Anda di halaman 1dari 4

REVIEW MATERI V MENUJU TATA KELOLA LINGKUNGAN

YANG LEBIH BERKEADILAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Imam Santosa, M.Si

Disusun Oleh :

Nama : Andree Satrio

Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan

NIM : P2A019001

MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN 2020
Mengembangkan kelembagaan pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan
hidup yang visioner bergantung pada kemampuan membaca tantangan yang harus
dihadapi dalam pembentukan dan implementasi kebijakan publik mengenai lingkungan
hidup. Kebijakan lingkungan hidup sarat dengan aspek politik karena kuatnya keragaman
mazhab para pemangku kepentingan yang tata nilainya sering bertolak belakang.Tipologi
keputusan yang dihasilkannya akan selalu diperangkap perdebatan etika, karena umumnya
berkaitan dengan pilihan-pilihan : mana yang harus dikorbankan-mana yang harus
diselamatkan, bagaimana mendistribusikan manfaat secara “adil”, atau bahkan
memperjuangkan nasib kelompok yang tidak akan pernah terwakili dengan baik (misalnya
spesies non manusia, atau bahkan generasi yang akan datang). Kancah “pertempuran”-nya
selalu berada di wilayah ekonomi, karena kebijakan lingkungan hidup berhubungan
langsung dengan tata kuasa, produksi, konsumsi, dan pelestarian sumber daya alam. Syarat
dasar untuk membuat desain kelembagaan lingkungan hidup yang efektif adalah
memahami pilihan-pilihan dan konsekuensi yang harus dihadapi dalam pembentukan dan
pelaksanaan kebijakan publiknya.

 Pilihan dan Implikasi Kebijakan Lingkungan Hidup Indonesia


Tipe kebijakan publik yang terkait dengan lingkungan hidup umumnya termasuk
dalam kategori :
a. kebijakan perlindungan
Kebijakan perlindungan ditujukan untuk melindungi masyarakat dengan
mengatur tata laksana kegiatan
b. kebijakan distribusi
kebijakan distribusi ditujukan untuk mengembangkan upaya/kegiatan yang
memberi manfaat kepada masyarakat
c. kebijakan redistribusi
kebijakan redistribusi secara umum ditujukan untuk mengalokasikan manfaat
secara adil kepada kelompok marjinal.

Overlapping diantara ketiganya kadang-kadang saling memperkuat, namun lebih


sering menimbulkan konflik.

Dalam prakteknya, semua pelaksanaan pengendalian dampak lingkungan


adalah wujud kebijakan perlindungan dan kewenangannya terspesialisasi dalam
institusi lingkungan hidup.Contoh dari wujud kebijakan ini adalah perlindungan
terhadap kualitas air, udara, atau tanah yang dilaksanakan dalam bentuk pengaturan
kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak dan menurunkan
kualitasnya.

Implementasi kebijakan distribusi pada lingkungan hidup tersebar, karena


biasanya diwujudkan dalam bentuk distribusi manfaat sumber daya alam
(dilaksanakan oleh institusi sektoral), distribusi manfaat layanan alam (dilaksanakan
oleh institusi lingkungan hidup dan institusi sektoral), serta distribusi manfaat sosial
pembangunan berkelanjutan (dilaksanakan oleh hampir semua institusi pemerintah,
termasuk institusi lingkungan hidup).

Kebijakan redistribusi dalam lingkungan hidup saat ini belum secara jelas
dilaksanakan di Indonesia, namun diperkirakan akan menjadi primadona di masa
depan, seperti redistribusi manfaat perdagangan karbon kepada masyarakat dalam
hutan, dan redistribusi akses atas ruang dan sumberdaya alam kepada kelompok yang
termarjinalkan.

Implikasi dari adanya perbedaan kategori kebijakan lingkungan hidup adalah


adanya perbedaan mendasar dari aktor pelaksana dan pemangku kepentingan, tipe
negosiasi politik yang akan terbentuk, serta jenis dan etika layanan publik yang
diharapkan.Dalam kondisi tertentu, integrasi pelaksanaan antar jenis kebijakan bisa
dilakukan dalam satu lembaga atas dasar efisiensi, namun dalam situasi dan tantangan
yang berubah, keputusan ini bisa menjadi tidak efektif.

 Kebijakan Lingkungan yang Lahir dari Politik di Indonesia


Berlakunya UUPPLH-2009 (1999-sekarang), terjadi perubahan secara mendasar
terhadap politik hukum pengelolaan lingkungan baik pada tataran konstitusi maupun
perundang-undangan lingkungan. Pada tataran konstitusi perubahan tersebut berupa
pengakuan terhadap prinsip perlindungan HAM atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat (Pasal 28H ayat (1); dan penegasan prinsip keberlanjutan dan berwawasan
lingkungan dalam penyelenggaraan perekonomian nasional (Pasal 33 ayat (4).
Kelemahannya, bahwa prinsip tersebut belum terefleksi dengan baik dalam
produk hukum otonomi daerah, baik dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah maupun PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota. Kebijakan lingkungan yang diatur dalam produk hukum
otonomi daerah tersebut selain terbatas pada aspek “pengendalian lingkungan”, pola
pembagiannya dalam hal tertentu masih bersifat teritorial-administratif. Selanjutnya,
masih sedikit produk hukum daerah dalam bentuk Perda yang berorientasi
perlindungan dan keberlanjutan ekologi.
 Pilar Pembentuk (Building Blocks) Kelembagaan Lingkungan Hidup
Amanat RPJP 2005 – 2025 untuk mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari
menetapkan fokus kegiatan pada pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan
dan pengelolaan lingkungan hidup (dengan penekanan pada pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup)
 Opsi Desain Berdasarkan Amanat RPJP dan Kebutuhan KajianLanjutan
Memperjelas apa yang disebutkan sebelumnya, amanat RPJP untuk mewujudkan
Indonesia yang asri dan lestari mencakup upaya-upaya : mendayagunakan dan
mengelola SDA terbarukan maupun tak terbarukan; menjaga dan melestarikan SDA
air dan energi; mengembangkan potensi kelautan; menjaga, mengelola, dan
meningkatkan nilai tambah SDA khas dan kehati; mitigasi bencana; mengendalikan
pencemaran dan kerusakan lingkungan; serta meningkatkan kapasitas pengelolaan
SDA dan LH.Secara umum upaya-upaya tersebut dapat dikelompokkan dalam dua
subyek besar, yaitu pengelolaan sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan hidup
dengan penekanan pada pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan.Hal ini
mengimplikasikan diharuskannya kelembagaan di bidang lingkungan hidup untuk
menangani sumberdaya alam dan pengendalian pencemaran dan kerusakan
lingkungan.

KESIMPULAN
Kaitan antara logika politik dengan logika lingkungan kalau menurut pendapat saya
pribadi adalah, bahwa logika politik tidak selalu buruk dan bertentangan dengan
logika lingkungan. Terdapat banyak kebijakan lingkungan yang berdampak positive
juga lahir dari logika politik. Hanya saja masih terdapat beberapa kendala antau
hambatan dalam proses sinkronisasi antara kedua logika tersebut, misalnya terdapat
kepentingan ekonomi. Kapitalisme mengubah sudut pandang politik yang seharusnya
pro keberlanjutan lingkungan, justru berbalik menjadi pro pemberi “pundi-pundi
uang” .

Anda mungkin juga menyukai