Abstraksi
Rumah merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang dan kalangan namun terkadang karena
kondisi yang terbatas baik itu dari tingkat pendapatan, pendidikan, maupun kondisi lingkungan
permukiman yang kemudian menyebabkan masyarakat kurang memperhatikan kualitas
rumahnya terkhusus yang sesuai dengan standar rumah sehat. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menilai kualitas ruang hunian masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Palangka Raya
sehingga mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif dikaitkan dengan pemenuhan
standar rumah sehat.
Penilaian hunian dengan menggunakan modul Susenas untuk perumahan secara umum
menunjukkan bahwa hampir seluruh hunian responden memiliki nilai baik atau sedang, ini
mengindikasikan bahwa masyarakat telah memiliki pengetahuan yang baik terkait kesehatan
dalam hunian. Hal ini juga didukung wewenang yang dimiliki penghuni untuk mengambil
keputusan dalam membangun, melakukan perubahan maupun penyesuaian-penyesuaian lainnya
terhadap huniannya walaupun dalam kondisi yang terbatas
PENDAHULUAN
Rumah/hunian merupakan kebutuhan dasar disamping pangan dan sandang. Menurut Undang-
undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, rumah adalah
bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan
keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
Pengertian hunian berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia, salah
satunya adalah sebagai tempat bernaung/berlindung, yang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas
pendukungnya seperti sanitasi, air bersih, dan lain-lain (Sangalang, 2010). Kebutuhan manusia
akan hunian itu sendiri bisa berjenjang namun lebih bersifat sejajar terhadap apa yang
diprioritaskan, tergantung dari kebutuhan masing-masing individu, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Pedro Aruppe (Newmark, 1977 dalam Sangalang, 2010) tentang Hirarki
Maslow, sebagai berikut :
1. Physiological Needs (kebutuhan faal) yaitu hunian merupakan tempat untuk beristirahat dan
kebutuhan dasar kesehatan bagi manusia.
1
Staf Pengajar di Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Palangka Raya
2
Staf Pengajar di Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Palangka Raya
2. Safety or Security Needs (kebutuhan akan keselamatan diri) yaitu hunian memberikan
perlindungan pada penghuni dari gangguan manusia dan keadaan lingkungan yang tidak
diinginkan seperti hujan, sinar matahari, udara dingin, dan lainnya.
3. Social/Affiliation Needs (kebutuhan bersosialisasi) yaitu hunian sebagai tempat untuk
berinteraksi dengan keluarga.
4. Self Esteem or Ego Needs ( kebutuhan akan penghargaan dan penghormatan diri) yaitu
hunian memberikan status bagi penghuninya.
5. Self-Actualisation Needs (kebutuhan akan perwujudan diri) yaitu hunian menjadi tempat
manusia mengaktualisasikan dirinya.
Jika memperhatikan hirarki di atas, bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), maka
kebutuhan mereka terhadap rumah adalah untuk memenuhi kebutuhan nomor 1-3 ( physiological
needs, safety or security needs, social/affiliation needs ). Namun terkadang karena kondisi yang
terbatas baik itu dari tingkat pendapatan, pendidikan, maupun kondisi lingkungan permukiman
menyebabkan MBR kurang memperhatikan kualitas rumahnya terkhusus yang sesuai dengan
standar rumah sehat.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan
menggunakan kuisioner dilengkapi dengan modul penilaian rumah sehat serta melakukan
pengamatan lapangan dan wawancara. Untuk menilai tingkat kesehatan pada hunian, digunakan
modul Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2004 untuk perumahan secara umum yang
mengevaluasi 14 variabel. Pada proses analisis, selain dilakukan analisis kualitatif juga dilakukan
analisis data statistik untuk memperkuat tingkat objektivitas dan validitas.
KAJIAN TEORITIS
Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Dalam penyelenggaraan perumahan rakyat, pemerintah selain bertindak sebagai regulator dan
fasilitator, juga sebagai operator. Sebagai regulator, pemerintah mengeluarkan berbagai macam
peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan perumahan rakyat. Salah satunya adalah
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Undang-
undang tersebut mempunyai tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan akan rumah yang layak
bagi masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR).
Sebagai operator, pemerintah menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi
pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan
kawasan permukiman dan mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk
mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR. Sebagai fasilitator, pemerintah memfasilitasi
penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR dan memfasilitasi
pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional. Penyediaan rumah meliputi
pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun. Penyediaan rumah
dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya, dinamika ekonomi pada tiap daerah, serta
mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan.
Turunan dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 adalah Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun
2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pada PP tersebut,
perencanaan dan perancangan rumah dilakukan untuk:
1. Menciptakan rumah yang layak huni;
2. Mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah oleh masyarakat dan pemerintah;
3. Meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur.
Perencanaan dan perancangan rumah untuk menciptakan rumah layak huni dilakukan dalam
rangka mewujudkan rumah yang sehat, aman, dan teratur; untuk mendukung upaya pemenuhan
kebutuhan rumah; untuk meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur dilakukan
dalam rangka mewujudkan lingkungan yang fungsional, dan sesuai dengan tata bangunan yang
serasi dan selaras dengan lingkungan.
Untuk menjawab sebagian isu perkembangan permukiman dan pendekatan terkini
penyelenggaraan permukiman, Frick (2006) menegaskan bahwa rumah tinggal bukan hanya
sebuah bangunan dalam arti fisik, melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-
syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat. Secara garis
besar, rumah memiliki empat fungsi pokok sebagai tempat tinggal yang layak dan sehat bagi
setiap manusia, yaitu:
1. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia:
a. Dapat memberi perlindungan terhadap gangguangangguan cuaca atau keadaan iklim
yang kurang sesuai dengan kondisi hidup manusia, misalnya panas, dingin, angin
hujan, dan udara yang lembab
b. Dapat memenuhi kebutuhan penghuninya untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan
rumah tangga sehari-hari, antara lain:
Kegiatan kerja yang ringan misalnya memasak, menjahit, belajar, dan menulis
Kegiatan rutin untuk memenuhi kesehatan jasmani bagi kelangsungan hidup, yakni
antara lain: mandi, makan, tidur.
Dapat digunakan sebagai tempat istirahat yang tenang di waktu lelah atau sakit
2. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusia.
Rumah yang memberi perasaan aman dan tentram bagi seluruh keluarga sehingga mereka
dapat betah berkumpul dan hidup bersama, dan dapat mengembangkan karakter
kepribadian yang sehat;
3. Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit.
Rumah yang dapat menjauhkan segala gangguan kesehatan bagi penghuninya;
4. Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar.
Rumah harus kuat dan stabil sehingga dapat memberi perlindungan terhadap gangguan
keamanan yang disebabkan bencana alam, kerusuhan atau perampokan.
Rumah Sehat
Rumah/hunian sebagai tempat bernaung perlu memenuhi kriteria rumah sehat, setidaknya
memenuhi empat persyaratan (Sangalang, 2010), yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan fisik penghuni, seperti suhu, penerangan, ventilasi, bising dan
sebagainya.
2. Memenuhi kebutuhan kejiwaan, yaitu adanya hubungan yang serasi antara anggota
keluarga.
3. Sarana yang ada tidak menimbulkan kelelahan serta kepuasan estetis.
4. Melindungi penghuni dari penularan penyakit dan melindungi penghuni dari kemungkinan
bahaya dan kecelakaan.
Beberapa ketentuan rumah sehat menurut Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat (Kepmen
Kimpraswil No. 403/KPTS/M/2002) adalah :
1. Kebutuhan Minimal Masa (penampilan) dan Ruang (luar-dalam)
Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam hunian.
Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci
dan masak serta ruang gerak lainnya. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.1.
2
16
82
Secara umum dengan melihat Gambar 4.5 menunjukkan rumah yang dinyatakan sehat untuk 14
variabel sesuai angket yang digunakan sebagai parameter menentukan kualitas rumah yang
sehat. Terlihat bahwa dari keseluruhan rumah hanya dua yang mendapat nilai kurang sedangkan
16% rumah mendapat nilai sedang dan nilai baik sebanyak 82%.
KESIMPULAN
Berdasarkan penilaian pada 14 variabel dengan menggunakan modul Susenas ditemukan bahwa
dari sisi kualitas berkaitan dengan hunian yang sehat untuk 100 responden masyarakat
berpenghasilan rendah di Palangka Raya menunjukkan bahwa hanya 2% yang masih di bawah
standar sedangkan yang lainnya telah memenuhi standar rumah sehat.
Kondisi ini diperkirakan karena pengetahuan tentang kesehatan serta wewenang yang
sepenuhnya dari penghuni untuk mengambil keputusan dalam membangun, melakukan
perubahan maupun penyesuaian-penyesuaian lainnya terhadap huniannya. Keputusan penghuni
terhadap huniannya saat ini bisa memberikan kualitas yang sehat pada huniannya baik itu dari
sudut pandang mereka maupun dari sudut pandang penelitian ini dengan menggunakan modul
Susenas. Apa yang telah dilakukan 100 responden masyarakat berpenghasilan rendah terhadap
huniannya sejalan dengan teori Turner (1976) yang menyatakan jika penghuni dilibatkan dalam
keputusan besar dan bebas pada pengelolaan proses pembuatan hunian, hasilnya akan
mendorong penghuni menjadi sejahtera. Sejahtera disini bukan hanya berarti secara ekonomi
tapi juga secara fisik (kesehatan).
Namun dari hasil penilaian dengan modul Susenas tetap perlu diberikan catatan-catatan khusus
untuk beberapa variabel yang mempunyai nilai kurang bahkan tidak sehat untuk segera
dilakukan perbaikan. Jika penilaian hunian sehat di Palangka Raya hanya ditinjau dari variabel-
variabel yang ada pada ketentuan dari Kepmen Kimpraswil No.: 403/KPTS/M/2002 tentang
Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat yaitu kepadatan, pencahayaan, penghawaan serta
suhu udara dan kelembaban maka cukup banyak hunian dari 100 responden tersebut masuk
pada kategori hunian yang kurang sehat. Hal ini tampak jika dari penilaian modul Susenas hanya
diambil variabel-variabel tersebut yaitu variabel kepadatan mempunyai nilai 34% hunian adalah
padat, 22% hunian memiliki pencahayaan yang kurang, 13% hunian tidak memiliki ventilasi dan
30% hunian terdapat polusi udara. Hasil-hasil tersebut hanya didapat berdasarkan apa yang
dilihat dan dirasakan peneliti pada saat melakukan observasi, diyakini jika penilaian dilakukan
secara arsitektural dan pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat seperti pengukur
kekuataan cahaya serta pengukur suhu dan kelembaban yang kemudian dibandingkan dengan
syarat pencahayaan, suhu dan kelembaban yang baik maka akan didapat lagi lebih banyak
hunian yang masuk kategori tidak sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Frick, Heinz, dan Mulyani, Tri Hesti, (2006), Arsitektur Ekologis, Kanisius, Yogyakarta.
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002 tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat.
Sangalang, Indrabakti, (2010), Pengaruh Industri Rumah Tangga Terhadap Hunian Pengrajin
Tempe di Kampung Sanan, Malang, Tesis S2 Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Turner, J. F. C. (1976), Housing by People, Marion Boyars, London.