Anda di halaman 1dari 9

PERKEMBANGAN PENGELOLAHAN

LINGKUNGAN HIDUP
KELOMPOK 1 :
 Muhammad Fachrul Saladin
 Nur Iin Ramadhani
 Nur Fadliyana
SEJARAH PENGOLAHAN LINGKUNGAN
HIDUP DUNIA
Perkembangan lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia. untuk memberikan
perhatian lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat lingkungan hidup menjadi masalah yang perlu
ditanggulangi bersama demi kelangsungan hidup sedunia.Perhatian terhadap masalah lingkunnga ini
dimulai dikalangan ekonomi dan social PBB pada waktu diadakan peninjauan terhadap hasilhasil gerakan
“Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-1 (1960-1970)” guna merumuskan strategi “(Dasawarsa
Pembangunan Dunia ke-2 (1970-1980)”.1 Konferensi PBB tentang lingkungan hidup telah dilaksanakan di
Stockholm.Bagaimana awal mulanya sehingga lingkungan menjadin kata yang menggemparkan dunia.
Ungkapaan seperti pollution, recycling, ecological, balance dan sebagainya telah dikenal sebelum
konferensi Stockholm, bahkan telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan di Negara maju seperti
USA: National Environmental policy Act 1969 (NEPA), Belanda: Wet Verontreiniging Oppervlaktewateren
1969 (WVO) dan Wet Inzake de Luchtverontreiniging 1970 (WLV), serta jepang: Basic Law for
Environmental Protection 1967 (diubah tahun 1970, 1971 dan 1993). Betapa pun juga konferensi
Stockholm lah yang menjadi puncak perhatian dan kesadaran manusia terhadap lingkungan, terutama
permasalahan kesenjangan antara Negara maju dan Negara berkembangan.
SEJARAH PENGOLAHAN LINGKUNGAN
HIDUP INDONESIA
Awalnya pembinaan lingkungan hidup dari segi yuridis di Indonesia secara konkrit tertuang dalam
Keputusanm Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Dan Lingkungan Hidup
No.KEP-006//MNPPLH/3/1979 tentang pembentukan kelompok kerja dalam Bidang Pembinaan Hukum dan
Aparatur dalam Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup (Pokja Hukum).Pokja hukum ini bertugas
menyusun rancangan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan-ketentuan pokok tentang Tata
pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup.Hasil karya pokja tersebut merupakan konsep rintisan dari
Rancangan Undang-undang Pengelolaan lingkungan hidup. Setelah mengalami pembahasan dan saran
berbagai pihak bulan Maret 1981 RUU tersebut disempurnakan oleh suatu tim kerja Kantor Menteri Negara
PPLH. Perbaikan konsep RUU hasil tim kerja tersebut kemudian diajukan ke forum antar departemen
tanggal 16 s.d. 18 Maret 1981 untuk dibahas dan memperoleh persetujuan dari menteri yang bersangkutan.
Akhirnya RUU tentang Ketentuanketentuan Pokok pengelolaan lingkungan hidup berhasil diajuka kepada
siding DPR bulan Januari 1982 sebelum masa reses menghadapi pemilihan umum, yaitu dengan Surat
Presiden No. R.01/PU/I/1982 tanggal 12 Januari 1982 untuk mendapatkan persetujuan pada tahun 1982.
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP
STRATEGIS (KLHS) DAN AMDAL
◦ Dalam UUPPLH, KLHS didefinisikan sebagai analisis sistematis, menyeluruh, dan partisipatif
yang bertujuan menjamin bahwa prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi
dasar dan terintegrasi dalam proses pembangunan daerah dan penyusunan KRP [2], di
antaranya KLHS pada umumnya dilakukan untuk penyusunan dan/atau peninjauan kembali
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan (RPJM dan RPJP) Daerah.
◦ AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan [2]. KLHS mulai diwajibkan salah satunya
untuk merespon kebutuhan analisis lingkungan yang lebih global dan mempertimbangkan
efek kumulatif dalam penyusunan KRP. Partidário (1999) merumuskan kekurangan AMDAL,
sebagai instrumen pengkajian lingkungan, antara lain :
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP
STRATEGIS (KLHS) DAN AMDAL
1. Waktu pengambilan keputusan. AMDAL berlangsung pada tahap yang dapat
dikatakan sudah terlambat untuk mempertimbangkan dampak kebijakan dan
merencanakan keputusan. AMDAL terjadi tanpa adanya penilaian dampak sistematis
yang hasilnya dapat mempengaruhi perencanaan dan desain proyek/kegiatan.
2. Sifat keputusan. AMDAL merupakan instrumen yang bersifat lebih teknis.
Sementara itu, dalam pembangunan nasional diperlukan alat penilaian dampak yang
pada dasarnya dapat diadaptasi untuk tingkat pengambilan keputusan yang lebih
strategis dan bertahap.
3. Tingkat informasi. Pada tingkat kebijakan dan perencanaan seringkali ada
keterbatasan dalam ketersediaan informasi. AMDAL membutuhkan tingkat
informasi dan kepastian yang lebih mendetail, sehingga seringkali menyulitkan
pemerintah daerah dalam melaksanakan analisis dan implementasinya.
AMDAL DAN PEMBANGUNAN
Pembangunan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup tersebut, perlu
ditelaah dahulu apakah suatu rencana kegiatan pembangunan akan merugikan manusia dan
lingkungannya atau tidak, (Parwoto, 1996). Salah satu cara mengelola sumberdaya alam dan
lingkungannya dalam pembangunan, yaitu melalui AMDAL atau dapat dikatakan AMDAL
dapat membantu pelaksanaan pembangunan dengan pendekatan lingkungan, sehingga dampak-
dampak negatif yang ditimbulkan dapat diminimasi atau dihilangkan dengan mencarikan teknik
penyelesaian dampaknya. Perubahan-perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh
kegiatan pembangunan dapat diperkirakan sebelum pelaksanaan kegiatan, sehingga dapat
diduga atau diperkirakan akibat-akibat atau dampak-dampak yang akan terjadi. Dengan
demikian dapat dicarikan teknik penyelesaian dalam mengantasisipasi dampak yang timbul dan
meminimasi dampak. Tetapi apabila dampak yang akan timbul diperkirakan akan merusak
lingkungan hidup dan masyarakat luas dan pengantisipasian dampaknya memakan waktu yang
sangat lama dan sulit dalam pembiayayaannya, maka rencana kegiatan tersebut dapat dianggap
tidak layak untuk dilakukan
KONSEP PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip
"memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (menurut Brundtland
Report dari PBB, 1987. Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development.
Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki
kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Banyak laporan PBB,
yang terakhir adalah laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang
utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat. Untuk sebagian orang, pembangunan
berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi
dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan
ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.

Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu,
pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan
perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal
dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.
KASUS KEGAGALAN
PENGOLAHAN LINGKUNGAN
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sulawesi Utara memberikan sanksi
administrasi pada empat perusahan karena dinilai gagal mengelola limbah cair. Sanksi tersebut
diberikan setelah tim pengawasan dan penegakan hukum terpadu melaksanakan kunjungan
lapangan. Mereka tidak mengelola limbah secara baik dan disarankan segera melakukan
perbaikan, kelalaian lainnya yang ditemukan adalah perusahaan tidak menunjukkan dokumen
operasi pada saat tim terpadu melaksanakan kunjungan lapangan. sistem pengolahan air limbah
tidak berfungsi baik dan banyak limbah berbentuk minyak yang Mencemari sungai. Dapat di
simpulkan bahwa Perusahaan tersebut gagal mengolah limba yang di hasilkan dan
menyebebkan pencemaran lingkungan.
“TERIMAKASIH”

Anda mungkin juga menyukai