Anda di halaman 1dari 10

Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

PERBEDAAN KINERJA CHILLING STORAGE PADA KAPAL IKAN


KAPASITAS 1,3 TON MENGGUNAKAN BEBAN AIR TAWAR
DAN AIR GARAM 3,5%

Ahmat Fauzi, Tri Nugroho Widianto dan Arif Rahman Hakim

ABSTRAK

Metode pendinginan adalah salah satu usaha untuk mengurangi kemunduran mutu ikan
setelah penangkapan dan transportasi di atas kapal. Salah satu metode pendinginan antara lain
sistem chilling storage menggunakan media pendinginan air atau air laut pada palka pada suhu
sekitar 0 °C. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja chilling storage dengan
beban air dan air garam 3,5% pada kapal kapasitas 1,3 ton. Pengujian dilakukan dengan
mendinginkan air 1000 kg dan air garam 3,5% sebanyak 930 kg yang dimasukkan ke dalam
palka kemudian didinginkan menggunakan sistem pendingin kompresi uap sampai suhu
mendekati 0 °C. Parameter pengamatan yaitu suhu air, suhu air garam, suhu udara di dalam
palka, tekanan dan suhu kondensor, tekanan dan suhu evaporator, laju alir air pendingin
kondensor, suhu lingkungan, beban pendinginan dan kecepatan penurunan pendinginan.
Pengamatan dilakukan tiap 30 menit sampai suhu media mendekati 0 °C. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa waktu pendinginan air tawar dan air garam masing-masing adalah 13,5
dan 9,5 jam. Kecepatan penurunan suhu media pendinginan air tawar dan air garam masing-
masing adalah 1,52 dan 3,0 o C/jam. Kecepatan pembuangan panas pada media air tawar dan
air garam masing-masing adalah 2,14 kW dan 3,47 kW. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
media pendingin air tawar memiliki kecepatan pendinginan yang lebih rendah sehingga
memerlukan waktu pendinginan yang lebih lama.

Kata kunci : media pendingin, air tawar, air garam, penurunan suhu, chilling storage

PENDAHULUAN

Penurunan mutu ikan hasil tangkapan setelah proses penanganan dan transportasi di kapal saat ini
masih tinggi. Demikian pula mutu hasil tangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng
Kabupaten Gunung Kidul mengalami penurunan akibat penanganan ikan di atas kapal yang kurang baik. Ikan
termasuk komoditas yang cepat rusak dan bahkan lebih cepat dibandingkan dengan daging hewan Iainnya.
Kecepatan pembusukan ikan setelah penangkapan dan pemanenan sangat dipengaruhi oleh teknik
penangkapan dan pemanenan, kondisi biologis ikan, serta teknik penanganan dan penyimpanan di atas
kapal. Oleh karena itu, segera setelah ikan ditangkap atau dipanen harus secepatnya disimpan dengan
pendinginan atau pembekuan.
Pendinginan ikan dapat menggunakan refrigerasi, es, slurry ice (es cair) dan air laut dingin (chilled sea
water). Cara yang paling mudah untuk pendinginan adalah dengan menggunakan es sebagai bahan pengawet
(Irianto & Soesilo, 2007). Namun penggunaan es balok sebagai metode pendinginan juga menjadi salah satu
penyebab penurunan mutu ikan akibat gesekan ikan dengan es serta tekanan fisik es. Es balok memiliki
kapasitas pendinginan yang besar dan mudah digunakan (Jain et al., 2005) namun memiliki kekurangan
antara lain ikan di bagian bawah palka rusak karena tertekan oleh ikan di bagian atasnya. Bongkahan es
yang tajam dapat merobek kulit atau perut ikan. Selain itu ketersediaan es balok juga terbatas dan sulit
didapat.
Berdasarkan data dari Widianto, Fauzi dan Hakim (2016), kapal penangkap ikan di PPP Sadeng terdiri
atas 50 Perahu Motor Tempel (PMT/Jukung), 52 kapal motor terdiri atas kapal sekoci 5-30 GT dan kapal Inka
Mina >30 GT. Sistem pendingin ikan yang umum digunakan di PPP Sadeng adalah sistem pendingin palka
Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan, Jl Imogiri Barat Km 11,5 Bantul, DI Yogyakarta
*)
Korespondensi Penulis :ahmat.fauzi@gmail.com

117
Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

dengan es. Rata-rata kapal motor 10-20 GT di PPP Sadeng memiliki 3 buah palka, dan masing-masing palka
mampu menampung es balok sekitar 45-60 buah es balok seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Dengan berat
es per balok sekitar 50 kg maka es yang dibawa sekitar 2,5-3 ton/trip dengan lama penangkapan sekitar 5-
12 hari. Penggunaan es dengan jumlah tersebut juga menambah berat kapal dan mengurangi kapasitas
volume palka untuk ikan dan menambah kebutuhan bahan bakar selama penangkapan ikan.
Salah satu alternatif upaya peningkatan penanganan ikan di kapal adalah penerapan sistem refrigerasi di
atas kapal untuk meningkatkan kemampuan simpan ikan hasil tangkapan nelayan (Wang, 2005; Ruiz, 2012).
Sedangkan salah satu teknologi refrigerasi untuk penanganan ikan di kapal yang tepat saat ini adalah refrigerated
sea water (RSW) pada pendinginan dengan suhu sekitar 0 ºC. Sistem RSW memiliki beberapa kelebihan
seperti potensi kerusakan fisik yang relatif kecil, penurunan suhu yang cepat, serta suhu yang lebih stabil
dan merata.
Beberapa rancangan sistem pendingin untuk aplikasi penyimpanan ikan di atas kapal kecil (10-15 GT)
diantaranya dilaporkan oleh Widianto et al. (2016), serta Fauzi dan Widianto (2017). Rancangan tersebut
menjelaskan bahwa secara teknis aplikasi sistem pendingin dapat diterapkan pada kapal kecil sebagai alternatif
penganti es batu. Rancangan Widianto et al. (2016) secara umum berupa rancangan termal berupa mini
chilling storage dengan sistem refrigerated sea water (RSW) menggunakan sistem kompresi uap.
Sistem kompresi uap yang merupakan siklus aliran refrigeran terdiri dari komponen utama evaporator,
kompresor, kondensor, dan katup ekspansi (Arora, 2009). Evaporator berfungsi untuk menyerap panas air
laut sehingga menjadi dingin, terjadi penyerapan panas oleh refrigeran. Media pendingin yang digunakan
pada palka penyimpanan ikan hasil tangkapan adalah air dan air laut disesuaikan dengan jenis ikan tangkapan.
Penelitian lain telah dilakukan untuk mengamati perbedaan pendinginan media air pendingin. Parenden (2012)
melakukan perencanaan cold storage pada ruang palka kapal ikan Arujaya 30 GT dengan menggunakan air
tawar sebagai media pendingin palka. Hasil perencanaan menunjukkan bahwa kapasitas ruang palka lebih
besar bila dibandingkan dengan penggunaan es sehingga secara ekonomi pendapatan juga naik.
Serangkaian kegiatan rancang bangun pembuatan unit pendingin untuk aplikasi RSW di atas kapal telah
dilakukan di Loka Riset Mekanisai Pengolahan Hasil Perikanan. Salah satu tahapan yang dilakukan adalah
uji kinerja alat yang dilakukan dengan menggunakan beban air tawar dan air laut. Tahapan awal ini dilakukan
dalam rangka mengetahui performansi awal alat yang telah dirancang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kinerja awal cooling unit pada pendinginan air tawar dan air garam 3,5% (pendekatan kondisi air laut) pada
alat penyimpanan ikan (chilling storage) pada kapal kapasitas sampai 1,3 ton. Hasil penelitian diharapkan
dapat digunakan sebagai pertimbangan operasional mesin chilling storage dan metode penyimpanan ikan
pada palka chilling storage.

Gambar 1. Kapal ikan 10-15 GT dengan 3 palka (kiri) dan es balok sebagai pendingin pada palka (kanan)

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Peralatan

Bahan dan peralatan yang digunakan adalah air tawar dan air garam 3,5% dan rangkaian simulasi sistem
cooling unit yang telah dibuat oleh Widianto et al. (2016). Rangkaian peralatan cooling unit berupa mesin

118
Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

pendingin kompresi uap dengan kompresor 3 hp, kondensor 25 kW berpendingin air, katup ekspansi 15 kW,
palka dengan pipa evaporator kapasitas 1,3 ton ikan, asesoris, kelistrikan dan palka volume sekitar 2 m3.
Rangkaian peralatan uji ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Rangkaian alat pendingin chilling storage hasil simulasi Widianto et al. (2016)

Palka tersusun dari tiga bagian yaitu dinding bagian luar dan dalam dan insulator. Dinding bagian dalam
dan luar terbuat dari bahan fiber yang dicetak tebal 1 mm. Bahan insulator yang digunakan adalah sterofoam
dengan ketebalan 7 cm. Insulator sterofoam dibuat dari lembaran sterofoam yang mudah didapatkan di pasaran.
Lembaran sterofoam density 34 kg/m3 dipotong dan dibentuk sesuai dengan ukuran palka dan dipasang di
antara kedua dinding ruang penyimpanan ikan. Kondensor menggunakan kondensor tipe shell and tube
dengan kapasitas 25 kW untuk refrigeran R-22 berpendingin air. Komponen palka dan kondensor ditunjukkan
pada Gambar 3.

Gambar 3. Palka hasil simulasi Widianto et al. (2016)

Metode

Pengujian dilakukan dengan mendinginkan media pendingin sekitar setengah volume palka, dengan air
tawar sejumlah 1000 kg dan air garam 3,5% sejumlah 930 kg. Pengujian dilakukan pada simulasi alat chilling
storage sampai suhu media mencapai 0 sampai -1 °C dengan pengambilan data setiap 30 menit. Parameter
pengamatan yaitu suhu air, suhu air garam, suhu udara di dalam palka, tekanan dan suhu kondensor, tekanan
dan suhu evaporator, laju alir air pendingin kondensor, suhu lingkungan, beban pendinginan dan kecepatan
penurunan pendinginan. Alat ukur yang digunakan adalah termokopel dan termometer untuk mengukur suhu,
gelas ukur dan stopwatch untuk mengukur aliran air, serta manometer manometer untuk mengukur suhu dan
tekanan pada evaporator dan kondensor.
Beban kalor pendinginan ditentukan berdasarkan teori konservasi energi untuk siklus kompresi uap (Arora,
2009):
Qk = Qe + Wc (1)

119
Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

Qk adalah beban kalor yang harus diserap kondensor, Qe adalah beban kalor evaporator dan Wc adalah
daya kompresor. Beban kalor evaporator meliputi beban pendinginan air dengan massa yang telah ditentukan
sampai suhu mencapai sekitar 0 sampai -1 oC, panas sensibel dinding palka, beban transmisi, beban infiltrasi
dan beban pompa sirkulasi. Beban transmisi dihitung berdasarkan ukuran dan bahan palkah, suhu air dan
udara di dalam palka, suhu lingkungan dan volume air dan udara di dalam palka. Beban infiltrasi adalah beban
buka tutup selama pengujian sebanyak 2 kali. Beban pendinginan air yaitu energi yang dibutuhkan untuk
menurunkan suhu air dengan massa yang telah ditentukan dari suhu ruang menjadi 0 sampai -1 oC. Besarnya
energi yang dibutuhkan ditentukan dengan persamaan:

qair = mair x Cp x T (2)

mair adalah massa air dalam kg, kalor jenis Cp dalam J/kg.oC dan beda suhu pendinginan (ÄT) dalam oC.
Beban pendinginan udara qudara dalam palka dirumuskan sebagai berikut:

q udara = mudara x Cp x T (3)

qudara adalah massa udara (mudara) dalam kg, kalor jenis udara (Cp) dalam kJ/kg.K, dan beda suhu pendinginan
(ÄT) dalam oC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian menunjukkan bahwa suhu air palka mencapai 0 sampai -1 0C selama 13,5 jam pada air
tawar dan 9,5 jam pada air garam. Laju alir air pendingin kondensor pada air tawar dan air garam masing-
masing sebesar 1,1 dan 1,0 liter/detik. Kondisi air palka sebagian sudah membeku (Gambar 4) menjadi es
pada bagian-bagian tepi dinding palka yang dekat dengan pipa evaporator. Sisi permukaan pipa keluaran
katup ekspansi juga membeku (Gambar 5) dengan suhu terendah sampai -7 dan -10 0C. Parameter dan
kondisi pengujian diukur setiap 30 menit dengan waktu pengujian sampai suhu air mencapai 0 sampai -1°C.

Gambar 4. Kondisi air palka membeku pada sisi dinding palka dan katup ekspansi

Gambar 5. Kondisi permukaan katup ekspansi membeku

120
Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

Penurunan suhu air dan suhu udara di dalam palka ditunjukkan pada Gambar 6 dan 7. Kecepatan penurunan
suhu air pada air dan air garam masing-masing adalah 1,52 oC/jam dan 3,0 oC/jam. Sedangkan Kecepatan
penurunan suhu udara pada air dan air garam masing-masing adalah 1,83 oC/jam dan 3,1 oC/jam.

Gambar 6. Grafik penurunan suhu air selama pengujian

Gambar 7. Grafik penurunan suhu udara ruang palka selama pengujian

Suhu dan tekanan kondensor pada air tawar rata-rata sebesar 36,5 oC dan 13,1 bar sedangkan pada air
garam 37,1 oC dan 13,2 bar (Gambar 8). Tekanan dan suhu evaporator menurun (Gambar 9), pada air tawar
turun dari tekanan 2,2 bar (suhu -13 ºC) menjadi 1,2 bar (suhu -28 ºC). Sedangkan tekanan dan suhu evaporator
pada air garam turun dari tekanan 2,3 bar (suhu -12 ºC) menjadi 1,1 bar (suhu -29 ºC).

Gambar 8. Tekanan dan suhu kondensor selama pengujian

121
Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

Gambar 9. Tekanan dan suhu evaporator selama pengujian

Suhu air pendingin kondensor masuk dan keluar (Gambar 10) pada air tawar rata-rata masing-masing
31,8 ºC dan 33,7 ºC atau berbeda rata-rata1,93 ºC. Sedangkan suhu air pendingin kondensor masuk dan
keluar pada air garam rata-rata masing-masing 31,7 ºC dan 32,9 ºC atau berbeda rata-rata 1,2 ºC.

Gambar 10. Suhu air masuk dan keluar kondensor selama pengujian

Suhu pipa keluar katup pipa katup ekspansi (Gambar 11) cenderung menurun dengan selisih pada air
tawar dan air garam rata-rata masing-masing 35,5 ºC dan 36,6 ºC. Suhu lingkungan relatif stabil dengan rata-
rata air tawar dan air garam masing-masing 28,2 ºC dan 28,9 ºC (Gambar 12).

Gambar 11. Suhu permukaan pipa keluar katup ekspansi selama pengujian

122
Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

Gambar 12. Suhu udara lingkungan selama pengujian

Hasil uji juga menunjukkan bahwa tekanan kondensor memiliki hubungan dengan suhu air kondensor
(Gambar 13). Semakin tinggi tekanan maka terjadi kenaikan suhu air keluar/masuk kondensor. Tekanan
yang lebih tinggi sebagai akibat kenaikan beban pendinginan mengakibatkan panas yang harus diserap air
pendingin kondensor lebih besar sehingga suhu air naik.

Gambar 13. Hubungan tekanan kondensor terhadap suhu air kondensor

Demikian juga tekanan evaporator memiliki hubungan dengan suhu katup ekspansi (Gambar 14). Tekanan
evaporator yang turun mengakibatkan suhu refrigeran menjadi lebih rendah sehingga suhu katup ekspansi
juga turun.

Gambar 14. Hubungan tekanan evaporator terhadap suhu katup ekspansi

123
Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

Beban pendinginan/kecepatan pembuangan panas pada media air tawar dan air garam masing-masing
adalah 2,14 kW dan 3,47 kW seperti pada Tabel 1. Beban udara di dalam palka sangat kecil sehingga
dihilangkan.

Tabel 1. Kecepatan pembuangan panas media


Media pendingin
Jenis beban pendinginan (dalam kW)
Air tawar Air garam
Transmisi melalui dinding Alat 0,09 0,09
Panas sensibel dinding 0,03 0,03
Panas sensibel air media 1,77 3,10
Beban Pendinginan pompa 0,24 0,24
Infiltrasi buka alat 0,01 0,01
Total 2,14 3,47

Perbedaan utama adalah pada kecepatan pembuangan panas akibat panas sensibel air media dengan air
tawar (dengan massa 1000 kg) sebesar 1,77 kW lebih rendah dibandingkan air garam 3,5% (dengan massa
930 kg) sebesar 3,10 kW. Dengan pendekatan bahwa kecepatan pembuangan panas sama maka untuk
massa air tawar sebesar 930 kg didapatkan waktu pendinginan selama 12,56 jam. Sehingga dengan massa
air tawar dan air garam sebesar 930 kg didapatkan pendekatan waktu pendinginan sebesar masing-masing
12,56 dan 9,5 jam untuk mencapai suhu sekitar 0 ºC (Gambar 15).

Gambar 15. Lama waktu pendinginan media dengan massa media sama 930 kg

Faktor utama perbedaan kecepatan pembuangan panas adalah nilai panas spesifik (Cp) dan laju
perpindahan panas. Cp air adalah 4,2 kJ/kg.K (ASHRAE, 1993; Kleinstreuer, 2010; Young, Freedman dan
Ford, 2012), lebih tinggi bila dibandingkan air garam 3,5% sebesar 4,0 kJ/kg.K (Nahyar, Sharqawy dan
Lienhard, 2016). Energi yang dibutuhkan untuk mendinginkan air tawar dari suhu ruang sampai suhu sekitar
0 ºC menjadi lebih besar sehingga membutuhkan waktu pendinginan yang lebih lama sesuai
dengan rumus:
Q = m. Cp. T (4)

Energi yang dibutuhkan untuk pendinginan air tawar dan air garam dengan massa 930 kg masing-masing
adalah 3.906 kJ/°C dan 3.720 kJ/°C.
Faktor penyebab lain adalah perbedaan laju perpindahan panas antara air tawar dan air garam. Pendinginan
dilakukan oleh pipa-pipa evaporator. Perpindahan panas terjadi dari media pendingin di sisi luar pipa ke
refrigeran di dalam pipa. Faktor yang mempengaruhi laju perpindahan panas dirumuskan sebagai berikut
(Ozisik, 1985):
Q = U total . As . LMTD (5)

124
Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

dengan Q adalah laju perpindahan total evaporator, U total koefisien perpindahan panas total, As luasan
perpindahan panas dan LMTD adalah Logarithmic Mean Temperature Difference. Pada perlakuan media air
dan air garam maka luasan As sama, LMTD dihitung dari suhu awal dan akhir media. Perhitungan LMTD
dirumuskan sebagai berikut (Ozisik, 1985):

 L
LMTD = (6)
n / L)

dengan T0 = beda temperatur tertinggi refrigeran dengan media pendingin.


TL = beda temperatur terendah refrigeran dengan media pendingin.

Sedangkan perhitungan Utotal evaporator bergantung pada koefisien perpindahan panas sisi refrigeran,
sisi pipa, dan fouling factor. Besar Utotal sisi evaporator dihitung dengan persamaan (Ozisik, 1985):

(7)

Dengan ho adalah koefisien perpindahan panas sisi luar pipa, hi koefisien perpindahan panas sisi pipa,
Do diameter luar pipa, Di diameter dalam pipa dan hf faktor fouling/pengotor. Nilai ho berubah akibat dilakukan
perlakuan media air tawar dan air garam, sedangkan nilai hi, Do, Di dan hf diasumsi tetap. Koefisien perpindahan
panas sisi luar pipa evaporator diasumsikan sebagai konveksi bebas dirumuskan sebagai berikut ( Bergman,
Lavine, Incropera, dan Dewitt 2011 ):

k (8)
ho  Nu.
Do

Dengan Nu adalah bilangan Nusselt , k adalah konduktivitas termal media dan Do adalah diameter luar
pipa evaporator. Nu dirumuskan sebagai berikut:
2
 0 .3 8 7 R a 1 / 6 
N u   0 ,6  
 
1  ( 0 ,5 5 9 / P r ) 9 / 1 6 
8 / 27
 (9)

Dengan Ra adalah bilangan Rayleigh, Gr adalah bilangan Grashoff dan Pr angka Prandtl. Rumus berlaku
untuk nilai Ra < 1012. Nilai Ra, Gr dan Pr masing-masing dirumuskan sebagai berikut:

R a  Gr . Pr (10)

(11)

(12)

Dengan D adalah diameter luar pipa evaporator, adalah massa jenis media pendingin, g percepatan
gravitasi, T adalah selisih suhu awal dan akhir media,  koefisien ekspansi termal, k koefisien konduktivitas
termal media dan µ viskositas dinamis media.
Sifat-sifat propertis air tawar dan air garam dicari dengan kondisi sesuai pengujian. Kondisi sistem chilling
storage adalah sesuai rancangan Widianto et al. (2016) dengan refrigeran R22. Pipa evaporator memiliki

125
Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Tahun 2018

diameter pipa standar 5/8" BWG 16 dan panjang efektif yang bersentuhan dengan media adalah sekitar 57
meter tersusun horisontal. Hasil pendekatan perhitungan dengan rumus (5) sampai (12) menghasilkan angka
/ koefisien perpindahan panas ho air tawar dan air garam masing-masing adalah 87,20 dan 105,75 W/m2.K.
Sedangkan kecepatan pembuangan panas Q masing-masing adalah 1,74 dan 2,62 kW. Hasil ini menunjukkan
bahwa sifat-sifat propertis air tawar memberikan nilai perpindahan panas ho yang lebih rendah, sehingga
perpindahan panas total lebih rendah dibandingkan dengan air garam.

KESIMPULAN

Hasil pengujian media air tawar dan air garam pada alat penyimpanan ikan (chilling storage) menunjukkan
bahwa kecepatan rata-rata penurunan suhu air palka pada media air tawar 1,52 oC/jam, lebih rendah 1,48 oC
dibanding pada air garam 3,0 oC/jam. Kecepatan pembuangan panas pada media air tawar sebesar 2,14 kW
lebih lambat 1,33 kW bila dibandingkan air garam dengan kecepatan 3,47 kW. Hal ini disebabkan oleh panas
spesifik air tawar yang lebih tinggi yaitu sebesar 4,2 kJ/kg.K bila dibandingkan air garam 3,5% sebesar 4,0
kJ/kg.K. Penyebab lain adalah laju perpindahan panas air tawar lebih rendah bila dibandingkan air garam.
Waktu pendinginan air tawar sejumlah 930 kg (dengan pendekatan kecepatan pembuangan panas sama)
memerlukan waktu 12,56 jam untuk mencapai suhu antara 0 sampai -1 ºC sedangkan air garam 3,5% sejumlah
930 kg memerlukan waktu 9,5 jam. Hasil pengujian secara umum menunjukkan bahwa media pendingin air
tawar memiliki panas spesifik yang lebih besar dan kecepatan pendinginan/kecepatan pembuangan panas
yang lebih rendah sehingga memerlukan waktu pendinginan yang lebih lama.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapakan terimakasih kepada Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan dan Tim
Riset Mini Chilling Storage atas semua dukungan dan partisipasi dalam kegiatan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Arora, C.P. (2009). Refrigeration and air conditioning third edition. Tata-McGraw-Hill Ltd.New Delhi, India. Hal.89
ASHRAE. (2001). ASHRAE Handbook of Fundamentals, SI version. Atlanta, GA: American Society of Heating,
Refrigerating and Air-Conditioning Engineers, Inc., Table 2 hal. 38.2
Bergman, T.L., Lavine, A.S., Incropera, F.P., Dewit, D.P. (2011). Fundamentals of Heat and Mass Transfer seventh
edition. John W iley & Sons. Hoboken, New Jersey, US. Hal. 613
Fauzi, A., W idianto, T.N. (2017). Perancangan sistem termal evaporator tipe shell and tube untuk aplikasi rsw pada
kapal 10–15 gt. Seminar Nasional Tahunan XIV Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 22 Juli 2017.
Semnaskan_UGM, Hal. 65-76
Irianto, H.E. dan I. Soesilo. (2007). Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. Makalah disampaikan
pada Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia tahun 2007. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta
Jain, D., Ilyas, S.M. (2005). Development of mathematical model for cooling. Journal of food
engineering. 71(25)
Kleinstreuer, C. (2010). Modern Fluid Dynamics: Basic Theory and Selected Applications in Macro- and Micro-
fluidics. New York, US: Springer Science+Business Media. Table B.2.3 hal. 611
Nayar, K.G, Sharqawy, M.H., Lienhard, J.H. (2016). Seawater thermophysical properties library, library version 3.13
(21 Desember 2016). [online]. (http://web.mit.edu/seawater, diakses 25 April 2017)
Ozisik, M.N., 1985. Heat transfer, a basic approach, international edition. McGraw-Hill Book Company Singapore.
Singapore. Hal. 377, 385-389, 390-391
Parenden , D. (2012). Perencanaan cold storage pada ruang palka kapal ikan arujaya 30 GT. Jurnal Ilmiah Mustek
Anim Ha Vol.1 No. 2, Agustus 2012 ISSN 2089-6697. Hal. 65-72
Ruiz, V. (2012). Analysis of existing refrigeration plants onboard fishing vessels and improvement possibilities.
Second International Simposium on Fishing Vessel Energy Efficiency E-Fishing, 2012. Vigo, Spanyol
Wang, S.G., Wang, R.Z., (2005). Recent development of refrigeration technology in fishing vessels, Renewable
Energy 30 (2005) 589-600. Elsevier Ltd.
W idianto, T.N., Fauzi, A., Hakim, A.R. (2016). Rancangan sistem thermal pada mini chilling storage untuk kapal
menggunakan pendingin kompresi uap. Prosiding Seminar Nasional Hasil Litbang Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 2016. Halaman 241-252
Young, H.D., Freedman, R.A., Ford, A.L. (2012). Sears and Zemansky’s university physics with modern physics 13th
edition. San Francisco, CA (US): Addison-Wesley. Table 17-3 halaman 564

126

Anda mungkin juga menyukai