Anda di halaman 1dari 42

TOPIK 7

LUMPUR TINJA DI PEMUKIMAN DAN DRAINASE PEMUKIMAN


TOPIK 8
ECO-SETTELMENT

A Definisi Eco-Settelment
Permukiman ramah lingkungan (eco settlement) merupakan permukiman
berkonsep hijau atau berkelanjutan. Eco settlement merupakan langkah untuk
merespons permasalahan lingkungan permukiman yang muncul di berbagai belahan
dunia. Penurunan kualitas lingkungan, emisi karbondioksida secara berlebihan
menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan manusia. Kelangkaan air bersih,
kontaminasi tanah, air, dan udara, pemanasan bumi dan perubahan iklim global
memaksa semua pihak memikirkan langkah-langkah penanggulangannya. Dunia
arsitektur pun tidak tinggal diam. Sebagian besar permasalahan di atas muncul
sebagai konsekuensi ketidakcermatan arsitek dalam mengolah fisik kulit bumi.
Pertambahan penduduk dan perkembangan aktifitas manusia memicu
pembangunan fisik kawasan, meningkatkan jumlah hunian yang dibangun untuk
mengakomodasinya. Permukiman lama tumbuh dan berkembang, dibarengi
munculnya sejumlah permukiman baru. Sejumlah lahan terbuka hijau atau
lingkungan alami dirubah menjadi lingkungan binaan yang padat bangunan dan
infra struktur. Terjadi penurunan daya dukung lingkungan, menurunnya
kemampuan alam dalam mensuplai air bersih, menurunnya kemampuan lingkungan
mempurifikasi limbah padat, cair, dan gas hasil aktifitas manusia. Diperlukan suatu
langkah pembangunan permukiman/perumahan yang menerapkan konsep eco atau
green settlement.

B Definisi Konsep Eco-settlements


Pemikiran tentang eco-settlement bermula dari lingkup yang lebih kecil
berupa single building yang secara mikro membahas secara lebih detail aspek-aspek
teknologi atau rekayasa bangunan seperti penggunaan material lokal, atau
teknologi-teknologi yang berkaitan dengan konservasi energi bangunan (Pusat
Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2006). Selanjutnya, dari pemikiran
eco-building dikembangkan ke lingkup yang lebih luas menjadi eco-settlement atau
eco-city. Beberapa negara dan kota telah mengembangkan konsep eco-settlements
yang dikaitkan dengan pengembangan konsep sustainable building, sustainable
technologies, eco-town, dan eco-city (e.g., Turkey, Leeds, dan London dalam
Puslitbangkim, 2006). Eco-settlements terdiri dari dua kata yaitu eco dan
settlements yang berarti tempat bermukim/tempat tinggal yang ekologis.
Berdasarkan arti tersebut terlihat konsep eco-settlements mengarah pada
pencapaian nilai ekologis. Di sisi lain, konsepsi ecosettlements dapat dinyatakan
sebagai pengembangan dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development). Hal ini dikarenakan dalam penerapannya konsep ini harus
mengharmonisasikan tiga pilar berkelanjutan yaitu sosial, ekonomi, dan ekologi.
Oleh karena itu, definisi eco-settlements harus mengarah pada pembangunan
berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan kapasitas sistem dalam
mempertahankan keberlanjutan dari sistem tersebut (Moldan dan Dahl, 2007).
Selain itu, pembangunan berkelanjutan juga dapat didefinisikan sebagai
pembangunan manusia, sistem sosial, dan sistem ekonomi untuk mempertahankan
keberlanjutannya melalui harmonisasi dengan sistem biofisik. Komponen dalam
pembangunan berkelanjutan dikenal dengan tiga pilar keberlanjutan yang
mencakup aspek sosial, ekonomi, dan ekologis, Dalam pengembangannya UN
Commission on Sustainable Development (CSD) mencantumkan aspek
insitusi/kelembagaan sebagai pilar yang keempat.
Insitusi/lembaga dipandang sebagai bagian yang dapat memfasilitasi
dalam melakukan program dan kegiatan. Berdasarkan hal tersebut diperoleh
definisi eco-settlements adalah suatu konsep penataan permukiman dengan
mengharmonisasikan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi menuju keberlanjutan
ekosistem dengan didukung oleh sistem kelembagaan yang kapabel.

C Kriteria
Dalam menerapkan konsep eco-settlements harus diketahui terlebih dahulu
kriteria/ karakteristik dari eco-settlements itu sendiri. Identifikasi kriteria eco-
settlements dapat diperoleh dari karakteristik sustainable building, sustainable
technologies, eco-town, dan eco-city yang telah dikembangkan di beberapa negara
dan kota (e.g., Turkey, Leeds, dan London)
Dari kriteria yang telah teridentifikasi, maka dapat dijadikan sebagai dasar
dalam penentuan indikator dan parameter dari Eco- settlements. Konsep Eco-
settlement dalam Undang-Undang Perkim Kriteria eco-settlements menurut
Puslitbangkim Kementrian Pekerjaan Umum meliputi empat aspek yaitu ekologi,
sosial, ekonomi dan kelembagaan. Harmonisasi dari keempat aspek itu diharapkan
dapat mewujudkan kelestarian lingkungan menuju keberlanjutan ekosistem yang
didukung oleh sistem kelembagaan yang kapabel. Jika dikaitkan dengan Undang-
Undang Perkim, berbagai kriteria tersebut telah diakomodir dalam berbagai pasal
yang tertuang dalam UU Perkim. Pembangunan berkelanjutan dalam
penyelenggaraan perumahan dan permukiman dilaksanakan dengan pencapaian
tujuan pembangunan lingkungan, pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi.

1. Aspek Ekologi
Dalam aspek ekologi, kriteria yang terkait langsung dengan UU Perkim
adalah kualitas udara, kualitas air, rumah sehat, guna lahan dan teknologi
berwawasan lingkungan. UU Perkim sarat akan muatan ekologis. Perumahan dan
kawasan permukiman diselenggarakan agar masyarakat mampu bertempat tinggal
serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat,
aman, harmonis, dan berkelanjutan serta mampu menjamin kelestarian lingkungan
hidup. Tempat tinggal yang layak dan rumah sehat yang menjamin lingkungan yang
sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan
rencana tata ruang merupakan salah satu ketentuan terkait permukiman yang
dinyatakan UU Perkim ini. Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman
pun hendaknya memanfaatkan teknologi dan rancang bangun yang ramah
lingkungan serta memanfaatkan industri bahan bangunan yang mengutamakan
sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan. Kualitas
udara dan kualitas air tidak disinggung langsung dalam UU Perkim ini, hanya
disinggung secara umum yaitu kualitas lingkungan. Dengan demikian, peraturan
lanjutannya yang akan dibuat (misal peraturan pemerintah dan peraturan daerah)
harus menyinggung secara spesifik tentang pentingnya menjaga kualitas udara,
serta kualitas dan kuantitas air.

2. Aspek Sosial
Aspek sosial meliputi kapasitas masyarakat (pendidikan, partisipasi, dan
kebiasaan) dan juga pemberdayaan masyarakat. UU Perkim mengamanatkan bahwa
masyarakatlah yang ditempatkan sebagai pelaku utama dengan strategi
pemberdayaan karena hakekatnya keberadaan rumah akan sangat menentukan
kualitas masyarakat dan lingkungannya di masa depan, serta prinsip pemenuhan
kebutuhan akan perumahan adalah merupakan tanggung jawab masyarakat sendiri.

3. Aspek Ekonomi
Salah satu hal yang menjadi bahan pertimbangan ditetapkannya UU Perkim
ini adalah bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan
kebutuhan dasar manusia. Selain itu perumahan dan kawasan permukiman
diselenggarakan dengan berasaskan kesejahteraan, keadilan dan pemerataan, serta
keterjangkauan dan kemudahan. Dengan demikian kriteria aspek ekonomi yang
meliputi peningkatan kesejahteraan dan aksesibilitas sudah terwakili dalam UU
Perkim ini.

4. Kelembagaan
Kapasitas institusi, kerja sama antar institusi dan dukungan kebijakan
merupakan kriteria penting dalam aspek kelembagaan. UU Perkim merupakan
penegasan politik hukum nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Dalam hal institusi UU Perkim telah mengatur tugas dan wewenang dari
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota) dalam pelaksanaan UU ini.
Pemerintah bertugas melaksanakan pembinaan dalam hal penyelenggaraan
rumah dan perumahan. Pemerintah dapat mendirikan suatu lembaga atau badan
yang bertanggung jawab: a. membangun rumah umum, rumah khusus, dan rumah
negara; b. menyediakan tanah bagi perumahan; dan c. melakukan koordinasi dalam
proses perizinan dan pemastian kelayakan hunian.

D Penerapan Konsep
Dikarenakan akan dilakukan penerapan skala penuh, maka penerapan konsep
menjadi salah satu bagian yang penting untuk dikaji dalam studi literatur. Dalam
penerapan konsep Eco-settlements, selain memperhatikan berbagai kriteria yang
telah ditentukan, juga dapat studi komparatif dari penataan dengan konsep
permakultur, yang disusun oleh yayasan IDEP – Bali. Permakultur yaitu
mengharmonisasikan antara alam dan manusia dengan cara berkelanjutan.
Permakultur dapat digunakan baik di desa maupun di kota. Permakultur
menggunakan praktik-praktik pengelolaan alam tradisional yang diintegrasikan
dengan teknologi modern tepat guna.
Prinsip permakultur meliputi (IDEP):
1) Rumah-rumah yang dirancang untuk kesehatan, dengan pemanfaatan energi
sedikit mungkin dan serta dibangun dengan bahan-bahan berkelanjutan;
2) Semua air limbah dibersihkan di lokasi. Air limbah dan sampah digunakan
kembali/didaur ulang atau dikelola dengan cara yang bertanggungjawab.
3) Pohon-pohon menyediakan naungan, buah-buahan, kacang- kacangan dan
menahan angin;
4) Penggunaan teknologi tepat guna, seperti sumber listrik alami. Hal ini sejalan
dengan teknologi Biogas yang telah dihasilkan oleh LIPI yang memanfaatkan
limbah ternak (3 ekor) atau limbah manusia atau sampah organik untuk
menghasilkan listrik 700 watt yang dapat dimanfaatkan selama 7-8 jam pada
pemakaian setiap hari (Sudrajat, 2007);
5) Kebun dapur, kompos, pembibitan, peternakan kecil, akuakultur terintegrasi
dan saling berdekatan;
6) Tindakan tepat untuk mengurangi risiko bencana dilakukan untuk membantu
melindungi desa;
E Peluang Implementasi Konsep Eco-settlements di Indonesia
Uraian di atas mengaksentuasikan, selain dukungan permerintah dalam hal
regulasi, dana, bantuan teknis juga perlu penyiapan komponen-komponen lain
berupa:
1) Fisik (lahan, vegetasi, limbah rumah tangga, air, suhu, dsb),
2) Sosial (pendidikan, kesadaran, pengetahuan, keterampilan, penguasaan
teknologi, partisipasi dan solidaritas masyarakat, dsb),
3) Ekonomi (lapangan pekerjaan, usaha, dan manfaat ekonomi lainnya), dan
4) Teknologi (pengolahan limbah, pemeliharaan vegetasi, pemanfaatan hasil
vegetasi, bioenergi, dsb).
Jumlah dan jenis vegetasi sangat menentukan kualitas ekosistem
permukiman karena berfungsi sebagai produsen oksigen dan mengurangi emisi
karbondioksida (CO2) melalui proses fotosintesa. Manfaat lain yaitu sebagai
peredam suara, penyejuk udara, pencegah erosi, meningkatkan daya resap tanah,
estetika, sumber obat-obatan alami dan gizi berupa karbohidrat, vitamin, mineral
dan protein.
Pengolahan limbah rumah tangga (RT) seperti limbah organik dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk organik, bahan biopori, bahan hidroponik, dan sumber
bioenergi. Hal ini akan memberikan nilai lebih (surplus value) dan secara perlahan
akan mengubah persepsi masyarakat tentang limbah khususnya limbah organik.
Partisipasi masyarakat dalam memelihara permukimannya sangat ditentukan
oleh tingkat sumberdaya manusia (human resource) meliputi kesadaran,
pengetahuan, keterampilan dan penguasaan teknologi. Selain itu, solidaritas sosial
sebagai perilaku kolektif masyarakat menentukan optimalisasi pencapaian
pelestarian ekosistem permukiman sehingga metode investasi sumberdaya manusia
dan pendekatan partisipasif secara berkesinambungan sangat penting artinya.
Permukiman yang sehat bertumpu dari suasana harmonis antara kondisi
ekosistem dan fisik permukiman. konsep eco-settlement yang mengharmonisasikan
tiga pilar berkelanjutan yaitu sosial, ekonomi, dan ekologi baik untuk
dikembangkan dalam mewujudkan permukiman yang berwawasan lingkungan.
Peran pemerintah selain dalam hal regulasi, dana, bantuan teknis juga perlu
penyiapan komponen-komponen berupa komponen fisik, sosial, dan ekonomi.
Terkait dengan UU Perkim, beberapa kriteria eco-settlement telah
terakomodir dalam Undang-undang tersebut, namun beberapa hal seperti kriteria
rumah sehat dan berwawasan lingkungan, proses pendidikan kepada masyarakat,
partisipasi masyarakat dan penguatan kelembagaan perlu diatur dalam peraturan
lain yang menyertainya. Partisipasi masyarakat dalam memelihara permukimannya
sangat ditentukan oleh tingkat sumberdaya manusia (human resource) meliputi
kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan penguasaan teknologi. Selain itu,
solidaritas sosial sebaga perilaku kolektif masyarakat menentukan optimalisasi
pencapaian pelestarian ekosistem permukiman sehingga metode investasi
sumberdaya manusia dan pendekatan partisipasif secara berkesinambungan sangat
penting artinya bagi terwujudnya perumahan dan permukiman yang berwawasan
lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Glen Paoletto, 2003. Kota dan Lingkungan Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan
Ekologi. Jakarta:LP3ES.

Hadi, Sudharto, 2005. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Yogyakarta,


Gajah Mada University Press. Inoguchi, Takashi, Edward Newman,

Karyono, T. H. (30 Juli 2015). PERMUKIMAN TROPIS BERKONSEP HIJAU


RAMAH LINGKUNGAN. Eco-settlement: Permukiman Tropis Berkonsep
Hijau Ramah Lingkungan.

Neolaka, Amos, 2008. Kesadaran Lingkungan, Jakarta: Rineka Cipta Soeriaatmadja,


R.E, 1997. Ilmu Lingkungan, Bandung: Penerbit ITB

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2006, Penerapan Eco-Settlements di


Hulu DAS Cimanuk, Bandung: Puslitbangkim. “Formulasi Atasi Masalah
Perumahan di Era Otonomi Daerah”, http://pro-ilham.
blogspot.com/2009/02/formulasi-atasi-masalah-perumahan-di.html, diakses
tanggal 3 Maret 2011.
Triyadi, Sugeng, Andi Harapan, 2008. Lingkungan Bangunan & Utilitasi. Bandung:
Penerbit ITB. Dokumen Naskah Akademik Undang-Undang No. 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
TOPIK 9
PENATAAN DAN PENGELOLAAN SARANA SANITASI PEMUKIMAN

F Latar Belakang
Penataan dan pengelolaan sarana sanitasi pemukiman adalah aspek penting
dalam menciptakan lingkungan hunian yang sehat, aman, dan layak untuk dihuni.
Sarana sanitasi meliputi sistem penyediaan air bersih, pengolahan limbah, serta
fasilitas toilet yang memadai. Menurut World Health Organization (WHO), lebih
dari 2 miliar orang di seluruh dunia masih tidak memiliki akses ke fasilitas sanitasi
dasar. Kondisi ini dapat menyebabkan penyebaran penyakit menular seperti diare,
kolera, atau infeksi saluran pernapasan akibat kurangnya kebersihan lingkungan.
Peningkatan penataan dan pengelolaan sarana sanitasi pemukiman
berkontribusi pada upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan nomor 6
yaitu "Akses Terhadap Air Bersih Dan Sanitasi". Dalam konteks ini, pemerintah
dan lembaga terkait bekerja sama untuk meningkatkan infrastruktur sanitasi serta
memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya praktek higiene yang
baik.

G Penataan Pemukiman

1. Tata Masa Dan Ruang Tapak (Kapling)

Secara umum terdapat beberapa pola bentuk tapak (site/kapling), dalam suatu
lingkungan perumahan, yaitu; bentuk persegi empat, bentuk trapesium dan bentuk
tidak beraturan. Lebar kapling minimal adalah 3 meter untuk bangunan maisonet,
dan 6 meter untuk bangunan tunggal. Untuk bangunan tunggal yang mempunyai
lebar kapling antara 3.00 – 6.00 meter, maka harus dibuat perencanaan khusus
agar modul ruang dalam bangunan dapat dimanfaatkan secara efisien.

Tipe rumah tunggal adalah rumah yang kepemilikannya satu orang dan
dibangun 1 lantai atau 2 lantai dalam satu luasan kapling, lebar kapling minimum,
6.00 m. Tipe rumah maisonet, adalah rumah tunggal yang dibangun 2 lantai atau
lebih dalam satu luasan kapling, lebar kapling minimum, 3.00 m dengan tujuan
melakukan efisiensi lahan.
Keterangan :
1. Kapling sudut satu jalur,
2. Kapling ngantong (sempit di bagian muka lebar di bagian
3. Kapling tengah,
4. belakang),
5. Kapling tusuk sate (bagian muka kavling tegak lurus jalan),
6. Kapling corong (bagian muka kavling lebih panjang dari pada bagian belakang
kavling),
7. Kapling sudut dua jalur,
8. Kapling tengah dua jalur,
9. Kapling tusuk sate dua jalur

Pola kapling standar bentuk persegi panjang dengan ukuran muka kapling 12
meter dengan peruntukan rumah tunggal, garis sempadan bangunan (GSB)
minimum 3 meter.

Pola kapling standar bentuk persegi panjang dengan ukuran muka kapling 9.00
meter dengan peruntukan rumah kopel, garis sempadan minimum bangunan
(GSB) 3.00 meter.

Pola kapling standar bentuk persegi panjang dengan ukuran muka kapling 6.00
meter dengan peruntukan rumah deret, garis sempadan minimum bangunan
(GSB) 3.00 meter.
Pada kawasan perkotaan, membangun rumah horisontal menghadapi kendala
keterbatasan lahan/tanah, karena semakin meningkatnya populasi penduduk di
perkotaan. Kondisi ini akhirnya mengakibatkan harga lahan/ tanah di perkotaan
menjadi sangat mahal.
Solusi membangun ke arah vertikal menjadi pilihan yang tepat untuk
memenuhi kebutuhan rumah masyarakat, sehingga persyaratan kenyamanan
dalam menghuni rumah dan lingkungan perumahan tetap dapat dipenuhi.
Beberapa model rumah yang dibangun vertikal diantaranya adalah Rumah Susun,
maisonet, town house, atau split level. Pada modul ini diperkenalkan model
maisonet atau town house, yaitu model rumah keluarga kecil sederhana, yang
dirancang vertikal 2 lantai, sangat cocok untuk diterapkan di perkotaan.
Pola bentuk kapling, menggunakan standar bentuk persegi panjang dengan
ukuran muka kapling 3.00 meter dengan total luas efektif 36 m 2 atau luas kotor 40
m2, garis sempadan bangunan (GSB) minimum 3.00 meter.
M
Parameter T
Perbandingan efektifitas antara(maisonet)
RSH tipe rumah di atas tanah (landed house) dengan
Jalan 12 m2 6 m2
Drainase 6 m1 tipe mlosonet.
3 m1
45 m2/55 m2 (35 m2 =
Lahan hijau 0 40%)
Riol lingkungan 6 m1 3 m1
Luas lahan 90 m2 45 m2
Building 40% 50% (40% = 55 m2)
coverage
Luas bangunan 36 m2 40 m2

2. Kapling Sudut

Penempatan bangunan rumah pada kapling sudut, tidak melebih batas GSB
pada kedua sisi jalan. Posisi riol lingkungan/kota harus lebih rendah dari saluran
drainase rumah. Bangunan pagar pada bagian sudut jalan harus dibuat lengkung
dengan radius minimal 1.20 meter. Pagar pada sisi jalan kedua sudut harus
transparan, agar tidak mengganggu pandangan kegiatan lalu lintas di kedua sisi
jalan.
3. Kapling Tusuk Sate

Pada lahan yang berada pada posisi tusuk sate atau berada tepat tegak lurus
poros jalan, sebaiknya penempatan bukaan dihindari berada pada sisi muka
bangunan, untuk mengurangi intensitas tinggi dari jalan raya yang berada di poros
jalan tersebut.
Umumnya poros jalan berpotensi mengalirkan udara yang relatif besar,
sehingga bukaan untuk ventilasi pada bangunan harus lebih kecil dari standar
yang ditentukan untuk bangunan pada tapak biasa.

4. Contoh Tata Lingkungan yang Ekologis

Tata lingkungan perumahan ekologis, merupakan tata lingkungan yang


senantiasa menjaga keseimbangan antara lahan/tanah tertutup bangunan, dengan
lahan/tanah untuk penghijauan (tata hijau) lingkungan, dan memperhatikan
kebersihan, serta efisien terhadap pemanfaatan lahan/tanah maupun terhadap
waktu pencapaian pada sistim sirkulasi di lingkungan tersebut
Keseimbangan tersebut bisa tercapai bila pemanfaatan ruang pada tapak
lingkungan perumahan memenuhi ketentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
kawasan perumahan yang diatur oleh Pemerintah Daerah. Bila ditentukan KDB
60%, maka area yang dapat dijadikan sebagai lahan untuk kavling-kavling rumah
hanya 60% dari total luas tapak perumahan.
Bila luas tapak 1 ha = 10.000 m 2, maka luas yang boleh digunakan untuk
kavling-kavling rumah adalah 6.000 m2. Sisa 40%, digunakan 25% untuk jalan
lingkungan dan 15 % untuk sarana (musolla, TK, ruang terbuka hijau, dsb.)
lingkungan perumahan sesuai standar pelayanan sarana minimal dari suatu
wilayah administrasi perumahan tingkat RT, RW, Kelurahan, Kecamatan.

5. Tata Bangunan

Tata bangunan meliputi tata letak massa dan ruang bangunan dalam
tapak/kapling tempat dimana bangunan itu berdiri. Aspek yang perlu
dipertimbangkan adalah terhadap fungsi bangunan, kesinambungan, dan
efektifitas antara pola sirkulasi di dalam dan di luar bangunan, serta tata letak
sistem kelengkapan bangunan.
Sistem kelengkapan bangunan dimaksud, terdiri dari: sistim penyediaan air
bersih/minum, sistim pembuangan & pengolahan limbah (dari dapur dan kamar
mandi), sistim pengaliran air hujan dan resapannya, sistim penerangan buatan dan
alami, sistim penangkal petir, sistim dan pengaturan udara (alami atau buatan).
Komponen-komponen bangunan harus terintegrasi antara satu dengan
lainnya, agar tercipta wadah/tempat yang nyaman bagi penghuni melakukan
aktifitas sesuai dinamika kehidupannya sehari-hari.

6. Tata Letak (Posisi bangunan)

Tata bangunan harus memperhatikan kondisi lingkungan setempat, yang


meliputi arah dan kecepatan angin, orientasi matahari, komposisi bangunan
disekitar kapling yang akan dibangun. Informasi tersebut digunakan sebagai acuan
dalam penataan bangunan dan kelengkapan bangunan sehingga dapat dipenuhi
persyaratan kesehatan pada bangunan dan lingkungannya.
Keterangan gambar:
1. Rumah tunggal,
2. Sumber air bersih,
3. tangki septik,
4. bidang resapan atau taman sanita,
5. bak sampah yang harus dibung ke TPS/TPA, didampingi komposter.
Rumah yang sehat berada dalam tatanan ruang kapling yang sesuai dengan
aturan standar Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Garis sempadan (GSB)
yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah pada ijin membangun bangunan
(IMB) yang dikeluarkan Pemerintah Daerah (Pemda).
Sebagai patokan, bila Pemerintah Daerah menentukan KDB 60%, maka luas
kavling yang boleh dibangunan hanya 60% dari luas kavling yang ada. Bila dalam
1 keluarga = 4 jiwa, dan kebutuhan 1 jiwa= 9 m2, maka kebutuhan luas rumah
adalah 4 x 9 m2= 36 m2, dan luas kavling yang dibutuhkan adalah: 100/60 x 36
m²= 60 m². Artinya tanah yang boleh tertutup bangunan rumah hanya: 60% x 60
m2 = 36 m2, dan tanah tidak boleh tertutup bangunan adalah 24 m2.

Bila ditentukan Garis sempadan bangunan (GSB) 3


m dari muka bangunan ke batas jalan lingkungan,
akan ada halaman depan seluas: 6m x 3m = 18 m2.
Ruang yang terbentuk antara GSB dan batas muka
kavling, dapat digunakan untuk menaruh tangki
septik, masuknya cahaya matahari, memungkinkan
terjadinya pengaliran udara silang, dan menanam
pohon-pohon peneduh untuk konsumsi udara segar.
7. Penataan Ruang Kegiatan Hunian
Rumah merupakan ruang/wadah tempat manusia atau kelompok terkecil
manusia (keluarga) melakukan aktivitas sesuai dinamika kehidupan pribadi
keluarganya. Rumah dikatakan rumah tumbuh, karena manusia dalam
melaksanakan kegiatan hidup dan kehidupannya melakukan trasformasi dari
kegiatan sosial, biologi, ekonomi ke dalam pengubahan bentuk fisik rmah.

Jadi rumah bukan merupakan produk akhir (end product), tapi merupakan
produk yang tumbuh sejalan dengan kegiatan manusia/penghuni di dalamnya dan
sesuai dinamika kehidupan yang dijalankannya. Aplikasi pemanfaatan luas ruang
rumah untuk mewadahi kegiatan keluarga yang paling pokok sekurang-kurangnya
seperti pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 1. Ruang paling pokok untuk keluarga, maks 4 jiwa

R.ber Ruang
Ruang Pribadi Luas Luas
sama pelayanan
Komposisi Rmh Kav
Keluarga R. Tidur (m )
2
R. Multi
Dpr MCK (m2) (m2)
fungsi
Pasutri Anak (m2) (m2)
(m2)
1. Kel. Muda1 9,6 - 11,4 3 3 27 90
2. Kel. Muda3 9,6 1(8,1) 18,3 3 3 42 90
3. Kel Dewasa2 9,6 2(8,1) 22,2 3 3 54 90

Luas Kavling maksimum 90 m2 digunakan untuk semua kondisi siklus, agar


dapat mewadahi pertumbuhan rumah hingga siklus kehidupan keluarga terakhir (4
jiwa dewasa).
Kebutuhan ruang rumah diperuntukkan mewadahi kegiatan suami istri
(pasutri), anak balita dan anak dewasa, sesuai siklus kehidupan keluarga hingga
menjadi pasutri kembali.
Ruang multifungsi: merupakan ruang yang digunakan untuk ruang terima
tamu, ruang keluarga, dan ruang makan. kebutuhan ruang bertambah sejalan
dengan tumbuhnya anak- anak menjadi dewasa.

a. Ruang tidur pasutri 9,6 m2, agar diperoleh ruang bersih 3 m x 3 m, yang
dapat dimanfaatkan secara optimal.

1.Tempat tidur : 1,80 m x 2,00 m


3
1 2.Meja rias : 0,40 m x 0,90 m
3.00
3.10

3.1 Lemari : 0,40 m x 0,90 m


4
2 4.Sholat : 0,60 m x 1,20 m
3.00
3.10

b. Ruang tidur pasutri & 1(satu) bayi


2
6
5 1. Tempat tidur pasutri 185 cm x 200 cm
2. Tempat tidur bayi 80 cm x 160 cm
4.00

4
3. 2 lemari @ 50 cm x 90 cm
4. 1 lemari malam 50 cm x 50 cm
1 3
5. 1 Meja kerja 60 cm x 120 cm
4.10

6. 1 kursi kerja
7. 1 meja rias 40 cm x 120 cm
8
9 8. 1 kursi
7 9. Sholat
3.40
3.50

c. Ruang tidur anak


 Ruang tidur 2 (dua) anak Balita

3 3

4 4 1. 2Tempat tidur anak 80 cm x 185 cm


2. 1 lemari @ 50 cm x 90 cm
3.00
3.10

1 1 3. 2 Meja belajar 60 cm x 70 cm
5
2 4. 2 kursi belajar
5. Sholat
3.00
3.10
 Ruang tidur 2 (dua) anak remaja/dewasa

Anak yang sudah dewasa sebaiknya memiliki kamar sendiri, apalagi bila 2
(dua) anak tersebut berbeda jenis kelamin. Dalam contoh gambar ini, adalah
ruang minimum untuk 1(satu) anak dewasa.

1 3
1. Tempat tidur anak dewasa 85 cm x 185 cm
4 2. 1 lemari @ 50 cm x 90 cm
3.00

5
3.10

6 3. 1 Meja belajar 60 cm x 120 cm


4. 1 kursi belajar
7
2 5. 1 meja rias 40 cm x 120 cm (pi)
6. 1 kursi meja rias
3.00 7. Sholat
3.10

d. Ruang dapur dan ruang MCK

Dalam kondisi rumah keluarga Pasutri usia tua, tetap dalam posisi luas rumah dan
luas kavling maksimum agar dimungkinkan menyediakan kamar untuk tamu,
khususnya untuk kunjungan anak.
H SARANA SANITASI PEMUKIMAN

1. Air Minum
Air adalah kebutuhan mutlak bagi manusia. Tanpa air orang tidak dapat
hidup dan dibutuhkan sekali untuk berbagai macam keperluan, seperti: minum,
mencuci, mandi, dan keperluan lainnya.
Ketentuan umum penyediaan air minum adalah sebagai berikut:
a. Tersedia jaringan air minum yang dapat melayani/tersambung dengan lokasi
perumahan (tapping dari pipa PAM/PDAM)
b. Bila tidak tersedia jaringan PAM/PDAM, maka dapat diberikan pada
sumber air minum, seperti pembuatan sumur bor.
c. Penyediaan sarana air minum komunal, meliputi jaringan distribusi, tangki
penampungan, rumah pompa, dll.
d. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari
e. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan atau air
minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Permenkes 416 tahun 1990 untuk air bersih dan Kepmenkes 492 tahun 2010
untuk air minum

2. Persampahan
Penanganan persampahan di lingkungan pemukiman mengikuti prinsip
dasar atau tata cara pengelolaan sampah pemukiman, yaitu:

a. Pewadahan: Kantong plastik bekas untuk setiap sumber sampah


b. Pengumpulan: Gerobak sampah untuk 1 m3 volume sampah/1000 penduduk
terlayani, Dump truck untuk 6 m3 volume sampah/10.000 penduduk, atau
Tranfer Depo untuk 100-250 m2/30.000 penduduk.
c. Pengangkutan: Dump truck dengan kapasitas angkut 6 m3/10.000
pendudukan
d. Pemindahan: Transfer Depo dengan kapasitas angkut 100-150 m2/30.000
terlayani dengan radius 400-600 m

3. Air Limbah
1. Kriteria teknis untuk pembuangan air limbah adalah:

2. Pembangunan prasarana air limbah komunal


3. Penempatan instalasi pembuangan air limbah dapat ditempatkan pada
lokasi ruang terbuka hijau atau pada badan jalan, dengan memperhatikan
kekuatan dan keamanan konstruksi
4. Penyediaan sarana air limbah system terpusat, meliputi air limbah dan
instalasi pembuangan air limbah.
5. Sarana dan prasarana pembangunan pembuangan air limbah harus
berorientasi pada kebutuhan masyarakat, kelestarian lingkungan, dan
kemudahan dalam pengoperasian.

4. Kepadatan Penghuni
Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah
dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan
kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m² per
orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia.
Untuk perumahan sederhana, minimum 8 m²/orang. Untuk kamar
tidur diperlukan minimum 2 orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2
orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun.
Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan
ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi
syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah
penghuni >10 m²/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat
kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah
penghuni <10 m²/orang.

5. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang tersedia harus dapat menampung jumlah anak
usia sekolah. Sarana pendidikan yang ada harus dengan fasilitas yang lengkap
sesuai dengan standar pendidikan dasar/menengah/tinggi. Bersih, mudah
dicapai, tidak bising, jauh dari sumber penyakit, sumber bau/sampah, atau
pencemaran lainnya. Sarana pendidikan untuk melayani jumlah penduduk
usia sekolah, minimal tersedia:

- 1 unit TK untuk setiap 1.000 penduduk


- 1 unit SD untuk setiap 6.000 penduduk
- 1 unit SLTP untuk setiap 25.000 penduduk
- 1 unit SMU untuk setiap 30.000 penduduk
- 1 unit Perguruan Tinggi untuk setiap 70.000 penduduk

6. Sarana Kesehatan
Sarana pelayanan kesehatan harus dapat melayani seluruh penduduk
yang ada di wilayah pemukiman. Lokasi sarana pelayanan kesehatan di
pusat lingkungan, bersih, mudah dicapai, tenang, jauh dari sumber penyaki,
sumber bau/sampah, dan atau pencemaran lainnya

Sarana pelayanan kesehatan yang tersedia minimal:


- 1 unit Balai Pengobatan untuk setiap 3.000 penduduk
- 1 unit BKIA/RS Bersalin untuk setiap 10.000-30.000 penduduk
- 1 unit Puskesmas untuk setiap 120.000 penduduk
- 1 unit Rumah Sakit untuk setiap 240.000 penduduk

7. Sarana Perniagaan
Sarana perniagaan sangat diperlukan oleh penduduk di pemukiman,
untuk pemenuhan kebutuhan primer maupun sekunder. Lokasi sarana
perniagaan ini harus mudah diakses. Ketersediaan akan sarana perniagaan,
minimal 1 (satu) pasar untuk setiap 30.000 jiwa

8. Sarana Pelayanan Umum


Sarana pelayanan umum di kawasan pemukiman, minimal tersedia:
- 1 unit kantor polisi/30.000 jiwa
- 1 unit Kantor Pos Pembantu untuk 30.000 penduduk dan 1 unit Kantor
Pos untuk 120.000 penduduk
- 1 unit Kantor Bank Cab. Pembantu untuk 30.000 penduduk
- 1 unit Lembaga Pemasyarakatan untuk 1.000.000–2.000.000 penduduk
- 1 Unit Kantor Telepon/Telegrap untuk 1.000.000-2.000.000 penduduk
- 1 unit Terminal Angkutan untuk 500.000-2.000.000 penduduk

9. Sarana Kesehatan
Sarana sosial dan budaya di kawasan pemukiman, minimal tersedia:
- 1 unit tempat ibadah, untuk setiap 1,2 m2/jama’ah)
- 1 unit perpustakaan lingkungan

10. Sarana Ruang Terbuka dan Olah Raga


Ketentuan sarana ruang terbuka di pemukiman adalah sebagai berikut:
- Taman lingkungan pemukiman untuk setiap 250 jiwa
- 0.3 m2/penduduk dari luas kawasan pemukiman (taman, olah raga,
bermain)
- 0.2 m2/penduduk dari luas kawasan pemukiman (pemakaman umum)
- Parkir lingkungan 3% dari luas kawasan pemukiman dengan jumlah 2500
orang

DAFTAR PUSTAKA

Kepmen Kimpraswil No. 403/KPTS/M/2002, tentang Pedoman Teknis Rumah


Sederhana Sehat

SNI 03-1733-2004, tentang Tata Cara perencanaan lingkungan perumahan di


perkotaan. Petunjuk Pelaksanaan Rumah Sehat, Direktorat Perumahan, Ditjen
Cipta Karya

Rumah Sederhana Sehat Tahan Gempa, Griya Kreasi, 2007, Sabaruddin.


TOPIK 10
PENGAMATAN FASILITAS LINGKUNGAN DAN PRASARANA
LINGKUNGAN PEMUKIMAN

Pendahuluan

Pengamanan fasilitas lingkungan dan prasarana merujuk pada upaya yang dilakukan
untuk melindungi dan menjaga keamanan tempat-tempat atau infrastruktur penting
dalam suatu lingkungan. Tujuan utama dari pengamanan ini adalah untuk mencegah
kerusakan, pencurian, akses yang tidak sah, atau tindakan kriminal lainnya yang dapat
membahayakan fasilitas dan infrastruktur tersebut, serta orang-orang yang
menggunakan atau bekerja di dalamnya.

Persyaratan Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman

Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah kondisi fisik, kimia, dan
biologik di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan, sehingga memu
ngkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan kesehatan
perumahan dan lingkungan pemukinan adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib
dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di
perumahan dan/atau masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan.
Persyaratan kesehatan perumahan yang meliputi persyaratan lingkungan perumahan dan
pemukiman serta persyaratan rumah itu sendiri, sangat diperlukan karena pembangunan
perumahan berpengaruh sangat bes ar terhadap peningkatan derajat kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat (Sanropie, 1992).

Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut Keputusan


Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter
sebagai berikut :

1. Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran
lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya;
b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau
bekas tambang;
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti
jalur pendaratan penerbangan.
2. Kualitas udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas
beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berik ut :
a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;
b. Debu dengan diameter kurang dari 10g maksimum 150g/m3;
c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm ;
d. Debu maksimum 350 mm 3/m2 per hari.
3. Kebisingan dan getaran
a. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A;
b. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik.
4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
a. Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg
b. Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg
c. Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg
d. Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg
5. Prasarana dan sarana lingkungan
a. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan
konstruksi yang aman dari kecelakaan;
b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor
penyakit;
c. Memiliki sarana jalan lingkunga n dengan ketentuan konstruksi jalan tidak
mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki
dan penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu
penerangan jalan tidak menyilaukan mata ;
d. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi
persyaratan kesehatan;
e. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi
persyaratan kesehatan;
f. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan;
g. Memiliki akses terhada p sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja,
tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya;
h. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya;
i. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi
makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
6. Vektor penyakit
a. Indeks lalat harus memenuhi syarat;
b. Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
7. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan
juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam.
Adapun ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes
No. 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :
1. Bahan bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, an tara lain : debu total kurang dari 150 g/m2,
asbestos kurang dari 0,5 serat/m 3
per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari
300 mg/kg bahan;
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penataan ruangan
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap
air dan mudah dibersihkan;
c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan;
d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;
e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya;
f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan
tidak m enyilaukan mata.
4. Kualitas udara

a. Suhu udara nyaman antara 18 – 30 oC;


b. Kelembaban udara 40 – 70 %;
c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam ;
d. Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni;
e. Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam;
f. Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m 3.
5. Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
6. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
7. Penyediaan air
a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/
orang/hari;
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun
2002.
8. Sarana penyimpanan makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman .
9. Pembuangan Limbah
a. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;
b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau,
tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.
10. Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 m 2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang
tidur.

Persyaratan tersebut diatas berlaku juga terhadap kondominium, rumah


susun (rusun), rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan) pada zona pemukiman.
Pelaksanaan ketentuan mengenai persyaratan kesehatan perumahan dan
lingkungan pemukiman menjadi tanggung jawab pengembang atau
penyelenggara pembangunan perumahan, dan pemilik atau penghuni rumah
tinggal untuk rumah.
Penyelenggara pembangunan perumahan (pengembang) yang tidak
memenuhi ketentuan tentang persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan
pemukiman dapat dikenai sanksi pidana dan/atau sanksi administrasi sesuai
dengan UU No. 4 /1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, dan UU No. 23
/1992 tentang Kesehatan, serta peraturan pelaksanaan.

Bagi pemilik rumah yang belum memenuhi ketentuan tersebut diatas tidak
dapat dikenai sanksi, tetapi dibina agar segera dapat memenuhi persyaratan
kesehatan rumah.

DAFTAR PUSTAKA
Aditama,TY. (1992). Polusi Udara dan Kesehatan . Jakarta : Arcan. Azwar, A. (1996).
Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan . Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Anonim. (1997). Rumah dan Lingkungan Pemukiman Sehat . Jakarta : Ditjen Cipta
Karya Departemen Pekerjaan Umum R.I.
Ditjen PPM dan PL (2002) Pedoman Teknis Penilaian Rumah sehat. Jakarta :
Departemen Kesehatan R.I.
Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.
TOPIK 11
STUDI KELAYAKAN DAN PENATAAN RUMAH DAN PEMUKIMAN SEHAT

Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah kondisi fisik, kimia, dan
biologi di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan, sehingga memungkinkan
penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan kesehatan
perumahan dan lingkungan pemukiman adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib
dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di
perumahan serta masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan.

Persyaratan Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman menurut


Kepmenkes No 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah :

1. Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran
lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya
b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau
bekas tambang
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti
jalur pendaratan penerbangan.
2. Kualitas udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas
beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut
a. Gas H2 S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi
b. Debu dengan diameter kurang dari 10 mg maksimum 150 g/m3
c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm d. Debu maksimum 350 mm3 /m2 per hari.
3. Kebisingan dan getaran
a. Kebisingan dianjurkan 45 dBA, maksimum 55 dBA
b. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik.
4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
a. Kandungan timah hitam (Pb maksimum 300 mg/kg)
b. Kandungan arsenik (As total maksimum 100 mg/kg
c. Kandungan cadmium (Cd maksimum 20 mg/kg)
d. Kandungan Benzo (apyrene maksimum 1 mg/kg)
5. Prasarana dan sarana lingkungan
a. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan
konstruksi yang aman dari kecelakaan
b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor
penyakit
c. Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak
mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki
dan penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu
penerangan jalan tidak menyilaukan mata
d. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi
persyaratan kesehatan;
e. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi
persyaratan kesehatan f. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus
memenuhi syarat kesehatan
f. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat
kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian
g. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya
h. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi
makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
6. Vektor penyakit
Indeks lalat harus memenuhi syarat b. Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
7. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan
juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam (Kementerian
Kesehatan RI, 1999).

Ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No.


829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 1999)

1. Bahan bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain: debu total kurang dari 150 g/m2 ,
asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, plumbum (Pb kurang dari 300
mg/kg bahan).
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penataan ruangan
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air
dan mudah dibersihkan
c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir
e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya
f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
3. Pencahayaan
a. Pencahayaan Alami
Cahaya matahari berguna untuk penerangan dan juga dapat mengurangi
kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh kuman penyakit tertentu
seperti TBC, influenza, penyakit mata dan lain-lain. Kebutuhan standar
minimum cahaya alam yang memenuhi syarat kesehatan untuk berbagai
keperluan menurut WHO di mana salah satunya adalah untuk kamar keluarga
dan tidur dalam rumah adalah 60 – 120 Lux. Guna memperoleh jumlah cahaya
matahari pada pagi hari secara optimal sebaiknya jendela kamar tidur
menghadap ke timur dan luas jendela yang baik minimal mempunyai luas 10-
20% dari luas lantai.

b. Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan yang baik dan memenuhi standar


dapat dipengaruhi oleh:
1) Cara pemasangan sumber cahaya pada dinding atau langitlangit
2) Konstruksi sumber cahaya dalam ornamen yang dipergunakan
3) Luas dan bentuk ruangan
4) Penyebaran sinar dari sumber cahaya

4. Kualitas udara
Sumber pencemar udara ruangan terbagi menjadi 5 sumber, yaitu (World Health
Organization (WHO), 2010) :

a. Pencemaran akibat kegiatan penghuni dalam gedung, seperti asap, rokok,


pestisida, bahan pembersih ruangan
b. Pencemaran dari luar gedung meliputi masuknya gas buang kendaraan
bermotor, cerobong asap dapur karena penempatan lokasi lubang ventilasi
tidak tepat
c. Pencemaran dari bahan lainnya
d. Pencemaran mikroba seperti bakteri, jamur, virus, protozoa

5. Ventilasi
Ventilasi yang baik dalam ruangan harus mempunyai syarat lainnya, diantaranya:
a. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan. Sedangkan
luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup minimum 5%.
Ukuran luas ini diatur sedemikian rupa sehingga udara yang masuk tidak
terlalu deras dan tidak terlalu sedikit
b. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap dari sampah
atau dari pabrik, dari knalpot kendaraan, debu dan lain-lain
c. Aliran udara diusahakan ventilasi silang dengan menempatkan lubang hawa
berhadapan antara 2 dinding ruangan.
6. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
7. Penyediaan air
a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60
liter/orang/hari.
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum (Kementerian Kesehatan RI, 1990): (Kemenkes, 2002)
8. Sarana penyimpanan makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.
9. Pembuangan Limbah
a. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah
b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak
mencemari permukaan tanah dan air tanah.

10. Kepadatan hunian


Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang tidur.
Pelaksanaan ketentuan mengenai persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan
pemukiman menjadi tanggung jawab pengembang atau penyelenggara
pembangunan perumahan, dan pemilik atau penghuni rumah tinggal untuk rumah.
Penyelenggara pembangunan perumahan yang tidak memenuhi ketentuan tentang
persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman dapat dikenai sanksi
pidana dan /atau sanksi administrasi sesuai dengan UU No. 4 /1992 tentang
Perumahan dan Pemukiman, dan UU No. 23 /1992 tentang Kesehatan, serta
peraturan pelaksanaannya.

Dilihat dari aspek sarana sanitasi, maka beberapa sarana lingkungan yang berkaitan
dengan perumahan sehat adalah sebagai berikut :

1. Sarana Air Bersih


Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Di Indonesia
standar untuk air bersih diatur dalam Permenkes RI No. 01/Birhubmas/1/1975
(Chandra, 2009).
Dikatakan air bersih jika memenuhi 3 syarat utama, antara lain :
a. Syarat fisik
Air tidak berwarna, tidak berbau, jernih dengan suhu di bawah suhu udara
sehingga menimbulkan rasa nyaman.
b. syarat kimia
Air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat kimia, terutama yang
berbahaya bagi kesehatan.
c. Syarat bakteriologis
Air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme. Misal sebagai petunjuk
bahwa air telah dicemari oleh faces manusia adalah adanya E. coli karena
bakteri ini selalu terdapat dalam faces manusia baik yang sakit, maupun orang
sehat serta relatif lebih sukar dimatikan dengan pemanasan air.
Air bersih adalah air yang secara fisik tidak berwarna, tidak berbau, terasa tawar,
segar, dan relatif jernih, secara kimiawi: tidak mengandung zat yang
membahayakan/ dapat merusak benda, secara bakteorologi; tidak mengandung
bakteri yang menganggu kesehatan.
2. Jamban (sarana pembuangan kotoran)
Pembuangan kotoran yaitu suatu pembuangan yang digunakan oleh keluarga atau
sejumlah keluarga untuk buang air besar. Cara pembuangan tinja, prinsipnya yaitu :
a. Kotoran manusia tidak mencemari permukaan tanah.
b. Kotoran manusia tidak mencemari air permukaan / air tanah.
c. Kotoran manusia tidak dijamah lalat.
d. Jamban tidak menimbulkan bau yang mengganggu.
e. Konstruksi jamban tidak menimbulkan kecelakaan.

Ada 4 cara pembuangan tinja (Azwar, 1996), yaitu :

a. Pembuangan tinja di atas tanah


Pada cara ini tinja dibuang begitu saja diatas permukaan tanah, halaman rumah,
di kebun, di tepi sungai dan sebagainya. Cara demikian tentunya sama sekali
tidak dianjurkan, karena dapat mengganggu kesehatan.
a. Kakus lubang gali (pit privy)
Dengan cara ini tinja dikumpulkan kedalam lubang dibawah tanah, umumnya
langsung terletak dibawah tempat jongkok. Fungsi dari lubang adalah
mengisolasi tinja sehingga tidak memungkinkan penyebaran bakteri. Kakus
semacam ini hanya baik digunakan ditempat dimana air tanah letaknya dalam.
b. Kakus Air (Aqua pravy)
Cara ini hampir mirip dengan kakus lubang gali, hanya lubang kakus dibuat
dari tangki yang kedap air yang berisi air, terletak langsung dibawah tempat
jongkok. Cara kerjanya merupakan peralihan antara lubang kakus dengan
septic tank. Fungsi dari tank adalah untuk menerima, menyimpan,
mencernakan tinja serta melindunginya dari lalat dan serangga lainnya.
d. Septic Tank
Septic Tank merupakan cara yang paling dianjurkan. Terdiri dari tank
sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air masuk dan mengalami proses
dekomposisi yaitu proses perubahan menjadi bentuk yang lebih sederhana
(penguraian).

3. Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan
tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan atau zat yang
membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan
(Chandra, 2007).

Menurut Azwar (1996) air limbah dipengaruhi oleh tingkat kehidupan masyarakat,
dapat dikatakan makin tinggi tingkat kehidupan masyarakat, makin kompleks pula
sumber serta macam air limbah yang ditemui. Air limbah adalah air tidak bersih
mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia ataupun
hewan, dan lazimnya karena hasil perbuatan manusia.

4. Sampah
Sampah adalah semua produk sisa dalam bentuk padat, sebagai akibat aktifitas
manusia, yang dianggap sudah tidak bermanfaat. Entjang (2000) berpendapat agar
sampah tidak membahayakan kesehatan manusia, maka perlu pengaturan
pembuangannya, seperti tempat sampah yaitu tempat penyimpanan sementara
sebelum sampah tersebut dikumpulkan untuk dibuang (dimusnahkan).
Syarat tempat sampah adalah :
1. Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat sehingga tidak mudah bocor,
kedap air.
2. Harus ditutup rapat sehinga tidak menarik serangga atau binatang- binatang
lainnya seperti tikus, kucing dan sebagainya.

Menurut Munif Arifin (2009), kriteria rumah sehat didasarkan pada pedoman teknis
penilaian rumah sehat Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Depkes RI tahun 2007. Pedoman teknis ini disusun berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan
Kesehatan Perumahan. Sedangkan pembobotan terhadap kelompok komponen rumah,
kelompok sarana sanitasi, dan kelompok perilaku didasarkan pada teori Blum, yang
diinterpetasikan terhadap Lingkungan (45%), Perilaku (35%), Pelayanan Kesehatan
(15%), Keturunan (5%).
TOPIK 12
UPAYA PENYEHATAN RUMAH DAN PEMUKIMAN SECARA TEKNIS
TOPIK 13
UPAYA PENYEHATAN RUMAH DAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN DARI
ASPEK SOSIAL BUDAYA, EKONOMI, POLITIK

Upaya-upaya penyehatan rumah dan lingkungan pemukiman dilaksanakan melalui :

1. Penyuluhan baik oleh Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui proyek-
proyek Pusat Informasi Teknik Bangunan
2. Melengkapi permukiman-permukiman dengan fasilitas-fasilitas yang dapat
meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan dan masyarakat sehingga dapat
hidup layak

Fasiltas-fasilitas tersebut antara lain :

1. Fasilitas Pendidikan
a. Sekolah Taman Kanak-kanak.
Adalah fasilitas pendidikan yang paling dasar yang diperuntukkan untuk anak-
anak usia 5-6 tahun.
- Terdiri dari dua ruang kelas masing-masing dapat menampung 35-40 murid
perkelas dan dilengkapi dengan ruang-ruang lain
- Pencapaian maksimum adalah 500 m.
b. Sekolah Dasar (SD).
Adalah fasilitas pendidikan yang dipergunakan untuk anak anak usia 6 - 12
tahun.
- Terdiri Dari 6 ruang kelas yang masing-masing dapat menampung 40 murid
dan dilengkapi dengan ruang-ruang lain.
- Pencapaian maksimum adalah 1.000 m.
c. Sekolah Menengah Pertama/Sekolah Lanjutan Pertama.
Adalah fasilitas pendidikan yang diperuntukkan untuk menampung lulusan SD
Terdiri dari 6 ruang kelas yang masing-masing dapat menampung 30 murid dan
digunakan pagi dan sore
d. Sekolah Menengah Atas/Sekolah Lanjutan Atas.
Terdiri dan 6 kelas yang masing-masing dapat menampung 30 murid dan
digunakan pagi dan sore.
3. fasilitas Kesehatan
a. Puskesmas.
Puskesmas ini membawahi 5 Puskesmas Pembantu Pencapaian maksimum
adatah 3.000 m.
b. Tempat Praktek Dokter.
c. Tempat Praktek Dokter ini dapat bersatu dengan rumah tinggal tetapi dapat
juga terpisah (tersendiri) Pencapaian maksimum adatah 1.500 m.
d. Rumah Bersalin.
Pencapaian maksimum adalah 2.000 m
e. Apotik
Pencapaian maksimum adalah 1.500 m
4. Fasilitas Perbelanjaan dan Niaga.
a. Warung
Pencapaian maksimum adalah 300 m.
b. Pertokoan
Pencapaian maksimum adalah 500 m.
c. Pusat Perbelanjaan Lingkungan
d. Pusat Perbelanjaan dan Niaga Kecamatan
5. Fasilitas Peribadatan.
Fasilitas ini untuk setiap daerah harus disesuaikan dengan agama yang dianut oleh
masyarakat di tempat tersebut. Bila penduduknya 80% beragama islam maka dapat
digunakan angka-angka tersebut di bawah ini :
a. Kelompok 500 keluarga (2 500 penduduk)
- Langgar
b. Kelompok 6.000 keluarga (30.000 penduduk)
- Mesjid
- Tempat ibadah lain
6. Fasilitas Rekreasi dan Kebudayaan
a. Kelompok 6.000 keluarga
Gedung serba guna
b. Kelompok 24.000 keluarga
Gelanggang Remaja
7. Fasilitas OlahRaga dan Lapangan Terbuka
a. Kelompok 50 keluarga
Taman/ Tempat bermain
b. Kelompok 500 keluarga
Taman dan tempat bermain
c. Kelompok 6.000 keluarga
Kesatuan antara taman, tempat bermain dan lapangan olahraga Lokasinya
mengelompok dengan sekolah
d. Kelompok 24000 keluarga
Kesatuan antara taman, tempat bermain dan lapangan olahraga Lokasinya
mengelompok dengan sekolah

8. Fasilitas Pemerintah dan Pelayanan Umum


Dasar pendekatan untuk menyediakan fasilitas ini adalah untuk melayani setiap unit
administrasi pemerintah baik yang formil (Rukun Tetangga kelompok 50 keluarga,
Rukun Warga kelompok 500 keluarga. dengan asumsi 5 orang per keluarga)
maupun yang formil (kelurahan/lingkungan, kecamatan) dan bukan didasarkan
pada jumlah penduduk yang mampu mendukung fasilitas tersebut
a. Kelompok 500 keluarga (tingkat RW)
- Pos Hansip dan Balai Pertemuan
- Parkir Umum dan Kakus Umum
b. Kelompok 6.000 keluarga (tingkat kelurahan)
- Kantor kelurahan.
- Pos Polisi
- Kantor Pos Pembantu
- Pos Pemadam Kebakaran.
- Parkir Umum dan Kakus Umum

Anda mungkin juga menyukai