Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif
dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak
boleh sekedar menjadi lambang kesalahan atau terhenti sekedar disampaikan dalam
khutbah, melainkan secara konseptual menunjukkan cara-cara yang paling efektif
dalam memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala
pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis
normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain
yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban terhadap masalah
yang timbul.
Dalam bab ini akan mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan
dalam memahami agama. Hal demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan
tersebutlah kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya.
Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, maka tidak mustahil
agama menjadi sulit difahami oleh masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya
masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, hal ini tidak boleh
terjadi.
Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau
paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam
memahami agama. Dan dalam makalah ini dibahas tentang pendekatan-pendekatan
sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan dan filosofis. Untuk lebih jelasnya
pendekatan tersebut akan dikemukakan dalam makalah berikut :

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan sosiologis?
2. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan filosofis?
3. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan historis?
4. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan psikologis?
5. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan kebudayaan?

C. Tujuan
Untuk dapat mengetahui pendekatan di dalam memahami agama.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Sosiologis
Sosiologis adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat,
dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu, sosiologi
mencoba memahami sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh
serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta kepercayaannya, keyakinan
yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan
hidup manusia.
Sementara itu Soerjono Soekarto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang membatasi diri terhadap penilaian. Dan sosiologi tidak menetapkan
ke arah mana suatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk
yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan tersebut. Di
dalam ilmu ini juga dibahas tentang proses-proses sosial, mengingat bahwa
pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh
gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama manusia.
Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang
menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta
berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini suatu fenomena
sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan,
mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Agama sebagai gejala sosial, pada dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama.
Sosiologi agama mempunyai hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat,
masyarakat mempengaruhi agama, dan agama mempengaruhi masyarakat. Oleh
karena itu sosiologi dapat digunakan sebagai pendekatan dalam memahami agama.
Karena banyak bidang agama yang baru dapat dipahami secara proporsional
dan tepat setelah menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Besarnya perhatian
agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami
ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Buku yang berjudul Islam
Internatif oleh Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian
agama Islam terhadap masalah sosial dengan menggunakan lima alasan sebagai
berikut :
1. Pertama, dalam al-Qur’an atau kitab-kitab Hadits, proporsi terbesar kedua
sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan mu’amalah.
2. Kedua, ditekannya masalah mu’amalah atau sosial dalam Islam.

2
3. Ketiga, ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih
besar dari ibadah perseorangan.
4. Keempat, memberi kifarat kepada orang-orang yang berhak.
5. Kelima, amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih
besar dari ibadah Sunnah.

B. Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada
kebenaran, ilmu dan hikmah. Dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha
menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman
manusia. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan
filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-
sebab, asas-asas hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta
atau pun menjadi kebenaran dan arti “adanya” sesuatu. Dan pengertian filsafat secara
umum digunakan adalah menurut Sdi Gazalba yaitu: filsafat ialah berpikir secara
mendalam, sistematis, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti,
hikmah, atau hakikat menjadi segala sesuatu yang ada.
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya
menjelaskan inti, hakikat atau hikmah menjadi suatu yang berada dibalik formalnya.
Filsafat mencari suatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat dibalik yang
bersifat lahiriah dan untuk menemukan hakikat itu dilakukan secara mendalam. Louis
O. Kattsof mengatakan bahwa kegiatan filsafat ialah merenung, tetapi merenunginya
bukanlah melamun, juga bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-
untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematis, dan universal.
Berpikir sacara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami
ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat
dimengerti dan difahami secara seksama, dan pendekatan filosofi ini sudah banyak
dilakukan oleh para ahli. Dengan menggunakan pendekatan filosofi seorang akan
dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya. Dengan demikian ketika
seorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang
dapat menimbulkan kebosanan, maka semakin pula meningkatkan sikap, penghayatan
dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang. Dan filsafat juga digunakan ilmu-ilmu
lain selain agama Islam. contoh: filsafat sejarah, ekonomi dan lain-lain.
Melalui pendekatan filosofi ini, seseorang tidak akan terjebak dalam
pengalaman agama yang bersifat formalistic, yakni mengamalkan agama dengan
susah payah tetapi tidak memiliki makna agama, kosong tanpa arti, yang mereka
dapatkan dari pengalaman agama tersebut hanyalah pengakuan formalistic, misalnya

3
sudah haji, sudah menunaikan rukun iman yang kelima dan berhenti sampai di situ
dan mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.
Namun demikian, hendaklah filosofis tidak berarti menafikan atau menyepelekan
bentuk pengalaman agama yang bersifat formal. Filsafat mempelajari segi batin yang
bersifat esoterik, sedangkan bentuk (formal) memfokuskan segi lahiriah yang bersifat
eksoterik. Bentuk atau kulit itulah yang disebut aspek eksoterik dan agama-agama
dan manifestasinya dalam dunia ini menjadi religius (dengan r kecil), sedangkan
kebenaran yang bersifat absolut, universal dan metahistoris adalah Religius (dengan
R besar). Dan titik Religion inilah titik persamaan yang sungguh-sungguh akan
dicapai.
Pandangan filsafat yang bercorak prinialis ini secara metodologis
memberikan harapan segar terhadap dialog antar umat beragama. Karena dengan
metode ini diharapkan tidak hanya sesama umat beragama menemukan transcendent
unity of religion, melainkan dapat mendiskusikannya secara lebih mendalam.
Sehingga terbukalah kebenaran yang betul-betul benar dan tersingkirlah kesesatan
yang betul-betul sesat, meskipun tetap dalam lingkup langit kerelatifan dan kudus
kebenaran dan kesesatan mungkin saja terjadi pada sikap kita atau suatu kelompok
tertentu yang seakan berada diposisi paling atas sehingga yang lain diklaim sebagai
yang di bawah.
Pendekatan yang bercorak orientalis ini, walaupun secara teoretis
memberikan harapan dan kesejukan, namun belum secara luas dipahami dan diterima
oleh sekelompok kecil saja. Dan kenapa hanya oleh segelintir orang, jawabannya bisa
dicari dalam filsafat prenial itu sendiri. Untuk mengikuti aliran ini, seorang sarjana
tidak cukup hanya mengabdikan pikirannya saja, melainkan seluruh hidupnya. Ia
menuntut penghayatan total, bukan hanya sebatas study akademis terhadap persoalan
agama bagi aliran ini . study agama dan agama-agama adalah aktivitas keagamaan itu
sendiri, dan mempunyai makna keagamaan. Semua study agama hanya bermakna
kalau ia memiliki makna keagamaan.

C. Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai
peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang dan
pelaku dari peristiwa tersebut. menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan
melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam
peristiwa tersebut.

4
Melalui pendekatan sejarah seorang akan melihat adanya kesenjangan atau
keselarasan antar yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di dalam alam
empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan dibutuhkan dalam memahami agama karena agama
turun dalam situasi yang konkrit bahkan berkaitan dengan kondisi sosial
kemasyarakatan. Kuntawijaya menyimpulkan bahwa pada dasarnya kandungan al-
Qur’an terbagi menjadi dua bagian. Yang pertama berisi konsep-konsep dan yang
kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Melalui pendekatan ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang
sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Maka seseorang tidak akan
memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena dapat menyesatkan orang
yang memahaminya.

D. Pendekatan Kebudayaan
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan
menyerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut
terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya.
kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh
seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya.
Kebudayaan yang demikian dapat pula digunakan untuk memahami agama
yang terdapat pada dataran empiriknya atau agama yang tampil dalam bentuk formal
yang menggejala di masyarakat. Pengalaman agama yang terdapat dalam masyarakat
tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui
penalaran. Dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan seseorang dapat
mengamalkan ajaran agama.

E. Pendekatan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang
melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiyah Darajat, perilaku
seseorang yang nampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang
dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada
kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan
sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui
ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama mementingkan bagaimana keyakinan agama
tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan memahami tingkat keagamaan
yang dihayati, difahami dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alat

5
untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkat usianya.
Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk
memahamkannya.
Kita misalnya dapat mengetahui pengaruh dari shalat, puasa, zakat, haji dan
ibadah lainnya dengan melalui ilmu jiwa. Dengan pengetahuan ini, maka dapat
disusun langkah-langkah baru yang lebih efisien dalam menanamkan ajaran agama.
Itulah sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan
gejala atau sikap keagamaan seseorang.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agama dapat dipahami melalui
berbagai pendekatan. Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama.
Seorang teolog, sosiolog, antropolog, sejarahwan, ahli ilmu jiwa dan budaya akan
sampai pada pemahaman agama yang benar. Di sini kita melihat bahwa agama bukan
hanya monopoli kalangan teolog dan normatif belaka, melainkan agama dapat
dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya.
Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari agama, karena seluruh
persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.

B. Saran
Penyusun yakin masih jauh dari sempurnanya makalah ini. Maka dari itu
penyusu berharap kritikan/saran yang membangun. Agar lebih sempurnanya makalah
ini kedepannya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Hamim, Drs. H. Nur, Pengantar Studi Islam. Surabaya. 2002.


Nata, Dr. H. Abuddin. Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2001.
R. Al-Faruqi, Ismail. The Cultural Atlas of Islam. New York: Macmillan Publisher
company. 1986.

Anda mungkin juga menyukai