Anda di halaman 1dari 9

AMDAL

SUATU KEWAJIBAN ATAU KEBUTUHAN ?

Sudah tiga puluh satu tahun Konferensi PBB tentang


lingkungan hidup manusia (UN Conference on Human
Development) di Stockholm, Swedia, Juni 1972 dalam
menyepakati pengendalian pencemaran sehingga kata
"polusi atau pencemaran" masuk dalam perbendaharaan
kamus internasional.

Pada tahun 1992 berlangsung Konferensi Tingkat Tinggi


PBB tentang lingkungan hidup dan pembangunan yang
dikenal dengan Earth summit di Rio Janeiro, Brasil. Dalam
konferensi inilah ditandatangani perjanjian tentang
keanekaragaman hayati dan perjanjian tentang Pemanasan
Bumi oleh Negara-negara, termasuk Indonesia. Perjanjian
ini disepakati dalam kerangka pola pembangunan yang
dicetuskan yang disebut dengan 'Pembangunan
Berkelanjutan' (Sustainable Development).

Pembangunan berkelanjutan yang dipolakan ini mencakup


tiga dimensi, yaitu dimensi ekonomi, sosial-politik dan
lingkungan hidup. Ketiga dimensi ini harus ditanggapi secara
serius dalam menentukan kebijakan dan pengelolaan
pembangunan.

Dalam kerangka pembangunan berkelanjutan ini perlu


diusahakan sustainabilitas sumber daya alam dan
lingkungan serta pengendalian dampak pencemaran serta
kerusakan pembangunan pada lingkungan. Perencanaan
tata ruang serta penerapan teknologi, memungkinkan dalam
upaya sumber daya alam (SDA) berkelanjutan dan
lingkungan yang dibarengi dengan penerapan Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Pembangunan yang dilaksanakan selama ini selalu


bertumpu kepada trilogi pembangunan yaitu pertumbuhan
ekonomi, pemerataan dan stabilitas nasional, walaupun

1
kenyataannya sekarang ini masih tidak sesuai dengan
harapan. Dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi
tersebut masih banyak yang mengandalkan sumber daya
alam. Di lain pihak, pemanfaatan SDA dan enegi dilakukan
secara tidak efisien yang hanya berorientasi pada
kepentingan jangka pendek sehingga mengakibatkan
pengurasan SDA secara tak terkendali yang diikuti dengan
pencemaran dan kerusakan lingkungan yang berdampak
pada perubahan ekosistem yang merupakan dasar
penunjang kehidupan manusia dan makhluk-makhluk
lainnya.

Pada dasarnya setiap kegiatan pembangunan akan


menimbulkan dampak (perubahan) terhadap lingkungan,
baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif.
Untuk mengkaji dampak tersebut, maka salah satu cara
yang ditempuh pada saat ini adalah melakukan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL
merupakan bagian dari studi kelayakan yang dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan suatu
pembangunan.

AMDAL diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1986 melalui


Peraturan Pemerintah No.29 tahun 1986 yang berlaku efektif
mulai 5 Juni 1987, peraturan ini bersumber pada UULH No.
4 tahun 1982. Pada tanggal 23 Oktober 1993, PP 29 tahun
1986 disempurnakan melalui penetapan PP No.51 tahun
1993.

Setelah kurun waktu kurang lebih 12 tahun dalam


pelaksanaan penerapan AMDAL ditemui permasalahan dan
kondisi yang mengakibatkan pelaksanaan AMDAL menjadi
tidak efektif dan efisien. Bahkan AMDAL telah dianggap
sebagai suatu birokrasi yang menghambat laju
pembangunan. Maka pada tanggal 7 Mei 1999
disempurnakanlah PP No.51 tahun 1993 dengan penetapan
PP No.27 tahun 1999. Kebijaksanaan ini ditetapkan
berdasarkan UU No. 23 tahun 1997.

2
PP 27 tahun 1999 berlaku efektif pada tanggal 7 Nopember
tahun 2000, PP ini dilandasi oleh keinginan untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan AMDAL
serta menambah kualitas dokumen AMDAL melalui upaya :
(1) Pelimpahan wewenang penilaian AMDAL dari pusat ke
daerah ; (2) Pemantapan kedudukan AMDAL dalam proses
perijinan ; (3) Pemberdayaan kelembagaan dan SDM bidang
AMDAL di daerah ; (4) Penyempurnaan tata laksana AMDAL
; (5) Pemantapan sistem dan keterbukaan informasi
AMDAL ; (6) Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam
proses AMDAL ; (7) Pengembangan sistem akreditasi bagi
lembaga penyelenggara pelatihan AMDAL dan sertifikasi
bagi tenaga penyususn AMDAL.

Untuk saat ini dasar hukum pelaksanaan AMDAL yaitu


UULH 23 tahun 1997, PP 27 tahun 1999 tentang AMDAL,
PP 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan
kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, Kep
MENLH/Kep Bapedal/Menteri Sektoral dan Gubernur yang
terkait dengan pelaksanaan AMDAL dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Pengertian AMDAL menurut pasal 1 UU No. 23 tahun 1997,
AMDAL adalah sebagai kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha/kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan. Dampak lingkungan adalah perubahan
lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan.
Sedangkan menurut PP 27 tahun 1999, AMDAL adalah
suatu perangkat untuk memperkirakan dampak penting
suatu usaha/kegiatan yang direncanakan terhadap
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan.

AMDAL diterapkan bagi rencana usaha/kegiatan yang


mempunyai dampak penting. Dampak penting yang
dimaksud adalah perubahan lingkungan yang bersifat
mendasar seperti (1) jumlah manusia yang akan terkena
dampak, (2) luas wilayah persebaran dampak, (3) intensitas
dan lamanya dampak berlangsung, (4) banyaknya

3
komponen lingkungan yang terkena dampak, (5) sifat
kumulatif dampak dan (6) berbaliknya atau tidak berbaliknya
dampak. AMDAL merupakan suatu perangkat untuk
memperikirakan dampak penting suatu rencana
usaha/kegiatan dalam rangka mempersiapkan langkah
pencegahan atau meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan dampak positif yang diakibatkan oleh
rencana usaha/kegiatan tersebut.

Adapun tujuan dilaksanakannya AMDAL adalah untuk


mengkaji kemungkinan-kemungkinan perubahan kondisi
lingkungan baik itu geologi, biologi, fisika, kimia maupun
sosial ekonomi dan sosial budaya akibat adanya kegiatan
pembangunan pada tahap perencanaan, dengan diketahui
secara rinci berbagai dampak lingkungan akibat
pembangunan tersebut, maka sejak dini dapat dipersiapkan
pengelolaannya untuk memperkecil dampak negatif dan
meningkatkan dampak positif.

Sedangkan fungsi AMDAL adalah memberi masukan dalam


pengambilan keputusan, menghasilkan upaya pencegahan
dan pengendalian dan pemantauan lingkungan hidup dan
memberikan data dan informasi bagi perencanaan
pembangunan suatu wilayah. Disamping itu, AMDAL
mempunyai manfaat baik bagi pemrakarsa (penanggung
jawab proyek), masyarakat dan pemerintah.

Manfaat bagi pemrakarsa yaitu mengetahui sejak awal


dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh kegiatan
proyek terhadap lingkungan sehingga kelemahan dapat
diatasi dan kelebihan dapat ditingkatkan, menjamin
kelanggengan hidup proyek/perusahaan, menghemat
penggunaan sumber daya (modal, bahan baku dan tenaga
kerja), memberi peluang bagi terciptanya hubungan yang
harmonis dengan masyarakat sekitar sehingga konflik sosial
dapat dihindari, sebagai dasar penyusunan Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL) serta merupakan salah satu bukti

4
komitmen dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup dan
bukti pentaatan peraturan perundang-undangan.

Manfaat bagi masyarakat; terhindar dari dampak negatif


suatu proyek, merasakan dampak positif suatu proyek,
mengembangkan kontrol sosial dalam pengelolaan
lingkungan hidup, melibatkan masyarakat sejak tahap dini
didalam perencanaan suatu proyek dan mendapatkan data
dan informasi yang akurat berdasarkan hasil studi.

Manfaat bagi pemerintah; mencegah terjadinya pemborosan


SDA, menghindari timbulnya konflik dengan masyarakat,
penjamin terhadap pelaksanaan pembangunan yang
berkelanjutan, meningkatkan tanggung jawab pemerintah
dalam pengelolaan lingkungan hidup serta sebagai ujung
tombak pelaksana peraturan perundang-undangan.

Dalam studi dan pelaksanaan AMDAL ada beberapa


langkah yang harus ditempuh yaitu ketika: Penapisan :
keputusannya perlu AMDAL atau tidak, perlu hati-hati tidak
semua proyek itu wajib AMDAL tetapi tetap diwajibkan
membuat UKL & UPL. Pelingkupan : keputusan terhadap
wilayah dan kedalaman studi (efisiensi AMDAL). Kerangka
Acuan (KA) : keputusan metodolgi AMDAL atau focusing
terhadap dampak dominan yang akan terjadi. ANDAL :
keputusan hasil studinya apa. RKL & RPL : pengelola dan
pemantaunya siapa, aktivitasnya bagaimana.

Dalam menyusun AMDAL banyak digunakan prediksi,


perkiraan dan asumsi sebab proyek itu belum dimulai,
disinilah diperlukan keahlian, wawasan, pengetahuan,
kematangan berfikir, kecerdasan ilmiah dan pengalaman
kerja para penyusun AMDAL, hal ini sangat penting untuk
mengetahui sejauh mana dalam penggunaan
prediksi/perkiraan/asumsi tersebut dapat dipertanggung
jawabkan. Perlu diingat juga, menyusun AMDAL melibatkan
berbagai disiplin ilmu dan keahlian yang dibentuk dalam satu
tim. Jadi, siapa pun berhak menjadi penyusun AMDAL asal

5
memenuhi syarat dan kriteria yang diinginkan serta sesuai
dengan kebutuhan.

Judul dan uraian-uraian diatas, barangkali dapat


mengilustrasikan tentang kondisi riil yang terjadi di lapangan,
misalnya saja, perlukah AMDAL terhadap suatu kegiatan
dilakukan? jawabannya adalah tergantung dari proses
penapisan yang telah dilakukan, jika hasil dari penapisan
memberikan keputusan perlu AMDAL, maka laksanakanlah
AMDAL dan jika tidak, tetap diwajibkan membuat UKL &
UPL. Untuk memperoleh keputusan layak atau tidaknya
secara lingkungan itu tergantung dari hasil kajian-kajian
yang telah dilakukan dan dapat dipertanggung jawabkan
secara keilmuan, operasional maupun profesional.

Banyak proyek-proyek dengan investasi besar dan telah


diwajibkan melakukan AMDAL, ternyata proses
pembangunannya belum dilengkapi AMDAL, yang sudah
ber-AMDAL pun ternyata masih bermasalah, dimana letak
kesalahannya ? apakah ada kesalahan prosedur ? ataukah
ada kepentingan-kepentingan tertentu dibalik pembangunan
itu ? pastinya adalah timbulnya pro dan kontra. Terlepas dari
kepentingan apapun, jika para stakeholder dapat memahami
dan melaksanakan segala mekanisme yang ada
kemungkinan besar tidak menimbulkan polemik yang
berkepanjangan.

Idealnya, AMDAL rencana suatu kegiatan/usaha/proyek


terlebih dahulu harus dipublikasikan kepada masyarakat,
setelah mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat
dan melalui beberapa tahapan, mulai dari proses
permbuatan, penggodokan, penilaian sampai kepada
AMDAL yang telah disepakati oleh semua pihak
(masyarakat, pemerintah dan pemrakarsa) barulah
kemudian pembangunan dapat dilaksanakan.

Banyak proyek yang sebenarnya belum sepenuhnya


mendapat kesepakatan semua pihak tetapi investasi dan
konstruksi sudah mulai berjalan, mau tidak mau

6
pembangunan itu diteruskan dan harapan kita sekarang
cuma ; semoga pembangunan itu berkelanjutan dan
bermanfaat bagi masyarakat.

Di dalam mendukung suksesnya suatu pembangunan, ada 3


(tiga) aspek yang perlu diperhatikan yaitu aspek teknik,
ekonomi dan lingkungan, keterpaduan ketiga aspek tersebut
diharapkan nantinya dapat menjadi sesuatu yang bernilai
ekonomis. Bercermin dari kasus yang terjadi di salah satu
kabupaten penghasil terbesar batubara di Kal-Sel,
teknologinya sudah ada, demandnya tinggi tetapi lingkungan
malah jadi korban, sedangkan usaha pertambangan tersebut
sudah mengantongi AMDAL, lalu AMDAL untuk apa ?
apakah telah terjadi kegagalan pada sistem
operasionalnya ? ataukah memang tidak mempunyai
kepedulian terhadap lingkungan ? mungkin juga tidak
mengerti, apa yang harus dilakukan ? jika sulit
menginteraksikan ketiga aspek tersebut, kenapa pejabat
setempat mengatakan bahwa kegiatan/usaha itu sudah
bernilai ekonomis, padahal jika ada sesuatu yang
"dikorbankan" baik lingkungan maupun masyarakat serta
memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk
memperbaikinya, pantaskah kegiatan/usaha itu dikatakan
bernilai ekonomis ? Banyak proyek dari aspek teknik tidak
masalah tetapi dari aspek ekonomi dan lingkungan perlu
ditinjau kembali.

Jika dari aspek ekonomi dilihat kurang produktif, karena


biaya investasi dan biaya operasional yang dikeluarkan
belum tentu sebanding dengan biaya pemasukan, sering lalu
dikeluarkan suatu kebijakan memungut tariff/sumbangan
yang memberatkan masyarakat, kebijakan ini sangat
kontraversial dan tidak populis yang sebenarnya hanya
sekedar untuk menutupi biaya tinggi yang sudah
dikeluarkan.

Dari aspek lingkungan suatu proyek/kegiatan belum dapat


dikategorikan pembangunan yang ramah lingkungan, karena
proyek itu tanpa dilengkapi dengan AMDAL, walaupun

7
AMDAL dilakukan juga barangkali hanya menjadi sebuah
'kewajiban' bukan sebagai 'kebutuhan'.

Pada sisi yang lain, dapatkah AMDAL menjamin tercapainya


konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan?
memang sebagian kalangan masih menganggap bahwa
AMDAL tidak sepenuhnya dapat menjamin tercapainya
kelestarian lingkungan, realitas yang ada, selama ini AMDAL
hanya dijadikan sebagai alat legitimasi untuk kepentingan
sesaat. Disamping itu, sangat longgarnya pengawasan dari
pemerintah dan Ironisnya lagi, kalangan birokrat banyak
yang tidak mengerti tentang peraturan perundang-undangan
dan AMDAL. Pemrakarsa yang aplikatif terhadap AMDAL
dan mempunyai standar manajemen lingkungan serta
memperoleh prokasih emas dan hijau pun belum tentu dapat
mencapai 100% dalam memperbaiki kondisi lingkungannya,
apalagi yang tidak sama sekali, maka lingkungan dan
masyarakatlah yang jadi korbannya.

Oleh karena itulah AMDAL sangat diperlukan jika


kegiatan/usaha/proyek tersebut diperkirakan akan
menimbulkan dampak besar dan bersifat penting, disinilah
diperlukan adanya pemahaman, komitmen dan kepedulian
semua pihak agar pembangunan itu tetap berkelanjutan dan
tidak menimbulkan dampak yang dapat merugikan
masyarakat dikemudian hari. ***

Anda mungkin juga menyukai