Anda di halaman 1dari 5

Januari 19, 2018

Biografi Sunan Muria Lengkap meliputi tanggal lahir, sejarah cara dakwah, jasa jasa dan
karya, keturunan, keistimewaan beserta gambarnya. Raden umar said adalah nama lain
dari Sunan Muria

Biografi Sunan Muria Lengkap

Gambar Sunan Muria

Biografi dan Sejarah Sunan Muria Singkat

Sunan Muria adalah anggota Walisongo dan merupakan keturunan atau putra dari Sunan
Kalijaga dan Dewi Saroh (menuut informasi dari Wikipedia). Nama asli dari Sunan Muria
adalah Raden Umar Said. Beliau menyebarkan agama islam dengan cara yang halus
seperti yang dilakukan oleh ayahanda beliau Sunan Kalijaga. Raden Umar Syahid
mempunyai peran penting dalam proses penyebaran islam di sekitar gunung muria. Tempat
tinggal sunan muria berada di puncak gunung muria, yang salah satu puncaknya bernama
Colo. Gunung tersebut terletak di sebelah utara kota kudus. Merupakan informasi yang
lengkap yang saya dapatkan.

1.Tanggal Lahir Sunan Muria

 Mengenai kapan lahir dan wafatnya tidak ada sumber yang sahih menyebutkannya, akan
tetapi dimana dimakamkannya beliau dimakamkan Gunung Muria, Desa Colo, Kecamatan
Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
2.Jasa Jasa Sunan Muria

Sunan Muria banyak berjasa dalam menyiarkan agama Islam di pedesaan Pulau Jawa. Ia
adalah putra atau keturunan dari Sunan kalijaga. Nama aslinya Raden Umar Said atau
Raden Said, sedangkan nama kecilnya adalah Raden Prawoto.

3.Keturunan Sunan Muria

Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah dan melahirkan seorang anak bernama
Pangeran Santri atau Sunan Ngadilangu yang merupakan cucu dari Sunan Kalijaga dan
Dewi Saroh.

4.Karya Sunan Muria

Cara – cara yang ditempuh Sunan Muria dalam menyiarkan agama Islam dengan
mengadakan kursus-kursus bagi kaum pedagang, para nelayan, dan rakyat biasa. Beliau
lah yang menciptakan tembang dakwah “Sinom” dan “Kinanti”.

5.Keistimewaan Sunan Muria

Banyak cerita mengenai karomah dari Sunan Muria diantaranya adalah benda bekas
peninggalannya diantaranya pelana kuda yang kerap digunakan masyarakat sekitar
Gunung Muria untuk meminta hujan jika terjadi kekeringan di wilayah tersebut. Ritual minta
hujan tersebut dikenal dengan nama guyang cekathak atau memandikan pelana kuda milik
Sunan Muria. Ritual ini biasanya digelar pada hari Jumat Wage di musim kemarau.  Ritual
diawali dengan membawa pelana kuda peninggalan Sunan Muria dari Komplek Masjid
Muria ke mata air Sedang Rejoso di Bukit Muria. Di mata air ini, pelana kuda kemudian
dicuci lalu air sendang lalu dipercik-percikan ke warga. Usai mencuci pelana kuda,
dilanjutkan dengan membacakan doa dan menunaikan salat minta hujan (Istisqa). Lalu
ditutup dengan makan bersama dengan lauk-pauk berupa sayuran dipadu dengan parutan
kelapa, opor ayam dan gulai kambing. Disediakan juga makanan penutup berupa minuman
khas warga Kudus berupa dawet yang melambangkan bahwa butiran dawet adalah
lambang turunnya hujan.

Selain itu air gentong peninggalan Sunan Muria juga diyakini dengan keberkahannya dapat
menyembuhkan dan mencegah penyakit, membersihkan dari kotoran jiwa dan memberikan
manfaat kecerdasan bagi sebagian peziarah dan warga sekitar Gunung Muria.

6.Cara Dakwah Sunan Muria

Sunan muria menyebarkan agama islam kepada para pedagang, nelayan, pelaut dan
rakyat jelata. Cara beliau menyebarkan agama islam dengan tetap mempertahankan
kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah. Beliau juga yang telah menciptakan
berbagai tembang jawa seperti tembang Sinom dan Kinanti. . Cara dakwah inilah yang
menyebabkan Sunan Muria dikenal sebagai sunan yang suka berdakwah topo ngeli. Yakni
dengan ''menghanyutkan diri'' dalam masyarakat. Tempat dakwahnya berada di sekitar
gunung muria, kemudian dakwahnya diperluas meliputi Tayu, Juwana, kudus, dan lereng
gunung muria. Ia dikenal dengan sebutan sunan muria karena tinggal di gunung muria.
Sunan muria adalah wali yang terkenal memiliki kesaktian. Ia memiliki fisik yang kuat
karena sering naik turun gunung muria yang tingginya sekitar 750 meter. Bayangkan, jika ia
dan istrinya atau muridnya harus naik turun gunung setiap hari untuk menyebarkan agama
islam kepada penduduk setempat, atau berdakwah kepada para nelayan dan pelaut serta
para pedagang. Hal itu tidak dapat dilakukannya tanpa fisik yang kuat.

7.Kesaktian Sunan Muria

Bukti bahwa sunan muria adalah guru yang sakti mandraguna dapat ditemukan dalam
kisah perkawinan sunan muria dengan dewi Roroyono. Beliau memiliki ilmu yang dapat
mengembalikan serangan dari lawannya. Itu terjadi ketika Kapa adik seperguruan beliau
yang telah menculik istri sunan muria menyerang sunan muria dengan mengerahkan aji
pamungkas. Namun serangan itu berbalik menghantam dirinya sendiri sehingga merenggut
nyawanya.

8.Makam Sunan Muria         

Sunan Muria dimakamkan di atas puncak bukit bernama bukit Muria. Dari pintu gerbang
masih naik lewat beratus tangga (undhagan) menuju ke komplek makamnya, yang terletak
persis di belakang Masjid Sunan Muria. Mulai naik dari pintu gerbang pertama paling bawah
hingga sampai pelataran Masjid jaraknya kurang lebih 750 meter jauhnya. Di batas utara
pelataran ini berdiri bangunan cungkup makam beratapkan sirap dua tingkat. Di dalamnya
terdapat makamnya Sunan Muria.

9.Cara berdakwah

Gunung Muria
Dari berbagai versi itu, tak ada yang meragukan reputasi Sunan Muria dalam berdakwah. Gayanya
''moderat'', mengikuti Sunan Kalijaga, menyelusup lewat berbagai tradisi kebudayaan Jawa.
Misalnya adat kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian anggota keluarga, seperti nelung
dino sampai nyewu, yang tak diharamkannya.

Hanya, tradisi berbau klenik seperti membakar kemenyan atau menyuguhkan sesaji diganti dengan
doa atau salawat. Sunan Muria juga berdakwah lewat berbagai kesenian Jawa, misalnya mencipta
macapat, lagu Jawa. Lagu sinom dan kinanti dipercayai sebagai karya Sunan Muria, yang sampai
sekarang masih lestari.

Lewat tembang-tembang itulah ia mengajak umatnya mengamalkan ajaran Islam. Karena itulah,
Sunan Muria lebih senang berdakwah pada rakyat jelata ketimbang kaum bangsawan. Maka daerah
dakwahnya cukup luas dan tersebar. Mulai lereng-lereng Gunung Muria, pelosok Pati, Kudus,
Juana, sampai pesisir utara.

Cara dakwah inilah yang menyebabkan Sunan Muria dikenal sebagai sunan yang suka berdakwah
topo ngeli. Yakni dengan ''menghanyutkan diri'' dalam masyarakat. Sasaran dakwah dari Sunan
Muria adalah para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Ia adalah satu-atunya wali yang
tetap mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah untuk menyampaikan
islam.

Keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya. Sunan


Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-
1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya
masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru.
Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil
dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.

Tempat dakwahnya berada di sekitar gunung muria, kemudian dakwahnya diperlua meliputi Tayu,
Juwana, kudus, dan lereng gunung muria. Ia dikenal dengan sebutan sunan muria karena tinggal di
gunung Muria.

Sampai kini, kompleks makam Sunan Muria, yang terletak di Desa Colo, tak pernah sepi dari
penziarah. Dalam seharinya tempat tersebut dikunjungi tak kurang dari 15.000 penziarah.

10.ISTRI DAN KETURUNAN SUNAN MURIA

Menurut catatan yang dapat dipercaya, isteri Sunan Muria bernama Dewi Sujinah, puteri
Sunan Ngudung alias Raden Usman Haji. Jadi Sunan Muria adalah iparnya Sunan Kudus,
karena Dewi Sujinah itu kakaknya Sunan Kudus. Dewi Sujinah dimakamkan di belakang
Masjid Menara Kudus, yakni di komplek makam Sunan Kudus.

Anda mungkin juga menyukai