Anda di halaman 1dari 31

RANGKUMAN MATERI KULIAH ( RMK ) PERILAKU

KONSUMEN

KONSUMEN SEBAGAI INDIVIDU : PERSEPSI KONSUMEN

Disusun Oleh : Kelompok 3

Ni Putu Dellya Febrianda Melzica 1807521074


Komang Elmar Datraja Asmara Putra 1807521152
I Putu Gede Wahyu Diatmika 1807521177
I Made Michael Wijana 1807521200

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Perilaku Konsumen dengan materi “ Konsumen
Sebagai Individu : Persepsi Konsumen” dengan baik dan lancar.

Kami membuat makalah ini dengan tujuan untuk memenuhi tugas MATA KULIAH
Perilaku Konsumen. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dengan menyediakan dokumen atau sumber informasi,serta memberikan masukan.

Kami menyadari dalam tugas ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan kemampuan,pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Oleh
karena itu, kritik dan saran pembaca sangat diharapkan demi perbaikan dan kesempurnaan tugas
ini di waktu yang akan dating. Semoga dengan adanya paper ini dapat bermanfaat khususnya
bagi kami dan juga pembaca.,

Denpasar, 27 Februari 2020

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai mahluk sosial dan juga sebagai mahluk yag individual, memiliki cara
pandang yangberbeda satu sama lain. Hal ini tergantung bagaimana seseorang menanggapi
sesuatu dengankemampuan kognitifnya. Pada dasarnya manusia dilengkapi dengan kemampuan
kognitif untukmemproses sebuah informasi yang diperoleh dari lingkungannya melalui panca
indera yang dimliki.Salah satu kemampuan kognitif yang dimiliki oleh manusia adalah persepsi.

Persepsi dapat mempengaruhi sikap, tingkah laku dan penyesuaian pada diri seseorang.
Prosespersepsi disini bisa dibilang sebagai proses yang manusiawi atau otomatis, karena persepsi
bekerja dengan cara yang hampir sama pada setiap individu meskipun hasil akhir yang
didapatnya berbedaitu karena dipengaruhi oleh berbagai macam faktor pembentukannya. Secara
sederhana persepsimengandung arti bagaimana cara seseorang dalam memahami sesuatu atau
bagaimana dia melihat suatu objek (Apruebo, 2005). Persepsi juga berarti suatu proses
pemahaman atau pemberian maknaatas sebuah informasi terhadap stimulus. Stimulus diperoleh
dari proses penginderaan terhadapobejk, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang
selanjutnya diproses oleh otak. Olehsebab itu, dapat dikatakan bahwa proses kognisi pada
manusia dimulai melalui sebuah proses persespi.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa definisi persepsi konsumen , elemen-elemen serta perannya dalam perilaku


konsumen ?
2) Bagaimana seleksi perceptual dalam perilaku konsumen ?

3) Bagaimana organisasi perceptual dalam perilaku konsumen ?

4) Bagaimana interprestasi perceptual khususnya stereotyping dalam perilaku


konsumen ?
5) Apa itu consumer imagery ?
6) Apa itu persepsi terhadap kualitas dalam perilaku konsumen ?
7) Apa itu persepsi terhadap resiko dalam perilaku konsumen ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penyusunan paper ini adalah sebagai berkut :

1) Menjelaskan definisi persepsi konsumen serta elemen – elemen persepsi

2) Menjelaskan seleksi perceptual

3) Menjelaskan organisasi perceptual

4) Mengetahui interprestasi perceptual

5) Mengetahui consumer imagery

6) Menjelaskan persepsi terhadap kualitas

7) Menjelaskan persepsi terhadap resiko


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Persepsi


Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin (1998: 51), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa,
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menurut Ruch (1967: 300), persepsi adalah suatu proses tentang petunjukpetunjuk
inderawi (sensory)  dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan
kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Senada dengan
hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991: 201) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses
dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Gibson dan
Donely (1994: 53) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan
oleh seorang individu.
Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang
kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera.
Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian
obyektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1989: 358).
Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang
diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan,
ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi
(Atkinson dan Hilgard, 1991 : 209). Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan
stimulus (inputs),pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah
diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga
orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri
(Gibson, 1986: 54).
Persepsi adalah interpretasi proses dimana konsumen memahami lingkungan mereka sendiri.
Banyak orang percaya bahwa persepsi adalah pasif atau sebaliknya yang kita lihat dan mendengar
apa yang diluar sana sangat objektif. Namun, pada kenyataannya orang benar-benar aktif
mempersepsikan stimuli dan objek di sekitar lingkungan mereka. Customer melihat apa
yangmereka harapkan untuk melihat dan apa yang mereka harapkan untuk melihat tergantung
pada kepercayaan umum dan stereotip. Dan karena setiap kelompok (segmen) dan individu

4
memiliki kepercayaan umum dan stereotype yang berbeda-beda sehingga menimbulkan persepsi
terhadap suatu lingkungan pemasaran juga menjadi beragam. Oleh karena itu, marketer harus
menyadari perbedaan tersebut agar dapat menyesuaikan pemasaran (yakni iklan, kemasan, harga
dll) dengan persepsi mereka sehingga sesuai dengan segmen yang di inginkan konsumen.

1) Elemen – Elemen Persepsi Konsumen


Menurut Schiffman dan Kanuk ada beberapa elemen – elemen persepsi . elemen – elemen
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Input Sensorik
Sensasi adalah respons langsung dan langsung dari organ sensorik terhadap rangsangan.
Stimulus adalah apa saja unit masukan ke salah satu indra. Contoh rangsangan (yaitu, input
sensorik) termasuk produk, paket, nama merek, iklan, dan iklan. Reseptor sensorik adalah
organ manusia (mata, telinga, hidung, mulut, dan kulit) yang menerima masukan sensorik.
Fungsi sensorik mereka adalah untuk melihat, mendengar, mencium, merasakan, dan
menyentuh.
b. Ambang Mutlak
Tingkat terendah di mana seseorang dapat mengalami sensasi disebut ambang batas
absolut. Itu titik di mana seseorang dapat mendeteksi perbedaan antara "sesuatu" dan "tidak
ada" adalah orang itu ambang mutlak untuk stimulus itu. Sebagai ilustrasi, jarak di mana
seorang pengemudi dapat mencatat suatu hal tertentu papan reklame di jalan raya adalah
ambang mutlak individu itu.
c. Ambang Diferensial
Merupakan tingkat perubahan terendah dari stimulus yang diperlukan agar perubahan
stimulus tersebut disadari. Dengan kata lain ambang diferensial atau justnoticeable different
merupakan perbedaan terendah yang dapat disadari oleh seseorang atas dua stimulus.
d. Persepsi Subliminal
Merupakan persepsi seseorang terhadap stimulus yang diberikan dibawah ambang
mutlak,dengan kata lain persepsi terhadap stimulus yang tidak disadari oleh seseorang.

Dari elemen – elemen tersebut diatas, kita mengetahui bahwa seseorang termotivasi untuk
membeli adalah dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi yang dihadapinya, sedangkan
apa yang dipersepsikan seseorang dapat cukup berbeda dari kenyataan yang objektif. Individu-
individu mungkin memandang pada satu benda yang sama tetapi mempersepsikan atau
5
mendeskripsikannya secara berbeda.

2.2 Seleksi Perseptual


Seleksi perseptual terjadi ketika konsumen menangkap dan memilih stimulus berdasarkan
pada set psikologis (psychological set) yang dimiliki. Set psikologis adalah berbagai
informasi yang ada dalam memori konsumen. Sebelum seleksi persepsi terjadi, terlebih
dahulustimulus harus mendapat perhatian dari konsumen. Oleh karena itu, dua proses yang
termasuk dalam definisi seleksi adalah :
1. Perhatian (attention)Perhatian yang dilakukan oleh konsumen dapat terjadi secara
sengaja atau tidak sengaja.Perhatian yang dilakukan secara sengaja disebut juga sebagai
Voluntary attention yaitu terjadi ketika konsumen secara aktif mencari informasi yang
mempunyai relevansi pribadi.Sedangkan perhatian tidak sengaja (Inventory
attention)terjadi ketika konsumen dipaparkan sesuatu yang menarik, mengejutkan,
menantang dan sesuatu yang tidak diperkirakan, yang tidak ada relevansinya dengan
tujuan atau kepentingan konsumen.
2. Persepsi selektif (selective perception).Persepsi selektif terjadi ketika konsumen
melakukan Voluntary attention.Ketika konsumen mempunyai keterlibatan yang tinggi
terhadap suatu produk, maka pada saat itu konsumen bisa disebut melakukan proses
perhatian selektif (selective perception).Proses perhatian selektif terjadi karena dengan
mempunyai keterlibatan yang tinggi terhadap suatu produk, berarti konsumen telah
secara aktif mencari informasi mengenai produk itu dari berbagai sumber. Dengan
demikian, perhatian selektif hanya terjadi pada produk-produk yang dibeli
berdasarkan keterlibatan yang tinggi.Jika dihubungkan dengan teori pembelajaran,
perhatian selektif ini identik dengan active learning
2.3 Organisasi Perseptual
Orang tidak mengalami banyak rangsangan yang mereka pilih dari lingkungan sebagai sebuah
sensasi terpisah dan berlainan; sebaliknya, mereka cenderung mengorganisirnya menjadi
kelompok-kelompok dan melihatnya sebagai kesatuan yang utuh. Dengan demikian, karakteristik
yang dirasakan bahkan dari stimulus yang paling sederhana dipandang sebagai fungsi dari
keseluruhan hal yang tampaknya tergolong sumber stimulus.
Metode organisasi perseptual ini menyederhanakan hidup sangat untuk individu. Prinsip-
prinsip yang mendasari organisasi persepsi disebut Psikologi Gestalt (dalam bahasa Jerman,

6
"Gestalt" berarti "pola atau konfigurasi"). Tiga dari prinsip dasar organisasi perseptual adalah
penggambaran dan dasar, pengelompokan, dan penutupan.

1) Gambaran dan dasar(Figure and Ground)


Istilah gambaran dan dasar mengacu pada hubungan timbal balik antara stimulus
itu sendiri (yaitu, gambar) dan lingkungan atau konteks di mana ia muncul (yaitu, dasar).
Seperti disebutkan sebelumnya, rangsangan yang kontras dengan lingkungannya lebih
cenderung diperhatikan.

Contoh :
Suara harus lebih keras atau lembut, warna lebih cerah atau lebih pucat. Ilustrasi
visual yang paling sederhana terdiri dari gambar di atas tanah (yaitu, latar belakang).
Gambar itu dipersepsikan lebih jelas karena, ia tampak terdefinisi dengan baik, kokoh,
dan terdepan. Tanah/dasar biasanya dianggap tidak terbatas, kabur, dan kontinu. Garis
umum yang memisahkan gambar dan tanah umumnya dikaitkan dengan gambar daripada
tanah, yang membantu memberikan definisi yang lebih besar pada gambar.
Pengalaman masa lalu mempengaruhi bagaimana sosok dan pola dasar
dipersepsikan. Misalnya, dalam waktu singkat setelah peristiwa WTC pada 11 September
2001, oleh pesawat yang dibajak, suatu iklan Lufthansa (maskapai penerbangan nasional
Jerman) yang menampilkan jet terbang, difoto dari bawah ke atas. Di antara dua gedung
kaca bertingkat. bukannya berfokus pada merek dan jet (yaitu, gambar), penonton fokus
pada dua Menara dan kemungkinan jet menabrak mereka (yaitu, tanah). Pembalikan
gambar-dasar ini adalah hasil dari peristiwa 9/11 WTC.
Pengiklan harus memasang iklan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa
stimulus yang mereka ingin dicatat dilihat sebagai gambar dan bukan sebagai dasar.
musik tidak boleh membanjiri jingle; latar belakang iklan tidak boleh mengurangi
produk. Pengiklan cetak sering membuat siluet produk dengan latar belakang buram
untuk memastikan bahwa fitur yang ingin mereka catat dapat dilihat dengan jelas. Iklan
Dalam beberapa kasus, pengaburan gambar dan tanah disengaja. Hal ini
menantang pembaca untuk mencari botol tersebut; "partisipasi" audiens yang dihasilkan
menghasilkan iklan yang lebih intens dan perhatian konsumen yang lebih besar.

7
Canadian Dental Association mengilustrasikan bagaimana orang tidak dapat

memperhatikan penyakit gusi, tetapi dokter gigi dapat. Gusi adalah "dasar" yang
mengelilingi "gambar". “Gambar” tersebut adalah penyakit gusi yang tidak dapat dilihat
dengan mudah, karena, kecuali anda seorang dokter gigi, bentuk dan permukaannya tidak
dapat dengan mudah dibedakan ketika timbul penyakit gusi.

A. Menyamarkan Perbedaan Antara Gambar dan dasar

Teknik pemasaran yang didasarkan pada prinsip gambar-dan-tanah terdiri dari


memasukkan iklan ke dalam konten hiburan. Penempatan produk terjadi ketika produk
yang diiklankan (yaitu, gambar) dengan sengaja diintegrasikan ke dalam acara TV atau
film (yaitu, dasar) dalam satu atau lebih cara berikut:
1. Produk digunakan oleh para pemeran (presenter memakai produk iklan).

2. Produk diintegrasikan ke dalam plot (produk sebagai dekorasi latar).

3. Produk dikaitkan dengan karakter (karakter juga juru bicara periklanan


produk).
Satu studi menemukan merek yang ditampilkan secara mencolok dapat
menghasilkan perasaan negatif di antara pemirsa yang sangat menyukai program tersebut,
tetapi mereka yang kurang menyukai program lebih cenderung mengembangkan sikap
positif terhadap merek tersebut.
Semakin dan dengan sengaja, konsumen menghindari menonton iklan TV dengan
menggunakan metode tertentu. Sebagai tanggapan, pengiklan telah mencoba mengakali
konsumen dengan membuat acara mereka sendiri (yaitu, konten). Kmart mendirikan
acara online untuk gadis remaja bertajuk First Day, di mana semua pemerannya
mengenakan pakaian Kmart.
Praktik-praktik ini menunjukkan bagaimana pemasar yang cerdas mengaburkan
perbedaan antara gambar (yaitu, pesan atau simbol promosi) dan dasar (yaitu, konten
program) dan memaparkan konsumen pada iklan bahkan jika konsumen mencoba
menghindarinya.
2) Pengelompokan(Grouping)

Pengelompokan mengacu pada kecenderungan naluriah orang untuk


mengelompokkan rangsangan bersama sehingga menjadi gambaran atau kesan yang
menyatu. Persepsi rangsangan sebagai kelompok atau potongan informasi, bukan sebagai
informasi diskrit, memfasilitasi memori dan mengingat.
Pemasar menggunakan pengelompokan untuk menyiratkan makna tertentu yang
diinginkan sehubungan dengan produk mereka. Misalnya, iklan teh menampilkan pria
dan wanita muda menyeruput teh di kamar yang ditata dengan apik di depan perapian.
Suasana keseluruhan yang tersirat oleh pengelompokan rangsangan membuat konsumen
mengasosiasikan minum teh dengan romansa, kehidupan yang menyenangkan, dan
kehangatan musim dingin.
Demikian pula, mengingat nomor telepon dalam tiga segmen: kode area, tiga digit
pertama, dan empat digit terakhir. Orang Amerika memiliki Kode Pos lima digit yang
dikelompokkan sebagai satu bagian; ketika empat digit tambahan ditambahkan ke Kode
Pos, Layanan Pos A.S. menghadapi tantangan dalam upayanya membuat orang Amerika
mengingat digit tambahan, karena mereka mencoba menambahkan potongan informasi
baru ke pola pengelompokan yang sudah mapan.
Pengelompokan memiliki implikasi untuk menempatkan produk di supermarket.
Misalnya, sebagai bagian dari kampanye pemasaran di dalam toko yang baru, toples acar
Vlasic dipindahkan dari lorong tempat mereka biasanya ditempatkan di samping produk
yang digunakan untuk memakan acar, seperti hamburger dan roti.
3) Penutupan(Closure)

Penutupan adalah naluri orang untuk mengatur masukan sensorik menjadi


gambaran atau perasaan yang lengkap. Individu membutuhkan penutupan, yang berarti
bahwa jika mereka menganggap suatu rangsangan sebagai tidak lengkap, mereka dipaksa
untuk mencari tahu arti lengkapnya. Jika pesan yang mereka terima tidak lengkap,
mereka secara sadar atau tidak sadar mengisi bagian yang hilang.
Jika pemahaman penuh dari pesan promosi membutuhkan penyelesaian dan
beberapa usaha mental, Konsumen cenderung meluangkan waktu untuk mencari tahu
maknanya untuk merasakan penutupann
2.4 Interpretasi Perseptual: Stereotyping

Pembahasan sebelumnya telah menegaskan bahwa persepsi adalah fenomena personal.


Orang melatih selektivitas rangsangan yang mereka rasakan, dan mereka mengatur rangsangan
ini berdasarkan prinsip psikologis tertentu. Interpretasi rangsangan juga unik secara individu,
karena didasarkan pada apa yang diharapkan individu untuk dilihat dari pengalaman mereka
sebelumnya, jumlah penjelasan yang masuk akal yang dapat mereka bayangkan, dan motif serta
minat mereka pada saat persepsi. Stimuli seringkali sangat ambigu. Beberapa rangsangan lemah
karena faktor-faktor seperti visibilitas yang buruk, paparan singkat, tingkat kebisingan yang
tinggi, atau fluktuasi yang konstan. Ketika rangsangan sangat ambigu, seorang individu biasanya
akan menafsirkannya sedemikian rupa sehingga mereka berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
pribadi, keinginan, minat, dan sebagainya.
Bagaimana seseorang menggambarkan ilustrasi yang samar-samar merupakan refleksi
bukan dari stimulus itu sendiri, tetapi dari kebutuhan, keinginan, dan keinginan subjek itu
sendiri. Melalui interpretasi rangsangan yang ambigu, responden mengungkapkan banyak hal
tentang diri mereka sendiri. Individu membawa gambaran bias dalam pikiran mereka tentang
makna berbagai rangsangan, yang disebut stereotip. Kadang-kadang, ketika disajikan dengan
rangsangan sensorik, orang "menambahkan" bias ini pada apa yang mereka lihat atau dengar dan
dengan demikian membentuk kesan yang menyimpang. Beberapa tahun lalu, iklan untuk
Benetton menampilkan dua pria — satu berkulit hitam dan satu berkulit putih — diborgol
bersama, yang merupakan bagian dari kampanye "United Colors of Benetton" yang
mempromosikan harmoni rasial, menimbulkan protes publik karena orang-orang menganggapnya
sebagai gambaran seorang pria kulit putih menangkap seorang pria kulit hitam. Jelas, persepsi ini
adalah hasil dari stereotip, karena tidak ada dalam iklan yang menunjukkan bahwa orang kulit
putih menangkap orang kulit hitam daripada sebaliknya.

Pemasar harus menyadari kemungkinan stereotip, karena gambar ini mencerminkan


harapan orang dan mempengaruhi bagaimana rangsangan kemudian dirasakan. Ada banyak alasan
di balik stereotip. Umumnya, orang membuat stereotip karena itu membuat pemrosesan input
sensorik lebih cepat dan mudah. Misalnya, banyak anak telah dididik untuk menawarkan kursi
mereka di bus kepada orang tua, karena, agaknya, orang tua secara fisik lemah. Akan tetapi,
kadang-kadang, lansia yang atletis mungkin menolak tawaran itu, atau bahkan dihina olehnya,
karena dia merasa bahwa menstereotipkan semua lansia sebagai lemah adalah sebuah penghinaan.
Serupa dengan itu, kami sering memasukkan bintang film seperti, katakanlah, "Pahlawan aksi"
dan mungkin enggan melihat komedi romantis di mana mereka memainkan peran utama. Kita
harus mencatat bahwa stereotip terdiri dari penyederhanaan gambar yang berlebihan baik secara
positif atau negatif. Oleh karena itu, ketika kita melewati toko H&M yang baru saja dibuka, kita
langsung tahu bahwa toko tersebut menawarkan pakaian yang modis dengan harga yang pantas.
Dalam hal ini stereotipnya positif dan hasil belanja sebelumnya serta citra positif H&M. Pemicu
stereotip adalah penampilan fisik, istilah deskriptif, kesan pertama, dan efek halo stereotipnya
positif dan hasil belanja sebelumnya serta citra positif H&M. Pemicu stereotip adalah penampilan
fisik, istilah deskriptif, kesan pertama, dan efek halo stereotipnya positif dan hasil belanja
sebelumnya serta citra positif H&M. Pemicu stereotip adalah penampilan fisik, istilah deskriptif,
kesan pertama, dan efek halo.
1. Penampilan fisik

Orang cenderung mengaitkan kualitas yang mereka asosiasikan dengan tipe orang
tertentu dengan orang lain yang mirip dengan mereka, apakah mereka secara sadar
mengenali kesamaan atau tidak. Untuk alasan ini, pemilihan model untuk iklan cetak dan
untuk iklan televisi bisa menjadi elemen kunci dalam persuasif mereka. Secara budaya,
model yang menarik cenderung lebih persuasif dan memiliki pengaruh yang lebih positif
pada sikap dan perilaku konsumen daripada model yang tampak rata-rata; pria yang
menarik dianggap sebagai pebisnis yang lebih sukses daripada pria berpenampilan rata-
rata. Namun, menggunakan model yang menarik tanpa pertimbangan lain tidak
meningkatkan efektivitas iklan. Dengan demikian, pengiklan harus memastikan bahwa
ada kecocokan rasional antara produk yang diiklankan dan atribut fisik model yang
digunakan untuk mempromosikannya. Sebagai contoh, model yang sangat menarik
cenderung dianggap memiliki keahlian yang lebih tinggi dalam hal produk tambahan
(misalnya, perhiasan, lipstik, parfum), tetapi bukan produk pemecahan masalah
(misalnya, produk yang memperbaiki kekurangan kecantikan seperti jerawat atau
ketombe).
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa rasa yang dirasakan dari jus jeruk dan
kemampuan konsumen untuk membedakan antara tiga tingkat kemanisan dipengaruhi
oleh variasi warna jus yang halus dan juga, secara tidak terduga, bahwa variasi semacam
itu lebih memengaruhi rasa yang dirasakan daripada merek dan harga. Bentuk kemasan
memiliki pengaruh yang besar terhadap kesan konsumen dan memengaruhi harapan
konsumen. Untuk alasan ini, bungkusan es krim berbentuk bulat karena bentuk ini
ditemukan menunjukkan kelimpahan. Sebuah studi eksperimental menyelidiki bagaimana
konsumen menafsirkan atribut produk tisu wajah dari iklan cetak, masing-masing
termasuk salah satu dari tiga objek berikut (dalam berbagai bentuk): kucing, matahari
terbenam, dan lukisan abstrak. Studi tersebut menemukan bahwa "kucing berbulu"
mengkomunikasikan jaringan yang lembut dan mahal, sedangkan "kucing warna-warni"
menyampaikan jaringan yang lembut dan berwarna-warni. Di antara gambar matahari
terbenam, "matahari terbenam lembut" mengekspresikan jaringan yang lembut, mahal,
dan berwarna-warni,
2. Istilah Deskriptif

Stereotip sering tercermin dalam pesan verbal. Misalnya, konsumen yang makan
makanan dengan nama yang rumit seperti "filet seafood Italia yang lezat" kemungkinan
besar akan menilai makanan tersebut lebih enak dan lebih menarik daripada mereka yang
makan makanan yang sama dengan nama biasa seperti "filet seafood". Misalnya, nama
seperti "Federal Express" dan "Humana" (penyedia layanan kesehatan) adalah nama yang
sangat baik karena khas, mudah diingat, dan relevan dengan layanan yang mereka
tawarkan. Sebaliknya, "Allegis" — nama merek berumur pendek yang bertujuan
menciptakan konsep perjalanan bisnis dengan menggabungkan United Airlines, Hertz, dan
Hilton dan Hotel Westin di bawah satu payung — gagal karena tidak menyampaikan apa
pun kepada konsumen tentang jenis layanan yang ditawarkannya. . Pengiklan harus
berhati-hati dalam menggunakan stereotip kaleng dan "kebijaksanaan umum" dalam pesan
persuasif mereka. Sebagai contoh, stereotip peran gender memandang anak laki- laki
sebagai anak yang memiliki orientasi "instrumental" yang berfokus pada pemecahan
masalah dan anak perempuan memiliki orientasi "komunal" yang berfokus pada hubungan
dan keharmonisan kelompok. Sebuah penelitian meneliti sikap anak-anak terhadap iklan
yang menyertakan skrip "instrumental" (misalnya, makan biskuit akan membuat Anda
kuat) dan skrip "komunal" (misalnya, kerupuk adalah camilan yang enak untuk dinikmati
bersama teman-teman Anda). Studi tersebut menemukan bahwa anak- anak praremaja
tidak selalu menanggapi pesan yang menyertakan atribut peran gender stereotip dengan
lebih baik. kerupuk adalah camilan yang enak untuk dinikmati bersama teman-teman
Anda). Studi tersebut menemukan bahwa anak-anak praremaja tidak selalu menanggapi
pesan yang menyertakan atribut peran gender stereotip dengan lebih baik.
3. Kesan Pertama

Kesan pertama cenderung bertahan lama, seperti yang diilustrasikan dengan


pernyataan bahwa "Anda tidak akan pernah memiliki kesempatan kedua untuk membuat
kesan pertama." Karena kesan pertama sering kali bertahan lama, memperkenalkan produk
baru sebelum disempurnakan bisa berakibat fatal bagi kesuksesan akhirnya; informasi
selanjutnya tentang keuntungannya, bahkan jika benar, akan sering dinegasikan oleh
memori tentang kinerja awalnya yang buruk. Ketika salah satu pengecer memasang
gambar daun lidah buaya dan tulisan “Aloe Vera” pada permukaan kasurnya, kesan
pertama konsumen berasumsi bahwa lidah buaya adalah komponen dari detak (penutup
kasur), dan pengecer tersebut memiliki kesulitan dalam menghilangkan kesan awal ini
4. Efek Halo

Efek Halo mengacu pada evaluasi keseluruhan suatu objek yang didasarkan pada
evaluasi hanya satu atau beberapa dimensi. Definisi linguistik dari "halo" menandakan
cahaya, kehormatan, dan kemuliaan. Jadi, dalam pemasaran, istilah tersebut mengacu pada
citra bergengsi dari sebuah produk yang “bergesekan dengan” produk lain yang dipasarkan
dengan merek yang sama. Misalnya, konsumen yang mengagumi mobil
Porsche akan rela mengeluarkan banyak uang untuk membeli kacamata hitam dan
aksesori lain yang dijual dengan merek yang sama. Secara historis, istilah tersebut
mengacu pada situasi di mana evaluasi satu objek atau orang pada banyak dimensi
didasarkan pada evaluasi hanya satu atau beberapa dimensi (misalnya, seorang pria dapat
dipercaya, baik, dan mulia karena dia melihat Anda di mata saat dia berbicara). Ahli
perilaku konsumen memperluas pengertian tentang efek halo untuk memasukkan evaluasi
beberapa objek (misalnya, lini produk) berdasarkan evaluasi hanya satu dimensi (nama
merek atau juru bicara). Dengan menggunakan definisi yang lebih luas ini, pemasar dapat
memanfaatkan efek halo saat mereka memperluas nama merek yang terkait dengan satu
lini produk ke lini lain.
Bidang perizinan yang menguntungkan didasarkan pada efek halo. Produsen dan
pengecer berharap memperoleh pengakuan dan status instan untuk produk mereka dengan
mengaitkannya dengan nama-nama terkenal. Merusak efek halo yang dirasakan dari
suatu produk atau merek dapat menjadi bencana. Misalnya, dalam upaya untuk
meningkatkan citra JW Marriott, merek kelas atas jaringan hotel Marriott, Marriott
mengambil alih Righa Royal Hotel, sebuah hotel kelas atas di New York City, dan
menamainya JW Marriott New York. Ketika papan nama baru dipasang, sejumlah
pelanggan kelas atas reguler, yang selalu menginap di Righa ketika mengunjungi New
York City, membatalkan reservasi mereka karena mereka tidak ingin memberi tahu rekan
kerja untuk menghubungi mereka di Marriott. Perusahaan memulihkan nama Righa
Royal Hotel, dengan nama JW Marriott disertakan dalam cetakan yang lebih kecil.
2.5 Consumer Imagery
Citra konsumen mengacu pada persepsi konsumen terhadap semua komponen produk,
layanan, dan merek, dan bagaimana konsumen mengevaluasi kualitas penawaran pemasar.
Produk dan merek memiliki gambar dan nilai simbolis bagi konsumen berdasarkan manfaat unik
yang diklaim oleh produk tersebut. Bagian berikut membahas gambaran yang dipersepsikan
konsumen tentang produk, merek, layanan, harga, kualitas produk, toko ritel, dan produsen.
Hasil yang diinginkan dari efektif positioning adalah "posisi" (atau citra) yang berbeda yang
ditempati merek dalam benak konsumen. "Posisi" mental ini harus unik dan mewakili manfaat
inti yang diberikan merek. Sebagian besar produk baru gagal karena dianggap sebagai
penawaran yang tidak menawarkan keuntungan atau keuntungan unik apa pun kepada konsumen
dibandingkan produk pesaing. Inti dari konsep pemasaran adalah menciptakan produk yang
memenuhi kebutuhan konsumen. Namun, karena semakin banyak merek dalam kategori produk
tertentu yang memenuhi kebutuhan konsumen secara efektif, konsumen sering kali
mengandalkan terutama pada citra merek dan keuntungan yang diklaim dalam keputusan
pembelian mereka. Selain itu, dalam pasar yang sangat kompetitif saat ini, citra merek yang khas
sangat sulit dibuat dan dipertahankan. Misalnya, BlackBerry telah menjadi produk yang sangat
sukses dan mendominasi pasar, dan mungkin merupakan smartphone pertama yang
diperkenalkan. Namun, konsumen menganggap banyak smartphone baru lebih menyenangkan
dan mengasyikkan daripada BlackBerry, yang mereka anggap paling cocok untuk bisnis dan
bukan untuk penggunaan pribadi dan multitasking. Jelas, jika ingin tetap menjadi pesaing yang
layak di pasar ponsel cerdas, BlackBerry harus memperluas daya tariknya.
Ambil contoh, tugas mencuci pakaian, di mana kebutuhan konsumen adalah: Untuk berakhir
dengan pakaian bersih. Namun, cara pemenuhan kebutuhan ini dan pembersihan pakaian
berbeda di antara klaim pesaing. Itu cara mewujudkan pakaian bersih (yaitu, memenuhi
kebutuhan) adalah manfaat yang diklaim oleh merek tersebut. Semakin unik manfaat dan cara
mengkomunikasikannya kepada konsumen, semakin besar kemungkinan citra yang dirasakan
akan membedakan merek dari pesaingnya. Citra yang dipersepsikan unik mengarah pada
loyalitas merek, di mana konsumen membeli merek secara konsisten dan tidak mencoba atau
beralih ke merek lain. Terkadang, citra merek harus diperbarui. Konsumen sering melihat
produk yang sudah ada sejak lama sebagai produk yang membosankan, terutama ketika alternatif
baru diperkenalkan. Sweet'N Low memelopori kategori pemanis buatan, tetapi dalam beberapa
tahun terakhir harus bersaing dengan produk yang lebih baru.
2.6 Persepsi terhadap kualitas

Produk dan layanan dapat memberikan kualitas tinggi secara faktual, seperti yang ditentukan,
katakanlah, oleh penilaian para ahli dalam pengujian ilmiah. Namun, jika konsumen tidak
memandang penawaran sebagai produk unggulan yang memenuhi kebutuhan mereka dan
memberikan nilai, mereka tidak akan membelinya, terlepas dari bukti obyektif. Kualitas produk
dan layanan yang dirasakan didasarkan pada berbagai isyarat informasional yang dikaitkan
konsumen dengan penawaran. Beberapa dari isyarat ini bersifat intrinsik pada produk atau
layanan yang lainnya bersifat ekstrinsik. Baik sendiri-sendiri atau bersama-sama, isyarat tersebut
memberikan dasar bagi persepsi produk dan kualitas layanan. Pada bagian ini, pertama-tama kita
membahas masalah yang membuat evaluasi kualitas layanan lebih sulit daripada mengevaluasi
kualitas produk. Kami kemudian memeriksa petunjuk lain yang dipertimbangkan konsumen
dalam mengevaluasi kualitas, termasuk harga produk, pabrikannya, dan toko yang menjualnya.

 Kualitas produk

Isyarat intrinsik adalah ciri fisik dari produk itu sendiri, seperti ukuran, warna, rasa, atau
aroma. Dalam beberapa kasus, konsumen menggunakan karakteristik fisik (misalnya rasa es
krim atau kue) untuk menilai kualitas produk. Konsumen suka percaya bahwa mereka
mendasarkan evaluasi mereka terhadap kualitas produk pada petunjuk intrinsik, karena itu
memungkinkan mereka untuk membenarkan keputusan produk mereka (baik positif atau
negatif) sebagai pilihan yang "rasional" atau "objektif". Misalnya, paket irisan daging Hillshire
Farm didesain ulang setelah penelitian menunjukkan bahwa konsumen ingin melihat daging dan
sangat peduli dengan tampilannya. Paket baru memiliki jendela transparan yang menunjukkan
produk. Ini juga memiliki bak yang lebih dangkal, karena konsumen menganggap daging yang
diiris rapi dalam wadah memiliki kualitas yang lebih tinggi. Namun, lebih serin, konsumen
menggunakan isyarat ekstrinsik yaitu, karakteristik itu tidak melekat pada produk menilai
kualitas. Misalnya, meskipun banyak konsumen yang mengaku membeli suatu merek karena
rasanya yang superior, mereka seringkali tidak dapat mengidentifikasi merek tersebut buta
dalam uji rasa. Warna produk seperti minuman bubuk buah dan jus jeruk merupakan penentu
yang lebih penting daripada label dan rasa sebenarnya dalam menentukan kemampuan
konsumen untuk mengidentifikasi rasa dengan benar. Misalnya, subjek cenderung melihat
minuman berwarna ungu atau anggur sebagai rasa "asam", dan versi berwarna oranye sebagai
"beraroma, manis, dan menyegarkan". Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kemasan
mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk.

 Kualitas Pelayanan

Lebih sulit bagi konsumen untuk mengevaluasi kualitas layanan daripada kualitas produk.
Hal ini benar karena karakteristik khas layanan tertentu seperti tidak berwujud. Fakta bahwa
konsumen tidak dapat membandingkan layanan yang bersaing secara berdampingan seperti
yang mereka lakukan dengan produk pesaing, konsumen mengandalkan isyarat pengganti
(yaitu, isyarat ekstrinsik) untuk mengevaluasi kualitas layanan. Dalam mengevaluasi layanan
dokter, misalnya, mereka mencatat kualitas kantor dan memeriksa perlengkapan ruangan,
jumlah (dan sumber) derajat berbingkai di dinding, keramahan resepsionis, dan profesionalisme
perawat; semuanya berkontribusi pada evaluasi keseluruhan konsumen terhadap kualitas
layanan dokter. Satu studi menemukan bahwa layanan kencan online umumnya gagal
memenuhi harapan pengguna karena calon pelanggan ingin menyaring calon mitra dengan
atribut "pengalaman" (misalnya, hubungan) sedangkan penyedia kencan online hanya
memungkinkan pengguna untuk menyaring berdasarkan atribut "yang dapat dicari" (misalnya,
pendapatan ).
Karena kualitas layanan yang sebenarnya dapat bervariasi dari hari ke hari, dari karyawan
layanan ke karyawan layanan, dan dari pelanggan ke pelanggan (misalnya, dalam makanan,
layanan pelayan, potong rambut, bahkan di kelas yang diajarkan oleh profesor yang sama),
pemasar mencoba untuk membakukan layanan mereka untuk memberikan konsistensi kualitas.
Kelemahan dari standardisasi layanan adalah hilangnya layanan yang disesuaikan, yang dihargai
oleh banyak konsumen. Tidak seperti produk, yang diproduksi pertama, kedua dijual, dan
kemudian dikonsumsi, sebagian besar layanan pertama-tama dijual dan kemudian diproduksi
dan dikonsumsi secara bersamaan. Sementara produk cacat kemungkinan besar dapat dideteksi
oleh inspektur kendali mutu pabrik sebelum sampai ke konsumen, layanan yang lebih rendah
dikonsumsi saat diproduksi; dengan demikian, ada sedikit kesempatan untuk memperbaikinya.
Misalnya, potongan rambut yang rusak sulit diperbaiki, begitu pula kesan negatif yang
ditimbulkan oleh pelayan yang mendadak atau ceroboh. Selama jam-jam puncak permintaan,
kualitas layanan interaktif sering kali menurun, karena pelanggan dan penyedia layanan tergesa-
gesa dan berada di bawah tekanan. Tanpa upaya khusus dari penyedia layanan untuk
memastikan konsistensi layanan pada jam sibuk, citra layanan cenderung menurun. Banyak
pemasar mencoba mengubah pola permintaan untuk mendistribusikan layanan secara lebih
merata dari waktu ke waktu. Misalnya, beberapa restoran menawarkan makan malam
"pemesanan awal" yang jauh lebih murah bagi konsumen yang datang sebelum pukul 19.00.
Kerangka kerja yang paling diterima secara luas untuk meneliti kualitas layanan berasal dari
premis bahwa evaluasi konsumen terhadap kualitas layanan adalah fungsi dari besaran dan arah
layanan benar-benar terkirim. Misalnya, seorang mahasiswa pascasarjana baru yang terdaftar
dalam kursus pengantar pemasaran di universitas yang bereputasi tinggi memiliki harapan
tertentu tentang kemampuan intelektual teman sekelasnya, kekayaan diskusi kelas, dan
pengetahuan profesor serta keterampilan komunikasi. Di akhir semester, penilaiannya terhadap
kualitas mata kuliah akan didasarkan pada perbedaan antara ekspektasi di awal semester dan
persepsinya tentang mata kuliah di akhir semester. Jika kursus tersebut berada di bawah
ekspektasinya, dia akan memandangnya sebagai layanan berkualitas rendah. Jika ekspektasinya
terlampaui, dia akan memandang kursus tersebut sebagai pengalaman pendidikan yang
berkualitas tinggi. variabel, mereka fana, dan mereka diproduksi dan dikonsumsi secara
bersamaan. Untuk mengatasi celah antara \ekspektasi pelanggan layanan dan penilaian
(persepsi) pelanggan dari Harapan dari layanan yang diberikan sangat bervariasi di antara
konsumen yang berbeda dari layanan yang sama. Harapan ini berasal dari mulut ke mulut
konsumen telah mendengar tentang layanan, pengalaman masa lalu konsumen, janji yang dibuat
tentang layanan dalam iklannya dan oleh tenaga penjualannya, alternatif pembelian yang
tersedia, dan faktor situasional lainnya. Jika tingkat layanan yang diterima secara signifikan
melebihi ekspektasi ini, layanan tersebut dianggap berkualitas tinggi dan menghasilkan
kepuasan pelanggan yang lebih besar, kemungkinan peningkatan perlindungan berulang, dan
promosi dari mulut ke mulut yang menguntungkan. Selain itu, pemasar tidak boleh membuat
janji yang tidak dapat mereka penuhi secara realistis, karena klaim tersebut meningkatkan
ekspektasi pelanggan dan secara signifikan meningkatkan kemungkinan persepsi kualitas
layanan yang lebih rendah ketika layanan yang diberikan baik, tetapi tidak luar biasa. Itu Skala
SERVQUAL mengukur "celah" antara harapan layanan pelanggan yang telah mereka beli dan
persepsi mereka dari layanan yang mereka miliki diterima. Mengukur perbedaan ini (atau
"celah") mencakup dua faktor:

 Hasil, yang berfokus pada apakah layanan yang dibeli dikirimkan atau tidak andal.
Misalnya, apakah penerbangan yang Anda ambil mengantarkan Anda ke tempat tujuan ?
 Proses, yang fokus pada bagaimana layanan inti diberikan. Itu adalah respons karyawan
yang responsifness, assurance, dan empati dalam menangani pelanggan. Misalnya, seberapa
sopan dan pengertian orang-orang maskapai penerbangan jika, katakanlah, penerbangan
Anda ditunda dan Anda hampir kehilangan koneksi ?
 Proses tersebut memungkinkan perusahaan jasa untuk melampaui, tidak hanya memenuhi
harapan pelanggan. Misalnya, layanan inti Amazon menjual berbagai jenis produk dan
merek. Namun, keunggulan Amazon atas persaingan melebihi harapan pelanggan melalui
"proses" yang superior, yang terdiri dari pembaca E-book dan pengiriman e-book yang
instan dan andal, database canggih yang menghasilkan rekomendasi untuk pelanggan, sistem
pelacakan pengiriman, kemampuan untuk buku praorder yang belum diterbitkan beberapa
bulan sebelumnya, langganan yang mencakup pengiriman tak terbatas tanpa biaya
pengiriman, dan banyak opsi lainnya.

 Hubungan harga/kualitas

Nilai produk yang dirasakan telah dijelaskan sebagai trade-off antara produk yang dirasakan
manfaat (atau kualitas) dan pengorbanan yang dirasakan moneter dan nonmoneter yang
diperlukan untuk memperolehnya. Sebuah hubungan harga / kualitas bentuk ketika konsumen
mengandalkan harga sebagai indikator kualitas produk, singkatnya, mereka percaya produk
yang lebih mahal lebih baik. Beberapa konsumen yang memutuskan berdasarkan hubungan
harga / kualitas sebenarnya mengandalkan nama merek yang terkenal (dan, karenanya, lebih
mahal) sebagai indikator kualitas tanpa benar-benar bergantung langsung pada harga. Karena
harga seringkali menjadi indikator kualitas, beberapa iklan produk sengaja menekankan harga
tinggi untuk menggarisbawahi klaim kualitas dari pemasar. Pemasar memahami bahwa,
terkadang, produk dengan harga lebih rendah dapat diartikan sebagai kualitas yang lebih rendah.
Pada saat yang sama, konsumen mengandalkan harga dan nama merek saat mengevaluasi
prestise dan nilai simbolis produk dan menggunakan atribut yang lebih konkret dari suatu
produk, seperti kinerja dan daya tahan, untuk menilai kinerja keseluruhannya. Untuk alasan ini,
pemasar harus memahami semua atribut yang digunakan pelanggan untuk mengevaluasi produk
tertentu dan menyertakan semua informasi yang berlaku untuk melawan persepsi kualitas
negatif yang terkait dengan harga yang lebih rendah. Dalam sebuah penelitian, subjek menilai
rasa sakit di pergelangan tangan mereka, yang disebabkan oleh sengatan listrik, setelah
mengonsumsi pereda nyeri, yang sebenarnya adalah pil plasebo tiruan. Separuh dari subjek
diberi tahu bahwa obat yang mereka minum berharga Rp. 35.000 per dosis, dan yang lainnya
mengetahui bahwa harganya Rp. 5.000. Pada kenyataannya, semua subjek menerima pil yang
sama. Delapan puluh lima persen dari mereka yang menerima pil yang lebih mahal melaporkan
pengurangan rasa sakit yang signifikan, sedangkan hanya 61% dari mereka yang menggunakan
pil yang lebih murah melaporkan kelegaan tersebut. Jelas, konsumen cenderung percaya bahwa
obat yang lebih mahal lebih efektif.
Selain harga, konsumen juga menggunakan petunjuk seperti merek dan toko tempat produk
dibeli untuk mengevaluasi kualitasnya. Mereka memandang harga sebagai indikator kualitas
jika mereka memiliki sedikit informasi untuk dilanjutkan, atau jika mereka memiliki sedikit
kepercayaan pada kemampuan mereka sendiri untuk membuat pilihan produk atau layanan
dengan alasan lain. Ketika konsumen mengenal nama merek, atau memiliki pengalaman dengan
produk (atau layanan), atau toko tempat pembeliannya, penurunan harga sebagai faktor penentu
dalam evaluasi dan pembelian produk. Banyak produk dan layanan dijual sebagai "bundel"
(misalnya, set pena yang berbeda, tiket ke serangkaian pertunjukan balet), dan diskon harga
menyebabkan lebih banyak penjualan produk paket. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
diskon bundel mungkin memiliki hasil yang tidak terduga dalam bentuk persepsi kualitas yang
lebih rendah dari semua item dalam bundel, yang akan berdampak negatif pada penjualan di
masa mendatang ketika barang-barang tersebut dijual secara individual. Beberapa persepsi
harga/kualitas terkait dengan kebahagiaan pribadi. Dalam sebuah penelitian, peneliti meminta
pembaca blog untuk membuat daftar 10 barang termahal yang pernah mereka beli, dan
kemudian membuat daftar 10 pembelian yang paling membahagiakan mereka. Beberapa produk
seperti perahu dan pernikahan mahal tidak memberikan kebahagiaan. Tetap saja, ada banyak
tumpang tindih antara daftar termahal dan daftar paling bahagia. Banyak orang memasukkan
rumah mereka, pendidikan perguruan tinggi, liburan, dan barang elektronik berharga tinggi di
kedua daftar.

 Persepsi Citra Toko dan Kualitas

Toko ritel memiliki citra mereka sendiri yang memengaruhi persepsi kualitas produk yang
mereka bawa dan keputusan konsumen tentang tempat berbelanja. Gambar-gambar ini berasal
dari barang dagangan yang mereka bawa, merek yang dijual dan harganya, tingkat layanan,
lingkungan fisik dan suasana toko, dan pelanggan khasnya (ini sering kali dapat ditentukan dari
mobil yang diparkir di tempat parkir toko). Satu studi menunjukkan bahwa konsumen yang
memiliki citra positif yang kuat dari sebuah toko tidak menemukan kata-kata negatif dari mulut
ke mulut tentang toko itu kredibel. Lebar dan jenis ragam produk memengaruhi citra toko ritel.
Pengecer bahan makanan, misalnya, sering kali enggan untuk mengurangi jumlah produk yang
mereka hasilkan karena kekhawatiran bahwa persepsi tentang variasi yang lebih kecil akan
mengurangi kemungkinan konsumen akan berbelanja di toko mereka, terutama menjual merek-
merek terlaris yang diiklankan secara luas. Sebaliknya, Whole Foods Market. jaringan
supermarket yang relatif kecil telah mengukir keuntungan dengan membawa rangkaian produk
yang lebih kecil tetapi sangat selektif dibandingkan supermarket konvensional. Toko Whole
Foods menjual produk organik (dianggap lebih sehat), banyak di antaranya dibeli dari produsen
mom-and-pop; semua produk makanan yang dibawa disaring untuk mengetahui bahan-bahan
buatan; dan rantai tersebut tidak lagi menjual produk dengan lemak terhidrogenasi. Rantai ini
jauh lebih menguntungkan daripada supermarket konvensional meskipun jenis produknya
terbatas. Jelasnya, manfaat unik yang diberikan oleh sebuah toko lebih penting daripada jumlah
barang yang dibawanya dalam membentuk citra toko yang menguntungkan di benak konsumen.
Namun, karena harga Whole Food secara signifikan lebih tinggi daripada supermarket lain,
julukan rantai tersebut menjadi "Whole Paycheck" dan menyulitkan perusahaan untuk menarik
segmen konsumen baru. Perusahaan tersebut telah berencana untuk membuka toko-toko kecil
yang menjual produk-produk yang lebih murah, tetapi pertama-tama harus melepaskan diri dari
reputasi top-dollar-nya, yang sayangnya telah menciptakan slogan yang menarik. Ketika citra
merek dan pengecer dikaitkan, citra yang kurang disukai menjadi lebih baik dengan
mengorbankan citra yang lebih disukai. Dengan demikian, ketika toko harga rendah membawa
merek dengan citra harga tinggi, citra toko akan meningkat, sedangkan citra merek akan
terpengaruh. Oleh karena itu, para pemasar barang-barang bermerek bergengsi seringkali
berusaha untuk mengontrol gerai tempat produknya dijual. Saat toko kelas atas menjual sisa
barang mahal ke toko diskon, mereka menghapus label desainer daribarang tersebut sebagai
bagian dari perjanjian yang mereka miliki dengan produsen. Diskon harga juga memengaruhi
citra toko. Toko yang sering menawarkan diskon kecil untuk barang dalam jumlah besar lebih
cenderung dianggap sebagai "toko diskon" dan kurang bergengsi dibandingkan toko yang
menawarkan diskon lebih besar untuk sejumlah kecil produk. Ini memiliki implikasi penting
untuk strategi positioning pengecer. Pada saat persaingan ketat, ketika tergoda untuk sering
mengadakan penjualan besar yang mencakup banyak item, strategi tersebut dapat
mengakibatkan perubahan citra toko yang tidak diinginkan. Misalnya, Lord dan Taylor di New
York City, yang sebelumnya diposisikan sebagai department store kelas atas, begitu sering
mengiklankan penjualan dan begitu sering memenuhi lorongnya dengan rak-rak yang
menyatakan harga murah, sehingga citra kelas atas telah ternoda, dan pelanggannya telah
berubah. Pemasar juga harus mempertimbangkan bagaimana penurunan harga produk tertentu
mempengaruhi persepsi konsumen. Promosi harga yang dipilih secara tidak tepat menyebabkan
kebingungan dan dapat mengurangi persepsikonsumen terhadap toko.

 Persepsi Produsen dan Kualitas


Citra konsumen melampaui persepsi harga dan citra toko. Pabrik yang menikmati citra yang
disukai umumnya menemukan bahwa produk baru mereka lebih mudah diterima daripada
pabrik yang memiliki citra yang kurang disukai atau bahkan memiliki citra "netral". Konsumen
juga mengasosiasikan atribut tertentu dengan produsen. Misalnya, Apple dianggap "berbeda"
dari komputer dan smartphone lain. Apple Watch dianggap lumrah dan murah, sedangkan jam
tangan yang dibuat oleh Rolex dan Patek Philippe dianggap sebagai simbol status yang mahal.
Iklan institusi adalah promosi yang dirancang untuk mempromosikan citra keseluruhan
perusahaan tanpa secara terbuka mengacu pada produk tertentu. Misalnya, iklan Siemens
(konglomerat global) menggunakan slogan “Dunia masa depan membutuhkan jawaban yang
bertahan lama” dan menampilkan kincir angin penghasil energi yang ditempatkan di laut lepas.
Iklan tersebut memposisikan perusahaan sebagai citra perusahaan yang inovatif, berwawasan ke
depan, dan bertanggung jawab secara sosial, yang kemungkinan besar akan menguntungkan
secara strategis. Misalnya, jika penduduk komunitas Amerika yang terletak tepat di laut
memandang baik Siemens, mereka tidak akan keberatan melihat kincir angin Siemens dari
rumah mereka, dan tidak akan keberatan dengan mereka, sedangkan orang dengan sikap netral
atau tidak ramah terhadap perusahaan yang “menyerang” komunitas mereka. mungkin
keberatan dan bahkan mencegah penempatan kincir angin. Meskipun beberapa pemasar
berpendapat bahwa iklan produk dan jasa lebih banyak meningkatkan citra perusahaan daripada
iklan institusional, yang lain melihat kedua jenis periklanan produk dan kelembagaan sebagai
komponen integral dan pelengkap dari program komunikasi perusahaan secara keseluruhan.
Ketika reputasi Walmart ternoda oleh tuduhan praktik perburuhan yang tidak adil, diskriminasi
seksual, dan publikasi data yang menunjukkan bahwa perusahaan menyebabkan sebagian besar
ketidakseimbangan perdagangan Amerika dengan China, perusahaan tersebut menerbitkan iklan
yang menyatakan bahwa "Walmart Bekerja untuk Semua Orang". Selain itu, para eksekutif
perusahaan muncul di acara bincang-bincang TV dan bertemu dengan kelompok masyarakat
dan pejabat pemerintah untuk menghalau asosiasi negatif. Masalah Wal-Mart berlanjut ketika
kelompok advokasi konsumen memulai kampanye iklan yang mengajukan pertanyaan "Di mana
Yesus berbelanja?" dan berpendapat bahwa orang beriman tidak boleh berbelanja di toko
selama musim liburan karena gaji, tunjangan, dan kebijakan pekerja anak di luar negeri yang
buruk.

2.7 Persepsi Resiko


Konsumen harus terus-menerus membuat keputusan mengenai produk atau layanan apa yang
akan dibeli dan di mana membelinya. Resiko yang dirasakan adalah ketidakpastian yang dihadapi
konsumen ketika mereka tidak dapat meramalkan konsekuensi dari keputusan pembelian mereka.
Definisi ini menyoroti dua dimensi relevan dari risiko yang dirasakan yaitu ketidakpastian dan
konsekuensi. Tingkat risiko yang dirasakan konsumen dan toleransi mereka sendiri terhadap
pengambilan risiko merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi strategi pembelian mereka.
Perlu ditekankan bahwa konsumen dipengaruhi oleh risiko yang mereka rasakan, apakah risiko
tersebut benar-benar ada atau tidak. Risiko yang tidak dianggap betapapun nyata atau bahaya
tidak akan memengaruhi perilaku konsumen. Persepsi risiko juga merupakan fungsi dari
bagaimana informasi disajikan. Misalnya, sebuah penelitian menemukan bahwa, dalam
mengevaluasi obat resep, konsumen sangat melebih-lebihkan kemungkinan kejadian buruk yang
sebenarnya ketika hal ini dijelaskan dengan kata-kata seperti "umum" atau "jarang". Namun,
ketika iklan menimbulkan suasana hati yang positif, konsumen terlibat dalam evaluasi informasi
risiko produk yang lebih bernuansa dan menggunakannya dalam menilai keefektifan dan atribut
produk lainnya. Dalam kebanyakan situasi, risiko yang dirasakan konsumen adalah fungsi dari
berbagai faktor. Untuk memahami konsumen risiko yang dirasakan dan bagaimana mereka
menangani dan mengurangi risiko tersebut.

 Persepsi Resiko Bervariasi

Persepsi konsumen terhadap risiko bervariasi, tergantung pada orang, produk, situasi, dan
budaya. Besarnya risiko yang dirasakan tergantung pada konsumen tertentu. Beberapa
konsumen cenderung melihat tingkat risiko yang tinggi dalam berbagai situasi konsumsi; yang
lain cenderung melihat sedikit risiko. Misalnya, remaja yang terlibat dalam aktivitas berisiko
tinggi, seperti sepatu roda atau manuver sepatu roda atau bersepeda yang cepat, rumit, dan
berani, jelas memiliki risiko yang lebih rendah daripada mereka yang tidak melakukan aktivitas
berisiko tinggi tersebut. Pengamat risiko tinggi sering disebut sebagai kategorisasi sempit
karena mereka membatasi pilihan mereka (misalnya, pilihan produk) pada beberapa alternatif
yang aman. Mereka lebih suka mengecualikan beberapa alternatif yang benar-benar bagus
daripada mencari kesempatan untuk memilih yang buruk. Persepsi berisiko rendah telah
dijelaskan sebagai kategorisasi luas karena mereka cenderung membuat pilihan dari pilihan
yang jauh lebih luas. Mereka lebih suka mengambil risiko pemilihan yang buruk daripada
membatasi jumlah alternatif yang dapat mereka pilih. Persepsi seseorang terhadap risiko
bervariasi menurut kategori produk. Misalnya, konsumen cenderung melihat tingkat risiko yang
tinggi (misalnya, risiko fungsional, risiko keuangan, risiko waktu) dalam pembelian perangkat
TV LED karena ini adalah produk yang sangat baru dan, sejauh ini, "belum terbukti" dalam hal
keunggulannya dibandingkan TV HD. Tingkat risiko yang dirasakan konsumen juga
dipengaruhi oleh situasi belanja. Pada awalnya banyak konsumen yang merasa tidak yakin
untuk membeli produk secara online. Dominasi pasar yang online yang diperoleh pedagang
selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa, karena pengalaman belanja yang positif dan
promosi dari mulut ke mulut, konsumen sekarang melihat sedikit risiko dalam berbelanja online.
Jelas, tingkat risiko yang dirasakan yang lebih rendah ini disebabkan oleh teknologi yang lebih
baik yang memungkinkan pembeli untuk memeriksa produk secara online dengan lebih rinci
dan bahkan menggunakan beberapa produk secara virtual. Satu studi tentang perbankan online
menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen ingin menggunakan pembayaran online
(kebanyakan untuk memenuhi tenggat waktu dan menghindari denda keterlambatan jatuh
tempo), tetapi kesediaan atau keengganan mereka untuk melakukannya adalah fungsi dari risiko
yang mereka rasakan terhadap keamanan sistem pembayaran online. Studi juga menemukan
bahwa tingkat kepercayaan konsumen yang lebih tinggi mengurangi risiko yang dirasakan
terkait belanja online. Dua studi menemukan bahwa jumlah informasi produk yang diposting di
situs web memengaruhi persepsi dan kepuasan risiko konsumen, serta hubungan antara risiko
yang dirasakan, kepuasan, niat untuk mengunjungi kembali, niat membeli, dan proses
pengambilan keputusan itu sendiri. Konsep risiko yang dirasakan memiliki implikasi besar
untuk pengenalan produk baru. Karena persepsi berisiko tinggi lebih kecil kemungkinannya
dibandingkan dengan pengamat berisiko rendah untuk membeli produk baru atau inovatif,
penting bagi pemasar untuk menyediakan strategi pengurangan risiko yang persuasif kepada
konsumen, seperti nama merek terkenal (terkadang melalui lisensi), distribusi melalui gerai ritel
terkemuka, iklan informatif, publisitas, hasil pengujian yang tidak memihak, sampel gratis, dan
jaminan uang kembali. Selain itu, konsumen dapat mengurangi risiko yang dirasakan dengan
menggunakan sumber daya online yang memungkinkan mereka menghasilkan perbandingan
berdampingan yang menggambarkan bagan terperinci dari fitur, harga, dan peringkat dari semua
model yang tersedia dalam kategori produk tertentu.
STUDI KASUS

Persepsi Konsumen Terhadap Endorser dan Citra Produk (Studi Kasus Sabun Lux)
Iklan merupakan salah satu media komunikasi dalam penyampaian pesan khususnya
pesan yang bersifat komersial. Iklan dapat menyampaikan informasi mengenai produk baik
berupa barang maupun jasa yang mereka tawarkan kepada para konsumen. Penyusunan iklan
tidak terlepas dari segmentasi pasar mana yang akan disasar, produk yang ditawarkan dan
bagaimana kondisi persaingan pasar saat ini, termasuk media apa saja yang akan dipergunakan
dalam menyampaikan pesan-pesan komersil tersebut. Sebuah iklan harus dapat memberikan atau
dapat mengubah suatu citra (image) terhadap produk yang diiklankannya sehingga konsumen
dapat menilai dan mempunyai suatu persepsi terhadap produk tersebut. Iklan merupakan sebuah
perangkat yang ampuh untuk menciptakan ‘need’, ‘want’ and ‘buy’.
Iklan tv yang menyampaikan pesan verbal visual dari produsen kepada calon konsumen
harus memiliki strategi kreatif dalam menghadapi persaingan dengan produk sejenis. Hal ini
menyebabkan adanya persaingan dalam merebut perhatian khalayak untuk iklan-iklannya.
Dewasa ini sebuah produk diiklankan dengan berbagai cara, di antaranya mengaitkan dengan isu-
isu sosial terkini, dan fungsi iklan sekarang bukan hanya sekedar memberi informasi semata.
Periklanan harus dibuat semenarik mungkin agar dapat menarik minat masyarakat, orisinal, serta
memiliki ciri khas dan persuasif sehingga para konsumen secara suka rela terdorong untuk
melakukan tindakan yang diinginkan pengiklan. Saat ini dalam berbagai iklan, penggunaan
selebriti sebagai salah satu strategi pemasaran, dinilai efektif untuk membentuk stopping power
bagi audiens. Kehadiran selebriti dimaksudkan untuk mengkomunikasikan suatu merk produk
dan membentuk identitas serta menentukan citra produk yang diiklankan. Pemakaian selebriti
sebagai daya tarik iklan (advertising appeals), dinilai dapat mempengaruhi preferensi konsumen
karena selebriti menjadi reference group yang mempengaruhi perilaku konsumen.
Bagi produk baru, penggunaan endorser atau pembicara merupakan upaya pengiklan
untuk meraih publisitas dan perhatian (attention getting power) produk tersebut. Meskipun
mereka adalah aktor, selebriti, eksekutif, atau kepribadian yang diciptakan, endorser terbaik
adalah mereka yang bisa membangun citra merek yang kuat. Popularitas selebriti memang tidak
dapat dipungkiri menjadi suatu fenomena tersendiri karena menjadi salah satu fokus publisitas di
berbagai media cetak dan media elektronik, dan bahkan kehidupan pribadinya sangat ditunggu
pers sebagai headline berita. Keberhasilan dalam membangun brand image ini sangat ditentukan
oleh persepsi konsumen terhadap selebriti yang menjadi ikon produk tersebut. Ketika seorang
celebrity endorser dipersepsi secara positif oleh masyarakat, diharapkan positif pula brand image
yang terbentuk di benak konsumen. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan munculnya
brand image dalam pikiran konsumen yang tidak relevan dengan persepsinya terhadap celebrity
endorser.
Berdasarkan fenomena di atas maka digunakanlah iklan produk sabun Lux sebagai studi
kasus. Iklan Lux tidak sebatas sebagai alat promosi saja, namun merupakan sebuah bauran
komunikasi dari pihak produsen kepada konsumennya, karena pada iklan Lux, banyak
permasalahan yang dapat diangkat menjadi topik penelitian yang misalnya masalah sosial
budaya, serta perempuan dan gaya hidup. persepsi konsumen yaitu kesan dan pengalamannya
terhadap produk mempengaruhi identitas produk tersebut dengan memetakan bagaimana
persepsi konsumen sabun Lux terhadap endorser produk Lux. Lebih jauh lagi melalui focus
group discussion yang dianalisis dengan teori budaya kecantikan, perempuan dan media, serta
stereotip perempuan, deskripsi persepsi konsumen tersebut pada akhirnya mencerminkan nilai-
nilai kecantikan yang ada di masyarakat Indonesia saat ini.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Persepsi adalah proses di mana individu memilih, mengatur, dan menafsirkan rangsangan
menjadi gambaran dunia yang bermakna dan koheren. Itu dapat digambarkan sebagai
"bagaimana kita melihat dunia di sekitar kita". Seleksi perseptual terjadi ketika konsumen
menangkap dan memilih stimulus berdasarkan pada set psikologis (psychological set) yang
dimiliki. Set psikologis adalah berbagai informasi yang ada dalam memori konsumen. Sebelum
seleksi persepsi terjadi, terlebih dahulu stimulus harus mendapat perhatian dari konsumen.
bahwa persepsi adalah fenomena personal. Orang melatih selektivitas rangsangan yang mereka
rasakan, dan mereka mengatur rangsangan ini berdasarkan prinsip psikologis tertentu.
Interpretasi rangsangan juga unik secara individu, karena didasarkan pada apa yang diharapkan
individu untuk dilihat dari pengalaman mereka sebelumnya, jumlah penjelasan yang masuk akal
yang dapat mereka bayangkan, dan motif serta minat mereka pada saat persepsi. Stimuli
seringkali sangat ambigu. Beberapa rangsangan lemah karena faktor-faktor seperti visibilitas
yang buruk, paparan singkat, tingkat kebisingan yang tinggi, atau fluktuasi yang konstan. Ketika
rangsangan sangat ambigu, seorang individu biasanya akan menafsirkannya sedemikian rupa
sehingga mereka berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keinginan, minat, dan
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Schiffman, L.G. and Wisenblit, J.L. 2015. Consumer Behavior. Eleventh Edition.
Boston:Pearson Education
Zukriman dan M. Saleh Lubis“Persepsi Kelompok Rujukan Tigo Tungku Sajarangan Tentang Produk Bank
Syari’ah di Pasaman Barat” dalam e-JurnalApresiasi Ekonomi , Volume 2 Nomor 1 Januari 2014, (Sekolah
Tinggo Ilmu Ekonomi (STIE) Yappas Pasaman Barat),hal. 5 (diakses pada 29 Desember 2015, pukul
6:36PM)

Anda mungkin juga menyukai