A Definisi Eco-Settelment
Permukiman ramah lingkungan (eco settlement) merupakan permukiman
berkonsep hijau atau berkelanjutan. Eco settlement merupakan langkah untuk
merespons permasalahan lingkungan permukiman yang muncul di berbagai belahan
dunia. Penurunan kualitas lingkungan, emisi karbondioksida secara berlebihan
menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan manusia. Kelangkaan air bersih,
kontaminasi tanah, air, dan udara, pemanasan bumi dan perubahan iklim global
memaksa semua pihak memikirkan langkah-langkah penanggulangannya. Dunia
arsitektur pun tidak tinggal diam. Sebagian besar permasalahan di atas muncul
sebagai konsekuensi ketidakcermatan arsitek dalam mengolah fisik kulit bumi.
Pertambahan penduduk dan perkembangan aktifitas manusia memicu
pembangunan fisik kawasan, meningkatkan jumlah hunian yang dibangun untuk
mengakomodasinya. Permukiman lama tumbuh dan berkembang, dibarengi
munculnya sejumlah permukiman baru. Sejumlah lahan terbuka hijau atau
lingkungan alami dirubah menjadi lingkungan binaan yang padat bangunan dan
infra struktur. Terjadi penurunan daya dukung lingkungan, menurunnya
kemampuan alam dalam mensuplai air bersih, menurunnya kemampuan lingkungan
mempurifikasi limbah padat, cair, dan gas hasil aktifitas manusia. Diperlukan suatu
langkah pembangunan permukiman/perumahan yang menerapkan konsep eco atau
green settlement.
C Kriteria
Dalam menerapkan konsep eco-settlements harus diketahui terlebih dahulu
kriteria/ karakteristik dari eco-settlements itu sendiri. Identifikasi kriteria eco-
settlements dapat diperoleh dari karakteristik sustainable building, sustainable
technologies, eco-town, dan eco-city yang telah dikembangkan di beberapa negara
dan kota (e.g., Turkey, Leeds, dan London)
Dari kriteria yang telah teridentifikasi, maka dapat dijadikan sebagai dasar
dalam penentuan indikator dan parameter dari Eco- settlements. Konsep Eco-
settlement dalam Undang-Undang Perkim Kriteria eco-settlements menurut
Puslitbangkim Kementrian Pekerjaan Umum meliputi empat aspek yaitu ekologi,
sosial, ekonomi dan kelembagaan. Harmonisasi dari keempat aspek itu diharapkan
dapat mewujudkan kelestarian lingkungan menuju keberlanjutan ekosistem yang
didukung oleh sistem kelembagaan yang kapabel. Jika dikaitkan dengan Undang-
Undang Perkim, berbagai kriteria tersebut telah diakomodir dalam berbagai pasal
yang tertuang dalam UU Perkim. Pembangunan berkelanjutan dalam
penyelenggaraan perumahan dan permukiman dilaksanakan dengan pencapaian
tujuan pembangunan lingkungan, pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi.
1. Aspek Ekologi
Dalam aspek ekologi, kriteria yang terkait langsung dengan UU Perkim
adalah kualitas udara, kualitas air, rumah sehat, guna lahan dan teknologi
berwawasan lingkungan. UU Perkim sarat akan muatan ekologis. Perumahan dan
kawasan permukiman diselenggarakan agar masyarakat mampu bertempat tinggal
serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat,
aman, harmonis, dan berkelanjutan serta mampu menjamin kelestarian lingkungan
hidup. Tempat tinggal yang layak dan rumah sehat yang menjamin lingkungan yang
sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan
rencana tata ruang merupakan salah satu ketentuan terkait permukiman yang
dinyatakan UU Perkim ini. Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman
pun hendaknya memanfaatkan teknologi dan rancang bangun yang ramah
lingkungan serta memanfaatkan industri bahan bangunan yang mengutamakan
sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan. Kualitas
udara dan kualitas air tidak disinggung langsung dalam UU Perkim ini, hanya
disinggung secara umum yaitu kualitas lingkungan. Dengan demikian, peraturan
lanjutannya yang akan dibuat (misal peraturan pemerintah dan peraturan daerah)
harus menyinggung secara spesifik tentang pentingnya menjaga kualitas udara,
serta kualitas dan kuantitas air.
2. Aspek Sosial
Aspek sosial meliputi kapasitas masyarakat (pendidikan, partisipasi, dan
kebiasaan) dan juga pemberdayaan masyarakat. UU Perkim mengamanatkan bahwa
masyarakatlah yang ditempatkan sebagai pelaku utama dengan strategi
pemberdayaan karena hakekatnya keberadaan rumah akan sangat menentukan
kualitas masyarakat dan lingkungannya di masa depan, serta prinsip pemenuhan
kebutuhan akan perumahan adalah merupakan tanggung jawab masyarakat sendiri.
3. Aspek Ekonomi
Salah satu hal yang menjadi bahan pertimbangan ditetapkannya UU Perkim
ini adalah bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan
kebutuhan dasar manusia. Selain itu perumahan dan kawasan permukiman
diselenggarakan dengan berasaskan kesejahteraan, keadilan dan pemerataan, serta
keterjangkauan dan kemudahan. Dengan demikian kriteria aspek ekonomi yang
meliputi peningkatan kesejahteraan dan aksesibilitas sudah terwakili dalam UU
Perkim ini.
4. Kelembagaan
Kapasitas institusi, kerja sama antar institusi dan dukungan kebijakan
merupakan kriteria penting dalam aspek kelembagaan. UU Perkim merupakan
penegasan politik hukum nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Dalam hal institusi UU Perkim telah mengatur tugas dan wewenang dari
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota) dalam pelaksanaan UU ini.
Pemerintah bertugas melaksanakan pembinaan dalam hal penyelenggaraan
rumah dan perumahan. Pemerintah dapat mendirikan suatu lembaga atau badan
yang bertanggung jawab: a. membangun rumah umum, rumah khusus, dan rumah
negara; b. menyediakan tanah bagi perumahan; dan c. melakukan koordinasi dalam
proses perizinan dan pemastian kelayakan hunian.
D Penerapan Konsep
Dikarenakan akan dilakukan penerapan skala penuh, maka penerapan konsep
menjadi salah satu bagian yang penting untuk dikaji dalam studi literatur. Dalam
penerapan konsep Eco-settlements, selain memperhatikan berbagai kriteria yang
telah ditentukan, juga dapat studi komparatif dari penataan dengan konsep
permakultur, yang disusun oleh yayasan IDEP – Bali. Permakultur yaitu
mengharmonisasikan antara alam dan manusia dengan cara berkelanjutan.
Permakultur dapat digunakan baik di desa maupun di kota. Permakultur
menggunakan praktik-praktik pengelolaan alam tradisional yang diintegrasikan
dengan teknologi modern tepat guna.
Prinsip permakultur meliputi (IDEP):
1) Rumah-rumah yang dirancang untuk kesehatan, dengan pemanfaatan energi
sedikit mungkin dan serta dibangun dengan bahan-bahan berkelanjutan;
2) Semua air limbah dibersihkan di lokasi. Air limbah dan sampah digunakan
kembali/didaur ulang atau dikelola dengan cara yang bertanggungjawab.
3) Pohon-pohon menyediakan naungan, buah-buahan, kacang- kacangan dan
menahan angin;
4) Penggunaan teknologi tepat guna, seperti sumber listrik alami. Hal ini sejalan
dengan teknologi Biogas yang telah dihasilkan oleh LIPI yang memanfaatkan
limbah ternak (3 ekor) atau limbah manusia atau sampah organik untuk
menghasilkan listrik 700 watt yang dapat dimanfaatkan selama 7-8 jam pada
pemakaian setiap hari (Sudrajat, 2007);
5) Kebun dapur, kompos, pembibitan, peternakan kecil, akuakultur terintegrasi
dan saling berdekatan;
6) Tindakan tepat untuk mengurangi risiko bencana dilakukan untuk membantu
melindungi desa;
E Peluang Implementasi Konsep Eco-settlements di Indonesia
Uraian di atas mengaksentuasikan, selain dukungan permerintah dalam hal
regulasi, dana, bantuan teknis juga perlu penyiapan komponen-komponen lain
berupa:
1) Fisik (lahan, vegetasi, limbah rumah tangga, air, suhu, dsb),
2) Sosial (pendidikan, kesadaran, pengetahuan, keterampilan, penguasaan
teknologi, partisipasi dan solidaritas masyarakat, dsb),
3) Ekonomi (lapangan pekerjaan, usaha, dan manfaat ekonomi lainnya), dan
4) Teknologi (pengolahan limbah, pemeliharaan vegetasi, pemanfaatan hasil
vegetasi, bioenergi, dsb).
Jumlah dan jenis vegetasi sangat menentukan kualitas ekosistem
permukiman karena berfungsi sebagai produsen oksigen dan mengurangi emisi
karbondioksida (CO2) melalui proses fotosintesa. Manfaat lain yaitu sebagai
peredam suara, penyejuk udara, pencegah erosi, meningkatkan daya resap tanah,
estetika, sumber obat-obatan alami dan gizi berupa karbohidrat, vitamin, mineral
dan protein.
Pengolahan limbah rumah tangga (RT) seperti limbah organik dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk organik, bahan biopori, bahan hidroponik, dan sumber
bioenergi. Hal ini akan memberikan nilai lebih (surplus value) dan secara perlahan
akan mengubah persepsi masyarakat tentang limbah khususnya limbah organik.
Partisipasi masyarakat dalam memelihara permukimannya sangat ditentukan
oleh tingkat sumberdaya manusia (human resource) meliputi kesadaran,
pengetahuan, keterampilan dan penguasaan teknologi. Selain itu, solidaritas sosial
sebagai perilaku kolektif masyarakat menentukan optimalisasi pencapaian
pelestarian ekosistem permukiman sehingga metode investasi sumberdaya manusia
dan pendekatan partisipasif secara berkesinambungan sangat penting artinya.
Permukiman yang sehat bertumpu dari suasana harmonis antara kondisi
ekosistem dan fisik permukiman. konsep eco-settlement yang mengharmonisasikan
tiga pilar berkelanjutan yaitu sosial, ekonomi, dan ekologi baik untuk
dikembangkan dalam mewujudkan permukiman yang berwawasan lingkungan.
Peran pemerintah selain dalam hal regulasi, dana, bantuan teknis juga perlu
penyiapan komponen-komponen berupa komponen fisik, sosial, dan ekonomi.
Terkait dengan UU Perkim, beberapa kriteria eco-settlement telah
terakomodir dalam Undang-undang tersebut, namun beberapa hal seperti kriteria
rumah sehat dan berwawasan lingkungan, proses pendidikan kepada masyarakat,
partisipasi masyarakat dan penguatan kelembagaan perlu diatur dalam peraturan
lain yang menyertainya. Partisipasi masyarakat dalam memelihara permukimannya
sangat ditentukan oleh tingkat sumberdaya manusia (human resource) meliputi
kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan penguasaan teknologi. Selain itu,
solidaritas sosial sebaga perilaku kolektif masyarakat menentukan optimalisasi
pencapaian pelestarian ekosistem permukiman sehingga metode investasi
sumberdaya manusia dan pendekatan partisipasif secara berkesinambungan sangat
penting artinya bagi terwujudnya perumahan dan permukiman yang berwawasan
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Glen Paoletto, 2003. Kota dan Lingkungan Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan
Ekologi. Jakarta:LP3ES.
F Latar Belakang
Penataan dan pengelolaan sarana sanitasi pemukiman adalah aspek penting
dalam menciptakan lingkungan hunian yang sehat, aman, dan layak untuk dihuni.
Sarana sanitasi meliputi sistem penyediaan air bersih, pengolahan limbah, serta
fasilitas toilet yang memadai. Menurut World Health Organization (WHO), lebih
dari 2 miliar orang di seluruh dunia masih tidak memiliki akses ke fasilitas sanitasi
dasar. Kondisi ini dapat menyebabkan penyebaran penyakit menular seperti diare,
kolera, atau infeksi saluran pernapasan akibat kurangnya kebersihan lingkungan.
Peningkatan penataan dan pengelolaan sarana sanitasi pemukiman
berkontribusi pada upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan nomor 6
yaitu "Akses Terhadap Air Bersih Dan Sanitasi". Dalam konteks ini, pemerintah
dan lembaga terkait bekerja sama untuk meningkatkan infrastruktur sanitasi serta
memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya praktek higiene yang
baik.
G Penataan Pemukiman
Secara umum terdapat beberapa pola bentuk tapak (site/kapling), dalam suatu
lingkungan perumahan, yaitu; bentuk persegi empat, bentuk trapesium dan bentuk
tidak beraturan. Lebar kapling minimal adalah 3 meter untuk bangunan maisonet,
dan 6 meter untuk bangunan tunggal. Untuk bangunan tunggal yang mempunyai
lebar kapling antara 3.00 – 6.00 meter, maka harus dibuat perencanaan khusus
agar modul ruang dalam bangunan dapat dimanfaatkan secara efisien.
Tipe rumah tunggal adalah rumah yang kepemilikannya satu orang dan
dibangun 1 lantai atau 2 lantai dalam satu luasan kapling, lebar kapling minimum,
6.00 m. Tipe rumah maisonet, adalah rumah tunggal yang dibangun 2 lantai atau
lebih dalam satu luasan kapling, lebar kapling minimum, 3.00 m dengan tujuan
melakukan efisiensi lahan.
Keterangan :
1. Kapling sudut satu jalur,
2. Kapling ngantong (sempit di bagian muka lebar di bagian
3. Kapling tengah,
4. belakang),
5. Kapling tusuk sate (bagian muka kavling tegak lurus jalan),
6. Kapling corong (bagian muka kavling lebih panjang dari pada bagian belakang
kavling),
7. Kapling sudut dua jalur,
8. Kapling tengah dua jalur,
9. Kapling tusuk sate dua jalur
Pola kapling standar bentuk persegi panjang dengan ukuran muka kapling 12
meter dengan peruntukan rumah tunggal, garis sempadan bangunan (GSB)
minimum 3 meter.
Pola kapling standar bentuk persegi panjang dengan ukuran muka kapling 9.00
meter dengan peruntukan rumah kopel, garis sempadan minimum bangunan
(GSB) 3.00 meter.
Pola kapling standar bentuk persegi panjang dengan ukuran muka kapling 6.00
meter dengan peruntukan rumah deret, garis sempadan minimum bangunan
(GSB) 3.00 meter.
Pada kawasan perkotaan, membangun rumah horisontal menghadapi kendala
keterbatasan lahan/tanah, karena semakin meningkatnya populasi penduduk di
perkotaan. Kondisi ini akhirnya mengakibatkan harga lahan/ tanah di perkotaan
menjadi sangat mahal.
Solusi membangun ke arah vertikal menjadi pilihan yang tepat untuk
memenuhi kebutuhan rumah masyarakat, sehingga persyaratan kenyamanan
dalam menghuni rumah dan lingkungan perumahan tetap dapat dipenuhi.
Beberapa model rumah yang dibangun vertikal diantaranya adalah Rumah Susun,
maisonet, town house, atau split level. Pada modul ini diperkenalkan model
maisonet atau town house, yaitu model rumah keluarga kecil sederhana, yang
dirancang vertikal 2 lantai, sangat cocok untuk diterapkan di perkotaan.
Pola bentuk kapling, menggunakan standar bentuk persegi panjang dengan
ukuran muka kapling 3.00 meter dengan total luas efektif 36 m 2 atau luas kotor 40
m2, garis sempadan bangunan (GSB) minimum 3.00 meter.
M
Parameter T
Perbandingan efektifitas antara(maisonet)
RSH tipe rumah di atas tanah (landed house) dengan
Jalan 12 m2 6 m2
Drainase 6 m1 tipe mlosonet.
3 m1
45 m2/55 m2 (35 m2 =
Lahan hijau 0 40%)
Riol lingkungan 6 m1 3 m1
Luas lahan 90 m2 45 m2
Building 40% 50% (40% = 55 m2)
coverage
Luas bangunan 36 m2 40 m2
2. Kapling Sudut
Penempatan bangunan rumah pada kapling sudut, tidak melebih batas GSB
pada kedua sisi jalan. Posisi riol lingkungan/kota harus lebih rendah dari saluran
drainase rumah. Bangunan pagar pada bagian sudut jalan harus dibuat lengkung
dengan radius minimal 1.20 meter. Pagar pada sisi jalan kedua sudut harus
transparan, agar tidak mengganggu pandangan kegiatan lalu lintas di kedua sisi
jalan.
3. Kapling Tusuk Sate
Pada lahan yang berada pada posisi tusuk sate atau berada tepat tegak lurus
poros jalan, sebaiknya penempatan bukaan dihindari berada pada sisi muka
bangunan, untuk mengurangi intensitas tinggi dari jalan raya yang berada di poros
jalan tersebut.
Umumnya poros jalan berpotensi mengalirkan udara yang relatif besar,
sehingga bukaan untuk ventilasi pada bangunan harus lebih kecil dari standar
yang ditentukan untuk bangunan pada tapak biasa.
5. Tata Bangunan
Tata bangunan meliputi tata letak massa dan ruang bangunan dalam
tapak/kapling tempat dimana bangunan itu berdiri. Aspek yang perlu
dipertimbangkan adalah terhadap fungsi bangunan, kesinambungan, dan
efektifitas antara pola sirkulasi di dalam dan di luar bangunan, serta tata letak
sistem kelengkapan bangunan.
Sistem kelengkapan bangunan dimaksud, terdiri dari: sistim penyediaan air
bersih/minum, sistim pembuangan & pengolahan limbah (dari dapur dan kamar
mandi), sistim pengaliran air hujan dan resapannya, sistim penerangan buatan dan
alami, sistim penangkal petir, sistim dan pengaturan udara (alami atau buatan).
Komponen-komponen bangunan harus terintegrasi antara satu dengan
lainnya, agar tercipta wadah/tempat yang nyaman bagi penghuni melakukan
aktifitas sesuai dinamika kehidupannya sehari-hari.
Jadi rumah bukan merupakan produk akhir (end product), tapi merupakan
produk yang tumbuh sejalan dengan kegiatan manusia/penghuni di dalamnya dan
sesuai dinamika kehidupan yang dijalankannya. Aplikasi pemanfaatan luas ruang
rumah untuk mewadahi kegiatan keluarga yang paling pokok sekurang-kurangnya
seperti pada Tabel 6 berikut ini.
R.ber Ruang
Ruang Pribadi Luas Luas
sama pelayanan
Komposisi Rmh Kav
Keluarga R. Tidur (m )
2
R. Multi
Dpr MCK (m2) (m2)
fungsi
Pasutri Anak (m2) (m2)
(m2)
1. Kel. Muda1 9,6 - 11,4 3 3 27 90
2. Kel. Muda3 9,6 1(8,1) 18,3 3 3 42 90
3. Kel Dewasa2 9,6 2(8,1) 22,2 3 3 54 90
a. Ruang tidur pasutri 9,6 m2, agar diperoleh ruang bersih 3 m x 3 m, yang
dapat dimanfaatkan secara optimal.
4
3. 2 lemari @ 50 cm x 90 cm
4. 1 lemari malam 50 cm x 50 cm
1 3
5. 1 Meja kerja 60 cm x 120 cm
4.10
6. 1 kursi kerja
7. 1 meja rias 40 cm x 120 cm
8
9 8. 1 kursi
7 9. Sholat
3.40
3.50
3 3
1 1 3. 2 Meja belajar 60 cm x 70 cm
5
2 4. 2 kursi belajar
5. Sholat
3.00
3.10
Ruang tidur 2 (dua) anak remaja/dewasa
Anak yang sudah dewasa sebaiknya memiliki kamar sendiri, apalagi bila 2
(dua) anak tersebut berbeda jenis kelamin. Dalam contoh gambar ini, adalah
ruang minimum untuk 1(satu) anak dewasa.
1 3
1. Tempat tidur anak dewasa 85 cm x 185 cm
4 2. 1 lemari @ 50 cm x 90 cm
3.00
5
3.10
Dalam kondisi rumah keluarga Pasutri usia tua, tetap dalam posisi luas rumah dan
luas kavling maksimum agar dimungkinkan menyediakan kamar untuk tamu,
khususnya untuk kunjungan anak.
H SARANA SANITASI PEMUKIMAN
1. Air Minum
Air adalah kebutuhan mutlak bagi manusia. Tanpa air orang tidak dapat
hidup dan dibutuhkan sekali untuk berbagai macam keperluan, seperti: minum,
mencuci, mandi, dan keperluan lainnya.
Ketentuan umum penyediaan air minum adalah sebagai berikut:
a. Tersedia jaringan air minum yang dapat melayani/tersambung dengan lokasi
perumahan (tapping dari pipa PAM/PDAM)
b. Bila tidak tersedia jaringan PAM/PDAM, maka dapat diberikan pada
sumber air minum, seperti pembuatan sumur bor.
c. Penyediaan sarana air minum komunal, meliputi jaringan distribusi, tangki
penampungan, rumah pompa, dll.
d. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari
e. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan atau air
minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Permenkes 416 tahun 1990 untuk air bersih dan Kepmenkes 492 tahun 2010
untuk air minum
2. Persampahan
Penanganan persampahan di lingkungan pemukiman mengikuti prinsip
dasar atau tata cara pengelolaan sampah pemukiman, yaitu:
3. Air Limbah
1. Kriteria teknis untuk pembuangan air limbah adalah:
4. Kepadatan Penghuni
Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah
dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan
kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m² per
orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia.
Untuk perumahan sederhana, minimum 8 m²/orang. Untuk kamar
tidur diperlukan minimum 2 orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2
orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun.
Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan
ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi
syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah
penghuni >10 m²/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat
kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah
penghuni <10 m²/orang.
5. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang tersedia harus dapat menampung jumlah anak
usia sekolah. Sarana pendidikan yang ada harus dengan fasilitas yang lengkap
sesuai dengan standar pendidikan dasar/menengah/tinggi. Bersih, mudah
dicapai, tidak bising, jauh dari sumber penyakit, sumber bau/sampah, atau
pencemaran lainnya. Sarana pendidikan untuk melayani jumlah penduduk
usia sekolah, minimal tersedia:
6. Sarana Kesehatan
Sarana pelayanan kesehatan harus dapat melayani seluruh penduduk
yang ada di wilayah pemukiman. Lokasi sarana pelayanan kesehatan di
pusat lingkungan, bersih, mudah dicapai, tenang, jauh dari sumber penyaki,
sumber bau/sampah, dan atau pencemaran lainnya
7. Sarana Perniagaan
Sarana perniagaan sangat diperlukan oleh penduduk di pemukiman,
untuk pemenuhan kebutuhan primer maupun sekunder. Lokasi sarana
perniagaan ini harus mudah diakses. Ketersediaan akan sarana perniagaan,
minimal 1 (satu) pasar untuk setiap 30.000 jiwa
9. Sarana Kesehatan
Sarana sosial dan budaya di kawasan pemukiman, minimal tersedia:
- 1 unit tempat ibadah, untuk setiap 1,2 m2/jama’ah)
- 1 unit perpustakaan lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Pendahuluan
Pengamanan fasilitas lingkungan dan prasarana merujuk pada upaya yang dilakukan
untuk melindungi dan menjaga keamanan tempat-tempat atau infrastruktur penting
dalam suatu lingkungan. Tujuan utama dari pengamanan ini adalah untuk mencegah
kerusakan, pencurian, akses yang tidak sah, atau tindakan kriminal lainnya yang dapat
membahayakan fasilitas dan infrastruktur tersebut, serta orang-orang yang
menggunakan atau bekerja di dalamnya.
Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah kondisi fisik, kimia, dan
biologik di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan, sehingga memu
ngkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan kesehatan
perumahan dan lingkungan pemukinan adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib
dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di
perumahan dan/atau masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan.
Persyaratan kesehatan perumahan yang meliputi persyaratan lingkungan perumahan dan
pemukiman serta persyaratan rumah itu sendiri, sangat diperlukan karena pembangunan
perumahan berpengaruh sangat bes ar terhadap peningkatan derajat kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat (Sanropie, 1992).
1. Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran
lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya;
b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau
bekas tambang;
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti
jalur pendaratan penerbangan.
2. Kualitas udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas
beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berik ut :
a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;
b. Debu dengan diameter kurang dari 10g maksimum 150g/m3;
c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm ;
d. Debu maksimum 350 mm 3/m2 per hari.
3. Kebisingan dan getaran
a. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A;
b. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik.
4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
a. Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg
b. Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg
c. Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg
d. Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg
5. Prasarana dan sarana lingkungan
a. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan
konstruksi yang aman dari kecelakaan;
b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor
penyakit;
c. Memiliki sarana jalan lingkunga n dengan ketentuan konstruksi jalan tidak
mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki
dan penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu
penerangan jalan tidak menyilaukan mata ;
d. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi
persyaratan kesehatan;
e. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi
persyaratan kesehatan;
f. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan;
g. Memiliki akses terhada p sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja,
tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya;
h. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya;
i. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi
makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
6. Vektor penyakit
a. Indeks lalat harus memenuhi syarat;
b. Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
7. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan
juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam.
Adapun ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes
No. 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :
1. Bahan bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, an tara lain : debu total kurang dari 150 g/m2,
asbestos kurang dari 0,5 serat/m 3
per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari
300 mg/kg bahan;
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penataan ruangan
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap
air dan mudah dibersihkan;
c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan;
d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;
e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya;
f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan
tidak m enyilaukan mata.
4. Kualitas udara
Bagi pemilik rumah yang belum memenuhi ketentuan tersebut diatas tidak
dapat dikenai sanksi, tetapi dibina agar segera dapat memenuhi persyaratan
kesehatan rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama,TY. (1992). Polusi Udara dan Kesehatan . Jakarta : Arcan. Azwar, A. (1996).
Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan . Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Anonim. (1997). Rumah dan Lingkungan Pemukiman Sehat . Jakarta : Ditjen Cipta
Karya Departemen Pekerjaan Umum R.I.
Ditjen PPM dan PL (2002) Pedoman Teknis Penilaian Rumah sehat. Jakarta :
Departemen Kesehatan R.I.
Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.
TOPIK 11
STUDI KELAYAKAN DAN PENATAAN RUMAH DAN PEMUKIMAN SEHAT
Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah kondisi fisik, kimia, dan
biologi di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan, sehingga memungkinkan
penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan kesehatan
perumahan dan lingkungan pemukiman adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib
dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di
perumahan serta masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan.
1. Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran
lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya
b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau
bekas tambang
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti
jalur pendaratan penerbangan.
2. Kualitas udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas
beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut
a. Gas H2 S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi
b. Debu dengan diameter kurang dari 10 mg maksimum 150 g/m3
c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm d. Debu maksimum 350 mm3 /m2 per hari.
3. Kebisingan dan getaran
a. Kebisingan dianjurkan 45 dBA, maksimum 55 dBA
b. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik.
4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
a. Kandungan timah hitam (Pb maksimum 300 mg/kg)
b. Kandungan arsenik (As total maksimum 100 mg/kg
c. Kandungan cadmium (Cd maksimum 20 mg/kg)
d. Kandungan Benzo (apyrene maksimum 1 mg/kg)
5. Prasarana dan sarana lingkungan
a. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan
konstruksi yang aman dari kecelakaan
b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor
penyakit
c. Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak
mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki
dan penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu
penerangan jalan tidak menyilaukan mata
d. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi
persyaratan kesehatan;
e. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi
persyaratan kesehatan f. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus
memenuhi syarat kesehatan
f. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat
kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian
g. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya
h. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi
makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
6. Vektor penyakit
Indeks lalat harus memenuhi syarat b. Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
7. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan
juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam (Kementerian
Kesehatan RI, 1999).
1. Bahan bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain: debu total kurang dari 150 g/m2 ,
asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, plumbum (Pb kurang dari 300
mg/kg bahan).
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penataan ruangan
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air
dan mudah dibersihkan
c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir
e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya
f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
3. Pencahayaan
a. Pencahayaan Alami
Cahaya matahari berguna untuk penerangan dan juga dapat mengurangi
kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh kuman penyakit tertentu
seperti TBC, influenza, penyakit mata dan lain-lain. Kebutuhan standar
minimum cahaya alam yang memenuhi syarat kesehatan untuk berbagai
keperluan menurut WHO di mana salah satunya adalah untuk kamar keluarga
dan tidur dalam rumah adalah 60 – 120 Lux. Guna memperoleh jumlah cahaya
matahari pada pagi hari secara optimal sebaiknya jendela kamar tidur
menghadap ke timur dan luas jendela yang baik minimal mempunyai luas 10-
20% dari luas lantai.
4. Kualitas udara
Sumber pencemar udara ruangan terbagi menjadi 5 sumber, yaitu (World Health
Organization (WHO), 2010) :
5. Ventilasi
Ventilasi yang baik dalam ruangan harus mempunyai syarat lainnya, diantaranya:
a. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan. Sedangkan
luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup minimum 5%.
Ukuran luas ini diatur sedemikian rupa sehingga udara yang masuk tidak
terlalu deras dan tidak terlalu sedikit
b. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap dari sampah
atau dari pabrik, dari knalpot kendaraan, debu dan lain-lain
c. Aliran udara diusahakan ventilasi silang dengan menempatkan lubang hawa
berhadapan antara 2 dinding ruangan.
6. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
7. Penyediaan air
a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60
liter/orang/hari.
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum (Kementerian Kesehatan RI, 1990): (Kemenkes, 2002)
8. Sarana penyimpanan makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.
9. Pembuangan Limbah
a. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah
b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak
mencemari permukaan tanah dan air tanah.
Dilihat dari aspek sarana sanitasi, maka beberapa sarana lingkungan yang berkaitan
dengan perumahan sehat adalah sebagai berikut :
Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan
tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan atau zat yang
membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan
(Chandra, 2007).
Menurut Azwar (1996) air limbah dipengaruhi oleh tingkat kehidupan masyarakat,
dapat dikatakan makin tinggi tingkat kehidupan masyarakat, makin kompleks pula
sumber serta macam air limbah yang ditemui. Air limbah adalah air tidak bersih
mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia ataupun
hewan, dan lazimnya karena hasil perbuatan manusia.
4. Sampah
Sampah adalah semua produk sisa dalam bentuk padat, sebagai akibat aktifitas
manusia, yang dianggap sudah tidak bermanfaat. Entjang (2000) berpendapat agar
sampah tidak membahayakan kesehatan manusia, maka perlu pengaturan
pembuangannya, seperti tempat sampah yaitu tempat penyimpanan sementara
sebelum sampah tersebut dikumpulkan untuk dibuang (dimusnahkan).
Syarat tempat sampah adalah :
1. Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat sehingga tidak mudah bocor,
kedap air.
2. Harus ditutup rapat sehinga tidak menarik serangga atau binatang- binatang
lainnya seperti tikus, kucing dan sebagainya.
Menurut Munif Arifin (2009), kriteria rumah sehat didasarkan pada pedoman teknis
penilaian rumah sehat Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Depkes RI tahun 2007. Pedoman teknis ini disusun berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan
Kesehatan Perumahan. Sedangkan pembobotan terhadap kelompok komponen rumah,
kelompok sarana sanitasi, dan kelompok perilaku didasarkan pada teori Blum, yang
diinterpetasikan terhadap Lingkungan (45%), Perilaku (35%), Pelayanan Kesehatan
(15%), Keturunan (5%).
TOPIK 12
UPAYA PENYEHATAN RUMAH DAN PEMUKIMAN SECARA TEKNIS
PENDAHULUAN
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan
merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia serta mutu
kehidupan yang sejahtera dalam masyarakat yang adil dan makmur. Perumahan dan
permukiman juga merupakan bagian dari pembangunan nasional yang perlu terus
ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, terencana, dan
berkesinambungan.
Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal / lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan,
dimaksudkan agar lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang sehat, aman, serasi,
dan teratur dan berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan permukiman adalah
bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan
perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung prikehidupan dan
penghidupan (UU No 4/1992). Permukiman dapat puladidefinisikan sebagai kawasan
yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan dan tempat kerja yang
memberikan pelayanan dan kesempatan kerja untuk mendukung perikehidupan dan
penghidupan sehingga fungsi-fungsi perumahan tersebut dapat berdaya guna dan
berhasil guna.
DAFTAR PUSTAKA
TOPIK 13
UPAYA PENYEHATAN RUMAH DAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN DARI
ASPEK SOSIAL BUDAYA, EKONOMI, POLITIK
1. Penyuluhan baik oleh Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui proyek-
proyek Pusat Informasi Teknik Bangunan
2. Melengkapi permukiman-permukiman dengan fasilitas-fasilitas yang dapat
meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan dan masyarakat sehingga dapat
hidup layak
1. Fasilitas Pendidikan
a. Sekolah Taman Kanak-kanak.
Adalah fasilitas pendidikan yang paling dasar yang diperuntukkan untuk anak-
anak usia 5-6 tahun.
- Terdiri dari dua ruang kelas masing-masing dapat menampung 35-40 murid
perkelas dan dilengkapi dengan ruang-ruang lain
- Pencapaian maksimum adalah 500 m.
b. Sekolah Dasar (SD).
Adalah fasilitas pendidikan yang dipergunakan untuk anak anak usia 6 - 12
tahun.
- Terdiri Dari 6 ruang kelas yang masing-masing dapat menampung 40 murid
dan dilengkapi dengan ruang-ruang lain.
- Pencapaian maksimum adalah 1.000 m.
c. Sekolah Menengah Pertama/Sekolah Lanjutan Pertama.
Adalah fasilitas pendidikan yang diperuntukkan untuk menampung lulusan SD
Terdiri dari 6 ruang kelas yang masing-masing dapat menampung 30 murid dan
digunakan pagi dan sore
d. Sekolah Menengah Atas/Sekolah Lanjutan Atas.
Terdiri dan 6 kelas yang masing-masing dapat menampung 30 murid dan
digunakan pagi dan sore.
3. fasilitas Kesehatan
a. Puskesmas.
Puskesmas ini membawahi 5 Puskesmas Pembantu Pencapaian maksimum
adatah 3.000 m.
b. Tempat Praktek Dokter.
c. Tempat Praktek Dokter ini dapat bersatu dengan rumah tinggal tetapi dapat
juga terpisah (tersendiri) Pencapaian maksimum adatah 1.500 m.
d. Rumah Bersalin.
Pencapaian maksimum adalah 2.000 m
e. Apotik
Pencapaian maksimum adalah 1.500 m
4. Fasilitas Perbelanjaan dan Niaga.
a. Warung
Pencapaian maksimum adalah 300 m.
b. Pertokoan
Pencapaian maksimum adalah 500 m.
c. Pusat Perbelanjaan Lingkungan
d. Pusat Perbelanjaan dan Niaga Kecamatan
5. Fasilitas Peribadatan.
Fasilitas ini untuk setiap daerah harus disesuaikan dengan agama yang dianut oleh
masyarakat di tempat tersebut. Bila penduduknya 80% beragama islam maka dapat
digunakan angka-angka tersebut di bawah ini :
a. Kelompok 500 keluarga (2 500 penduduk)
- Langgar
b. Kelompok 6.000 keluarga (30.000 penduduk)
- Mesjid
- Tempat ibadah lain
6. Fasilitas Rekreasi dan Kebudayaan
a. Kelompok 6.000 keluarga
Gedung serba guna
b. Kelompok 24.000 keluarga
Gelanggang Remaja
7. Fasilitas OlahRaga dan Lapangan Terbuka
a. Kelompok 50 keluarga
Taman/ Tempat bermain
b. Kelompok 500 keluarga
Taman dan tempat bermain
c. Kelompok 6.000 keluarga
Kesatuan antara taman, tempat bermain dan lapangan olahraga Lokasinya
mengelompok dengan sekolah
d. Kelompok 24000 keluarga
Kesatuan antara taman, tempat bermain dan lapangan olahraga Lokasinya
mengelompok dengan sekolah