Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

`I.I Latar Belakang


Perumahan dan permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia juga mempunyai fungsi yang strategis sebagai pusat pendidikan keluarga,
pembinaan generasi muda, juga dapat disebut sebagai barang modal (tidak bergerak) atau
capital goods. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat ditandai melalui pemenuhan
kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak.

Menurut undang-undang No 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman,


pengertian perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan. Sedangkan rumah secara fisik berarti tempat tinggal atau hunian yang
digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan mahluk hidup lainnya, selain itu
harus dapat menampung aktifitas kehidupan dan penghidupan penghuninya. Kondisi saat
ini perumahan dan pemukiman dapat dilihat dari angka pertumbuhan. Perumahan Latoro
merupakan Perumahan yang akan dibahas pada Laporan ini.

I.II Rumusan Masalah


1. Bagaimana Tata Letak Rumah Pada Perumahan Latoro ?
2. Apa saja permasalahan umum yang ada di Perumahan Latoro ?
3. Bagaimana Perencanaan Perbaikan pada Perumahan Latoro ?
I.III Tujuan
1. Untuk mengetahui Tata letak Rumah Pada Perumahan Latoro
2. Untuk mengetahui permasalahan Umum yang terjadi di Perumahan Latoro
3. Untuk Melakukan Perencanaan Perbaikan pada Perumahan Latoro

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.I Pengertian Rumah


Menurut John F.C Turner, 1972, dalam bukunya Freedom To Build mengatakan,
“Rumah adalah bagian yang utuh dari permukiman, dan bukan hasil fisik sekali jadi
semata, melainkan merupakan suatu proses yang terus berkembang dan terkait dengan
mobilitas sosial ekonomi penghuninya dalam suatu kurun waktu. Yang terpenting dan
rumah adalah dampak terhadap penghuni, bukan wujud atau standar fisiknya.
Selanjutnya dikatakan bahwa interaksi antara rumah dan penghuni adalah apa yang
diberikan rumah kepada penghuni serta apa yang dilakukan penghuni terhadap rumah”.
Menurut Siswono Yudohusodo (Rumah Untuk Seluruh Rakyat, 1991: 432),
rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga. Jadi, selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang
digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah
merupakan tempat awal pengembangan kehidupan.
Kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan perumahan dan permukiman
menyebutkan bahwa rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping
pangan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Selain berfungsi sebagai pelindung terhadap
gangguan alam/cuaca dan makhluk lainnya, rumah juga memiliki peran sosial budaya
sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan, penyiapan
generasi muda, dan sebagai manifestasi jati diri. Dalam kerangka hubungan ekologis
antara manusia dan lingkungannya maka terlihat jelas bahwa kualitas sumber daya
manusia di masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan
permukimannya

II.II Pengertian Perumahan


Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, perumahan
berada dan merupakan bagian dari permukiman, perumahan adalah kelompok rumah
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan (pasal 1 ayat 2).
Pembangunan perumahan diyakini juga mampu mendorong lebih dari seratus macam
kegiatan industri yang berkaitan dengan bidang perumahan dan permukiman

2
II.III Pengertian Permukiman
Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1992 Pasal 3, Permukiman adalah bagian
dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan
maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan dan penghidupan. Satuan
lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran
dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang
terstruktur (pasal 1 ayat 3). Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 menyebutkan
bahwa penataan perumahan dan permukiman berlandaskan asas manfaat, adil dan
merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan,
dan kelestarian lingkungan hidup.
Jadi, pemukiman adalah suatu wilayah atau area yang ditempati oleh seseorang atau
kelompok manusia. Pemukiman memiliki kaitan yang cukup erat dengan kondisi alam
dan sosial kemasyarakatan

II.IV Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman


Dalam Pasal I menyebutkan bahwa rumah adalah bangunan yang berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan adalah
kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan,
sedangkan  Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan
perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang,
prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.
Asas dari penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat,
adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri,
keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup (Bab II Pasal 3). Sedangkan dalam
Pasal 4 menyebutkan bahwa penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk:

3
1. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam
rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat;
2. Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat,
aman, serasi, dan teratur
3. Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional;
4. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan bidang-bidang lain.

Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan


permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan
pelaksanaan yang bertahap (Bab IV Pasal 18). Pembangunan kawasan permukiman
tersebut ditujukan untuk menciptakan kawasan permukiman yang tersusun atas satuan-
satuan lingkungan permukiman dan mengintegrasikan secara terpadu dan meningkatkan
kualitas lingkungan perumahan yang telah ada di dalam atau di sekitarnya, yang
dihubungkan oleh jaringan transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan kawasan lain
yang memberikan berbagai pelayanan dan kesempatan kerja.
Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan berdasarkan rencana tata
ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan yang
menyeluruh dan terpadu yang ditetapkan olch pemerintah daerah dengan
mepertimbangkan berbagai aspek yang terkait serta rencana, program, dan prioritas
pembangunan perumahan dan permukiman.

II.V Fungsi Rumah


Menurut Turner (1972:164-167), terdapat tiga fungsi yang terkandung dalam
rumah:
a. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga, yang diwujudkan dalam kualitas hunian
atau perlindungan yang diberian rumah. Kebutuhan tempat tinggal dimaksudkan agar
penghuni mempunyai tempat  tinggal atau berteduh secukupnya untuk melindungi
keluarga dari iklim setempat.
b.Rumah sebagai penunjang kesempatan keluarga untuk berkembang dalam kehidupan
sosial, budaya, dan ekonomi atau fungsi pengembangan keluarga. Fungsi ini diwudkan
dalam lokasi tempat rumah itu didirikan. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan
dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan
sumber penghasilan.

4
Rumah sebagai penunjang rasa aman dalam arti terjaminnya kehidupan keluarga di masa
depan setelah mendapatkan rumah, jaminan keamanan lingkungan perumahan yang
ditempati serta jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan.
Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, perwujudannya bervariasi menurut siapa
penghuni atau pemiliknya. Berdasarkan hierarchy of need (Maslow, 1954:10), kebutuhan
akan rumah dapat didekati sebagai:

a.       Physiological needs (kebutuhan akan makan dan minum), merupakan kebutuhan


biologis yang hampir sama untuk setiap orang, yang juga merupakan kebutuhan
terpenting selain rumah, sandang, dan pangan juga termasuk dalam tahap   ini.
b.      Safety or security needs (kebutuhan akan keamanan),merupakan tempat berlindung
bagi penghuni dari gangguan manusia dan lingkungan yang tidak diinginkan.
c.       Social or afiliation needs (kebutuhan berinteraksi), sebagai tempat untuk
berinteraksi dengan keluarga dan teman.
d.      Self actualiztion needs (kebutuhan akan ekspresi diri), rumah bukan hanya sebagai
tempat tinggal, tetapi menjadi tempat untuk mengaktualisasikan diri.

II.VI Lingkungan Perumahan


Lingkungan permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima elemen,
yaitu (K. Basset dan John R. Short, 1980, dalam Kurniasih) :
a. Nature (unsur alami), mencakup sumber-sumber daya alam seperti topografi,
hidrologi, tanah, iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan fauna.
b. Man (manusia sebagai individu), mencakup segala kebutuhan pribadinya seperti
biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan, dan perepsinya.
c. Society (masyarakat), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat.
d. Shells (tempat), dimana mansia sebagai individu maupun kelompok melangsungkan
kegiatan atau melaksanakan kehidupan.
e.  Network (jaringan), merupakan sistem alami maupun buatan manusia, yang
menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut seperti jalan, air bersih,
listrik, dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada dasarya suatu permukiman terdiri
dari isi (contents) yaitu manusia, baik secara individual maupun dalam masyarakat dan
wadah yaitu lingkungan fisik permukiman lingkungan fisik permukiman yang

5
merupakan wadah bagi kehidupan manusia dan merupakan pengejawantahan dari tata
nilai, sistem sosial, dan budaya masyarakat yang membentuk suatu komunitas sebagai
bagian dari lingkungan permukiman tersebut.

II.VII Persyaratan Pemukiman


Dalam penentuan lokasi suatu permukiman, perlu adanya suatu kriteria atau
persyaratan untuk menjadikan suatu lokasi sebagai lokasi permukiman. Kriteria tersebut
antara lain:
a.       Tersedianya lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan dan dilengkapi
dengan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial.
b.      Bebas dari pencemaran air, pencemaran udara dan kebisingan, baik yang berasal
dari sumber daya buatan atau dari sumber daya alam (gas beracun, sumber air beracun,
dsb).
c.       Terjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi pembinaan
individu dan masyarakat penghuni.
d.      Kondisi tanahnya bebas banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15 %, sehingga
dapat dibuat sistem saluran air hujan (drainase) yang baik serta memiliki daya dukung
yang memungkinkan untuk dibangun perumahan.
e.       Adanya kepastian hukum bagi masyarakat penghuni terhadap tanah dan bangunan
diatasnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu
o   Lokasinya harus strategis dan tidak terganggu oleh kegiatan lainnya.
o   Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti pelayanan kesehatan,
perdagangan, dan pendidikan.
o   Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan
tidak sampai menimbulkan genangan air.
o   Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang siap untuk
disalurkan ke masing-masing rumah.
o   Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor, yang dapat dibuat dengan sistem
individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik komunal.
o   Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar
lingkungan permukiman tetap nyaman.

6
o   Dilengkapi dengan fasilitas umum, seperti taman bermain untuk anak, lapangan atau
taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala besarnya
permukiman tersebut.
o   Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.

Hal yang sama mengenai persyaratan lokasi permukiman juga dijelaskan dalam
Joseph De Chiara dalam Standar Perencanaan Tapak, 1994, dimana yang harus
dipertimbangkan dalam pemilihan perumahan tapak untuk perumahan apabila ingin
dicapai pembangunan dan pemeliharaan yang sehat, antara lain:
A.    Sifat Khas Fisis Tapak yang Penting
a. Kondisi tanah dan bawah tanah.
Kondisi bawah tanah dan harus sesuai dengan untuk pekerjaan galian dan
persiapan, peletakan jaringan utilitas serta pelandaian dan penanaman, memberikan daya
dukung yang baik untuk penghematan konstruksi bangunan yang akan dibangun. Untuk
menghemat konstruksi, sebaiknya lapisan bawa tanah tidak mengandung batuan keras
atau rintangan lain untk efisiensi galian utilitas pondasi atau kolong bangunan.
b. Air tanah dan drainase
Muka air tanah yang relatif rendah untuk untuk melingdungi bangunan dari
genangan pada kolong bangunan dan gangguan air selokan, tidak adanya rawa, dan
kelandaian lereng yang cukup memungkinkan penyaluran curah hujan permukaan
normal dan kelancaran aliran air selokan.
c. Keterbebasan dari banjir permukaan
Daerah pembangunan harus terbebas dari bahaya banjir permukaan yang
disebabkan oleh sungai, danau atau air pasang.
d. Kesesuaian penapakan bangunan yang akan direncanakan
Lahan tidak boleh terlalu curam demi kebaikan kelandaian dalam kaitannya
dengan kostruksi hunian. Tapak bangunan tidak boleh mempunyai ketinggian melebihi
kemampuan jangkuan air untuk keperluan rumah tangga dan penangulangan kebakaran.
e.  Kesesuaian untuk akses dan sirkulasi
Topografi harus memungkinkan pencapaian yang baik oleh kendaraan maupun
pejalan kaki, ke dan di dalam tapak. Topografi juga harus memungkinkan pelandaian
yang sesuai dengan standar yang ada.
f.  Kesesuaian untuk pembangunan ruang terbuka

7
Lahan untuk halaman pribadi, tempat bermain dan taman lingkungan harus
memungkinkan pelandaian dan pembangunan yang sesuai dengan spesifikasi.
g. Keterbatasan dari bahaya kecelakaan topografi
Daerah yang akan dibangun hendaknya bebas dari kondisi topografi yang dapat
menyebabkan kecelakaan, seperti galian, lubang yang menganga, dan garis pantai yang
berbahaya.
B. Ketersediaan Pelayanan Saniter dan Perlindungan
a.  Persediaan air dan pembuangan air selokan saniter
Sistem persediaan air dan pembuangan harus dipandang sebagai pelayanan
saniter jangka panjang dan bukan hanya sekedar instalasi fisis. Penyetujuan dini dari
pihak berwenang dibidang kesehatan merupakan prasyarat untuk pembuatan fasilitas
pembuangan air kotor pada tapak dan untuk usulan pengembangan jaringan air maupun
selokan yang akan melayani tapak tersebut.
b. Pembuangan sampah
Apabila pelayanan sampah kota dapat diadakan, maka pemilihan tapak yang menyangkut
hal ini tidak akan menemui masalah. Tetapi kebutuhan fasilitas pengolahan sampah pada
tapak atau di sekitas tapak untuk penguburan, pembakaran dan proses kimiawi
memerlukan upaya penelaahan untuk pengalaman. Masalah yang utama adalah
pemisahan lahan untuk pembuangan, penghindaran bau-bauan yang disebar oleh angin
serta penggunaan metode pembuangan untuk mencegah bersarangnya tikus dan
pembiakan serangga.
c. Listrik, bahan bakar dan komunikasi
Listrik sangat penting untuk setiap rumah, tetapi karena pelayanan listrik
biasanya dapat diperluas untuk suatu pembangunan dan dapat dibangkitkan apabila
diperlukan maka listrik jarang menimbulkanmaslah dalam pemilihan tapak. Gas tidak
dianggap sebagai utilitas yang penting. Apabila keperluan gas berada di luar jangkauan
jaringan pelayanan, maka tabung gas bertekanan tinggi yang mudah diangkut dapat
digunakan. Pelayanan telepon, seperti listrik dapat diperluas untuk tapak yang
memerlukannya.
d.  Pengamanan oleh polisi dan penyelamat kebakaran
Kelayakan perlindungan oleh polisi tidak begitu terpengaruh oleh lokasi, tetapi
seperti halnya perlindungan terhadap kebakaran, apabila letak tempatnya terisolir maka
segi pembiayaan harus diperhitungkan.

8
C. Keterbatasan Dari Bahaya dan Gangguan Setempat
a. Bahaya kecelakaan
Bahaya utama kecelakaan utama adalah tabarakan dengan kendaraan bermotor
lainnya, bahaya api dan ledakan, jatuh, dan tenggelam. Penyebab tabrakan adalah lalu
lintas jalan dan jalan kereta api serta musibah pendaratan pesawat terbang di dekat jalur
pendaratan.
b. Kebisingan dan getaran
Kebisingan yang berlebihan, kadang-kadang disertai getaran biasanya dihasilkan
oleh jalan kereta api, bandar udara, lalu lintas, industri berat, peluit kapal, dan
sebagainya. Perumahan tidak boleh terletak pada tapak yang terus menerus dilanda
kebisingan yang tidak terkendali, terutama di malam hari.
c. Bau-bauan, asap dan debu
Sumber bau-bauan yang tidak sedap biasanya adalah:
-       Pabrik, industri, terutama rumah potong hewan, penyamakan kulit dan pabrik yang
menghasilkan produk dari binatang; industri karet, kimia dan pupuk, pewarnaan atau
pencucian tekstil; pabrik kertas, sabun dan cat; dan pabrik gas.
-       Tempat pembuangan sampah, terutama apabila proses pemusnahan melibatkan
pembakaran.
-       Sungai yang dikotori air selokan, atau instalasi pengolahan tinja yang tidak berjalan
dengan sempurna.
-       Peternakan, terutama babi dan kambing, terutama apabila dipelihara secara
berdesak-desakan dan dalam keadaan kotor.
-       Asap lalu lintas kendaraan bermotor dan kereta api dengan bahan bakar batubara.
Sumber asap dan debu yang sering dijumpai adalah industri, jalur kereta api, tempat
pembuangan dan kebakaran sampah. Debu juga berasal dari lahan terbuka seperti lahan
kosong, perkebunan yang tidak ditanami, tempat rekreasi yang tak terurus dan daerah
berdebu yang luas.

II.VIII Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman


Keberadaan suatu permukiman dapat mempengaruhi berkembangnya suatu
wilayah, dan sebaliknya kegiatan pembangunan dalam suatu wilayah dapat
mempengaruhi berkembangnya permukiman. Permukiman berkaitan secara langsung
dengan kehidupan dan harkat hidup manusia, faktor-faktor yang mempengaruhi

9
perkembangan permukiman cukup banyak, antara lain faktor geografis, faktor
kependudukan, faktor kelembagaan, faktor swadaya dan peran serta masyarakat, faktor
keterjangkauan daya beli, faktor pertanahan, faktor ekonomi dan moneter. Faktor-faktor
lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah disebabkan oleh
perubahan nilai-nilai budaya masyarakat.
Sedangkan menurut Siswono, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan permukiman yang dapat dilihat dari 9 aspek, antara lain: letak geografis,
kependudukan, sarana dan prasarana, ekonomi dan keterjangkauan daya beli, sosial
budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kelembagaan, dan peran serta masyarakat
a. Faktor geografi
Letak geografis suatu permukiman sangat menentukan keberhasilan
pembangunan suatu kawasan. Permukiman yang letaknya terpencil dan sulit dijangkau
akan sangat lambat untuk berkembang. Topografi suatu kawasan juga berpengaruh, jika
topografi kawasan tersebut tidak datar maka akan sulit bagi daerah tersebut untuk
berkembang. Lingkungan alam dapat mempengaruhi kondisi permukiman, sehingga
menambah kenyamanan penghuni permukiman.
b. Faktor Kependudukan
Perkembangan penduduk yang tinggi, merupakan permasalahan yang
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan permukiman. Jumlah
penduduk yang besar merupakan sumber daya dan potensi bagi pembangunan, apabila
dapat diarahkan menjadi manusia pembangunan yang efektif dan efisien. Tetapi
sebaliknya, jumlah penduduk yang besar itu akan merupakan beban dan dapat
menimbulkan permasalahan bila tidak diarahkan dengan baik. Disamping itu,
penyebaran penduduk secara demografis yang tidak merata, merupakan permasalahan
lain berpengaruh terhadap pembangunan perumahan.
c. Faktor Kelembagaan
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah
perangkat kelembagaan yang berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan,
dan pelaksanaan baik sektor pemerintah maupun sektor swasta, baik di pusat maupun di
daerah. Secara keseluruhan perangkat kelembagaan tersebut belum merupakan suatu
sistem terpadu. Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Pemda memegang peranan dan
mempunyai posisi strategis dalam pelaksanaan pembangunan perumahan. Namun unsur-
unsur perumahan di Tingkat Daerah yang melaksanakan program khusus untuk

10
koordinasi, baik dalam koordinasi vertikal maupun horisontal dalam pembangunan
perumahan, masih perlu dimantapkan dalam mempersiapkan aparaturnya.
Termasuk didalamnya adalah kebijaksanaan yang mengatur kawasan permukiman,
keberadaan lembaga-lembaga desa, misalnya LKMD, Karang Taruna, Kelompok wanita
dan sebagainya.
d. Faktor Swadaya dan Peran Serta Masyarakat
Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah,
menengah, tidak tetap, perlu dikembangkan pembangunan perumahan secara swadaya
masyarakat yang dilakukan oleh berbagai organisasi non-pemerintah. Dalam hal ini
dapat dinyatakan bahwa masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap serta amat rendah
dan tidak berkemampuan tersebut mampu membangun rumahnya sendiri dengan proses
bertahap, yakni mula-mula dengan bahan bangunan bekas atau sederhana, kemudian
lambat laun diperbaiki dengan bangunan permanen bahkan ada pula beberapa rumah
yang sudah bertingkat. Faktor swadaya dan peran serta masyarakat atau aspek sosial
tersebut juga meliputi kehidupan sosial masyarakat, kehidupan bertetangga, gotong
royong dan pekerjaan bersama lainnya.

e.       Sosial dan Budaya


Faktor sosial budaya merupakan faktor internal yang mempengaruhi
perkembangan permukiman. Sikap dan pandangan seseorang terhadap rumahnya, adat
istiadat suatu daerah, kehidupan bertetangga, dan proses modernisasi merupakan faktor-
faktor sosial budaya. Rumah tidak hanya sebagai tempat berteduh dan berlindung
terhadap bahaya dari luar, tetapi berkembang menjadi sarana yang dapat menunjukkan
citra dan jati diri penghuninya.
f. Ekonomi dan Keterjangkauan Daya Beli
Aspek ekonomi meliputi yang berkaitan dengan mata pencaharian. Tingkat
perekonomian suatu daerah yang tinggi dapat meningkatkan perkembangan permukiman.
Tingkat perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang.
Makin tinggi pendapatan sesorang, maka makin tinggi pula kemampuan orang tersebut
dalam memiliki rumah. Hal ini akan meningkatkan perkembangan permukiman di suatu
daerah. Keterjangkauan daya beli masyarakat terhadap suatu rumah akan mempengaruhi
perkembangan permukiman. Semakin murah harga suatu rumah di daerah tertentu,

11
semakin banyak pula orang yang membeli rumah, maka semakin berkembanglah
permukiman yang ada.           
g. Sarana dan Prasarana
Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman dapat
mempengaruhi perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan adanya sarana dan
prasarana yang memadai dapat memudahkan penduduknya untuk beraktivitas sehari-
hari. Semakin lengkap sarana dan prasarana yang tersedia maka semakin banyak pula
orang yang berkeinginan bertempat tinggal di daerah tersebut.
h.Pertanahan
Kenaikan harga lahan sebagai akibat penyediaan kelangkaan lahan untuk
permukiman, menyebabkan timbulnya slum dan squatter.
i. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan
perkembangan perumahan dan permukiman. Dengan diciptakannya teknologi-teknologi
baru dalam bidang jasa konstruksi dan bahan bangunan maka membuat pembangunan
suatu rumah akan semakin cepat dan dapat menghemat waktu. Sehingga semakin banyak
pula orang-orang yang ingin membangun rumahnya. Hal ini akan meningkatkan
perkembangan permukiman.

Amos Rapoport (1983) juga menyatakan bahwa permukiman dapat dilihat sebagai suatu
bentang lahan budaya (cultural landscape feature) terutama permukiman tradisional yang
wujud fisiknya sangat besar kaitannya dengan budaya, dimana ciri-cirinya adalah:
o   Di dalamnya terdapat hubungan/kaitan antara berbagai elemen dan juga sifat dan
elemen-elemen tersebut, termasuk antara lingkungan binaan dengan lingkungan alami.
o   Mempunyai ciri dan karakteristik yang khas, umumnya mengandung budaya yang
spesifik.
o   Tidak dirancang oleh seorang perancang. Perancangan merupakan suatu konsep yang
lebih luas yang merupakan perwujudan dan keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan
manusia, sebuah pilihan diantara berbagai alternatif yang memungkinkan.
o   Terdapat sifat-sifat spesifik dan pilihan-pilihan tersebut yaitu didasarkan atas hukum
yang berlaku, merefleksikan budaya pada kelompoknya.
o   Merupakan sistem pilihan dan gaya hidup, meliputi pilihan-pilihan bagaimana
menentukan material, waktu dan sumber-sumber simbolik.

12
o   Bentang budaya misalnya permukiman adalah merupakan sebuah produk dan sistem
pilihan tersebut.
o   Konservasi-preservasi dan bentang budaya yang merupakan suatu tingkatan dan
kualitas lingkungan. Konservasi dan prisip-prinsip dalam bentang budaya tradisional
dapat diterapkan dalam rancangan yang baru.
o   Kualitas lingkungan, yang menyangkut persepsi (terkait dengan psikologikal, sosio
kultur) dan standar (terkait dengan studi fisik dan lingkungan).

13
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI

Lokasi Perencanaan ini berlokasi pada PERUMAHAN LATORO. Perumahan


Latoro berada di Jalan Sun Ismail , Kelurahan Kayubulan , Kecamatan Limboto,
Kabupaten Gorontalo.Perumahan ini merupakan Perumahan biasa karena desain Rumah
yang berbeda sesuai keinginan Pembeli.

Pada perumahan ini memiliki jaringan air bersih , Jaringan Listrik , dan Jaringan Telpon.
Dan terdapat sarana Masjid.

Kekurangan Sarana Pra-Sarana pada Perumahan Latoro :

1.Jalan tidak Semua Teraspal


Dari semua Jalan dalam perumahan latoro ini masih ada lorong yang belum
teraspal,itu menyebabkan jalan tersebut menjadi becek dan banyak tergenang air. Itu
mengganggu Penghuni perumahan ini.
2. Tidak Memiliki Tempat Sampah umum
Pada perumahan ini tidak memiliki tempat sampah umum, penghuni perumahan
cenderung membuang sampah di lahan kosong. Dan rata-rata setiap rumah tidak
memiliki tempat sampah di depan rumah.

14
3. Jalan Utama kurang Lebar.
Jalan Utama perumahan ini kurang lebar, karena sulit dilalui oleh kendraan
roda 4 jika datang dari 2 arah. Pada perumahan ini masih bisa dilakukan pelebaran jalan
karena masih memiliki space di depan pagar rumah.
4. Hewan Berkeliaran di Jalan
Di beberapa jalan terdapat hewan yang berkeliaran. Seperti Sapi dan kambing. Itu
bisa membuat jalanan menjadi kotor. Serta bisa membahayakan pengendara yang lewat
5. Mesjid tidak berada di pusat perumahan.
Masjid berada di ujung jalan dari perumahan, sehingga agak jauh dari pusat
perumahan.
6. Tidak adanya Fasilitas Keamanan.
Pada perumahan harus memiliki keamanan 24 jam sehingga perumahan akan
aman dari segala kejahatan

Dokumentasi Perumahan Latoro :

15
Dokumentasi Perumahan Latoro :

16
BAB V
PENUTUP

V.I Kesimpulan
Kesimpulan dari Laporan ini yaitu Pada perumahan Latoro ini telah dilakukan
perencanaan Merancang Kembali Perumahan Latoro yang masih memiliki banyak
kekurangan dari Sarana dan Pra-Sarana. Kini Perumahan Latoro telah dilakukan banyak
perubahan dalam segi penempatan Rumah-rumah yang dulunya berbeda-beda kini telah
diatur dengan membangun 2 tipe Rumah yaitu Tipe 36 dan Tipe 45. Serta teraturnya
sistem jaringan utilitas dan Mengatasi Permasalahan Sampah maka telah dibuat Bak
penampungan Sampah.

17

Anda mungkin juga menyukai