dari tahun ke tahun pula, beragam wacana
yang menyangkut mengenai PGSD Tegal selalu berhembus, terkhusus
menjelang penerimaan Mahasiswa Baru. Wacana mengenai Pemotongan
Generasi atau passing out, pemindahan kampus, hingga wacana Penutupan
kampus PGSD Tegal selalu menjadi isu yang selalu dihadapi oleh Lembaga
Kemahasiswaan (LK) dari tingkat Himpunan Mahasiswa (HIMA), hingga
BEM Universitas.

Terhitung sejak tahun 2017, bermula saat tidak dicantumkan nya


kembali pilihan PGSD Tegal dalam laman penerimaan mahasiswa baru
Tahun 2017. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana Program
Studi PGSD Tegal selalu tercantum sebagai pilihan bagi calon mahasiswa
baru yang hendak menempuh perkuliahan di Universitas Negeri Semarang,
hingga kini pemilihan PGSD Tegal oleh mahasiswa selalu berdasarkan hasil
angket saat verifikasi, bukan lagi melalui laman penerimaan mahasiswa
baru yang terintegrasi secara sistem. Sehingga wacana penutupan Kampus
Tegal selalu santer terdengan setiap tahun nya . Di awal tahun 2020 dalam
forum antara Dekan FIP bersama Ketua dan Wakil Ketua BEM FIP, Dekan
FIP menyampaikan bahwasanya pada tahun 2020, FIP Unnes tidak
menerima kembali mahasiswa baru untuk PGSD Tegal, dan akan
difokuskan ke PGSD Ngaliyan sebagai satu kesatuan dalam PGSD Unnes.
Ada beberapa alasan yang menjadi alasan serta pertimbangan dari pimpinan
kampus dalam menerapkan kebijakan ini yakni terkait dengan kendali mutu,
sarana dan prasarana yang kurang memadai, hingga PGSD Tegal yang
dianggap membebani keuangan kampus.

Menanggapi hal tersebut, mahasiswa PGSD Tegal telah


mengadakan forum konsolidasi dan menyatakan diri bahwasanya menolak
kebijakan mengenai pemotongan generasi di tahun 2020 ini. Bersama

266
dengan kajian ini, mahasiswa juga memberikan kontra narasi terhadap
alasan yang dikemukakan oleh pimpinan kampus, perihal kebijakan passing
out di tahun 2020 ini.

267
BAGIAN I

SEBUAH PENGANTAR

A. Sejarah Singkat PGSD Tegal FIP Unnes 1990

PGSD Tegal berawal dari SGO Tegal yang di sahkan pada 18


Februari 1986 dibawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, disahkan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Prof. Dr. Fuad Hassan. Ketika pemerintah ingin
meningkatkan kualifikasi guru SD melalui peningkatan jenjang pendidikan
SGO Tegal yang semula menjadi bagian dari Pendidikan Menengah
keguruan beralih fungsi menjadi Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan yang mengelola program D2 PGSD. Dengan beralihnnya
menjadi D2 PGSD maka lembaga berintefrasi ke IKIP semarang pada tahun
1990.

-1991 – 2003 (D2 PGSD)

Pada tahun 1991 PGSD Tegal menerima mahasiswa baru. Yang


terbagi di 4 buah UPP (Unit Pelaksana Program). UPP 1 PGSD FIP,
UPP 2 PGSD Ngaliyan, UPP 3 PGPJSD daerah Undip Lama, dan
UPP 4 PGSD Tegal.

-2003 – 2006 (D2 PGSD)

Guna efisiensi Penyelenggaraan PGSD hanya diselenggarakan pada


2 tempatyaitu UPP 1 dan UPP 2 Kampus PGSD TEGAL.

-2007 – 2020 (PRODI S1 PGSD)

Sejak tahun 2007, program D2 PGSD berubah menjadi S1 dan


menjadi jurusan PGSD. Jurusan PGSD Tegal dipimpin oleh Koordinator.
Sekarang PGSD Tegal menjadi Jurusan PGSD Tegal Fakultas Ilmu
Pendidikan UNNES.

268
B. Kilas Balik Polemik PGSD Tegal

PGSD Tegal sebagai kesatuan bagian dalam bingkai Fakultas Ilmu


Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Semarang, dalam sejarah nya
merupakan bekas dari Sekolah Guru Olahraga (SGO) Negeri yang berlokasi
di Jl. Kolonel Sugiono, Kemandungan, Kota Tegal. Berdiri diatas tanah
Negara dengan status Hak Pakai berdasarkan Sertifikat tanah Nomor HP-
21/AAE323041 Tahun 2018 dengan luas tanah sebesar 25.084 M2. 180
Merupakan satu-satunya Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
(PGSD) yang berada di Tegal.

Terhitung sejak 2017, bermula dari keputusan pimpinan kampus


yang akan melakukan pemotongan generasi/angkatan mahasiswa PGSD
Tegal dengan tidak lagi menerima mahasiswa baru kala itu, yang juga
dibuktikan dengan tidak dicantumkan nya kembali pilihan PGSD Tegal
dalam laman penerimaan mahasiswa baru Tahun 2017. Berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya, dimana Program Studi PGSD Tegal selalu
tercantum sebagai pilihan bagi calon mahasiswa baru. Rektor Unnes dalam
sebuah media online menyatakan bahwa “Pendidikan PGSD Unnes akan
difokuskan di PGSD Kampus Ngaliyan. Fasilitas yang tersedia di Kampus
Ngaliyan jauh lebih baik, antara lain ditandai dengan tersedianya asrama
dan ruang perkuliahan yang representatif, jadi tujuan utamanya adalah
kualitas. Kami ingin melahirkan guru dengan kualitas terbaik. Sebab guru
berkualitas baik adalah variabel yang sangat penting untuk memajukan
pendidikan nasional”.181 Kemudian timbul dinamika serta gejolak sebagai
reaksi dari kebijakan sepihak yang dilakukan oleh pimpinan kampus, hingga
puncak nya pada 7 April 2017 terjadi Aksi Massa dari mahasiswa yang
menuntut agar Rektor Unnes tetap membuka penerimaan Mahasiswa Baru

180
Bpk.unnes.ac.id Mengenai Data Dukung Laporan Tahunan Rektor Unnes Tahun 2020
181
Tribun Jateng, 2017, Rektor Unnes Pastikan Tak Tutup Prodi PGSD
(https://jateng.tribunnews.com/2017/04/10/rektor-unnes-pastikan-tak-tutup-prodi-pgsd10
April 2017), diakses pada 18 April 2020 pukul 19.34

269
untuk angkatan 2017 serta menolak ditutupnya Prodi PGSD Kampus Tegal,
yang kemudian pasca aksi, Rektor Unnes menyatakan akan membuka
kembali jalur masuk mandiri dan kerjasama dengan kuota 70 mahasiswa
baru untuk PGSD Tegal.

Permasalahan tidak berhenti hanya disitu, akan tetapi selalu muncul


polemik yang serupa tiap tahun nya, yakni hal mengenai wacana
pemotongan kuota mahasiswa, pemutusan generasi/angkatan atau passing
out hingga wacana penutupan kampus PGSD Tegal itu sendiri. Pada tahun
2017 yang merupakan tahun awal mencuat nya isu ini, jumlah mahasiswa
baru yang diterima oleh PGSD Tegal sejumlah 70 mahasiswa (2 rombel), di
tahun berikut nya (2018) menjadi 90 Mahasiswa (3 Rombel), serta di tahun
2019 jumlah mahasiswa baru yang diterima hanya 60 Mahasiswa baru (2
Rombel) dari semua jalur Penerimaan (SNMPTN, SBMPTN, dan Mandiri),
dengan menggunakan metode angket, bukan lagi berdasarkan pilihan yang
ditentukan oleh calon mahasiswa baru melalui laman penerimaan yang
resmi dan terintegrasi dengan sistem milik Pemerintah. Padahal jika berkaca
dari tahun 2016 serta tahun-tahun sebelumnya, kuota mahasiswa baru yang
diterima oleh PGSD Tegal sejumlah 160 Mahasiswa tiap angkatan nya.

Dalam sebuah forum sarasehan bersama dosen dan pimpinan


Fakultas Ilmu Pendidikan Tahun yang dilaksanakan pada awal tahun 2020,
dijelaskan dalam materi presentasi bahwasanya terdapat beberapa rencana
strategis jangka pendek, menengah dan panjang yang dirumuskan. Salah
satunya yakni mengenai wacana pemindahan kampus Program Studi
Pendikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), yang sedianya bertempat di
Ngaliyan serta Tegal, kemudian direncanakan akan berpindah ke Kampus
Bendan. Adapun Program Profesi Guru (PPG) yang semula berlokasi di
Kampus Bendan, akan berpindah dan menempati kampus Ngaliyan.
Berkaitan dengan itu juga, salah satu rencana yang telah dirumuskan dalam
rapat kerja tersebut adalah dengan tidak mengalokasikan kuota mahasiswa
baru pada tahun 2020 dan seterusnya untuk PGSD Tegal, atau dengan kata
lain terdapat pemutusan angkatan/generasi yang muara nya tentu saja akan

270
mengakibatkan tutup nya kampus PGSD Tegal secara otomatis ketika
mahasiswa Angkatan 2019 telah lulus. Wakil Rektor I Bidang Akademik
dalam audiensi bersama Tim Advokasi pada 31 Maret 2020 menyampaikan
bahwasanya kebijakan mengenai penerimaan mahasiswa baru Tahun 2020
di PGSD Tegal diserahkan kepada pihak Fakultas Ilmu Pendidikan, serta
telah meminta kepada Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan untuk memberikan
182
kajian berisi pertimbangan kepada Rektor. Dekan Fakultas Ilmu
Pendidikan ketika ditemui oleh perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) FIP menyampaikan dengan tegas bahwasanya keputusan untuk tidak
mengalokasikan kuota mahasiswa baru tahun 2020 untuk PGSD Tegal
sudah final dan tidak dapat diganggu gugat, selain itu pihak Fakultas akan
menutup diri serta tidak akan menerima pembahasan yang berkaitan dengan
permintaan mahasiswa baru untuk PGSD Tegal. Hal senada juga
disampaikan oleh Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu
Pendidikan yang menyatakan bahwasanya sudah tidak ada tawar-menawar
maupun negosiasi lagi mengenai mahasiswa baru PGSD Tegal. Alasan
utama dari diputuskan kebijakan ini karena beberapa hal yakni terkait
Kendali Mutu Pendidikan yang berimbas pada kualitas, Keterbatasan
Fasilitas, serta Beban Anggaran/Keuangan yang harus ditanggung. Selain
itu, pertimbangan mengenai passing out ini sebenarnya sudah dilakukan
sejak bertahun-tahun lalu sehingga keputusan ini oleh pimpinan kampus
dianggap sudah melalui pertimbangan yang sangat matang.

Selanjutnya dalam audiensi tanggal 12 Juni 2020 yang juga dihadiri


oleh WR III, BAKK, serta Pimpinan FIP. Dekan FIP menjelaskan bahwa
alasan pemotongan generasi mahasiswa PGSD Tegal adalah
ketidakefektifan manajemennya, karena satu jurusan dibagi menjadi 2 (dua)
tempat, maka akan mengalami kekurangan dan juga terdapat dua Himpunan
Mahasiswa, hal tersebut dapat menyalahi aturan hukum. Cita-cita Rektor
adalah menjadikan PGSD menjadi Center Of Exellent. Sehingga, PGSD
Tegal dan Ngaliyan dijadikan satu supaya manajemennya lebih mudah dan

182
Hasil Audiensi Tim Advokasi se-Unnes bersama Wakil Rektor I Bidang Akademik pada 31
Maret 2020

271
ini adalah tantangan bagi fakultas yaitu Pemindahan PGSD di Bendan
Ngisor untuk mencetak civitas akademika PGSD yang baik, karena harus
diakui bahwa jurusan yang paling diunggulkan adalah PGSD. Dr. Drs. Edy
Purwanto, M.Si (WD1 FIP) telah di beri tugas untuk melakukan study ke
Bendan Ngisor (kampus Pasca Sarjana Unnes) sebagai kampus PGSD.
Kampus tersebut sudah disiapkan asrama mahasiswa sehingga
memungkinkan untuk diwujudkan PGSD sebagai center of exellent, karena
kondisi saat ini belum siap, maka masih di wilayah masing-masing
(Ngaliyan dan Tegal), sampai kampus Bendan dinyatakan siap. Benefit
yang akan diperoleh apabila PGSD menjadi satu adalah lebih efisien bagi
administrasi fakultas. Dr. Drs. Edy Purwanto, M.Si (WD1 FIP) meyakini
bahwa keputusan yang paling baik adalah PGSD menjadi satu dan menjadi
kampus yang memiliki fasilitas yang memadai. Alasan lain yang mendasari
pemindahan PGSD adalah jarak Bendan ke Kampus Sekaran dirasa dekat
dibandingkan dengan Ngliyan dan Tegal183.

Menyikapi hal tersebut, mahasiswa telah mengadakan beberapa kali


forum kajian, serap aspirasi secara daring maupun konsolidasi yang pada
puncaknya telah diadakan konsolidasi akbar di Kampus PGSD Tegal. Hasil
dari konsolidasi akbar tersebut ialah bahwasanya mahasiswa Tegal sebagai
obyek kebijakan dan sebagai pihak yang langsung merasakan dampak dari
kebijakan tersebut menolak adanya pemotongan angkatan/generasi
mahasiswa, dan menuntut agar Unnes tetap mengalokasikan kuota
mahasiswa baru untuk PGSD Tegal pada tahun 2020 ini, serta menjamin
adanya pemenuhan terhadap fasilitas kampus yang layak demi menunjang
dan memaksimalkan kualitas pembelajaran.

Hasil Angket Mahasiswa PGSD Tegal mengenai wacana kebijakan passing


out184

183
Hasil Audiensi Bersama Pimpinan Universitas dan Fakultas pada tanggal 12 Juni 2020
184
Data Serap Aspirasi HIMA PGSD Tegal

272
Dalam angket tersebut dapat dilihat bahwasanya mahasiswa PGSD
Tegal masih menginginkan adanya mahasiswa baru pada tahun 2020,
sehingga pimpinan kampus harus memperhatikan dan mempertimbangkan
aspirasi dari mahasiswa sebagai objek dari diberlakukan nya kebijakan yang
akan diterapkan.

Oleh karena itu Tim Kajian merasa perlu menyampaikan juga kajian
komprehensif secara Akademis yang dilakukan berdasarkan telaah
mendalam mengenai kontra narasi dari pernyataan yang dijelaskan oleh
pihak pimpinan kampus, dan kemudian akan dituangkan dalam bentuk
Kajian Akademis pada tulisan ini. Dalam Kajian ini terdapat beberapa hal
yang menjadi point penting untuk dipertimbangkan oleh pimpinan kampus
sebelum mengambil kebijakan mengenai PGSD Tegal

273
BAGIAN II

PGSD TEGAL DIANGGAP MEMBEBANI KEUANGAN KAMPUS ?

A. PGSD Tegal Membebani Keuangan Kampus ?

Narasi utama yang menjadi alasan kuat oleh Pimpinan Kampus


Fakultas dalam memutuskan kebijakan passing out adalah perihal beban
keuangan yang harus ditanggung untuk pembiayaan Kampus Tegal.
Disampaikan bahwasanya keberadaan PGSD Tegal yang berada jauh dari
kampus utama di Semarang, serta banyak nya instrumen pengeluaran yang
harus dibayarkan untuk PGSD Tegal seperti pengadaan barang dan jasa,
pemeliharaan serta perawatan aset, pembiayaan tenaga kerja Non Aparatur
Sipil Negara (ASN), serta pemenuhan instrumen penunjang pembelajaran
lainya, dianggap oleh pimpinan kampus sangat memberatkan dan
membebani Keuangan kampus yang tidak stabil. Sehingga pimpinan
kampus beranggapan bahwa untuk menekan pengeluaran berlebih serta
sebagai bentuk penghematan keuangan kampus, maka kebijakan untuk
melakukan passing out bagi Angkatan 2020 ini dianggap sebagai langkah
yang tepat oleh pimpinan kampus.

Tim Kajian menganggap bahwasanya Narasi yang disampaikan oleh


pihak pimpinan kampus merupakan narasi yang kurang berdasar dan tidak
memiliki landasan argumentasi yang kuat. Sebab Pimpinan Kampus tidak
membuka secara rinci dan transparan mengenai beban pengeluaran
keuangan PGSD Tegal yang selalu dikeluhkan. Padahal dalam Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
menjelaskan bahwasanya hak memperoleh informasi merupakan hak asasi
manusia, dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri
penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk
mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.

Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan


badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan

274
penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah
sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Selain itu,
keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan
pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik
lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. 185
Universitas Negeri Semarang sebagai lembaga publik yang melaksanakan
tugas penyelenggaraan negara dibidang pendidikan serta mendapat
anggaran dari negara, sudah semestinya melaporkan rincian keuangan,
termasuk pengeluaran nya kepada publik sebagai pertanggungjawaban
kepada masyarakat yang telah membayarkan pajak nya kepada negara
berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas.

Beban Keuangan mengenai Pengeluaran untuk Pembiayaan PGSD


Tegal seperti yang dimaksut oleh Pimpinan Kampus bukan termasuk hal
yang dikecualikan untuk dibuka seperti yang tercantum dalam pasal 17
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi
Publik. Sehingga, ketika pimpinan kampus menarasikan Beban Keuangan
sebagai alasan utama penentuan kebijakan passing out, maka hal tersebut
jelas mengada-ada, karena tidak ada basis data berupa angka rinci yang
ditampilkan kepada publik sebagai acuan. Ketika tidak ada data yang jelas
mengenai Beban Keuangan kampus yang ditanggung akibat PGSD Tegal,
serta tanpa melampirkan informasi valid, maka narasi atau alasan dari pihak
kampus terkait Beban Keuangan tersebut, jelaslah merupakan sebuah claim
sepihak dari pimpinan kampus yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
validitas serta kebenaran nya secara Akademik.

Selain itu, tujuan dari dibukanya Informasi mengenai Pengeluaran


Keuangan PGSD Tegal dapat digunakan untuk membandingkan Beban

185
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik

275
Keuangan yang dikeluarkan (Pengeluaran) dengan income atau pendapatan
yang masuk, baik dari Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan
Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa, Biaya Operasional Perguruan
Tinggi Negeri (BOPTN) dari Pemerintah, Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP), Sumbangan Masyarakat, serta pemasukan lain dari lini
usaha/bisnis yang dimiliki oleh Kampus sebagai income generating, baik
dari pemanfaatan aset dan lahan, maupun dari kerjasama. Sehingga
berdasarkan aspek tersebut, kita semua dapat membandingkan dan menilai
secara transparan, apakah Kampus memiliki masalah keuangan dalam hal
Pendanaan untuk PGSD Tegal ataukah narasi tersebut hanyalah alasan yang
dibuat mengada-ada tanpa melihat basis data secara komprehensif.

B. Membedah Pendapatan Keuangan Unnes Sebagai PTN-BLU

Status Universitas Negeri Semarang sebagai PTN-BLU tidak lepas


dari payung hukum berupa Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2012 Jo
Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.

Berdasarkan ketentuan tersebut pendapatan UNNES terbagi sebagai


berikut186

1. Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD


2. Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada
masyarakat dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat
atau badan lain.
3. Hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain
4. Hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha
lainnya.

Dalam rumusan yang konkret, pendapatan PTN-BLU terbagai sebagai


berikut:

186
Pasal 14 PP No. 23 Tahun 2005 j.o PP No. 74 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.

276
1. BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri)
2. Biaya pendidikan (UKT) dan juga Uang Pangkal/SPI (jika sudah
diberlakukan di PTN-BLU tersebut)
3. Dana hibah dari masyarakat atau badan lain yang tidak terikat
4. Dana hibah dari masyarakat atau badan lain yang terikat
5. Kerjasama PTN-BLU
6. Usaha lain PTN-BLU

Gambar 1. Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi menurut UU no. 12 tahun


2012

Sebagai PTN-BLU, Unnes memiliki pendapatan yang meliputi


APBD, APBN, dan Non-APBN atau pendapatan universitas dengan
fungsinya sebagai berikut :

277
1. APBN dan APBD.

Dalam UU No.12 Tahun 2012 pasal 83 ayat (1), pemerintah


menyediakan dana Pendidikan Tinggi yang dialokasikan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam pasal 88 disebutkan bahwa
pemerintah menetapkan standar satuan biaya operasional Pendidikan
Tinggi secara periodik. Standar satuan biaya operasional yang dimaksud
adalah biaya penyelenggaraan Pendidikan Tinggi di luar investasi (biaya
pengadaan sarana dan prasarana serta sumber belajar) dan pengembangan.
Penetapannya adalah dengan mempertimbangkan :

a. capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi


b. jenis Program Studi
c. indeks kemahalan wilayah

Standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi ini yang


menjadi dasar untuk mengalokasikan anggaran dalam APBN untuk
PTN. Standar ini pula yang digunakan oleh PTN sebagai dasar untuk
menetapkan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa. Untuk APBD,
dalam Pasal 83 ayat (2), Pemerintah daerah dapat memberikan
dukungan dana PendidikanTinggi yang dialokasikan dalam APBD.
Dana Pendidikan Tinggi yang bersumber dari APBD merupakan
bantuan dana yang disediakan oleh Pemerintah daerah untuk
penyelenggaraan Pendidikan Tinggi di daerah masing-masing sesuai
dengan kemampuan daerah. Anggaran APBN dan APBD ini digunakan
sebagai biaya operasional, Dosen dan tenaga kependidikan, serta
investasi dan pengembangan. dana ini diterima dalam bentuk rupiah
murni (RM) yang kemudian didalamnya digunakan sebagai
pemeliharaan sarana prasarana dan Bantuan Operasional Perguruan
Tinggi Negeri (BOPTN) yang berfungsi sebagai :

a. pelaksanaan penelitian dan pengabdian masyarakat,


b. biaya pemeliharaan,
c. penambahan bahan praktikum,

278
d. bahan pustaka,
e. penjaminan mutu,
f. pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan,
g. langganan daya dan jasa,
h. pelaksanaan kegiatan penunjang,
i. pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam
pembelajaran,
j. honor dosen dan tenaga pendidik non-PNS,
k. pengadaan dosen tamu,
l. pengadaan sarana dan prasarana sederhana,
m. satuan pengawas internal,
n. pembiayaan rumah sakit PTN,
o. Kegiatan lain yang merupakan prioritas renstra PTN187.

2. Non-APBN/PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak)

Dana non–PNBP bersumber dari masyarakat, perguruan tinggi


sendiri, dan mahasiswa. Dalam UU No 12 Tahun 2012 Pasal 84 ayat (1)
dan ayat (2) menyatakan bahwa, masyarakat dapat berperan serta dalam
pendanaan Pendidikan Tinggi. Bentuk peran serta masyarakat dapat
berupa : hibah, wakaf, zakat, persembahan kasih, kolekte, dana punia,
sumbangan individu dan/atau perusahaan, dana abadi Pendidikan Tinggi
dan bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangandan, Perguruan tinggi. Kemudian dalam pasal 85 ayat (1),
disebutkan bahwa perguruan tinggi dapat berperanserta dalam
pendanaan Pendidikan Tinggi melalui kerja sama pelaksanaan
Tridharma. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan hak
pengelolaan kekayaan Negara kepada Perguruan Tinggi untuk
kepentingan pengembangan Pendidikan Tinggi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Hak pengelolaan kekayaan negara yang

187
Bahan Biro Perencanaan dalam Rakor Pengawasan Bersama Itjen-BPKP mengenai BOPTN
dan BPPTNBH, yang dilaksanakan pada tanggal 28 Febrari 2017 di Solo. Dan juga Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri yang dikeluarkan oleh
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pad tahun 2016.

279
dimaksud dapat berbentuk antara lain hak pengelolaan lahan, laut,
pertambangan, perkebunan, hutan,dan museum, dilanjutkan dalam pasal
85 ayat (2) untuk pendanaan biaya dari mahasiswa, biaya yang
ditanggung oleh mahasiswa harus disesuaikan dengan kemampuan
ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang
membiayainya. PNBP dalam PTN-BLU bisa dibagi menjadi 3, yakni
biaya pendidikan, dana hibah, dan kerjasama/dana usaha lain PTN-
BLU188. Sayangnya fungsi PNBP ini tidak dijelaskan secara rigid dalam
sebuah perundang-undangan ataupun dalam sebuah juknis resmi
kementerian terkait maupun universitas.

C. UKT Yang Dibayarkan = Hak Yang Didapatkan ?

Tim Kajian mencoba mencari data sebagai landasan argumentasi


yang Akademis, terkhusus mengenai Keuangan Kampus. Himpunan
Mahasiswa (HIMA) PGSD Tegal telah menghimpun dan mendata
nominal Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang harus dibayarkan tiap
semester nya oleh mahasiswa, kemudian ditemukan total nominal
angka mencapai Rp 589,350,000,- tiap semester atau Rp.
1,178,700,000,- pertahunnya, dari 158 mahasiswa PGSD Tegal
Angkatan 2017-2019. Jika diperhatikan, nominal dengan angka sekian
merupakan jumlah yang sangat besar didapatkan oleh kampus tiap
semester nya.

Berikut merupakan rincian UKT dan persebaran golongan UKT dari


mahasiswa PGSD Tegal Angkatan 2017-2019:

Data UKT Mahasiswa PGSD Tegal189

a. Bidikmisi

No. Nama NIM Angkatan UKT


1. Widy Nurlaeli 1401419171 2019 0
2. Rizky nafila 1401418031 2018 0
3. Dewi Khafidhotul Hasanah 1401419219 2019 0

188
PP No 23 Tahun 2005 jo PP No. 74 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum.
189
Data Serap Aspirasi HIMA PGSD Tegal FIP Unnes

280
4. Alfian Catur Firmansyah 1401419221 2019 0
5. Noerul Mega Heryani 1401418104 2018 0
6. Aghnaa Noviyanti 1401417028 2017 0
7. Kholishotusy Syifa 1401418067 2018 0
8. Dian Fatmawati 1401417020 2017 0
9. Habibah Septyana 1401417087 2017 0
10. Rumiati 1401417144 2017 0
11. Ayu Wulandari 1401419052 2019 0
12. Panji Alwi Maulana 1401417319 2017 0
13. Nurisna Fauzia 1401418136 2018 0
14. Ois Nur Indah Prahatun 1401418022 2018 0
15. Tesa Eliska 1401418032 2018 0
16. Dhelia gita safitri 1401418035 2018 0
17. Arman Bagus Maulana 1401419216 2019 0
18. Amelia 1401418018 2018 0
19. Dirgantari Rachmadina 1401419160 2019 0
20. Dwi Laili 1401419009 2019 0
21. Firman Aji Setiawan 1401419127 2019 0
22. Tia Fitriani 1401419155 2019 0
23. Ni'Matur Rizqi 1401419119 2019 0
24. Tefani Rizqi Utami 1401419108 2019 0
25. Dian Putri Mufaida 1401419241 2019 0
26. Delia Indriani Kinasih 1401419224 2019 0
27. Dewi Khafidhotul Hasanah 1401419219 2019 0

b. Gol 1

No. Nama NIM Angkatan UKT


1. Anisa Fitrotunida 1401418268 2018 500,000
2. Amrina Fa’iqotusholeha 1401418281 2018 500,000
Jumlah 1,000,000

c. Gol 2

No. Nama NIM Angkatan UKT


1. Rifani Dwi Aguvia 1401418269 2018 1,000,000
2. Widi Vina Puspitasari 1401418305 2018 1,000,000
3. Risma Rianing Pratiwi 1401419074 2019 1,000,000
4. Ismi Nur Afifah 1401418340 2018 1,000,000
5. Siti Hananadya 1401419061 2019 1,000,000
6. Reviga Larasati 1401418297 2018 1,000,000
Jumlah 6,000,000

d. Gol 3

No. Nama NIM Angkatan UKT

281
1. Lulu'ah Lutfiah 1401418003 2018 3,100,000
2. Dewi Puspita Sari 1401418139 2018 3,100,000
3. TRIANA DEWI 1401418275 2018 3,100,000
4. Diana Vena Safitri 1401418312 2018 3,100,000
5. Siti Khilmiyatul Maulida 1401417104 2017 3,100,000
6. Bunga Bubu Mahkotarama 1401418311 2018 3,100,000
7. Lutfi Nur Azizah 1401418008 2018 3,100,000
8. Isna nailul farkhati 1401418029 2018 3,100,000
9. Lisa Meliasari 1401418304 2018 3,100,000
10. Tiara Wulandari 1401417117 2017 3,100,000
11. Azhar Annas Wahyudianto 1401417118 2017 3,100,000
12. Wiwit Fauzah 1401417252 2017 2,400,000
13. Indah Amalia 1401418110 2018 3,100,000
14. Tia Rantika 1401418010 2018 3,100,000
15. Anindya Viva Amalia 1401418418 2018 3,100,000
16. Maya Khumaya 1401419039 2019 3,100,000
17. Nurul Inayah 1401418354 2018 3,100,000
18. Nadinni 1401418070 2018 3,000,000
19. Efa Alfiah 1401418114 2018 3,100,000
20. Muhammad Lutfi 1401418117 2018 3,100,000
21. Annisa Nur Kholifah 1401417263 2017 2,400,000
Jumlah 63,600,000

e. Gol 4

No. Nama NIM Angkatan UKT


1. Naufal Wafiqoh 1401419320 2019 4,200,000
2. Ira Arifah 1401419261 2019 4,200,000
3. Wuri Nur Kensari 1401419313 2019 4,200,000
4. Oktania Nurfadilah 1401419157 2019 4,200,000
5. Farikhatun Ni'mah 1401418352 2018 4,200,000
6. Septi Nurhikmawati 1401418410 2018 4,200,000
7. Zidni Chamidah 1401417012 2017 4,200,000
8. Yudit Risaldi 1401418151 2018 4,200,000
9. Ervitri Marheni 1401419211 2019 4,200,000
10. Indah Trieza Hanggraeni 1401419271 2019 4,200,000
11. Dian Asita Septi Ravelia 1401419280 2019 4,200,000
12. Khoirun Nisa 1401419234 2019 4,200,000
13. Valentine Dwiasih Sarwono 1401419375 2019 4,200,000
14. Irfina salsabila 1401418210 2018 4,200,000
15. Nur Islami Alfi Hidayah 1401419101 2019 4,200,000
16. Aprilia Rachmawati 1401418230 2018 4,200,000
17. Sabilatul Rifkiyah Aulia 1401419045 2019 4,200,000
18. Nadi Duhana 1401418202 2018 4,200,000
19. Hawa nur hidayati 1401419370 2019 4,200,000
20. Herawati Nur Afifah 1401418152 2018 4,200,000

282
21. Afifah Rizkila Andani 1401419182 2019 4,200,000
22. Melly Dwiana Putri 1401418386 2018 4,200,000
23. Aditya sekar maulydiana 1401419369 2019 4,200,000
24. Salsia ferly sentina 1401419200 2019 4,200,000
25. Rizka Aulia Nadila 1401418041 2018 4,200,000
26. Arif Setyo Fani 1401419339 2019 4,200,000
27. Nova 1401418137 2018 4,200,000
28. Muhamad Fatih Fadhlurrohman 1401419135 2019 4,200,000
29. Nely Nur Halisa 1401419188 2019 4,200,000
30. Aryo Priangsari 1401418179 2018 4,200,000
31. Kartika Amalia Utami 1401419343 2019 4,200,000
32. Maulidya NurBaeti 1401419030 2019 4,200,000
33. Madu Dewi Indi ED 1401417157 2017 4,200,000
34. Endang falupfi 1401418131 2018 4,200,000
35. Rhisma Dwi Aprillya 1401419321 2019 4,200,000
36. Moza 1401419296 2019 4,200,000
37. Rinto Santoso 1401418127 2018 4,200,000
38. Catur Nuraini 1401417006 2017 4,200,000
39. Rosa Kusuma Arfianti 1401419289 2019 4,200,000
40. Lili Nurindah Sari 1401419218 2019 4,200,000
Jumlah 168,000,000

f. Gol 5

No. Nama NIM Angkatan UKT


1. Restu sunawan 1401418222 2018 5,300,000
2. RISTA AMALIYANI 1401417323 2017 5,300,000
3. Agung Kurniawan Eko Saputra 1401418383 2018 5,300,000
4. Kalyca Salsabila 1401419093 2019 5,300,000
5. Nur Asidah 1401418017 2018 5,300,000
6. Hanaa'Amatul Faatih 1401418387 2018 5,300,000
7. Nayla Azhar 1401417246 2017 5,300,000
8. Sherlin Deswita 1401417313 2017 5,300,000
9. Bety Rahma Sheila 1401417200 2017 5,300,000
10. Ikhsani Sakti Rizqiyah 1401418209 2018 5,300,000
11. Dwifa Putri Arifiah 1401417302 2017 5,300,000
12. Hidayatul Khusna 1401417241 2017 5,300,000
13. Maulidiya Shilvi Arifah 1401418260 2018 5,300,000
14. Yosi Dwiana 1401418090 2018 5,300,000
15. Nahdiatusyifa 1401419246 2019 5,300,000
16. IMF 1401418345 2018 5,300,000
17. Elia Anggita Sophiana 1401418176 2018 5,300,000
18. MEI RIZQI PERTAMI 1401418271 2018 5,300,000
19. Nadya Hanifah 1401419091 2019 5,300,000
20. AYU DWI APRIANI 1401417220 2017 5,300,000
21. Asih Lestari 1401418406 2018 5,300,000
22. Riza Rizkiani 1401419020 2019 5,300,000

283
23. De Ajeng Nyimas Gandasari 1401418303 2018 5,300,000
24. Ines Shandy Pramono 1401417423 2017 5,300,000
25. Syifa Dzaqiyah Qurrota A'yun 1401419229 2019 5,300,000
26. Meita Windayanti 1401417314 2017 5,300,000
27. Irfan Wahyu Kurniawan 1401419207 2019 5,300,000
28. Intan Holi Launa 1401419345 2019 5,500,000
29. Tiastriana Rahma 1401419285 2019 5,300,000
30. MA'RIFATUL AENI 1401419279 2019 5,300,000
31. FIKA NAFISSA NUR
MIFTAKHUR RIZQI 1401419278 2019 5,300,000
32. Melisa Cahya Winasih 1401419329 2019 5,300,000
Jumlah 169,800,000

g. Gol 6

No. Nama NIM Angkatan UKT


1. Dian Fauzia Utami 1401419065 2019 5,750,000
2. Dwi Rahmah Febriani 1401419023 2019 5,750,000
3. Indar Listia Ningsih 1401419040 2019 5,750,000
4. Salfaniar Hyda Afkawati 1401419027 2019 5,750,000
5. Safira Indah Sukma 1401417103 2017 6,400,000
6. AMANDA KEMALA SARI 1401417257 2017 6,400,000
7. Fadzila Nurmalia Sari 1401417312 2017 5,750,000
8. Grehas Wilantanti 1401417304 2017 6,400,000
9. Intan Eprilia 1401419201 2019 6,400,000
10. Dhea Silviana 1401417285 2017 6,400,000
11. Dwi Yuliandini 1401419125 2019 6,400,000
12. Riana Nur Khafifah 1401417306 2017 6,400,000
13. Selline Agustin 1401417119 2017 6,400,000
14. RESHI ANISA MILENIA 1401417108 2017 5,750,000
15. Bella Mayangsari 1401417018 2017 5,750,000
16. Nur Amalia Putri 1401418073 2018 5,750,000
17. Ari Wasitoh 1401417216 2017 5,750,000
18. Muhammad Hanif Nur Faizi 1401418261 2018 5,750,000
19. Yusril 1401417131 2017 6,400,000
20. Bangkit Gigih Prayoga 1401417290 2017 6,400,000
21. Vera Marthalina 1401417110 2017 6,400,000
22. Minhatussaniyah 1401419088 2019 5,750,000
23. Ayu Murtiana 1401417254 2017 6,400,000
24. Linda Suci Febriana 1401418429 2018 5,750,000
25. Asyifa melan utami 1481418289 2018 5,750,000
26. Tiara Wulan Junaeri 1401417122 2017 5,750,000

284
27. Nur Alivia Lestari 1401417284 2017 6,400,000
28. Chindy Septiana Ananda Utami 1401418419 2018 5,750,000
29. Ulul azmi dewi 1401418189 2018 5,750,000
30. Dewi Ayu Larasati 1401419124 2019 5,750,000
Jumlah 180,950,000

h. Jumlah Keseluruhan

No Ket Jumlah

1 Gol 1 1,000,000

2 Gol 2 6,000,000

3 Gol 3 63,600,000

4 Gol 4 168,000,000

5 Gol 5 169,800,000

6 Gol 6 180,950,000

Jumlah 589,350,000

Berdasarlan data yang berhasil kami kumpulkan dari 158


mahasiswa ditemukan total nominal angka mencapai Rp. 589,350,000,-
tiap semester atau Rp. 1,178,700,000,- per tahun nya.

Selain itu, Tim Kajian juga telah mengakses data.unnes.ac.id


mengenai jumlah kategori Persebaran UKT yang dibayarkan oleh
mahasiswa untuk menunjang akses atas pendidikan yang layak, serta telah
mempelajari Laporan Tahunan Rektor Universitas Negeri Semarang Tahun
2017-2019.

Tabel 1.

285
(Tabel 1) DATA PERSEBARAN KATEGORI GOLONGAN UKT MAHASISWA UNNES 2016-
2019 (SEMUA FAKULTAS) DIAKSES DI DATA.UNNES.AC.ID

Tabel 2. DATA PERSEBARAN KATEGORI GOLONGAN UKT MAHASISWA FIP UNNES 2016-2019

286
Tabel 3. DATA PERSEBARAN KATEGORI GOLONGAN UKT MAHASISWA PGSD FIP 2016-
2019190

190
Tabel 1,2,3 Mengenai Persebaran Kategori Golongan UKT Diakses pada Laman
Data.Unnes.ac.id

287
Berdasarkan variabel data yang dilampirkan, Tim Kajian menilai
bahwasanya jika ditarik kesimpulan maka terdapat kecenderung
peningkatan Kategori/Golongan UKT Mahasiswa tiap tahun nya. Apabila
dijabarkan secara garis besar, Pada Tahun 2016-2017 terdapat penurunan
kuota mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi, selain itu grafik mengalami
peningkatan dengan persebaran golongan UKT tertinggi ada di UKT
Golongan 6 dan 7. Sedangkan rentan waktu 2018-2019, rata-rata mahasiswa
berada pada kategori/golongan UKT 3 dan 4, akan tetapi jumlah mahasiswa
penerima Beasiswa Bidikmisi menurun sangat drastis jika dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya, dan tentu saja terdapat selisih mahasiswa
penerima Bidikmisi antara tahun 2018 dengan 2017-2016, yang dialihkan
untuk membayar UKT. Sedangkan jika melihat secara detail mengenai data
persebaran Kategori UKT untuk Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar (PGSD Ngaliyan dan Tegal) maka simpulan nya tidak
berbeda jauh dengan yang disampaikan diatas bahwa ada peningkatan
golongan UKT tiap tahun nya.

Akan tetapi, biaya mahal yang dikeluarkan oleh mahasiswa tiap


semester nya sebagai kewajiban yang harus ditunaikan, nyata nya tidak
berbanding lurus dengan hak ideal yang semestinya didapat oleh
mahasiswa, terkhusus bagi mahasiswa PGSD Tegal yang “diperlakukan
berbeda” oleh kampus. Dibuktikan dengan tidak ditingkatkan serta
dimaksimalkanya fasilitas kampus untuk penunjang kegiatan perkuliahan,
bahkan alih-alih ditingkatkan, yang didapatkan malah kebijakan passing out
yang muara nya tentu saja akan berdampak pada tutupnya kampus PGSD
Tegal.

D. Keuangan Kampus Selalu Surplus Tiap Tahun

Selanjutnya, Berdasarkan Laporan tahunan Rektor Universitas


Negeri Semarang Tahun 2018 dan 2019 yang disampaikan pada Dies
Natalies tahun 2018 dan 2019, data keuangan UNNES menunjukan adanya
surplus anggaran, Data yang diperoleh dari laporan Tahunan Rektor
UNNES menunjukan adanya surplus anggaran, dan adanya kenaikan

288
pendapatan yang bersumber dari masyarakat serta mengalami penurunan
pendapatan dari pemerintah.

289
Dari Neraca UNNES di atas tampak bahwa perbandingan Nilai Total
Aset atau Nilai Total Ekuitas dan Kewajiban UNNES per 31 Desember
2018 sebesar Rp4.470.532.252.887,00 dan nilai Total Aset atau Nilai Total
Ekuitas dan Kewajiban pada neraca per 31 Desember 2017 sebesar
Rp4.409.669.718.261,00 atau mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya
sebesar Rp60.862.534.626,00 (1,38%). Kenaikan ini disebabkan karena
adanya surplus sampai dengan 31 Desember 2018 sebesar
Rp61.588.712.784,00.

Pada tahun 2018, UNNES memperoleh nilai surplus tahun berjalan


sebesar Rp61.558.712.784,00 sedangkan surplus tahun berjalan periode 31
Desember 2017 sebesar Rp54.654.380.664,00.

Pendapatan dari Badan Pengembang Bisnis UNNES pada tahun


2017 sebesar Rp3.220.617.356,00. Pendapatan tersebut berasal dari asrama,
pusat layanan kesehatan (Puslakes), UNNES Press dan pendapatan sewa

290
lahan dan gedung di UNNES. Kemudian di tahun 2018 mengalami
peningkatan dengan menerima pendapatan sebesar Rp4.140.336.680,00.
Pendapatan non-layanan pendidikan UNNES, berasal dari pendapatan hasil
kerja sama dengan pihak ketiga, dan pendapatan dari penjualan produk dan
pemanfaatan aset yang dimiliki UNNES. Pendapatan-pendapatan tersebut
masuk dalam PNBP UNNES yang peruntukannya digunakan untuk
menunjang kegiatan unit kerja yang mendapatkan dana yang bersangkutan.
Perolehan pendapatan non-layanan pendidikan dari setiap unit kerja di tahun
2018 sebesar Rp55.216.771.996,00.191

Tabel. Proyeksi Pendapatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) UNNES


Tahun 2020- 2024.192

Dari data-data argumentatif yang Tim Kajian lampirkan, dapat kami


simpulkan bahwasanya setiap tahun nya Unnes mengalami peningkatan
pendapatan yang didapatkan dari berbagai macam sumber yakni Uang
Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI)
mahasiswa, Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dari
Pemerintah, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Sumbangan
Masyarakat, serta pemasukan lain dari lini usaha/bisnis yang dimiliki oleh
Kampus sebagai income generating, baik dari pemanfaatan aset dan lahan,
maupun dari kerjasama. Terlebih berdasarkan Peraturan Rektor Universitas
Negeri Semarang No.1 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis
(RENSTRA) Bisnis Universitas Negeri Semarang Tahun 2020-2024, telah

191
Laporan Tahunan Rektor Universitas Negeri Semarang Tahun 2018-2019
192
Peraturan Rektor UNNES No.1 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis (RENSTRA) Bisnis
Universitas Negeri Semarang Tahun 2020-2024

291
diproyeksikan selama 5 (lima) tahun kedepan bahwa PNBP Unnes akan
terus mengalami peningkatan jumlah tiap tahun nya.

Sehingga Narasi dari pihak Pimpinan Fakultas mengenai Beban


Keuangan tentu saja sangat tidak berdasar, karena tidak melampirkan basis
data sebagai dasar argument yang akademis, serta seharusnya narasi
tersebut telah terbantahkan apabila melihat kondisi keuangan Unnes yang
surplus anggaran.

292
BAGIAN III

MUTU PGSD TEGAL YANG DIRAGUKAN SERTA FASILITAS


PENUNJANG YANG KURANG MAKSIMAL

A. Kualitas Mutu PGSD Tegal Diragukan ?

Narasi selanjutnya yang disampaikan oleh pihak pimpinan kampus


mengenai kebijakan passing out di PGSD Tegal yakni terkait dengan
Kendali Mutu. Pihak kampus menilai bahwasanya jarak kampus yang jauh
dengan kampus utama di Semarang, menyebabkan adanya disparitas atau
kesenjangan yang membuat Kualitas yang dihasilkan tentu berbeda antara
kampus Semarang dengan Kampus Tegal. Selain itu, dikhawatirkan kualitas
lulusan mahasiswa PGSD Tegal akan kalah bersaing dengan lulusan
Perguruan Tinggi lain karena tidak terkoneksi dan terpantau secara langsung
dengan kampus utama di Semarang. Fasilitas yang tidak lengkap di Kampus
Tegal juga menjadi alasan kuat tidak maksimalnya kualitas pendidikan dan
pembelajaran di PGSD Tegal yang muara nya juga akan mempengaruhi
Mutu. Secara garis besar pihak pimpinan kampus menyampaikan
bahwasanya kebijakan passing out yang telah diputuskan tersebut dilandasi
semangat untuk meningkatkan kualitas guru pada masa depan.

Tim Kajian menilai bahwasanya narasi yang disampaikan oleh pihak


pimpinan kampus merupakan narasi tidak jelas yang juga tidak memiliki
nilai ukur yang pasti dan rigid mengenai “MUTU” yang dimaksut.
Termasuk di dalam nya mencakup definisi, konsep, maupun karakteristik
dari Mutu tersebut. Selain itu, Narasi mengenai Kendali Mutu yang
dikhawatirkan akan mengakibatkan dihasilkan nya output mahasiswa yang
tidak memiliki kualitas seperti yang dihasilkan kampus utama, bagi kami
hanya sebatas kekhawatiran yang tidak berdasar dan tidak ilmiah, sebab
pihak kampus sama sekali tidak memperhatikan Data empiris serta
kenyataan yang terjadi sebenarnya di lapangan mengenai kekhawatiran
yang dimaksut.

B. Definisi, Karakteristik, Dan Konsep Mutu Secara Filosofis

293
Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang juga menjadi tujuan nasional Bangsa Indonesia
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa diatur lebih lanjut dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang
memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang
kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara
Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas, sehingga
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa
yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang
semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia
tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu.193

Mutu berasal dari bahasa latin yakni “Qualis” yang berarti what
kind of (tergantung kata apa yang mengikutinya). Mutu menurut Juran
(1993) ialah kecocokan dengan kebutuhan. 194 Menurut Husaini Usman
dalam bukunya Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan,
mengatakan bahwa mutu memiliki 13 karakteristik yakni Kinerja
(performa), Waktu ajar (timelines), Handal (reliability), Daya tahan
(durability), Indah (estetis), Hubungan manusiawi (personal interface),
Mudah penggunaannya (easy of use), Bentuk khusus (feature), Standar
tertentu (comformence to specification), Konsistensi (concistensy), Seragam
(uniformity), Mampu melayani (serviceability), Ketepatan (acuracy).
Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan
lulusan serta memiliki kemampuan atau kompetensi, baik kompetensi
akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi
personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya
merupakan kecakapan hidup (life skill), Selain itu mampu menghasilkan
manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia dengan pribadi yang
integral (integrated personality) yaitu mereka yang mampu

193
Bab Penjelasan atas UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
194
Abdul Hadis-Nurhayati, Manajemen Mutu Pendidikan (Bandung:Alfabeta,2010),hal 2

294
mengintegralkan iman, ilmu, dan amal. 195 Sehingga dapat disimpulkan
bahwa Mutu dibidang pendidikan meliputi mutu input, proses, output, dan
outcome. Yang jika dijabarkan maka Input pendidikan dinyatakan bermutu
jika siap berproses. Proses pendidikan bermutu apabila mampu
menciptakan suasana yang pakem (pembelajaran yang aktif, kreatif, dan
menyenangkan), Output pendidikan merupakan hasil perpaduan antara
income dan proses, sedangkan outcome pendidikan merupakan dampak,
manfaat, harapan perubahan dari sebuah kegiatan atau pelayanan suatu
program.

Diatas telah dijelaskan mengenai Definisi, Konsep serta


Karakteristik mengenai Mutu. Dimana pihak kampus dalam memberikan
narasi nya sebagai pertimbangan penentuan Kebijakan passing out, sama
sekali tidak menjelaskan secara rinci dan komprehensif mengenai
kesenjangan dan perbedaan Mutu yang dimaksut, dan bagi kami tentu saja
narasi tersebut terkesan mengada-ada karena tidak dilandaskan pada basis
data ilmiah yang memiliki nilai ukur jelas.

C. Prestasi Mahasiswa Sebagai Bukti Kualitas Mutu PGSD Tegal

Bahwa dalam Audiensi bersama pimpinan, Wakil Dekan III Bidang


Kemahasiswaan menyampaikan bahwasanya telah terjadi penurunan
jumlah prestasi pada mahasiswa FIP dalam beberapa tahun terakhir. Akan
tetapi menurut mahasiswa, WD III kurang melihat secara komprehensif dan
mendalam mengenai alasan mengapa prestasi mahasiswa menurun.
Disamping kualitas SDM, terdapat beberapa alasan yang menyebabkan
mengapa jumlah prestasi menurun, diantara nya yakni dukungan dari pihak
kampus terkait dengan pendanaan lomba. Beberapa kali mahasiswa
mengeluhkan mengenai proses pengajuan dana yang berbelit serta lamanya
pencairan dana tersebut, sehingga mengharuskan mahasiswa menggunakan
uang pribadi sebagai biaya pendaftaran/registrasi lomba, bahkan tidak
sedikit pula yang mengurungkan niat mengikuti lomba dikarenakan proses

195
Usman, Husaini, Manajemen : Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan(Jakarta: Bumi
Aksara,2009), hal. 512-513.

295
administrasi yang berbelit tersebut, serta tidak semua mahasiswa memiliki
dana pribadi untuk mendaftarkan lomba, disamping itu mahasiswa merasa
masih minim nya pendampingan dari pihak kampus terkait dengan
pengawalan dalam proses perlombaan yang dikuti mahasiwa, sehingga
faktor-faktor tersebut menjadi kendala dan alasan mengenai penurunan
jumlah prestasi. Harusnya pihak kampus melihat ini menjadi sebuah catatan
yang perlu dibenahi sehingga menjadi evaluasi bagi perbaikan dan
peningkatan prestasi serta nama baik kampus. Kampus bukan hanya
menagih soal prestasi mahasiswa, tapi turut memberikan dorongan dan
dukungan aktif secara langsung bagi peningkatan prestasi tersebut.

Kemudian berkaitan dengan hal diatas, PGSD Tegal dapat dibilang


sangat konsisten dalam memberikan sumbangsih prestasi bagi Fakultas
Ilmu Pendidikan dan Unnes secara umum setiap tahun nya. Bahkan dalam
audiensi tersebut pun Rektor Unnes juga mengakui bahwa PGSD Tegal
cukup rajin memberikan prestasi bagi Unnes, kemudian ditambahkan oleh
Rektor yang mengakui apabila prestasi yang dihasilkan lebih banyak
dibandingkan dengan Ngaliyan. Sehingga untuk memperkuat claim diatas,
maka Tim Kajian juga menggunakan Data Empiris yang dikumpulkan oleh
Himpunan Mahasiswa (HIMA) PGSD Tegal mengenai Prestasi-Prestasi
yang pernah ditorehkan oleh Mahasiswa PGSD Tegal dalam kurun waktu
beberapa tahun ke belakang sejak tahun 2016 hingga 2020. berikut
merupakan penjabaran nya :

Data Prestasi Mahasiswa PGSD Tegal196

No Nama Mahasiswa Nama Lomba Tahun Lomba Prestasi


1. Nadiya Fadilah Dance Competition Cup 2016 Juara 3
2. a. Maulida Nur Laeli Lomba Debat Mahasiswa 2016 Juara 1
b. Hinton Bima Mahendra PGSD tingkat Jawa Tengah,
c. Ismet Maulana Jawa Timur
3. a. Resta Rahma Sari PIMNAS ke-30 2017 Finalis
b. Inayatun Ilahiyah

196
Data Serap Aspirasi HIMA PGSD Tegal

296
4. Meri Indah Aprilia Lomba Tari Tradisional 2018 Juara 2
Nusantara
5. Bilqis Millenia Duta Wisata Kabupaten Tegal 2018 Harapan 3
6. Mulki Adilah Hartiana Wisudawan Terbaik UNNES 2018 Wisuda Terbaik 3
Periode 3 UNNES
7. Mulki Adilah Hartiana Wisudawan Terbaik FIP 2018 Wisuda Terbaik 1
UNNES Periode 3 FIP UNNES
8. Ismet Maulana Insentif Penelitian Kabuoaten 2018 Juara 1
Tegal
9. Ari Wasitoh Essay tingkat Jawa Tengan 2018 Juara 2
dan DIY
10. a. Hanif Murtadho Duta Wisata Kota Tegal 2019 Wakil 1
b. Aryoto Finalis
11. a. Hanif Nur Faizi Duta Wisata Kota Tegal 2019 Finalis
b. Lisa Meliasari
c. Nayla Azhar
12. a. Ihksani Sakti Rizkiyah Lomba Musabqih Syarhil 2019 Juara 2
b. Mutia Windayanti Qur’an
13. a. Ines Shandy Pramono Duta Anti Narkoba 2019 Jaura 3
b. Mei Rizqi Pertami Finalis
14. Tarindra Puspa dan Team PIMNAS ke-32 2019 Medali Emas
15. a. Dewi Puspitasari Lomba Essay dan Poster 2020 Juara 2 Essay
b. Bangkit Gigih Prayoga Nasional 2020 Juara 3 Poster
16. Afifah Rizkila Andini Lomba Tari Kreasi Tradisional 2020 Juara 3
Online se-Regional Jawa

Dari data yang kami lampirkan, Kualitas Mahasiswa PGSD Tegal


tentu saja dapat disandingkan dan bersaing dengan mahasiswa dari
Perguruan Tinggi lain di Indonesia, serta membuktikan bahwasanya
Mahasiswa PGSD Tegal juga mampu menorehkan Prestasi demi
mengharumkan nama baik Unnes. Disamping itu, terdapat banyak lulusan
dari PGSD Tegal yang berhasil lolos dalam tes CPNS, yang kemudian dapat
disimpulkan bahwasanya lulusan dari PGSD Tegal mampu menjadi guru

297
yang berkualitas. Berikut merupakan Persentase Lulusan PGSD Tegal yang
lolos seleksi CPNS dari tahun ke tahun.

2014 24.53%
2013 29.35%
2012 23.15%
2011 39.27%
2010 54.37%
2009 53.47%
2008 39.02%
2007 42.22%

D. PGSD Tegal Memberikan Kontribusi Positif Bagi Masyarakat Kota


Tegal

Disamping Prestasi Bidang Akademik yang ditorehkan, Mahasiswa


PGSD Tegal juga turut berkontribusi aktif memberikan kebermanfaatan
bagi Masyarakat Tegal, diantaranya dengan keterlibatan aktif Mahasiswa,
Lembaga Kemahasiswaan, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dalam setiap
kegiatan yang memiliki nilai positif. Berikut adalah Kontribusi aktif
Mahasiswa Tegal dalam Kegiatan Positif yang memberikan
kebermanfaatan untuk Masyarakat serta Instansi terkait di Tegal :

a) KSR subunit PGSD Tegal :

Dalam banyak hal, KSR Sub Unit PGSD Tegal selalu


bekerjasama dengan PMI Kota Tegal. KSR subunit PGSD Tegal telah
lama bekerja sama dengan PMI yang ada di Kota Tegal, kerja sama yang
dimaksut yakni pemberian relawan kesehatan dari KSR PGSD Tegal
pada tiap acara yang membutuhkan tenaga kesehatan, dimana PMI kota
tegal pasti akan selalu mengambil beberapa orang dari KSR PGSD Tegal
dan dengan sukarela KSR PGSD Tegal akan membantunya. PMI juga

298
mendukung PGSD Tegal tetap terus menerima mahasiswa baru, dengan
alasan ;

x Kerjasama PMI dengan PGSD berkaitan dengan DIKLAT KSR


telah berlangsung lama
x mahasiswa PGSD yang tergabung dalam KSR unit PGSD
pemanfaatannya sangat di butuhkan oleh PMI.
x KSR PGSD Tegal memiliki kerja sama yang baik dengan PMI kota
tegal, KSR PGSD selalu diikutsertakan dalam kegiatan PMI dan
sudah dipercaya oleh PMI kota tegal
x PGSD Tegal membutuhkan mahasiswa baru untuk melanjutkan
estafet perjuangan agar keberlanjutan kersama dapat terus terjalin
antara PMI Kota Tegal dengan PGSD Tegal

b) Rumah Inspirasi BEM FIP UNNES:

Komunitas dibawah naungan BEM FIP Unnes ini juga terbilang


mempunyai kontribusi kepada masyarakat, khususnya anak-anak dalam
bidang pendidikan, keterampilan, dan sosial masyarakat. Secara garis
besar Rumah Inspirasi (RI) merupakan salah satu Program Kerja rutin
tahunan dari BEM FIP yang sudah berjalan sekitar 5 tahun. Kegiatan ini
bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan.

Sistem pengabdian nya lebih berfokus kepada mengajar anak-


anak di desa yang masih membutuhkan bimbingan. Untuk desanya
sendiri ada di Martoloyo, dan sifatnya gratis tanpa pungutan sepeser pun.
Bukan hanya fungsionaris BEM yang melakukan pengabdian di desa
yang bersangkutan, akan tetapi juga melibatkan partisipasi aktif dari
publik dengan cara membuka open relawan bagi masyarakat di daerah
Tegal yang juga tertarik untuk melakukan pengabdian bersama BEM FIP
Unnes. Hal-hal Yang di ajarkan yakni seputar pengetahuan umum, dan
keterampilan. Keterampilan itu nantinya akan ditampilkan pada akhir
periode pembelajaran, seperti pentas kecil-kecilan untuk anak-anak

299
dengan tagline besar Children Go to Campus (CGC). Untuk pesertanya
sendiri bebas tidak ditentukan umur.

c) PRAMUKA

Pramuka Unnes Tegal memiliki keterikatan dengan kwarcab


Kota Tegal, salah satu keterkaitan misalnya apabila terdapat kegiatan
yang akan diadakan Pramuka Unnes Tegal, maka sebelumnya wajib
lapor terlebih dahulu melalui surat ke pihak kwarcab, kemudian apabila
terdapat acara maupun kegiatan dari kwarcab seperti upacara pramuka
atau yang lainnya, pihak kwarcab akan mengundang Pramuka dari Unnes
Tegal untuk datang. Hal ini disebabkan karena Pramuka Unnes Tegal
berada dibawah naungan langsung dari Kwarcab Kota Tegal. Dengan
adanya PGSD Tegal disini, maka secara tidak langsung turut
mengaktifkan kegiatan dan menggerakan Pramuka di kota Tegal juga.

Dari segi manfaat, Pramuka Unnes menjadi alat untuk


menemukan dan mengembangkan potensi-potensi dalam diri anak-anak
siaga melalui kegiatan Surya Wijaya yang dilakukan tiap tahun. Pramuka
Unnes juga turut serta melakukan latian gabungan dengan organisasi
kepramukaan di universitas lain seperti UPS untuk mempererat
persaudaraan antar insan pramuka. Tak hanya itu, Pramuka Unnes
merupakan wadah bagi anak-anak SD di sekitarnya untuk mengenal serta
memperdalam kemampuan mereka dalam bidang pramuka, juga
sekaligus menjadi tempat awal bagi para calon guru mahasiswa Unnes
untuk belajar melatih anak-anak melalui penerjunan.

d) Kegiatan Lain

KSR bersama PMI sering mengadakan Gerakan Sosial,


diantaranya yakni donor darah, serta Satuan Tugas (Satgas) pada saat
arus mudik lebaran berlangsung, dalam pelaksanaan Satgas PMI kota
tegal, pasti KSR PGSD Tegal juga diikutsertakan dan terbilang sangat
aktif dalam gerakan sosial ini,

300
Disamping itu, KSR PGSD Tegal setiap tahunnya pasti
mengadakan donor darah yang bekerja sama dengan PMI Kota Tegal,
kontribusi lain yang diberikan yaitu apabila terdapat kegiatan seperti
konser maupun kegiatan lainnya yang membutuhkan tenaga medis
maupun relawan kesehatan, PMI kota tegal juga pasti membutuhkan
beberapa anggota KSR PGSD Tegal untuk dilibatkan.

Dalam kegiatan Informal, mahasiswa PGSD Tegal tercatat cukup


banyak melakukan bimbingan belajar/les kepada siswa-siswi di Kota
Tegal, saat orang tua siswa/siswi tersebut ditanya mengenai tingkat
kepuasan dari layanan pengajaran yang diberikan oleh bimbel mahasiswa
PGSD Tegal, mayoritas orang tua memberikan feedback atau tanggapan
positif, dimana hasil yang dirasakan setelah mengikuti bimbingan belajar
dengan mahasiswa PGSD Tegal sangat memuaskan, beberapa indikator
diantara nya yakni siswa/siswi mengalami peningkatan nilai akademik,
penguasaan terhadap mata pelajaran yang diawal dianggap menyulitkan,
kemudian pasca mengikuti bimbel dengan mahasiswa PGSD Tegal
menjadi semakin meningkat tingkat penguasaan materinya, serta
siswa/siswi menjadi bersemangat dalam belajar karena metode belajar
yang ditawarkan mampu menjadikan siswa/siswi tidak bosan dalam
belajar. Hal ini membuktikan bahwasanya mahasiswa PGSD Tegal telah
siap dari segi kualitas, marketing dan personal branding untuk bersaing
dan berkompetisi dengan lembaga-lembaga bimbingan belajar yang telah
ada lebih dulu, sehingga semakin menegaskan kualitas mutu yang
dimiliki oleh mahasiswa maupun lulusan PGSD Tegal.

Selain itu, sebagai satu-satunya kampus yang memiliki Program


Studi PGSD di Tegal, banyak sekali lulusan dari PGSD Tegal yang
langsung terserap di sekolah-sekolah Wilayah Tegal dan sekitarnya,
sehingga secara tidak langsung peran Kampus PGSD Tegal untuk
meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat Tegal dan sekitarnya
sudah sangat teruji kebermanfaatan nya, karena telah melaksanakan
amanah dari Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 untuk

301
mencerdaskan kehidupan bangsa. Selama masyarakat masih merasa
diberikan manfaat dan tidak merasa dirugikan dari hadirnya PGSD
Tegal, tentu saja Unnes tidak bisa sewenang-wenang bersikap, karena
ada aturan yang mengaturnya. Bukti-bukti diatas sekali lagi
membuktikan bahwa keberadaan PGSD Tegal memiliki nilai tawar
positif ditengah masyarakat Kota Tegal, selain itu kegiatan positif serta
prestasi yang didapatkan oleh mahasiswa Tegal menunjukan bahwa
pihak kampus sama sekali tidak memperhatikan dan mempertimbangkan
aspek-aspek Empiris tersebut.

E. Penyediaan Fasilitas Penunjang Merupakan Kewajiban Kampus


Berdasarkan UU Pendidikan Tinggi

Selanjutnya, alasan dari pihak pimpinan kampus mengenai


minimnya fasilitas pada Kampus Tegal yang dianggap dapat menghambat
laju kualitas mutu pembelajaran dan dikhawatirkan mempengaruhi kualitas
lulusan mahasiswa tentu saja merupakan argumentasi yang lemah. menurut
kami, kampus menggunakan logika terbalik dan keliru dalam memaknai
keterbatasan fasilitas yang ada di Kampus Tegal, Memang ketika melihat
kondisi riil di lapangan menunjukkan fasilitas PGSD Tegal belum maksimal
dan belum sesuai dengan profil lembaga pendidikan yang ideal di masa
depan, sebab masih minim nya sarana dan prasarana yang tidak diperhatikan
secara maksimal oleh kampus, akan tetapi kebijakan yang diambil ketika
harus memotong generasi angkatan mahasiswa baru atau passing out
tidaklah tepat. Seharusnya pihak kampus lebih meningkatkan dan
melakukan perbaikan fasilitas bukan malah menutupnya, Sehingga mampu
menghasilkan guru dengan profil ideal sesuai Undang-Undang.

Terlebih Undang-Undang Pendidikan Tinggi mengamanatkan


bahwa Perguruan Tinggi harus menyediakan sarana dan prasarana yang
memadai untuk menunjang pembelajaran yang maksimal sesuai dengan
program studi yang dikembangkan oleh Perguruan Tinggi tersebut. Pasal 41
ayat (1) “Sumber belajar pada lingkungan pendidikan tinggi wajib
disediakan, difasilitasi, atau dimiliki oleh Perguruan Tinggi sesuai

302
dengan Program Studi yang dikembangkan”, dan ayat (3) “Perguruan
Tinggi menyediakan sarana dan prasarana untuk memenuhi keperluan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, potensi, dan kecerdasan
Mahasiswa”. 197 Selain itu mahasiswa PGSD Tegal juga memiliki hak
untuk mendapatkan fasilitas yang layak dan memadai untuk menunjang
perkuliahan nya, sebab mereka secara rutin telah menunaikan kewajiban
nya unntuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), sehingga kewajiban
yang dibayarkan dengan hak yang didapatkan oleh mahasiswa harus selaras
dan berimbang. Terlebih Unnes merupakan Kampus Lembaga Penyedia
Tenaga Kependidikan (LPTK) yang secara ideal diwajibkan untuk
mencetak tenaga kependidikan yang mumpuni, berkualitas dan berdaya
saing.

F. Konsep Manajemen Mutu Terpadu Sebagai Tawaran Solusi Dari


Mahasiswa

Seharusnya Unnes belajar dari kampus lain dalam mengelola PSDKU


yang berada di daerah, yang tidak berbatasan langsung dengan wilayah
administrasi kampus utama. Beberapa Kampus seperti Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) memiliki 4 program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
(PGSD), dan 3 Program Studi Pendidikan Guru PAUD di Kampus Serang,
Tasikmalaya, Sumedang, Purwakarta maupun Universitas Jember yang juga
memiliki Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Kampus
Bondowoso yang juga berada jauh di Kampus Utama wilayah Jember serta
banyak kampus lain yang juga memiliki Program Studi di Luar Kampus
Utama (PSDKU). Dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indoensia Tahun 1945 menjelaskan bahwa “Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan”198 aturan tersebut tentu saja memiliki makna
agar setiap warga negara Indonesia memiliki hak yang sama untuk
mengenyam pendidikan serta diberikan akses mudah di seluruh wilayah
Indonesia dengan maksut pemerataan. Dalam hal ini, seharusnya Negara hadir
dalam diri Unnes, yang kemudian membuka Jurusan PGSD di wilayah Tegal,

197
Pasal 41 Undang-Undang No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi
198
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

303
agar masyarakat juga memiliki akses yang mudah untuk mengenyam
pendidikan. Ketika Unnes berniat untuk melakukan pemotongan generasi
yang muaranya akan menyebabkan tutupnya Kampus PGSD Tegal, tentu saja
hal tersebut sama dengan menghianati amanat Undang-Undang dan
memotong akses masyarakat untuk memperoleh layanan pendidikan secara
merata.

Ketika dalih Unnes adalah benar-benar merasa khawatir dengan


kualitas mutu yang ada di PGSD Tegal karena jarak yang jauh dengan Kampus
utama, yang juga menyebabkan terkendalanya monitoring secara langsung,
maka pihak pimpinan kampus perlu melakukan evaluasi terhadap Manajemen
Mutu yang dikelolanya dengan mengadopsi konsep Manajemen Mutu
Terpadu. Definisi Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)
Pendidikan menurut Edward Sallis adalah sebuah filosofi tentang perbaikan
secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada
setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan
harapan para pelanggannya (masyarakat), saat ini dan untuk masa yang akan
datang, sedangkan menurut Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (1995)
Manajemen Mutu Terpadu ialah suatu pendekatan dalam usaha
memaksimalkan daya saing melalui perbaikan terus menerus atas jasa,
manusia, produk, dan lingkungan. 199 yang pada kuncinya yakni mengenai
perbaikan secara terus menerus sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas mutu. Sehingga ketika langkah yang dilakukan
adalah pemotongan generasi atau passing out maka langkah tersebut
merupakan langkah yang jelas keliru.

199
Edward Sallis, Alih Bahasa Ali Riyadi, Ahmad & Fahrurozi, Total Quality Management in
Education: Manajemen Mutu Pendidikan (Yogyakarta: Irchisod, 2006) Hal. 73

304
BAGIAN IV

MENGKAJI KEBIJAKAN PASSING OUT DARI ASPEK


FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
A. Aspek Filosofis

Landasan Filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang


menggambarkan bahwa peraturan maupun kebijakan yang dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita hukum yang
meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pendidikan merupakan instrumen penting dalam upaya memajukan


peradaban bangsa, serta merupakan pondasi yang wajib untuk terus ditempa
dan dimaksimalkan demi terciptanya Sumber Daya Manusia yang unggul
dan berdaya saing, disamping itu bangsa Indonesia menjadikan misi untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi salah satu tujuan nasional bangsa
yang juga termaktub dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia
1945. Sehingga disini kita dapat melihat bahwasanya Pendidikan menjadi
unsur penting demi menciptakan bangsa Indonesia yang berdikari dan
mampu berkompetisi dengan bangsa lain. Upaya Konkrit yang dapat
dilakukan negara untuk mengejawantahkan misi dan tujuan bangsa tersebut
yakni dengan jaminan peningkatan dan pemerataan akses pendidikan bagi
masyarakat Indonesia, serta harus menjamin bahwasanya Pendidikan dapat
dinikmati oleh semua kalangan tanpa diskriminasi. Pasal 28C ayat 1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa “setiap Warga Negara memiliki hak untuk
mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasar nya dan
berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup
manusia” kemudian ditegaskan kembali di dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjelaskan
bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. frasa “setiap”
disini menunjukan sebuah intensitas keseluruhan ataupun segenap Warga

305
Negara tanpa memandang latar status sosial maupun status ekonomi secara
diskriminatif sehingga negara memiliki kewajiban untuk menjamin
bahwasanya segenap warga negara mampu memperoleh Pendidikan.

Berkaitan dengan amanat Konstitusi diatas, serta demi menjawab


tantangan Konstitusi dalam tujuan nasional nya untuk menjamin
pemenuhan hak mengenyam pendidikan bagi segenap warga negara nya,
maka pemerataan untuk mendapatkan akses yang mudah sangat penting
untuk digenapi oleh negara, sebab apabila pendidikan ditempatkan hanya di
beberapa titik tertentu saja, maka dapat dipastikan akan menghambat
pemerataan kualitas masyarakat, terkhusus dalam hal keilmuan, serta
menyebabkan tidak efektif nya proses menunaikan tujuan nasional bangsa.
Unnes sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) merupakan lembaga publik
yang menjalankan fungsi negara di bidang Pendidikan memiliki tanggung
jawab moriil untuk turut serta menuntaskan misi dalam hal mewujudkan
pemerataan akses pendidikan bagi masyarakat, yang kemudian dijawab
dengan membuka Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di
Wilayah Tegal, yang tidak berbatasan langsung dengan wilayah
administrasi di kampus utama, yakni Semarang. Pembukaan PGSD di
wilayah Tegal dirasa sangat tepat, dikarenakan PGSD Unnes Wilayah Tegal
merupakan satu-satunya Jurusan PGSD yang berada di Tegal.

Kebijakan Passing Out PGSD Tegal apabila benar diterapkan, maka


jelas hal tersebut merupakan bentuk penghianatan terhadap amanat
Konstitusi untuk menyelenggarakan pemerataan akses Pendidikan dan
menjamin agar tiap warga Negara dapat mengenyam pendidikan secara
berkeadilan, terjangkau dan tanpa diskriminatif. Implikasi dari diterapkan
nya kebijakan tersebut ialah masyarakat Tegal dan sekitarnya akan terputus
akses nya untuk mendapatkan pendidikan, terkhusus dalam keilmuan di
bidang Pendidikan Guru Sekolah Dasar, selain itu juga memutus dampak
positif/manfaat yang sebelumnya selalu diberikan oleh PGSD Tegal kepada
Kota Tegal dan masyarakat nya. Hal ini tentu saja sangat berdasar apabila
kita melihat banyak nya jumlah serapan lulusan mahasiswa PGSD Tegal

306
yang kemudian mengabdi untuk memajukan Kota Tegal dengan pengabdian
nya sebagai guru untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa.

B. Aspek Sosiologis

Landasan Sosiologis merupakan pertimbangan maupun alasan yang


menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan Sosiologis
sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah
dan kebutuhan masyarakat serta negara.

Pada Bab sebelumnya, telah dipaparkan secara jelas mengenai data


empiris yang dikumpulkan oleh HIMA PGSD Tegal mengenai prestasi dan
kontribusi aktif serta positif mahasiswa PGSD Tegal bagi kemajuan Kota
Tegal dan sekitarnya. Dapat disimpulkan bahwasanya keberadaan
mahasiswa PGSD Tegal tidak hanya sekedar menjadi pelengkap, akan tetapi
eksistensi serta kebermanfaatan nya cukup diakui oleh publik apabila
mempertimbangkan jejak langkah dan perjalanan yang ditorehkan nya dari
waktu ke waktu. Sebagai satu-satunya kampus yang memiliki Program
Studi PGSD di Tegal, banyak sekali lulusan dari PGSD Tegal yang
langsung terserap di sekolah-sekolah Wilayah Tegal dan sekitarnya,
sehingga secara tidak langsung peran Kampus PGSD Tegal untuk
meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat Tegal dan sekitarnya sudah
sangat teruji kebermanfaatan nya, karena telah melaksanakan amanat dari
Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 yakni untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.

Di sisi lain apabila kebijakan passing out benar-benar diterapkan,


yang muara nya akan menyebabkan tutupnya Kampus PGSD Tegal tentu
memiliki implikasi lain yakni berpengaruhnya kehidupan sosial-ekonomi
pada masyarakat Kota Tegal, khususnya yang berada di wilayah sekitar
kampus PGSD Tegal. UMKM yang dimiliki oleh masyarakat seperti tempat
makan, foto copy, warung Internet (Warnet), usaha Laundry, hingga usaha
indekos tentu menjadi hal yang perlu diperhatikan secara serius oleh
pengelola kampus ketika hendak memutuskan kebijakan mengenai passing

307
out. Terlebih jika usaha-usaha tersebut merupakan mata pencaharian utama
masyarakat, tentu nya kebijakan passing out bukanlah solusi yang tepat
untuk diterapkan. Suatu kebijakan yang ideal adalah kebijakan yang
mempertimbangkan secara komprehensif segala sebab-akibat yang
ditimbulkan, serta menjadikan suara masyarakat sebagai pertimbangan
utama disamping kehendak mahasiswa PGSD Tegal itu sendiri.

C. Aspek Yuridis

Landasan Yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang


menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi
permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang
akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.

Landasan Yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan


dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk peraturan
perundang-undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu antara lain,
peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau
tumpang tindih dengan peraturan lain, jenis peraturan yang lebih rendah dari
Undang-undang sehingga daya berlaku nya lemah, Peraturanya sudah ada
tetapi tidak memadai, atau peraturanya memang sama sekali belum ada.

Berkaitan dengan status PGSD Tegal, hingga kini masih terjadi


perdebatan terkait dengan status yang dimiliki oleh PGSD Tegal, apakah
merupakan Program studi ataukah bukan. Dalam Audiensi bersama
pimpinan, Dekan menyampaikan bahwasanya status PGSD Tegal bukanlah
merupakan Program Studi yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan Unit
Pelaksana Program (UPP), sehingga pengaturan nya berada satu (1) atap
bersama dengan PGSD Ngaliyan, baik dari segi pendanaan hingga
struktural dalam Prodi tersebut. Akan tetapi menurut mahasiswa ada
beberapa hal yang menjadi catatan penting yang dapat dijadikan perhatian
lebih terkait dengan status dari PGSD Tegal saat ini, :

308
i) Yang pertama yaitu berkaitan dengan nomenklatur dari UPP tersebut,
saat mahasiswa bertanya mengenai landasan hukum yang melandasi
adanya UPP, pihak pimpinan kampus tidak bisa memberikan aturan
hukum yang menjadi payung atau pijakan pengaturan dari UPP.
Kemudian saat tim kajian mencoba melakukan akses terhadap sumber
hukum/aturan terkait, tidak ditemukan satu pun aturan yang mengatur
UPP. Begitupula saat diakses pada web Kementrian pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
ii) Kedua, dalam sejarah nya SGO Tegal yang semula menjadi bagian dari
Pendidikan Menengah Keguruan beralih fungsi menjadi Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang mengelola program D2
PGSD. Dengan beralihnya menjadi D2 PGSD maka lembaga
berintegrasi ke IKIP Semarang (Cikal bakal Unnes) pada tahun 1990
menjadi UPP 4 PGSD Tegal. Unnes pernah memiliki 4 UPP yakni UPP
1 PGSD yang berlokasi di kampus FIP, UPP 2 PGSD yang berlokasi di
Karanganyar (Sekarang dikenal Ngaliyan) dulu merupakan SPG N
Semarang, UPP 3 PGPJSD (Berlokasi di Jalan Atmodirono, Semarang)
Dulu merupakan SGO Semarang, serta UPP 4 PGSD Tegal (Berlokasi
di Kemandungan Kota Tegal) Dahulu merupakan SGO N Tegal.
Kemudian seiring berjalan nya waktu terdapat penggabungan antara
UPP 1 dan UPP 2 ke Kampus Karanganyar (Ngaliyan), adapun UPP 3
PGPJSD melebur berada dalam naungan Fakultas Ilmu Keolahragaan di
kampus pusat, sedangkan UPP 4 PGSD Tegal tetap tanpa perubahan.
Sejak tahun 2003, guna efisiensi penyelenggaraan PGSD hanya
diselenggarakan di dua tempat yaitu UPP 1 di kampus Karanganyar
Semarang, dan UPP 2 di Kampus Tegal, Karena tidak ada nomenklatur
mengenai UPP, maka kemudian penamaan nya menjadi PGSD Ngaliyan
dan PGSD Tegal. Sejarah panjang dari PGSD semakin menguatkan dalil
bahwasanya tidak ada nya aturan yang mengakomodir mengenai UPP,
sehingga tidak ada lagi keberlanjutan dari UPP.
iii) Bahwa dari waktu ke waktu, Pimpinan kampus selalu mengatakan
bahwasanya pengelolaan PGSD Tegal berada 1 pintu dengan PGSD

309
Ngaliyan, yang secara otomatis masuk dalam bingkai Fakultas Ilmu
Pendidikan (FIP) Unnes. Akan tetapi di sisi lain, pimpinan juga
mengatakan bahwasanya pengelolaan PGSD Tegal berada dibawah
Badan Pengembangan Bisnis (BPB) Unnes. Setelah di cek pada web
bpb.unnes.ac.id, memang benar Kampus PGSD merupakan bagian dari
aset dan unit usaha dibawah Badan Pengembang Bisnis (BPB) Unnes
bersama dengan Pusat Layanan Kesehatan (PUSLAKES), Unnes Press,
Asrama Mahasiswa, Gedung Kewirausahaan, University Training
Center (UTC), Auditorium Unnes, Laboratorium Budaya dan Pusat
Eduwisata, serta SPBU Unnes yang merupakan aset serta unit usaha
dengan tujuan memperoleh pemasukan tambahan bagi Unnes. Hal ini
juga dikonfirmasi kebenaranya pada saat Presiden Mahasiswa
menanyakan perihal kejelasan Kampus Tegal kepada Pengelola BPB
dan dinyatakan memang benar pengelolaan nya ada dibawah BPB, akan
tetapi pihak BPB juga belum tahu kampus tersebut akan dipergunakan
untuk apa pasca tidak ada mahasiswa lagi yang menempati nya. Hal ini
tentu saja menimbulkan tanda tanya besar bagi mahasiswa, terutama
kebingungan mengenai status kampus Tegal yang berada di bawah BPB
apabila dikaitkan dengan tata kelola akademik yang seharusnya berada
dibawah FIP sebagai Fakultas yang menjadi induk dari Prodi PGSD.
iv) Bahwa per tahun 2017, PGSD Tegal tidak lagi dicantumkan dalam
sistem penerimaan mahasiswa baru yang terintegrasi dengan sistem
penerimaan mahasiswa baru secara nasional. Padahal sebelum tahun
2017, dari tahun ke tahun nama PGSD Tegal selalu menjadi pilihan yang
tercantum pada sistem penerimaan mahasiswa baru. Saat ditanya
mengenai hal ini, pimpinan kampus hanya menjawab dengan dalih
sistem 1 pintu atas nama PGSD Unnes, akan tetapi tidak menjawab
secara detail terkait dengan instrumen aturan yang memperbolehkan
untuk menarik atau menghapus nama PGSD Tegal dari sistem, terlebih
telah disampaikan diatas bahwasanya tidak adanya aturan yang
melandasi UPP, sehingga langkah Unnes untuk memasukan atau
menghapus PGSD Tegal ke dalam sistem penerimaan Mahasiswa Baru

310
haruslah didasarkan pada aturan, serta tidak dibenarkan secara sepihak
apalagi sewenang-wenang, karena berkaitan dengan nasib banyak pihak
yang merasakan dampak atau imbas nya. Mahasiswa menduga
bahwasanya hal ini berkaitan dengan status Akreditasi dari PGSD Tegal
yang tidak diurus atau diperhatikan keberlanjutan nya, sehingga PGSD
Tegal tidak masuk menjadi pertimbangan dalam proses Akreditas PGSD
Unnes seperti PGSD Ngaliyan walaupun claim dari pimpinan, PGSD
Tegal berada dalam 1 (satu) bagian yang sama.
v) Bahwa dari beberapa hal diatas, mahasiswa menilai seakan-akan
keberadaan kampus PGSD Tegal ditutup-tutupi dari Kementrian.
Karena kampus selalu berlindung dibalik dalih UPP sedangkan tidak ada
aturan yang mengatur mengenai nomenklatur UPP tersebut, kemudian
mengenai pengelolaan kampus di bawah BPB yang menjadi tanda tanya
karena berpotensi sebagai tujuan komersiil (apabila tutup) yang jelas
dilarang oleh UU Dikti, serta kemudian masalah mengenai akreditasi.
vi) Bahwa menurut mahasiswa, Kampus juga tidak memiliki itikad baik
untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi pada PGSD Tegal, terutama
terkait dengan status akreditasi nya. Bagi mahasiswa, apabila kampus
memiliki itikad baik dan konsisten dengan amanat konstitusi serta
berpedoman pada tujuan nasional bangsa, maka sudah seharusnya
kampus menyelesaikan dan mencari jalan keluar terhadap kekurangan
yang dimiliki pada kampus Tegal. Karena bagaimanapun juga,
kehadiran PGSD Tegal salah satunya memiliki tujuan pemerataan
terhadap akses pendidikan bagi masyarakat, sehingga pendidikan tidak
hanya terfokus di beberapa titik saja, akan tetapi dapat tersebar hingga
ke pinggiran bahkan pelosok daerah sekalipun. Terlebih PGSD Tegal
merupakan satu-satu nya jurusan PGSD yang ada di Kota Tegal,
sehingga apabila kampus benar-benar melakukan pemutusan angkatan,
yang muaranya akan menyebabkan tutupnya kampus Tegal, maka
secara langsung Unnes telah menutup akses pemerataan untuk
mengenyam pendidikan, serta menghalangi bangsa Indonesia untuk
mencapai tujuan nya yakni terkait mencerdaskan kehidupan

311
bangsa.Bahwa menurut mahasiswa, pihak kampus seharusnya
menjadikan kampus Tegal sebagai Program Studi Di Luar Kampus
Utama (PSDKU), sehingga memiliki legitimasi serta legalitas yang kuat
dalam proses penyelenggaraan pendidikan, karena PSDKU memiliki
landasan hukum yang jelas dalam Permenristekdikti No.1 Tahun 2017
Tentang Pembukaan, Perubahan, dan Penutupan Program Studi di Luar
Kampus Utama Perguruan Tinggi (PSDKU), Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 7 Tahun 2020 Tentang
Pembukaan, Perubahan, dan Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri Dan
Pembukaan, Perubahan, dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta

Tidak adanya aturan yang melandasai UPP sebagai dasar hukum,


menyebabkan Unnes seakan-akan dapat secara sewenang-wenang berlaku
kepada Kampus Tegal, sebab tidak ada instrumen aturan dan ketentuan yang
melegitimasi adanya UPP tersebut. Unnes sebagai Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) merupakan lembaga publik yang menjalankan fungsi negara di
bidang Pendidikan tentu memiliki tanggung jawab moriil untuk turut serta
menuntaskan misi dalam hal mewujudkan pemerataan akses pendidikan
bagi masyarakat, yang kemudian dijawab dengan membuka Prodi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Wilayah Tegal, yang tidak
berbatasan langsung dengan wilayah administrasi di kampus utama, yakni
Semarang. Pembukaan PGSD di wilayah Tegal dirasa sangat tepat,
dikarenakan PGSD Unnes Wilayah Tegal merupakan satu-satunya Prodi
PGSD yang berada di Tegal. Sehingga hal ini menjawab mengenai
kebutuhan tenaga pendidik bagi Kota Tegal dan sekitarnya, karena salah
satu penyuplai utama tenaga pendidik SD di Tegal dan sekitarnya yaitu
adalah mahasiswa lulusan PGSD Tegal. Hal tersebut tentu sejalan dengan
amanat Konstitusi kita yang memiliki harapan agar setiap warga negara
dapat menikmmati Pendidikan tanpa diskriminasi, sejalan dengan hal
tersebut, Pemerintah memiliki kewajiban untuk memastikan agar Perguruan
Tinggi juga dapat menyasar daerah-daerah secara tersebar dan merata
sebagai sarana akses pemerataan bagi masyarakat agar akses pendidikan
tidak hanya terfokus di beberapa titik saja, tetapi dapat tersebar hingga ke

312
titik lain serta dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Sehingga
apabila kebijakan passing out benar-benar diterapkan, maka Unnes secara
jelas menutup akses pemerataan bagi masyarakat Tegal dan sekitarnya yang
memiliki niat untuk mengenyam pendidikan dengan kualifikasi khusus
sebagai guru Sekolah Dasar, disamping itu jelas Unnes menghianati amanat
Konstitusi yang seharusnya dijaga dan dijadikan pedoman.

Kebijakan passing out atau pemotongan angkatan di Tahun 2020 ini


jelas muara nya akan berdampak pada tutupnya Kampus PGSD Tegal ketika
Angkatan 2019 sebagai generasi terakhir telah menyelesaikan studi nya.
Diatas telah dijelaskan bahwasanya keberadaan PGSD Tegal memberikan
pengaruh dan dampak positif bagi masyarakat dan kota Tegal itu sendiri,
selain itu beragam prestasi yang telah ditorehkan menjadikan narasi
mengenai Mutu mahasiswa PGSD Tegal yang diragukan oleh pimpinan
kampus telah secara otomatis terbantahkan berdasarkan data empiris yang
telah disajikan.

Bahwa ideal nya, Unnes seharusnya melihat dan merespon situasi


serta aspirasi dari masyarakat sebelum menerapkan sebuah kebijakan
karena selain mahasiswa, maka masyarakat Tegal juga akan merasakan
dampaknya. Sebagai badan publik yang memiliki pertanggungjawaban
kepada masyarakat, tentu saja Unnes harus mempertimbangkan dan
melandaskan setiap kebijakan berdasarkan kebutuhan serta kebermanfaatan
dari masyarakat, lalu berkaitan dengan wacana passing out ini, maka
Kampus PGSD Tegal dapat ditutup ketika masyarakat sekitar (Tegal)
merasa dirugikan akibat adanya layanan pendidikan Tinggi yang dianggap
tidak bermutu. Sehingga masyarakat (Pemerintah Daerah, Instansi,
Kelompok, atau Individu) dapat menyampaikan keberatan nya apabila
Kampus PGSD Tegal tidak memiliki kebermanfaatan sama sekali dalam
upaya pembangunan dan peningkatan kualitas masyarakat. Akan tetapi
apabila masyarakat merasa keberadaan kampus PGSD Tegal tidak
merugikan, maka sudah menjadi keharusan bahwasanya keberadaan PGSD
Tegal tetap harus dipertahankan.

313
Apabila melihat kondisi yang terjadi pada PGSD Tegal dapat
dikatakan bahwa tidak cukup kuat untuk melakukan passing out yang
berimbas pada tutupnya kampus PGSD Tegal. Memang benar masih
terdapat kekurangan, terutama dari segi Akreditasi. Akan tetapi hal tersebut
seharusnya dapat diatasi dan diperbaiki oleh pimpinan kampus sehingga
eksistensi PGSD Tegal masih tetap dapat terjaga. Keengganan dan tidak
bertanggung jawabnya pimpinan kampus dalam mengurus persoalan
akreditasi tentu memiliki implikasi multi dimensi seperti yang telah
dijabarkan diatas. Alih-alih melakukan penanganan terhadap akreditasi,
yang dilakukan justru terkesan menutup-nutupi keberadaan PGSD,
sehingga banyak yang merasa dirugikan dari sikap pimpinan terkait hal ini.

Disamping itu seperti yang selalu ditekankan dalam kajian ini,


bahwasanya pertimbangan masyarakat serta mahasiswa yang menjadi objek
langsung kebijakan juga harus dijadikan landasan kebijakan yang utama
dibandingkan hal lain. Karena Unnes sebagai lembaga publik yang dibiayai
juga oleh pajak masyarakat memiliki tanggung jawab untuk mendengarkan
aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat. Unnes yang saat ini masih
berstatus sebagai PTN Badan Layanan Umum (BLU) dalam hal ini Rektor
atau Pemimpin Perguruan Tinggi tetap diwajibkan menaati ketentuan dan
aturan yang ada serta tidak dapat sewenang-wenang dalam mengambil
kebijakan terkait dengan passing out ini, karena Unnes berada dalam
naungan Kemendikbud maka Unnes seyogyanya melakukan upaya yang
konstitusional.

314
BAGIAN V

PGSD TEGAL MAU DIPINDAH KEMANA DAN TEMPAT LAMA AKAN


DIJADIKAN APA ?

A. Kampus PGSD Tegal Akan Dijadikan Apa ?

Berdasarkan Data yang diambil dari Lampiran Pendukung Laporan


Tahunan Rektor Universitas Negeri Semarang tahun 2020, Kampus PGSD
Tegal Berdiri diatas tanah Negara dengan status Hak Pakai berdasarkan
Sertifikat tanah Nomor HP-21/AAE323041 Tahun 2018 dengan luas tanah
sebesar 25.084 M. Berangkat dari ketentuan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwasanya lahan yang saat ini diperuntukan sebagai tempat berdiri nya
Kampus PGSD Tegal merupakan tanah negara yang digunakan secara
khusus oleh Unnes dengan Hak Pakai atas tanah milik negara untuk
kepentingan penyelenggaraan pemerataan terhadap akses pendidikan.

Oleh sebab itu, kita perlu sedikit mengetahui mengenai Ketentuan


Hak Pakai atas Tanah milik negara, terutama berdasarkan Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA) yang juga mengatur mengenai ketentuan tersebut.
Negara sebagai pihak yang menguasai tanah (sebagai organisasi kekuasaan
dari seluruh rakyat/bangsa) dapat memberikan tanah kepada seseorang atau
badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya,
misalnya hak milik, hak-guna-usaha, hak guna bangunan atau hak pakai
atau memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa
(Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi
pelaksanaan tugasnya masing-masing200.

Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960


mengenai UU Pokok-Pokok Agraria201, dijelaskan bahwa Hak Pakai adalah
hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain. Sebagaimana diatur
dalam Pasal 42 Hukum Tanah, Hak Pakai dapat diberikan kepada: 1.) warga

200
Wibowo Tunardy, HAK PAKAI, https://www.jurnalhukum.com/hak-pakai/ diakses pada 2 Juli
2020 pukul 22.15 WIB
201
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

315
negara Indonesia; 2.) orang asing yang berkedudukan di Indonesia; 3.)
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia; 4.) badan
hukum asing yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia.

Lebih lanjut, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah


Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan
Hak Pakai Atas Tanah (PP 40), Hak Pakai dapat diberikan di atas tanah
dengan status: 1.) tanah negara; 2.) tanah hak pengelolaan; 3.) tanah hak
milik.202

Berkaitan dengan jangka waktu, dalam Pasal 45 Peraturan


Pemerintah No 40 Tahun 1996 jangka waktu bagi hak pakai atas tanah
Negara adalah 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. Di dalam Peraturan Pemerintah tersebut
juga mengatur beberapa persyaratan sebelum jangka waktu Hak Pakai dapat
diperpanjang, yaitu:

a. Tanah masih dipergunakan sesuai dengan penggunaan tanah;


b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh
pemegang hak;
c. Pemegang hak masih memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak yang
diatur dalam PP 40.

Berdasarkan ketentuan Pasal 55 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun


1996 menentukan bahwa hak pakai dapat hapus karena :

1. Jangka waktunya berakhir;

2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang pemegang hak pengelolaan atau


pemegang hak milik karena :

Tidak dipenuhinya kewajiban – kewajiban pemegang hak dan/atau


dilanggarnya ketentuan Pasal 50-52;

202
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,
dan Hak Pakai Atas Tanah

316
a. Tidak terpenuhinya syarat – syarat atau kewajiban yang tertuang
dalam perjanjian pemberian hak – hak pakai dengan pemberi hak
pakai;

b. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

3. Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir karena suatu syarat yang tidak
terpenuhi;

4. Dilepaskan oleh pemegang hak;

5. Dicabut untuk kepentingan umum;

6. Tanahnya musnah

Kebijakan Passing out atau pemotongan angkatan ini jelas muara nya
akan mengakibatkan tutupnya kampus PGSD Tegal secara otomatis ketika
angkatan 2019 sebagai angkatan terakhir telah dinyatakan lulus secara
keseluruhan. Kemudian bagaimana nasib gedung kampus PGSD Tegal ketika
prodi PGSD Tegal dinyatakan telah tutup karena tidak ada lagi mahasiswa ?
Dalam beberapa forum Audiensi, perwakilan mahasiswa seringkali
menanyakan hal tersebut kepada pimpinan terkait dengan nasib kampus PGSD
Tegal pasca habis nya mahasiswa ketika angkatan 2019 telah lulus, namun
tidak ada jawaban spesifik dari pimpinan kampus terkait dengan akan dijadikan
apa kampus Tegal, akan tetapi pimpinan kampus menyampaikan bahwasasnya
saat ini kampus PGSD Tegal berada dibawah naungan Badan Pengembang
Bisnis (BPB) Unnes. Menurut tim kajian yang dilandasi berdasarkan Undang-
Undang Pokok Agraria dan PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, terkait dengan status
tanah kampus Tegal, maka seharusnya tanah hak pakai tersebut dikembalikan
kepada negara karena status tanah tersebut tidak dipergunakan lagi sesuai
dengan pengajuan awal penggunaan tanah kepada negara, yakni dipergunakan
untuk berdiri nya kampus PGSD Tegal. Pengajuan hak pakai atas tanah negara
untuk penggunaan PGSD Tegal tentu saja dimaksutkan sebagai salah satu
upaya untuk melaksanakan pemerataan akses pendidikan agar makin mudah

317
dijangkau oleh masyarakat, selain itu sebagai pengamalan terhadap tujuan
nasional bangsa Indonesia yang termaktub dalam alinea ke-4 Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Akan tetapi, apabila Unnes ingin
menggunakan lahan hak pakai kampus Tegal untuk hal lain, maka sudah
seyogya nya Unnes harus mengembalikan terlebih dahulu lahan tersebut
kepada negara, kemudian melakukan permohonan pengajuan kembali sesuai
dengan tujuan nya, yakni pembaharuan penggunaan lahan kampus Tegal
berdasarkan ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam aturan
yang berlaku.

Dalam Data yang diambil dari Lampiran Pendukung Laporan Tahunan


Rektor Universitas Negeri Semarang tahun 2020, Sertifikat tanah Hak Pakai
Kampus PGSD Tegal diketahui telah diperbaharui pada tahun tahun 2018,
yakni dengan Sertifikat tanah Nomor HP-21/AAE323041 Tahun 2018.
Artinya, Penggunaan Lahan kampus Tegal sebagai hak pakai atas tanah negara
masih menyisakan sisa waktu yang relatif cukup lama (baca: Pasal 45 PP No
40 Tahun 1996 mengenai jangka waktu bagi hak pakai atas tanah Negara).
Kemudian, dengan tidak diterima kembali mahasiswa baru angkatan 2020,
berarti menyisakan angkatan 2019 sebagai angkatan terakhir yang mendiami
kampus PGSD Tegal. Apabila saat ini diketahui bahwasanya angkatan 2016
merupakan angkatan tertua pada PGSD Tegal, maka dapat dihitung pada tahun
2023 atau 2024, kampus PGSD Tegal sudah tidak lagi memiliki mahasiswa
sama sekali, yang ditandai dengan lulusnya mahasiswa angkatan 2019. Dalam
sisa penggunaan lahan hak pakai yang masih terbilang cukup lama (dan masih
dapat diperpanjang), akan tetapi lahan tersebut sudah tidak digunakan untuk
layanan PGSD, maka akan dijadikan apa lahan kampus Tegal tersebut ?.

Unnes sudah seharusnya menghormati dan melaksanakan ketentuan


dalam aturan yang berlaku. Sehingga apabila PGSD Tegal sudah dinyatakan
tutup/tidak beroperasi dikemudian hari, maka Unnes sudah seharusnya
menyerahkan lahan kampus Tegal tersebut kepada negara kembali, dan
mengajukan permohonan kembali dari awal untuk menggunakan lahan kampus
Tegal sesuai dengan tujuan nya. Akan tetapi karena Unnes merupakan lembaga

318
publik yang bergerak di bidang pendidikan, dan juga sebagai salah satu
perpanjangan tangan negara untuk melaksanakan urusan di bidang pendidikan,
maka penggunaan kampus Tegal seharusnya juga digunakan untuk hal-hal yang
berkaitan dengan Pendidikan yang memiliki kebermanfaatan bagi masyarakat
luas. Apabila Unnes menggunakan lahan Kampus Tegal untuk hal-hal yang
berkaitan dengan tujuan komersil, maka menurut tim Kajian hal tersebut telah
menyalahi marwah dan fungsi Unnes sebagai lembaga Pendidikan yang
menurut UU Pendidikan Tinggi dilarang didasarkan pada tujuan komersial dan
prinsip nirlaba. Kekhawatiran tersebut tentu saja berdasar, sebab saat ini PGSD
Tegal berada dibawah naungan Badan Pengembang Bisnis, yang juga menaungi
Unnes Press, Gedung Kewirausahaan, University Training Center, dan
beberapa aset lain yang memiliki tujuan menambah pemasukan Keuangan
Unnes (Income Generating).

B. Kemana PGSD Tegal Akan Pindah ?

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh Pimpinan Kampus,


Kampus PGSD Ngaliyan dan Tegal akan dipindah ke Kampus Bendan,
Semarang, dengan nama PGSD Unnes, bukan lagi PGSD Ngaliyan dan PGSD
Tegal. Sedangkan PPG yang sedianya dilaksankan di kampus Bendan,
dipindahkan ke kampus Ngaliyan.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan argumentatif yang kami


paparkan dalam kajian ini, kami menyimpulkan bahwasanya kebijakan passing
out bagi Kampus PGSD Tegal tidak lah tepat untuk diterapkan karena banyak
hal dan alasan. Akan tetapi tidak ada salah nya juga apabila Tim Kajian
memberikan perspektif mengenai Kampus Bendan yang akan digunakan
sebagai tempat pemindahan kampus PGSD.

Sebelumnya Tim Kajian telah melakukan survey dan pemantauan secara


langsung di Kampus Bendan yang biasanya dipergunakan sebagai tempat
perkuliahan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Apabila melihat kondisi fisik
kampus Bendan, maka yang nampak adalah gedung dan bangunan tua yang
menurut kami kurang dirawat secara baik dan teratur, kemudian beberapa
fasilitas lain seperti ruang kelas, laboratorium dan beberapa fasilitas lain yang

319
masih jauh dari kata layak untuk dipergunakan oleh mahasiswa sebagai tempat
perkuliahan. Mahasiswa jelas merasa perlu untuk protes, bahkan menolak.
Sebab merupakan konsekuensi logis bahwasanya mahasiswa telah melakukan
pembayaran UKT secara full setiap semesternya, sehingga akan sangat tidak
layak apabila harus mendapat dan merasakan fasilitas kampus yang kurang
memadai.

Tim Kajian menilai, daripada melakukan pembangunan gedung-gedung


baru yang tentu saja membutuhkan banyak biaya pengeluaran, maka akan lebih
bijak jika dana tesebut diperuntukan untuk melakukan perbaikan-perbaikan dan
peningkatan fasilitas yang ada pada kampus PGSD Tegal supaya lebih
memberikan rasa nyaman bagi mahasiswa. Disamping itu, permasalahan yang
menjadi kendala dari PGSD Tegal seyogya nya lebih diprioritaskan untuk
dibenahi dan diselesaikan, seperti masalah Akreditasi, Sarana dan Prasarana
Kampus, serta kesejahteraan mahasiswa, dosen, tendik dan karyawan PGSD
Tegal.

320
BAGIAN VI

TUNTUTAN

Diatas telah disampaikan argumentasi dan pertimbangan dari Tim


Kajian, oleh sebab itu mahasiswa berharap agar pertimbangan tersebut
menjadi landasan bagi pimpinan kampus dalam mengeluarkan kebijakan yang
berkaitan dengan PGSD Tegal, sehingga kebijakan yang dikeluarkan
merupakan cerminan dari aspirasi dan harapan dari mahasiswa PGSD Tegal.
Kemudian, berdasarkan Kajian yang telah disampaikan diatas, dengan ini kami
menyatakan sikap dan tuntutan kepada Rektor beserta jajaran Pimpinan
Universitas Negeri Semarang untuk:

1. Meninjau kembali dari awal Kebijakan mengenai Pemotongan Generasi


atau Passing Out bagi mahasiswa baru PGSD Tegal tahun 2020 dengan
mempertimbangkan aspirasi dan kajian dari mahasiswa;
2. Membuka kembali kuota mahasiswa baru pada tahun 2020;
3. Memberikan Pemenuhan Fasilitas berupa Sarana dan Prasarana yang
layak;
4. Menjamin Pemenuhan hak lain seperti Dana Lembaga Kemahasiswaan,
Dana Penelitian dan Pengabdian, Dana Lomba serta Dana Delegasi bagi
mahasiswa PGSD Tegal;
5. Menjamin Mutu Akademik dan Kualitas Layanan Pendidikan yang setara
dengan Kampus Utama;
6. Menjamin Kesejahteraan Seluruh Tenaga Kependidikan dan Karyawan
(non-ASN) seperti Cleaning Service, dan Security yang bekerja pada
Kampus PGSD Tegal.

321
PROFIL PUNGGAWA KEMENTERIAN KAJIAN STRATEGIS BEM KM
UNNES 2020

322
323
324
325

Anda mungkin juga menyukai