KESEHATAN LINGKUNGAN
NAMA KELOMPOK :
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Perumahan dan Pemukiman”.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan tentang Perumahan dan Pemukiman yang memenuhi nilai standar
kesehatan agar setiap individu dapat melakukan usaha promotif untuk diri sendiri maupun
lingkungannya.
Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi
perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Kiranya makalah ini memberikan banyak manfaat bagi kehidupan kita semua. Atas
perhatiannya terima kasih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, yang juga
mempunyai peran sangat strategis sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan
peningkatan kualitas generasi mendatang. Serta merupakan pengejawantahan jati diri.
Permasalahan perumahan dan pemukiman tidak dapat dipandang sebagai permasalahan
fungsional dan fisik semata, tetapi lebih kompleks lagi sebagai permasalahan yang berkaitan
dengan dimensi kehidupan bermasyarakat yang meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi,
teknologi, ekologi maupun politik.
Rumah seharusnya menjadi tempat yang bebas dari gangguan, rasa kebersamaan. Rumah
yang sehat mampu melindungi dari panas dan dingin yang ekstrim, hujan dan matahari, angin,
hama, bencana seperti banjir dan gempa bumi, serta polusi dan penyakit (Wicaksono, 2009).
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Rumah
Menurut UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga.
Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung,
dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya
baik untuk kesehatan kelu arga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan
Lingkungan, 2001).
Menurut John F.C Turner, 1972, dalam bukunya Freedom To Build mengatakan, “Rumah
adalah bagian yang utuh dari permukiman, dan bukan hasil fisik sekali jadi semata,
melainkan merupakan suatu proses yang terus berkembang dan terkait dengan mobilitas
sosial ekonomi penghuninya dalam suatu kurun waktu. Yang terpenting dan rumah adalah
dampak terhadap penghuni, bukan wujud atau standar fisiknya. Selanjutnya dikatakan
bahwa interaksi antara rumah dan penghuni adalah apa yang diberikan rumah kepada
penghuni serta apa yang dilakukan penghuni terhadap rumah”.
Menurut Siswono Yudohusodo (Rumah Untuk Seluruh Rakyat, 1991: 432), rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga. Jadi, selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk
berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah merupakan tempat awal
pengembangan kehidupan.
Menurut Turner (1972:164-167), terdapat tiga fungsi yang terkandung dalam rumah:
1. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga, yang diwujudkan dalam kualitas hunian
atau perlindungan yang diberian rumah. Kebutuhan tempat tinggal dimaksudkan agar
penghuni mempunyai tempat tinggal atau berteduh secukupnya untuk melindungi
keluarga dari iklim setempat.
2. Rumah sebagai penunjang kesempatan keluarga untuk berkembang dalam kehidupan
sosial, budaya, dan ekonomi atau fungsi pengembangan keluarga. Fungsi ini
diwudkan dalam lokasi tempat rumah itu didirikan. Kebutuhan berupa akses ini
diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja
guna mendapatkan sumber penghasilan.
3. Rumah sebagai penunjang rasa aman dalam arti terjaminnya kehidupan keluarga di
masa depan setelah mendapatkan rumah, jaminan keamanan lingkungan perumahan
yang ditempati serta jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan.
4. Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, perwujudannya bervariasi menurut siapa
penghuni atau pemiliknya.
Berdasarkan hierarchy of need (Maslow, 1954:10), kebutuhan akan rumah dapat didekati
sebagai:
1. Physiological needs (kebutuhan akan makan dan minum), merupakan kebutuhan
biologis yang hampir sama untuk setiap orang, yang juga merupakan kebuthan
terpenting selain rumah, sandang, dan pangan juga termasuk dalam tahap ini.
2. Safety or security needs (kebutuhan akan keamanan),merupakan tempat
berlindung bagi penghuni dari gangguan manusia dan lingkungan yang tidak
diinginkan.
3. Social or afiliation needs (kebutuhan berinteraksi), sebagai tempat untuk
berinteraksi dengan keluarga dan teman.
4. Self actualiztion needs (kebutuhan akan ekspresi diri), rumah bukan hanya
sebagai tempat tinggal, tetapi menjadi tempat untuk mengaktualisasikan diri.
A. Rumah Sederhana
Rumah sederhana adalah tempat tinggal layak huni yang harganya terjangkau oleh
masyarakat berpenghasilan rendah dan sedang. Dalam SNI 03- 6981-2004 rumah
sederhana tidak bersusun direncanakan sebagai tempat kediaman yang layak dihuni
bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau sedang. Oleh karena itu harganya harus
terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan sedang.
Tabel 2.1.Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan Untuk Rumah Sederhana Sehat
Kebutuhan
Luas Ruang
Per Jiwa
Ambang
Batas: 21,6 60,0 200 72-90 28,8 60,0 200 72-90
7,2
9,0
12,0
Sumber: dikembangkan dari keputusan menteri permukiman dan prasarana wilayah No.
403/KPTS/M/2002 tentang pedoman teknis pembangunan rumah sehat sederhana.
Terdapat dua tipe rumah paling umum dipergunakan pada rumah sederhana, yaitu:
rumah gandeng atau rumah kopel, dan rumah deret.
1. Rumah Gandeng atau Rumah Kopel
Rumah gandeng atau rumah kopel adalah dua buah rumah yang
bergandengan, dan masing-masing memiliki kapling sendiri. Pada rumah gandeng
atau rumah kopel, salah satu dinding bangunan induk saling menyatu.
2. Rumah Deret
Rumah deret adalah beberapa rumah yang bergandengan antara satu unit
dengan unit lainnya. Pada rumah deret, salah satu atau kedua dinding bangunan
induknya menyatu dengan dinding bangunan induk lainnya. Dengan system
rumah deret, unit-unit rumah tersebut menjadi satu kesatuan. Pada rumah deret,
setiap rumah memiliki kapling sendiri-sendiri.
Pada dasarnya, unit-unit hunian rumah susun adalah rumah tinggal serupa
dengan rumah yang dibangun di atas tanah. Susunan ruang setiap unit hunian
pada rumah susun hampir sama dengan susunan ruang pada rumah sederhana di
atas tanah. Perbedaan yang tegas adalah setiap hunian tidak menghadap ke
halaman dan jalan. Ada rumah susun, setiap unit hunian menghadap sebuah
koridor atau selasar yang digunakan bersama. Terdapat dua macam tipe selasar
atau koridor pada rumah susun, yaitu: selasar luar dan selasar dalam.
Permukiman Menurut Hadi Sabari Yunus (1987) dalam Wesnawa (2015:2) dapat
diartikan sebagai bentukan baik buatan manusia ataupun alami dengan segala kelengkapannya
yang digunakan manusia sebagai individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal baik
sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya. Sedangkan
Perumahan dikenal dengan istilah housing. Housing berasal dari bahasa inggris yang memiliki
arti kelompok rumah. Perumahan adalah kumpulan rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal. Sebagai lingkungan tempat tinggal, perumahan dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan. (menurut Sadana 2014:19).
Menurut Sadana (2014:20) Perbedaan nyata antara permukiman dan perumahan terletak
pada fungsinya. Pada kawasan permukiman, lingkungan tersebut memiliki fungsi ganda yaitu
sebagai tempat tinggal dan sekaligus tempat mencari nafkah bagi sebagian penghuniannya. Pada
perumahan, lingkungan tersebut hanya berupa sekumpulan rumah yang berfungsi sebagai tempat
tinggal bagi para penghuninya. Fungsi perumahan hanya sebagai tempat tinggal, dan tidak
merangkap sebagai tempat mencari nafkah.
2.3. Perumahan
Lingkungan permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima elemen, yaitu (K.
Basset dan John R. Short, 1980, dalam Kurniasih) :
1. Nature (unsur alami), mencakup sumber-sumber daya alam seperti topografi,
hidrologi, tanah, iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan fauna
2. Man (manusia sebagai individu), mencakup segala kebutuhan pribadinya seperti
biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan, dan perepsinya.
3. Society (masyarakat), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat.
4. Shells (tempat), dimana mansia sebagai individu maupun kelompok melangsungkan
kegiatan atau melaksanakan kehidupan.
5. Network (jaringan), merupakan sistem alami maupun buatan manusia, yang
menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut seperti jalan, air bersih,
listrik, dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada dasarya suatu permukiman terdiri dari isi
(contents) yaitu manusia, baik secara individual maupun dalam masyarakat dan wadah yaitu
lingkungan fisik permukiman lingkungan fisik permukiman yang merupakan wadah bagi
kehidupan manusia dan merupakan pengejawantahan dari tata nilai, sistem sosial, dan
budaya masyarakat yang membentuk suatu komunitas sebagai bagian dari lingkungan
permukiman tersebut.
1. Lingkungan
Hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan perumahan adalah
menejemen lingkungan yang baik dan terarah, karena lingkungan sautu perumahan
merupakan suatu faktor yang sangat menentukan dan keberadaannya tidak boleh
diabaikan. Hal tersebut dapat terjadi karena baik buruknya kondisi lingkungan akan
berdampak terhadap penghuni perumahan.
2. Daya beli (Affrodability)
Perencanaan bangunan diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan
pembangunan yang telah dicanangkan sesuai dengan programnya. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat antara lain :
a. Pendapat per kapita sebagian besar masyarakat yang masih relatif rendah
(dibawah standar).
b. Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat, terutama di daerah pedesaan,
masih relatif rendah.
c. Pembangunan yang belum merata pada berbagai daerah sehingga memicu
timbulnya kesenjangan sosial dan ekonomi, dimana hal ini berdampak
terhadap persaingan antara golongan berpenghasilan tinggi dengan
masyarakat yang berperngahasilan rendah, seolaholah fasilitas dan kemajuan
pembangunan (termasuk perumahan) hanya dapat dinikmati oleh kaum yang
berpenghasilan tinggi.
d. Situasi Politik dan keamanan yang cenderung tidak stabil sehingga
mempengaruhi minat dan daya beli masyarakat untuk berinvestasi dan
mengembangkan modal.
e. Inflasi yang tinggi yang menyebabkan naiknya harga bahan bangunan, yang
berdampak dengan melambungnya harga rumah, baik untuk kategori rumah
sederhana, menengah, maupun, mewah.
3. Kelembagaan
Keberhasilan pembangunan perumahan dalam suatu wilayah, baik diperkotaan
maupun dipedesaan, tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai pihak yang
berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptkan suatu suasana
yang kondusif bagi terciptanya keberhasilan itu. Masyarakat sebagai pelaku utama
pembangunan memegang peran penting setiap program pembangunan yang
dijalankan.
2..4. Permukiman
Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri
atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman,
pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan,
serta peran masyarakat.
B. Tipe Permukiman
Menurut Wesnasa (2015:32) mengemukakan tipe permukiman dapat
dibedakan menjadi 2 tipe permukiman:
Suatu patokan atau standar penilaian rumah yang sehat dan ekologis dapat digunakan
untuk menentukan kualitas dan kondisi suatu pemukiman guna meningkatkan kualitas
lingkungan khususnya pada pemukiman padat penduduk. Menurut Krista (2009: 2)
patokan atau standar penilaian yang dapat digunakan dalam pembangunan rumah yang
sehat dan ekologis adalah sebagai berikut:
1. Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran
lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya;
b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah
atau bekas tambang;
c. Tidak terletak pada derah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti alur
pendaratan penerbangan.
2. Kualitas Udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas
beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut ;
a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;
b.Debu dengan diameter kurang dari 10ug maksimum 150ug/m3
c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm;
d.Debu maksimum 350 mm3/m2 per hari;
e. Kebisingan dan getaran;
f. Kebisingan dianjurkan 45 dB A, maksimum 55 dB A
g.Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik
3. Kualitas Tanah Di Daerah Perumahan Dan Pemukiman
a. Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg
b.Kandungan Arsenik (AS) maksimum 100 mg/kg
c. Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg
d.Kandungan Benzopyrene maksimum 1 mg/kg
4. Prasarana Dan Sarana Lingkungan
a. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor
penyakit;
b.Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak
mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki
dan penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu
penerangan jalan tidak menyilaukan mata;
c. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi
persyaratan kesehatan;
d.Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang
memenuhi persyaratan kesehatan;
e. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat
kesehatan;
f. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat
kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, dan lain sebagainya;
g.Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya;
h.Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi
kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
5. Vektor Penyakit
a. Indeks lalat harus memenuhi standar syarat
b.Indeks jentik nyamuk dibawah 5%
6. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan
juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan, dan kelestarian alam.
1. Faktor geografi
Letak geografis suatu permukiman sangat menentukan keberhasilan
pembangunan suatu kawasan. Permukiman yang letaknya terpencil dan sulit
dijangkau akan sangat lambat untuk berkembang. Topografi suatu kawasan juga
berpengaruh, jika topografi kawasan tersebut tidak datar maka akan sulit bagi daerah
tersebut untuk berkembang. Lingkungan alam dapat mempengaruhi kondisi
permukiman, sehingga menambah kenyamanan penghuni permukiman.
2. Faktor Kependudukan
Perkembangan penduduk yang tinggi, merupakan permasalahan yang
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan permukiman.
Jumlah penduduk yang besar merupakan sumber daya dan potensi bagi
pembangunan, apabila dapat diarahkan menjadi manusia pembangunan yang efektif
dan efisien. Tetapi sebaliknya, jumlah penduduk yang besar itu akan merupakan
beban dan dapat menimbulkan permasalahan bila tidak diarahkan dengan baik.
Disamping itu, penyebaran penduduk secara demografis yang tidak merata,
merupakan permasalahan lain berpengaruh terhadap pembangunan perumahan.
3. Faktor Kelembagaan
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah
perangkat kelembagaan yang berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan,
pembinaan, dan pelaksanaan baik sektor pemerintah maupun sektor swasta, baik di
pusat maupun di daerah. Secara keseluruhan perangkat kelembagaan tersebut belum
merupakan suatu sistem terpadu. Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Pemda memegang
peranan dan mempunyai posisi strategis dalam pelaksanaan pembangunan
perumahan. Namun unsur-unsur perumahan di Tingkat Daerah yang melaksanakan
program khusus untuk koordinasi, baik dalam koordinasi vertikal maupun horisontal
dalam pembangunan perumahan, masih perlu dimantapkan dalam mempersiapkan
aparaturnya.
Termasuk didalamnya adalah kebijaksanaan yang mengatur kawasan
permukiman, keberadaan lembaga-lembaga desa, misalnya LKMD, Karang Taruna,
Kelompok wanita dan sebagainya.
4. Faktor Swadaya dan Peran Serta Masyarakat
Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah,
menengah, tidak tetap, perlu dikembangkan pembangunan perumahan secara
swadaya masyarakat yang dilakukan oleh berbagai organisasi non-pemerintah.
Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap
serta amat rendah dan tidak berkemampuan tersebut mampu membangun rumahnya
sendiri dengan proses bertahap, yakni mula-mula dengan bahan bangunan bekas atau
sederhana, kemudian lambat laun diperbaiki dengan bangunan permanen bahkan ada
pula beberapa rumah yang sudah bertingkat. Faktor swadaya dan peran serta
masyarakat atau aspek sosial tersebut juga meliputi kehidupan sosial masyarakat,
kehidupan bertetangga, gotong royong dan pekerjaan bersama lainnya.
5. Sosial dan Budaya
Faktor sosial budaya merupakan faktor internal yang mempengaruhi
perkembangan permukiman. Sikap dan pandangan seseorang terhadap rumahnya,
adat istiadat suatu daerah, kehidupan bertetangga, dan proses modernisasi
merupakan faktor-faktor sosial budaya. Rumah tidak hanya sebagai tempat berteduh
dan berlindung terhadap bahaya dari luar, tetapi berkembang menjadi sarana yang
dapat menunjukkan citra dan jati diri penghuninya.
6. Ekonomi dan Keterjangkauan Daya Beli
Aspek ekonomi meliputi yang berkaitan dengan mata pencaharian. Tingkat
perekonomian suatu daerah yang tinggi dapat meningkatkan perkembangan
permukiman. Tingkat perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi tingkat
pendapatan seseorang. Makin tinggi pendapatan sesorang, maka makin tinggi pula
kemampuan orang tersebut dalam memiliki rumah. Hal ini akan meningkatkan
perkembangan permukiman di suatu daerah. Keterjangkauan daya beli masyarakat
terhadap suatu rumah akan mempengaruhi perkembangan permukiman. Semakin
murah harga suatu rumah di daerah tertentu, semakin banyak pula orang yang
membeli rumah, maka semakin berkembanglah permukiman yang ada.
7. Sarana dan Prasarana
Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman dapat
mempengaruhi perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan adanya sarana
dan prasarana yang memadai dapat memudahkan penduduknya untuk beraktivitas
sehari-hari. Semakin lengkap sarana dan prasarana yang tersedia maka semakin
banyak pula orang yang berkeinginan bertempat tinggal di daerah tersebut.
8. Pertanahan
Kenaikan harga lahan sebagai akibat penyediaan kelangkaan lahan untuk
permukiman, menyebabkan timbulnya slum dan squatter.
9. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan
perkembangan perumahan dan permukiman. Dengan diciptakannya teknologi-
teknologi baru dalam bidang jasa konstruksi dan bahan bangunan maka membuat
pembangunan suatu rumah akan semakin cepat dan dapat menghemat waktu.
Sehingga semakin banyak pula orang-orang yang ingin membangun rumahnya. Hal
ini akan meningkatkan perkembangan permukiman.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rumah sehat adalah tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristrahat
sehingga menimbulkan kehidupan yang sempurna baik fisik,rohani maupun sosial. Rumah tidak
hanya berfungsi sebagai tempat beristrahat dan berlindung,tetapi juga sebagai sarana untuk
memperbaiki kesehatan. Untuk itu rumah harus memenuhi syarat syarat kesehatan.Rumah sehat
tidak harus mahal dan mewah. Tetapi, rumah sehat harusmemenuhi syarat syarat kesehatan. Oleh
karena itu, rumah yang sederhana jika memenuhi syarat syarat kesehatan juga dapat dikatakan
rumah sehat.Sebuah rumah yang sehat harus memenuhi saranan sanitasi rumah, seperti
penyediaan air bersih, penggunaan jamban, sarana pembuangan sampah dan pembuangan air
limbah.Ada dua standar rumah sehat yaitu yang berkaitan dengan kebutuhan kesehatan dan yang
berkaitan dengan kegiatan melindungi dan meningkatkan kesehatan.
3.2 Saran
Sebaiknya sebuah rumah memiliki ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam
rangka melindungi penghuni dan masyarakatyang bermukim di perumahan dan masyarakat
sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan, Seharusnya rumah yang sehat tidak hanya dapat dijadikan
sebagai tempat berlindung, bernaung dan tempat untuk beristirahat, tetapi juga dapat menumbuhkan kehidupan
yang sempurna fisik, rohani maupun sosial bagi penghuninya.
Dalam Penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan,
kekeliruan dan kesalahan. Untuk itu kepada pembaca kami mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI – Ditjen PPM dan PL (2002) Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat.
Gunawan,K. 2003. Petunjuk Teknis Penilaian Rumah Sehat, Yogyakarta, Provinsi DIY:
Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial