Anda di halaman 1dari 11

UJIAN TENGAH SEMESTER

MK Metodologi Riset dan Statistik Semester V/2020


Membuat Permasalahan Penelitian dan Kajian Pustaka
Senin, 13 Oktober 2020

Nama : Abdalla Vebriano Adrian


NIM : 21020118130130
Kelas : B

Judul:
ASPEK KENYAMANAN DALAM BERMUKIM DI KAWASAN INDUSTRI
(STUDI KASUS: KAWASAN INDUSTRI CANDI, SEMARANG)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Permukiman yang ditinggali oleh sekumpulan orang/ penduduk menjadi sebuah
wadah bagi mereka guna menunjang kegiatan atau aktifitas yang dilakukan baik individu
maupun berkelompok. Permukiman sebagai tempat tinggal menuntut adanya kenyaman
dalam bertempat tinggal dengan berbagai fasilitas yang menunjang untuk bermukim,
beraktivitas, serta berinteraksi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, dijelaskan bahwa permukiman merupakan bagian
dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai
prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di
kawasan perkotaan maupun pedesaan. Dalam bermukim kenyamanan merupakan salah
satu aspek yang menjadi kebutuhan bagi penduduk. Kebutuhan akan kenyamanan dalam
bermukin dan bertempat tinggal menjadi krusial ketika salah satu aspek di dalam
kenyamanan tidak terpenuhi dalam kawasan permukiman tersebut. Dengan begitu,
bagaimana sebuah permukiman dapat menciptakan lingkungan bermukim yang nyaman
untuk ditinggali?
Terdapat dua aspek kenyamanan yang diperlukan guna terpenuhi kebutuhan warga
akan kenyamanan dalam bermukim, yaitu kenyamanan psikis dan fisik. Kenyamanan psikis
berkaitan dengan kepercayaan, agama, aturan adat, dan lain sebagainya. Di mana aspek ini
bersifat kualitatif. Menurut Karyono (1996) kenyamanan fisik memiliki beberapa aspek di
dalamnya, di antaranya yaitu: kenyamanan ruang (spatial comfort), kenyamanan akan
pendengaran (acoustic comfort), kenyamanan akan penglihatan (visual comfort),
kenyamanan akan suhu (thermal comfort). Akan tetapi, pada kenyataannya setiap area
dalam bertempat tinggal (bermukim) memiliki aspek problematika yang berbeda-beda

1
terutama ketika sebuah permukiman berada pada sebuah kawasan industri. Sehingga,
diperlukan sebuah penjabaran aspek dengan karsa pemecahan masalah pada suatu area
dapat tepat sasaran.
Menurut Industrial Development Handbook dari ULI (The Urban Land Institute)
(1975), Kawasan industri merupakan suatu wilayah di mana mayoritas terdapat Kawasan
industri. Dalam sebuah kawasan industri terdapat berbagai macam peralatan-peralatan
pabrik di dalamnya, di mana hal tersebut dapat menimbulkan berbagai aspek negatif bagi
lingkungan sekitar, terutama dalam hal kenyamanan. Ketika sebuah permukiman berlokasi
berdekatan dengan Kawasan industri hal ini tentu saja akan memunculkan berbagai macam
dampak baik bagi lingkungan maupun permukiman warga.
Kawasan Industri Candi pada awal terbentuk memiliki tujuan sebagai tempat
penampungan, merakit bahan jadi, dan sebagai gudang. Akan tetapi, seiring
berkembangnya waktu kawasan ini menjadi kawasan industri primer. Dengan berlokasi di
dekat permukiman tentu saja hal ini dapat menciptakan sebuah dampak negatif dengan
memunculkan kesenjangan antara permukiman dengan kawasan industri yang berujung
salah satunya adalah tidak tercapainya kenyamanan yang dibutuhkan dalam bermukim.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iskandar, Heri (2007) terdapat beberapa
industri yang menciptakan kebisingan yang melampaui batas seperti industri baja, industri
kayu, serta industri tekstil. Setyowati (2020) bahkan mengatakan dalam penelitiannya di
mana persepsi masyarakat akan kawasan Industri Candi, terdapat 20%-25% di antaranya
tidak setuju akan keberadaan Kawasan industri tersebut.
Dengan mengetahui keluhan masyarakat akan keberadaan Kawasan Industri Candi
akan dapat menjabarkan perihal aspek-aspek kenyamanan seperti akustik, termal, dan
visual yang terganggu oleh keberadaan industri tersebut. Dengan begitu, sebuah
penyelesaian masalah dapat tercipta dengan karsa kenyamanan dalam bermukim (dalam
kasus ini permukiman di Kawasan Industri Candi) dapat tercapai.

1.2. Rumusan Masalah


Penelitian bagaimana penjabaran problematika dan pemecahan suatu masalah
dalam hal kenyamanan menjadi sangat krusial dalam bermukim dan bertempat tinggal di
tengah Kawasan Industri Candi. Dengan begitu, diperlukan adanya suatu tatanan yang
dapat menanggulangi beberapa aspek kenyamanan yang tidak tercapai pada permukiman
tersebut.

2
1.3. Tujuan dan Sasaran
Tujuan yang ingin dicapai yaitu pencapaian elemen-elemen yang diperlukan guna
mencapai kenyamanan masyarakat yang bermukim di Kawasan Industri Candi yang dapat
meredam kesenjangan antara permukiman dan industri.
Sasaran penelitian ini yaitu melakukan penjabaran terkait problematika pada
permukiman yang terdampak Kawasan Industri Candi dalam hal kenyamanan bertempat
tinggal dan bermukim dengan mengajukan elemen-elemen yang dapat menanggulangi
permasalahan yang muncul sebagai instrumen dalam penelitian ini.

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoritis di mana dapat dihasilkan
berupa pengetahuan mengenai cara penanggulangan atau elemen-elemen yang diperlukan
guna mencapai kenyamanan dalam bermukim, terutama di sebuah lingkungan Kawasan
industri. Sedangkan, manfaat yang kedua yaitu manfaat praktis. Dalam penelitian ini
memiliki studi kasus di Kawasan industri Candi (KIC) di mana rancangan berupa hal-hal
yang dapat diterapkan secara tidak langsung dalam pemenuhan kenyamanan yang di
perlukan oleh warga permukiman di Kawasan tersebut.

1.5. Lingkup Penelitian


Dalam penelitian ini mencakup dua (2) lingkup penelitian yaitu lingkup substansial
serta lingkup spasial. Di mana lingkup substansial dalam penelitian ini berupa elemen
elemen kenyamanan dalam bermukim sebagai instrument evaluasi atas problematika yang
dirasakan oleh warga. Sedangkan, untuk lingkup spasial berupa studi kasus pada
permukiman dan Kawasan industri Candi (KIC) yang berlokasi di Semarang, Jawa tengah.

3
BAB II
KAJIAN TEORITIK

Guna melakukan sebuah penelitian dibutuhkan sebuah pondasi yang menjadi dasar
dengan dimuat teori-teori yang berhubungan satu sama lain. Dalam penelitian ini digunakan
beberapa teori dalam hal: (i) permukiman untuk memahami hal-hal yang menjadi kebutuhan
masyarakat dalam bermukim, (ii) teori mengenai kawasan industri guna memahami dampak
yang diciptakan terutama terhadap manusia sekitar, (iii) dampak kawasan industri terhadap
permukiman sekitar yang perlu ditelaah lebih dalam, serta (iv) kenyamanan dalam bermukim
dengan berbagai aspek di dalamnya.

2.1. Teori Permukiman


Teori mengenai permukiman akan menjadi awal dalam memahami permukiman
(tempat tinggal) dengan mencakup pelaku (manusia) di dalamnya.
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu
satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di Kawasan perkotaan atau Kawasan perdesaan (Undang-
Undang No. 1 Tahun 2011 Tetang Perumahan dan Kawasan Permukiman).
Menurut Suparno (2013) permukiman memiliki arti bahwa tempat di mana manusia
bermukim dan bertempat tinggal dengan tujuan tertentu. Di mana permukiman (settlements)
mengarah kepada sebuah objek yaitu tempat tinggal. Terdapat dua pengertian di dalamnya
yaitu: (i) isi, mengarah kepada man (pelaku/manusia) maupun society (masyarakat) yang
tinggal di dalamnya; (ii) wadah, di mana mengarah kepada lokasi geografis baik berupa
buatan maupun alami.

2.1.1 Manusia
Dalam memahami permukiman itu sendiri diperlukan pemahaman tentang pelaku
(manusia) di dalamnya, di mana dalam makalah berjudul “A Theory of Human Motivation”
oleh Maslow (1943) mengatakan bahwa terdapat 5 kebutuhan mendasar manusia yang
berkaitan dengan rumah yaitu (i) Phisiological/ Survival Needs yang berkaitan tentang
kebutuhan mendasar manusia seperti sanitasi, pencahayaan, air, dan lain lain; (ii) Security
Needs mengenai keamanan dan keselamatan dalam bertempat tinggal; (iii) Social Needs
berkaitan tentang interaksi antar manusia (dalam konteks ini antar manusia dalam
permukiman); (iv) Esteem Needs berupa kebutuhan akan apresiasi (penghargaan); serta (v)
self actualization di mana kebutuhan manusia dalam mengembangkan kemampuan serta
bakatnya.

4
2.1.2 Wadah Fisik Buatan dan Alami
Menurut Doxiadis dalam Kuswartojo, T., & Salim, S (1997) pada sebuah permukiman
terdapat lima (5) unsur di dalamnya, di mana dua (2) di antaranya yaitu: (i) shell, di mana
berupa wadah fisik buatan yang terdiri dari rumah (house), fasilitas (facility), serta wadah
guna menampung kegiatan manusia di dalamnya; dan (ii) nature merupakan wadah fisik
alami (keadaan geografis) sebagai landasan pemukiman (proses dalam bermukim).

Gambar 1. Lima Unsur Permukiman menurut Doksiadis


Sumber: Adrian, 2020

2.2 Kawasan Industri Candi (KIC)


Kawasan industri merupakan pembangunan terhadap suatu Kawasan terpilih
berdasarkan perencanaan, pengendalian dan evaluasi program pembangunan secara
terpadu dengan memperhatikan kondisi dan potensi serta pemanfaatan ruang sesuai
dengan kewenangan pemerintah (Permen No. 72 Tahun 2013)
Menurut Setyowati dalam Pramawidya, L., & Sanjoto, T (2019) KIC (Kawasan
Industri Candi) dengan luas 300 ha yang terletak pada Kelurahan Purwoyoso, Ngaliyan, dan
Babamkerep, Kecamatan Ngaliyan mengalami pertumbuhan pembangunan dari 2005
hingga 2018. KIC sendiri memiliki beberapa fungsi utama di antaranya pemanfaatan lahan/
wilayah untuk kantor pengelola beserta fasilitas, jaringan (network) seperti jalan, jembatan,
serta drainase, ruang terbuka hijau (RTH), dan lain sebagainya. Menurut UU No. 26 tahun
2007, Ruang Terbuka Hijau (RTH) harus memenuhi luasan minimal yaitu 30% dari
keseluruhan lahan (kawasan industri) dengan rincian yaitu 20% ruang terbuka hijau publik
dan 10% adalah ruang terbuka privat.
Tujuan utama dibangun KIC hanya berupa kawasan industri sekunder. Akan tetapi,
dalam pelaksanaannya muncul industri-industri primer yang menimbulkan berbagai dampak
negatif terhadap sekitar. Di mana dalam penelitian ini disoroti dalam hal dampak yang

5
berkaitan tidak langsung terhadap kenyamanan masyarakat yang bermukim di permukiman
Kawasan industri Candi.

2.3 Teori Aspek Kenyamanan dalam Bertempat Tinggal/ Bermukim


Dalam memahami kenyaman dalam bertempat tinggal terdapat beberapa aspek
yang diperlukan guna tercapainya kenyamanan tersebut. Menurut Cormick & Ernest (1993)
dalam Zabdi (2016) sebuah konsep kenyamanan adalah suatu kondisi di mana menyangkut
perasaan. Perasaan sendiri akan bersifat depandable (tergantung) untuk setiap orang.
Kenyaman dalam hal arsitektur tentu saja akan berbeda tiap manusia. Faktor-faktor yang
melandasi hal ini yaitu fungsi fisik dan persepsi dari tiap individu (manusia).
Sedangkan, menurut Satwiko (2009) dalam Zabdi (2016) memberi gagasan bahwa
dalam fisika bangunan kenyamanan atau perasaan nyaman merupakan penilaian yang
bersifat komprehensif dari manusia terhadap lingkungan sekitarnya. Kenyamanan fisik
dalam karya arsitektur tiga (kenyamanan) yaitu: kenyamanan termal, kenyaman audial, serta
kenyamanan visual.

2.3.1 Kenyaman Termal


Berdasarkan ASHRAE (2009) dalam Iskandar (2018) dijelaskan bahwa sebuah
kenyamanan termal merupakan kepuasan seseorang yang muncul berdasarkan
lingkungannya, dalam hal ini yaitu termal. Dalam kenyamanan termal sendiri terdapat 3
aspek yang tercakup di dalamnya yaitu,
• fisiologis
• fisik
• psikologis
Hal ini berkaitan dengan bagaimana manusia merasakan kenyamanan terhadap
suhu yang berkisar antara 181°C-26°C. Kenyamanan Termal permukiman merupakan salah
satu aspek yang menjadi bagian dari kenyamanan permukiman. Kenyamanan termal
didapat melalui pengukuran suhu udara dan kelembaban relative (Ahmad dkk, 2009).

Tingkat Kenyamanan THI


Nyaman Kurang dari 27
Tidak nyaman 27 - 28
Sangat tidak nyaman Lebih dari 28
Tabel 1. Pengklasifikasian Nilai THI (Temperature Humidity Index)
Sumber: Murdiyarso, 1992 dalam Anita, 2002

6
Menurut Karyono (2010) merupakan keadaan di mana badan manusia menerima
rasa panas ataupun dingin oleh sensor kulit terhadap suhu yang ada pada surroundings
(sekitarnya).

2.3.2 Kenyamanan Audial


Kenyamanan audial merupakan aspek kenyamanan yang berkaitan dengan indera
pendengaran dan memiliki hubungan dengan kebisingan. Menurut Harris, Cyril M. (1979)
mengemukakan bahwa kebisingan merupakan sebuah kata yang memiliki arti suara atau
bunyi yang tidak dikehendaki disebabkan oleh ketidaksesuaian dengan waktu serta ruang
sehingga dapat mendistraksi kenyamanan audial. Dalam pemenuhan kenyamanan audial
akan berbeda-beda tergantung Kawasan/lingkungan yang ditinjau. Menurut Menteri Negara
Lingkungan Hidup (1996) tingkat kebisingan yang ditoleransi adalah sebagai berikut.

No. Peruntukan kawasan/ lingkungan kesehatan Tingkat Kebisingan


(dB)
1. Peruntukan Kawasan
a. Perumahan dan permukiman 55
b. Perdagangan dan jasa 70
c. Perkantoran dan perdagangan 65
d. Ruang terbuka hijau 50
e. Industri 70
f. Pemerintahan dan fasum 60
g. Rekreasi 70
2. Lingkup Kegiatan
a. Rumah sakit atau sejenisnya 55
b. Sekolah atau sejenisnya 55
c. Tempat ibadah atau sejenisnya 55

Tabel 2. Tingkat Kebisingan yang ditoleransi


Sumber: Menteri Lingkungan Hidup, 1996

2.3.3 Kenyamanan Visual


Menurut Satwiko (2009) dalam Zabdi (2016) kenyamanan visual dapat diartikan
bahwa kenyamanan visual manusia berdasarkan keadaan lingkungan sekitar. Di mana hal
ini dilihat dari aspek visual (indera penglihatan) yang berkaitan mengenai intensitas cahaya
(luminasi). Sebuah kenyamanan visual merupakan cerminan rasa nyaman akan distribusi,

7
kualitas, maupun intensitas cahaya yang didapatkan. Berdasarkan SNI 03-6575-2001
disebutkan bahwa 200 lux merupakan standar light intensity (intensitas pencahayaan) pada
suatu ruangan.

2.4 Kawasan Permukiman yang Terdampak KIC (Kawasan Industri Candi)


Berada pada sebuah kawasan industri yaitu KIC (Kawasan Industri Candi) terdapat
berbagai dampak yang menyelimuti permukiman di dekatnya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Setyowati (2010) di mana persepsi masyarakat akan keberadaan Kawasan
Industri Candi menunjukkan 20-25% masyarakat tidak setuju mengenai keberadaan
kawasan industri ini. Di mana dengan berbagai alasan yaitu ketakutan akan dibangun
Kawasan ini beserta dampak bencana alam yang mungkin dapat muncul. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Iskandar (2007) terdapat beberapa sektor dalam industri
yang masih melebihi ambang batas kebisingan yang telah ditetapkan seperti
• industri baja sebesar 96,02 dB,
• industri tekstil 88,13 dB,
• industri kayu/furniture 88,12 dB.
Selain itu, belum terpenuhinya RTH (Ruang Terbuka Hijau) di mana dapat berimbas
pada kenyamanan termal maupun visual.

2.5 Landasan Teoritik


Pada kajian teoritik yang telah dijabarkan pada beberapa sub bab di atas yang
berdasarkan jurnal, tesis, maupun buku baik yang dipublikasikan maupun tidak, dengan
begitu pada sub bab ini akan disusun sebuah instrumen dalam melakukan penelitian.
Sebuah permukiman di mana terdapat manusia di dalamnya dengan adanya aktivitas
yang berlangsung secara terus-menerus baik bersifat individu maupun kelompok, di mana
kegiatan tersebut perlu ditunjang oleh beberapa hal dengan mengajukan adanya
kenyamanan baik dalam berkegiatan maupun bermukim di permukiman (dalam kasus ini
Permukiman di Kawasan Industri Candi). Dengan begitu guna mencapai aspek kenyamanan
dalam bermukim di tengah kawasan industri terdapat beberapa elemen utama yang perlu
untuk diperhatikan dan ditinjau lebih dalam atas dasar bagaimana permukiman merespon
terhadap keberadaan kawasan industri.
1. Kenyamanan termal (thermal comfort)
2. Kenyamanan audial (acoustic comfort)
3. Kenyamanan visual (visual comfort)
Dalam mencapai sebuah kenyamanan dalam bermukim terdapat beberapa poin
penting yang diperlukan melalui penjabaran terhadap ketiga elemen tersebut. Dalam hal

8
kenyamanan termal terdapat dua poin utama dalam mencapai kenyamanan termal
lingkungan, yaitu dalam hal pencapaian suhu udara dan kelembaban. Dalam
penanganannya dapat di minimalisir dengan pengadaan RTH. sebuah kawasan industri
sendiri perlu diadakan sebuah RTH yang mencakup 20% ruang terbuka hijau publik dan
10% ruang terbuka hijau privat. Hal ini tentu saja dapat menjadi sebuah kunci dalam
penangan kenyamanan visual. Permukiman di Kawasan Industri Candi memiliki keadaan
eksisting di mana rumah-rumah warga saling menyatu satu sama lain menghasilkan bukaan
yang dapat di maksimalkan hanya pada sisi depan, atas, ataupun samping. Sehingga
penanganan dalam hal penghawaan dan pemaksimalan sirkulasi udara dalam rumah dapat
di tanggulani dengan bersandar pada keadaan eksisting. Dengan begitu terdapat beberapa
elemen yang diperlukan dalam penanganan kenyamanan termal yaitu RTH (Ruang Terbuka
Hijau) dan kondisi eksisting permukiman. Sedangkan elemen yang diperlukan dalam hal
kenyamanan visual yaitu RTH. Dalam hal pengananan kenyamanan audial di mana terdapat
beberapa industri yang melampaui ambang batas kebisingan dan juga melihat dari tabel
ambang batas kebisingan di mana industri yaitu 70 dB sedangkan kebisingan yang
ditoleransi oleh permukiman yaitu sebesar 55 dB tekah muncul adanya kesenjangan.
Dengan begitu diperlukan beberapa elemen dalam penanganan kenyamanan audial yaitu
dinding pembatas (Sound Issulation Barrier) serta RTH. Elemen-elemen di atas muncul atas
dasar hal-hal yang dapat diterapkan guna menangani permasalahan yang menjadi sumber
penelitian ini dengan berbasis di permukiman Kawasan Industri Candi. Dengan menyatukan
elemen-elemen tersebut dapat bersinergi satu sama lain. Sebagai sebuah permukiman yang
berdekatan dengan sebuah Kawasan industri merupakan tantangan tentang bagaimana
kenyamanan dalam bermukim pada permukiman dapat terpenuhi di tengah kesenjangan
yang ada. Penelitian ini dapat dikatakan berhasil jika masalah yang ada dan telah
disuarakan oleh warga permukiman dapat diredam maupun ditanggulangi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R., 2018. Analisis Dampak Kawasan Industri Terhadap AKtivitas Perekonomian
Masyarakat Perspektif Ekonomi, Penelitian Disertasi UIN Raden Intan (tidak
dipublikasikan). Hal 23-27.
Bell, P.A., Loomis R.J., Fisher, J.D. 2001, Environmental Psychology, Harcourt Brace
College Publisher, Forth Worth. ISBN:1234567890123
Brett, G.S. 1922, Early Experimental Phsycology, Classic in The History of Psychology. Vol.
15, 1922: 113-118. ISSN:1492-3713
Harris, C.M., 1998, Handbook of Acoustical Measurements and Noise Control, American
Institute of Physics, Michigan. ISBN: 9781563967740
Hernawati, C.A., 2016, Kajian Kenyamanan Termal, Visual, dan Akustik di Lingkungan Kerja
Pabrik (studi kasus: PT. Indo Cali Plast), Penelitian Desertasi Magister Arsitektur
Universitas Katolik Soegijapranata (tidak dipublikasikan). Hal 7-37.
Idham, Noor Cholis, 2016, Arsitektur dan Kenyamanan Termal, Andi Publisher, Yogyakarta.
ISBN:978-979-29-5210-0
Indraswara, M., & Alghifary, H., 2019, Kajian Faktor Iklim Tropis pada Pasar Tradisional
(Studi Kasus: Pasar Wonodri Semarang), Modul. Vol. 19(2), Februari 2020: 62-67.
ISSN:2598-327x
Ikhasari, A., Wibowo, E., Prawirasasra, M.S., 2019, Analisis Variansi Kebisingan di
Permukiman Sekitar Rel Kereta Api Jalan Rakata Bandung Menggunakan Soundscape
Berdasarkan Perbedaan Waktu, Proceedings of Engineering. Vol. 6, Februari 2019:
1094-1104. ISSN:2355-9365
Jamala, N., Rahim, R., 2017, Teori dan Aplikasi Kenyamanan Visual, Badan Penerbit
Universitas Negeri Makassar, Makassar. ISBN: 978-602-6883-85-8
Karyono, Tri Harsono, 2010, Kenyamanan Termal dan Penghematan Energi: Teori dan
Realisasi dalam Desain Arsitektur, In Seminar dan Pelatihan Ikatan Arsitek Indonesia
(IAI), Gedung Jakarta Desain Center, 2010.
Karyono, Tri Harsono, 2013, Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga, Raja Grafindo
Persada, Jakarta. ISBN:978-979-769-618-4
Kuswartojo, T., Salim., S.A., 1997, Perumahan dan Permukiman yang Berwawasan
Lingkungan, Universitas Diponegoro Press, Jakarta. ISBN: 979454169
Pradani, D.P., Rahayu, M.J., & Putri, R.A., 2017, Klasifikasi Karakteristik Dampak Industri
pada Kawasan Permukiman Terdampak Industri di Cemani Sukoharjo, Arsitektura :
Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan. Vol.15, Juni 2017: 10-18. ISSN:2580-
2976
Pramawidya, L., Sanjoto T.B., 2019, Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Persepsi
Masyarakat Mengenai Pembangunan Kawasan Industri Candi Kelurahan Bambankerep
Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang, Journal of Edugeography. Vol. 7, September
2019: 145-153. ISSN:2252-6684
PUPR, K., 2011, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Sastra, Suparno, 2013, Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, Andi Publisher,
Yogyakarta. ISBN:979-763-377-2
Sujannah, H., Munir, A., Sawab, H., 2017, Evaluasi Kenyamanan Termal Hana Café
Darussalam, Banda Aceh, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Arsitektur dan Perencanaan. Vol. 3,
Desember 2017: 17-22. ISSN:2655-1586

10
Zabdi, Aria, 2016, Kajian Kenyamanan Fisik pada Terminal Penumpang Stasiun Besar
Yogyakarta, Penelitian Disertasi Universitas Atma Jaya Press (tidak dipublikasikan). Hal
5-7

DOKUMEN

Anonymous, 2001, SNI 03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem


Pencahayaan Buatan, Badan Standarisasi Nasional.
Anonymous, 2007, Permen No. 27 Tahun 2013 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaran
Pendidikan, BPK.
Anonymous, 2007, UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Kemenkeu.
Anonymous, 2011, UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,
Badan Pembinaan Hukum Nasional
Anonymous, 2013, Pendidikan Layanan Khusus, Pelayanan Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai