Anda di halaman 1dari 10

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

(KLHS)
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)

DIFINISI

Menurut UU.No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain. 
Pengertian (Konsep) dan Ruang Lingkup Daya Dukung Lingkungan Menurut UU no 23/
1997, daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya.
Menurut Soemarwoto (2001), daya dukung lingkungan pada hakekatnya
adalahdaya dukung lingkungan alamiah, yaitu berdasarkan biomas tumbuhan dan hewan
yang dapat dikumpulkan dan ditangkap per satuan luas dan waktu di daerah itu. Menurut
Khanna (1999), daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu
kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative
capacity). 
Sedangkan menurut Lenzen (2003), kebutuhan hidup manusia dari lingkungan dapat
dinyatakan dalam luas area yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia. Luas
area untuk mendukung kehidupan manusia ini disebut jejak ekologi (ecological footprint).
Lenzen juga menjelaskan bahwa untuk mengetahui tingkat keberlanjutan sumber dayaalam
dan lingkungan, kebutuhan hidup manusia kemudian dibandingkan dengan luas aktual lahan
produktif. Perbandingan antara jejak ekologi dengan luas aktual lahan produktif ini kemudian
dihitung sebagai perbandingan antara lahan tersedia dan lahan yang dibutuhkan. Carrying
capacity atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat
dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang
panjang. Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan
kemampuan lingkungan memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari bagi
penduduk yang mendiami suatu kawasan.
Definisi Daya Dukung Lingkungan/ Carrying Capacity :
1. Jumlah organisme atau spesies khusus secara maksimum dan seimbang yang dapat
didukung oleh suatu lingkungan
2. Jumlah penduduk maksimum yang dapat didukung oleh suatu lingkungan tanpa
merusak lingkungan tersebut
3. Jumlah makhluk hidup yang dapat bertahan pada suatu lingkungan dalam periode
jangka panjang tampa membahayakan lingkungan tersebut
4. Jumlah populasi maksimum dari organisme khusus yang dapat didukung oleh
suatu lingkungan tanpa merusak lingkungan tersebut
5. Rata-rata kepadatan suatu populasi atau ukuran populasi dari suatu kelompok manusia
dibawah angka yang diperkirakan akan meningkat, dan diatas angka yang diperkirakan
untuk menurun disebabkan oleh kekurangan sumber daya. Kapasitas pembawa akan
berbeda untuk tiap kelompok manusia dalam sebuah lingkungan tempat tinggal,
disebabkan oleh jenis makanan, tempat tinggal, dan kondisi sosial dari masing-
masing lingkungan tempat tinggal tersebut
Permasalahan lingkungan yang dihadapi bidang Penataan ruang
Permasalahan mengenai lingkungan yang kerap ditemui dalam kaitannya dengan bidang
penataan ruang antara lain dapat ditemukan dalam contoh kasus sebagai berikut:
1. Alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi lahan non pertanian seperti industri,
permukiman, prasarana umum, dan lain sebagainya. Secara keseluruhan, alih fungsi
lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya (pertanian, industri,
permukiman, dan sebagainya) mencapai 50.000 ha/ tahun.
2. Penurunan secara signifikan luas hutan tropis sebagai kawasan resapan air.
Pengurangan ini terjadi baik akibat kebakaran maupun akibat penjarahan/
penggundulan. Apabila tidak diambil langkah-langkah tepat maka kerusakan hutan
akan menyebabkan run-off yang besar pada kawasan hulu-hilir, meningkatkan resiko
pendangkalan dan banjir pada wilayah hilir, mengganggu siklus hidrologis, dan
memperluas kelangkaan air bersih dalam jangka panjang.
3. Meningkatnya satuan wilayah sungai (SWS) yang kritis. Pada tahun 1984, tercatat
dari total 89 SWS yang ada di Indonesia, 22 SWS berada dalam kondisi kritis.
Kondisi ini terus memburuk dimana pada tahun 1992 jumlah SWS yang kritis
meningkat menjadi 39 SWS dan pada tahun 1998 membengkak menjadi 59 SWS.
KAJIAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
Kebijakan nasional penataan ruang secara formal ditetapkan bersamaan dengan
diundangkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang [UU
24/1992], yang kemudian diperbaharui dengan Undangundang Nomor 26 Tahun 2007 [UU
26/2007]. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kualitas tata ruang nasional yang
semakin baik, yang oleh undang-undang dinyatakan dengan kriteria aman, nyaman, produktif
dan berkelanjutan. Namun, setelah lebih dari 25 tahun diberlakukannya kebijakan tersebut,
kualitas tata ruang masih belum memenuhi harapan. Bahkan cenderung sebaliknya, justru
yang belakangan ini sedang berlangsung adalah indikasi dengan penurunan kualitas
dan daya dukung lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan bahkan makin
terlihat secara kasat mata baik di kawasan perkotaan maupun di kawasan perdesaan.
Dengan diberlakukannya kebijakan nasional penataan ruang tersebut, maka tidak ada lagi tata
ruang wilayah yang tidak direncanakan. Tata ruang menjadi produk dari rangkaian proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh
karena itu, penegasan sanksi atas pelanggaran tata ruang sebagaimana diatur dalam UU 26/
2007 menuntut proses perencanaan tata ruang harus diselenggarakan dengan baik agar
penyimpangan pemanfaatan ruang bukan disebabkan oleh rendahnya kualitas rencana tata
ruang wilayah. Guna membantu mengupayakan perbaikan kualitas rencana tata ruang
wilayah maka Kajian Lingkungan Hidup Strategis [KLHS] atau Strategic Environmental
Assessment [SEA] menjadi salah satu pilihan alat bantu melalui perbaikan kerangka pikir
[framework of thinking] perencanaan tata ruang wilayah untuk mengatasi
persoalan lingkungan hidup yang juga di dukung oleh keluarnya Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

Definisi KLHS
Berdasarkan Peraturan Menteri No. 27 tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis, KLHS adalah proses mengintegrasikan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam pengambilan keputusan terhadap
kebijakan, rencana, dan/atau program yang selanjutnya disingkat KRP. 

Tujuan KLHS
Tujuan KLHS adalah untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan,
rencana dan/atau program (UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 15). 

Manfaat KLHS
Adapun manfaat yang dapat dipetik dari KLHS adalah (Fischer 1999; UNEP 2002):

1. Merupakan instrumen proaktif dan sarana pengambilan keputusan


2. Mengidentifikasi dan mempertimbangkan peluang- peluang baru melalui pengkajian
secara sistematis dan cermat atas opsi-opsi pembangunan yang tersedia
3. Mempertimbangkan aspek lingkungan hidup secara lebih sistematis pada jenjang
pengambilan keputusan yang lebih tinggi
4. Mencegah kesalahan investasi dengan mengingatkan pengambil keputusan akan
adanya peluang pembangunan yang tidak berkelanjutan sejak tahap awal proses
pengambilan keputusan
5. Tata pengaturan (governance) yang lebih baik berkat terbangunnya keterlibatan para
pihak (stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan melalui proses konsultasi
dan partisipasi
6. Melindungi aset-aset sumberdaya alam dan lingkungan hidup guna menjamin
berlangsungnya menjamin berlangsungnya pembangunan berkelanjutan
7. Memfasilitasi kerjasama lintas batas untuk mencegah konflik, berbagi pemanfaatan
sumberdaya alam, dan menangani masalah kumulatif dampak lingkungan.
Adapun nilai-nilai yang dianggap penting dalam aplikasi KLHS di Indonesia adalah:
• Keterkaitan (interdependency)
• Keseimbangan (equilibrium)
• Keadilan (justice)
Keterkaitan (interdependencies) digunakan sebagai nilai penting dalam KLHS dengan
maksud agar dalam penyelenggaraan KLHS mempertimbangkan keterkaitan antara satu
komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau antara satu
variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan
antar sektor, antar daerah, dan seterusnya. Dengan membangun pertautan tersebut maka
KLHS dapat diselenggarakan secara komprehensif atau holistik.
Keseimbangan (equilibrium) digunakan sebagai nilai penting dalam KLHS dengan maksud
agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai atau dipandu oleh nilai-nilai keseimbangan
seperti keseimbangan antara kepentingan sosial ekonomi dengan
kepentingan lingkungan hidup, keseimbangan antara kepentingan jangka pendek dan jangka
panjang, keseimbangan kepentingan pembangunan pusat dan daerah, dan lain sebagainya.
Implikasinya, forum-forum untuk identifikasi dan pemetaan kedalaman kepentingan para
pihak menjadi salah satu proses dan metode yang penting digunakan dalam KLHS.

Keadilan (justice) digunakan sebagai nilai penting dengan maksud agar melalui KLHS dapat
dihasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan marginalisasi
sekelompok atau golongan masyarakat tertentu karena adanya pembatasan akses dan kontrol
terhadap sumber- sumber alam atau modal atau pengetahuan.

Dengan mengaplikasikan nilai keterkaitan dalam KLHS diharapkan dapat dihasilkan


kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, wilayah,
dan global-lokal. Pada aras yang lebih mikro, yakni proses KLHS, keterkaitan juga
mengandung makna dihasilkannya KLHS yang bersifat holistik berkat adanya keterkaitan
analisis antar komponen fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi.

Peran KLHS dalam Perencanaan Tata Ruang


KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun, mengarahkan, dan
menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan
dipertimbangkan secara inheren dalam kebijakan, rencana dan program [KRP].
Posisinya berada pada relung pengambilan keputusan. Oleh karena tidak ada mekanisme
baku dalam siklus dan bentuk pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang, maka
manfaat KLHS bersifat khusus bagi masing-masing hirarki rencana tata ruang wilayah
[RTRW]. KLHS bisa menentukan substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyusunan
dan evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai instrumen metodologis pelengkap
(komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW, atau kombinasi dari
beberapa atau semua fungsi-fungsi diatas. Penerapan KLHS dalam penataan ruang juga
bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dan atau instrumen
pengelolaan lingkungan lainnya. Selain itu KLHS menciptakan tata pengaturan yang lebih
baik melalui pembangunan keterlibatan para pemangku kepentingan yang strategis dan
partisipatif, kerjasama lintas batas wilayah administrasi, serta memperkuat pendekatan
kesatuan ekosistem dalam satuan wilayah (kerap juga disebut “bio-region” dan/atau “bio-geo-
region”).
Sifat pengaruh KLHS dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu KLHS yang bersifat :
• instrumental,
• transformatif,dan
• substantif. 

Tipologi ini membantu membedakan pengaruh yang diharapkan dari tiap jenis KLHS
terhadap berbagai ragam RTRW, termasuk bentuk aplikasinya, baik dari sudut langkah-
langkah prosedural maupun teknik dan metodologinya. 

Pendekatan KLHS
Pendekatan KLHS dalam penataan ruang didasarkan pada kerangka bekerja dan metodologi
berpikirnya. Berdasarkan literatur terkait, sampai saat ini ada 4 (empat) model pendekatan
KLHS untuk penataan ruang, yaitu :
1. KLHS dengan Kerangka Dasar Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup/AMDAL (EIA-Mainframe). KLHS dilaksanakan
menyerupai AMDAL yaitu mendasarkan telaah pada efek dan dampak yang
ditimbulkan RTRW terhadap lingkungan hidup. Perbedaannya adalah pada ruang
lingkup dan tekanan analisis telaahannya pada tiap hirarhi KRP RTRW.
2. KLHS sebagai Kajian Penilaian Keberlanjutan Lingkungan Hidup (Environmental
Appraisal) : KLHS ditempatkan sebagai environmental appraisal untuk memastikan
KRP RTRW menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, sehingga bisa
diterapkan sebagai sebuah telaah khusus yang berpijak dari sudut pandang
aspek lingkungan hidup.
3. KLHS sebagai Kajian Terpadu/Penilaian Keberlanjutan (Integrated Assessment
Sustainability Appraisal) KLHS diterapkan sebagai bagian dari uji KRP untuk
menjamin keberlanjutan secara holistik, sehingga sudut pandangnya merupakan
paduan kepentingan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Dalam
prakteknya, KLHS kemudian lebih ditempatkan sebagai bagian dari kajian yang lebih
luas yang menilai atau menganalisis dampak sosial, ekonomi dan lingkunganhidup
secara terpadu.
4. KLHS sebagai pendekatan Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya Alam
(Sustainable Natural Resource Management) atau Pengelolaan Berkelanjutan
Sumberdaya (Sustainable Resource Management) KLHS diaplikasikan dalam
kerangka pembangunan berkelanjutan dengan fungsinya sebagai berikut:, a)
dilaksanakan sebagai bagian yang tidak terlepas dari hirarki sistem perencanaan
penggunaan lahan dan sumberdaya alam, atau b) sebagai bagian dari strategi spesifik
pengelolaan sumberdaya alam. Model a) menekankan pertimbangan pertimbangan
kondisi sumberdaya alam sebagai dasar dari substansi RTRW, sementara model
b)menekankan penegasan fungsi RTRW sebagai acuan aturan pemanfaatan dan
perlindungan cadangan sumberdaya alam.

KLHS dalam kategori ini memiliki dua model, yaitu:


1. Model a) menekankan pertimbangan pertimbangan kondisi sumberdaya alam sebagai
dasar dari substansi RTRW
2. Model b) menekankan penegasan fungsi RTRW sebagai acuan aturan pemanfaatan
dan perlindungan cadangan sumberdaya alam

Aplikasi-aplikasi pendekatan di atas dapat diterapkan dalam bentuk kombinasi, sesuai dengan
: hirarki dan jenis RTRW yang akan dihasilkan/ditelaah, lingkup isu mengenai
sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang menjadi fokus, konteks kerangka hukum
RTRW yang dihasilkan/ditelaah, kapasitas institusi dan sumberdayamanusia aparatur
pemerintah selaku pelaksana dan pengguna KLHS, serta tingkat kemauan politis atas manfaat
KLHS terhadap RTRW.

Pengaruh
Tipe RTRW Tujuan KLHS dalam Penataan Ruang
KLHS

RTRW berskala luas, Instrumental Mengidentifikasi pengaruh atau konsekuensi


memuat kebijakan dasar dan dari Rencana Tata Ruang Wilayah
norma acuan bagi daerah terhadap lingkungan hidup sebagai upaya
(mis: RTRW Nasional atau untuk mendukung proses pengambilan
Pulau) keputusan·Mengintegrasikan
pertimbangan lingkungan ke dalam substansi
Rencana Tata Ruang Wilayah.

RTRW yang memuat


substansi khusus wilayah
(1) Memperbaiki mutu dan proses formulasi
tertentu, harus memadukan
substansi RTRW (2) Memfasilitasi proses
kepentingan antar wilayah
pengambilan keputusan dalam proses
dan stakeholder, termasuk Transformatif
perencanaan agar dapat menyeimbangkan
masyarakat (mis: RTRW
tujuan lingkungan hidup, dengan tujuan sosial
Propinsi atau Kawasan
dan ekonomi
tertentusetingkat Nasional
atau Propinsi)

RTRW untuk cakupan luas (1) Meminimasi potensi dampak penting


terkecil, berisi arahan negatif akibat usulan RTRW - jika tingkat
operasional atau keberlanjutan substansi RTRW rendah (2)
programatik yang sangat Melakukan langkah-langkah perlindungan
kental dengan kekhasan Substantif yang tangguh-jika tingkat keberlanjutan
daerah tertentu dan substansi RTRW moderat (3)memelihara
dipengaruhi oleh aspirasi potensi sumber daya alam
masyarakat setempat. Misal dan daya dukung air, udara, tanah dan
RDTR ekosistem

Anda mungkin juga menyukai