PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
II.III Pengertian Permukiman
Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1992 Pasal 3, Permukiman adalah bagian
dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan
maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan dan penghidupan. Satuan
lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran
dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang
terstruktur (pasal 1 ayat 3). Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 menyebutkan
bahwa penataan perumahan dan permukiman berlandaskan asas manfaat, adil dan
merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan,
dan kelestarian lingkungan hidup.
Jadi, pemukiman adalah suatu wilayah atau area yang ditempati oleh seseorang atau
kelompok manusia. Pemukiman memiliki kaitan yang cukup erat dengan kondisi alam
dan sosial kemasyarakatan
3
1. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam
rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat;
2. Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat,
aman, serasi, dan teratur
3. Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional;
4. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan bidang-bidang lain.
4
Rumah sebagai penunjang rasa aman dalam arti terjaminnya kehidupan keluarga di masa
depan setelah mendapatkan rumah, jaminan keamanan lingkungan perumahan yang
ditempati serta jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan.
Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, perwujudannya bervariasi menurut siapa
penghuni atau pemiliknya. Berdasarkan hierarchy of need (Maslow, 1954:10), kebutuhan
akan rumah dapat didekati sebagai:
5
merupakan wadah bagi kehidupan manusia dan merupakan pengejawantahan dari tata
nilai, sistem sosial, dan budaya masyarakat yang membentuk suatu komunitas sebagai
bagian dari lingkungan permukiman tersebut.
6
o Dilengkapi dengan fasilitas umum, seperti taman bermain untuk anak, lapangan atau
taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala besarnya
permukiman tersebut.
o Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.
Hal yang sama mengenai persyaratan lokasi permukiman juga dijelaskan dalam
Joseph De Chiara dalam Standar Perencanaan Tapak, 1994, dimana yang harus
dipertimbangkan dalam pemilihan perumahan tapak untuk perumahan apabila ingin
dicapai pembangunan dan pemeliharaan yang sehat, antara lain:
A. Sifat Khas Fisis Tapak yang Penting
a. Kondisi tanah dan bawah tanah.
Kondisi bawah tanah dan harus sesuai dengan untuk pekerjaan galian dan
persiapan, peletakan jaringan utilitas serta pelandaian dan penanaman, memberikan daya
dukung yang baik untuk penghematan konstruksi bangunan yang akan dibangun. Untuk
menghemat konstruksi, sebaiknya lapisan bawa tanah tidak mengandung batuan keras
atau rintangan lain untk efisiensi galian utilitas pondasi atau kolong bangunan.
b. Air tanah dan drainase
Muka air tanah yang relatif rendah untuk untuk melingdungi bangunan dari
genangan pada kolong bangunan dan gangguan air selokan, tidak adanya rawa, dan
kelandaian lereng yang cukup memungkinkan penyaluran curah hujan permukaan
normal dan kelancaran aliran air selokan.
c. Keterbebasan dari banjir permukaan
Daerah pembangunan harus terbebas dari bahaya banjir permukaan yang
disebabkan oleh sungai, danau atau air pasang.
d. Kesesuaian penapakan bangunan yang akan direncanakan
Lahan tidak boleh terlalu curam demi kebaikan kelandaian dalam kaitannya
dengan kostruksi hunian. Tapak bangunan tidak boleh mempunyai ketinggian melebihi
kemampuan jangkuan air untuk keperluan rumah tangga dan penangulangan kebakaran.
e. Kesesuaian untuk akses dan sirkulasi
Topografi harus memungkinkan pencapaian yang baik oleh kendaraan maupun
pejalan kaki, ke dan di dalam tapak. Topografi juga harus memungkinkan pelandaian
yang sesuai dengan standar yang ada.
f. Kesesuaian untuk pembangunan ruang terbuka
7
Lahan untuk halaman pribadi, tempat bermain dan taman lingkungan harus
memungkinkan pelandaian dan pembangunan yang sesuai dengan spesifikasi.
g. Keterbatasan dari bahaya kecelakaan topografi
Daerah yang akan dibangun hendaknya bebas dari kondisi topografi yang dapat
menyebabkan kecelakaan, seperti galian, lubang yang menganga, dan garis pantai yang
berbahaya.
B. Ketersediaan Pelayanan Saniter dan Perlindungan
a. Persediaan air dan pembuangan air selokan saniter
Sistem persediaan air dan pembuangan harus dipandang sebagai pelayanan
saniter jangka panjang dan bukan hanya sekedar instalasi fisis. Penyetujuan dini dari
pihak berwenang dibidang kesehatan merupakan prasyarat untuk pembuatan fasilitas
pembuangan air kotor pada tapak dan untuk usulan pengembangan jaringan air maupun
selokan yang akan melayani tapak tersebut.
b. Pembuangan sampah
Apabila pelayanan sampah kota dapat diadakan, maka pemilihan tapak yang menyangkut
hal ini tidak akan menemui masalah. Tetapi kebutuhan fasilitas pengolahan sampah pada
tapak atau di sekitas tapak untuk penguburan, pembakaran dan proses kimiawi
memerlukan upaya penelaahan untuk pengalaman. Masalah yang utama adalah
pemisahan lahan untuk pembuangan, penghindaran bau-bauan yang disebar oleh angin
serta penggunaan metode pembuangan untuk mencegah bersarangnya tikus dan
pembiakan serangga.
c. Listrik, bahan bakar dan komunikasi
Listrik sangat penting untuk setiap rumah, tetapi karena pelayanan listrik
biasanya dapat diperluas untuk suatu pembangunan dan dapat dibangkitkan apabila
diperlukan maka listrik jarang menimbulkanmaslah dalam pemilihan tapak. Gas tidak
dianggap sebagai utilitas yang penting. Apabila keperluan gas berada di luar jangkauan
jaringan pelayanan, maka tabung gas bertekanan tinggi yang mudah diangkut dapat
digunakan. Pelayanan telepon, seperti listrik dapat diperluas untuk tapak yang
memerlukannya.
d. Pengamanan oleh polisi dan penyelamat kebakaran
Kelayakan perlindungan oleh polisi tidak begitu terpengaruh oleh lokasi, tetapi
seperti halnya perlindungan terhadap kebakaran, apabila letak tempatnya terisolir maka
segi pembiayaan harus diperhitungkan.
8
C. Keterbatasan Dari Bahaya dan Gangguan Setempat
a. Bahaya kecelakaan
Bahaya utama kecelakaan utama adalah tabarakan dengan kendaraan bermotor
lainnya, bahaya api dan ledakan, jatuh, dan tenggelam. Penyebab tabrakan adalah lalu
lintas jalan dan jalan kereta api serta musibah pendaratan pesawat terbang di dekat jalur
pendaratan.
b. Kebisingan dan getaran
Kebisingan yang berlebihan, kadang-kadang disertai getaran biasanya dihasilkan
oleh jalan kereta api, bandar udara, lalu lintas, industri berat, peluit kapal, dan
sebagainya. Perumahan tidak boleh terletak pada tapak yang terus menerus dilanda
kebisingan yang tidak terkendali, terutama di malam hari.
c. Bau-bauan, asap dan debu
Sumber bau-bauan yang tidak sedap biasanya adalah:
- Pabrik, industri, terutama rumah potong hewan, penyamakan kulit dan pabrik yang
menghasilkan produk dari binatang; industri karet, kimia dan pupuk, pewarnaan atau
pencucian tekstil; pabrik kertas, sabun dan cat; dan pabrik gas.
- Tempat pembuangan sampah, terutama apabila proses pemusnahan melibatkan
pembakaran.
- Sungai yang dikotori air selokan, atau instalasi pengolahan tinja yang tidak berjalan
dengan sempurna.
- Peternakan, terutama babi dan kambing, terutama apabila dipelihara secara
berdesak-desakan dan dalam keadaan kotor.
- Asap lalu lintas kendaraan bermotor dan kereta api dengan bahan bakar batubara.
Sumber asap dan debu yang sering dijumpai adalah industri, jalur kereta api, tempat
pembuangan dan kebakaran sampah. Debu juga berasal dari lahan terbuka seperti lahan
kosong, perkebunan yang tidak ditanami, tempat rekreasi yang tak terurus dan daerah
berdebu yang luas.
9
perkembangan permukiman cukup banyak, antara lain faktor geografis, faktor
kependudukan, faktor kelembagaan, faktor swadaya dan peran serta masyarakat, faktor
keterjangkauan daya beli, faktor pertanahan, faktor ekonomi dan moneter. Faktor-faktor
lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah disebabkan oleh
perubahan nilai-nilai budaya masyarakat.
Sedangkan menurut Siswono, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan permukiman yang dapat dilihat dari 9 aspek, antara lain: letak geografis,
kependudukan, sarana dan prasarana, ekonomi dan keterjangkauan daya beli, sosial
budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kelembagaan, dan peran serta masyarakat
a. Faktor geografi
Letak geografis suatu permukiman sangat menentukan keberhasilan
pembangunan suatu kawasan. Permukiman yang letaknya terpencil dan sulit dijangkau
akan sangat lambat untuk berkembang. Topografi suatu kawasan juga berpengaruh, jika
topografi kawasan tersebut tidak datar maka akan sulit bagi daerah tersebut untuk
berkembang. Lingkungan alam dapat mempengaruhi kondisi permukiman, sehingga
menambah kenyamanan penghuni permukiman.
b. Faktor Kependudukan
Perkembangan penduduk yang tinggi, merupakan permasalahan yang
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan permukiman. Jumlah
penduduk yang besar merupakan sumber daya dan potensi bagi pembangunan, apabila
dapat diarahkan menjadi manusia pembangunan yang efektif dan efisien. Tetapi
sebaliknya, jumlah penduduk yang besar itu akan merupakan beban dan dapat
menimbulkan permasalahan bila tidak diarahkan dengan baik. Disamping itu,
penyebaran penduduk secara demografis yang tidak merata, merupakan permasalahan
lain berpengaruh terhadap pembangunan perumahan.
c. Faktor Kelembagaan
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah
perangkat kelembagaan yang berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan,
dan pelaksanaan baik sektor pemerintah maupun sektor swasta, baik di pusat maupun di
daerah. Secara keseluruhan perangkat kelembagaan tersebut belum merupakan suatu
sistem terpadu. Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Pemda memegang peranan dan
mempunyai posisi strategis dalam pelaksanaan pembangunan perumahan. Namun unsur-
unsur perumahan di Tingkat Daerah yang melaksanakan program khusus untuk
10
koordinasi, baik dalam koordinasi vertikal maupun horisontal dalam pembangunan
perumahan, masih perlu dimantapkan dalam mempersiapkan aparaturnya.
Termasuk didalamnya adalah kebijaksanaan yang mengatur kawasan permukiman,
keberadaan lembaga-lembaga desa, misalnya LKMD, Karang Taruna, Kelompok wanita
dan sebagainya.
d. Faktor Swadaya dan Peran Serta Masyarakat
Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah,
menengah, tidak tetap, perlu dikembangkan pembangunan perumahan secara swadaya
masyarakat yang dilakukan oleh berbagai organisasi non-pemerintah. Dalam hal ini
dapat dinyatakan bahwa masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap serta amat rendah
dan tidak berkemampuan tersebut mampu membangun rumahnya sendiri dengan proses
bertahap, yakni mula-mula dengan bahan bangunan bekas atau sederhana, kemudian
lambat laun diperbaiki dengan bangunan permanen bahkan ada pula beberapa rumah
yang sudah bertingkat. Faktor swadaya dan peran serta masyarakat atau aspek sosial
tersebut juga meliputi kehidupan sosial masyarakat, kehidupan bertetangga, gotong
royong dan pekerjaan bersama lainnya.
11
semakin banyak pula orang yang membeli rumah, maka semakin berkembanglah
permukiman yang ada.
g. Sarana dan Prasarana
Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman dapat
mempengaruhi perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan adanya sarana dan
prasarana yang memadai dapat memudahkan penduduknya untuk beraktivitas sehari-
hari. Semakin lengkap sarana dan prasarana yang tersedia maka semakin banyak pula
orang yang berkeinginan bertempat tinggal di daerah tersebut.
h.Pertanahan
Kenaikan harga lahan sebagai akibat penyediaan kelangkaan lahan untuk
permukiman, menyebabkan timbulnya slum dan squatter.
i. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan
perkembangan perumahan dan permukiman. Dengan diciptakannya teknologi-teknologi
baru dalam bidang jasa konstruksi dan bahan bangunan maka membuat pembangunan
suatu rumah akan semakin cepat dan dapat menghemat waktu. Sehingga semakin banyak
pula orang-orang yang ingin membangun rumahnya. Hal ini akan meningkatkan
perkembangan permukiman.
Amos Rapoport (1983) juga menyatakan bahwa permukiman dapat dilihat sebagai suatu
bentang lahan budaya (cultural landscape feature) terutama permukiman tradisional yang
wujud fisiknya sangat besar kaitannya dengan budaya, dimana ciri-cirinya adalah:
o Di dalamnya terdapat hubungan/kaitan antara berbagai elemen dan juga sifat dan
elemen-elemen tersebut, termasuk antara lingkungan binaan dengan lingkungan alami.
o Mempunyai ciri dan karakteristik yang khas, umumnya mengandung budaya yang
spesifik.
o Tidak dirancang oleh seorang perancang. Perancangan merupakan suatu konsep yang
lebih luas yang merupakan perwujudan dan keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan
manusia, sebuah pilihan diantara berbagai alternatif yang memungkinkan.
o Terdapat sifat-sifat spesifik dan pilihan-pilihan tersebut yaitu didasarkan atas hukum
yang berlaku, merefleksikan budaya pada kelompoknya.
o Merupakan sistem pilihan dan gaya hidup, meliputi pilihan-pilihan bagaimana
menentukan material, waktu dan sumber-sumber simbolik.
12
o Bentang budaya misalnya permukiman adalah merupakan sebuah produk dan sistem
pilihan tersebut.
o Konservasi-preservasi dan bentang budaya yang merupakan suatu tingkatan dan
kualitas lingkungan. Konservasi dan prisip-prinsip dalam bentang budaya tradisional
dapat diterapkan dalam rancangan yang baru.
o Kualitas lingkungan, yang menyangkut persepsi (terkait dengan psikologikal, sosio
kultur) dan standar (terkait dengan studi fisik dan lingkungan).
13
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI
Pada perumahan ini memiliki jaringan air bersih , Jaringan Listrik , dan Jaringan Telpon.
Dan terdapat sarana Masjid.
14
3. Jalan Utama kurang Lebar.
Jalan Utama perumahan ini kurang lebar, karena sulit dilalui oleh kendraan
roda 4 jika datang dari 2 arah. Pada perumahan ini masih bisa dilakukan pelebaran jalan
karena masih memiliki space di depan pagar rumah.
4. Hewan Berkeliaran di Jalan
Di beberapa jalan terdapat hewan yang berkeliaran. Seperti Sapi dan kambing. Itu
bisa membuat jalanan menjadi kotor. Serta bisa membahayakan pengendara yang lewat
5. Mesjid tidak berada di pusat perumahan.
Masjid berada di ujung jalan dari perumahan, sehingga agak jauh dari pusat
perumahan.
6. Tidak adanya Fasilitas Keamanan.
Pada perumahan harus memiliki keamanan 24 jam sehingga perumahan akan
aman dari segala kejahatan
15
Dokumentasi Perumahan Latoro :
16
BAB V
PENUTUP
V.I Kesimpulan
Kesimpulan dari Laporan ini yaitu Pada perumahan Latoro ini telah dilakukan
perencanaan Merancang Kembali Perumahan Latoro yang masih memiliki banyak
kekurangan dari Sarana dan Pra-Sarana. Kini Perumahan Latoro telah dilakukan banyak
perubahan dalam segi penempatan Rumah-rumah yang dulunya berbeda-beda kini telah
diatur dengan membangun 2 tipe Rumah yaitu Tipe 36 dan Tipe 45. Serta teraturnya
sistem jaringan utilitas dan Mengatasi Permasalahan Sampah maka telah dibuat Bak
penampungan Sampah.
17