OLEH:
Sahir
Agung Hermawan
Sahruddin
Glendy Judistira T
Kurniawan Prasatya
Akram Hidayatullah
Dwirandi Heru P
Nur Muhaimin Alim
Keken Arfemisantya
Nirmala
Reni Dwi Angraini
Harianti Hasyim
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan........................................................................................... 4
A. Kesimpulan .................................................................................................... 16
B. Saran............................................................................................................... 18
Daftar Pustaka
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
terjadi secara pesat di dalam era perekonomian modern ini telah menghasilkan
berbagai jenis dan variasi dari barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi
semakin sempit. Adanya pandangan globalisasi sebagai suatu proses sosial, atau
proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa
dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan
1
peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama
televisi, film, musik, transmisi berita dan olah raga internasional). Saat ini,
yang melintasi beraneka ragam budaya, dengan contoh dalam bidang fashion,
ekonomi. Artinya, budaya akan lebih mudah diterima ketika terjadi interaksi
antara dua negara atau lebih, yang tanpa disadari kemudian saling bertukar budaya
dan pada gilirannya batas-batas perbedaan budaya dalam bentuk negara akan
semakin terkikis. Terkikisnya budaya lokal dan daerah disebabkan oleh kekuatan
budaya besar atau kekuatan budaya global. Bidang ekonomi juga menjadi faktor
bidang. Hal ini juga menjadi penyebab semakin terkikisnya jarak dan waktu
beragam variasi produk barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. Era perdagangan
bebas saat ini menghendaki bahwa semua barang dan/atau jasa yang berasal dari
negara lain harus bisa masuk ke Indonesia, dimana pihak-pihak tertentu dapat
dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta hal ini akan semakin terbuka
2
lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa yang
internasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi maka harus tetap
akan mutu jumlah dan keamanan terhadap barang dan/atau jasa yang diperoleh
bebas, salah satunya adalah AFTA (ASEAN Free Trade Area), yaitu kerja sama
antar negara dalam daftar anggota ASEAN dalam bidang ekonomi yang mulai
berlaku pada tahun 2003, yang bertujuan agar arus lalu-lintas barang, jasa, dan
manusia dari dan ke suatu negara tidak mengalami hambatan. Hal tersebut
membuka peluang kemudahan bagi Indonesia dalam hal masuknya barang dan
jasa dari pasaran luar negeri.2 Dapat dilihat dari kehidupan masyarakat Indonesia
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang tidak sepenuhnya produk dalam
memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yang menyangkut pada
3
kesadaran semua pihak, baik pelaku usaha, pemerintah maupun konsumen itu sendiri
tentang pentingnya perlindungan konsumen. Pelaku usaha menyadari bahwa mereka harus
menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman
untuk digunakan atau dikonsumsi, mengikuti standar yang berlaku, dengan harga yang
sesuai. Konsumen merupakan golongan yang rentan dieksploitasi oleh pelaku usaha.
yang berkaitan dengan berpindahnya barang dan/atau jasa dari pelaku usaha ke konsumen.
B. Perumusan Masalah
ialah:
konsumen adalah :
4
BAB II
“ segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang
dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, atau pelaksana lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan
pengadilan.”
Perlindungan yang tertuang dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah
No.2 Tahun 2002 Tentang Tata cara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam
“suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau
aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada
korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak
manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
atau pemeriksaan di sidang pengadilan.”
Sedangkan pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang
diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat
preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
5
gambaran dari fungsi hukum., yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu
dalam kehidupan bermasyarakat. Disamping itu Az. Nasution dalam bukunya yang
asas-asas atau kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara
berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di
Perlindungan hukum yang penulis maksud dalam skripsi ini tentunya adalah
6
perlindungan kepada konsumen. Selain apa yang diatur dalam UU No. 8 Tahun
1999 dan KUH Perdata, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain juga
Perlindungan Konsumen.
Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota jakarta Barat, Kota Bandung,
Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota
Makassar.
Swadaya Masyarakat.
7
Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Kota Makassar, Kota
Swadaya Masyarakat.
2. Pengertian Konsumen
Istilah konsumen berasal dari kata consumers dari (Inggris – Amerika), atau
dalam posisi dimana dia berada. Secara harafiah arti kata consumer adalah
mana pengguna tersebut. Begitu pula dalam Kamus Bahasa Inggris – Indonesia
8
a. Badan Pembinaan Hukum Nasional-Departemen Kehakiman (BPHN),
menyusun batasan tentang konsumen akhir yaitu pemakai terakhir dari barang,
digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain, dan tidak untuk
diperjualbelikan.
b. Batasan konsumen dari YLKI yaitu pemakai barang atau jasa yang tersedia
bagi masyarakat bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain dan
setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak
untuk diperdagangkan.
yaitu21:
a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan
b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan jasa
keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali
(nonkomersial).
Praktek Monopoli dan Persaingan Usahan Tidak Sehat, pengertian dari konsumen
adalah :
9
“setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik untuk kepentingan
diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.
beragam pengertian tentang konsumen, untuk itu kita perlu melihat yang
dirumuskan dalam UU No. 8 Tahun 1999, dimana dalam Pasal 1 angka 2 yaitu :
consument . Dalam KUH Perdata kita menemukan istilah pembeli (koper, pasal
1457 – 1540), penyewa (hurder, Pasal 1548 – 1600 KUH Perdata), penitip
(verbruiklener, Pasal 1754 – 1769 KUH Perdata). Dan dalam KUH Dagang
ditemukan istilah tertanggung (verzekerde, Pasal 246 – 308 dalam Buku I KUH
Jadi dalam penulisan skripsi ini, yang penulis maksud sebagai konsumen
adalah pembeli (koper) sebagaimana yang diatur dalam pasal 1457 – 1540 KUH
maksud dalam penulisan skripsi ini adalah konsumen yang mengalami kerugian
akibat dari adanya cacat tersembunyi suatu barang dari hasil jual beli.
Perjanjian jual beli adalah perjanjian yang mengikat antara pihak penjual
mengikat diri berjanji untuk membayar harga (ketentuan Pasal 1457 KUH
Perdata). Dari pengertian yang diberikan oleh Pasal 1457 KUH Perdata ini,
berikut23 :
a. Kewajiban pihak pelaku usaha untuk menyerahkan barang yang akan dijual
kepada konsumen
b. Kewajiban pihak konsumen untuk membayar harga barang yang akan dibeli
Istilah produsen berasal dari Bahasa Belanda yakni producent, dalam bahasa
“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha berbagai bidang ekonomi.”
berikut :
“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbadan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama – sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.”
tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat, namun akan lebih
produk.25
dirugikan oleh pelaku usaha. Urutan – urutan tersebut sebaiknya disusun sebagai
berikut26:
a. Yang pertama digugat adalah pelaku usaha yang membuat barang tersebut
yang dirugikan
maka yang digugat adalah importirnya, karena UU No. 8 Tahun 1999 tidak
c. Apabila produsen maupun importir dari suatu barang tidak diketahui, maka
yang digugat adalah penjual dari siapa konsumen membeli barang tersebut.
Urutan – urutan pihak diatas tentu saja hanya diberlakukan jika suatu
siapapun yang digugat oleh konsumen, Pengadilan atau BPSK yang kompeten
konsumen.27
dimaksud dengan pelaku usaha yaitu penjual dalam proses jual beli. Terhadap
kewajiban penjual , pengaturannya dimulai dari Pasal 1472 KUH Perdata. Pelaku
usaha wajib menegaskan dengan jelas untuk apa ia mengikatkan diri dalam
“interpretasi”: segala sesuatu yang kurang jelas dalam persetujuan jual beli atau
Pada dasarnya, kewajiban penjual menurut Pasal 1473 dan Pasal 1474
konsumen
1970-an. Hal ini ditandai dengan berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(selanjutnya disingkat YLKI) pada bulan Mei 1973. Ketika itu, gagasan perlindungan
publikasi media konsumen. Ketika YLKI berdiri, kondisi politik bangsa Indonesia
saat itu masih dibayang – bayangi dengan kampanye penggunaan produk dalam
seperti yang dilakukan YLKI dilakukan melalui koridor hukum yang resmi, yaitu
pertama di Tanah Air. Tujuan pendirian lembaga ini adalah untuk membantu
konsumen agar hak – hak nya bisa terlindungi. Di samping itu, tujuan YLKI adalah
untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya
yang diprakarsai oleh YLKI mencatat prestasi besar setelah naskah akademik UU
No. 8 Tahun 1999 berhasil dibawa ke DPR.14 Gerakan dan perjuangan untuk
selama bertahun – tahun. Baru pada era reformasi, keinginan terwujudnya UU No. 8
Tahun 1999 bisa terpenuhi. Pada masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie, tepatnya
pada tanggal 20 April 1999, RUUPK secara resmi disahkan sebagai UU No. 8 Tahun
suatu sistem hukum perlindungan konsumen yang merupakan bagian dari sistem
hukum nasional.15
dilakukan oleh YLKI, salah satu andil yang juga mendorong kehadiran UU No. 8
Tahun 1999 adalah juga karena cukup kuatnya tekanan dari dunia Internasional.
anggota WTO. Salah satu di antaranya adalah perlunya eksistensi UU No. 8 Tahun
1999.16
BAB III
A. Kesimpulan
dengan cara obral atau lelang yang menyatakan bahwa barang atau jasa
Tahun 1999 juga telah mengatur tanggung jawab pelaku usaha secara
tegas yang dinyatakan dalam Pasal 19, dimana jika dicermati bahwa
barang, baik yang diketahui oleh si penjual sendiri, maupun yang tidak
kembali uang harga pembelian atau akan tetap memiliki barang itu
Jika penjual telah mengetahui cacat-cacat barang itu, maka selain wajib
Perdata).
sehingga tercipta iklim usaha yang sehat dan tumbuhnya hubungan yang
yang kuat atas hak – hak nya. Pengawasan terhadap pelaku usaha adalah
menuntut hak atas kerugian yang dideritanya yaitu sesuai yang diatur
umum.
B. Saran
barang yang cacat tidak beredar dalam masyarakat luas. Dan penting juga
Bandung.
Paramita, Jakarta.
Grafika, Jakarta.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, 2004. Hukum Perlindungan Konsumen, Raja
Grafindo. Jakarta.
Bandung.
Bakti, Bandung.
Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamuji, 1995. Penelitian Hukum Normatif
Persada, Jakarta.