Anda di halaman 1dari 24

FUNGSI MOTORIK MEDULA SPINALIS

&
REFLEKS-REFLEKS MEDULA SPINALIS

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Fisiologi Olahraga

Dosen Pengampu : Dr. Sukendro, M.Kes

Oleh:

Trisha Regina Putri

NIM: P2A120016

MAGISTER TEKNOLOGI NPENDIDIKAN


KONSENTRASI PENDIDIKAN JASMANI
PASCASARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “FUNGSI MOTORIK MEDULA SPINALIS & REFLEKS-
REFLEKS MEDULA SPINALIS” tepat waktu. Makalah disusun guna memenuhi tugas Bapak
Dr.Sukendro, M.kes . Pada Mata kuliah Fisiologi Olahraga di Universitas Jambi . Selain itu,
penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembacanya.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak


Dr.Sukendro, M.kes selaku Dosen Mata kuliah Fisiologi Olahraga . tugas yang telah diberikan
ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis
juga mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 30 September 2020

Trisha Regina Putri


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak (bahasa Latin: 'ensephalon') dan sumsum tulang
belakang (bahasa Latin: 'medulla spinalis'). Keduanya merupakan organ yang sangat lunak,
dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas
tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena
infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis.

Medula Spinalis atau Sumsum tulang belakang adalah saraf tipis yang merupakan
perpanjangan dari sistem saraf pusat dari otak dan melengkungi serta dilindungi oleh tulang
belakang. atau jaringan saraf berbentuk seperti kabel putih yang memanjang dari medula
oblongata turun melalui tulang belakang dan bercabang ke berbagai bagian tubuh.

Medula spinalis merupakan bagian utama dari sistem saraf pusat yang melakukan


impuls saraf sensorik dan motorik dari dan ke otak. Disebut juga saraf tulang belakang atau
sumsum tulang belakang.Letak sumsum tulang belakang, memanjang di dalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher hingga ruas tulang pinggang ke dua.

Selaput meninges berguna membungkus Sumsum tulang belakang. Jika di lihat secara
melintang, sumsum tulang belakang pada bagian luar akan tampak berwarna putih (substansi
alba) dan pada bagian dalam yang memiliki bentuk seperti kupu-kupu, berwarna kelabu
(substansi grissea).

Banyak kandungan akson (neurit) pada bagian yang berwarna putih dengan yang
menyelimutinya adalah myelin. dibagian ini berfungsi sebagai penghantar impuls menuju otak
dan dari otak menuju efektor.Lalu, pada bagian yang warnanya kelabu memilki kandungan
serabut saraf dengan tidak memiliki myelin. untuk membedakan pada bagian ini terdapat 2 akar
yakni dorsal atau akar posterior dan akar ventral atau akar anterior.Akar dorsal memiliki
kandungan neuron sensorik, sedangkan akar ventral memiliki kandungan neuron motorik.

Walau demikian, kita tidak boleh meremehkan peranan otak, karena otak memberi
arahan yang mengatur urutan aktivitas medula spinalis untuk memulai gerakan dengan
perubahan arah, kekuatan atau kecepatan bila diperlukan, mencondongkan tubuh ke depan
selama terjadi percepatan, untuk mengubah gerakan dari berjalan menjadi lompat bila
diperlukan dan terus-menerus mengawasi dan mengatur perintah yang di bangkitkan di dalam
otak.
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengharapkan dengan adanya makalah yang
berjudul “ FUNGSI MOTORIK MEDULA SPINALIS & REFLEKS-REFLEKS MEDULA SPINALIS” dapat
bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah pengetahuan .

B. Rumusan Masalah
Medula Spinalis sangat berperan penting untuk setiap mahluk hidup, dari uraian di atas
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa fungsi motoric medula spinalis?


2. Apa saja reflex-refleks medula spinalis?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui fungsi-fungsi medula spinalis


2. Memahami reflex-refleks medula spinalis
BAB II PEMBAHASAN

Fungsi Motorik Medula Spinalis


Setiap segmen medula spinalis (pada setiap tingkat saraf spinal) mempunyai beberapa
juta neuron dalam substansia griseanya. Neuron-neuron terdapat dalam dua jenis yaitu

1. Neuron Motorik Anterior. Pada setiap segmen radiks anterior substansia grisea
terdapat beberapa ribu neuron yang berukuran 50 sampai 100 persen lebih besar
daripada neuronneuron lainnya dan disebut sebagai neuron motorik anterior, Neuron-
neuron ini keluar meninggalkan medula spinalis melalui radiks anterior dan langsung
menginervasi serat-serat otot rangka. Neuron-neuron tersebut terdiri atas dua jenis
neuron, yaitu neuron motorik alfa dan neuron motorik gamma.
 Neuron Motorik Alfa. Neuron motorik alfa menjulurkan serabut saraf motorik
tipe A alfa (Aa) yang besar, berdiameter 14 gm; serabut tersebut bercabang
beberapa kali setelah memasuki otot dan mempersarafi serat-serat otot rangka
yang besar. Perangsangan pada satu serat saraf alfa akan mengeksitasi tiga
sampai beberapa ratus serat otot rangka, yang secara kolektif disebut sebagai
unit motorik.
 Neuron Motorik Gamma. Bersama dengan neuron motorik alfa yang
menyebabkan kontraksi serat otot rangka, neuron motorik gamma yang
berukuran jauh lebih kecil dan jumlahnya sekitar satu setengah kali lebih banyak,
berlokasi di radiks anterior medula spinalis. Neuron motorik gamma ini
mengirimkan impuls melalui serat saraf motorik jenis A gamma (Ay) yang lebih
kecil, berdiameter rata-rata 5 grn, ke serat otot rangka khusus yang kecil, yang
disebut serat intrafusal, Serat ini membentuk bagian tengah kumparan otot,
yang membantu mengatur "tonus" otot dasar.
2. Interneuron. Interneuron dapat dijumpai di semua daerah substansia grisea medula
spinalis dalam kornu dorsalis, kornu anterior, dan area-area lain yang terletak di antara
kedua area tersebut, Jumlah sel-sel ini kira-kira 30 kali jumlah neuron motorik anterior.
Neuron ini kecil dan sangat mudah dirangsang, sering kali mengeluarkan aktivitas
spontan dan mampu mengirimkan impuls dengan kecepatan sampai 1.500 kali per detik.
Neuron ini saling berhubungan satu sama lain, dan sebagian besar secara langsung
mempersarafi neuron motorik anterior, Hubungan di antara interneuron dan neuron
motorik anterior bertanggung jawab untuk sebagian besar fungsi integrasi medula
spinalis.
Pada dasarnya seluruh tipe sirkuit neuron seperti yang telah diuraikan dapat dijumpai
dalam kumpulan sel interneuron medula spinalis, meliputi sirkuit jenis divergen, konvergen,
sirkuit yang mengeluarkan rangsang secara berulang, dan sirkuit jenis lain. kita akan
mempelajari banyak aplikasi dari bermacam¬macam sirkuit dalam hal gambaran kerja
refleks spesifik oleh medula spinalis. Hanya beberapa sinyal sensorik yang datang dari saraf-
saraf spinal atau sinyal dari otak berakhir secara langsung di neuron motorik anterior.
Sebaliknya, hampir seluruh sinyal tersebut mula-mula akan dihantarkan melalui
interneuron, tempat sinyal tersebut diolah secara tepat. Jadi, seperti yang diperlihatkan
traktus kortikospinalis dan otak diperlihatkan hampir seluruhnya berakhir di interneuron
spinalis, tempat sinyal-sinyal dari traktus tersebut digabungkan dengan traktus spinalis lain
atau saraf-saraf spinal sebelum akhirnya berkonvergensi menuju ke neuron motorik
anterior untuk mengatur fungsi otot.

Sel-Sel Renshaw Mentransmisi Sinyal-Sinyal Inhibisi ke Neuron Motorik di Sekitarnya.


Dalam Dalam radiks anterior medula spinalis, berdekatan dengan neuron motorik, terdapat
juga neuron-neuron kecil yang jumlahnya banyak, yang disebut sel Renshaw. Setelah akson
neuron motorik anterior meninggalkan badan neuron, cabang-cabang kolateral dari akson
ini langsung berhubungan dengan sel Renshaw di dekatnya. Sel ini merupakan sel inhibisi
yang mengirim sinyal inhibisi ke neuron motorik sekelilingnya. Jadi, perangsangan pada
setiap neuron motorik cenderung menimbulkan inhibisi pada neuron-neuron motorik yang
berdekatan, suatu efek yang disebut inhibisi lateral. Efek ini penting karena alasan berikut:
Sistem motorik tersebut menggunakan inhibisi lateral untuk memfokuskan, atau
mempertajam sinyalsinyalnya seperti juga sistem sensorik dalam menggunakan prinsip yang
sama tersebut, sehingga memungkinkan transmisi sinyal-sinyal utama/primer merambat
tanpa hambatan ke arah yang diinginkan, dan menekan kecenderungan menyebarnya
sinyal-sinyal ke arah lateral.

Hubungan Multisegmen dari Satu Tingkat Medula Spinatis ke Tingkat Lainnya—Serat


Propriospinal Lebih dari separuh serat saraf asendens dan desendens pada medula spinalis
merupakan serat propriospinal. Serat-serat ini berjalan dari satu segmen medula menuju
segmen lainnya. Selain itu, seperti serat sensorik sewaktu medula spinalis dari radiks
posterior, serabut tersebut akan terbagi dua dan bercabang ke atas dan ke bawah medula
spinalis, beberapa cabangnya hanya mengirimkan sinyal menuju satu atau dua segmen,
sementara cabang lainnya akan mengirimkan sinyal ke banyak segmen. Serat propriospinal
asendens dan desendens medula akan membentuk jaras untuk refleks-refleks multisegmen,
meliputi refleks-refleks yang mengoordinasikan gerakangerakan lengan dan tungkai secara
bersamaan.
Reseptor-Reseptor Sensorik Otot-- Kumparan Otot dan Organ Tendon Golgi
serta Perannya dalam Pengaturan Otot
Pengaturan fungsi otot yang tepat tidak hanya membutuhkan eksitasi otot oleh neuron-
neuron motorik anterior medula spinalis, namun juga membutuhkan informasi umpan balik
(feedback) yang dikirimkan secara terus-menerus dari setiap otot ke medula spinalis,
menunjukkan keadaan fungsional setiap otot pada setiap saat. Bagaimana panjang otot,
bagaimana keadaan tegangan saat itu, dan seberapa cepat perubahan panjang atau
tegangannya? Untuk menyediakan informasi ini, otot dan tendonnya dipasok secara berlebihan
oleh dua macam reseptor sensorik yang khusus, yakni:

1. Fungsi Reseptor Kumparan Otot


Struktur dan Inervasi Motorik Kumparan Otot. Setiap kumparan panjangnya 3
sampai 10 milimeter, dibangun oleh 3 sampai 12 serat otot intrafusal yang sangat kecil
yang ujungnya melingkar dan melekat pada glikokaliks struktur ekstrafusal besar yang
mengelilingi serat otot rangka. Setiap serat otot intrafusal merupakan serat otot rangka
yang sangat kecil. Biarpun begitu, daerah pusat dari setiap serabut ini yakni, daerah
pertengahan antara kedua ujungnya sama sekali tidak mempunyai atau mempunyai
sedikit filamen aktin dan miosin. Oleh karena itu, bagian tengah ini tak akan
berkontraksi sewaktu ujung ujungnya berkontraksi. Malahan, berfungsi sebagai reseptor
sensorik, dan hal ini akan dibahas nanti. Bagian ujung yang berkontraksi dapat
dirangsang oleh serabut saraf motorik gamma kecil yang berasal dari neuron motorik
gamma kecil tipe A di radiks anterior medula spinalis, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Serat-serat saraf motorik gamma ini juga disebut serat eferen gamma,
yang berbeda dengan serat eferen alfa besar (serat saraf alfa tipe A) yang mempersarafi
bagian ekstrafusal otot rangka.
Persarafan Sensorik Kumparan Otot. Bagian reseptor dari kumparan otot adalah
bagian tengahnya. Pada daerah ini, bagian intrafusal serat otot tidak mempunyai
elemen kontraktil aktin dan miosin. serat-serat sensorik dimulai di sini. Bagian ini akan
terangsang bila ada regangan di bagian tengah kumparan otot. Kita dapat melihat
bahwa reseptor-reseptor yang terdapat dalam kumparan otot dapat dirangsang melalui
dua cara berikut.
1. Pemanjangan seluruh otot meregangkan bagian tengah kumparan
sehingga merangsang reseptor.
2. Meskipun panjang seluruh otot tak berubah, kontraksi di bagian ujung
kumparan dan serat intrafusal akan meregangkan bagian tengah serat
sehingga merangsang reseptor.
Kedua macam ujung sensorik dapat dijumpai pada daerah reseptor tengah
kumparan otot. Daerah itu adalah ujung primer dan ujung sekunder.
 Ujung Primer. Di bagian tengah daerah reseptor terdapat serat saraf
sensorik besar yang melingkari bagian tengah setiap serat intrafusal,
membentuk yang disebut ujung primer atau ujung anulospiral. Serat saraf
ini merupakan serat tipe Ia yang diameternya kira-kira 17 µm dan serat
ini mengirimkan sinyal sensorik dengan kecepatan antara 70 sampai 120
m/det- tik ke medula spinalis, sesuai dengan kecepatan setiap macam
serat saraf di seluruh tubuh.
 Ujung Sekunder. biasanya ada satu namun kadang ada dua serat saraf
sensorik yang lebih kecil serabut tipe II yang berdiameter kira-kira 8 µm
mempersarafi daerah reseptor di salah satu atau kedua sisi ujung primer.
Ujung sensorik ini disebut ujung sekunder; serat ini kadang melingkari
serat intrafusal seperti halnya serat tipe Ia, namun sering menyebar
seperti cabang pada semak-semak.

Pembagian Serat-Intrafusal menjadi Serat Kantong Nuklear dan Serat Rantai


Nuklear—Respons Dinamik dan Statik Kumparan Otot. Ada dua macam serat intrafusal
gelendong otot, yakni: (1) serat otot kantong nuklear (dalam setiap kumparan ada satu
sampai tiga serat), berisi beberapa nuklei serat otot yang terkumpul dalam "kantong"
mengembung yang letaknya di bagian tengah daerah reseptor, dan (2) serat rantai
nuklear (jumlahnya tiga sampai sembilan), diameter dan panjangnya kira-kira setengah
diameter dan panjang serat kantong nuklear dan mempunyai nuklei yang tersusun lurus
seperti rantai di seluruh daerah reseptor, terlihat sebagai serat pada bagian bawah
gambar. Ujung saraf sensorik primer (serat sensorik 17 um) dirangsang oleh serat
intrafusal kantong nuklear dan serat rantai nuklear. Sebaliknya, ujung sekunder (serat
sensorik 8 um) biasanya dirangsang hanya oleh serat rantai nuklear.

Respons Ujung Primer dan Ujung Sekunder terhadap Panjang Reseptor—


Respons "Statik." bagian reseptor kumparan otot diregang secara lambat, jumlah
impuls yang dijalankan baik dari ujung primer maupun ujung sekunder akan lebih
banyak sesuai dengan besarnya regangan, dan ujung-ujung tadi selama beberapa menit
terus-menerus mengirimkan impuls tersebut. Efek ini disebut respons statik reseptor
kumparan, yang berarti bahwa baik ujung primer maupun ujung sekunder terus-
menerus mengirimkan sinyalsinyalnya selama sekurang-kurangnya beberapa menit jika
kumparan otot itu sendiri tetap teregang.

Respons Ujung Primer (tetapi Tidak Ujung Sekunder) terhadap Kecepatan


Perubahan Panjang Resept or - Respons "Dinamik." Bila panjang reseptor kumparan
tiba-tiba meningkat, ujung primer (tetapi tidak ujung sekunder) akan terangsang jauh
lebih kuat. Rangsangan yang berlebihan dari ujung primer ini disebut respons dinamik,
yang berarti bahwa ujung primer itu secara aktif dan ekstrem akan berespons terhadap
kecepatan perubahan panjang kumparan yang berlangsung cepat. Bahkan bila panjang
reseptor kumparan meningkat hanya sepersekian dalam waktu seperdetik, reseptor
primer akan mengirimkan banyak sekali impuls menuju serat saraf sensorik 17 µm yang
besar, namun hal ini hanya terjadi saat panjang reseptor tadi benar-benar meningkat.
Segera setelah penambahan panjang terhenti, kecepatan pengeluaran impuls tambahan
tersebut akan kembali ke nilai respons statik yang jauh lebih kecil sementara sinyal
masih ada. Sebaliknya, bila reseptor kumparan memendek, timbul sinyal sensorik yang
secara tepat berlawanan. Jadi, ujung primer akan mengirimkan sinyal, baik positif atau
negatif, yang sangat kuat ke medula spinalis untuk memberitahukan adanya setiap
perubahan panjang reseptor.

Pengaturan Intensitas Respons Statik dan Dinamik oleh Saraf Motorik Gamma.
Saraf motorik gamma yang menuju kumparan otot dapat dibagi menjadi dua tipe:
gammadinamik (gamma-d) dan gamma-statik (gamma-s). Serat gamma-dinamik
terutama merangsang serat intrafusal kan- tong nuklear, sedangkan serat gammastatik
terutama merangsang serat intrafusal rantai nuklear. Saat serat gammad merangsang
serat kantong nuklear, respons dinamik yang dikeluarkan oleh kumparan otot menjadi
lebih besar lagi, sedangkan respons statik hampir tidak terpengaruh. Sebaliknya
perangsangan pada serat gamma-s, yang merangsang serat rantai nuklear, akan
meningkatkan respons statik namun sedikit memengaruhi respons dinamik. Paragraf
selanjutnya akan menggambarkan bahwa kedua tipe respons kumparan otot ini penting
bagi bermacam-macam pengaturan otot.

Pengeluaran Impuls secara Terus-Menerus oleh Kumparan Otot dalam


Keadaan Normal. Dalam keadaan normal, khususnya ketika ada sedikit perangsangan
pada seratgamma motorik, kumparan otot akan memancarkan impuls saraf sensorik
secara terus-menerus. Peregangan pada kumparan otot meningkatkan kecepatan
peletupan (firing), sedangkan pemendekan kumparan otot menurunkan kecepatan
peletupan. Jadi, kumparan tadi dapat mengirimkan sinyal positif ke medula spinalis
artinya, peningkatan jumlah impuls menunjukkan adanya peregangan otot atau
mengirimkan sinyal negatif yaitu, penurunan jumlah impuls di bawah nilai normal
menunjukkan bahwa otot benar-benar tidak mengalami peregangan.

Refleks Regang Otot. Manifestasi paling sederhana fungsi kumparan otot adalah
refleks regang otot. Kapan pun otot diregang secara tiba-tiba, eksitasi yang timbul pada
kumparan menyebabkan refleks kontraksi serabut otot rangka yang besar dari otot yang
teregang dan otototot sinergisnya.
Sirkuit Neuron Refleks Regang. menggambarkan sirkuit dasar refleks regang
kumparan otot, tampak serat saraf proprioseptor tipe Ia yang bermula di kumparan otot
dan memasuki radiks dorsalis medula spinalis. Cabang serat tersebut kemudian berjalan
langsung menuju radiks anterior substansia grisea medula dan bersinaps dengan neuron
motorik anterior yang mengirimkan serat-serat saraf motoriknya kembali ke otot yang
sama tempat serat-serat kumparan otot bermula. Jadi, sirkuit ini merupakan jaras
monosinaptik yang akan mengirimkan sinyal refleks agar otot dapat kembali tanpa ada
kemungkinan perlambatan waktu ke otot sesudah perangsangan pada kumparan.
Kebanyakan serat tipe II yang berasal dari kumparan otot berakhir pada interneuron-
interneuron yang terdapat dalam substansia grisea medula spinalis, dan interneuron ini
mengirimkan sinyal perlambatan ke neuron motorik anterior atau melayani fungsi-
fungsi lainnya.

Refleks Regang Dinamik dan Refleks Regang Statik. Refleks regang dapat dibagi
menjadi dua komponen: refleks regang dinamik dan refleks regang statik. Refleks regang
dinamik dicetuskan oleh sinyal dinamik yang kuat, yang dikirimkan dari ujung sensorik
primer kumparan otot akibat regangan atau pemampatan yang berlangsung cepat. Jadi,
bila otot tiba-tiba diregang atau dimampatkan, akan ada sinyal kuat yang dikirimkan ke
medula spinalis; hal ini akan segera menimbulkan refleks kontraksi yang kuat (atau
menurunan kontraksi) pada otot yang sama dan tempat sinyal tadi keluar. Dengan
demikian, fungsi refleks ini adalah untuk melawan perubahan panjang otot.

Refleks regang dinamik berakhir dalam waktu kurang dari satu detik sesudah
otot diregang (atau lepas dari regangan) hingga mencapai panjangnya yang baru, namun
kemudian akan dilanjutkan oleh refleks regangstatik yang lebih lemah dalam waktu yang
lama. Refleks ini dicetuskan oleh sinyal reseptor statik terus-menerus yang dikirimkan
oleh ujung primer dan ujung sekunder. Makna refleks regang statik adalah bahwa
refleks ini menimbulkan derajat tertentu kontraksi otot yang dipertahankan dalam
keadaan konstan, kecuali ketika sistem saraf seseorang memerintahkan sebaliknya.

Fungsi "Peredam" Refleks Regang Statik dan Dinamik. Fungsi penting utama
refleks regang adalah kemampuannya untuk mencegah gerakan tubuh yang bergoyang
(oscillation) atau menyentak-nyentak (jerkiness). Ini adalah fungsi peredam (damping)
atau pelancar (smoothing) seperti yang dijelaskan pada paragraf berikut.

Peran Kumparan Otot pada Aktivitas Motorik Volunter. Untuk memahami


makna sistem eferen gamma, kita perlu mengetahui bahwa 31 persen dari semua serat
saraf motorik yang menuju otot merupakan serat eferen gamma tipe A yang kecil dan
bukan serat motorik alfa yang besar. Bila sinyal dari korteks motor atau setiap daerah
otak dikirimkan ke neuron motorik alfa, kebanyakan neuron motorik gamma terangsang
secara bersamaan, efek ini disebut sebagai keadaan koaktivasi dari neuron motorik alfa
dan gamma. Keadaan ini menyebabkan serat otot rangka ekstrafusal dan serat otot
intrafusal kumparan otot berkontraksi secara bersamaan. Tujuan serat intrafusal
kumparan otot berkontraksi secara serentak bersamaan dengan kontraksi serat otot
rangka yang besar adalah dua kali lipat. Pertama, keadaan ini akan mempertahankan
panjang bagian reseptor kumparan otot dari perubahan selama berjalannya seluruh
kontraksi otot. Oleh karena itu, koaktivasi mempertahankan refleks kumparan otot
melawan kontraksi otot. Kedua, keadaan ini mempertahankan fungsi peredam
kumparan otot agar tetap sesuai, tanpa mempedulikan setiap perubahan panjang otot.
Contoh, bila kumparan otot tidak berkontraksi dan berelaksasi bersama dengan serat
otot besar, bagian reseptor kumparan otot kadang-kadang akan tersentak dan kadang
akan terlalu teregang, dan tidak satu pun dari kedua hal ini terjadi secara optimum bagi
fungsi kumparan.

Daerah Otak untuk Pengaturan Sistem Motorik Gamma. Sistem eferen gamma
dirangsang secara khusus oleh sinyal dari regio fasilitasi bulboretikular dalam batang
otak, dan secara sekunder oleh impuls-impuls yang dikirimkan ke daerah ini dari: (1)
serebelum, (2) ganglia basal, dan bahkan dari (3) korteks serebri. Hanya sedikit yang
diketahui tentang mekanisme pasti pengaturan sistem gamma eferen. Biarpun begitu,
karena daerah fasilitasi bulboretikular ini biasanya berhubungan dengan kontraksi
melawan gaya berat (anti-gravity contractions), dan juga karena otot-otot untuk
melawan gaya berat mempunyai kumparan otot yang densitasnya tinggi, ditekankan
mengenai pentingnya mekanisme eferen gamma ini untuk meredam gerakan-gerakan
berbagai bagian tubuh selama berjalan dan berlari.

Sistem Kumparan Otot Menstabilkan Posisi Tubuh selama Aktivitas Kuat. Salah
satu fungsi terpenting sistem kumparan otot adalah untuk menstabilkan kedudukan
tubuh selama kerja motorik yang kuat. Untuk melakukan hal ini, regio fasilitatorik
bulboretikular dan daerah-daerah yang berdekatan dengannya di batang otak akan
menjalankan sinyal-sinyal eksitatorik melalui serat saraf gamma ke serat-serat otot
intrafusal kumparan otot. Hal ini memendekkan ujungujung kumparan dan
meregangkan regio reseptor pusat, dengan demikian meningkatkan sinyal keluarannya.
Namun, jika kumparan pada kedua sisi setiap sendi diaktifkan pada waktu yang sama,
refleks eksitasi otot-otot rangka pada kedua sisi sendi juga meningkat, sehingga
menimbulkan kekuatan dan tegangan otot yang saling berlawanan satu sama lain pada
sendi. Hasil akhirnya adalah bahwa kedudukan sendi menjadi sangat stabil, dan setiap
kekuatan yang cenderung menggerakkan sendi dari posisi asalnya dilawan oleh refleks
regang yang sangat peka yang bekerja pada kedua sisi persendian. Setiap kali seseorang
harus melakukan fungsi otot yang memerlukan kedudukan sangat sulit dan sangat tepat,
eksitasi pada kumparan otot yang sesuai oleh sinyal dan regio fasilitatorik bulboretikular
batang otak menstabilkan posisi sendi utama. Bantuan ini sangat menolong dalam
membentuk gerakan volunter tambahan yang detail (pada jari-jari atau bagian-bagian
tubuh lainnya), yang diperlukan untuk prosedur motorik yang rumit.

Penerapan Klinis Refleks Regang. Setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada
seorang pasien, seorang dokter menimbulkan banyak refleks regang. Tujuannya adalah
untuk menentukan berapa besar eksitasi yang terjadi, atau "tonus", yang dikirimkan
oleh otak ke medula spinalis. Refleks yang dihasilkan adalah sebagai berikut.

Klonus—Osilasi Sentakan Otot. Pada beberapa kondisi, sentakan otot dapat


berosilasi, yaitu suatu fenomena yang disebut klonus (lihat miogram, Gambar 54-7
bagian bawah). Keadaan osilasi dapat dijelaskan secara khusus berhubung dengan
keadaan klonus pergelangan kaki, sebagai berikut. Bila seseorang berdiri di atas ujung-
ujung jari kakinya tibatiba menurunkan badan ke bawah dan meregangkan otot
gastroknemius, impuls refleks regang dikirimkan dari kumparan otot menuju medula
spinalis. Impuls-impuls ini secara refleks akan merangsang otot yang teregang, sehingga
akan mengangkat tubuh ke atas lagi. Sesudah seperdetik, refleks kontraksi otot akan
hilang dan tubuh akan jatuh lagi, jadi akan meregangkan kumparan untuk yang kedua
kalinya. Refleks regang dinamik akan mengangkat tubuh lagi, namun dalam masa
seperdetik keadaan ini pun akan hilang, dan tubuh akan jatuh lagi untuk memulai
kembali siklus yang baru. Dengan cara ini, refleks regang dari otot gastroknemius akan
terus-menerus berosilasi, dan sering kali berlangsung untuk waktu yang lama; keadaan
ini disebut klonus. Klonus biasanya hanya terjadi ketika refleks regang dalam keadaan
sangat peka akibat adanya impuls fasilitasi yang berasal dari otak. Contohnya, pada
hewan deserebrasi, yang refleks regangnya dalam keadaan sangat terfasilitasi, maka
akan segera timbul keadaan klonus di atas. Untuk menentukan seberapa besar derajat
fasilitasi medula spinalis pada pasien, ahli saraf menguji klonus pasien dengan
meregangkan otot secara mendadak dan menggunakan gaya regang yang menetap
terhadap otot tersebut. Bila kemudian timbul klonus, berarti derajat fasilitasi pada saat
itu sangat tinggi.

Refleks Tendon Golgi. Organ Tendon Golgi Membantu Mengatur Ketegangan


Otot. Organ tendon Golgi, diselubungi oleh reseptor-reseptor sensorik yang dilewati
oleh serabut tendon otot. Rata-rata ada 10 hingga 15 serabut otot yang biasanya
berkaitan dengan tiap organ tendon Golgi, dan organ ini dapat terangsang ketika berkas
kecil serabut otot kecil tersebut "dirangsang" oleh otot yang berkontraksi atau teregang.
Jadi, perbedaan utama antara eksitasi organ tendon Golgi melawan kumparan otot
adalah bahwa kumparan dapat mendeteksi panjang otot dan perubahannya, sementara
organ tendon dapat mendeteksi tegangan otot seperti tercermin dari tegangan organ
tendon itu sendiri. Organ tendon, seperti halnya reseptor primer yang terdapat dalam
kumparan otot, mempunyai respons dinamik dan respons statik, yang bereaksi sangat
kuat saat tegangan otot tiba-tiba meningkat (respons dinamik), namun menjadi tenang
dalam waktu seperdetik dan turun ke tingkat yang lebih rendah dari keadaan siap
meletup yang menetap sehingga hampir sesuai dengan besarnya tegangan otot
(respons statik). Jadi, organ tendon Golgi mengirimkan informasi cepat yang sesuai
dengan tiap segmen yang kecil dari setiap otot ke sistem saraf.

Penjalaran Impuls dari Organ Tendo ke Dalam Sistem Saraf Pusat . Sinyal dari
organ tendo dikirimkan melalui serat saraf tipe Ib yang besar dan penjalarannya cepat
yang rata-rata berdiameter sekitar 16µm, sedikit lebih kecil daripada ujung primer
kumparan otot. Serat-serat ini, seperti halnya ujung kumparan primer, mengirimkan
sinyal balik ke area lokal medula, setelah bersinaps di dalam kornu dorsalis medula,
melalui jaras serat panjang seperti traktus spinoserebelaris ke serebelum dan juga
melalui traktus-traktus yang lainnya ke korteks serebri. Sinyal medula lokal merangsang
suatu interneuron penghambat yang menghambat neuron motorik anterior. Sirkuit lokal
ini langsung menghambat setiap otot tanpa memengaruhi otot-otot di dekatnya.

Sifat Inhibisi Refteks Tendon dan Makna Pentingnya. Bila organ tendon Golgi
sebuah tendon otot dirangsang oleh kenaikan tegangan pada otot yang berhubungan,
sinyalnya dikirimkan ke medula spinalis guna menimbulkan refleks yang akan
memengaruhi otot yang sesuai. Refleks ini seluruhnya bersifat inhibisi. Jadi, refleks ini
mencetuskan suatu mekanisme umpan balik negatif yang mencegah agar tegangan pada
otot tidak terlalu besar. Bila tegangan pada otot yang mengakibatkan tegangan pada
tendon menjadi ekstrem, efek penghambat dari organ tendon akan menjadi sedemikian
besarnya sehingga menimbulkan reaksi mendadak pada medula spinalis yang
menyebabkan relaksasi cepat seluruh otot. Efek ini disebut reaksi pemanjangan; yang
merupakan mekanisme pelindung agar otot tidak robek atau agar tendonnya tidak
tertarik dari tempat pelekatannya pada tulang. Contohnya, kita tahu bahwa
perangsangan listrik secara langsung pada otot di laboratorium, yang tak dapat dilawan
oleh refleks negatif ini, berefek destruktif.

Kemungkinan Peran Refteks Tendo untuk Menyamaratakan Kekuatan


Kontraksi di antara SeratSerat Otot. Seperti fungsi lain refleks tendo Golgi adalah untuk
menyamaratakan kekuatan kontraksi pada serat-serat otot yang terpisah. Artinya, serat-
serat ini, yang mengalami tegangan berlebihan, menjadi terinhibisi oleh refleks,
sedangkan serabut yang mengalami terlalu sedikit tegangan menjadi lebih terangsang
karena tidak adanya penghambatan refleks. Hal ini menyebarkan beban otot ke seluruh
serat dan mencegah kerusakan pada daerah otot tertentu di mana sejumlah kecil serat
mungkin mempunyai beban lebih.

Fungsi Kumparan Otot dan Organ Tendon Golgi dalam Hubungannya dengan
Pengatur Motorik dari Tingkat yang Lebih Tinggi di Otak. Walaupun kita telah
menekankan mengenai fungsi kumparan otot dan organ tendon Golgi pada pengatur
motorik medula spinalis, ternyata kedua organ sensorik ini juga memberitahu pusat-
pusat pengendali motorik yang lebih tinggi untuk turut mengambil bagian dalam
menghadapi perubahan yang mendadak pada otot. Sebagai contoh, traktus
spinoserebelaris dorsalis secara langsung membawa informasi segera dari kumparan
otot dan organ tendon Golgi ke serebelum pada kecepatan penghantaran mendekati
120 m/detik, konduksi paling cepat di antara konduksi yang ada di dalam otak maupun
medula spinalis. Jaras tambahan mengirimkan informasi yang serupa ke regio retikular
batang otak dan, ke daerah yang lebih sempit, melalui semua jalur ke area motorik
korteks serebri.

Refleks Fleksor dan Refteks Menarik Diri


Pada hewan spinal atau hewan deserebrasi, hampir setiap jenis rangsang sensorik kulit
dan anggota tubuh tampaknya menyebabkan otot-otot anggota tubuh berkontraksi, sehingga
menarik anggota tubuh menjauhi objek yang merangsang. Hal ini disebut refleks fleksor. Dalam
bentuk klasiknya, refleks fleksor dapat dicetuskan paling kuat dengan cara merangsang ujung-
ujung saraf nyeri, misalnya dengan tusukan jarum atau rasa panas, atau suatu luka yang dengan
beberapa alasan sering kali disebut refleks nosiseptif atau secara lebih sederhana dengan
sebutan refleks nyeri. Rangsangan pada reseptor raba adakalanya dapat menimbulkan refleks
fleksor yang lebih lama dan lebih lemah. Bila beberapa bagian tubuh selain salah satu anggota
gerak dirangsang dengan rangsangan yang sangat menyakitkan, maka bagian tersebut dengan
pola yang serupa, akan menarik diri dari rangsang tersebut, namun meskipun pada dasarnya
merupakan refleks yang sama, refleks ini mungkin tak hanya terbatas pada fleksor otot saja.
Oleh karena itu, kebanyakan pola refleks tipe ini di berbagai daerah tubuh yang berbeda
disebut refleks menarik diri (withdrawal).

Mekanisme Neuronal Refleks Fleksor. rangsang yang sangat menyakitkan


diberikan pada tangan; akibatnya, otot-otot fleksor lengan atas akan terangsang,
dengan demikian akan menarik tangan tadi menjauhi rangsang yang sangat
menyakitkan. Jaras yang dipakai untuk menimbulkan refleks fleksor tidak secara
langsung melewati neuron motorik anterior, namun, mula-mula berjalan menuju
kumpulan interneuron medula spinalis dan selanjutnya ke neuron motorik. Sirkuit
terpendek yang memungkinkan adalah lengkungan yang hanya terdiri atas tiga sampai
empat jaras neuron; namun, sebagian besar sinyal-sinyal refleks ini akan melintasi lebih
banyak neuron lagi dan mencakup jenis-jenis dasar dari sirkuit berikut: (1) sirkuit
bercabang (diverging circuits) untuk menyebarkan refleks tadi ke otot-otot yang
diperlukan untuk menarik diri, (2) sirkuit untuk menghambat otot-otot antagonis,
disebut sirkuit inhibisi timbal-balik (reciprocal inhibition circuits); dan (3) sirkuit yang
menyebabkan afterdischarge (efek ikutan) berlangsung selama beberapa milidetik
setelah rangsangnya sudah tidak ada.

Dalam waktu beberapa milidetik sesudah suatu saraf nyeri mulai dirangsang,
timbul respons fleksor. Selanjutnya, dalam waktu beberapa detik, refleks mulai
mengalami kelelahan, yang merupakan sifat mendasar dari semua refleks integrasi yang
kompleks dari medula spinalis. Akhirnya, begitu rangsang selesai, kontraksi otot akan
kembali lagi ke keadaan dasarnya, namun, karena ada afterdischarge (efek ikutan),
pengembalian tersebut membutuhkan beberapa milidetik sehingga terjadi kontraksi
otot yang kembali ke keadaan dasar. Lamanya afterdischarge bergantung pada
intensitas rangsang sensorik yang mencetuskan refleks; rangsang taktil yang lemah
hampir sama sekali tidak menimbulkan afterdischarge, namun setelah pemberian
rangsang nyeri yang kuat, afterdischarge dapat berlangsung selama beberapa de-tik
atau lebih. Peristiwa afterdischarge yang timbul pada refleks fleksor hampir pasti berasal
dari kedua macam sirkuit pengeluaran impuls yang beruntun seperti yang telah
dibicarakan pada Bab 46. Peristiwa afterdischarge yang berlangsung dengan segera
dapat ditunjukkan melalui penelitian elektrofisiologi, yang berlangsung selama kira-kira
6 sampai 8 milidetik, disebabkan oleh letupan beruntung dalam interneuronnya sendiri
yang tereksitasi. Peristiwa afterdischarge yang berlangsung lama, yang terjadi sesudah
rangsang nyeri yang kuat, juga hampir seluruhnya adalah akibat jaras rekuren yang
memulai osilasi pada sirkuit interneuron reverberasi (reverberating circuits), jaras
tersebut, selanjutnya meneruskan impuls ke neuron motorik anterior, kadang kala
selama beberapa detik sesudah sinyal sensorik yang baru masuk sudah benar-benar
selesai. Dengan demikian, refleks fleksor tersusun secara tepat untuk dapat menarik
bagian tubuh yang mengalami nyeri atau teriritasi dari rangsang. Selanjutnya, karena
ada peristiwa afterdischarge, refleks dapat menahan bagian tubuh yang teriritasi untuk
menjauhkan diri dari rangsang selama 0,1 sampai 3 detik sesudah iritasi selesai. Dan
selama waktu ini, refleks dan kerja lain yang asalnya dari sistem saraf pusat dapat
menjauhkan seluruh tubuh dari rangsang yang menyakitkan.

Pola Menarik Diri. Pola menarik diri (withdrawal) yang timbul saat refleks
fleksor dirangsang bergantung pada saraf sensorik yang dirangsang. Jadi, rangsang nyeri
pada bagian dalam lengan tidak hanya menimbulkan kontraksi otot-otot abduktor untuk
menarik lengan tadi menjauh. Dengan kata lain, pusat integrasi dalam medula spinalis
menyebabkan otot-otot berkontraksi sehingga secara sangat efektif dapat
memindahkan bagian tubuh yang nyeri menjauhi suatu objek yang menimbulkan nyeri
tersebut. Walaupun prinsip yang disebut prinsip "tanda lokal" ini diterapkan di setiap
bagian tubuh, prinsip tersebut khusus dipakai pada anggota gerak, sebab bagian ini
paling banyak menimbulkan refleks fleksor.

Refleks Ekstensor Silang


Kira-kira 0,2 sampai 0,5 detik sesudah suatu rangsang menimbulkan refleks fleksor pada
salah satu anggota tubuh, anggota tubuh di sisi yang berlawanan mulai berekstensi. Keadaan ini
disebut refleks ekstensor silang (crossed extensor reflex). Ekstensi yang terjadi pada anggota
tubuh di sisi yang berlawanan tersebut dapat mendorong seluruh tubuh menjauhi objek yang
menimbulkan rangsang nyeri pada anggota tubuh yang ditarik.

Mekanisme Neuronal Refleks Ekstensor Silang. tampak sinyal dari saraf sensorik
menyilang ke bagian sisi lain dari medula untuk mengeksitasi otot-otot ekstensor. Oleh karena
biasanya refleks ekstensor silang tidak timbul sampai 200 hingga 500 milidetik sesudah onset
rangsang awal yang menimbulkan nyeri, maka pasti sebagian besar interneuron yang terlibat,
yang terletak dalam sirkuit antara neuron sensorik yang baru masuk dan neuron motorik dari
sisi lain medula, bertanggung jawab terhadap timbulnya ekstensi silang. Sesudah rangsang nyeri
dipindahkan, ternyata refleks ekstensor silang bahkan masih mempunyai periode
afterdischarge yang lebih lama daripada waktu yang diperlukan untuk refleks fleksor. Sekali lagi,
mungkin periode afterdischarge yang lebih lama ini disebabkan oleh sirkuit reverberasi di
antara sel-sel interneuronal. memperlihatkan rekaman miogram yang khas dari sebuah otot
yang mengalami refleks ekstensor silang. Dalam gambar tampak masa laten yang relatif lama
sebelum refleks dimulai, juga adanya waktu afterdischarge yang berlangsung lama pada saat
rangsang berakhir. Afterdischarge yang berlangsung lama ini bermanfaat untuk menahan tubuh
yang terasa nyeri menjauhi objek yang menimbulkan nyeri sampai reaksi saraf lain
menyebabkan seluruh tubuh menjauh dari rangsang tadi.

Hambatan Timbal Balik dan Persarafan Timbal Balik


Sebelumnya, telah kita tekankan beberapa kali bahwa eksitasi pada satu kelompok otot
sering kali berhubungan dengan penghambatan pada kelompok otot lainnya. Sebagai contoh,
sewaktu refleks regang merangsang suatu otot, sering kali secara bersamaan juga timbul
penghambatan pada otot antagonisnya. Fenomena ini disebut hambatan timbal balik
(reciprocal inhibition), dan mekanisme neuron yang menimbulkan hubungan timbal balik ini
disebut persarafan timbal balik (reciprocal innervation). Selain itu, hubungan timbal balik ini
sering terjadi di antara otot pada kedua sisi tubuh, seperti yang ditunjukkan oleh refleks otot
fleksor dan ekstensor yang telah dijelaskan terlebih dahulu.
Pada keadaan ini, refleks fleksor moderat (tingkat sedang) tetapi lama ditimbulkan dari
satu ekstremitas tubuh: sewaktu refleks ini masih berlangsung, timbul refleks fleksor yang lebih
kuat pada anggota tubuh sisi yang berlawanan. Refleks yang lebih kuat tersebut mengirim sinyal
penghambatan timbal balik ke anggota tubuh yang pertama dan menekan derajat fleksinya.
Kemudian, bila refleks fleksor yang lebih kuat ini hilang, intensitas refleks yang semula akan
timbul lagi.

Refleks Sikap Tubuh dan Pergerakan


Refleks Sikap Tubuh dan Refleks Pergerakan Medula Spinalis

Reaksi Penyangga Positif (Positive Supportive Reaction). Tekanan yang


diberikan pada telapak kaki hewan deserebrasi menyebabkan ekstremitas menjauhkan
diri dari tekanan yang diterapkan pada kaki tersebut. Tentu saja, refleks ini begitu kuat
sehingga jika hewan yang mengalami transeksi pada medula spinalis beberapa bulan
sebelumnya yaitu, setelah refleks-refleksnya sudah menjadi berlebihan diberdirikan
pada kedua kakinya, refleks tersebut sering kali mengeraskan (membuat kaku)
ekstremitas sehingga mampu menyangga berat badan. Refleks ini disebut sebagai reaksi
penyangga positif.

Reaksi penyangga positif melibatkan sirkuit yang kompleks di dalam interneuron


seperti halnya sirkuit yang bertanggung jawab dalam refleks fleksor dan refleks
ekstensor silang. Lokasi telapak kaki yang diberi tekanan tadi menentukan ke arah mana
anggota tubuh akan bergerak; tekanan yang diberikan pada salah satu sisi akan
menyebabkan ekstensi anggota tubuh ke arah tekanan tadi, efek ini disebut reaksi
magnet. Reaksi ini dapat membantu hewan agar tidak jatuh ke sisi itu.

Refleks Medula Spinalis untuk "Menegakkan Tubuh". Bila diletakkan pada


salah satu sisi tubuhnya, seekor hewan akan melakukan gerakan-gerakan tak
terkoordinasi, berusaha untuk menegakkan tubuhnya ke posisi berdiri. Peristiwa ini
disebut refleks menegakkan tubuh dari medula. Refleks semacam ini menggambarkan
bahwa secara relatif beberapa refleks kompleks yang berhubungan dengan sikap tubuh
diintegrasikan dalam medula spinalis. Tentu saja, seekor hewan yang sudah sembuh dari
tindakan transeksi bagian torakal medula spinalis di antara persarafan untuk anggota
tubuh depan dan anggota tubuh belakang, dapat menegakkan tubuhnya secara
sempurna dari posisi berbaring bahkan berjalan dengan anggota tubuh belakangnya
untuk membantu anggota tubuh depannya. Pada kasus seekor opossum yang
mengalami tindakan transeksi pada medula bagian torakal, ternyata gerakan jalan yang
dilakukan oleh anggota tubuh belakangnya hampir tak berbeda dengan gerakan yang
dilakukan oleh opossum normal kecuali bahwa gerakan berjalan anggota tubuh
belakangnya tidak sinkron dengan gerakan anggota tubuh depan.

Gerakan Melangkah dan Berjalan Gerakan Melangkah Berirama Satu


Ekstremitas. Gerakan melangkah berirama sering kali dapat kita observasi pada
ekstremitas hewan spinal. Memang, bahkan bila bagian lumbal medula spinalis
dipisahkan dari bagian-bagian lain medula spinalis dan selanjutnya dibuat irisan
longitudinal mulai dari bagian tengah medula ke arah bawah untuk memblok hubungan
neuronal antara kedua sisi medula spinalis dan antara kedua anggota tubuh, setiap
ekstremitas belakang masih tetap dapat melakukan gerakan melangkah. Gerakan fleksi
ke depan dari ekstremitas tersebut akan diikuti dengan gerakan ekstensi ke belakang
dalam waktu satu detik atau lebih. Selanjutnya terjadi gerakan fleksi lagi, dan siklus ini
akan berulang terus-menerus. Gerakan osilasi maju mundur yang timbul antara otot-
otot fleksor dan ekstensor dapat terjadi bahkan sesudah saraf sensoriknya dipotong,
dan tampaknya hal ini terutama disebabkan oleh adanya sirkuit penghambatan timbal
balik yang bersifat mutual di dalam matriks medula spinalis itu sendiri, yang berosilasi di
antara neuron-neuron yang mengendalikan otototot agonis dan antagonis. Sinyal
sensorik yang berasal dari telapak kaki dan sensor posisi yang terletak di sekeliling sendi
sangat berperan dalam pengaturan tekanan kaki dan frekuensi saat kaki berjalan
melewati suatu permukaan. Ternyata, mekanisme medula spinalis yang dipakai untuk
mengatur gerakan melangkah ini sangat kompleks. Contohnya, bila ujung kaki
tersandung selama melakukan gerakan maju, untuk sementara gerakan maju terhenti;
kemudian, dalam urutan yang cepat, kaki akan terangkat lebih tinggi dan kaki akan terus
maju agar dapat ditempatkan di depan hambatan. Ini adalah refleks sandung. Jadi,
medula spinalis merupakan pengatur gerakan melangkah yang cerdas.

Gerakan Melangkah Timbal Balik pada Ekstremitas yang Berlawanan. Bila


medula spinalis bagian lumbal tidak dipisahkan dari pusatnya, setiap ada gerakan
melangkah maju satu ekstremitas, biasanya ekstremitas sisi lain akan bergerak ke
belakang. Efek ini disebabkan oleh adanya persarafan timbal balik di antara kedua
ekstremitas.

Langkah Diagonal Keempat Anggota Tubuh—Refleks "Berjalan di Tempat". Bila


hewan spinal yang telah sehat (yang mengalami transeksi spinal pada daerah leher di
atas daerah anggota tubuh depan pada medula spinalis) diangkat dari lantai dan kaki-
kakinya dibiarkan bergantung, ada kalanya regangan pada anggota tubuh menimbulkan
refleks melangkah yang melibatkan keempat anggota tubuh. Pada umumnya, timbul
gerakan melangkah diagonal antara anggota tubuh depan dan belakang. Respons
diagonal ini merupakan manifestasi persarafan timbal balik yang dalam hal ini
berlangsung naik dan turun sepanjang jarak persarafan medula spinalis untuk kaki
depan dan belakang. Pola berjalan seperti ini disebut refleks berjalan di tempat.

Refleks Derap (Galloping Reflex). Tipe refleks lain yang kadang timbul pada
hewan spinal adalah refleks derap, ketika kedua tungkai depan bergerak ke belakang
secara serentak saat kedua tungkai belakang bergerak maju. Peristiwa ini sering kali
terjadi bila pada saat yang sama diberikan rangsang regangan atau tekanan yang sama
besarnya pada kedua tungkai pada kedua sisi tubuh; rangsang yang tidak sama besarnya
akan menimbulkan refleks melangkah diagonal. Hal ini diperlukan untuk
mempertahankan pola jalan dan pola derap yang normal, sebab saat berjalan, hanya
satu tungkai depan dan satu tungkai belakang yang terangsang pada waktu bersamaan,
yang dapat menyebabkan hewan tersebut berjalan terus. Sebaliknya, bila ketika
berderap hewan tadi menyentakkan kakinya ke tanah, kedua tungkai depan maupun
kedua tungkai belakang terangsang secara seimbang; keadaan ini akan menimbulkan
kecenderungan hewan tersebut untuk melakukan derapan selanjutnya sehingga pola
gerakan ini berlanjut lagi.

Refleks Menggaruk (Scratch Reflex)


Refleks medula spinalis yang penting dan khusus pada beberapa hewan adalah refleks
menggaruk. Refleks ini dipicu oleh sensasi gatal ataugeli. Refleks ini melibatkan dua macam
fungsi: (1) sensasi posisi yang akan memudahkan cakarnya untuk menemukan lokasi iritasi yang
tepat di permukaan tubuh, dan (2) gerakan menggaruk kian kemari (to-and-fro scratching
movement). Sensasi posisi pada refleks menggaruk merupakan fungsi yang sangat berkembang.
Bila ada kutu yang sedang merangkak ke depan menuju pundak seekor hewan spinal, cakar kaki
belakang hewan spinal tetap dapat menemukan tempat kutu itu, meskipun 19 macam otot kaki
tersebut harus berkontraksi secara bersamaan dalam pola yang tepat untuk mengarahkan
cakarnya ke tempat kutu tersebut merangkak. Untuk membentuk refleks yang lebih rumit lagi,
ketika kutu itu bergerak menyilang garis tengah tubuh, maka kaki hewan tadi akan berhenti
menggaruk dan kaki sisi lainnya mulai bergerak kian kemari dan akhirnya dapat menemukan
kutu itu. Gerakan menggaruk kian kemari, seperti gerakan melangkah un-tuk bergerak,
melibatkan sirkuit persarafan timbal balik yang menye-babkan osilasi.

Refleks-Refteks Medula Spinalis yang Menimbulkan Spasme Otot


Pada manusia, sering kali dapat kita lihat adanya spasme lokal pada otot. Pada banyak
peristiwa, nyeri yang bersifat lokal merupakan penyebab spasme lokal.

Spasme Otot Akibat Patah Tulang. Satu jenis spasme yang penting secara klinis
terjadi pada otot yang mengelilingi tulang yang patah. Spasme tersebut disebabkan oleh
impuls nyeri yang dimulai dari tepipatahan tulang, dan menyebabkan otot-otot
sekelilingnya berkon-traksi secara tonik. Penghilangan nyeri dengan suntikan anestesi
lokal pada ujung tulang yang patah mengurangi spasme; obat anestesi umum untuk
seluruh tubuh, seperti anestesi eter, juga dapat dipakai untuk mengurangi spasme.
Salah satu dari kedua tindakan anestesi ini sering kali diperlukan sebelum keadaan
spasme dapat diatasi sepenuhnya dalam rangka mengembalikan kedua ujung tulang
yang patah ke posisinya yang tepat.

Spasme Otot Abdomen pada Peritonitis. Ada tipe spasme lokal lainnya yang
disebabkan oleh refleks medula spinalis, yakni spasme abdomen akibat iritasi
peritoneum parietalis pada peritonitis. Sekali lagi di sini, tindakan untuk mengurangi
rasa nyeri akibat peritonitis dapat menyebabkan relaksasi otot yang spasme. Pada
tindakan operasi dapat terjadi spasme otot yang serupa; sebagai contoh, selama operasi
abdomen, impuls nyeri dari peritoneum parietalis sering kali dapat menyebabkan otot-
otot abdomen berkontraksi dengan hebat, kadang dapat menonjolkan usus keluar
melewati luka operasi. Dengan alasan ini, pada operasi intra-abdomen biasanya
diperlukan pemberian anestesi yang dalam.

Kram Otot. Masih ada jenis spasme lokal lain, yakni kram otot. Melalui penelitian
elektromiografik dapat dijelaskan sedikitnya beberapa penyebab yang menimbulkan
kram otot, adalah sebagai berikut: Setiap faktor lokal yang menyebabkan iritasi, atau
keadaan metabolisme abnormal pada otot, seperti sangat kedinginan, kurangnya aliran
darah, atau latihan yang berlebihan, dapat menimbulkan nyeri atau sinyal sensorik
lainnya yang akan dihantarkan dari otot ke medula spinalis, yang selanjutnya
menimbulkan refleks umpan balik kontraksi otot. Kontraksi ini dipercaya merangsang
reseptor sensorik yang sama lebih hebat lagi, dan menyebabkan medula spinalis
meningkatkan intensitas kontraksinya. Jadi, timbul suatu mekanisme umpan balik
positif, sehingga sedildt saja iritasi sudah dapat menimbulkan kontraksi yang terus-
menerus sampai akhirnya timbul kram otot yang menyeluruh.

Refleks-Refleks Otonom pada Medula Spinalis


Dalam medula spinalis terintegrasi banyak macam refleks otonom segmental, yang
sebagian besar telah dibicarakan dalam bab lain. Singkatnya, refleks-refleks ini meliputi (1)
perubahan tonus pembuluh darah (vascular tone) akibat perubahan suhu kulit setempat (2)
berkeringat, yang disebabkan oleh panas yang terlokalisasi pada permukaan tubuh (3) refleks
intestino-intestinal yang mengatur beberapa fungsi motorik usus (4) refleks peritoneointestinal
yang menghambat motilitas gastrointestinal sebagai respons terhadap iritasi peritoneum dan
(5) refleks evakuasi untuk mengosongkan kandung kemih Selain itu, semua refleks segmental
ini pada suatu saat dapat di timbulkan secara bersamaan, yakni dalam bentuk refleks massa,
akan dijelaskan kemudian.

Refleks Massa. Pada hewan spinal atau manusia, kadangkala medula spinalis
mendadak menjadi sangat aktif, sehingga menyebabkan pengeluaran rangsang secara
masif pada sebagian besar medula spinalis. Umumnya rangsang yang menyebabkan
keadaan ini adalah rangsang rasa nyeri yang kuat pada kulit atau rasa penuh berlebihan
pada visera, misalnya kandung kemih atau usus yang mengembang secara berlebihan.
Tanpa memperhatikan jenis rangsang, refleks yang timbul ini disebut refleks massa,
yang melibatkan sebagian besar atau bahkan seluruh medula spinalis. Efek-efeknya
adalah (1) bagian utama otot rangka tubuh mengalami spasme fleksor yang hebat; (2)
kolon dan kandung kemih mengosongkan diri; (3) sering kali tekanan arteri meningkat
sampai ke nilai maksimal, kadangkala tekanan sistoliknya melebihi 200 mm Hg: dan (4)
sebagian besar daerah tubuh berkeringat secara berlebihan.

Oleh karena refleks massa hanya berlangsung beberapa menit, diduga mungkin
disebabkan oleh pengaktifan sejumlah sirkuit bergaung (reverberatory) yang besar yang
nantinya secara serentak dapat merangsang sebagian besar daerah medula. Hal ini mirip
dengan mekanisme kejang epileptik, yang juga melibatkan sirkuit bergaung, tetapi
terjadi dalam otak dan bukannya di medula spinalis.

Transeksi Medula Spinalis dan Syok Spinal


Bila medula spinalis secara mendadak ditranseksi pada leher bagian atas, pada awalnya,
sesungguhnya seluruh fungsi medula spinalis, termasuk refleks-refleks medula spinalis, akan
segera tertekan sampai titik betul-betul hilang, reaksi ini disebut syok spinal. Alasan untuk
keadaan ini adalah bahwa aktivitas normal neuron-neuron medula sangat bergantung pada
eksitasi tonik yang terus-menerus oleh impuls yang keluar dari serat-serat saraf yang memasuki
medula dari pusat-pusat yang lebih tinggi, terutama impuls yang dikirimkan melalui traktus
retikulospinal, traktus vestibulospinal, dan traktus kortikospinalis.

Sesudah beberapa jam sampai beberapa minggu, eksitabilitas neuron-neuron spinal tadi
secara bertahap akan pulih. Keadaan ini tampaknya merupakan sifat alami neuron dalam
seluruh sistem saraf yakni, sesudah neuron ini terlepas dari pengaruh sumber impuls
fasilitatorik, sifat eksitabilitas dengan sendirinya akan meningkat kembali setidaknya mengganti
sebagian kehilangan yang terjadi. Pada kebanyakan hewan nonprimata, eksitabilitas pusat-
pusat di medula dalam waktu beberapa jam sampai sehari atau lebih akan kembali normal,
namun pada manusia. proses kembali ini sering kali terlambat sampai beberapa minggu dan
adakalanya tidak pernah lengkap; sebaliknya, kadang penyembuhan tersebut sangat
berlebihan, sehingga semua atau hampir semua fungsi medula spinalis akhirnya menjadi
hipereksitabilitas.

Selama atau sesudah terjadi syok spinal, ada beberapa fungsi spinal yang dapat
terpengaruh, yaitu sebagai berikut.

1. Pada onset terjadinya syok spinal, tekanan darah arteri menurun secara cepat dan
drastis kadang kala sampai 40 mm Hg jadi keadaan ini menggambarkan bahwa
aktivitas sistem saraf simpatis menjadi terhambat sampai hampir hilang sama sekali.
Biasanya dalam waktu beberapa hari kemudian tekanan darah ini kembali normal,
bahkan demikian pada manusia.
2. Pada saat mulai terjadinya syok, semua refleks otot rangka yang diintegrasikan
dalam medula spinalis menjadi terhambat. Hewan yang lebih rendah membutuhkan
waktu beberapa jam sampai beberapa hari untuk memulihkan kembali refleks-
refleks ini menjadi normal; pada manusia, biasanya dibutuhkan waktu 2 minggu
sampai beberapa bulan. Baik pada hewan maupun manusia, ada beberapa refleks
yang akhirnya dapat mempunyai eksitabilitas berlebihan (hipereksi-tabilitas),
teristimewa sekali bila beberapa jaras fasilitatorik yang terletak antara otak dan
medula spinalis tetap utuh sedangkan sisa medula spinalisnya sudah ditranseksi.
Refleks yang pertamatama pulih adalah refleks regang (stretch reflex), kemudian
diikuti secara progresif oleh refleks-refleks yang lebih kompleks, refleks fleksor,
refleks antigravitasi yang berperan pada sikap tubuh (postural antigravity reflexes)
dan sisa-sisa refleks melangkah.
3. Pada manusia, selama minggu-minggu pertama sesudah transeksi medula spinalis,
refleks sakral untuk pengaturan pengosongan kandung kemih dan kolon menjadi
tertekan, namun pada kebanyakan kasus akhirya akan kembali normal
BAB III PENUTUP

KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan betapa pentingnya medula spinalis untuk
kehidupan mahluk hidup, dari makalah ini dapat kita ketahui fungsi motorik yang bekerja dalam
medula spinalis, informasi sensorik akan diintegrasikan di semua tingkat system saraf dan
menyebabkan respon motorik yang tepat.

Serta kita dapat mengetahui kinerja Refleks-refleks otot yang relatif sederhana, meluas
ke batang otak dapat merespon dengan lebih kompleks , dan akhirnya, meluas ke serebrum,
tempat keterampilan otot yang paling bisa di kendalikan.
DAFTAR PUSTAKA

John E. Hall, Ph.D ,2006, GUYTON AND HALL textbook of Medical Physiology, Amerika Serikat ,
SAUNDERS ELSEVIER

https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_saraf_pusat

https://www.slideshare.net/rosyadiputra/pengaturan-fungsi-motorik-oleh-medula-spinalis

http://repository.unair.ac.id/25565/12/12.%20Bab%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai