Anda di halaman 1dari 21

BAB X

TATA CARA PERENCANAAN LINGKUNGAN


PERUMAHAN DI PEDESAAN

Penulis : Ronald Adonis


1.1 Pendahuluan
Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, perwujudannya beraneka ragam sebagai pemilik
rumah atau agent (penjual). Berdasarkan hierarchy of need (Maslow, 1954:10), kebutuhan
akan rumah dapat didekati sebagai:

 Physiological needs (kebutuhan akan makan dan minum), merupakan kebutuhan


biologis yang hampir sama untuk setiap orang, yang juga merupakan kebuthan
terpenting selain rumah, sandang, dan pangan juga termasuk dalam tahap ini.
 Safety or security needs (kebutuhan akan keamanan),merupakan tempat berlindung
bagi penghuni dari gangguan manusia dan lingkungan yang tidak diinginkan.
 Social or afiliation needs (kebutuhan berinteraksi), sebagai tempat untuk berinteraksi
dengan keluarga dan teman.
 Self actualiztion needs (kebutuhan akan ekspresi diri), rumah bukan hanya sebagai
tempat tinggal, tetapi menjadi tempat untuk mengaktualisasikan diri.

Dengan kebutuhan tersebut maka terciptalah sebuah kehidupan baik secara sosial, sarana dan
prasarana untuk meningkatkan interaksi sosial dalam sebuah lingkungan.

Lingkungan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan


Hidup menjelaskan bahwa lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan prilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1
ayat 1).

Dalam suatu lingkungan terdapat sarana dan prasarana. Diatur dalam UU No 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Permukiman menjelaskan sarana adalah fasilitas dalam lingkungan
hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan
sosial, budaya, dan ekonomi. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian
yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman,
dan nyaman.

Sesuai Permenpera Nomor 22 Tahun 2008, dalam Pasal 3 ayat (4), tercantum bahwa indikator
dari lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana dan utilitas (PSU)
adalah cakupan lingkungan yang sehat dan aman yang didukung dengan prasarana, sarana
dan utilitas (PSU). Pengertian prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) merujuk pada
UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam
UU No. 1 Tahun 2011 ini disebutkan pengertian prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU),
sebagai berikut: Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi
standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal layak, sehat, aman, dan nyaman, paling
sedikit terdiri dari jalan, drainase, sanitasi dan jaringan air minum. Sarana adalah fasilitas
dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi, paling sedikit terdiri dari rumah
ibadah, dan ruang terbuka hijau (RTH). Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk
pelayanan lingkungan hunian, paling sedikit terdiri dari jaringan listrik termasuk KWH meter,
dan jaringan telepon. Dalam Permenpera Nomor 4 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Bantuan Prasarana, Sarana, Utilitas Umum Perumahan Tapak yang dibangun oleh
pengembang, tercantum jenis prasarana, sarana dan utilitas di perumahan adalah sebagai
berikut:

1) Prasarana Perumahan, antara lain:

a) jalan;

b) drainase;

c) air minum;

d) sanitasi;

e) air limbah;

f) persampahan.

2) Sarana Perumahan, antara lain:

a) sarana perniagaan/perbelanjaan;

b) sarana pelayanan umum dan pemerintahan;

c) sarana pendidikan;

d) sarana kesehatan;

e) sarana peribadatan;

f) sarana rekreasi dan olah raga;

g) sarana pemakaman;
h) sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau; dan

i) sarana parkir.

3) Utilitas Umum Perumahan, antara lain:

a) jaringan listrik;

b) jaringan telepon;

c) jaringan gas;

d) jaringan transportasi;

e) pemadam kebakaran; dan

f) sarana penerangan jasa umum.

Dalam merencanakan kebutuhan lahan untuk sarana lingkungan, didasarkan pada beberapa
ketentuan khusus, yaitu: 1) besaran standar ini direncanakan untuk kawasan dengan
kepadatan penduduk 200 jiwa/ha diberikan reduksi 15-30% terhadap persyaratan kebutuhan
lahan; dan 4) perencanaan prasarana lingkungan, utilitas umum dan sarana lingkungan harus
direncanakan secara terpadu dengan mempertimbangkan keberadaan prasarana dan sarana
yang telah ada dengan tidak mengurangi kualitas dan kuantitas secara menyeluruh.

Lokasi lingkungan perumahan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: lokasi perumahan
harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) setempat atau dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah setempat, dengan kriteria sebagai berikut:

1) kriteria keamanan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan


merupakan kawasan lindung (catchment area), olahan pertanian, hutan produksi, daerah
buangan limbah pabrik, daerah bebas bangunan pada area Bandara, daerah dibawah jaringan
listrik tegangan tinggi;

2) kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan daerah
yang mempunyai pencemaran udara di atas ambang batas, pencemaran air permukaan dan air
tanah dalam;
3) kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian (aksesibilitas), kemudahan
berkomunikasi (internal/eksternal, langsung atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan
(prasarana dan sarana lingkungan tersedia);

4) kriteria keindahan/keserasian/keteraturan (kompatibilitas), dicapai dengan penghijauan,


mempertahankan karakteristik topografi dan lingkungan yang ada, misalnya tidak meratakan
bukit, mengurug seluruh rawa atau danau/setu/sungai/kali dan sebagainya;

5) kriteria fleksibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan


fisik/pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan
keterpaduan prasarana;

6) kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan jarak pencapaian ideal


kemampuan orang berjalan kaki sebagai pengguna lingkungan terhadap penempatan sarana
dan prasarana-utilitas lingkungan; dan

7) kriteria lingkungan berjati diri, dicapai dengan mempertimbangkan keterkaitan dengan


karakter sosial budaya masyarakat setempat, terutama aspek kontekstual terhadap lingkungan
tradisional/lokal setempat.

Menurut UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, perumahan berada dan
merupakan bagian dari permukiman. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun Pedesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana,
dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni (Pasal 1 Ayat 2).

Dalam Pasal I menyebutkan bahwa Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai
tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu
kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan
kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas
terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan
sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai
bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun Pedesaan, yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak
huni.Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik berupa kawasan perkotaan maupun Pedesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas
lebih dari satu satuan permukiman. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang
terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan
Pedesaan.

Kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan perumahan dan permukiman menyatakan


bahwa rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping pangan, sandang,
pendidikan dan kesehatan. Selain berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan alam/cuaca
dan makhluk lainnya, rumah juga memiliki peran sosial budaya sebagai pusat pendidikan
keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan, penyiapan generasi muda, dan sebagai
manifestasi jati diri. Dalam kerangka hubungan ekologis antara manusia dan lingkungannya
maka terlihat jelas bahwa kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang sangat
dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukimannya. (Sumber: Kebijakan dan Strategi
Nasional Perumahan dan Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana Permukiman )

Dalam kehidupan sosial, masyarakat mempunyai tempat tinggal yang disebut rumah. Dengan
adanya rumah maka terbentuklah suatu interaksi sosial antar keluarga sehingga terciptalah
suatu lingkungan. Ada berbagai macam lingkungan diantaranya adalah lingungan perumahan
dan lingkungan pemukiman ( perkotaan/pedesaan).

1.2 LINGKUNGAN PERUMAHAN/PERMUKIMAN (PEDESAAN)

Lingkungan perumahan/permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima elemen,
yaitu (K. Basset dan John R. Short, 1980, dalam Kurniasih) :

 Nature (unsur alami), mencakup sumber-sumber daya alam seperti topografi,


hidrologi, tanah, iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan fauna.
 Man (manusia sebagai individu), mencakup segala kebutuhan pribadinya seperti
biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan, dan perepsinya.
 Society (masyarakat), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat.
 Shells (tempat), dimana mansia sebagai individu maupun kelompok melangsungkan
kegiatan atau melaksanakan kehidupan.
 Network (jaringan), merupakan sistem alami maupun buatan manusia, yang
menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut seperti jalan, air bersih,
listrik, dan sebagainya.
Penyelenggaraan lingkungan hunian Pedesaan melalui:

a. pengembangan lingkungan hunian Pedesaan;

b. pembangunan lingkungan hunian baru Pedesaan; atau

c. pembangunan kembali lingkungan hunian Pedesaan.

Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian Pedesaan mencakup :

a. peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian Pedesaan dengan memperhatikan fungsi


dan peranan Pedesaan;

b. peningkatan pelayanan lingkungan hunian Pedesaan;

c. peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian


Pedesaan; d. penetapan bagian lingkungan hunian Pedesaan yang dibatasi dan yang didorong
pengembangannya;

e. peningkatan kelestarian alam dan potensi sumber daya Pedesaan; dan

f. pengurangan kesenjangan antara kawasan perkotaan dan Pedesaan.

Dalam penentuan lokasi suatu perumahan di pedesaan perlunya sebuah perencanaan, kriteria
atau persyaratan untuk menjadikan suatu lokasi sebagai lokasi permukiman perumahaan :

1. Tersedianya lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan dan dilengkapi dengan
prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial.

2. Bebas dari pencemaran air, pencemaran udara dan kebisingan, baik yang berasal dari
sumber daya buatan atau dari sumber daya alam (gas beracun, sumber air beracun, dsb).

3. Terjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi pembinaan
individu dan masyarakat penghuni.

4. Kondisi tanahnya bebas banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15 %, sehingga dapat
dibuat sistem saluran air hujan (drainase) yang baik serta memiliki daya dukung yang
memungkinkan untuk dibangun perumahan.

5. Adanya kepastian hukum bagi masyarakat penghuni terhadap tanah dan bangunan
diatasnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu : (Sumber:
“Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun” Departemen PU)
- Lokasinya harus strategis dan tidak terganggu oleh kegiatan lainnya.
- Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti pelayanan kesehatan,
perdagangan, dan pendidikan.
- Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan
tidak sampai menimbulkan genangan air.
- Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang siap
untuk disalurkan ke masing-masing rumah.
- Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor, yang dapat dibuat dengan sistem
individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik komunal.
- Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar
lingkungan permukiman tetap nyaman.
- Dilengkapi dengan fasilitas umum, seperti taman bermain untuk anak, lapangan atau
taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala besarnya
permukiman tersebut.
- Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.

1.3 HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM TATA PERENCANAAN


LINGKUNGAN PERUMAHAN PEDESAAN

Hal yang sama mengenai persyaratan lokasi permukiman juga dijelaskan dalam Joseph De
Chiara dalam Standar Perencanaan Tapak, 1994, dimana yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan perumahan tapak untuk perumahan apabila ingin dicapai pembangunan dan
pemeliharaan yang sehat, antara lain:

A. Sifat Khas Fisis Tapak yang Penting


1. Kondisi tanah dan bawah tanah.

Kondisi bawah tanah dan harus sesuai dengan untuk pekerjaan galian dan persiapan,
peletakan jaringan utilitas serta pelandaian dan penanaman, memberikan daya dukung yang
baik untuk penghematan konstruksi bangunan yang akan dibangun. Untuk menghemat
konstruksi, sebaiknya lapisan bawa tanah tidak mengandung batuan keras atau rintangan lain
untk efisiensi galian utilitas pondasi atau kolong bangunan.

2. Air tanah dan drainase

Muka air tanah yang relatif rendah untuk untuk melingdungi bangunan dari genangan pada
kolong bangunan dan gangguan air selokan, tidak adanya rawa, dan kelandaian lereng yang
cukup memungkinkan penyaluran curah hujan permukaan normal dan kelancaran aliran air
selokan.

3. Keterbebasan dari banjir permukaan

Daerah pembangunan harus terbebas dari bahaya banjir permukaan yang disebabkan oleh
sungai, danau atau air pasang.

4. Kesesuaian penapakan bangunan yang akan direncanakan

Lahan tidak boleh terlalu curam demi kebaikan kelandaian dalam kaitannya dengan kostruksi
hunian. Tapak bangunan tidak boleh mempunyai ketinggian melebihi kemampuan jangkuan
air untuk keperluan rumah tangga dan penangulangan kebakaran.

5. Kesesuaian untuk akses dan sirkulasi

Topografi harus memungkinkan pencapaian yang baik oleh kendaraan maupun pejalan kaki,
ke dan di dalam tapak. Topografi juga harus memungkinkan pelandaian yang sesuai dengan
standar yang ada.

6. Kesesuaian untuk pembangunan ruang terbuka

Lahan untuk halaman pribadi, tempat bermain dan taman lingkungan harus memungkinkan
pelandaian dan pembangunan yang sesuai dengan spesifikasi.

7. Keterbatasan dari bahaya kecelakaan topografi

Daerah yang akan dibangun hendaknya bebas dari kondisi topografi yang dapat menyebabkan
kecelakaan, seperti galian, lubang yang menganga, dan garis pantai yang berbahaya.

B. Ketersediaan Pelayanan Saniter dan Perlindungan

1. Persediaan air dan pembuangan air selokan saniter

Sistem persediaan air dan pembuangan harus dipandang sebagai pelayanan saniter jangka
panjang dan bukan hanya sekedar instalasi fisis. Penyetujuan dini dari pihak berwenang
dibidang kesehatan merupakan prasyarat untuk pembuatan fasilitas pembuangan air kotor
pada tapak dan untuk usulan pengembangan jaringan air maupun selokan yang akan melayani
tapak tersebut.

2. Pembuangan sampah
Apabila pelayanan sampah kota dapat diadakan, maka pemilihan tapak yang menyangkut hal
ini tidak akan menemui masala. Tetapi kebutuhan fasilitas pengolahan sampah pada tapak
atau di sekitas tapak untuk penguburan, pembakaran dan proses kimiawi memerlukan upaya
penelaahan untuk pengalaman. Masalah yang utama adalah pemisahan lahan untuk
pembuangan, penghindaran bau-bauan yang disebar oleh angin serta penggunaan metode
pembuangan untuk mencegah bersarangnya tikus dan pembiakan serangga.

3. Listrik, bahan bakar dan komunikasi

Listrik sangat penting untuk setiap rumah, tetapi karena pelayanan listrik biasanya dapat
diperluas untuk suatu pembangunan dan dapat dibangkitkan apabila diperlukan maka listrik
jarang menimbulkanmaslah dalam pemilihan tapak. Gas tidak dianggap sebagai utilitas yang
penting. Apabila keperluan gas berada di luar jangkauan jaringan pelayanan, maka tabung gas
bertekanan tinggi yang mudah diangkut dapat digunakan. Pelayanan telepon, seperti listrik
dapat diperluas untuk tapak yang memerlukannya.

4. Pengamanan oleh polisi dan penyelamat kebakaran

Kelayakan perlindungan oleh polisi tidak begitu terpengaruh oleh lokasi, tetapi seperti halnya
perlindungan terhadap kebakaran, apabila letak tempatnya terisolir maka segi pembiayaan
harus diperhitungkan.

C. Keterbatasan Dari Bahaya dan Gangguan Setempat

1. Bahaya kecelakaan

Bahaya utama kecelakaan utama adalah tabarakan dengan kendaraan bermotor lainnya,
bahaya api dan ledakan, jatuh, dan tenggelam. Penyebab tabrakan adalah lalu lintas jalan dan
jalan kereta api serta musibah pendaratan pesawat terbang di dekat jalur pendaratan.

2. Kebisingan dan getaran

Kebisingan yang berlebihan, kadang-kadang disertai getaran biasanya dihasilkan oleh jalan
kereta api, bandar udara, lalu lintas, industri berat, peluit kapal, dan sebagainya. Perumahan
tidak boleh terletak pada tapak yang terus menerus dilanda kebisingan yang tidak terkendali,
terutama di malam hari.

3. Bau-bauan, asap dan debu

Sumber bau-bauan yang tidak sedap biasanya (Joseph De Chiara; Lee E. Koppelman. Standar
Perencanaan Tapak, 1994) adalah :

 Pabrik, industri, terutama rumah potong hewan, penyamakan kulit dan pabrik yang
menghasilkan produk dari binatang; industri karet, kimia dan pupuk, pewarnaan atau
pencucian tekstil; pabrik kertas, sabun dan cat; dan pabrik gas.
 Tempat pembuangan sampah, terutama apabila proses pemusnahan melibatkan
pembakaran.
 Sungai yang dikotori air selokan, atau instalasi pengolahan tinja yang tidak berjalan
dengan sempurna.
 Peternakan, terutama babi dan kambing, terutama apabila dipelihara secara berdesak-
desakan dan dalam keadaan kotor.
 Asap lalu lintas kendaraan bermotor dan kereta api dengan bahan bakar batubara.
Sumber asap dan debu yang sering dijumpai adalah industri, jalur kereta api, tempat
pembuangan dan kebakaran sampah. Debu juga berasal dari lahan terbuka seperti
lahan kosong, perkebunan yang tidak ditanami, tempat rekreasi yang tak terurus dan
daerah berdebu yang luas.

Keberadaan suatu permukiman dapat mempengaruhi berkembangnya suatu wilayah, dan


sebaliknya kegiatan pembangunan dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi berkembangnya
permukiman. Permukiman berkaitan secara langsung dengan kehidupan dan harkat hidup
manusia, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman cukup banyak, antara
lain faktor geografis, faktor kependudukan, faktor kelembagaan, faktor swadaya dan peran
serta masyarakat, faktor keterjangkauan daya beli, faktor pertanahan, faktor ekonomi dan
moneter. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah
disebabkan oleh perubahan nilai-nilai budaya masyarakat.

Sedangkan menurut Siswono, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
permukiman yang dapat dilihat dari 9 aspek, antara lain: letak geografis, kependudukan,
sarana dan prasarana, ekonomi dan keterjangkauan daya beli, sosial budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi, kelembagaan, dan peran serta masyarakat
1. Faktor geografi

Letak geografis suatu permukiman sangat menentukan keberhasilan pembangunan suatu


kawasan. Permukiman yang letaknya terpencil dan sulit dijangkau akan sangat lambat untuk
berkembang. Topografi suatu kawasan juga berpengaruh, jika topografi kawasan tersebut
tidak datar maka akan sulit bagi daerah tersebut untuk berkembang. Lingkungan alam dapat
mempengaruhi kondisi permukiman, sehingga menambah kenyamanan penghuni
permukiman.

3. Faktor Kependudukan

Perkembangan penduduk yang tinggi, merupakan permasalahan yang memberikan pengaruh


yang sangat besar terhadap pembangunan permukiman. Jumlah penduduk yang besar
merupakan sumber daya dan potensi bagi pembangunan, apabila dapat diarahkan menjadi
manusia pembangunan yang efektif dan efisien. Tetapi sebaliknya, jumlah penduduk yang
besar itu akan merupakan beban dan dapat menimbulkan permasalahan bila tidak diarahkan
dengan baik. Disamping itu, penyebaran penduduk secara demografis yang tidak merata,
merupakan permasalahan lain berpengaruh terhadap pembangunan perumahan.

4. Faktor Kelembagaan

Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah perangkat


kelembagaan yang berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan, dan pelaksanaan
baik sektor pemerintah maupun sektor swasta, baik di pusat maupun di daerah. Secara
keseluruhan perangkat kelembagaan tersebut belum merupakan suatu sistem terpadu.
Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Pemda memegang peranan dan mempunyai posisi strategis
dalam pelaksanaan pembangunan perumahan. Namun unsur-unsur perumahan di Tingkat
Daerah yang melaksanakan program khusus untuk koordinasi, baik dalam koordinasi vertikal
maupun horisontal dalam pembangunan perumahan, masih perlu dimantapkan dalam
mempersiapkan aparaturnya.

Termasuk didalamnya adalah kebijaksanaan yang mengatur kawasan permukiman,


keberadaan lembaga-lembaga desa, misalnya LKMD, Karang Taruna, Kelompok wanita dan
sebagainya.

5. Faktor Swadaya dan Peran Serta Masyarakat


Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, menengah, tidak
tetap, perlu dikembangkan pembangunan perumahan secara swadaya masyarakat yang
dilakukan oleh berbagai organisasi non-pemerintah. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa
masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap serta amat rendah dan tidak berkemampuan
tersebut mampu membangun rumahnya sendiri dengan proses bertahap, yakni mula-mula
dengan bahan bangunan bekas atau sederhana, kemudian lambat laun diperbaiki dengan
bangunan permanen bahkan ada pula beberapa rumah yang sudah bertingkat. Faktor swadaya
dan peran serta masyarakat atau aspek sosial tersebut juga meliputi kehidupan sosial
masyarakat, kehidupan bertetangga, gotong royong dan pekerjaan bersama lainnya.

6. Sosial dan Budaya

Faktor sosial budaya merupakan faktor internal yang mempengaruhi perkembangan


permukiman. Sikap dan pandangan seseorang terhadap rumahnya, adat istiadat suatu daerah,
kehidupan bertetangga, dan proses modernisasi merupakan faktor-faktor sosial budaya.
Rumah tidak hanya sebagai tempat berteduh dan berlindung terhadap bahaya dari luar, tetapi
berkembang menjadi sarana yang dapat menunjukkan citra dan jati diri penghuninya.

7. Ekonomi dan Keterjangkauan Daya Beli

Aspek ekonomi meliputi yang berkaitan dengan mata pencaharian. Tingkat perekonomian
suatu daerah yang tinggi dapat meningkatkan perkembangan permukiman. Tingkat
perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang. Makin tinggi
pendapatan sesorang, maka makin tinggi pula kemampuan orang tersebut dalam memiliki
rumah. Hal ini akan meningkatkan perkembangan permukiman di suatu daerah.
Keterjangkauan daya beli masyarakat terhadap suatu rumah akan mempengaruhi
perkembangan permukiman. Semakin murah harga suatu rumah di daerah tertentu, semakin
banyak pula orang yang membeli rumah, maka semakin berkembanglah permukiman yang
ada.

8. Sarana dan Prasarana

Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman dapat
mempengaruhi perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan adanya sarana dan
prasarana yang memadai dapat memudahkan penduduknya untuk beraktivitas sehari-hari.
Semakin lengkap sarana dan prasarana yang tersedia maka semakin banyak pula orang yang
berkeinginan bertempat tinggal di daerah tersebut
9. Pertanahan

Kenaikan harga lahan sebagai akibat penyediaan kelangkaan lahan untuk permukiman,
menyebabkan timbulnya slum dan squatter.

10. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan perkembangan


perumahan dan permukiman. Dengan diciptakannya teknologi-teknologi baru dalam bidang
jasa konstruksi dan bahan bangunan maka membuat pembangunan suatu rumah akan semakin
cepat dan dapat menghemat waktu. Sehingga semakin banyak pula orang-orang yang ingin
membangun rumahnya. Hal ini akan meningkatkan perkembangan permukiman.

1.4 SISTEM TATA CARA PERENCANAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN PEDESAAN

A. Perencanaan dan tata ruang : Perencanaan dan perancangan Rumah dilakukan untuk:
1. menciptakan Rumah yang layak huni;
2. mendukung upaya pemenuhan kebutuhan Rumah oleh masyarakat dan Pemerintah;
dan
3. meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur. Perencanaan dan
perancangan Rumah untuk menciptakan Rumah layak huni. Perencanaan dan
perancangan Rumah untuk mendukung upaya pemenuhan kebutuhan Rumah dilakukan dalam
rangka memenuhi kebutuhan Rumah bagi masyarakat. (Perencanaan dan perancangan Rumah
untuk meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur dilakukan dalam rangka
mewujudkan lingkungan yang fungsional, dan sesuai dengan tata bangunan bangunan
yang serasi dan selaras dengan lingkungan.
(1) Hasil perencanaan dan perancangan Rumah harus memenuhi persyaratan:
a. teknis;
b. administratif;
c. tata ruang; dan
d. ekologis.
(2) Persyaratan teknis dalam perencanaan dan perancangan Rumah meliputi:
a. tata bangunan dan lingkungan; dan
b. keandalan bangunan.
(3) Persyaratan administratif dalam perencanaan dan perancangan Rumah meliputi:
a. status hak atas tanah, dan/ atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; dan
b. status kepemilikan bangunan.
(4) Persyaratan tata ruang dan ekologis dalam perencanaan dan perancangan Rumah
sesuai dengan rencana detil tata ruang dan Peraturan Zonasi.
(5) Pemenuhan persyaratan teknis dan administratif dalam perencanaan dan
perancangan Rumah.

Perencanaan dan perancangan Rumah dilaksanakan melalui penyusunan:

a. prarencana;

b. pengembangan rencana;

c. gambar kerja;

d. spesifikasi teknis; dan

e. rencana anggaran biaya.

Perencanaan dan perancangan Rumah dilakukan untuk menghasilkan dokumen


rencana teknis sebagai lampiran dokumen permohonan izin mendirikan bangunan.
Dokumen rencana teknis meliputi:

a. gambar rencana arsitektur, struktur, dan utilitas;

b. spesifikasi teknis rencana arsitektur, struktur dan utilitas; dan c. perhitungan


struktur untuk kompleksitas tertentu

B. Sarana dan prasarana lingkungan : disebutkan dalam PP No 14 Tahun 2016 bahwa


Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang wajib dilakukan sesuai dengan
rencana, rancangan dan perizinan. Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum Perumahan harus memenuhi persyaratan:
a. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah Rumah;
b. keterpaduan antara Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dan Lingkungan Hunian;
dan
c. ketentuan teknis pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum.
Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang telah selesai dibangun oleh setiap orang
harus diserahkan kepada Pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan mengacu pada rencana
keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. Perencanaan Prasarana, Sarana,
dan Utilitas Umum Perumahan meliputi: a. rencana penyediaan kaveling tanah untuk
Perumahan sebagai bagian dari Permukiman; dan b. rencana kelengkapan Prasarana,
Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan. Rencana penyediaan kaveling tanah
digunakan untuk:
a. landasan perencanaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum; dan
b. meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah sesuai dengan rencana tapak (site
plan) atau rencana tata bangunan dan lingkungan.
Rencana kelengkapan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum sebagaimana digunakan
untuk:
a. mewujudkan lingkungan Perumahan yang layak huni; dan
b. membangun Rumah

Kriteria Jalan berdasarkan Permenpera Nomor 22 Tahun 2008, sebagai berikut: 1)


Jalan akses dan Jalan poros Ketentuan :

a) Kelas jalan :

- jalan lokal skunder I (satu jalur)

- jalan lokal skunder I (dua jalur)

- jalan lokal skunder II

- jalan lokal skunder III

b) dapat diakses mobil pemadam kebakaran

c) konstruksi trotoar tidak berbahaya pejalan kaki dan penyandang cacat

d) jembatan harus memiliki pagar pengaman.

2) Jalan lingkungan Ketentuan :

a) Kelas jalan :

- jalan lingkungan I

- jalan lingkungan II

b) akses kesemua lingkungan permukiman

c) kecepatan rata-rata 5 sampai dengan 10 km/jam


d) dapat diakses mobil pemadam kebakaran

e) konstruksi trotoar tidak berbahaya pejalan kaki dan penyandang cacat

f) jembatan harus memiliki pagar pengaman.

3) Jalan setapak Ketentuan :

a) akses ke semua persil rumah sesuai perencanaan b) lebar 0,8 sampai 2 m

C. Data dasar lingkungan perumahan yang siap untuk di bangun

Disamping perencanaan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tata cara
perencanaan lingkungan perumahan di Pedesaan :

 Budaya lingkungan Pedesaan yang berbeda-beda. Hal ini menjadi pertimbangan


untuk melakukan perencanaan lingkungan perumahan agar sesuai dengan
lingkungan hunian dan tidak menimbulkan keresahan masyarakat sekitar.
 Fasilitas sarana dan prasarana Pedesaan yang minim. Tidak hanya budaya, fasilitas
sarana dan prasarana juga menjadi aspek bagaimana perencanaan lingkungan
perumahan yang tepat di lingkungan sekitar dengan melihat kondisi fasilitas sarana
dan prasarana yang tersedia. Hal ini dibutuhkan Kerjasama antara pemerintah
daerah dan masyarakat setempa untuk menciptakan fasilitas sarana dan prasana
yang memadai.
 Nilai-nilai lingkungan sosial dalam lingkungan Pedesaan.
Menurut Undang-undang nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa merupakan
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam artian, desa memiliki kewenangan tersendiri termasuk dalam mengatur tata
ruang desanya. Namun dalam implementasinya, pengaturan wilayah desa masih
dikelola dan diatur oleh pemerintah kab/kota. Konflik kepentingan antara desa,
masyarakat dan sektor swasta juga meningkat dan seringkali merugikan pihak desa
dan warga lokal. Akhirnya, desa kehilangan kewenangannya dalam mengatur dan
menata ruangnya sendiri.
Pengaturan tata ruang desa menjadi sangat penting dalam RPJMDes dan RKPDes
karena pemanfaatan lahan dan pembangunan dapat diatur secara spasial.
Perencanaan spasial dimanfaatkan sebagai wadah untuk menjaga keserasian
pembangunan antar sektor dalam menyusun program-program pembangunan baik
jangka pendek, menengah, dan panjang.
Menurut Undang-Undang Penataan Ruang, hukum penataan ruang adalah hukum
yang berwujud struktur ruang (susunan pusat -pusat pemukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional) dan pola ruang
(distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang
untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya). Dalam konteks
penataan pola ruang, distribusi peruntukan wilayah dibagi menjadi dua, yaitu
kawasan lindung dan kawasan budidaya. Dalam proses penetapan tersebut,
seharusnya pemerintah desa dilibatkan karena desa memiliki kewenangan tersendiri
yang sudah dijelaskan sebelumnya. Proses penetapan tersebut merupakan kolaborasi
perencanaan top-down dan bottom up karena pemerintah kabupaten/kota
menetapkan distribusi kawasan yang dikehendaki sesuai dengan persetujuan dari
pemerintah desa, begitu pula sebaliknya. Perwujudan tata ruang desa sebisa
mungkin mengedapankan konsep keberlanjutan. Jika tidak ada pengaturan tata
ruang yang baik dan keberlanjutan maka bisa saja desa akan menghadapi
permasalahan yang sudah mulai kita temui sekarang.

Untuk menciptakan kualitas lingkungan perumahan dan penyediaan PSU melibatkan peran
pemerintah dan masyarakat.

 Peran Pemerintah

Sebagai fasilitator penyelenggaraan PSU dengan memberikan peluang investasi kepada


swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan, dengan menerapkan prinsip good
governance. Dalam fungsinya sebagai fasilitator, pemerintah dapat melakukan :

1) Fasilitasi penyelesaian masalah yang timbul baik dalam kawasan maupun antar kawasan
perumahan dan permukiman.

2) Memberikan bantuan teknis, pembinaan teknis dan pendampingan teknis.

3) Sosialisasi produk pengaturan bidang keterpaduan PSU kawasan.

4) Memberikan bantuan stimulan PSU dalam mendorong percepatan pembangunan kawasan


perumahan dan permukiman.
 Peran Masyarakat

Peran serta masyarakat adalah keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam
proses peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan pembangunan PSU yang
dilaksanakan secara terpadu. Masyarakat selaku pemilik lahan perlu diperankan sebagai
pelaku aktif pengembangan kawasan termasuk penyediaan dan pengelolaan PSU sehingga
dapat memperoleh manfaat dari pengembangan dan penyelenggaraan keterpaduan PSU
perumahan dan permukiman

Dalam penyelenggaraan kegiatan investasi pembangunan PSU kawasan perumahan, maka


partisipasi modal masyarakat dan swasta sangat dibutuhkan. Partisipasi perlu
dipertimbangkan dengan alasan sebagai berikut:

1) terbatasnya dana dan teknologi

2) pergeseran tanggung jawab dari pemerintah kepada swasta dan masyarakat

3) motivasi swasta dan masyarakat mendorong lembaga menjadi lebih efisien, transparan dan
kompetitif

4) kondisi capacity building swasta dan masyarakat. Kriteria yang digunakan dalam rangka
menunjang keberhasilan partisipasi swasta dan masyarakat, yaitu :

a. untuk kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah

b. masalah lingkungan sesuai standar global

c. iklim investasi yang kondusif (kredibilitas pemerintah, komitmen, stabilitas politik) dan
kesiapan lembaga pengelola

d. kelayakan investasi yang memadai dan terjamin Tingkat keterlibatan swasta dalam
pembangunan PSU bervariasi, yaitu :

1) untuk penyediaan pembiayaan, dan

2) kombinasi pembiayaan serta operasional. Pihak-pihak yang dapat ikut berpartisipasi dalam
pembangunan PSU diantaranya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
1.5 PROGRAM PEMERINTAH PEMILIKAN RUMAH BAGI MBR

Di lingkungan Pedesaan dengan tingkat pendapatanya menengah bawah, pemerintah telah


mengatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum & Perumahan Nomor 20 /PRT/M/2019
Tentang Kemudahan dan Bantuan Pemilikan Rumah Bagi Masyrakat Berpenghasilan
Rendah.

Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Bersubsidi yang selanjutnya disebut KPR Bersubsidi


adalah kredit/pembiayaan pemilikan rumah yang mendapat bantuan dan/atau kemudahan
pemilikan rumah dari pemerintah berupa dana murah jangka panjang dan/atau subsidi
pemilikan rumah yang diterbitkan oleh bank pelaksana baik secara konvensional maupun
dengan prinsip syariah. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR
adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat
dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.

Pembiayaan Pemilikan Rumah Subsidi Selisih Marjin yang selanjutnya disingkat KPR SSM adalah
pembiayaan pemilikan rumah yang diterbitkan oleh bank pelaksana dengan prinsip syariah yang
mendapat pengurangan marjin melalui subsidi bunga kredit perumahan. Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan yang selanjutnya disingkat FLPP adalah dukungan fasilitas likuiditas
pembiayaan perumahan kepada MBR yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat. Subsidi Bunga Kredit Perumahan adalah subsidi pemerintah yang
diberikan kepada MBR berupa selisih suku bunga/marjin antara kredit/pembiayaan pemilikan rumah
yang menggunakan suku bunga komersial dengan suku bunga/marjin kredit/pembiayaan pemilikan
rumah yang dibayar oleh debitur/nasabah ditetapkan oleh pemerintah. Kelompok Sasaran adalah
orang perseorangan calon penerima KPR Bersubsidi

Bantuan PSU merupakan stimulan bagi pelaku pembangunan rumah untuk membangun
rumah MBR dalam rangka pencapaian target program satu juta rumah. Program ini
merupakan perhatian pemerintah untuk mewujudkan cita-cita terpenuhinya kebutuhan rumah
bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama rumah terjangkau layak huni dan berkualitas bagi
MBR

Dengan KPR ini memberikan keringanan masyarakat di wilayah Pedesaan untuk membentuk
pemukian Pedesaan yang sesuai dengan lingkungan, sosial, budaya dan perekoniman
setempat.
DAFTAR PUSTAKA

1. UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman


2. Peraturan Pemerintah Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
20/PRT/M/2019
3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2016 Tentang Penyelengaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman
4. Standar Nasional Indonesia : Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan
5. A. Maslow, (1954) Motivation and Personality. New York: Harper & Row.
6. Undang-undang nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
7. Permenpera Nomor 22 Tahun 2008
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
9. Permenpera Nomor 4 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Prasarana,
Sarana, Utilitas Umum

Anda mungkin juga menyukai