Pengorganisasian Komunitas dalam Pengembangan Agrowisata di Desa Wisata Studi Kasus: Desa Wisata
Kembangarum, Kabupaten Sleman
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 3, Desember 2013, hlm.173 - 188
Agrowisata adalah salah satu bentuk wisata yang mengandalkan sektor pertanian atau
dimana wisatawan dapat mempelajari kehidupan di suatu wilayah pertanian
(Akpinar,2003). Pengertian agrowisata dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian
dan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor: 204/KPTS/30HK/050/4/1989
dan Nomor KM. 47/PW.DOW/MPPT/89 Tentang Koordinasi Pengembangan Wisata
Agro, didefinisikan sebagai suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha
agro sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, perjalanan,
rekreasi dan hubungan usaha dibidang pertanian. Menurut Jolly dan Reynolds (2005),
agrowisata adalah suatu bisnis yang dilakukan oleh para petani yang bekerja di sektor
pertanian bagi kesenangan dan edukasi para pengunjung. Agrowisata menghadirkan
potensi sumber pendapatan dan meningkatkan keuntungan masyarakat. Pengunjung
kawasan agrowisata dapat berhubungan langsung dengan para petani dan mendukung
peningkatan produk- produk pertanian secara tidak langsung.
masyarakat lokal dan pengentasan kemiskinan. Hal ini dapat dikategorikan sebagai
pemeliharaan menjadi tanggung jawab masyarakat, keberlanjutan dari sisi sosial dan
lingkungan, prinsip daya dukung lingkungan diperhatikan, teknologi ramah lingkungan, dan
sosialnya masing-masing. Chaskin (2001) menyatakan bahwa kapasitas komunitas merupakan hasil
interaksi dari modal manusia, sumber daya organisasi, dan modal sosial yang dimiliki oleh suatu
komunitas yang dapat berpengaruh terhadap pemecahan persoalan secara kolektif dan
Suatu komunitas juga bersifat dinamis, maka kapasitas dari suatu komunitas juga dapat
berubah-ubah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas dari suatu komunitas, antara lain
(Chaskin, 2001):
1. Keberadaan sumber daya mulai dari keahlian dari setiap individu hingga kekuatan
2. Jaringan hubungan
3. Kepemimpinan;
4. Dukungan untuk pergerakan dimana setiap anggota komunitas dapat berpartisipasi dalam
1. Integrasi
Proses integrasi ini merupakan langkah awal yang penting untuk memastikan pihak
inisiator dari luar yang ikut mengorganisasikan masyarakat dapat diterima dan dipercaya
oleh masyarakat untuk bekerja bersama-sama.
2. Pemetaan Isu, Permasalahan, dan Potensi Komunitas Terkait Agrowisata Langkah ini
dilakukan secara kolektif dan bersama-sama dengan masyarakat.
6. Refleksi
Pada tahap ini, refleksi menggambarkan kemampuan komunitas dalam melihat nilai- nilai
positif dan negatif dari proses pengorganisasian komunitas dalam pengembangan agrowsata
yang telah dilakukan
7. Feedback
Tahap ini sangat penting untuk menjaga keberlanjutan dari pengembangan kawasan
agrowisata. Masukan-masukan hasil dari pengawasan, evaluasi, dan refleksi
masyarakat dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dan meningkatkan manfaat dan
kesejahteraan masyarakat dari adanya kegiatan agrowisata tersebut.
B. Metode Penelitian
Langkah selanjutnya yang diambil setelah pengumpulan data adalah analisis data.
Terdapat tiga metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Metode ini dilakukan untuk menjawab sasaran proses pengorganisasian komunitas serta
kapasitas pengorganisasian komunitas dalam pengembangan agrowisata di Desa Wisata
Kembagarum. Hasil wawancara yang telah dilakukan selanjutnya dilakukan proses
interpretasi dan reduksi data menggunakan coding.