Anda di halaman 1dari 10

Introduksi Kewirausahaan

Introduksi Kewirausahaan

Merujuk data Kementerian Perindustrian, rasio wirausaha di Indonesia masih berkisar 3,1 persen.
Artinya, dari jumlah penduduk Indonesia sekitar 267 juta, jumlah wirausahawan Indonesia hanya
sekitar 8.277.000 wirausahawan. Minimal, Indonesia masih membutuhkan 4 juta wirausahawan
baru1). Sementara rasio wirausaha Malaysia mencapai 5% dari penduduk Malaysia (32,6 juta2)),
dan ra-sio wirausaha Singapura mencapai 7%3).

Untuk kawasan negara-negara Asia Tenggara, berdasarkan data Global Entrepreneurship Index
2019 (GEM), pemeringkatan dan indeks wirausahawa ditun-jukkan seperti berikut:
Tabel 1.1: Indeks Kewirausahaan 20194)

RANK COUNTRY SCORE GDP ($US)5)


27 Singapore 52,4 64,567.3
43 Malaysia 40,1 11,067.2
48 Brunai Darussalam 36,5 30,644.6
54 Thailand 33,5 7,445.8
73 Vietnam 26,0 2,546.2
75 Indonesia 26,0 3,930.2
86 Philippines 23,0 3,214.8
102 Lao PDR 19,1 2,627.5
108 Cambodia 17,7 1,541.4
127 Myanmar 13,6 1,440.8

Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia jauh dari Singapura dan hanya menduduki urutan ke-6,
bahkan masih kalah dari Vietnam. Tanpa dipungkiri, merujuk pada Tabel 1.1 di atas, kewirausahaan
memiliki peran positip dalam pembangunan ekonomi suatu negara.

Ada korelasi positip (r = 0,845635) antara Indeks Kewirausahaan dengan Produk Domestik

Bab 1: Introduksi 1
Bruto (PDB) per Kapita (atau GDP per Capita). Semakin tinggi Indeks Kewirausahaan sebuah
negara semakin tinggi pula PDB per Kapitanya.

Kewirausahaan dan Arti Pentingnya

Kata kewirausahaan merupakan terjemahan dari kata entrepreneurship. Kata entrepreneurship


berakar dari kata entrepreneur yang kemudian diterjemahkan menjadi wirausahawan.

Kata entrepreneur berasal dari kata Perancis entre, yang berarti "antara," dan prendre, yang berarti
"melakukan." Kata ini awalnya digunakan untuk menggambarkan orang yang "mengambil risiko"
antara pembeli dan penjual atau yang "melakukan" tugas. seperti memulai usaha baru. Penemu dan
wirausahawan berbeda satu sama lain. Seorang penemu menciptakan sesuatu yang baru. Seorang
wirausahawan mengumpulkan dan kemudian mengintegrasikan semua sumber daya yang dibutuh-
kan—uang, orang, model bisnis, strategi, dan kemampuan menanggung risiko—untuk mengubah
penemuan menjadi bisnis yang layak.

Kewirausahaan didefinisikan sebagai proses di mana individu mengejar peluang tanpa memperhatikan
sumber daya yang saat ini mereka kendalikan untuk tujuan eksploitasi barang dan jasa masa de-
pan. Lainnya, ada yang mendefinisikan (pemodal ventura Fred Wilson), mendefinisikannya lebih
sederhana, melihat kewirausahaan sebagai seni mengubah ide menjadi bisnis. Pada dasarnya,
perilaku seorang wirausahawan menemukannya berusaha mengidentifikasi peluang dan mem-
praktikkan ide-ide yang bermanfaat. Tugas-tugas yang diminta oleh perilaku ini dapat diselesaikan
oleh individu atau kelompok dan biasanya membutuhkan kreativitas, dorongan, dan kesediaan
untuk mengambil risiko.

Alasan Menjadi Wirausahawan

Tiga alasan utama mengapa seseorang menjadi wirausahawan dan bersedia memulai bisnis mereka
sendiri adalah untuk (1) menjadi bos bagi mereka sendiri, (2) mengejar ide-ide mereka sendiri, dan
(3) mewujudkan imbalan finansial.

1. Menjadi “Bos”: Siapa yang tidak ingin menjadi bos? Siapa yang senang mendapat perintah
dari seorang “bos”? Menjadi “bos”, paling tidak untuk diri sendiri adalah impian tiap anak
muda. Bukan berarti bahwa seorang wirausahawan sulit untuk diajak bekerja sama. Alasan
utama seseorang memilih wirausahawan sebagai pilihan karier adalah alasan utamanya. Namun
ada sebagian lulusan perguruan tinggi memilih menjadi karyawan karena menjadi karyawan
merupakan tanda keberhasilan seseorang setelah lulus dari per-guruan tinggi.

2. Mewujudkan Ide: Alasan kedua seseorang memulai perusahaan adalah untuk mewujudkan
ide-ide mereka sendiri. Beberapa orang secara alami menyadari bahwa mereka mengenali ide
untuk produk atau layanan baru. Mereka memiliki keinginan untuk melihat ide-ide itu terwujud.
Pengusaha korporasi (perusahaan yang sudah lama berdiri) yang berinovasi dalam kon-teks
perusahaan yang ada biasanya memiliki mekanisme agar ide-ide mereka diketahui. Namun,
perusahaan yang sudah mapan sering menolak inovasi. Ketika ini terjadi, karyawan
dibiarkan dengan ide-ide bagus yang tidak terpenuhi.

3. Mengejar Imbalan Finansial: Akhirnya, orang-orang memulai perusahaan mereka sendiri


untuk mengejar imbalan finansial. Motivasi ini, bagaimanapun, biasanya sekunder dari dua
yang pertama. Pengusaha rata-rata tidak menghasilkan lebih banyak uang daripada seseorang

2 Bab 1: Introduksi
dengan jumlah tanggung jawab yang serupa dalam pekerjaan tradisional. Bondan Winarno justru
mendapatkan penghasilan lebih tinggi setelah memutuskan pensiun dini6).

Karakteristik Wirausahawan Sukses

Beberapa perilaku umum terjadi pada mereka yang sukses.


Gambar 1.1: Empat Karakteristik Wirausahawan Berhasil

1. Gairah/semangat Berbisnis: Karakteristik nomor satu yang dimiliki oleh pengusaha sukses
adalah hasrat untuk bisnis mereka, apakah itu dalam konteks perusahaan baru atau bisnis yang
sudah ada. Gairah ini biasanya berasal dari keyakinan pengusaha bahwa bisnis akan secara
positif mempengaruhi kehidupan orang.
Lima alasan utama gairah penting untuk Peluncuran Organisasi kewirausahaan yang
sukses
1) Kemampuan untuk belajar dan berubah. Pendiri tidak memiliki semua jawaban.
Dibutuhkan semangat dan dorongan untuk meminta umpan balik, membuat perubahan
yang diperlukan, dan bergerak maju. Perubahan tidak akan selalu jelas.

2) Kesediaan untuk bekerja keras untuk waktu yang lama. Umumnya, wirausahawan
bekerja berjam-jam dan lebih lama daripada orang-orang dengan pekerjaan tradisional
(karyawan).

4) Kemampuan untuk mendengarkan umpan balik tentang keterbatasan organisasi


Anda dan diri Anda sendiri. Anda akan bertemu banyak orang di manapun (beberapa
dengan niat baik dan beberapa tanpa niat baik) yang akan memberi tahu Anda cara
membuat organisasi Anda menjadi lebih baik dan cara meningkatkan kemampuan diri
sendiri. Anda harus mau mendengarkan orang-orang dengan niat baik dan membuat per-
ubahan jika itu membantu.

5) Ketekunan dan kegigihan saat dalam keadaan menjadi sulit. Ketekunan dan kegi-
gihan berasal dari hasrat. Sebagai seorang wirausahawan, Anda akan mengalami masa-
masa sulit. Membangun orga-nisasi kewirausahaan penuh dengan tantangan. Gairah
adalah apa yang memberi pengusaha motivasi untuk melewati masa-masa sulit.

2. Fokus pada Produk/pelanggan: Kualifikasi ini dicontohkan oleh Steven Jobs, almarhum co-

Bab 1: Introduksi 3
founder Apple Inc., yang menulis, "Komputer adalah alat paling luar biasa yang pernah kami
buat ... tetapi yang paling penting adalah membawanya ke tangan sebanyak mungkin orang
sebanyak mungkin.” Pernyataannya ini menggarisbawahi pemahaman tentang dua elemen pa-
ling penting dalam bisnis apa pun — produk dan pelanggan.

Fokus produk/pelanggan juga melibatkan ketekunan untuk melihat peluang produk dan memas-
tikannya sampai selesai. Ide untuk Apple Macintosh, misalnya, berasal pada awal 1980-an
ketika Steven Jobs dan beberapa karyawan Apple lainnya melakukan tur ke fasilitas penelitian
Xerox. Mereka kagum melihat komputer yang menampilkan ikon grafis dan menu pull-down.
Komputer juga memungkinkan pengguna untuk menavigasi desktop meng-gunakan perangkat
beroda kecil yang disebut mouse. Jobs memutuskan un-tuk menggunakan inovasi ini untuk
membuat Macintosh (AA YKPN pernah memiliki), komputer ramah pengguna pertama.
Gambar 1.2: Macintosh (1984)

3. Kegigihan Meskipun Gagal:


KISAH SUKSES: Pernah Gagal 12 Kali, Kini Fauzan Sukses Garap Bisnis Lele7)

Berawal dari coba-coba, usaha budi daya lele sangkuriang yang dirintis Fauzan
Hangriawan (25), telah memberikan kontribusi sangat berarti tidak hanya bagi dirinya,
tetapi juga kepada lingkungan sekitarnya.

Fauzan adalah salah seorang sosok wirausaha muda yang mengembangkan


pembudidayaan bibit lele dengan sistem plasma atau kemitraan. Dengan 20 petani
binaannya, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atmajaya ini bersama-sama
mengembangkan usaha pembudidayaan lele dengan sistem manajemen kelompok,
dimulai dari pembenihan, pembesaran hingga penjualan.

Pria yang hobi olahraga ini telah menunjukkan bakat kewirausahaan sejak masih duduk
di bangku SMP. Dia mengaku telah melakukan usaha kecil-kecilan meskipun sifat
awalnya hanya membantu teman untuk menjualkan barang seperti kerupuk dan nasi.
Awalnya dia mengaku iseng belajar budi daya lele karena melihat potensinya di
samping menyukai bidang agrobisnis seperti pe-ternakan dan perikanan.

“Nah saya ingin belajar dan di sisi lain saya juga membaca dari media lain bahwa lele
itu punya prospek, makanya saya coba,” ujar Fauzan saat ditemui di lokasi usahanya
di Jalan Purwa Madya I Blok W25 Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan belum lama
ini.

4 Bab 1: Introduksi
Fauzan lantas memulai membudidayakan lele dumbo terlebih dahulu pada September
2009. Proses pembelajarannya dilakukan secara autodidak melalui buku dan internet.
Namun di tengah perjalanannya, dia menemukan banyak kendala di lapangan.“Usaha
lele tidak semudah yang kita bayangkan,” ujar pria kelahiran Pontianak, 24 Juli 1986,
ini.

Pada awalnya, dia mendapatkan hasil usaha yang tidak maksimal. Mulai dari gagal
panen, penjualan yang tidak sepadan dengan biaya pro-duksi, serta tingginya tingkat
kematian lele. Hingga pada akhirnya Fauzan membaca sebuah artikel di sebuah harian
nasional yang membahas seorang sosok pembudi daya lele sangkuriang bernama
Nasrudin.

Dari situlah dia kemudian meneguhkan niat untuk berguru kepada Nasrudin. Setelah
mengikuti pelatihan, Fauzan langsung mempraktikkan ilmunya dalam rentang waktu
dua minggu. “Di bulan November itu saya diperkenalkan oleh teman saya itu melalui
surat kabar waktu itu, sosok Pak Nasrudin. Seminggu kemudian saya niatkan untuk
bersilaturahmi dan belajar dengan beliau serta ikut pelatihan dan langsung buka satu
kolam,” ujar Fauzan yang menamakan usahanya Sylvafarm itu.

Sembari membuka satu kolam, Fauzan tetap belajar dan berbagi de-ngan Nasrudin
hingga akhirnya memberanikan diri untuk membuka delapan kolam. Seterusnya
menjadi 25 kolam hingga akhirnya menjadi 75 kolam. Dari kolam tersebut Fauzan
dapat menghasilkan 15.000 ekor bibit lele sangkuriang setiap bulannya. Setelah
memahami teknologi serta pemahaman yang mendalam budi daya lele sangkuriang,
dia ke-mudian mencoba mengajak warga dan petani lele yang ada untuk bekerja sama
membudidayakan lele sangkuriang.

Dalam model kerja sama ini, Fauzan bertindak sebagai pembenih dan pembesaran
lele diserahkan kepada para petani. Untuk mengegolkan usahanya, Fauzan
mengeluarkan modal awal Rp4,5 juta.

“Teknologinya kita bantu secara gratis dan kita dampingi proses budi dayanya. Kita
jelaskan dari A sampai Z, bahkan hingga pemasaran kita bantu juga. Karena yang
pertama mereka tanyakan adalah ke mana mereka menjualnya karena belum paham,”
imbuhnya.

Dia mengakui, sistem ini sangat membantu dalam hal efisiensi lahan sekaligus bisa
memberikan efek langsung kepada masyarakat di seki-tarnya. Selain itu, model
plasma juga memberikan lapangan pekerjaan. “Jadi mereka bisa praktik di lahan
masing-masing, tapi kuncinya kita be-rikan pendampingan secara terus-menerus
supaya panennya sukses dan hasilnya bisa kita ambil,” tambah anak pertama dari tiga
bersaudara ini.

Lalu, dari mana Fauzan mendapatkan lahan untuk usahanya? Menurutnya, lahan yang
dipakai merupakan hasil kerja sama dengan pemilik lahan. Dia menerapkan sistem
bagi hasil. Pemilik lahan memberikan lahan, sementara untuk infrastruktur, teknologi,
pekerja, dan manajemen karyawan dikerjakan langsung oleh Fauzan. Dia mengakui,
usaha yang dianggap selingan tadi telah memberikan hasil yang cukup memuaskan,
bahkan hal itu dirasakan oleh para petaninya. Oleh karena itu Fauzan berniat fokus
mengembangkan usaha ini. Untuk memperkuat usaha dan pemahaman yang sama,
Fauzan bersama para petaninya selalu bersilaturahmi melalui perkumpulan serta
sharing sebulan sekali untuk membahas masalah yang ada seperti penanganan
penyakit atau sekadar berbagi informasi terbaru.

Bab 1: Introduksi 5
Menurut penuturan Fauzan, proses pembibitan lele yang ditekuninya dimulai dari
mengawinkan induk lele hingga proses peneluran. Bibit yang sudah ditelurkan itu
dibesarkan hingga ukuran 5-6 cm sebelum akhirnya dijual kepada petani ataupun
pembeli. Setiap benih lelenya dijual seharga Rp150 per ekor. Selanjutnya benih lele
tersebut dipelihara selama 50 hari hingga dua bulan untuk kemudian dijual ke konsumen.
Masa panen lele sangkuriang relatif lebih cepat dibandingkan jenis lele dumbo yang
butuh waktu lebih lama yakni tiga bulan.

“Kalau mereka (petani) belum menemukan pembeli, agar mereka semangat, saya beri
jaminan dengan membelinya. Kalau sudah 2–3 kali panen biasanya mereka akan
menemukan pembelinya sendiri dan kita be-baskan mau jual ke siapa saja,” katanya.

Jika ada petani yang menjual kepada Fauzan, lelenya dihargai Rp11.000/kg. Dengan
demikian, petani bisa memilih apakah mau menjual kepada Fauzan atau pembeli lain
yang menawarkan harga lebih tinggi. “Jadi kita tidak boleh menghalangi mereka untuk
mencari untung lebih, nggak ada ikatan,” ujarnya.

Saat ini, kapasitas produksi Sylvafarm dari empat area pembibitan adalah 15.000 ekor
per bulan. Jumlah tersebut menurut Fauzan masih jauh dari permintaan pasar yang
mencapai 300.000 ekor per bulan. Fauzan mengaku, dari penjualan bibit bisa
memperoleh omzet hingga Rp22,5 juta per bulannya dengan laba bersih sekitar Rp12
juta. Itu belum termasuk penjualan dari usaha pembesaran lele yang dijual ke konsumen
akhir. Adapun dari hasil pembesaran setiap harinya dia bisa menjual hingga 200 kg lele
sangkuriang ke pasar.

“Yang paling besar pengeluaran untuk biaya pakan karena pakannya sendiri itu dari
pabrik dan itu selalu mengikuti harga pasar dan sering kali naik. Kalau dihitung-hitung
dengan biaya karyawan, pakan, dan biaya tak terduga seperti terpal, jaring, ongkos
transportasi, bersihnya Rp12 juta per bulan,” ujarnya.

Untuk mengembangkan usahanya, dia pun terus berupaya membuat jaringan khusus
petani pembenih dengan cara mendidik petani-petani yang memiliki kemampuan lebih
telaten dan detail. Pemenang pertama program Wirausaha Muda Mandiri dari
Kementerian Koperasi dan Usa-ha Kecil dan Menengah (UKM) ini mengungkapkan,
sejak memulai usa-hanya hingga kini, sudah memiliki 20 petani binaan.

Dia juga mempekerjakan empat karyawan yang bertugas menjaga dan memberi pakan
bibit lele tersebut. Terkait dengan pemasarannya, selama ini Fauzan banyak menjual ke
pasar tradisional, usaha warung padang, warung tegal, dan sudah memberikan
pasokan untuk salah satu usaha waralaba pecel lele “Lele Lela”. Dia mengaku belum
memutuskan menjadi pemasok uta-ma karena masih memiliki kendala lahan dan pro-
duksi.

Fauzan mengaku selain lahan, kendala lain lebih kepada masalah internal seperti
sumber daya manusia, penanganan penyakit, serta keadaan cuaca yang saat ini
cenderung berubah-ubah.

Fauzan boleh jadi kini tinggal menikmati jerih payah hasil usaha lele sangkuriangnya.
Namun, siapa sangka kalau jauh-jauh hari sebelumnya dia pernah mengalami masa-
masa kurang menyenangkan karena usahanya bangkrut.

Tidak tanggung-tanggung, bangkrutnya usaha Fauzan tidak hanya satu atau dua kali.
Dia bahkan mengaku sudah 12 kali gagal berbisnis dari sejumlah usahanya yang
digelutinya. Namun, dasar insting bisnisnya yang selalu jalan, Fauzan sama sekali tidak

6 Bab 1: Introduksi
kapok. Dia terus bangkit dan mencoba usaha baru hingga menemukan hokinya di
bidang usaha budi daya lele yang kini digarapnya.

“Baru fokus jualan itu semester dua saat kuliah. Pertama kali saya membuka usaha
siomay, lalu Chinesefood, hingga usaha konveksi. Namun, hampir semuanya bangkrut,
kecuali yang konveksi meski sekarang sifatnya pasif kare-na saya hanya mempunyai
sahamnya,”kenang Fauzan belum lama ini.

Kini, Fauzan telah memiliki empat area pembenihan lele dengan luas masing-masing
area 500 m2. Total kolamnya yang dimilikinya pun terus bertambah dari awalnya
hanya satu kolam hingga kini menjadi 75 unit kolam pembenihan. Selain itu, ada 20 unit
kolam pembesaran yang ditempatkan pada petani-petani binaannya di Jalan Purwa
Madya I Blok W25 Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Fauzan ternyata punya cerita lain di balik Sylvafarm yang dijadikan nama usaha budi
dayanya. Dia mengaku nama itu diambil dari usaha peternakan ayam orang tuanya
yang dulu bangkrut. “Saya punya cita-cita ingin mengembangkannya lagi. Karena itu,
saya berikan nama tersebut,” ungkapnya.

Sadar pernah mengalami jatuh bangun dalam berusaha, Fauzan memiliki idealisme
sebagai wirausaha muda dengan mengajak rekan-rekan-nya sesama anak muda agar
mau menjadi wirausahawan. Selain me-miliki dampak finansial yang baik bagi pribadi,
dia menilai menjadi wirausahawan secara sosial akan membantu masyarakat dengan
membuka lapangan pekerjaan. Awalnya, niat menjadi wirausahawan ditentang orang
tua. Namun, secara perlahan tapi pasti orang tuanya justru men-dukung 100 persen.

“Selama ini teman-teman sebaya saya atau adik, hanya fokus mencari pekerjaan.
Saya ingin menyadarkan, ayolah sebagai anak muda sudah saatnya kita juga harus
menciptakan lapangan pekerjaan,” tuturnya bersemangat.

Berbekal motivasi itulah Fauzan terpilih mendapat penghargaan sebagai salah satu
wirausaha muda sukses dari Kementerian Koperasi dan UKM pada acara Gerakan
Wirausaha Nasional dan Pemenang pertama Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2010
untuk kategori mahasiswa bidang industri dan jasa.

Menurut Fauzan,untuk belajar berbudi daya lele cukup menyisihkan uang Rp350.000
untuk membeli benih, pakan, dan terpal berkapasitas 1.000 ekor. Lahan yang
digunakan pun relatif kecil, hanya 10 m2. Seba-gai perbandingan, untuk skala usaha
dengan ukuran kolam 50 m2 diperlukan modal Rp1,4 juta.

Ajang wirausaha muda dari Kementerian Koperasi dan UKM juga menjadi berkah
tersendiri bagi Fauzan. Kini usaha budi dayanya banyak mendapat kunjungan dari
masyarakat yang ingin belajar memelihara lele. “Biasanya Sabtu-Minggu banyak yang
datang. Ke depan, kami akan buat kelas khusus dan dibuat rutin supaya mereka bisa
belajar dan tanya jawab secara lebih detail,”pungkasnya.

Sumber : kompas.com
Sumber gambar : Friendster

Karena wirausahawan biasanya mencoba sesuatu yang baru, kemungkinan kegagalan ada. Selain
itu, proses mengembangkan bisnis baru agak mirip dengan apa yang dialami seorang ilmuwan
di laboratorium. Seorang ahli kimia, misalnya, biasanya harus mencoba beberapa kombinasi
bahan kimia sebelum menemukan kombinasi optimal yang dapat mencapai tujuan tertentu.
Dengan cara yang sama, mengembangkan ide bisnis baru mungkin memerlukan tingkat

Bab 1: Introduksi 7
eksperimen tertentu sebelum kesuksesan tercapai. Kemunduran dan kegagalan pasti terjadi
selama proses ini. Tes lakmus untuk pengusaha adalah kemampuan mereka untuk bertahan
melalui kemunduran dan kegagalan.

4. Eksekusi Cerdas: Kemampuan untuk membentuk ide yang kuat menjadi bisnis yang layak
adalah karakteristik kunci dari pengusaha yang sukses. Secara umum, kemampuan ini dianggap
sebagai kecerdasan dalam mengeksekusi. Dalam banyak kasus, eksekusi yang cerdas adalah
faktor yang menentukan apakah suatu bisnis baru akan berhasil atau gagal. Pepatah Tiongkok
kuno memperingatkan: Membuka bisnis itu sangat mudah; untuk membuatnya berjalan
sangat sulit.

Mitos Umum tentang Wirausaha

Ada banyak kesalahpahaman tentang siapa wirausahawan dan apa yang memotivasi mereka untuk
menciptakan bisnis dalam rangka mengembangkan ide-ide mereka.

1. Mitos 1: Pengusaha Dilahirkan, Bukan Dibuat. Mitos ini didasarkan pada kepercayaan
yang keliru bahwa beberapa orang secara genetik cenderung menjadi pengusaha. Kesepakatan
ratusan penelitian karakteristik psikologis dan sosiologis, secara genetik wirausahawan tidak
berbeda dari orang lain. Bukti ini dapat diartikan sebagai makna bahwa tidak ada yang
"dilahirkan" untuk menjadi wirausahawan dan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk
menjadi seorang wirausahawan. Apakah seseorang melakukan atau tidak (memutuskan men-
jadi wirausahawan), itu adalah peran dari ling-kungan, pengalaman hidup, dan pilihan pribadi.

2. Mitos 2: Pengusaha adalah Penjudi. Mitos kedua tentang pengusaha adalah penjudi; yang
berani mengambil risiko besar. Yang benar adalah, bahwa para wirausahawan biasanya peng-
ambil risiko secara moderat, seperti juga kebanyakan orang. Gagasan bahwa pengusaha adalah
penjudi berasal dari dua sumber. Pertama, wirausahawan biasanya memiliki pekerjaan yang
kurang terstruktur, dan karenanya mereka menghadapi serangkaian kemungkinan yang lebih
tidak pasti daripada manajer atau karyawan. Kedua, banyak wirausahawan memiliki kebu-
tuhan yang kuat untuk mencapai tujuan yang menantang; perilaku yang kadang-kadang
disamakan dengan pengambilan risiko.

3. Mitos 3: Pengusaha Termotivasi Terutama oleh Uang. Adalah naif untuk berpikir bahwa
wirausahawan tidak mencari imbalan finansial. Namun, sebagaimana dibahas sebelumnya, uang
jarang menjadi alasan utama pengusaha memulai perusahaan baru dan bertahan.

4. Mitos 4: Pengusaha Harus Muda dan Energik. Aktivitas wirausaha terse-bar cukup merata
dalam rentang usia.
Setelah Pensiun Membuka Usaha Perkulineran7)

Suami istri pensiunan salah satu perusahaan besar di Indonesia, menyalurkan bakat
kulinernya dengan mendatangkan chef profesional . Dengan niat dan tawakal, Edy
Sucipto mendukung penuh keinginan istri-nya untuk merintis usaha kuliner yang diberi
nama Candi Baru Resto.

Bermodalkan kemauan dan sejumlah uang sebesar 70 Juta rupiah, Edy Sucipto dan
Herlina membangun usaha mandirinya tersebut secara ber-tahap. Saat ditemui di
tempat usahanya , Herlina menuturkan resep menunya didapat dengan mengundang
seorang chef profesional langsung dari Jakarta. Dengan didampingi juru masaknya,

8 Bab 1: Introduksi
wanita berusia 53 tahun ini, melakukan sejumlah kursus kilat selama satu hari dengan
variasi menu yang unik dan enak. Menu makanan resto milikinya diantaranya ayam
kampung (manis, goreng, bakar), bebek (bakar dan goreng), nila (bakar dan goreng),
kepala (bebek dan ayam) dengan harga terjangkau dan halal. selain itu, suami istri ini
juga menyediakan additional menu seperti ati rempelo, tahu tempe isi 3, cah kangkung,
nasi goreng, mie goreng, kare dan sambal korek atau tomat .

Namun dari sejumlah menu yang ditawarkan, menu ayam bakar dan nila bakar menjadi
menu favorit masyarakat Kabupaten Sragen. Lebih lanjut diungkapkan, dalam
menjalankan usaha restonya tersebut sangat menjaga kualitas kehalalan dan
kebersihan menu. Terkait hal tersebut, suami istri ini sudah memiliki langganan supplier
ayam kampung bersertifikasi MUI. Mayoritas pelanggan yang berkunjung di restonya
adalah pelanggan family karena kon-sep resto keluarga. Dalam satu bulan dengan
menu restonya, Candi Baru Resto dapat keuntungan sebesar 3 hingga 4 juta rupiah.

Saat ini dirinya, masih fokus mengolah restonya tersebut dengan tidak merekruit
banyak karyawan untuk sementara waktu . Sedangkan proses pemasaran restonya
tersebut, suami istri ini memasang bander di tempat-tempat strategis , dan juga
memanfaatkan peran media sosial online . Dengan pelayanan yang maksimal dan
ramah, diharapkan pelanggan yang datang dapat merasa nyaman dan senang.

5. Mitos 5: Wirausahawan Menyukai Mendapatkan Perhatian publik. Memang, beberapa


wirausahawan tergolong flamboyan; namun, sebagian besar dari mereka tidak menarik perhatian
publik.

Proses Kewirausahaan (menurut Hisrich & Peters)

1. Keputusan Untuk Menjadi Pengusaha. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, orang menjadi
pengusaha untuk menjadi bos mereka sendiri, untuk mengejar ide-ide mereka sendiri, dan untuk
mewujudkan imbalan finansial adalah hal-hal yang memicu seseorang untuk menjadi wirausaha-
wan. Misalnya, seorang karyawan dapat kehilangan pekerjaannya dan me-mutuskan untuk
memulai bisnis. Atau seseorang mungkin menerima warisan dan untuk pertama kalinya dalam
hidupnya memiliki uang untuk memulai perusahaannya sendiri.

2. Mengembangkan Ide-ide Bisnis yang Sukses. Banyak bisnis baru gagal bukan karena peng-
usaha tidak bekerja keras tetapi karena tidak ada peluang nyata untuk memulai sebuah bisnis
baru. Mengembangkan ide bisnis yang sukses meliputi

a) Pengenalan peluang,
b) analisis kelayakan,
c) pengembangan model bisnis yang efektif,
d) analisis industri, dan
e) penulisan rencana bisnis.

3. Mengubah Sebuah Ide Menjadi Wirausaha. Langkah pertama dalam mengubah ide menjadi
kenyataan adalah mempersiapkan landasan etika dan hukum yang tepat untuk sebuah perusahaan,
termasuk memilih bentuk kepemilikan bisnis yang tepat (Perusahaan Perseorangan, Perusahaan
Kemitraan, atau Perseroan Terbatas).

4. Mengelola dan Menumbuhkan Perusahaan Wirausaha. Mengingat lingkungan kompetitif


saat ini, semua perusahaan harus dikelola dan tumbuh dengan baik untuk memastikan kesuksesan

Bab 1: Introduksi 9
mereka yang berkelanjutan. Ini adalah tahap akhir dari proses kewirausahaan.

Catatan
1)
https://money.kompas.com/read/2019/09/05/133622826/indonesia-masih-butuh-4-juta-
entrepreneur-baru?page=all
2)
http://rri.co.id/post/berita/651422/ekonomi/
jumlah_wirausaha_di_indonesia_tembus_8_juta_jiwa.html
3)
http://www.astroawani.com/berita-malaysia/jumlah-penduduk-malaysia-pada-2019-
dianggarkan-32-6-juta-212693
4)
“Global Entrepreneurship Index 2019-Technical Report”, The Global Entrepreneurship and
Development Institute, Washington, D.C., USA, 2019, p. 27
5)
https://data.aseanstats.org/indicator/AST.STC.TBL.7
6)
https://intisari.grid.id/read/03105470/pensiun-dini-ala-bondan-winarno-penghasilan-saya-
malah-lebih-bagus-setelah-pensiun?page=all
7)
http://www.lpplbuanaasri.com/setelah-pensiun-membuka-usaha-perkulineran/

10 Bab 1: Introduksi

Anda mungkin juga menyukai