Dengan kebutuhan tersebut maka terciptalah sebuah kehidupan baik secara sosial, sarana dan
prasarana untuk meningkatkan interaksi sosial dalam sebuah lingkungan.
Dalam suatu lingkungan terdapat sarana dan prasarana. Diatur dalam UU No 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Permukiman menjelaskan sarana adalah fasilitas dalam lingkungan
hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan
sosial, budaya, dan ekonomi. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian
yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman,
dan nyaman.
Sesuai Permenpera Nomor 22 Tahun 2008, dalam Pasal 3 ayat (4), tercantum bahwa indikator
dari lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana dan utilitas (PSU)
adalah cakupan lingkungan yang sehat dan aman yang didukung dengan prasarana, sarana
dan utilitas (PSU). Pengertian prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) merujuk pada
UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam
UU No. 1 Tahun 2011 ini disebutkan pengertian prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU),
sebagai berikut: Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi
standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal layak, sehat, aman, dan nyaman, paling
sedikit terdiri dari jalan, drainase, sanitasi dan jaringan air minum. Sarana adalah fasilitas
dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi, paling sedikit terdiri dari rumah
ibadah, dan ruang terbuka hijau (RTH). Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk
pelayanan lingkungan hunian, paling sedikit terdiri dari jaringan listrik termasuk KWH meter,
dan jaringan telepon. Dalam Permenpera Nomor 4 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Bantuan Prasarana, Sarana, Utilitas Umum Perumahan Tapak yang dibangun oleh
pengembang, tercantum jenis prasarana, sarana dan utilitas di perumahan adalah sebagai
berikut:
a) jalan;
b) drainase;
c) air minum;
d) sanitasi;
e) air limbah;
f) persampahan.
a) sarana perniagaan/perbelanjaan;
c) sarana pendidikan;
d) sarana kesehatan;
e) sarana peribadatan;
g) sarana pemakaman;
h) sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau; dan
i) sarana parkir.
a) jaringan listrik;
b) jaringan telepon;
c) jaringan gas;
d) jaringan transportasi;
Dalam merencanakan kebutuhan lahan untuk sarana lingkungan, didasarkan pada beberapa
ketentuan khusus, yaitu: 1) besaran standar ini direncanakan untuk kawasan dengan
kepadatan penduduk 200 jiwa/ha diberikan reduksi 15-30% terhadap persyaratan kebutuhan
lahan; dan 4) perencanaan prasarana lingkungan, utilitas umum dan sarana lingkungan harus
direncanakan secara terpadu dengan mempertimbangkan keberadaan prasarana dan sarana
yang telah ada dengan tidak mengurangi kualitas dan kuantitas secara menyeluruh.
Lokasi lingkungan perumahan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: lokasi perumahan
harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) setempat atau dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah setempat, dengan kriteria sebagai berikut:
2) kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan daerah
yang mempunyai pencemaran udara di atas ambang batas, pencemaran air permukaan dan air
tanah dalam;
3) kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian (aksesibilitas), kemudahan
berkomunikasi (internal/eksternal, langsung atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan
(prasarana dan sarana lingkungan tersedia);
Menurut UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, perumahan berada dan
merupakan bagian dari permukiman. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun Pedesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana,
dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni (Pasal 1 Ayat 2).
Dalam Pasal I menyebutkan bahwa Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai
tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu
kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan
kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan
sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai
bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun Pedesaan, yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak
huni.Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik berupa kawasan perkotaan maupun Pedesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas
lebih dari satu satuan permukiman. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang
terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan
Pedesaan.
Dalam kehidupan sosial, masyarakat mempunyai tempat tinggal yang disebut rumah. Dengan
adanya rumah maka terbentuklah suatu interaksi sosial antar keluarga sehingga terciptalah
suatu lingkungan. Ada berbagai macam lingkungan diantaranya adalah lingungan perumahan
dan lingkungan pemukiman ( perkotaan/pedesaan).
Lingkungan perumahan/permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima elemen,
yaitu (K. Basset dan John R. Short, 1980, dalam Kurniasih) :
Dalam penentuan lokasi suatu perumahan di pedesaan perlunya sebuah perencanaan, kriteria
atau persyaratan untuk menjadikan suatu lokasi sebagai lokasi permukiman perumahaan :
1. Tersedianya lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan dan dilengkapi dengan
prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial.
2. Bebas dari pencemaran air, pencemaran udara dan kebisingan, baik yang berasal dari
sumber daya buatan atau dari sumber daya alam (gas beracun, sumber air beracun, dsb).
3. Terjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi pembinaan
individu dan masyarakat penghuni.
4. Kondisi tanahnya bebas banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15 %, sehingga dapat
dibuat sistem saluran air hujan (drainase) yang baik serta memiliki daya dukung yang
memungkinkan untuk dibangun perumahan.
5. Adanya kepastian hukum bagi masyarakat penghuni terhadap tanah dan bangunan
diatasnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu : (Sumber:
“Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun” Departemen PU)
- Lokasinya harus strategis dan tidak terganggu oleh kegiatan lainnya.
- Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti pelayanan kesehatan,
perdagangan, dan pendidikan.
- Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan
tidak sampai menimbulkan genangan air.
- Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang siap
untuk disalurkan ke masing-masing rumah.
- Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor, yang dapat dibuat dengan sistem
individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik komunal.
- Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar
lingkungan permukiman tetap nyaman.
- Dilengkapi dengan fasilitas umum, seperti taman bermain untuk anak, lapangan atau
taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala besarnya
permukiman tersebut.
- Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.
Hal yang sama mengenai persyaratan lokasi permukiman juga dijelaskan dalam Joseph De
Chiara dalam Standar Perencanaan Tapak, 1994, dimana yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan perumahan tapak untuk perumahan apabila ingin dicapai pembangunan dan
pemeliharaan yang sehat, antara lain:
Kondisi bawah tanah dan harus sesuai dengan untuk pekerjaan galian dan persiapan,
peletakan jaringan utilitas serta pelandaian dan penanaman, memberikan daya dukung yang
baik untuk penghematan konstruksi bangunan yang akan dibangun. Untuk menghemat
konstruksi, sebaiknya lapisan bawa tanah tidak mengandung batuan keras atau rintangan lain
untk efisiensi galian utilitas pondasi atau kolong bangunan.
Muka air tanah yang relatif rendah untuk untuk melingdungi bangunan dari genangan pada
kolong bangunan dan gangguan air selokan, tidak adanya rawa, dan kelandaian lereng yang
cukup memungkinkan penyaluran curah hujan permukaan normal dan kelancaran aliran air
selokan.
Daerah pembangunan harus terbebas dari bahaya banjir permukaan yang disebabkan oleh
sungai, danau atau air pasang.
Lahan tidak boleh terlalu curam demi kebaikan kelandaian dalam kaitannya dengan kostruksi
hunian. Tapak bangunan tidak boleh mempunyai ketinggian melebihi kemampuan jangkuan
air untuk keperluan rumah tangga dan penangulangan kebakaran.
Topografi harus memungkinkan pencapaian yang baik oleh kendaraan maupun pejalan kaki,
ke dan di dalam tapak. Topografi juga harus memungkinkan pelandaian yang sesuai dengan
standar yang ada.
Lahan untuk halaman pribadi, tempat bermain dan taman lingkungan harus memungkinkan
pelandaian dan pembangunan yang sesuai dengan spesifikasi.
Daerah yang akan dibangun hendaknya bebas dari kondisi topografi yang dapat menyebabkan
kecelakaan, seperti galian, lubang yang menganga, dan garis pantai yang berbahaya.
Sistem persediaan air dan pembuangan harus dipandang sebagai pelayanan saniter jangka
panjang dan bukan hanya sekedar instalasi fisis. Penyetujuan dini dari pihak berwenang
dibidang kesehatan merupakan prasyarat untuk pembuatan fasilitas pembuangan air kotor
pada tapak dan untuk usulan pengembangan jaringan air maupun selokan yang akan melayani
tapak tersebut.
2. Pembuangan sampah
Apabila pelayanan sampah kota dapat diadakan, maka pemilihan tapak yang menyangkut hal
ini tidak akan menemui masala. Tetapi kebutuhan fasilitas pengolahan sampah pada tapak
atau di sekitas tapak untuk penguburan, pembakaran dan proses kimiawi memerlukan upaya
penelaahan untuk pengalaman. Masalah yang utama adalah pemisahan lahan untuk
pembuangan, penghindaran bau-bauan yang disebar oleh angin serta penggunaan metode
pembuangan untuk mencegah bersarangnya tikus dan pembiakan serangga.
Listrik sangat penting untuk setiap rumah, tetapi karena pelayanan listrik biasanya dapat
diperluas untuk suatu pembangunan dan dapat dibangkitkan apabila diperlukan maka listrik
jarang menimbulkanmaslah dalam pemilihan tapak. Gas tidak dianggap sebagai utilitas yang
penting. Apabila keperluan gas berada di luar jangkauan jaringan pelayanan, maka tabung gas
bertekanan tinggi yang mudah diangkut dapat digunakan. Pelayanan telepon, seperti listrik
dapat diperluas untuk tapak yang memerlukannya.
Kelayakan perlindungan oleh polisi tidak begitu terpengaruh oleh lokasi, tetapi seperti halnya
perlindungan terhadap kebakaran, apabila letak tempatnya terisolir maka segi pembiayaan
harus diperhitungkan.
1. Bahaya kecelakaan
Bahaya utama kecelakaan utama adalah tabarakan dengan kendaraan bermotor lainnya,
bahaya api dan ledakan, jatuh, dan tenggelam. Penyebab tabrakan adalah lalu lintas jalan dan
jalan kereta api serta musibah pendaratan pesawat terbang di dekat jalur pendaratan.
Kebisingan yang berlebihan, kadang-kadang disertai getaran biasanya dihasilkan oleh jalan
kereta api, bandar udara, lalu lintas, industri berat, peluit kapal, dan sebagainya. Perumahan
tidak boleh terletak pada tapak yang terus menerus dilanda kebisingan yang tidak terkendali,
terutama di malam hari.
Sumber bau-bauan yang tidak sedap biasanya (Joseph De Chiara; Lee E. Koppelman. Standar
Perencanaan Tapak, 1994) adalah :
Pabrik, industri, terutama rumah potong hewan, penyamakan kulit dan pabrik yang
menghasilkan produk dari binatang; industri karet, kimia dan pupuk, pewarnaan atau
pencucian tekstil; pabrik kertas, sabun dan cat; dan pabrik gas.
Tempat pembuangan sampah, terutama apabila proses pemusnahan melibatkan
pembakaran.
Sungai yang dikotori air selokan, atau instalasi pengolahan tinja yang tidak berjalan
dengan sempurna.
Peternakan, terutama babi dan kambing, terutama apabila dipelihara secara berdesak-
desakan dan dalam keadaan kotor.
Asap lalu lintas kendaraan bermotor dan kereta api dengan bahan bakar batubara.
Sumber asap dan debu yang sering dijumpai adalah industri, jalur kereta api, tempat
pembuangan dan kebakaran sampah. Debu juga berasal dari lahan terbuka seperti
lahan kosong, perkebunan yang tidak ditanami, tempat rekreasi yang tak terurus dan
daerah berdebu yang luas.
Sedangkan menurut Siswono, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
permukiman yang dapat dilihat dari 9 aspek, antara lain: letak geografis, kependudukan,
sarana dan prasarana, ekonomi dan keterjangkauan daya beli, sosial budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi, kelembagaan, dan peran serta masyarakat
1. Faktor geografi
3. Faktor Kependudukan
4. Faktor Kelembagaan
Aspek ekonomi meliputi yang berkaitan dengan mata pencaharian. Tingkat perekonomian
suatu daerah yang tinggi dapat meningkatkan perkembangan permukiman. Tingkat
perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang. Makin tinggi
pendapatan sesorang, maka makin tinggi pula kemampuan orang tersebut dalam memiliki
rumah. Hal ini akan meningkatkan perkembangan permukiman di suatu daerah.
Keterjangkauan daya beli masyarakat terhadap suatu rumah akan mempengaruhi
perkembangan permukiman. Semakin murah harga suatu rumah di daerah tertentu, semakin
banyak pula orang yang membeli rumah, maka semakin berkembanglah permukiman yang
ada.
Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman dapat
mempengaruhi perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan adanya sarana dan
prasarana yang memadai dapat memudahkan penduduknya untuk beraktivitas sehari-hari.
Semakin lengkap sarana dan prasarana yang tersedia maka semakin banyak pula orang yang
berkeinginan bertempat tinggal di daerah tersebut
9. Pertanahan
Kenaikan harga lahan sebagai akibat penyediaan kelangkaan lahan untuk permukiman,
menyebabkan timbulnya slum dan squatter.
A. Perencanaan dan tata ruang : Perencanaan dan perancangan Rumah dilakukan untuk:
1. menciptakan Rumah yang layak huni;
2. mendukung upaya pemenuhan kebutuhan Rumah oleh masyarakat dan Pemerintah;
dan
3. meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur. Perencanaan dan
perancangan Rumah untuk menciptakan Rumah layak huni. Perencanaan dan
perancangan Rumah untuk mendukung upaya pemenuhan kebutuhan Rumah dilakukan dalam
rangka memenuhi kebutuhan Rumah bagi masyarakat. (Perencanaan dan perancangan Rumah
untuk meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur dilakukan dalam rangka
mewujudkan lingkungan yang fungsional, dan sesuai dengan tata bangunan bangunan
yang serasi dan selaras dengan lingkungan.
(1) Hasil perencanaan dan perancangan Rumah harus memenuhi persyaratan:
a. teknis;
b. administratif;
c. tata ruang; dan
d. ekologis.
(2) Persyaratan teknis dalam perencanaan dan perancangan Rumah meliputi:
a. tata bangunan dan lingkungan; dan
b. keandalan bangunan.
(3) Persyaratan administratif dalam perencanaan dan perancangan Rumah meliputi:
a. status hak atas tanah, dan/ atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; dan
b. status kepemilikan bangunan.
(4) Persyaratan tata ruang dan ekologis dalam perencanaan dan perancangan Rumah
sesuai dengan rencana detil tata ruang dan Peraturan Zonasi.
(5) Pemenuhan persyaratan teknis dan administratif dalam perencanaan dan
perancangan Rumah.
a. prarencana;
b. pengembangan rencana;
c. gambar kerja;
a) Kelas jalan :
a) Kelas jalan :
- jalan lingkungan I
- jalan lingkungan II
Disamping perencanaan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tata cara
perencanaan lingkungan perumahan di Pedesaan :
Untuk menciptakan kualitas lingkungan perumahan dan penyediaan PSU melibatkan peran
pemerintah dan masyarakat.
Peran Pemerintah
1) Fasilitasi penyelesaian masalah yang timbul baik dalam kawasan maupun antar kawasan
perumahan dan permukiman.
Peran serta masyarakat adalah keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam
proses peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan pembangunan PSU yang
dilaksanakan secara terpadu. Masyarakat selaku pemilik lahan perlu diperankan sebagai
pelaku aktif pengembangan kawasan termasuk penyediaan dan pengelolaan PSU sehingga
dapat memperoleh manfaat dari pengembangan dan penyelenggaraan keterpaduan PSU
perumahan dan permukiman
3) motivasi swasta dan masyarakat mendorong lembaga menjadi lebih efisien, transparan dan
kompetitif
4) kondisi capacity building swasta dan masyarakat. Kriteria yang digunakan dalam rangka
menunjang keberhasilan partisipasi swasta dan masyarakat, yaitu :
c. iklim investasi yang kondusif (kredibilitas pemerintah, komitmen, stabilitas politik) dan
kesiapan lembaga pengelola
d. kelayakan investasi yang memadai dan terjamin Tingkat keterlibatan swasta dalam
pembangunan PSU bervariasi, yaitu :
2) kombinasi pembiayaan serta operasional. Pihak-pihak yang dapat ikut berpartisipasi dalam
pembangunan PSU diantaranya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
1.5 PROGRAM PEMERINTAH PEMILIKAN RUMAH BAGI MBR
Pembiayaan Pemilikan Rumah Subsidi Selisih Marjin yang selanjutnya disingkat KPR SSM adalah
pembiayaan pemilikan rumah yang diterbitkan oleh bank pelaksana dengan prinsip syariah yang
mendapat pengurangan marjin melalui subsidi bunga kredit perumahan. Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan yang selanjutnya disingkat FLPP adalah dukungan fasilitas likuiditas
pembiayaan perumahan kepada MBR yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat. Subsidi Bunga Kredit Perumahan adalah subsidi pemerintah yang
diberikan kepada MBR berupa selisih suku bunga/marjin antara kredit/pembiayaan pemilikan rumah
yang menggunakan suku bunga komersial dengan suku bunga/marjin kredit/pembiayaan pemilikan
rumah yang dibayar oleh debitur/nasabah ditetapkan oleh pemerintah. Kelompok Sasaran adalah
orang perseorangan calon penerima KPR Bersubsidi
Bantuan PSU merupakan stimulan bagi pelaku pembangunan rumah untuk membangun
rumah MBR dalam rangka pencapaian target program satu juta rumah. Program ini
merupakan perhatian pemerintah untuk mewujudkan cita-cita terpenuhinya kebutuhan rumah
bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama rumah terjangkau layak huni dan berkualitas bagi
MBR
Dengan KPR ini memberikan keringanan masyarakat di wilayah Pedesaan untuk membentuk
pemukian Pedesaan yang sesuai dengan lingkungan, sosial, budaya dan perekoniman
setempat.
DAFTAR PUSTAKA