Anda di halaman 1dari 3

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS Untuk Penataan Ruang

Oleh: Drs Imam Hendargo Abu Ismoyo, MA Deputi Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, keberlanjutan, dan keadilan. Selanjutnya pengelolaan lingkungan hidup harus dapat memberikan manfaat secara ekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah. Amanat KLHS dalam Peraturan Perundangan Dalam UU 32/2009, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/program. Dalam PP no. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (pasal 25, 27, 33, 35), disebutkan jika prosedur penetapan RTRW nasional, propinsi, kabupaten, kota, dilakukan melalui KLHS. Selain itu ada pula peraturan lain terkait pembangunan hutan yang diatur dalam PP, antara lain PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, dan PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Peruntukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan. Peran Tata Ruang bagi Lingkungan Hidup Penataan ruang harus mengatur ruang sesuai fungsinya (kawasan yang rentan/rawan lingkungan, memiliki fungsi lingkungan yang tinggi, kaya keanekaragaman hayati, diperuntukan menjadi fungsi lindung). Daya dukung dan daya tampung harus menjadi pertimbangan dalam perencanaan pemanfaatan ruang. Perlu ada keterpaduan antar sektor dan daerah yang meminimalisasi risiko atau dampak lingkungan dan mempertimbangkan dampak perubahan iklim. Ketentuan KLHS untuk Tata Ruang diatur di dalam UU 32/2009 Pasal 19 pasal 1, yaitu menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat. Sementara setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan pasal 2 tentang Perencanaan Tata Ruang Wilayah, sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Urgensi KLHS Degradasi lingkungan hidup bersifat kausalitas, lintas wilayah dan antar sektor. Ini artinya diperlukan instrumen pengelolaan lingkungan hidup lintas wilayah, antar sektor, dan antar lembaga. Sumber masalah degradasi lingkungan hidup berawal dari proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, upaya penanggulangan degradasi lingkungan hidup harus dimulai dari proses pengambilan keputusan pula. KLHS adalah instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang diimplementasikan pada proses pengambilan keputusan perencanaan pembangunan. KLHS merupakan upaya integrasi aspek lingkungan hidup yang telah berjalan selama ini adalah berada pada tataran kegiatan proyek (melalui AMDAL). Akan tetapi amdal memiliki keterbatasan untuk menjangkau masalah lingkungan yang berada di luar skala proyek. Berbagai pengalaman yang ada menunjukan bahwa banyak kebijakan justru berpotensi menimbulkan implikasi tehadap lingkungan hidup. Di beberapa negara, instrumen KLHS atau Strategic Environmental Assessment sudah banyak digunakan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Dampak negatif lingkungan pada tingkat proyek diharapkan dapat lebih efektif diatasi atau dicegah, karena hasil KLHS akan nmemberikan arahan implementasi. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, dan Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan. Lebih lanjut, KRP berpotensi menimbulkan dampak kumulatif berupa: (1) Meningkatkan risiko perubahan iklim, (2) Mempercepat kerusakan Kehati, (3) Meningkatkan intensitas banjir dan atau longsor, (4) Menurunkan kualitas air dan udara, (5) Mendorong konversi lahan, dan (6) Meningkatkan jumlah orang miskin. Prinsip Dasar yang Dibangun KLHS Terdapat tiga prinsip dasar dalam penyusunan KLHS. Prinsip yang pertama adalah keterikatan, yaitu keterikatan antar lembaga. Misalnya antar lembaga pemerintah, antara pemerintah dengan masyarakat, dan antar lembaga masyarakat. Sektor Kegiatan dari prinsip keterikatan ini dilakukan antara hulu dengan hilir, antara skala besar dengan kecil atau menengah, antara sektor formal dengan informal. Sementara prinsip yang ke dua adalah keseimbangan, yang mterjadi di antara produksi dengan kelestarian, antara fungsi ekonomi dengan sosial, dan antara Kepentingan Individu dengan bersama. Lalu prinsip yang terakhir adalah keadilan. Yang dimaksud dengan keadilan di sini adalah distribusi akses mengusahakan atau memanfaatkan dan distribusi hasil yang diperoleh. Beberapa tolok ukur bahwa sebuah kebijakan yang berkaitan dengan tata ruang berdampak positif terhadap lingkungan hidup antara lain: (1) Telah mengarusutamakan Linngkungan Hidup dan keberlanjutan pembangunan dalam kebijakan, rencana, dan program [KRP]; (2) Terdapat peningkatan kualitas secara proses dan muatan KRP, sehingga dapat menurunkan laju kerusakan dan pencemaran lingkungan serta menjamin pembangunan berkelanjutan; (3) Ada keterlibatan seluas mungkin para stakeholders mengingat luasnya rentang KRP, pengambil keputusan, dan para pihak berkepentingan; dan (4) Menjadi acuan bagi berbagai kegiatan yang ada di bawahnya, karena ada arahan kebijakan yang jelas. Melalui KLHS diharapkan akan dapat menghasilkan produk kebijakan yang lebih baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai