Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Terminologi Judul


1. Pengembangan
Menurut Seels & Richey (Alim Sumarno, 2012) pengembangan
berarti

proses

menterjemahkan

atau

menjabarkan

spesifikasi

rancangan kedalam bentuk fitur fisik. Pengembangan secara khusus


berarti proses menghasilkan bahan-bahan pembelajaran.
2. Klaster Industri
Menurut Deperindag (2000) adalah kelompok industri dengan core
industry yang saling berhubungan secara intensif dan membentuk
partnership, baik dengan supporting industri maupun related industry.
3. Kawasan Wisata Belanja
Menurut Sulung (2009) wisata belanja merupakan kawasan untuk
suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan seseorang atau sekelompok
orang bukan sekedar hanya jalan-jalan tetapi sekaligus untuk membeli
kaperluan dan melihat-lihat serta menikmati daya tarik dari kawasan
wisata belanja tersebut.
Jadi Judul Penelitian Pengembangan Klaster Industri Mutiara,
Emas, Perak (MEP) Kelurahan Karang Pule Kecamatan Sekarbela
Sebagai Kawasan Wisata Belanja merupakan penelitian yang
dilakukan untuk mewujudkan suatu rancangan terhadap kelompok
industri menjadi suatu kawasan yang didalamnya terdapat kegiatan
perjalanan yang bukan hanya untuk jalan-jalan melainkan juga untuk
berbelanja dan menikmati daya tarik dari kawasan tersebut.

2.2 Tinjauan Pustaka


2.2.1 Tinjauan Teori
A. Permukiman

II-1

Menurut Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011


tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan
permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih
dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan atau kawasan perdesaan.
Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, menyatakan bahwa kawasan
permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Rumah tidak dapat dipandang secara sendiri-sendiri, karena ia terkait
dan harus perduli dengan lingkungan sosialnya, maka perumahan
merupakan

bagian

yang

tidak

terpisahkan

dari

sistem

sosial

lingkungannya. Perencanaan perumahan harus dipandang sebagai unit


yang menjadi satu kesatuan dengan lingkungan sekitarnya, sehingga
harus

terdapat

ruang-ruang

masyarakatberinteraksi

sosial

(ruang

satu

sama

lain.

pengorganisasian kebutuhan

akan

privasi dan

bersama)

Unit-unit

rumah

kebutuhan

untuk
adalah
untuk

berinteraksi sosial.
Ruang-ruang dalam komplek perumahan yang lestari adalah ruangruang yang mampu mengakomodasi aktivitas sosial masyarakat pada
lingkungan tersebut, termasuk mengorganisasikan keberagaman sosial
dalam masyarakat. Harus diberi ruang-ruang untuk aktivitas dengan latar
belakang tradisi yang berlainan, dengan proporsi yang seimbang untuk
setiap aktivitas yang berbeda, misalnya tradisi beragama dan adat istiadat.
Dengan demikian rasa aman secara spiritual akan tercapai dengan
terpeliharanya tradisi dan aktivitas sosial masyarakat setempat juga
dengan adanya penerimaan bahwa perbedaan adalah hal yang wajar.
Dalam pendekatan teknis, perumahan yang berorientasi terhadap

kepuasan penghuni harus memenuhi syarat-syarat berikut :


a. Struktur dan konstruksi rumah yang cukup kuat dan aman
b. Material bangunan yang menjamin terciptanya
kenyamanan dan kesehatan di dalam rumah

II-2

c.

Prasarana/infrastruktur

yang

memenuhi

standar

kenyamanan, kesehatan dan keamanan lingkungan


Beberapa kriteria permukiman atau kawasan permukan yang
layak adalah sebagai berikut;
a. Jaminan perlindungan hukum.
Perlindungan hukum mengambil

banyak

bentuk,

diantaranya penyewaan akomodasi (publik dan swasta),


perumahan kolektif, kredit, perumahan darurat, pemukiman
informal, termasuk penguasaan tanah dan properti. Meskipun
ada beragam jenis perlindungan hukum, setiap orang harus
memiliki tingkat perlindungan hukum yang menjamin
perlindungan hukum dari pengusiran paksa, pelecehan, dan
ancaman lainnya. Negara Pihak harus secara bertanggung
jawab, segera mengambil tindakan-tindakan yang bertujuan
mengkonsultasikan jaminan perlindungan hukum terhadap
orang-orang tersebut dan rumah tangga yang saat ini belum
memiliki perlindungan, konsultasi secara benar dengan orangorang atau kelompok yang terkena.
b. Ketersediaan layanan, bahan-bahan baku, fasilitas, dan infra
struktur. Tempat tinggal yang layak harus memiliki fasilitas
tertentu yang penting bagi kesehatan, keamanan, kenyamanan,
dan nutrisi. Semua penerima manfaat dari hak atas tempat
tinggal yang layak harus memiliki akses yang berkelanjutan
terhadap sumber daya alam dan publik, air minum yang aman,
energi untuk memasak, suhu dan cahaya, alat-alat untuk
menyimpan makanan, pembuangan sampah, saluran air,
layanan darurat.
c. Keterjangkauan.
Biaya pengeluaran seseorang atau rumah tangga yang
bertempat tinggal harus pada tingkat tertentu dimana
pencapaian dan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar lainnya
tidak terancam atau terganggu. Tindakan harus diambil oleh
Negara Pihak untuk memastikan bahwa persentasi biaya yang
berhubungan dengan tempat tinggal, secara umum sepadan

II-3

dengan tingkat pendapatan. Negara Pihak harus menyediakan


subsidi untuk tempat tinggal bagi mereka yang tidak mampu
memiliki tempat tinggal, dalam bentuk dan tingkat kredit
perumahan yang secara layak mencerminkan kebutuhan tempat
tinggal. Dalam kaitannya dengan prinsip keterjangkauan,
penghuni harus dilindungi dengan perlengkapan yang layak
ketika berhadapan dengan tingkat sewa yang tidak masuk akal
atau kenaikan uang sewa. Di masyarakat, dimana bahan-bahan
baku alam merupakan sumber daya utama bahan baku
pembuatan rumah, Negara Pihak harus mengambil langkahlangkah untuk memastikan ketersediaan bahan baku tersebut.
Layak huni.
Tempat tinggal yang memadai haruslah layak dihuni,
artinya

dapat

menyediakan

ruang

yang

cukup

bagi

penghuninya dan dapat melindungi mereka dari cuaca dingin,


lembab, panas, hujan, angin, atau ancaman-ancaman bagi
kesehatan, bahaya fisik bangunan, dan vektor penyakit.
Keamanan fisik penghuni harus pula terjamin. Komite
mendorong

Negara

Pihak

untuk

secara

menyeluruh

menerapkan Prinsip Rumah Sehat yang disusun oleh WHO


yang menggolongkan tempat tinggal sebagai faktor lingkungan
yang paling sering dikaitkan dengan kondisi-kondisi penyebab
penyakit berdasarkan berbagai analisis epidemiologi; yaitu,
tempat tinggal dan kondisi kehidupan yang tidak layak dan
kurang sempurna selalu berkaitan dengan tingginya tingkat
kematian dan ketidaksehatan.
e. Aksesibilitas.
Tempat tinggal yang layak harus dapat diakses oleh semua
orang yang berhak atasnya. Kelompok-kelompok yang kurang
beruntung seperti halnya manula, anak-anak, penderita cacat
fisik, penderita sakit stadium akhir, penderita HIV-positif,
penderita sakit menahun, penderita cacat mental, korban
bencana alam, penghuni kawasan rawan bencana, dan lain-lain

II-4

harus diyakinkan mengenai standar prioritas untuk lingkungan


tempat tinggal mereka.
f. Lokasi.
Tempat tinggal yang layak harus berada di lokasi yang
terbuka terhadap akses pekerjaan, pelayanan kesehatan,
sekolah, pusat kesehatan anak, dan fasilitas-fasilitas umum
lainnya. Di samping itu, rumah hendaknya tidak didirikan
dilokasi-lokasi yang telah atau atau akan segera terpolusi, yang
mengancam hak untuk hidup sehat para penghuninya.
g. Kelayakan budaya.
Cara rumah didirikan, bahan baku bangunan yang
digunakan, dan kebijakan-kebijakan yang mendukung kedua
unsur tersebut harus memungkinkan pernyataan identitas
budaya dan keragaman tempat tinggal. Berbagai aktivitas yang
ditujukan bagi peningkatan dan modernisasi dalam lingkungan
tempat tinggal harus dapat memastikan bahwa dimensidimensi budaya dari tempat tinggal tidak dikorbankan, dan
bahwa, diantaranya, fasilitas-fasilitas berteknologi modern,
juga telah dilengkapkan dengan semestinya

B. Industri
a) Pengertian Industri
Pengertian industri sangat luas, dapat dalam lingkup makro
maupun mikro. Secara mikro industri adalah kumpulan dari
perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang
yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat
yang saling mengganti sangat erat. Dari segi pembentukan
pendapatan yakni cenderung bersifat makro. Industri adalah
kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah. Jadi batasan
industri yaitu secara mikro sebagai kumpulan perusahaan yang
menghasilkan

barang

sedangkan

secara

makro

dapat

membentuk pendapatan (Hasibuan,1993).UU Perindustrian No


II-5

5 Tahun 1984, industri adalah kegiatan ekonomi yang


mengelola bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi,
dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih
tinggi untuk penggunaanya termasuk kegiatan rancangan
bangun dan perekayasaan industri. Dari sudut pandang
geografi, Industri sebagai suatu sistem, merupakan perpaduan
sub sistem fisis dan sub sistem manusia (Sumaatmaja, 1981).
b) Pengelompokan Jenis Industri
Departemen

Perindustrian

mengelompokan

industri

nasional Indonesia dalam 3 kelompok besar yaitu:


1. Industri Dasar
Industri dasar meliputi kelompok industri mesin dan logam
dasar (IMLD) dan kelompok industri kimia dasar (IKD). Yang
termasuk dalam IMLD atara lain industri mesin pertanian,
elektronika, kereta api, pesawat terbang, kendaraan bermotor,
besi baja, alumunium, tembaga dan sebagainya. Sedangkan
yang termasuk IKD adalahindustri pengolahan kayu dan karet
alam, industri pestisida, industri pupuk, industri silikat dan
sebagainya.

Industri

dasar

meningkatkanpertumbuhan

mempunyai

ekonomi,

misi

membantu

untuk
struktur

industri dan bersifat padat modal.Teknologi yang digunakan


adalah teknologi maju, teruji dan tidak padat karya
namundapat mendorong terciptanya lapangan kerja secara
besar.
2. Aneka industri (AL)
Yang termasuk dalam aneka industri adalah industri yang
menolah sumber dayahutan, industri yang menolah sumber
daya pertanian secara luas dan lain-lain. Anekaindustri
mempunyai misi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
atau pemerataan,\ memperluas kesempatan kerja, tidak padat
modal

dan

teknologi

yang

digunakanadalah

teknologi

menengah atau teknologi maju.


II-6

3.Industri Kecil
Industri kecil meliputi industri pangan (makanan, minuman
dan tembakau), industrisandang dan kulit (tekstil, pakaian jadi
serta barang dari kulit), industri kimia danbahan bangunan
(industri kertas, percetakan, penebitan, barang-barang karet
danplastik), industri kerajinan umum (industri kayu, rotan,
bambu dan barang galianbukan logam) dan industri logam
(mesin, listrik, alat-alat ilmu pengetahuan, barang
dan logam dan sebagainya).Industri di Indonesia dapat
digolongkan kedalam beberapa macam kelompok.
Industri didasarkan pada banyaknya tenaga kerja dibedakan
menjadi 4
golongan,yaitu:
1) Industri besar, memiliki jumlah tenaga kerja 100 orang
atau lebih,
2) Industri sedang, memiliki jumlah tenaga kerja antara
2099 orang,
3) Industri kecil, memiliki jumlah tenaga kerja antara 519
orang,
4) Industri rumah tangga, memiliki jumlah tenaga kerja
antara 14 orang (BPS,2002).
C. Klaster
Istilah klaster (cluster) mempunyai pengertian harfiah
sebagai kumpulan, kelompok, himpunan, atau gabungan obyek
tertentu yang memiliki keserupaan atau atas dasar karakteristik
tertentu.

Dalam

industri (industrial

konteks

ekonomi/bisnis,

cluster)merupakan

terminologi

klaster
yang

mempunyai pengertian khusus tertentu. Walaupun begitu, dalam


literatur, istilah klaster industri diartikan dan digunakan secara
beragam. Berikut adalah beberapa contoh definisi klaster
industri.
Klaster industri adalah:

II-7

Kumpulan/kelompok bisnis dan industri yang terkait


melalui suatu rantai produk umum, ketergantungan atas
keterampilan tenaga kerja yang serupa, atau penggunaan
teknologi yang serupa atau saling komplementer (OECD,
2000);

Kelompok industri dengan focal/core industry yang saling


berhubungan secara intensif dan membentuk partnership,
baik dengan supporting industry maupun related industry
(Deperindag, 2000);

Konsentrasi geografis dari perusahaan dan industri yang


saling berkompetisi, komplementer, atau saling terkait,
yang melakukan bisnis satu dengan lainnya dan/atau
memiliki kebutuhan serupa akan kemampuan, teknologi
dan infrastruktur (Munnich Jr., et al. 1999);

Aglomerasi dari industri yang bersaing dan berkolaborasi


di suatu daerah, yang berjaringan dalam hubungan vertikal
maupun horizontal, melibatkan keterkaitan pembelipemasok umum, dan mengandalkan landasan bersama atas
lembaga-lembaga ekonomi yang terspesialisasi (EDA,
1997);

Kelompok/kumpulan secara sektoral dan geografis dari


perusahaan yang meningkatkan eksternalitas ekonomi
(seperti munculnya pemasok spesialis bahan baku dan
komponen, atau pertumbuhan kelompok keterampilan
spesifik sektor) dan mendorong peningkatan jasa-jasa
yang terspesialisasi dalam bidang teknis, administratif, dan
keuangan (Ceglie dan Dini, 1999);

Hubungan erat yang mengikat perusahaan-perusahaan dan


industri tertentu secara bersama dalam beragam aspek
perilaku umum, seperti misalnya lokasi geografis, sumbersumber inovasi, pemasok dan faktor produksi bersama,
dan lainnya (Bergman dan Feser, 1999);

II-8

Michael

Porter

mendefinisikan

klaster

sebagai

sekumpulan perusahaan dan lembaga-lembaga terkait di


bidang tertentu yang berdekatan secara geografis dan
saling terkait karena kebersamaan (commonalities) dan
komplementaritas (Porter, 1990);

Klaster merupakan jaringan produksi dari perusahaanperusahaan

yang

saling

bergantungan

secara

erat

(termasuk pemasok yang terspesialisasi), agen penghasil


pengetahuan (perguruan tinggi, lembaga riset, perusahaan
rekayasa), lembaga perantara/bridging institution (broker,
konsultan) dan pelanggan, yang terkait satu dengan
lainnya dalam suatu rantai produksi peningkatan nilai
tambah (Roelandt dan den Hertog, 1998);

Klaster merupakan suatu sistem dari keterkaitan pasar dan


non pasar antara (a system of market and nonmarket links)
perusahaan-perusahaan dan lembaga yang terkonsentrasi
secara geografis (Abramson, 1998);

Klaster merupakan konsentrasi perusahaan dan lembaga


yang bersaing, berkolaborasi dan saling bergantung yang
dihubungkan dengan suatu sistem keterkaitan pasar dan
non pasar (UK DTI, 1998b, 2001).
Lyon dan Atherton (2000) berpendapat bahwa terdapat tiga

hal mendasar yang dicirikan oleh klaster industri, terlepas dari


perbedaan struktur, ukuran ataupun sektornya, yaitu:
1. Komonalitas/Keserupaan/Kebersamaan/Kesatuan (Co
mmonality);yaitu bahwa bisnis-bisnis beroperasi dalam
bidang-bidang serupa atau terkait satu dengan lainnya
dengan fokus pasar bersama atau suatu rentang aktivitas
bersama.
2. Konsentrasi (Concentration); yaitu

bahwa

terdapat

pengelompokan bisnis-bisnis yang dapat dan benar-benar


melakukan interaksi.

II-9

3. Konektivitas (Connectivity); yaitu


organisasi

yang

saling

bahwa
terkait/

(interconnected/linked/interdependent

terdapat
bergantung

organizations)

dengan beragam jenis hubungan yang berbeda.


Klaster Industri awal dikenalkan dengan Marshallian
Industrial District.Menurut pemahaman Marshallian ini sentra
industri merupakan klaster produksi tertentu yang berdekatan.
Marshall (dalam Kuncoro, 2002), menekankan pentingnya tiga
jenis penghematan eksternal yang memunculkan sentra industri :
(1) Konsentrasi pekerja trampil dan peluan penyerapan tenaga
kerja lokal yang lebih besar (2) berdekatannya para pemasok dan
pelayanan

khusus,

dan

(3)

tersedianya

fasilitas/transfer

pengetahuan. Adanya jumlah pekerja terampil dalam jumlah besar


memudahkan terjadinya penghematan dari sisi tenaga kerja.
Lokasi para pemasok yang berdekatan menghasilkan penghematan
akibat spesialisasi yang muncul dari terjadinya pembagian kerja
yang meluas antar perusahaan dalam aktivitas dan proses yang
saling melengkapi. Tersedianya fasilitas untuk memperoleh
pengetahuan terbukti meningkatkan penghematan akibat informasi
dan komunikasi melalui proses bersama, penemuan dan perbaikan
dalam mesin, proses dan organisasi secara umum.
Pola klaster industri yang diajukan markussen berdasarkan
studinya di Amerika Serikat, berdasarkan pada variabel struktur
bisnis dan skala ekonomi, keputusan investasi, jalinan kerjasama
dengan pemasok, jaringan kerjasama dengan pengusaha dalam
klaster, pasar dan migrasi tenaga kerja, keterkaitan identitas
budaya lokal, peran pemerintah lokal, dan peran asosiasi, maka
pola klaster Markussen dibedakan menjadi empat, yaitu distrik
Marshallian, distrik Hub and Spoke, distrik satelit, dan distrik
State-anchored. Berikut penjelasan masing-masing distrik yang
diajukan Markussen (1996) :

II-10

1. Distrik Industri Marshallian dan Varian


Marshall dalam (Markussen, 1996), mendeskripsikan
sebuah wilayah dimana struktur bisnisnya kecil yang terdiri dari
perusahaan dan memungkinkan adanya evolusi dari identitas
budaya lokal yang kuat serta mempunyai keahlian. Distrik
Marshallian juga mencakup layanan yang relatif khusus
disesuaikan dengan produk-produk unik/industri daerah.Layanan
tersebut meliputi keahlian teknis, mesin dan pemasaran, dan
pemeliharaan dan layanan perbaikan.Di dalam distrik terdapat
lembaga keuangan lokal yang menawarkan bantuan modal,
bersedia mengambil resiko jangka panjang karena mereka
memiliki kedua informasi orang dalam dan adanya kepercayaan
pengusaha di perusahaan lokal.

Gambar 2.1
Distrik Industri Marshallian dan Varian

Sumber : Markussen, 1996


2. Distrik Industri Hub dan Spoke
Distrik Hub dan Spoke sangat berbeda sentra industri
daerah, dimana sejumlah perusahaan inti bertindak sebagai jangkar
atau hub ke perekonomian daerah, pemasok dan kegiatan yang
terkait menyebar di sekitar mereka seperti jari-jari roda. Model ini
digambarkan dalam Gambar 2.2 , di mana sebuah perusahaan
tunggal yang besar membeli dari pemasok lokal maupun eksternal
dan menjual kepada pelanggan eksternal.

II-11

Gambar 2.2
Distrik Industri Hub dan Spoke

Sumber : Markussen, 1996

Keterangan : Perusahaan kecil :, Perusahaan besar :


3. Distrik Satelit
Gambar 2.3 menunjukkan yang paling mencolok adalah

tidak adanya
jaringan dalam wilayah dan dominasi link ke perusahaan induk di
tempat lain
(Markussen, 1996)
Gambar 2.3
Distrik Satelit

Sumber : Markussen, 1996


Keterangan : Kantor cabang :

, Perusahaan besar :

4. Distrik State-Anchored
Distrik State-Anchored berbeda dari pola distrik lainnya
terletak pada daerah dimana perusahaan non-profit, perusahaan

II-12

tetap, laboratorium, universitas, dan pusat pemerintahan menjadi


kunci investasi distrik ini.Distrik ini terdapat jalinan keterkaitan
khusus dan ditentukan oleh campur tangan politik bukan
perusahaan

swasta.

Secara

umum,

distrik

State-Anchored

didominasi satu atau beberapa perusahaan besar, skala ekonomi


relatif tinggi pada sektor publik, investasi dilakukan secara lokal
berbagai tingkat pemerintahan, kontrak dan komitmen jangka
pendek antara institusi dominan dan pemasok bahan baku lokal,
keterkaitan antar sesama pengusaha di dalam dan di luar klaster
relatif kuat, Pekerja lebih berkomitmen ke perusahaan besar, kedua
distrik, ketiga ke perusahaan kecil, terjadi evolusi kebudayaan,
tidak terdapat unit peminjaman dana, peran pemerintah lokal lemah
dalam regulasi dan promosi industri inti serta Asosiasi perdagangan
lemah dalam menyediakan infrastruktur, pelatihan, bantuan teknis,
keuangan serta adanya ketergantungan pada infrastruktur publik.
Distrik ini seperti distrik hub dan spoke hanya saja fasilitasnya
dapat beroperasi dengan sedikit koneksi perekonomian daerah,
seperti kasus distrik satelit (Markussen, 1996). Pola Klaster Industri
Markussen (dalam Choirunnisa, 2012) diringkas menjadi matriks,
dapat diihat pada tabel di bawah ini.
Tabel Matriks Pola Klaster Industri Markussen
Matriks Pola
Klaster
Industri
Markussen
No

Variabel

Distrik
Marshal
ian

Distrik
Hub &
spoke

Distrik
satelit

Distrik
State
Anchored

Struktur
Bisnis
dan Skala
ekonomi

Struktur
industri
didomin
asi oleh
perusaha
an kecil.
Skala
ekonomi
relatif

Struktur
industri
didominasi
oleh
satu/bebera
pa
perusahaan
besar dan
dikelilingi

Struktur
industri
didominasi
perusahaan
besar dan
memiliki
kantor
pusat.
Skala

Struktur
industri
didominasi
satu atau
beberapa
oleh
perusahaan
besar. Skala
ekonomi

II-13

rendah

Kontrak dan
Komitmen
antara pembeli
dan pemasok
bahan baku

Kerjasama dan
keterkaitan
antar sesama
pengusaha di
dalam klaster.

Kerjasama dan
keterkaitan
antar sesama
pengusaha di
luar klaster

Pasar dan
migrasi tenaga
kerja.

Kontrak
dan
Komitm
en
jangka
panjang
antara
pembeli
dan
pemasok
bahan
baku
lokal.
Kerjasa
ma dan
keterkait
an antar
sesama
pengusa
ha di
dalam
klaster
relatif
lemah
Kerjasa
ma dan
keterkait
an antar
sesama
pengusa
ha di
luar
distrik
rendah.
Pasar
tenaga
kerja
internal
ke distrik
lebih
fleksibel

pemasok.
Skala
ekonomi
relatif
tinggi
Kontrak
dan
Komitmen
jangka
panjang
antara
perusahaan
besar dan
pemasok
bahan baku

ekonomi
relatif
moderat ke
tinggi.

relatif tinggi
pada sektor
publik

Tidak
adanya
Kontrak
dan
Komitmen
antara
pembeli
dan
pemasok
bahan baku
lokal.

Kontrak dan
Komitmen
jangka
pendek
antara
institusi
dominan dan
pemasok
bahan baku
lokal.

Kerjasama
dan
keterkaitan
antar
sesama
pengusaha
di dalam
klaster
kuat.

Kerjasama
dan
keterkaitan
antar
sesama
pengusaha
di dalam
klaster
relatif
kuat.

Kerjasama
dan
keterkaitan
antar sesama
pengusaha di
dalam
klaster relatif
kuat

Kerjasama
dan
keterkaitan
antar
sesama
pengusaha
di luar
distrik
tinggi.

Keterkaita
n antar
sesama
pengusaha
di luar
distrik
tinggi
dengan
perusahaan
induk.
Pasar
tenaga
kerja
eksternal
ke distrik
menyebab
kan

Kerjasama
dan
keterkaitan
antar sesama
pengusaha di
luar distrik
tinggi.

Pasar
tenaga
kerja
internal ke
distrik
kurang
fleksibel

Pekerja lebih
berkomitme
n ke
perusahaan
besar, kedua
distrik,
ketiga ke

II-14

Keterkaitan
identitas
budaya lokal.

dan
migrasi
masuk
ke
industri
tinggi.
Terjadi
evolusi
kebuday
aan dan
pertalian
lokal.

dan migrasi
keluar
sedikit dan
masuk
tinggi.

integrasi
vertikal.

perusahaan
kecil.

Terjadi
evolusi
kebudayaan
dan
pertalian
lokal.

Terjadi
evolusi
kecil
kebudayaa
n lokal.

Terjadi
evolusi
kebudayaan
dan pertalian
lokal.

D. Rantai Produksi (Rantai Nilai)


Rantai produksi (Rantai Nilai) adalah langkah-langkah
yang perlu diambil dalam rangka untuk mengubah bahan baku
menjadi barang yang kemudian dapat digunakan oleh konsumen
seperti kau dan aku. Pada setiap langkah dalam rantai produksi,
nilai yang ditambahkan ke produk sehingga bisa dijual dengan
jumlah yang lebih besar ketika menjadi produk akhir. Nilai ini
akan ditambahkan melalui penambahan tenaga kerja, bangunan,
bahan baku dan atau manufaktur dan pengolahan.(Michael
Porter,1985)
Menurut Turban, Rainer, Porter (2004, h321), Sebuah rantai
produksi yang khas akan terlihat seperti ini:
1. Produsen primer selalu tahap pertama dalam rantai apapun,
dan bagian yang mereka mainkan untuk menghasilkan
bahan baku dari produk akhir yang kemudian akan dibuat.
2. Tahap produksi sekunder adalah ketika produk itu sendiri
mengambil bentuk di tangan perusahaan manufaktur.
Perusahaan-perusahaan ini membawa bersama produk dan
bahan baku lain untuk menciptakan produk akhir.
3. Tahap terakhir dan akhir di setiap rantai produksi adalah
menjual produk yang sebenarnya sampai ke konsumen.
Seorang pengecer seperti supermarket akan membeli
sejumlah besar produk akhir dari pemasok, untuk kemudian
menjual konsumen.

II-15

E. Wisata Belanja
Belanja adalah mengeluarkan uang untuk mendapatkan
barang yang diharapkan mempunyai nilai yang seimbang. Tetapi,
terkadang uang yang dikeluarkan tidak setara dengan nilai barang
yang dibeli. Kemampuan belanja adalah kemampuan khusus yang
tidak semua orang memilikinya,
(www.anneahira.com/-pengertian-belanja-.htm).
Salah satu kegiatan menyenangkan adalah belanja atau
shopping bahkan sebagian menganggap belanja adalah kegiatan
rekreasi atau penghiburan diri dari perasaan lelah dan mungkin
juga stress dari segala permasalahan hidup. Saat ini belanja adalah
bagian dari rekreasi karena telah tersedianya tempattempat belanja
yang komplit, menyenangkan, bersih, serta dikemas modern.
Sentuhan belanja modern sebagai bentuk telah meningkatnya taraf
kehidupan masyarakat saat ini. Di tempat belanja modern kita
tidak perlu susah menyiapkan anggaran cash. Segala fasilitas
tersedia dan cepat sehingga belanja modern lebih efektif dan
efisien yang dikemas dalam.Wisata adalah kegiatan perjalanan
atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara
sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya
tarik wisata.
Belanja artinya kegiatan yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang secara sukarela tanpa ada paksaan untuk
membeli segala keperluan yang dibutuhkan. Maka, wisata belanja
secara singkat disimpulkan sebagai suatu kegiatan perjalanan yang
dilakukan seseorang atau sekelompok orang bukan sekedar hanya
jalan-jalan tetapi sekaligus untuk membeli kaperluan dan melihatlihat serta menikmati daya tarik dari kawasan wisata belanja
tersebut.
Belanja bukan sekedar pemenuhan kebutuhan rumah tangga
dan keluarga. Belanja adalah aktifitas kompleks bagi wanita.
Rekreasi dan pengetahuan serta kebutuhan yang tidak bisa
dipisahkan

dari

aktifitas

belanja.

Perkembangan

zaman

II-16

menyebabkan banyak orang berkreasi dalam berbelanja. Salah


satunya dari perusahaan berusaha memikat masyarakat dengan
menciptakan pola belanja dalam bentuk permainan.
Belanja, makan, rileks merupakan tiga hal pasti menjadi
agenda utama saat melancong ke kota wisata. Di mana pun tempat
berlibur, belanja oleh-oleh atau koleksi sendiri jadi urutan kedua,
pertama dalam itinerary. Terakhir jika badan rasanya amat letih
dan kaki pegal setelah seharian berburu oleh-oleh di pasar,
mampir juga ke tempat rileksasi untuk body message atau foot
spa, (Sulung, 2009 : 3).
Salah satu kenikmatan

tinggal

di

Ibukota

adalah

dimanjakan dengan banyaknya pilihan tempat belanja seperti Mall


atau pasar modern yang memiliki komoditi khas dengan harga
grosir khusus untuk pedagang. Pembangunan sampai diberbagai
sektor yang telah dilaksanakan saat ini telah berhasil membawa
dan meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa ke arah
tingkat hidup yang lebih baik. Sebagai konsekuensi logis dari
kondisi tersebut hampir di semua kota terutama kota-kota besar di
seluruh Indonesia berkembang pusat-pusat perbelanjaan yang
menyediakan berbagai kebutuhan baik kebutuhan pokok maupun
kebutuhan lainnya. Perkembangan tersebut pada akhirnya
mengarah kepada terciptamya pusat-pusat pertokoan, pusat
perbelanjaan dengan masing-masing spesifikasinya yang menjadi
daya tarik wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun
wisatawan mancanegara.
Pusat-pusat perbelanjaan tersebut memiliki fasilitas-fasilitas
sosial yang sangat mendukung terhadap pengunjung yaitu di pusat
perbelanjaan besar dan modern banyak di sediakan fasilitas
pendukung yang menguntungkan, misalkan saja sebagai seorang
ibu dengan anak balita kita tidak perlu repot menggendong anak
kesana kemari karena telah disediakan troli belanja. Troly belanja
saat ini lebih variatif dengan bentuk lucu sehingga sangat diminati
anak-anak. Selain hal itu juga ada beberapa pusat Mall yang

II-17

menyediakan tempat bermain anak bahkan disediakan lomba


menggambar atau mewarnai agar ibu anak tersebut nyaman
belanja, sementara si anak akan diawasi oleh ayah atau
pengasuhnya.
Bagi warga urban, belanja sudah menjadi ritual rutin yang
bisa menyenangkan. Bukan sekadar membeli atau memenuhi
aneka kebutuhan hidup sehari-hari, juga menikmati kenyamanan,
kelengkapan, dan fasilitas menjadi tuntutan terhadap pusat-pusat
belanja. Tempat belanja yang disukai masyarakat modern adalah
yang menawarkan konsep one-stop shopping. Sangat nyaman,
aman lengkap disertai petunjuk yang memberikan pengetahuan
yang bermanfaat untuk semua produknya. Kehadiran pusat
belanja harus disesuaikan dengan gaya hidup masyarakat aktual.
Kebutuhan
belanja dan rekreasi dalam setiap kunjungan di tempat belanja
yang luas, aman, nyaman, dan terjangkau. Di mancanegara, seperti
Paris New York, London, Jepang, Hong Kong, dan Singapura, kita
gampang mendapati penyajian tempat belanja berkonsep modern.
Pakar belanja Indonesia, mengatakan sensasi yang
diciptakan tempat
belanja adalah bagian dari konsep menjemput bola dan
memanjakan pengunjung. Konsepnya modern sesuai dengan gaya
hidup. Jadi tidak sekedar belanja, tapi juga ada rekreasi,
menikmati

hiburan,

dan

mendapatkan

pengetahuan,

(http:/bataviase.co.id/node137469).
Menurut Medlik dan Middleton (Yoeti, 1996:28), yang
dimaksud dengan hasil industri pariwisata ialah semua jasa-jasa
yang dibutuhkan wisatawan semenjak ia berangkat meninggalkan
tempat kediamannya, sampai ia kembali ke rumah dimana ia
tinggal. Produk wisata terdiri dari berbagai unsur dan merupakan
suatu package yang tidak terpisahkan.
Komponen pendukung wisata belanja guna menarik
minat wisatawan berkunjung antara lain :
II-18

1. Ketersediaan produk yang dibutuhkan dengan


harga jual yang kompetetif.
2. Fasilitas lain sebagai komponen pendukung yang
dibutuhkan oleh pengunjung seperti lahan parkir,
tempat beribadah, akses komunikasi dan informasi,
pelayanan produk perbankan, fasilitas kebersihan
dll.
3. Aksesibitas,

segala

aspek

guna

mendukung

terselenggaranya wisata belanja berupa transfortasi


yang meliputi akses menuju objek wisata, jalan yang
memadai

berikut

pengelolaan

lalu-lintas

guna

keamanan

dan

menghindari kemacetan.
4. Keamanan,

jaminan

akan

kenyamanan pengunjung selama berbelanja.


Apabila komponen-komponen diatas bisa dikelola
secara baik, bukan tidak mungkin wisata belaja ini
bisa

bermutasi

menjadi

sebuah

industri

yang

menjanjikan. Berikut adalah analisa yang dilakukan


untuk melihat kelayakan kawasan wisata belanja
Klaster industri Mutiara Emas Perak (MEP) di
kelurahan Karang Pule berdasarkan komponenkomponen

pendukung

kawasan wisata belanja

tersebut.
F. Teori Aglomerasi
Istilah aglomerasi muncul pada dasarnya berawal dari ide
Marshall (1920) tentang penghematan aglomerasi (agglomeration
economies) atau dalam istilah Marshall disebut sebagai industri
yang terlokalisir (localized industries). Agglomeration economies
atau localized industries menurut Marshall muncul ketika sebuah
industri memilih lokasi untuk kegiatan produksinya yang
memungkinkan dapat berlangsung dalam jangka panjang sehingga
masyarakat akan banyak memperoleh keuntungan apabila
II-19

mengikuti tindakan mendirikan usaha disekitar lokasi tersebut (Mc


Donald, 1997). Konsep aglomerasi menurut Montgomery tidak
jauh berbeda dengan konsep yang dikemukakan oleh Marshall.
Montgomery mendefinisikan penghematan aglomerasi sebagai
penghematan akibat adanya lokasi yang berdekatan (economies of
proximity)

yang

diasosiasikan

dengan

pengelompokan

perusahaan, tenaga kerja, dan konsumen secara spasial untuk


meminimisasi biaya-biaya seperti biaya transportasi, informasi
dan komunikasi (Montgomery, 1988). Sementara Markusen
(1996) menyatakan bahwa aglomerasi merupakan suatu lokasi
yang tidak mudah berubah akibat adanya penghematan eksternal
yang terbuka bagi semua perusahaan yang letaknya berdekatan
dengan perusahaan lain dan penyedia jasa jasa, dan bukan akibat
kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara individual (dalam
Kuncoro, 2002). Menurut Soepono (1999), aglomerasi menurut
teori

lokasi

modern

merupakan

salah

satu

faktor

yang

mempengaruhi aktivitas ekonomi, aglomerasi juga menjadi salah


satu faktor disamping keunggulan komparatif dan skala ekonomi
menjelaskan mengapa timbul daerah-daerah dan kota-kota.
Aglomerasi terbagi menjadi dua macam, yaitu aglomerasi
produksi dan aglomerasi pemasaran. 1. Dikatakan aglomerasi
produksi bilamana tiap perusahaan yang mengelompok atau
klaster atau beraglomerasi mengalami eksternalitas positif di
bidang produksi, artinya biaya produksi perusahaan berkurang
pada waktu produksi perusahaan lain bertambah. 2. Dikatakan
aglomerasi pemasaran adalah pengelompokan perusahaan dagang
atau toko jika terjadi eksternalitas belanja (shopping externality)
yang dapat dinikmati yaitu penjualan suatu toko dipengaruhi oleh
toko lain disekitarnya. Ada dua produk yang menimbulkan
eksternalitas belanja, yaitu barang substitusi tidak sempurna dan
barang

komplementer.

Barang

substitusi

tidak

sempurna

merupakan barang yang mirip namun tidak sama, pembeli

II-20

membutuhkan perbandingan (comparison shopping) menyangkut


corak, harga, kualitas dan merek sebelum memutuskan untuk
membeli.
Beberapa

hal

yang

dapat

menyebabkan

terjadinya

aglomerasi (Adriand, 2008) adalah:


1. Tenaga kerja tersedia banyak yang memiliki kemampuan
dan keahlian yang lebih baik dibanding di luar daerah
tersebut.
2. Suatu perusahaan menjadi daya tarik bagi perusahaan lain.
3. Berkembangnya suatu perusahaan dari kecil menjadi
besar, sehingga menimbulkan perusahaan lain untuk
menunjang perusahaan yang membesar tersebut.
4. Perpindahan suatu kegiatan produksi dari satu tempat ke
beberapa tempat lain Perusahaan lain mendekati sumber
bahan untuk aktivitas produksi yang dihasilkan oleh
perusahaan yang sudah ada untuk saling menunjang satu
sama lain.
2.2.2 Tinjauan Kebijakan
A. Tinjauan Kebijakan RTRW Provinsi NTB
Dalam upaya mewujudkan pertumbuhan suatu wilayah,
perlu disusun suatu interaksi wilayah, upaya untuk mencapai
terjaminnya kesinambungan perencanaan perwilayahan nasional,
Propinsi NTB sejak pelita IV menyusun kerangka perwilayahan.
Sistem perwilayahan NTB disusun berdasarkan sasaran
yang dicapai untuk memberikan keseimbangan pembangunan yang
merata dan menyeluruh, guna mewujudkan pengkoordinasian
pembangunan tersebut, sistem perwilayahan NTB dibagi menjadi 3
( tiga ) wilayah pembangunan sebagai berikut :
a) WP I

: Pulau Lombok dengan pusatnya di Kota

Mataram.
b) WP II

: Sumbawa bagian barat dengan pusatnya di


Sumbawa Besar.

II-21

c) WP III : Sumbawa bagian timur dengan pusatnya di Kota


Bima.
Kebijaksanaan Tata Ruang pada tiap wilayah pembangunan
ditujukan untuk mewujudkan struktur tata ruang yang optimal,
sehingga

memudahkan

terciptanya

hubungan

yang

saling

menguntuingkan antar kota dan pedesaan sesuai dengan latar


belakang kultur sosial dan ekonominya. Pokok-pokok strategi
kebijaksanaan diatas diharapkan dapat memberikan terciptanya
pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan skala prioritas potensi yang
dimilikinya. Dalam kerangka pembangunan jangka panjang NTB
dikembangkan sebagai wilayah pengembangan struktur ekonomi
pertanian dan industri secara seimbang. Sehubungan dengan itu,
maka dalam kebijaksanaan pengembangannya diarahkan pada:
a) Kebijaksanaan perwilayahan pertanian secara intensif untuk
mencapai swasembada pangan, mengarah pada konsumsi
tanaman pangan lahan basah ke tanaman pangan lahan
kering.
b) Kebijaksanaan pengembangan perindustrian yang diarahkan
pada agroindustri, kerajinan (souvenir).
c) Kebijaksanaan pemerataan penduduk kedaerah- daerah
yang masih luas melalui program transmigrasi lokal.
d) Kebijaksanaan peningkatan kualitas tenaga kerja dan
memperluas kesempatan kerja melalui program khusus
terutama pembinaan sektor informal.
e) Kebijaksanaan pendayagunaan aparatur pemerintah di
daerah.
f) Kebijaksanaan
keseimbangan

alam
sumber

pemanfaatan

dan

pelestarian

daya

serta

kelestarian

alam

lingkungan hidup.
B. Tinjauan Kebijakan RUTR Kota Mataram
II-22

Perencanaan

Kota

Mataram

termasuk

dalam

pusat

pengembangan pulau Lombok. Wilayah pengembangan kota mataram


telah terbagi menjadi 6 Kecamatan. Fungsi utama wilayah kota
Mataram ini adalah sebagai berikut :
1. Daerah perkembangan industri dan perdagangan.
2. Pusat pendidikan tinggi.
3. Pusat administrasi dan pemerintahan.
4. Pusat pelayanan kesehatan.
Pengembangan di wilayah Kota Mataram telah terbagi
menurut kondisi perkembangan kecamatan, pembagian wilayah
pengembangan kecamatan sebagai berikut:
1. WP I

Kecamatan

Selaparang

sebagai

pusat

sebagai

pusat

pengembangan pendidikan.
2. WP II

Kecamatan

Cakranegara

pengembangan perdagangandan jasa.


3. WP III

: Kecamatan Mataram sebagai pusat pengembangan

administrasi dan pemerintahan.


4. WP IV :

Kecamatan

Apenanan

sebagai

kawasan

pengembangan kota tua, pariwisata dan permukiman.


5. WP V

Kecamatan

Sekarbela

sebagai

pusat

pengembangan industri.
6. WP VI :

Kecamatan

Sandubaya

sebagai

kawasan

pertahanan/militer dan permukiman.


C. Tinjauan Kebiajakan RTRW Kota Mataram tahun 2009-2029
A. Rencana Struktur Ruang
Struktur tata ruang wilayah kota sebagai arahan dalam
penentuan karakter ruang kota tidak bisa dilepaskan dari
perkembangan unsur-unsur penggunaan lahan pembentuknya.
Kebijakan struktur tata ruang Kota Mataram bertujuan untuk
menciptakan sistem pelayanan kegiatan secara berjenjang dan
berhirarkis. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh

II-23

tingkat pelayanan dan interaksi kegiatan yang efektif dan


efisien. Hirarki sistem pusat pelayanan dengan menggunakan
kajian terhadap ke-4 aspek perencanaan tersebut di atas,
dapat ditentukan sebagai berikut :
-

Hirarki I meliputi 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Ampenan


(Kelurahan Ampenan Tengah, Dayan Peken dan Kelurahan
Taman Sari); Kecamatan Selaparang (Dasan Agung Baru,
Gomong, Monjok Timur, Punia, Dasan Agung); Kecamatan
Mataram (Mataram Barat dan Pejanggik); dan Kecamatan
Cakranegara (Cakra timur, Saptamarga, Cilinaya, Cakra Barat

dan Abian Tubuh Baru) ; Kelurahan Sandubaya (Bertais);


Hirarki II,meliputi 6 Kecamatan (tersebar di bagian tengah

kota);
Hirarki III,tersebar di pinggiran Kota Mataram, sebagian
besar merupakan wilayah Kecamatan Sekarbela dan
Kecamatan Sandubaya;

D. Profil Penataan Ruang Kota Mataram Tahun 2012


Pada dokumen Profil Penataan Ruang Kota Mataram,

dalam

Penetapan Kawasan Strategis. Kelurahan Karang Pule Kecamatan


Sekarbela ditetapkan sebagai Kawasan Strategis

Dari Sudut

Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi Cepat untuk Kawasan strategis


bidang pariwisata terdiri dari :
- Kawasan eks. Bandar Udara Selaparang di Kelurahan Rembiga
-

Kecamatan Selaparang dan Kelurahan


Ampenan Utara Kecamatan Ampenan sebagai kawasan

pariwisata MICE yang berbasis lingkungan


Kawasan Mayura di Kelurahan Mayura

Kecamatan

Cakranegara sebagai kawasan pariwisata budaya dan spiritual


-

keagamaan
Kawasan Mapak di Kelurahan Tanjung Karang dan Kelurahan
Jempong Baru Kecamatan Sekarbela sebagai kawasan
pariwisata alam, religi, dan buatan.

II-24

Kawasan Kota Tepian Air di Kelurahan Bintaro, Kelurahan

Ampenan Tengah, dan Kelurahan Banjar


Kecamatan Ampenan sebagai kawasan pariwisata buatan
Kawasan Mutiara Sekarbela di Kelurahan Pagesangan dan
Kelurahan Pagesangan Barat Kecamatan Mataram serta
Kelurahan Karang Pule Kecamatan Sekarbela sebagai

kawasan pariwisata belanja.


Kawasan Sayang Sayang di Kelurahan Rembiga dan

Kelurahan Sayang Sayang Kecamatan Sandubaya


serta Kawasan Udayana di Kelurahan Kebonsari dan
Kelurahan Pejarakan Karya Kecamatan Ampenan ebagai
kawasan pariwisata kuliner

D. Keputusan Walikota Mataram Nomor 526/X/2009


Berdasarkan Keputusan Walikota Mataram Nomor 526/X/2009
tentang Penetapan Klaster Industri Kecil Unggulan Kota Mataram,
ditetapkan 8 jenis klaster industri kecil unggulan Kota Mataram.
Klaster-klaster tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah:
TABEL PENENTUAN KLASTER INDUSTRI KECIL UNGGULAN
KOTA MATARAM
No

Jenis Klaster Industri

Klaster Wilayah

Jumlah

Pengembangan
1

Kerajinan Mutiara, Emas


dan Perak (MEP)

Sekarbela

194

Kamasan

30

Kerupuk Kulit

Seganteng

Tahu dan tempe

Abian Tubuh

66

Kekalik

227

Industri Kerajinan Logam

Babakan

Kerajinan Kayu dan Cukli

Sayang-Sayang

25

Konveksi dan Bordir

Pagutan

17

II-25

Kerajinan Kulit Kerang dan


Tanduk

Makanan Olahan

Pagutan

6 Kecamatan

990

Total

1.556

Pada tahun 2012 jumlah klaster industri kecil unggulan yang


ada di Kota Mataram adalah sebagai berikut : klaster kerajinan
mutiara, emas dan perak yang berada di wilayah pengembangan
Sekarbela sebanyak 194 unit usaha dan Kamasan sebanyak 30 unit
usaha; klaster kerupuk kulit yang berada di wilayah pengembangan
Seganteng sebanyak 9 unit usaha; klaster tahu dan tempe yang berada
di wilayah pengembangan Abian Tubuh sebanyak 66 unit usaha dan
Kekalik sebanyak 227 unit usaha; klaster Industri Kerajinan Logam
yang berada di Babakan sebanyak 8 unit usaha; klaster kerajinan kayu
dan cukli yang berada di wilayah pengembangan Sayang-Sayang
sebanyak 25 unit usaha; klaster konveksi dan border yang berada di
wilayah pengembangan Pagutan sebanyak 17 unit usaha; klaster
makanan olahan yang berada di wilayah pengembangan 6 Kecamatan
sebanyak 990 unit usaha.
2.2.3 Penelitian Terdahulu
No
1

Judul Penelitian
Potensi Klaster
Industri Kreatif
Sebagai
Destinasi Wisata
Belanja di
kabupaten
Bantul

1.

2.

Tujuan
Memahami potensi yang
terdapat di dalam klaster
industri batik tulis Giriloyo,
gerabah Kasongan, dan kulit
Manding sebagai
destinasi wisata belanja.
Mengidentifikasi elemen
pariwisata yang dapat
mengoptimalkan klaster
industri batik tulis Giriloyo,

Metode Penelitian
Metode penelitian
yang digunakan
adalah deskriptif
kualitatif, dengan
lokus
Sentra Batik Tulis
Giriloyo, Sentra
Industri Kerajinan
Gerabah Kasongan
dan Sentra

Hasil Penelitian
Hasil dari
penelitian ini
yaitu:
(1) Klaster
industri sebagai
destinasi wisata
belanja memiliki
karakteristik
yang berbedabeda antara lain

II-26

3.

Model
Pengembangan
Klaster Industri
Kakao
Di Sulawesi
Selatan

gerabah Kasongan, dan kulit


Manding sebagai destinasi
wisata belanja.
Memberi penjelasan rasional
pada alternatif strategi
pengembangan
yang dapat dilakukan pada
ketiga klaster industri
tersebut.

Tujuan jangka panjang penelitian


ini adalah secara khusus untuk
meningkatkan
pendapatan pelaku industri kakao
dan secara umum meningkatkan
pendapatan
Wilayah Kabupaten se Tanah Luwu
Sulawesi Selatan, dan tujuan jangka
pendek

Industri Kerajinan
Kulit Manding.
Metode analisis data
yang digunakan
adalah
Importance
Performance Analysis
(IPA), digunakan
untuk mengukur
hubungan
antara peningkatan
kualitas produk/jasa
dan persepsi
konsumen.

Pelaksanaan
penelitian
disesuaikan dengan
tujuan
penelitian/kegiatan
maka metode
kegiatan
adalah wawancara,
dan indepth study

atraksi wisata,
aksesibilitas,
fasilitas
penunjang,
sistem
kelembagaan,
talenta pengrajin,
merchandise
yang spesifik dan
harga produk
kerajinan
(2) Indikator
ketersediaan
fasilitas
penunjang
menjadi salah
satu elemen
pariwisata yang
menjadi prioritas
utama untuk
ditingkatkan
(3) Strategi
pengembangan
batik tulis
Giriloyo, gerabah
Kasongan dan
kulit Manding
sebagai destinasi
wisata belanja
(4) Strategi
umum yang
dapat menjadi
acuan dalam
pengembangan
sentra-sentra
industri sebagai
destinasi wisata
belanja
yang terdapat di
Kabupaten
Bantul.
Hasil penelitian
menunjukkan
(1) kerjasama yang
terjadi dianatara
semua stakeholder
tidak kuat dan belum
terpola, sehingga
masih sulit untuk
membuat langkah

II-27

Strategi

(penelitian Tahap I) adalah: (1)


Menganalisis pola kerjasama,
koordinasi dan peran
para stakeholder yang terlibat
dalam pengembangan Industri
Kakao;
(2) Mengkaji
efektifitas pengembangan klaster
kakao selama ini;
(3) Memetakan kebutuhan
(program dan kegiatan) apa saja
yang dibutuhkan oleh stakeholder
untuk
pengembangan klaster industri
kakao.

(wawancara
mendalam). Metode
lain yang
digunakan untuk
mengumpulkan
informasi dan data
melalui Focus Group
Discussion
(FGD).

1. Mendeskripsikan

Ada dua macam

yang sinergis antara


semua stakeholders.
Komunikasi dan
saling memahami
sangat lemah
sehingga interaksi
yang berlangsung
antara semua stake
holder adalah atas
dasar kepentingan
masing-masing
sehingga hubungan
hanyalah bersifat
sesaat sesuai
kepentingan telah
tercapai atau tidak,
(2) Arah dari
pengembanagn
kluster industry kakao
tidak dipahami
bersama oleh semua
stake holders.Semua
stake holders harus
sadar bahwa
keberlangsungan
tugas dan fungsinya
akan membaik sejalan
dengan
terbangunnya pola
yang membuat semua
stakeholder
mendapatkan manfaat
atas
keberhasilan system
yang dibangun,
(3) Pengembangan
Industry Kluster
Kakao, dibutuhkan
model kelembagaan
yang kuat diterima
oleh semua
stakeholders dan
berbasis pada
penyelamatan
kelangsungan fungsi
dan manfaat
sumberdaya alam dan
menjungjung tinggi
nilai-nilai
kehumanisian (etis).
Beberapa

II-28

Pengembang
an Industri
Kreatif
Di Sumatera
Barat
(Studi Kasus
Industri
Kreatif
Subsektor
Kerajinan:
Industri
Bordir/Sulam
an Dan
Pertenunan)

gambaran umum industri


kreatif subsektor industri
bordir/sulaman dan
pertenunan di Sumatera
Barat.
2. Mengidentifikasi rantai
nilai industri kreatif
subsektor bordir/sulaman
dan pertenunan di
Sumatera Barat.
3. Menganalisis strategi
paling tepat untuk industri
kreatif subsektor
bordir/sulaman dan
pertenunan di Sumatera
Barat menggunakan
teknik analisis SWOT
dengan melakukan analisis
internal (Strength,
Weaknesses) dan
eksternal (Opportunities,
Threaths).
4. Memperlihatkan peran 3
aktor utama
(cendekiawan, bisnis, dan
pemerintah).

metode analisis data


yang akan dilakukan
oleh penulis dalam
melakukan
penelitian ini yaitu
metode deskriptif dan
kualitatif.

strategi untuk
produk
bordir/sulaman,
sulaman benang
emas, dan
pertenunan
dengan ATM
adalah:
1. memanfaatka
n dukungan
dan komitmen
dari
pemerintah,
2. memanfaatka
n keahlian
menjahit
dengan
membuka
kursus
menjahit yang
dapat
menjamin
lulusannya
menjadi
penjahit
profesional
dan
berkualitas,
3. membuat
business plan
untuk
memperluas
usaha
(ekspansi)
dengan
membuka
cabang baru
di daerah lain,
4. meningkatkan
citra
perusahaan
dengan cara
promosi yang
memanfaatka
n
perkembanga
n IT,
5. memperluas
link kerjasama
maupun bisnis

II-29

dengan
daerah lain
(mencari
pasar
potensial),
6. memanfaatka
n pola
konsumtif
masyarakat
dengan
membuat
berbagai
macam
inovasi dalam
produk,
7. mengadakan
kerjasama
dengan
pemerintah
dan institusi
perguruan
tinggi, dan
kaum bisnis
untuk
8. menyelenggar
akan suatu
festival
budaya dan
adat
Minangkabau
dengan
mengangkat
tema Industri
Kreatif
Sumatera
Barat

2.2.4 Tinjauan Al-Quran dan Hadist


Terdapat sejumlah landasan hukum islam yang tertera di dalam
ayat suci Al-Quran yang dapat dijadikan sebagai dasar dari integrasi
agama dengan ilmu perencanaan wilayah dan kota khususnya mengenai
kajian pengendalian permukiman kumuh di wilayah pesisir . Adapun
ayat-ayat Al-Quran yang dimaksud yang dirasa relevan dengan kajian
penelitian yang dilakukan ini, adalah sebagai berikut
1. Lingkungan Alam

II-30

Allah berfirman dalam Q.S. Ibrahim/14 : 32-33, tentang lingkungan alam :


()
()
Terjemahan :Allah lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan
menurunkan

air

hujan

dari

langit,

kemudian

Dia

mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah buahan


menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera
bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan
kehendak Nya, dan Dia yang telah menundukkan (pula)
bagimu sungai - sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula)
bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar
(dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan
siang1.

Dan Firman Allah dalam Q.S. Al- A Raaf/7 : 56, tentang kerusakan
lingkungan :



()
Terjemahan : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,
sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya
dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan

1Ibid, h. 385.

II-31

dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada


orang-orang yang berbuat baik2.
2. Lingkungan Sebagai Suatu Sistem
Allah berfirman dalam Q.S. Al- Hijr/15 : 19 - 20, sebagai berikut :

()

()
Terjemahan : Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan
padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya
segala sesuatu menurut ukuran.Dan Kami telah menjadikan
untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami
menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali
bukan pemberi rezeki kepadanya3
3. Sumberdaya Tanah (Lahan)
Allah berfirman dalam Q.S. Ash-Syuaraa/26 : 7 - 8, sebagai berikut :

( )
()

Terjemahan : Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah


banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam
tumbuh tumbuhan yang baik. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar benar terdapat suatu tanda kekuasaan
Allah. Kebanyakan mereka tidak beriman4.
4. Sumberdaya Air
2Ibid, h. 230.
3Ibid, h. 392.

II-32

Allah berfirman dalam Q.S. Ath- Thaariq/86 : 11, sebagai berikut :

()
Terjemahan : Demi langit yang mengandung hujan5.
5. Rumah
Allah SWT mengingatkan besarnya nikmat rumah bagi manusia
dengan berfirman (Departemen Agama, Al Quran dan Terjemahnya,
Yayasan penyelenggara penerjemah/pentafsir Al Quran, Jakarta, 1971).

Terjemahnya :
Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat
tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah)
dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di
waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula)
dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga
dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu). (Q.S An Nahl
Ayat 80)
6. Industri Perhiasan

4Ibid, h. 572 - 573.


5Ibid, h. 1049.

II-33

Terjemahan :
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air
di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang
mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk
membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus
itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan
yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada
harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap
di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan. (Q.S
Ar Rad Ayat 17)

Berilah aku potongan-potongan besi. Hingga apabila besi itu telah


sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain:
Tiuplah (api itu). Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah

II-34

seperti) api, diapun berkata: Berilah aku tembaga (yang mendidih)


agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu. (Q.S Al Kahf : 96)
7. Perhiasan

(Bagi mereka) surga Adn mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya


mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas, dan dengan
mutiara, dan pakaian mereka didalamnya adalah sutera.(Q.S Fathir :33)
8. Mutiara, Emas, dan perak

"Dari keduanya keluar mutiara dan marjan."

Dari beberapa ayat Al-Quran tersebut dapat disimpulkan bahwa Allah telah
menyediakan tanah sebagai lahan untuk bermukim dan air untuk melakukan
segala kegiatan aktivitas. Selain itu Allah juga menyediakan sumber daya alam
berupa logam (emas) dan mutiara. Namun demikian manusia dilarang untuk
merusak lingkungan sekitar . Sehingga dalam pengembangan industri MEP ini
harus benar-benar memperhatikan berbagai aspek selain memanfaatkan potensi
namun juga haru tetap menjaga lingkungan sekitarnya.

II-35

II-36

Anda mungkin juga menyukai