Anda di halaman 1dari 32

TUGAS KELOMPOK

KESEHATAN LINGKUNGAN

“PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN”

NAMA KELOMPOK :

1. Budi Hendrawan (196070001)

2. Hotmaria Agustina P. (196070028)

3. Cinthya Risa (196070035)

4. Indah Safitriani (196070036)

5. Deasy Widiana (196070041)

6. M. Ikhsan Akbar (196070046)

7. Hotman P.Simanjuntak (196070049)

8. Ni Made Padma Batiari (196070051)

9. Anak Agung Sagung Ratu P.S. (196070052)

10. Irfan Abdulssalam

11. Riyo Priyono

PROGRAM PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Perumahan dan Pemukiman”.

Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada


Prof.Dr.dr.Rachmadhi Purwana,SKM selaku dosen mata kuliah Kesehatan Lingkungan
Universitas Respati Indonesia yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk
menyelesaikan tugas ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan tentang Perumahan dan Pemukiman yang memenuhi nilai standar
kesehatan agar setiap individu dapat melakukan usaha promotif untuk diri sendiri maupun
lingkungannya.

Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi
perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Kiranya makalah ini memberikan banyak manfaat bagi kehidupan kita semua. Atas
perhatiannya terima kasih.

Jakarta, 16 November 2016

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, yang juga
mempunyai peran sangat strategis sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan
peningkatan kualitas generasi mendatang. Serta merupakan pengejawantahan jati diri.
Permasalahan perumahan dan pemukiman tidak dapat dipandang sebagai permasalahan
fungsional dan fisik semata, tetapi lebih kompleks lagi sebagai permasalahan yang berkaitan
dengan dimensi kehidupan bermasyarakat yang meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi,
teknologi, ekologi maupun politik.

Lingkungan permukiman dan perumahan merupakan determinan kesehatan masyarakat.


Hal ini disebabkan hampir separuh hidup manusia akan berada di rumah, sehingga kualitas
rumah akan sangat berdampak terhadap kondisi kesehatannya. Rumah sehat merupakan
bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban
yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah,
ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat
dari tanah (Depkes RI, 2003).

Rumah seharusnya menjadi tempat yang bebas dari gangguan, rasa kebersamaan. Rumah
yang sehat mampu melindungi dari panas dan dingin yang ekstrim, hujan dan matahari, angin,
hama, bencana seperti banjir dan gempa bumi, serta polusi dan penyakit (Wicaksono, 2009).

Perbedaan-perbedaan sudut pandang yang ada sesungguhnya bukan untuk


dipertentangkan, tetapi sebagai suatu upaya untuk memperkaya tinjauan agar dapat lebih
memandang persoalan perumahan dan pemukiman secara lebih holistik. Kesadaran akan adanya
keragaman tersebut penting, karena hal tersebut dapat melahirkan alternatif-alternatif strategi
penyelenggaraan di bidang perumahan dan pemukiman untuk menuju visi yang diinginkan.
Kemampuan pemerintah untuk menyelanggarakan pemenuhan kebutuhan perumahan dan
pemukiman relatif sangat terbatas. Sementara itu, meskipun masalah perumahan merupakan
tanggung jawab bersama, namun kewajiban untuk pemenuhan kebutuhan rumah tersebut pada
hakekatnya merupakan tanggungjawab individual. Oleh karenanya sumber daya dan potensi
masyarakat perluh ditumbuhkembangkan untuk dapat memenuhi kebutuhan perumahan dan
pemukimannya secara mandiri, dengan diduking oleh upaya pemerintah melalui penciptaan
iklim yang kondusif. Ketidakmampuan masyarakat untuk mewujudkan perumahannya lebih
sering dikarenakan iklim yang ada belum secara optimal memberikan ruang, kesempatan dan
peluang yang memadai bagi masyarakat untuk mengembangkan kapasitasnya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu Perumahan dan Pemukiman yang sehat ?


2. Bagaimana kriteria Perumahan dan Pemukiman yang sehat ?
3. Bagaimana Syarat Sehat Perumahan dan Lingkungan Pemukiman ?
4. Permasalahan Perumahan dan Pemukiman di Indonesia ?
5. Apa Dampak Pemukiman yang Kumuh ?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Pengertian Perumahan dan Pemukiman


2. Mengetahui Bagaimana Perumahan dan Pemukiman yang Sehat
3. Mengetahui Syarat Sehat Perumahan Dan Lingkungan Pemukiman
4. Mengetahui Bagaimana Permasalahan Pemukiman di Indonesia
5. Mengetahui Dampak Pemukiman Yang Kumuh
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Rumah

2.1.1. Pengertian Rumah

Menurut UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga.

Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung,
dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya
baik untuk kesehatan kelu arga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan
Lingkungan, 2001).

Menurut John F.C Turner, 1972, dalam bukunya Freedom To Build mengatakan, “Rumah
adalah bagian yang utuh dari permukiman, dan bukan hasil fisik sekali jadi semata,
melainkan merupakan suatu proses yang terus berkembang dan terkait dengan mobilitas
sosial ekonomi penghuninya dalam suatu kurun waktu. Yang terpenting dan rumah adalah
dampak terhadap penghuni, bukan wujud atau standar fisiknya. Selanjutnya dikatakan
bahwa interaksi antara rumah dan penghuni adalah apa yang diberikan rumah kepada
penghuni serta apa yang dilakukan penghuni terhadap rumah”.

Menurut Siswono Yudohusodo (Rumah Untuk Seluruh Rakyat, 1991: 432), rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga. Jadi, selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk
berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah merupakan tempat awal
pengembangan kehidupan.

Kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan perumahan dan permukiman


menyebutkan bahwa rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping
pangan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Selain berfungsi sebagai pelindung terhadap
gangguan alam/cuaca dan makhluk lainnya, rumah juga memiliki peran sosial budaya
sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan, penyiapan
generasi muda, dan sebagai manifestasi jati diri. Dalam kerangka hubungan ekologis antara
manusia dan lingkungannya maka terlihat jelas bahwa kualitas sumber daya manusia di
masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukimannya.
(Sumber: Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman Departemen
Permukiman dan Prasarana Permukiman )

2.1.2. Fungsi Rumah

Menurut Turner (1972:164-167), terdapat tiga fungsi yang terkandung dalam rumah:

1. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga, yang diwujudkan dalam kualitas hunian
atau perlindungan yang diberian rumah. Kebutuhan tempat tinggal dimaksudkan agar
penghuni mempunyai tempat tinggal atau berteduh secukupnya untuk melindungi
keluarga dari iklim setempat.
2. Rumah sebagai penunjang kesempatan keluarga untuk berkembang dalam kehidupan
sosial, budaya, dan ekonomi atau fungsi pengembangan keluarga. Fungsi ini
diwudkan dalam lokasi tempat rumah itu didirikan. Kebutuhan berupa akses ini
diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja
guna mendapatkan sumber penghasilan.
3. Rumah sebagai penunjang rasa aman dalam arti terjaminnya kehidupan keluarga di
masa depan setelah mendapatkan rumah, jaminan keamanan lingkungan perumahan
yang ditempati serta jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan.
4. Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, perwujudannya bervariasi menurut siapa
penghuni atau pemiliknya.
Berdasarkan hierarchy of need (Maslow, 1954:10), kebutuhan akan rumah dapat didekati
sebagai:
1. Physiological needs (kebutuhan akan makan dan minum), merupakan kebutuhan
biologis yang hampir sama untuk setiap orang, yang juga merupakan kebuthan
terpenting selain rumah, sandang, dan pangan juga termasuk dalam tahap ini.
2. Safety or security needs (kebutuhan akan keamanan),merupakan tempat
berlindung bagi penghuni dari gangguan manusia dan lingkungan yang tidak
diinginkan.
3. Social or afiliation needs (kebutuhan berinteraksi), sebagai tempat untuk
berinteraksi dengan keluarga dan teman.
4. Self actualiztion needs (kebutuhan akan ekspresi diri), rumah bukan hanya
sebagai tempat tinggal, tetapi menjadi tempat untuk mengaktualisasikan diri.

2.1.3. Jenis dan Tipe-tipe Rumah

Bertambahnya penduduk dan semakin langkanya lahan yang tersedia untuk


membangun rumah mendorong manusia semakin kreatif dalam menciptakan jens- jenis
hunian. Berbicara tentang hunian atau tempat hunian atau tempat tinggal, pada dasarnya
hunian tempat tinggal manusia adalah rumah. Menurut Sadana, (2014:35-46) jenis
dan tipe-tipe rumah sebagai berikut:

A. Rumah Sederhana
Rumah sederhana adalah tempat tinggal layak huni yang harganya terjangkau oleh
masyarakat berpenghasilan rendah dan sedang. Dalam SNI 03- 6981-2004 rumah
sederhana tidak bersusun direncanakan sebagai tempat kediaman yang layak dihuni
bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau sedang. Oleh karena itu harganya harus
terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan sedang.
Tabel 2.1.Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan Untuk Rumah Sederhana Sehat

Kapasitas Rumah Utnuk 3 Jiwa Kapasitas Rumah Utnuk 4 Jiwa

Kebutuhan

Luas Luas Luas Luas Luas Luas Luas Luas

Luas Ruang

Unit Lahan Lahan Lahan Unit Lahan Lahan Lahan

Per Jiwa

2 Rumah Minimal Ideal Efektif Rumah Minimal Ideal Efektif

(dalam m ) (m2) (m2) (m2) (m2) (m2) (m2) (m2) (m2)

Ambang
Batas: 21,6 60,0 200 72-90 28,8 60,0 200 72-90

7,2

Indonesia: 27,0 60,0 200 72-90 36,0 60,0 200 72-90

9,0

Internasional: 36,0 60,0 - - 48,0 60,0 - -

12,0

Sumber: dikembangkan dari keputusan menteri permukiman dan prasarana wilayah No.
403/KPTS/M/2002 tentang pedoman teknis pembangunan rumah sehat sederhana.

Terdapat dua tipe rumah paling umum dipergunakan pada rumah sederhana, yaitu:
rumah gandeng atau rumah kopel, dan rumah deret.
1. Rumah Gandeng atau Rumah Kopel
Rumah gandeng atau rumah kopel adalah dua buah rumah yang
bergandengan, dan masing-masing memiliki kapling sendiri. Pada rumah gandeng
atau rumah kopel, salah satu dinding bangunan induk saling menyatu.
2. Rumah Deret
Rumah deret adalah beberapa rumah yang bergandengan antara satu unit
dengan unit lainnya. Pada rumah deret, salah satu atau kedua dinding bangunan
induknya menyatu dengan dinding bangunan induk lainnya. Dengan system
rumah deret, unit-unit rumah tersebut menjadi satu kesatuan. Pada rumah deret,
setiap rumah memiliki kapling sendiri-sendiri.

B. Rumah Sangat Sederhana


Rumah sangat sederhana adalah rumah tinggal tidak bersusun dengan luas lantai
21 m2 sampai dengan 36 m2. Suatu rumah sangat sederhana sekurang- kurangnya
harus memiliki kamar mandi dan WC dan ruang serbaguna. Biaya pembangunan per
m2. rumah sangat sederhana harus ditekan serendah mungkin hingga sekitar setengah
dan biaya pembangunan rumah sederhana.
Rumah sangat sederhana umumnya berupa rumah deret guna memaksimalkan
penggunaan lahan perumahan yang terbatas. Rumah sangat sederhana memiliki denah
berbentuk empat persegi panjang. Atapnya berbentuk pelana, dengan kemiringan
yang disesuaikan dengan bahan penutup atap sangat sederhana, beton untuk system
strukturnya, bata merah atau Concrete Block untuk dinding, kayu untuk pintu dan
jendela, asbes gelombang untuk penutup atap.
Dengan luas 21 – 36 m2, besaran ruang pada rumah sangat sederhana menjadi
serba terbatas. Tim Puslitbangtekim (2000) dalam Sadana (2014) menetapkan luas
minimum ruang-ruang pada rumah sangat sederhana sebagai berikut:
- Ruang Serbaguna 14,58 m2
- Dapur 2,25 m2
- Kamar Mandi/WC 2,25 m2
- Teras/Selasar 1,92 m
C. Rumah Maisonet
Maisonet berasal dari kata mai-son-ette. Maisonet adalah suatu rumah kecil
semacam apartemen yang terdiri dari dua lantai atau lebih, dengan pintu masuk
sendiri langsung dari luar. Maisonet adalah rumah sederhana berlantai dua, dan
berupa rumah deret (SNI 03-6981-2004).
Maisonette merupakan fungsi hunian dengan ketinggian dua lantai. Karena
bertingkat dua, maka rumah Maisonet menjadi tipe standar dari tempat tinggal
bertingkat rendag dengan kapasitas hunian yang tinggi. Guna memaksimalkan
manfaat lahan, tata ruang Maisonette dibuat sederhana untuk mengakomodasi
kebutuhan secara minimal.
Berbeda dengan apartemen atau rumah susun yang memiliki pintu
utama (Entrance) untuk keluar masuk gedung. Setiap unit hunian pada
bangunan Maissonette memiliki pintu masuk sendiri yang langsung berhubungan
dengan ruang luar. Baik unit tersebut menempati semua tingkat maupun masing-
masing lantai ditempati oleh unit yang berbeda, setiap unit
memiliki Entrance sendiri.
Maisonette umumnya berupa bangunan deret atau bangunan
rapat. Maisonette umumnya terletak di pusat kota, dan berada di daerah dengan
kategori Low Rise adalah daerah yang hanya boleh dibangun sebanyak maksimal 4
tingkat.
Dalam kasus tertentu Maisonette dapat dibangun di kawasan konservasi, dengan
harapan tidak merubah wajah kota. Panjang suatu deretan
rumah Maisonet maksimum 60 meter. Apabila berbentuk rumah gandeng dua, maka
panjang persil maksimum adalah 120 meter (SNI 03-6981-2004).
D. Rumah Susun
Rumah susun atau disingkat rusun, pada dasarnya adalah apartemen versi
sederhana. Rumah susun adalah kelompok rumah yang dibangun sebagai bangunan
gedung bertngkat. Rumah susun dibangun dalam suatu lingkungan yang secara
fungsional di susun dalam arah horizontal maupun vertikal. Tiap-tiap satuan rumah
susun dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah. Rumah susun juga dilengkapi
dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama (SNI 03-7013-2004).
Satu buah bangunan rumah susun yang terdiri dari empat lantai dapat berisi
puluhan unit hunian. Unit hunian pada rumah susun identic dengan rumah tinggal
yang dibangun di atas tanah. Bagi kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah,
pemerintah membangun rumah susun sederhana. Rumah susun sederhana dibangun
dengan tujuan mewadahi aktivitas menghuni yang paling pokok. Luas unit hunian
pada rumah susun sederhana adalah minimal 18 m2 dan maksimal 36 m2 (SNI 03-
7013-2004).
Banyaknya jumlah unit hunian dalam sebuah bangunan rumah susun menjadikan
setiap bangunan rumah susun sebagai suatu lingkungan perumahan. Berbeda dengan
rumah yang dibangun diatas tanah, pada rumah susun ratusan unit hunian dibangun di
atas lahan yang sempit. Akibatnya , banyak kebiasaan baru dalam bertempat tinggal
yang memerlukan penyesuaian diri. Perencanaan rumah susun harus
memperhatikan faktor-faktor kenyamanan, keamanan, dan disesuaikan dengan
perencanaan menyeluruh dari perencanaan lingkungan rumah susun. Untuk
mendukung kondisi hidup bermasyarakat di rumah susun, penyediaan fasilitas-
fasilitas lingkungan rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
(SNI 03-7013-2004; SNI 03-2485-1992):
1. Memberi rasa aman, ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai dengan
budaya setempat.
2. Menumbuhkan rasa memiliki dan merubah kebiasaan yang tidak sesuai
dengan gaya hidup di rumah susun.
3. Mengurangi kecenderungan untuk memanfaatkan atau menggunakan fasilitas
lingkungan bagi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.
4. Menunjang fungsi-fungsi aktivitas menghuni yang paling pokok baik dan segi
besaran maupun jenisnya sesuai dengan keadaan lingkungan yang ada.
5. Menampung fungsi-fungsi yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan
pengembangan aspek-aspek ekonomi dan sosial budaya.

Pada dasarnya, unit-unit hunian rumah susun adalah rumah tinggal serupa
dengan rumah yang dibangun di atas tanah. Susunan ruang setiap unit hunian
pada rumah susun hampir sama dengan susunan ruang pada rumah sederhana di
atas tanah. Perbedaan yang tegas adalah setiap hunian tidak menghadap ke
halaman dan jalan. Ada rumah susun, setiap unit hunian menghadap sebuah
koridor atau selasar yang digunakan bersama. Terdapat dua macam tipe selasar
atau koridor pada rumah susun, yaitu: selasar luar dan selasar dalam.

2.1.4.Persayaratan Umum Rumah Sehat

Menurut American Public Health Association (APHA) Berdasarkan hasil


rumusan yang dikeluarkan oleh APHA di Amerika, rumah sehat adalah rumah yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiologis;


b. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis;
c. Dapat terhindar dari penyakit menular, dan ;
d. Terhindar dari kecelakaan-kecelakaan dan bahaya kebakaran.
Jika diteliti lebih lanjut, persyaratan yang diuraikan di atas adalah sama dengan
persyaratan seperti yang disebutkan berikut ini :

1. Persyaratan letak rumah


Letak rumah yang baik dapat menghindarkan penghuninya dari bahaya timbulnya
penyakit menular, kecelakaan, dan kemungkinan gangguan-gangguan lainnya.
Persyaratan letak rumah merupakan persyaratan pertama dari sebuah rumah sehat.
Berikut ini adalah pertimbangan memilih letak rumah :
a. Permukaan tanah dan lapisan bawah tanah (soil dan subsoil), tanah rendah yang
sering digenangi banjir sudah jelas tidak baik menjadi tempat perumahan yang
permanen. Tanah berbatu karang biasanya lembap dan dingin, karena air pada
waktu hujan tidak bisa meresap ke dalam tanah. Akan tetapi, dengan konstruksi
yang baik (lantai yang kedap air) rumah dengan kondisi tersebut bisa digunakan
tanpa ada gangguan. Apalagi bila dilengkapi dengan drainase yang baik.
b. Hadap rumah (dalam hubungannya dengan matahari, arah angin, dan lapangan
terbuka). Di belahan bumi sebelah utara misalnya, kamar-kamar yang terletak di
sebelah utara akan menerima sinar matahari lebih sedikit. Oleh karena itu,
sebaiknya dapur dan ruang tempat menyimpan makanan terletak di bagian utara
rumah.
2. Persyaratan fisik
Persyaratan fisik meliputi konstruksi dan luas bangunan. Konstruksi rumah harus
baik dan kuat, sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya kelembaban dan
mudah diperbaiki bila ada kerusakan.
Persyaratan fisik menyangkut konstruksi rumah. Berdasarkan pengalaman-
pengalaman sebelumnya, setiap orang merasa perlu untuk membuat fondasi yang
kokoh supaya konstruksinya kuat.
Tipe fondasi bermacam-macam bergantung pada berat dari rumah atau gedung
yang akan dibangun dan keadaan bawah tanah (subsoil). Subsoil yang berbatu-batu
atau kerikil akan dapat menahan beban yang berat, tetapi subsoil yang terdiri atas
tanah liat, kekuatan menahan bebannya tidak tetap. Kekuatannya bisa bertambah dan
bisa pula menurun, bergantung pada keadaan peresapan airnya yang juga berubah-
ubah mengikuti perubahan keadaan musim. Fondasi yang tidak sesuai akan
mengakibatkan rumah yang di atasnya bisa rontok. Ada tiga cara dalam membuat
fondasi, yaitu:
a. Membuat parit-parit yang diisi dengan adukan semen;
b. Membuat semacam rakit dengan adukan semen yang konkret, dan ;
c. Membangun tiang-tiang/pilar-pilar dari besi beton.
Luas bangunan harus disesuaikan dengan jumlah penghuni rumah, luas lantai
bangunan disesuaikan dengan penghuninya. Luas bangunan yang tak sebanding
dengan jumlah penghuni akan mengakibatkan sesak, kurang bebas, dan akan
menyebabkan tidak sehat. Jika salah satu anggota keluarga ada yang menderita
penyakit infeksi menular, maka kurangnya suplai oksigen akan memudahkan
terjadinya penularan penyakit. Luas bangunan yang optimum adalah 2,5-3 m² untuk
tiap orang (tiap anggota keluarga).
3. Persyaratan fisiologis
Rumah sehat harus dipenuhi criteria ventilasi yang baik, pencahayaan yang
cukup, terhindar dari kebisingan, dan adanya lapangan rekreasi, terutama untuk anak-
anak bermain.
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, rumah
sebaiknya dibuat sedemikian rupa sehingga udara segar dapat masuk ke dalam
rumah secara bebas, sehingga asap dan udara kotor dapat hilang secara tepat. Hal
ini dapat dicapai dengan menempatkan pintu dan jendela dalam posisi yang
tepat, sehingga udara dapat masuk ke dalam kamar-kamar dan ruangan-ruangan
lain di dalam rumah. Fungsi ventilasi adalah:
1) Menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar;
2) Membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri
pathogen karena aliran udara yang terus-menerus, dan ;
3) Menjaga ruangan agar kelembaban dapat terjaga secara optimal.
Ada dua macan ventilasi, yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan.
Aliran udara dalam ruangan pada ventilasi alamiah terjadi secara alami melalui
jendela, pintu, lubang-lubang, dinding, angin-angin, dan sebagainya. Sedangkan
pada ventilasi buatan aliran udar terjadi karena adanya alat-alat khusus untuk
mengalirkan udara seperti mesin pengisap (AC) dan kipas angin.
b. Pencahayaan
Sebuah rumah dapat dikatakan sebagai rumah yang sehat apabila memiliki
pencahayaan yang cukup. Hal ini dikarenakan cahaya mempunyai sifat dapat
membunuh bakteri atau kuman yang masuk ke dalam rumah. Selain itu, yang
perlu diperhatikan dalam pencahayaan adalah tingkat terangnya cahaya itu.
Kurangnya pencahayaan akan menimbulkan beberapa akibat pada mata,
kenyamanan, sekaligus produktivitas seseorang. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa pencahayaan yang cukup dalam sebuah rumah sangat mempengaruhi
kesehatan orang-orang yang ada di dalamnya.
Ada dua macam cahaya, yaitu cahaya alamiah dan cahaya buatan. Cahaya
alamiah merupakan cahaya langsung berasal dari sumber cahaya matahari.
Cahaya ini sangat penting sebab bermanfaat selain untuk penerangan secara
alami, tidak perlu mengeluarkan biaya, dan berfungsi membunuh bakteri-bakteri
patogen di dalam rumah, misalnya basil TBC. Idealnya, cahaya masuk luasnya
sekurang-kurangnya adalah 15-20% dari luas lantai yang terdapat di dalam
ruangan rumah. Cahaya buatan merupakan cahaya yang bersumber dari listrik,
lampu, api, lampu minyak tanah, dan sebagainya.
c. Kebisingan
Saat ini pengaruh kebisingan mulai diperhatikan oleh setiap orang. Hal ini
dikarenakan kebisingan dapat mengganggu konsentrasi dan kenyamanan
seseorang. Apalagi kalau datangnya tiba-tiba seperti letusan yang sangat
mengganggu kehidupan. Orang yang memiliki penyakit jantung dapat meninggal
seketika karena adanya letusan tersebut. Rumah sehat adalah sebuah rumah yang
bisa terhindar dari kebisingan/letaknya jauh dari sumber kebisingan.
4. Persyaratan psikologis
Rumah sehat harus memiliki pembagian ruangan yang baik, penataan
perabot yang rapi, tidak over crowding, dan sebagainya. Over crowding menimbulkan
efek-efek negative terhadap kesehatan fisik, mental, maupun moral.
Penyebaran penyakit-penyakit menular di rumah yang padat penghuninya
cepat terjadi. Selain itu, di daerah yang seperti ini, kesibukan dan kebisingan akan
meningkat, yang akan menimbulkan gangguan terhadap ketenangan, baik individu,
keluarga, maupun keseluruhan masyarakat di sekitarnya. Ketenangan dan kerahasiaan
setiap individu tidak akan terjamin dan akan mengakibatkan akses-akses menurunnya
moral.
Undang-undang perumahan di beberapa Negara maju member wewenang
kepada pemerintah untuk menanggulangi masalah seperti ini. Rumah tempat tinggal
dinyatakan over crowding bila jumlah orang yang tidur di rumah tersebut
menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
a. Dua individu dari jenis kelamin yang berbeda dan berumur di atas 10 tahun dan
bukan berstatus sebagai suami istri, tidur di dalam satu kamar.
b. Jumlah orang di dalam rumah dibandingkan dengan luas lantai telah melebihi
ketentuan yang telah ditetapkan.
5. Fasilitas-fasilitas dalam rumah sehat
Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut :
a. Penyediaan air bersih yang cukup;
b. Pembuangan tinja;
c. Pembuangan air limbah (air bekas);
d. Pembuangan sampah;
e. Fasilitas dapur;
f. Ruang berkumpul keluarga.

2.1.5. Standar Rumah Sehat


Pada dasarnya rumah yang baik dan pantas untuk dihuni harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut: bebas dari kelembapan; mudah diadakan perbaikan;
mempunyai cukup akomodasi dan fasilitas untuk mencuci, mandi dan buang kotoran;
serta mempunyai fasilitas yang cukup untuk menyimpan, meracik, dan memasak
makanan. Pada tahun 1946 di Inggris ada sebuah Sub Committee on Standards of Fitness
for Habitation yang membuat rekomendasi terhadap rumah yang akan dihuni, antara lain
sebagai berikut :
a. Dalam segala hal harus kering;
b. Dalam keadaan rumah diperbaiki;
c. Tiap kamar mempunyai lampu dan lubang ventilasi;
d. Mempunyai persediaan air yang cukup untuk segala keperluan rumah tangga;
e. Mempunyai kamar mandi;
f. Mempunyai tempat/kamar cuci, dengan pembuangan air limbah yang baik;
g. Mempunyai system drainase yang baik;
h. Mempunyai jamban yang memenuhi syarat kesehatan (di dalam atau di luar);
i. Cukup fasilitas untuk menyimpan, meracik, dan memasak makanan;
j. Tempat menyimpan makanan harus mempunyai ventilasi yang baik;
k. Jalan masuk ke rumah yang baik;
l. Mempunyai fasilitas alat pemanas/pendingin di kamar, dan ;
m. Setiap kamar mempunyai titik lampu yang cukup.

2.2. Pengertian Permukiman dan Perumahan

Dalam undang-undang Nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan


permukiman, yaitu permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari
satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Sedangkan
perumahan adalahkumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan
maupunperdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil
upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

Permukiman Menurut Hadi Sabari Yunus (1987) dalam Wesnawa (2015:2) dapat
diartikan sebagai bentukan baik buatan manusia ataupun alami dengan segala kelengkapannya
yang digunakan manusia sebagai individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal baik
sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya. Sedangkan
Perumahan dikenal dengan istilah housing. Housing berasal dari bahasa inggris yang memiliki
arti kelompok rumah. Perumahan adalah kumpulan rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal. Sebagai lingkungan tempat tinggal, perumahan dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan. (menurut Sadana 2014:19).

Menurut Budiharjo (1998:148) perumahan adalah suatu bangunan dimana manusia


tinggal dan melangsungkan kehidupanya, disamping itu rumah juga merupakan tempat dimana
berlangsungnya proses sosialisasi pada seorang individu diperkenalkan norma dan adat
kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Sebagai wadah kehidupan manusia bukan
menyangkut aspek teknis dan fisik saja tetapi juga aspek sosial, ekonomi dan budaya dari
penghuninya.

Menurut Sadana (2014:20) Perbedaan nyata antara permukiman dan perumahan terletak
pada fungsinya. Pada kawasan permukiman, lingkungan tersebut memiliki fungsi ganda yaitu
sebagai tempat tinggal dan sekaligus tempat mencari nafkah bagi sebagian penghuniannya. Pada
perumahan, lingkungan tersebut hanya berupa sekumpulan rumah yang berfungsi sebagai tempat
tinggal bagi para penghuninya. Fungsi perumahan hanya sebagai tempat tinggal, dan tidak
merangkap sebagai tempat mencari nafkah.

2.3. Perumahan

2.3.1. Lingkungan Perumahan

Lingkungan permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima elemen, yaitu (K.
Basset dan John R. Short, 1980, dalam Kurniasih) :
1. Nature (unsur alami), mencakup sumber-sumber daya alam seperti topografi,
hidrologi, tanah, iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan fauna
2. Man (manusia sebagai individu), mencakup segala kebutuhan pribadinya seperti
biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan, dan perepsinya.
3. Society (masyarakat), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat.
4. Shells (tempat), dimana mansia sebagai individu maupun kelompok melangsungkan
kegiatan atau melaksanakan kehidupan.
5. Network (jaringan), merupakan sistem alami maupun buatan manusia, yang
menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut seperti jalan, air bersih,
listrik, dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada dasarya suatu permukiman terdiri dari isi
(contents) yaitu manusia, baik secara individual maupun dalam masyarakat dan wadah yaitu
lingkungan fisik permukiman lingkungan fisik permukiman yang merupakan wadah bagi
kehidupan manusia dan merupakan pengejawantahan dari tata nilai, sistem sosial, dan
budaya masyarakat yang membentuk suatu komunitas sebagai bagian dari lingkungan
permukiman tersebut.

2.3.2.Aspek Perencanaan Perumahan


Menurut Sasta dan Marlina (2007;30-36) dalam membuat sebuah perencanaan
perumahan yang betul-betul dapat menjawab tuntutan pembangunan perumahan dan
permukiman maka perlu dipertimbangkan aspek-aspek perencanaan. Aspek aspek yang
mendasari perencanaan perumahan tersebut antara lain adalah:

1. Lingkungan
Hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan perumahan adalah
menejemen lingkungan yang baik dan terarah, karena lingkungan sautu perumahan
merupakan suatu faktor yang sangat menentukan dan keberadaannya tidak boleh
diabaikan. Hal tersebut dapat terjadi karena baik buruknya kondisi lingkungan akan
berdampak terhadap penghuni perumahan.
2. Daya beli (Affrodability)
Perencanaan bangunan diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan
pembangunan yang telah dicanangkan sesuai dengan programnya. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat antara lain :
a. Pendapat per kapita sebagian besar masyarakat yang masih relatif rendah
(dibawah standar).
b. Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat, terutama di daerah pedesaan,
masih relatif rendah.
c. Pembangunan yang belum merata pada berbagai daerah sehingga memicu
timbulnya kesenjangan sosial dan ekonomi, dimana hal ini berdampak
terhadap persaingan antara golongan berpenghasilan tinggi dengan
masyarakat yang berperngahasilan rendah, seolaholah fasilitas dan kemajuan
pembangunan (termasuk perumahan) hanya dapat dinikmati oleh kaum yang
berpenghasilan tinggi.
d. Situasi Politik dan keamanan yang cenderung tidak stabil sehingga
mempengaruhi minat dan daya beli masyarakat untuk berinvestasi dan
mengembangkan modal.
e. Inflasi yang tinggi yang menyebabkan naiknya harga bahan bangunan, yang
berdampak dengan melambungnya harga rumah, baik untuk kategori rumah
sederhana, menengah, maupun, mewah.
3. Kelembagaan
Keberhasilan pembangunan perumahan dalam suatu wilayah, baik diperkotaan
maupun dipedesaan, tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai pihak yang
berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptkan suatu suasana
yang kondusif bagi terciptanya keberhasilan itu. Masyarakat sebagai pelaku utama
pembangunan memegang peran penting setiap program pembangunan yang
dijalankan.

2..4. Permukiman

2.4.1. Klasifikasi dan Tipe Permukiman

Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri
atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman,
pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan,
serta peran masyarakat.

Kawasan permukiman dapat dilihat dari klasifikasi permukiman dan tipe


permukiman. Berikut merupakan penjelasan dari klasifikasi dan tipe permukiman.

A. Klasifikasi Fungsi Permukiman


Menurut Lewis Mumford (The Culture Of Cities, 1938) dalam Wesnawa,
2015:27) mengemukakan 6 jenis Kota berdasarkan tahap perkembangan
permukiman penduduk kota. Jenis tersebut diantaranya:

1. Eopolis dalah tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan


masyarakatnya merupakan peralihan dari pola kehidupan desa ke arah
kehidupan kota.
2. Tahap polis adalah suatu daerah kota yang sebagian penduduknya masih
mencirikan sifat-sifat agraris.
3. Tahap metropolis adalah suatu wilayah kota yang ditandai oleh
penduduknya sebagian kehidupan ekonomi masyarakat ke sektor industri.
4. Tahap megapolis adalah suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa
kota metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur perkotaan.
5. Tahap tryanopolis adalah suatu kota yang ditandai dengan adanya kekacauan
pelayanan umum, kemacetan lalu-lintas, tingkat kriminalitas tinggi
6. Tahap necropolis (Kota mati) adalah kota yang mulai ditinggalkan
penduduknya.

B. Tipe Permukiman
Menurut Wesnasa (2015:32) mengemukakan tipe permukiman dapat
dibedakan menjadi 2 tipe permukiman:

a. Tipe Permukiman berdasarkan waktu hunian


Ditinjau dari waktu hunian permukiman dapat dibedakan menjadi
permukiman sementara dan permukiman bersifat permanen. Tipe
sementara dapat dihuni hanya bebeerapa hari (rumah tenda penduduk
pengembara), dihuni hanya untuk beberapa bulan (kasus perumahan
peladang berpindah secara musiman), dan hunian hanya untuk beberapa
tahun (kasus perumahan peladang berpisah yang tergantung kesuburan
tanah). Tipe permanen, umumnya dibangun dan dihuni untuk jangka
waktu yang tidak terbatas. Berdasarrkan tipe ini, sifat permukiman lebih
banyak bersifat permanen. Bangunan fisik rumah dibangun sedemikian
rupa agar penghuninya dape menyelenggarakan kehidupannya dengan
nyaman.

b. Tipe permukiman menurut karakteristik fisik dan nonfisik.


Pada hakekatnya permukiman memiliki struktur yang dinamis, setiap
saat dapat berubah dan pada setiap perubahan ciri khas lingkungan
memiliki perbedaan tanggapan. Hal ini terjadi dalam kasus permukiman
yang besar, karena perubahan disertai oleh pertumbuhan. Sebagai suatu
permukiman yang menjadi semakin besar, secara mendasar dapat berubah
sifat, ukuran , bentuk, rencana, gaya bangunan, fungsi dan
kepentingannya. Jadi jika tempat terisolasi sepanjang tahun kondisinya
relatif tetap sebagai organisme statis suatu kota besar maupun kecil akan
menghindari kemandegan, kota akan berkembang baik kearah vertikal
maupun horizontal, fungsi baru berkembang dan fungsi lama menghilang,
pengalaman sosial dan transformasi ekonomi mengalami perkembangan
pula. Pada akhirnya terpenting untuk dipertimbangkan bahwa semua
permukiman memiliki jatidiri masing-masing secara khas. Baik tanpa
fisik, peranan dan fungsi, sejarah, arsitektur dan perencanaan jalan pada
setiap permukiman memiliki keunikan sendiri.

2.4.2. Kriteria Pemukiman yang Layak Huni

Suatu patokan atau standar penilaian rumah yang sehat dan ekologis dapat digunakan
untuk menentukan kualitas dan kondisi suatu pemukiman guna meningkatkan kualitas
lingkungan khususnya pada pemukiman padat penduduk. Menurut Krista (2009: 2)
patokan atau standar penilaian yang dapat digunakan dalam pembangunan rumah yang
sehat dan ekologis adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan kawasan penghijauan di antara kawasan pembangunan sebagai


paru-paru hijau.
2. Mempertimbangkan rantai bahan dan menggunakan bahan bangunan alamiah.
3. Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan.
4. Menghindari kelembaban tanah naik ke dalam konstruksi bangunan.
5. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang mampu
mengalirkan uap air.
6. Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan antara masa pakai
bahan bangunan dan struktur bangunan.
7. Mempertimbangkan bentuk atau proporsi ruangan.
8. Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak menimbulkan masalah.

Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut


Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No.829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi
parameter sebagai berikut :

1. Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran
lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya;
b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah
atau bekas tambang;
c. Tidak terletak pada derah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti alur
pendaratan penerbangan.
2. Kualitas Udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas
beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut ;
a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;
b.Debu dengan diameter kurang dari 10ug maksimum 150ug/m3
c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm;
d.Debu maksimum 350 mm3/m2 per hari;
e. Kebisingan dan getaran;
f. Kebisingan dianjurkan 45 dB A, maksimum 55 dB A
g.Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik
3. Kualitas Tanah Di Daerah Perumahan Dan Pemukiman
a. Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg
b.Kandungan Arsenik (AS) maksimum 100 mg/kg
c. Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg
d.Kandungan Benzopyrene maksimum 1 mg/kg
4. Prasarana Dan Sarana Lingkungan
a. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor
penyakit;
b.Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak
mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki
dan penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu
penerangan jalan tidak menyilaukan mata;
c. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi
persyaratan kesehatan;
d.Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang
memenuhi persyaratan kesehatan;
e. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat
kesehatan;
f. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat
kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, dan lain sebagainya;
g.Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya;
h.Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi
kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
5. Vektor Penyakit
a. Indeks lalat harus memenuhi standar syarat
b.Indeks jentik nyamuk dibawah 5%
6. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan
juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan, dan kelestarian alam.

2.4.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman

Keberadaan suatu permukiman dapat mempengaruhi berkembangnya suatu


wilayah, dan sebaliknya kegiatan pembangunan dalam suatu wilayah dapat
mempengaruhi berkembangnya permukiman. Permukiman berkaitan secara langsung
dengan kehidupan dan harkat hidup manusia, faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan permukiman cukup banyak, antara lain faktor geografis, faktor
kependudukan, faktor kelembagaan, faktor swadaya dan peran serta masyarakat, faktor
keterjangkauan daya beli, faktor pertanahan, faktor ekonomi dan moneter. Faktor-faktor
lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah disebabkan oleh
perubahan nilai-nilai budaya masyarakat.

Sedangkan menurut Siswono, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi


perkembangan permukiman yang dapat dilihat dari 9 aspek, antara lain: letak geografis,
kependudukan, sarana dan prasarana, ekonomi dan keterjangkauan daya beli, sosial
budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kelembagaan, dan peran serta masyarakat.
(Sumber : Siswono, dkk)

1. Faktor geografi
Letak geografis suatu permukiman sangat menentukan keberhasilan
pembangunan suatu kawasan. Permukiman yang letaknya terpencil dan sulit
dijangkau akan sangat lambat untuk berkembang. Topografi suatu kawasan juga
berpengaruh, jika topografi kawasan tersebut tidak datar maka akan sulit bagi daerah
tersebut untuk berkembang. Lingkungan alam dapat mempengaruhi kondisi
permukiman, sehingga menambah kenyamanan penghuni permukiman.
2. Faktor Kependudukan
Perkembangan penduduk yang tinggi, merupakan permasalahan yang
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan permukiman.
Jumlah penduduk yang besar merupakan sumber daya dan potensi bagi
pembangunan, apabila dapat diarahkan menjadi manusia pembangunan yang efektif
dan efisien. Tetapi sebaliknya, jumlah penduduk yang besar itu akan merupakan
beban dan dapat menimbulkan permasalahan bila tidak diarahkan dengan baik.
Disamping itu, penyebaran penduduk secara demografis yang tidak merata,
merupakan permasalahan lain berpengaruh terhadap pembangunan perumahan.
3. Faktor Kelembagaan
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah
perangkat kelembagaan yang berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan,
pembinaan, dan pelaksanaan baik sektor pemerintah maupun sektor swasta, baik di
pusat maupun di daerah. Secara keseluruhan perangkat kelembagaan tersebut belum
merupakan suatu sistem terpadu. Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Pemda memegang
peranan dan mempunyai posisi strategis dalam pelaksanaan pembangunan
perumahan. Namun unsur-unsur perumahan di Tingkat Daerah yang melaksanakan
program khusus untuk koordinasi, baik dalam koordinasi vertikal maupun horisontal
dalam pembangunan perumahan, masih perlu dimantapkan dalam mempersiapkan
aparaturnya.
Termasuk didalamnya adalah kebijaksanaan yang mengatur kawasan
permukiman, keberadaan lembaga-lembaga desa, misalnya LKMD, Karang Taruna,
Kelompok wanita dan sebagainya.
4. Faktor Swadaya dan Peran Serta Masyarakat
Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah,
menengah, tidak tetap, perlu dikembangkan pembangunan perumahan secara
swadaya masyarakat yang dilakukan oleh berbagai organisasi non-pemerintah.
Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap
serta amat rendah dan tidak berkemampuan tersebut mampu membangun rumahnya
sendiri dengan proses bertahap, yakni mula-mula dengan bahan bangunan bekas atau
sederhana, kemudian lambat laun diperbaiki dengan bangunan permanen bahkan ada
pula beberapa rumah yang sudah bertingkat. Faktor swadaya dan peran serta
masyarakat atau aspek sosial tersebut juga meliputi kehidupan sosial masyarakat,
kehidupan bertetangga, gotong royong dan pekerjaan bersama lainnya.
5. Sosial dan Budaya
Faktor sosial budaya merupakan faktor internal yang mempengaruhi
perkembangan permukiman. Sikap dan pandangan seseorang terhadap rumahnya,
adat istiadat suatu daerah, kehidupan bertetangga, dan proses modernisasi
merupakan faktor-faktor sosial budaya. Rumah tidak hanya sebagai tempat berteduh
dan berlindung terhadap bahaya dari luar, tetapi berkembang menjadi sarana yang
dapat menunjukkan citra dan jati diri penghuninya.
6. Ekonomi dan Keterjangkauan Daya Beli
Aspek ekonomi meliputi yang berkaitan dengan mata pencaharian. Tingkat
perekonomian suatu daerah yang tinggi dapat meningkatkan perkembangan
permukiman. Tingkat perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi tingkat
pendapatan seseorang. Makin tinggi pendapatan sesorang, maka makin tinggi pula
kemampuan orang tersebut dalam memiliki rumah. Hal ini akan meningkatkan
perkembangan permukiman di suatu daerah. Keterjangkauan daya beli masyarakat
terhadap suatu rumah akan mempengaruhi perkembangan permukiman. Semakin
murah harga suatu rumah di daerah tertentu, semakin banyak pula orang yang
membeli rumah, maka semakin berkembanglah permukiman yang ada.
7. Sarana dan Prasarana
Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman dapat
mempengaruhi perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan adanya sarana
dan prasarana yang memadai dapat memudahkan penduduknya untuk beraktivitas
sehari-hari. Semakin lengkap sarana dan prasarana yang tersedia maka semakin
banyak pula orang yang berkeinginan bertempat tinggal di daerah tersebut.
8. Pertanahan
Kenaikan harga lahan sebagai akibat penyediaan kelangkaan lahan untuk
permukiman, menyebabkan timbulnya slum dan squatter.
9. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan
perkembangan perumahan dan permukiman. Dengan diciptakannya teknologi-
teknologi baru dalam bidang jasa konstruksi dan bahan bangunan maka membuat
pembangunan suatu rumah akan semakin cepat dan dapat menghemat waktu.
Sehingga semakin banyak pula orang-orang yang ingin membangun rumahnya. Hal
ini akan meningkatkan perkembangan permukiman.

2.4.4. Masalah Perumahan dan Pemukiman Di Indonesia


Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan besar
dalam perkembangan kota-kotanya. Fenomena urbanisasi yang terjadi di kota-kota besar
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan ruang kota, seperti fasilitas perumahan, sebagai
salah satu kebutuhan dasar manusia. Ruang dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi
sistem sosial (yang meliputi manusia dengan seluruh kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya)
dengan ekosistem (sumberdaya alam dan sumberdaya buatan) berlangsung. Ruang perlu ditata
agar dapat memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan yang nyaman
terhadap manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara
kelangsungan hidupnya secara optimal.
Kekurangsiapan kota dengan sistem perencanaan dan pengelolaan kota yang tepat, dalam
mengantisipasi pertambahan penduduk dengan berbagai motif dan keragaman, nampaknya
menjadi penyebab utama yang memicu timbulnya permasalahan perumahan dan permukiman.
Secara sederhana permasalahan perumahan dan permukiman ini adalah tidak sesuainya jumlah
hunian yang tersedia jika dibandingkan dengan kebutuhan dan jumlah masyarakat yang akan
menempatinya. Tetapi apa bila kita melihat lebih dalam lagi, pokok-pokok permasalahan dalam
perumahan dan pemukiman ini sebenarnya adalah (sumber: Rumah Untuk Seluruh Rakyat, Ir.
Siswono Yudohusodo,..., Jakarta, 1991):
1. Kependudukan
Penduduk Indonesia yang selalu berkembang, merupakan faktor utama yang
menyebabkan permasalahan perumahan dan permukiman ini selalu menjadi sorotan utama
pihak pemerintah. Pesatnya angka pertambahan penduduk yang tidak sebanding dengan
penyediaan sarana perumahan menyebabkan permasalahan ini semakin pelik dan serius.
Permasalahan kependudukan dewasa ini tidak hanya menjadi isu pada kota-kota dipulau
jawa, tetapi kota-kota dipulau lainpun sudah mulai memperlihatkan gejala yang hampir
serupa. Meningkatnya arus urbanisasi serta semakin lebarnya jurang pemisah antara kota dan
desa merupakan salah satu pemicu permasalahan kependudukan ini.
2. Tataruang dan Pengembangan wilayah
Daerah perkotaan dan pedesaan merupakan satu kesatuan wilayah yang seharusnya
menjadi perhatian khusus pihak yang berkepentingan dalam hal pembangunan ini, khususnya
pembangunan perumahan dan permukiman. Seharusnya hal ini menjadi panduan untuk
melaksanakan pemerataan dalam pembangunan antar keduanya. Tetapi yang kita temui
dilapangan sekarang adalah semakin pesatnya pembangunan yang dilakukan pada kota,
sehingga daerah pedesaan semakin tertinggal. Pesatnya pembangunan perumahan
diperkotaan banyak yang tidak sesuai dengan rencana umum tataruang kota, inilah yang
menyebabkan keadaan perkotaan semakin hari semakin tidak jelas arah pengembangannya.
3. Pertanahan dan Prasarana
Pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar akan selalu dihadapkan
kepada masalah tanah, yang didaerah perkotaan menjadi semakin langka dan semakin mahal.
Tidak sedikit yang kita jumpai areal pertanian yang disulap menjadi kawasan permukiman,
hal ini terjadi karena ketersediaan tanah yang sangat terbatas sedangkan permintaan akan
sarana hunian selalu meningkat setiap saatnya. Konsekuensi logis dari penggunaan tanah
pertanian sebagai kawasan perumahan ini menyebabkan menurunnya angka produksi pangan
serta rusaknya ekosistem lingkungan yang apabila dikaji lebih lanjut merupakan awal dari
permasalahan lingkungan diperkotaan, seperti banjir, tanah longsor dan lain sebagainya.
Alternatif lain dalam menanggulangi permasalahan pertanahan di dalam kota ini adalah
dengan membangun fasilitas-fasilitas hunian didaerah pinggiran kota, yang relatif lebih
murah harganya. Namun permasalahan baru muncul lagi disana, yaitu jarak antara tempat
tinggal dan lokasi bekerja menjadi semakin jauh sehingga kota tumbuh menjadi tidak efisien
dan terasa mahal bagi penghuninya.
Selain itu, penyediaan perumahan dan pemukiman juga harus diikuti dengan penyediaan
prasarana dasar seperti penyediaan air bersih, sistem pembuangan sampah, sistem
pembuangan kotoran, air limbah, tata bangunan, saluran air hujan, penanggulangan bahaya
kebakaran, serta pencemaran air, udara, dan tanah yang memadai.
4. Pembiayaan
Permasalahan biaya merupakan salah satu point penting dalam pemecahan permasalahan
perumahan dan permukiman ini. Secara mikro, hal ini disebabkan oleh kemampuan
ekonomis masyarakat untuk menjangkau harga rumah yang layak bagi mereka masih sangat
susah sekali, karena sebagian besar masyarakat merupakan masyarakat dengan tingkat
perekonomian menengah kebawah (jumlah penduduk miskin di Kabupaten Grobogan
adalah %), sedangkan secara makro hal ini juga tidak terlepas dari kemampuan ekonomi
nasional untuk mendukung pemecahan masalah perumahan secara menyeluruh.
5. Peranserta Masyarakat
Berdasarkan kepada kebijaksanaan dasar negara kita yang menyatakan bahwa setiap
warga negara Indonesia berhak atas perumahan yang layak, tetapi juga mempunyai peran
serta dalam pengadaannya. Menurut kebijaksanaan ini dapat kita simpulkan bahwa
pemenuhan pembangunan perumahan adalah tanggung jawab masyarakat sendiri, baik itu
secara perorangan maupun secara bersama-sama, pada point ini peran pemerintah hanyalah
sebagai pengatur, pembina dan membantu serta menciptakan iklim yang baik agar
masyarakat dapat memenuhi sendiri kebutuhan akan perumahan mereka. Masyarakat
bukanlah semata-mata objek pembangunan, tetapi merupakan subjek yang berperan aktif
dalam pembangunan perumahan dan pemukiman.

2.4.5. Faktor yang Menyebabkan Adanya Pemukiman Kumuh


Adapun faktor maupun masalah yang menyebabkan adanya pemukiman kumuh yaitu :
1.Keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi
dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan
tinggi merupakan embrio permukiman kumuh.
2.Mobilitas sosial ekonomi yang stagnan
3.Banyaknya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan dikota
4.Kelahiran yang tidak terkendali
5.Latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah

2.4.6. Dampak Pemukiman yang Kumuh


Perumahan maupun pemukiman yang padat dan tidak teratur akan berdampak bagi
keadaan sosial, ekonomi dan kesehatan bagi masyarakat. Pemukiman yang kumuh akan
memberikan dampak yang besar terhadap kesehatan seseorang maupun kelompok
masyarakat itu sendiri. Berikut beberapa dampak dari pemukiman yang kumuh :
1. Menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya
berbagai perilaku menyimpang seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
2. Pemerintah tidak mampu untuk menyediakan permukiman-permukiman baru karena
banyaknya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan dikota
sehingga muncullah permukiman yang tidak sehat.
3. Banyaknya warga yang menjadi pengangguran
4. Tanggung jawab terhadap displin lingkungan, norma sosial dan hukum, kesehatan,
solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan dan kurang diperhatikan
5. Planologi penertiban bangunan sukar dijalankan
6. 2.Penyakit menular dan kebakaran sering melanda permukiman ini.

2.4.7. Penanggulangan Pemukiman Kumuh


Adapun beberapa cara penanggulangan Pemukiman Kumuh di Kota maupun di pedesaan,
sebagai berikut :
1. Program perbaikan kampung yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan
lingkungan dan sarana lingkungan yang ada
2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar
lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan rumah
susun yang memenuhi syarat
3. Masyarakat harus ikut dilibatakan dalam mengatasi permukiman kumuh di perkotaan
maupun dipedesaan
4. Mengubah perilaku dan budaya dari masyarakat yang ada dikawasan pemukiman kumuh.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rumah sehat adalah tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristrahat
sehingga menimbulkan kehidupan yang sempurna baik fisik,rohani maupun sosial. Rumah tidak
hanya berfungsi sebagai tempat beristrahat dan berlindung,tetapi juga sebagai sarana untuk
memperbaiki kesehatan. Untuk itu rumah harus memenuhi syarat syarat kesehatan.Rumah sehat
tidak harus mahal dan mewah. Tetapi, rumah sehat harusmemenuhi syarat syarat kesehatan. Oleh
karena itu, rumah yang sederhana jika memenuhi syarat syarat kesehatan juga dapat dikatakan
rumah sehat.Sebuah rumah yang sehat harus memenuhi saranan sanitasi rumah, seperti
penyediaan air bersih, penggunaan jamban, sarana pembuangan sampah dan pembuangan air
limbah.Ada dua standar rumah sehat yaitu yang berkaitan dengan kebutuhan kesehatan dan yang
berkaitan dengan kegiatan melindungi dan meningkatkan kesehatan.

3.2 Saran

Sebaiknya sebuah rumah memiliki ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam
rangka melindungi penghuni dan masyarakatyang bermukim di perumahan dan masyarakat
sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan, Seharusnya rumah yang sehat tidak hanya dapat dijadikan
sebagai tempat berlindung, bernaung dan tempat untuk beristirahat, tetapi juga dapat menumbuhkan kehidupan
yang sempurna fisik, rohani maupun sosial bagi penghuninya.
Dalam Penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan,
kekeliruan dan kesalahan. Untuk itu kepada pembaca kami mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Budiman Chandra.2007. Pengantar Kesehatan Lingkugan. Jakarta:EGC Budiman


Chandra.2007. Pengantar Kesehatan Lingkugan. Jakarta:EGC

Depkes RI – Ditjen PPM dan PL (2002) Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat.

Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 ttg Persyaratan Kesehatan Perumahan.

Mahfoedz, Irham.2008, Menjaga Kesehatan Rumah Dari Berbagai Penyakit. Jogyakarta.

Munif Arifin, 2009. Rumah Sehat dan Lingkunganya. diakses dari


environmentalsanitation.wordpress.com, November November 2019.

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: Rineka


Cipta.

UU RI No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman

Gunawan,K. 2003. Petunjuk Teknis Penilaian Rumah Sehat, Yogyakarta, Provinsi DIY:
Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial

Anda mungkin juga menyukai