Anda di halaman 1dari 20

PERSEPSI DAN PEMBELAJARAN KONSUMEN

Dosen Pengampu :
Dr. Ni Putu Nita Anggraini, S.E., M.M

OLEH KELOMPOK 4 :

1. I Nyoman Adi Triana Prayoga (11)


2. Ni Putu Rias Ratiwi (12)
3. I Wayan Agus Adi Kusuma (13)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2023

i
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

PEMBAHASAN ...................................................................................................................1

1. ARTI PERSEPSI DAN ELEMEN ELEMENNYA.........................................................1


A. ARTI PERSEPSI..................................................................................................1
B. ELEMEN-ELEMEN PERSEPSI.........................................................................1

2. DINAMIKA PERSEPSI..................................................................................................2

3. HUBUNGAN CITRA YANG DIPERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK,


JASA, MEREK, TOKO ATAU PERUSAHAAN...........................................................3
A. PENGATURAN ULANG POSISI PRODUK.....................................................4
B. B PENGATURAN POSISI JASA.......................................................................4
C. CITRA MEREK...................................................................................................4
D. CITRA PERUSAHAAN......................................................................................5

4. ISU ISU ETIKA TERKAIT PERSEPSI KONSUMEN..................................................5

5. ARTI PEMBELAJARAN DAN ELEMEN-ELEMENNYA...........................................7


A. ARTI PEMBELAJARAN....................................................................................7
B. MOTIVASI..........................................................................................................8
C. ISYARAT (CUES)..............................................................................................8
D. RESPON..............................................................................................................8
E. PENGUATAN (REINFORCEMENT)................................................................9

6. TEORI PEMBELAJARAN KEPERILAKUAN DAN TEORI PEMBELAJARAN


KOGNITIF DAN APLIKASI MASING MASING........................................................9

7. HUBUNGAN PEMBELAJARAN DENGAN KETERLIBATAN.................................13

8. MENGKAJI UKURAN PEMBELAJARAN KONSUMEN...........................................14

9. ISU ISU ETIKA DALAM PEMBELAJARAN KONSUMEN.......................................16


DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................18

ii
PEMBAHASAN

1. ARTI PERSEPSI DAN ELEMEN ELEMENNYA

A. ARTI PERSEPSI

Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih.


mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal
mengenai dunia. Proses ini dapat dijelaskan sebagai "bagaimana kita melihat dunia
disekeliling kita." Dua individu mungkin menerima stimuli yang sama dalam kondisi nata
yang sama, letapi bagaimana setiap orang mengenal, memilih, mengatur, dan
menafsirkannya merupakan proses yang sangat individual berdasarkan kebutuhan, nilai-
nilai, dan harapan setiap orang itu sendiri. Pengaruh yang diberikan setiap variabel ini
terhadap proses memperoleh persepsi. dan hubungannya dengan pemasaran, akan
dipelajari dengan terinci. Tetapi pertama-tama kita akan mengkaji beberapa konsep yang
mendasari proses memperoleh persepsi (Kanuk, 2008).
Lebih jauh menggali tentang persepsi menurut (Sangadji dan Sopiah, 2013. hal.
64), persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi, dimana sensasi
adalah aktivitas merasakan atau penyebab keadaan emosi yang mengembirakan. Sensasi
juga dapat didefinisikan sebagai tanggapan yang cepat dari indra penerima kita terhadap
stimuli dasar seperti cahaya, warna dan suara (Nugraha, dkk 2021)
Persepsi bukan hanya proses psikologis semata, tetapi diawali dengan proses
fisiologis yang dikenal sebagai sensasi. Schiffman dan Kanuk (2007) mendefinisikan
persepsi sebagai proses psikologis dimana individu memilih, mengorganisasikan dan
mengintepretasikan stimuli menjadi sesuatu yang bermakna.
Proses persepsi diawali oleh stimuli yang mengenai indera konsumen. Stimuli
yang merupakan segala sesuatu yang mengenai indra dan menimbulkan persepsi bisa
bermacam-macam bentuknya, misalnya segala sesuatu yang bisa dicium, segala sesuatu
yang bisa dilihat, segala sesuatu yang bisa didengar, dan segala sesuatu yang bisa diraba.
Stimuli ini akan mengenai organ yang disebut sebagai sensory receptor (organ manusia
yang menerima input stimuli atau indera), (Suryani 2013)

B. ELEMEN-ELEMEN PERSEPSI
Konsumen sangat selektif terhadap rangsangan yang mereka kenali. Konsumen secara
tidak sadar mengatur rangsangan yang mereka kenali yang secara luas mereka
menafsirkan rangsangan secara subjektif. Pada tataran praktisnya, rangsangan itu akan
menciptakan sebuah respon pada sikap. Sikap konsumen itulah yang kemudian
membentuk sebuah elemen dan aspek dalam persepsi. Pada hakikatnya sikap adalah
merupakan suatu interaksi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen
tersebut menurut Allport (Mar'at, 1991) ada tiga komponen, yaitu:

1
1) Komponen Kognitif yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau
informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya. Dari pengetahuan ini
kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang objek sikap tersebut.
2) Komponen Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi
sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau
sistem nilai yang dimilikinya.
3) Komponen Konatif yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku
yang berhubungan dengan objek sikapnya.
Baron dan Byrne, juga Myers (Gerungan, 1996) menyatakan bahwa sikap itu
mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:
1) Komponen Kognitif (Komponen Perseptual) Komponen yang berkaitan dengan
pengetahuan, pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.
2) Komponen Afektif (Komponen Emosional)
3) Komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap
objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak
senang merupakan hal yang negatif.
4) Komponen Konatif (Komponen Perilaku atau Action Component)
Komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap.
Komponen ini menunjukkan intensitas sikap yaitu menunjukkan besar kecilnya
kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Rokeach
(Walgito, 2003) memberikan pengertian bahwa dalam persepsi terkandung komponen
kognitif dan juga komponen konatif, yaitu sikap merupakan predisposing untuk
merespon dan untuk berperilaku. Ini berarti bahwa sikap berkaitan dengan perilaku,
sikap merupakan predisposisi untuk berbuat atau berperilaku. Dari batasan ini juga dapat
dikemukakan bahwa persepsi mengandung komponen kognitif, komponen afektif dan
juga komponen konatif, yaitu merupakan kesediaan untuk bertindak atau berperilaku.
Sikap seseorang pada suatu obyek sikap merupakan manifestasi dari konstelasi ketiga
komponen tersebut yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan dan
berperilaku terhadap objek sikap. Ketiga komponen itu saling berinterelasi dan konsisten
satu dengan lainnya. Jadi, terdapat pengorganisasian secara internal di antara ketiga
komponen tersebut.

2. DINAMIKA PERSEPSI

Sub-sub terdahulu menjelaskan bagaimana individu menerima sensasi dari stimuli di


lingkungan luar dan bagaimana organisme manusia menyesuaikan diri dengan tingkat

2
dan intensitas memasukan alat panca indera. Kita sekarang sampai pada salah satu
prinsip persepsi yang utama: Masukan pancaindera yang mentah saja tidak
menghasilkan atau menjelaskan gambar yang masuk akal mengenai dunia yang dimiliki
kebanyakan orang dewasa. Memang, studi mengenai persepsi sebagian besar merupakan
studi mengenai hal- hal yang kita tambahkan pada atau kita kurangi di bawah sadar dari
masukan pancaindera yang masih mentah untuk menghasilkan gambar pribadi kita
sendiri mengenai dunia. Manusia terus menerus dihujani oleh stimuli setiap menit dan
setiap jam setiap hari.
Dunia panca indera merupakan sejumlah sensasi yang berlainan dan hampir tidak
terbatas dan terus menerus mengalami perubahan yang hampir tidak setara.Menurut
prinsip-prinsip sensasi, stimuli yang intensif akan "memantul" dari kebanyakan individu,
yang secara bawah sadar akan merintangi (yaitu menyesuaikan diri dengan) penerimaan
atas hujan stimuli. Jika tidak demikian, bermilyar-milyar stimulus yang berbeda yang
terus menerus kita terima akan benar-benar membingungkan dan tidak henti-hentinya
menyesatkan kita di lingkungan yang terus menerus berubah tetapi tidak satupun
konsekuensi itu yang cenderung terjadi, karena. persepsi tidak merupakan fungsi dari
masukan panca indera saja. Sebaliknya, persepsi adalah hasil dari dua macam masukan
berbeda dan berinteraksi untuk membentuk gambaran pribadi-persepsi yang dialami
setiap individu. Salah satu tipe, masukan adalah stimuli fisik dari lingkungan luar tipe
masukan lainnya diberikan oleh individu sendiri dalam bentuk kecenderungan tertentu
(harapan,motif dan pengetahuan) yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya.
Kombinasi kedua tipe masukan yang sangat berbeda ini menghasilkan bagi kita
gambaran yang Sangat pribadi dan sangat Khusus mengenai dunia. Karena setiap orang
merupakan, individu yang unik dengan pengalaman, kebutuhan, keinginan, dan harapan
yang unik, maka persepsi setiap individu juga unik. Hal ini menjelaskan mengapa tidak
ada dua orang yang melihat dunia dengan cara yang persis sama. Individu sangat selektif
mengenai stimuli mana yang mereka akui secara tidak sadar mereka mengorganisir
stimuli yang benar-benar mereka akui menurut prinsip. prinsip psikologis yang dipegang
secara luas dan mereka menginterpretasikan stimuli tersebut (mereka memberikan arti
pada stimuli tersebut) secara subjektif sesuai dengan kebutuhan, harapan, dan
pengalaman mereka.

3. HUBUNGAN CITRA YANG DIPERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK,


JASA, MEREK, TOKO ATAU PERUSAHAAN

Pemetaan terhadap persepsi merupakan suatu teknik yang bisa digunakan oleh para
pemasar untuk mengetahui bagaimana produk, jasa, merek toko, ataupun perusahaan
mereka dipersepsikan oleh konsumen. Pemetaan ini dilakaukan ketika pemasar
menghubungkan merek produknya dengan merek pesaing untuk atribut yang relevan.
Teknik ini memungkinkan pemasar seolah-olah dapat melihat jurang yang terdapat
dalam pemosisian mereknya. Dengan teknik ini bisa pula diketahui pada area mana
3
konsumen belum terpenuhi. Produk dan merek memiliki nilai simbolis bagi individu
yang menilainya atas dasar kesesuaian dengan gambaran pribadi mereka mengenai diri
sendiri. Beberapa produk kelihatan cocok dengan citra diri seorang individu, yang
lainnya kemungkinan tidak cocok. Para konsumen berusaha memelihara atau
meningkatkan citra diri mereka dengan membeli berbagai produk dan akhirnya
berlanggan, yang menurut keyakinan mereka sesuai dengan citra diri mereka dan
tentunya menghindari yang tak sesuai dengannya, berikut beberapa teknik :

1) PENGATURAN ULANG POSISI PRODUK


Citra yang dipunyai produk tertentu dalam pikiran konsumen yaitu pengaturan
posisinya, yang mungkin lebih penting bagi sukses akhir daripada karakteristik produk
yang sebenarnya. Produk dan jasa yang dirasa menyenangkan mempunyai peluang yang
jauh lebih baik untuk dibeli daripada produk dan jasa yang mempunyai citra tidak
menyenangkan atau netral. Tanpa memperhatikan seberapa baik posisi produk tertentu,
pemasar mungkin terpaksa mengatur ulang posisi produk untuk merespon peristiwa
pasar (seperti pesaing mengurangi pangsa pasar merknya), dan lain sebagainya
2) PENGATURAN POSISI JASA
Para pemasar jasa menghadapi beberapa masalah yang lebih kompleks dalam
mengatur posisi dan mempromosikan penawaran dibandingkan dengan perusahaan yang
menghasilkan barang, karena jasa tidak dapat dilihat. Oleh sebab itu citra menjadi faktor
kunci dalam membedakan faktor jasa dari para pesaingnya. Dengan demikian, tujuan
pemasaran adalah untuk memungkinkan konsumen menghubungkan suatu citra khusus
dengan merek khusus. Sebagian besar pemasar telah mengembangkan strategi khusus
untuk memberikan citra yang lebih nyata untuk membantu mengingatkan jasa yang
ditawarkan kepada pelanggan. Beberapa korporasi memasarkan beberapa versi jasa
mereka ke berbagai segmen pasar yang berbeda dengan menggunakan strategi
pengaturan posisi yang berbeda. Contoh: penggunaan warna kartu kredit untuk
membedakan status pemegang kartu.
3) CITRA MEREK
Citra merek umumnya didefinisikan segala hal yang terkait dengan merek yang
ada di benak ingatan konsumen. Menurut Aaker citra merek adalah kesan konsumen
tentang suatu merek (Bian & Mountinho, 2011). Citra Toyota adalah kesan konsumen
terhadap merek Toyota. Citra merek yang merupakan persepsi konsumen terhadap
merek secara menyeluruh ini dibentuk oleh informasi yang diterima dan pengalaman
konsumen atas merek tersebut. Apa yang muncul ketika konsumen die tanya tentang
citra suatu merek? Konsumen akan mengungkapkan kesan dan keyakinannya terhadap
merek tertentu. Citra merek mempunyai peran penting dalam mempengaruhi perilaku

4
pembelian. Konsumen yang mempunyai citra positif terhadap merek cenderung memilih
merek tersebut dalam pembelian.

4) CITRA PERUSAHAAN

Citra perusahaan mempunyai peran besar dalam mempengaruhi pengambilan


keputusan konsumen. Ketika konsumen tidak mempunyai informasi yang lengkap
tentang produk dan merek, maka konsumen akan menggunakan citra perusahaan sebagai
dasar memilih produk. Masyarakat kadang tidak menyukai produk karena citra yang
sudah terlanjur buruk dari perusahaan di mata masyarakat. Alper dan Kamins (1995)
dalam (Suryani 2013) menyatakan bahwa konsumen pada umumnya memiliki persepsi
yang positif terhadap merek pioner (merek pertama pada satu kategori produk), bahkan
meskipun merek berikutnya muncul. Selain itu juga terdapat korelasi yang positif antara
citra merek pioner dengan citra diri ideal individu. Persepsi yang positif terhadap merek
pioner ini akan mengarah pada intensi pembelian yang positif.Studi lain tentang citra
perusahaan yang dilakukan oleh Flavian, et al. (2005) mengungkapkan bahwa citra
perusahaan berpengaruh positif terhadap kepercayaan nasabah. Semakin positif nasabah
menilai citra perusahaan, semakin tinggi pula kepercayaannya kepada perusahan
tersebut. Oleh karena itu penting bagi perusahaan untuk membangun citra melalui
berbagai aktivitas dan ko- munikasi yang dilakukan. Hal yang sederhana dapat
dilakukan dalam membangun citra tanpa mengeluarkan biaya yang mahal adalah melalui
website perusahaan dan mengintegrasikan program Corporate Social Respon- sibility
(CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan untuk mendukung pencitraan perusahaan.

4. ISU ISU ETIKA TERKAIT PERSEPSI KONSUMEN

Perilaku konsumen ini tidak terlepas dari proses konsumsi yang prosesnya dapat
dilihat dari perspektif konsumen maupun pemasar. Merujuk pada pendapat Solomon
(2011) dalam (Suryani, 2013) dan jika dikaitkan dengan isu perilaku konsumen di
Indonesia terdapat tiga isu penting dalam proses ini, yaitu:
1) Proses sebelum membeli.
Dari perspektif konsumen Isu utamanya adalah :
 Bagaimana konsumen menyadari dan memutuskan bahwa mereka
membutuhkan suatu produk ?
 Sumber informasi manakah yan terbaik yang dapat dipelajari dan
menyediakan alternative untuk pengambilan keputusan ?

5
Dari perspektif pemasar
 Bagaimana membentuk dan mengubah sikap konsumen terhadap produk yang
ditawarkan ?
 Apa yang harus diupayakan agar konsumen mengerti bahwa produk yang
ditawarkan memiliki nilai yang lebih daripada produk lain yang ada di pasar ?

2) Isu pada saat pembelian


Dari perspektif konsumen
 Apakah untuk mendapatkan suatu produk itu sulit atau mudah,
menyenangkan atau mengecewakan ?
 Apakah pandangan penjual tentang mereka pada saat membeli ?
 Perlakuan apakah yang mereka dapatkan saat membeli ?

Dari perspektif pemasar


 Upaya apakah yang seharusnya dilakukan untuk menciptakan situasi
pembelian (suasana toko, layanan, proses penyerahan produk, dan lain-lain)
yang mendorong konsumen tertarik membeli produk dan meningkatkan
jumlah pembelian ?
 Upaya apakah yang dilakukan agar konsumen mendapatkan pengalaman yang
menyenangkan ketika membeli ?

3) Isu setelah pembelian

Dari perspektif konsumen


 Apakah produk yang dibeli memiliki kinerja sesuai harapan ?
 Apa yang harus dilakukan jika produk sudah selesai digunakan dan tidak
terpakai ? (isu ini biasanya dikaitkan dengan masalah polusi terhadap
lingkungan)

Dari perspektif pemasar


 Faktor apakah yang menentukan kepuasan konsumen setelah mengonsumsi
produk dan tertarik untuk membeli kembali ?
 Apa yang seharusnya dilakukan agar konsumen mau menceritakan
pengalaman positifnya kepada konsumen lain bahkan merekomendasikan
produknya kepada konsumen lain ?

6
Ketiga isu tersebut yang akan menjadi bahan pertimbangan konsumen di satu sisi,
dan menjadi pemikiran bagi pemasar dalam menyusun strategi pemasarannya. Merujuk
pada beberapa pengertian tentang perilaku konsumen sebagaimana diuraikan
sebelumnya, maka memahami perilaku konsumen bukanlah suatu pekerjaan yang mudah
karena banyaknya variabel yang mempengaruhi dan variabel-variabel tersebut saling
berinteraksi. Interaksi tidak hanya di dalam diri individu, tetapi juga interaksi yang
terjadi antar individu konsumen dalam suatu kelompok atau masyarakat. Perilaku
konsumen merupakan proses yang kompleks dan multidimensional.
Di dalam mempelajari perilaku konsumen ini pemasar tidak hanya berhenti pada
perilaku konsumen semata saja namun juga perlu mengaitkannya dengan strategi
pemasaran yang akan disusun. Strategi pemasaran yang baik pada hakekatnya
didasarkan pada kebutuhan dan keinginan konsumen. Perusahaan yang mampu
memahami perilaku konsumen akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar
karena dapat menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat memberikan
kepuasan yang lebih baik dibandingkan pesaing.

5. ARTI PEMBELAJARAN DAN ELEMEN- ELEMENYA

A. ARTI PEMBELAJARAN
Pembelajaran (learning) dalam perspektif pemasaran dapat diartikan
sebagai sebuah proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan dan
pengalaman pembelian dan konsumsi yang akan diterapkan pada perilaku yang
terkait dimasa yang akan datang (Schiffman dan Kanuk, 2007). Menurut Solomon
(1999). pembelajaran adalah perubahan perilaku yang relatif permanen yang
diakibatkan oleh pengalaman. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995),
pembelajaran adalah suatu proses dimana pengalaman akan membawa kepada
perubahan pengetahuan, sikap dan atau perilaku. Menurut Mowen dan Minor
(2002) pembelajaran perilaku merupakan sebuah proses di mana pengalaman
dengan lingkungan mengarah pada perubahan perilaku yang relatif permanen atau
potensial terhadap perubahan seperti itu. setiadi (2013) mengatakan bahwa
pembelajaran dapat dipandang sebagai suatu proses di mana pengalaman
menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan/atau perilaku.
Dari beberapa pengertian proses belajar di atas dapat diketahui bahwa
proses belajar konsumen pada dasarnya merupakan sebuah proses yang terus
berubah dan berkembang karena adanya pengetahuan yang baru diperoleh dari
berbagai bentuk serta dari proses berpikir atau pengalaman yang dialami sendiri.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), istilah pembelajaran meliputi semua
bentuk pembelajaran, dari respon yang sederhana dan hampir tidak disengaja

7
sampai ke pembelajaran berbagai konsep yang abstrak dan pemecahan masalah
yang rumit. Walaupun terdapat perbedaan pandangan dari pakar teori
pembelajaran, namun pada umumnya mereka sepakat bahwa proses pembelajaran
dapat terjadi melalui motivasi, isyarat, tanggapan dan penguatan.

B. MOTIVASI
Motivasi didasarkan pada kebutuhan dan sasaran serta merupakan
pembelajaran. Seorang konsumen yang sangat memperhatikan kesehatan untuk
keluarganya, akan terdorong/termotivasi untuk mempelajari dan mencari
informasi mengenai pencegahan berbagai penyakit dan sabun apa yang cocok
untuk keluarganya. Dan para ibu cenderung akan memilih sabun yang mempunyai
kandungan anti bakteri dan virus seperti Lifebuoy, Dettol atau Nuvo. Sebaliknya,
seorang ibu yang tidak terlalu memperhatikan hal ini, tentu tidak akan tertarik dan
mungkin akan mengabaikan informasi yang berkaitan mengenai hal ini. Tingkat
keterkaitan, atau keterlibatan, menentukan tingkat motivasi konsumen untuk
mencari pengetahuan atau informasi mengenai suatu produk atau jasa.
Menentukan motif konsumen merupakan salah satu tugas utama para pemasar,
yang kemudian berusaha mengajar konsumen yang termotivasi mengapa dan
bagaimana produk mereka dapat memenuhi kebutuhan para konsumen.
C. ISYARAT (CUES)
Isyarat merupakan stimuli yang memberikan arah berbagai motif atau
dengan kata lain isyarat membantu mengarahkan dorongan konsumen jika
konsisten dengan harapan-harapan konsumen. Cara bereaksi para individu
terhadap dorongan atau isyarat serta bagaimana mereka berperilaku akan
membentuk respon. Harga, gaya, kemasan, iklan, dan penataan toko menjadi
isyarat untuk membantu para konsumen memenuhi kebutuhan mereka dengan
cara yang spesifik menurut produk. Sebagai contoh: “Toko perlengkapan bayi”
yang ditata dengan rapi, cat toko yang berwarna cerah disertai dengan gambar-
gambar kartun yang lucu. Selain itu harga dari produk itu pun terjangkau sehingga
calon konsumen tertarik untuk membeli produk di toko tersebut.

D. RESPON
Bagaimana cara bereaksi para individu terhadap dorongan atau isyarat
serta bagaimana mereka berperilaku akan membentuk respon mereka.
Pembelajaran dapat terjadi bahkan ketika tanggapan tidak jelas. Isyarat
memberikan beberapa petunjuk, tetapi banyak terdapat isyarat yang bersaing
menarik perhatian konsumen. Contoh: iklan produk “Happy Call” di TV,
menawarkan produk untuk calon konsumen dan diharapkan calon konsumen

8
tertarik, merespon produk tersebut dan menghubungi kontak yang telah
disediakan.

E. PENGUATAN (REINFORCEMENT)
Penguatan adalah sesuatu yang akan meningkatkan kecenderungan
seseorang konsumen untuk berperilaku dimasa yang akan datang karena adanya
berbagai isyarat atau stimulus khusus. Contoh: Sebuah Rumah Makan yang dapat
menyajikan menu makanannya sangat enak dan pelayanan yang sangat
memuaskan akan membentuk pembelajaran melalui penguatan yang positif.

6. TEORI PEMBELAJARAN KEPERILAKUAN DAN TEORI PEMBELAJARAN


KOGNITIF DAN APLIKASI MASING MASING

A. TEORI PEMBELAJARAN PERILAKU


Teori pembelajaran perilaku kadang-kadang disebut teori stimulus-tanggapan
karena didasarkan pada pemikiran bahwa tanggapan yang nyata terhadap stimulus
eksternal tertentu memberi pertanda bahwa pembelajaran telah terjadi Jika seseorang
bertindak (memberikan tanggapan) dengan cara yang dapat diramalkan terhadap stimulus
yang dikenal, ia dikatakan telah "belajar." Teori perilaku tidak begitu banyak
hubungannya dengan proses pembelajaran seperti halnya pada masukan dan hasil
pembelajaran; yaitu pada stimuli yang dipilih para konsumen dari lingkungan dan
perilaku yang nyata yang dihasilkan. Dua teori perilaku yang banyak mempunyai
hubungan dengan pemasaran adalah pengkondisian klasik dan pengkondisian
instrumental (atau operant).
 PENGKONDISIAN KLASIK
Para pakar teori pengkondisian yang paling klasik menganggap semua organisme
(binatang maupun manusia) sebagai entitas yang relatif pasif dan dapat diajar berbagai
perilaku tertentu melalui pengulangan (atau "pengkondisian") Dalam pembicaraan
sehari- hari, kata pengkondisian berarti seperti respon "sentakan lutut" (atau otomatis)
terhadap situasi yang terjadi melalui pemaparan yang berulang- ulang. Jika Anda merasa
sakit kepala setiap kali Anda berpikir untuk mengunjungi Tante Gertrude Anda, reaksi
Anda mungkin terkondisi dari bertahun-tahun kunjungan kepadanya yang
membosankan. Ivan Pavlov, psikolog Rusia, adalah yang pertama menggambarkan
pengkondisian dan mengemukakannya sebagai model umum mengenai cara terjadinya
pembelajaran. Menurut teori Pavlov Pembelajaran yang dikondisikan terjadi jika
stimulus tertentu yang dipasangkan dengan stimulus lain yang mendatangkan tanggapan
yang dikenal menimbulkan tanggapan yang sama jika digunakan sendiri saja. Pavlov
menunjukkan apa yang dimaksudkannya dengan pembelajaran yang dikondisikan dalam

9
berbagai studinya dengan anjing Anjing-anjing itu lapar dan ingin sekali makan. Dalam
eksperimennya, Pavlov membunyikan bel dan kemudian segera memberikan pasta
daging ke lidah anjing-anjing itu, yang menyebabkannya mengeluarkan air liur.
Pembelajaran (pengkondisian) terjadi jika, setelah ulangan bunyi bel yang cukup sering,
yang diikuti hampir segera dengan makanan, bunyi bel itu sendiri menyebabkan anjing-
anjing itu mengeluarkan air liur. Anjing-anjing itu menghubungkan bunyi bel (stimulus
yang dikondisikan) dengan pasta daging (stimulus yang tidak dikondisikan) dan, setelah
berkali-kali memasangkan, akan memberikan respon yang tidak dikondisikan yang sama
(mengeluarkan air liur) terhadap bel itu sendiri seperti yang mereka lakukan dengan
pasta daging. Respon yang tidak dikondisikan terhadap pasta daging menjadi respon
yang terkondisi terhadap bel.

 APLIKASI STRATEGIS PENGKONDISIAN KLASIK


Terdapat tiga konsep pokok yang berasal dari pengkondisian klasik, yaitu:
pengulangan, generalisasi stimulus, dan diskriminasi stimulus. Setiap konsep ini
penting bagi aplikasi perilaku konsumen yang strategis.

1. Pengulangan
Pengulangan dapat meningkatkan kekuatan asosiasi antara stimulus yang
dikondisikan dan memperlambat proses melupakannya. Tetapi, riset mengemukakan
bahwa ada batas pengulangan yang akan membantu ingatan. Walaupun pembelajaran
diperlukan untuk membantu memperkuat ingatan, namun pada titik tertentu apabila
dilakukan melampaui batas, maka tidak akan menghasilkan efek conditioning, bahkan
dapat menimbulkan advertising wearout, yaitu perasaan jenuh yang dapat
menyebabkan kehilangan efek conditioning. Untuk menghindari kebosanan terhadap
sebuah iklan, beberapa pemasar memakai strategi variasi kosmetik dan variasi
substantif. Variasi kosmetik (dengan menggunakan latar belakang yang berbeda, tipe
cetak yang berbeda, juru bicara iklan yang berbeda) sambil mengulang tema iklan
yang sama, sedangkan Variasi substantif adalah berbagai perubahan isi iklan yang
meliputi berbagai versi iklan, dengan tidak ada perubahan ciri-ciri produknya.
Walaupun pengulangan dapat meningkatkan efek conditioning, namun para pemasar
masih berbeda pendapat tentang berapa jumlah pengulangan yang dianggap cukup.
Namun menurut Tree Hit Theory, diperlukan tiga kali penampilan terhadap sebuah
iklan, pertama bertujuan memperkenalkan produk kepada konsumen; yang kedua
bertujuan untuk menyampaikan bagaimana perlunya produk tersebut dan yang ketiga
mengingatkan kepada konsumen terhadap manfaat sebuah produk. Efektifitas sebuah
pengulangan sangat ditentukan oleh kuantitas iklan yang bersaing. Semakin tinggi
persaingan iklan, semakin besar kemungkinan terjadinya gangguan yang dapat
mengakibatkan konsumen.

10
2. Generalisasi Stimulus
Menurut para pakar teori pengkondisian klasik, pembelajaran tidak hanya
tergantung pada pengulangan, tetapi juga pada kemampuan para individu untuk
menggeneralisasikan sebagai contoh, Pavlov menemukan bahwa seekor anjing dapat
belajar mengeluarkan air liur tidak hanya karena bunyi bel. tetapi juga karena bunyi
kunci yang bergemerincing dan hampir sama dengan bunyi bel. Jika kita tidak
sanggup melakukan generalisasi stimulus-yaitu, melakukan reaksi yang sama
terhadap stimulus yang agak berbeda-tidak banyak pembelajaran yang akan terjadi.
Generalisasi stimulus menjelaskan alasan berbagai produk tiruan (me too) sukses di
pasar Para konsumen menggunakan produk-produk tersebut dengan produk asli yang
telah mereka lihat diiklankan. Hal ini juga menjelaskan mengapa pabrikan yang
mempunyai merk sendiri berusaha membuat kemasan mereka serupa betul dengan
merk yang memimpin secara nasional. Mereka mengharapkan agar para konsumen
mengacaukan kemasan mereka dengan merk yang utama dan membeli merek mereka
daripada merk yang utama. Beberapa merk begitu berharga sehingga produk-produk
yang dikemas atau didistribusikan dengan cara yang sama dapat menyebabkan
hilangnya berjuta-juta penjualan"

3. Persan Lini, Bentuk, dan Golongan Produk


Prinsip generalisasi stimulus diterapkan oleh para pemasar pada perluasan lini,
bentuk, dan golongan produk. Dalam memperluas lini produknya, pemasar
menambahkan berbagai produk yang berkaitan ke merek yang sudah mapan, karena
mengetahui bahwa produk baru lebih berkemungkinan untuk diterima jika
dihubungkan dengan merk yang sudah dikenal dan dipercayai. Sebaliknya, akan jauh
lebih sulit mengembangkan merek yang sama sekali baru. Para pemasar tidak hanya
menawarkan perluasan lini produk yang mencakup ukuran yang berbeda warna yang
berbeda, bahkan rasa yang berbeda, mereka juga menawarkan perluasan bentuk
produk (seperti sabun mandi Ivory menjadi kepada sabun cair Ivory dan Ivory shower
gel) dan perluasan golongan produk (pena BIC sekali pakai ke pisau cukur BIC sekali
pakai)Suksesnya strategi ini tergantung pada sejumlah faktor Sebagai contoh, jika
citra merek induk merupakan merk yang berkualitas tinggi para konsumen lebih
berkemungkinan memberikan asosiasi yang positif kepada perluasan golongan yang
baru. Para konsumen cenderung menghubungkan perluasan merek tertentu dengan
berbagai produk lam yang tergabung dalam merk itu. Tylenol pada mulanya
memperkenalkan perluasan lini dengan menyediakan produknya dalam beberapa
bentuk (tablet. kapsul-kapsul gel). kekuatan (biasa, kuat, sangat kuat, dan untuk anak-
anak), dan ukuran kemasan. Produk ini juga telah mengembangkan mereknya
menjadi bermacam-macam obat yang berkaitan untuk pilek, influenza, hidung
tersumbat dan berbagai alergi, selanjutnya melakukan segmentasi lininya untuk orang
dewasa, anak- anak dan bayi.

11
 Pengkondisian Operant (Operant Conditioning)

Pengkondisian operant menjelaskan tentang bagaimana konsumen berperilaku


(tanggapan) sebagai akibat adanya berbagai stimulus yang diterimanya. Tanggapan
atas perilaku konsumen tersebut menarik untuk dianalisis, dipelajari, dipahami, dan
dievaluasi bagi pemasar sebagai bagian dari pengembangan strategi pemasarannya,
utamanya untuk mengetahui bagaimana konsumen dalam memenuhi kebutuhannya,
melakukan proses pencarian atas produk (atau merek), mengonsumsinya, dan
mengevaluasinya untuk tindakan pembelian di masa yang akan datang. Hasil
tanggapan konsumen biasanya terjadi ketika mereka telah memperoleh pengalaman
terhadap produk (merek) tertentu dengan cara pertama kali mencoba (trial and error)
dan dilanjutkan dengan terjadinya hasil memuaskan atau tidak. Jika konsumen merasa
puas atas produk yang dikonsumsinya, maka akan terjadi penguatan tanggapan yang
positif (misalnya perasaan puas, perasaan senang, atau berniat untuk membeli
kembali di masa yang akan datang atau menjadikan perilaku setia terhadap
produk/merek tersebut), dan sebaliknya. Oleh karena itu, pengkondisian operant
merupakan konsep pembelajaran dengan cara menciptakan
keterkaitan/menghubungkan antara tanggapan/respons (misalnya membeli suatu
produk/merek) dan hasilnya (misalnya memuaskan atau tidak puas) yang
menyediakan terjadinya perilaku penguatan atas tanggapan tersebut. Pengkondisian
operant (pembelajaran instrumental) dapat dipahami sebagai pembelajaran
instrumental di mana konsumen sering kali terlebih dahulu melakukan perilaku yang
disengaja seperti melakukan pembelian produk/merek dan selanjutnya melihat
hasilnya atas tanggapan perilaku tersebut dengan memahami penguatannya dalam
memprediksi hasil perilaku yang positif atau negatif (Hawkins & David L.M, 2010).
Pemasar tentunya berharap terjadinya respons perilaku yang positif dari berbagai
stimulus pemasaran yang dilakukan.
Hubungan stimuli dan respons/tanggapan, pemasar mencoba untuk memberikan
pembelajaran kepada konsumen melalui sebuah instrumen tertentu dari program
pemasaran dengan berharap konsumen dapat belajar dan menghasilkan perilaku
seperti yang dikehendaki. Dengan kata lain, pengkondisian operant adalah proses
belajar yang terjadi pada konsumen karena mendapatkan imbalan yang memberikan
penguatan baginya untuk berperilaku. Pengkondisian operant biasanya terjadi dalam
kondisi keterlibatan yang lebih tinggi. Pemasar dapat menggunakan prinsip
pengkondisian operant dalam berbagai kegiatan pemasaran seperti penjualan tatap
muka dan promosi penjualan (kupon, kontes, dan hadiah-hadiah) yang dapat
memberikan konsumen kekuatan untuk memengaruhi keputusan pembelian.
12
 Pembelajaran Kognitif (Cognitive Learning)

Berbeda dengan teori pembelajaran perilaku (pengkondisian klasik & operant)


yang lebih menekankan pada berbagai percobaan yang berulang, teori pembelajaran
kognitif memfokuskan perhatiannya pada aspek mental (situasi pemikiran internal)
konsumen itu sendiri. Pembelajaran kognitif memandang individu konsumen sebagai
orang yang mampu berpikir sendiri untuk memecahkan masalah dan menemukan
solusinya guna memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Realitas kehidupan
memberikan gambaran bahwa banyak proses pembelajaran yang terjadi sebagai hasil
dari pemikiran dan pemecahan masalah oleh individu konsumen sendiri, bahkan pada
dasarnya individu konsumen juga mampu melakukan proses pembelajaran secara
tiba-tiba jika mereka menghadapi suatu permasalahan. Oleh karena itu, pembelajaran
yang prosesnya didasarkan pada kegiatan mental atau tindakan yang terjadi sebagai
hasil pemprosesan mental disebut sebagai pembelajaran kognitif. Intinya, teori
pembelajaran kognitif menekankan pentingnya pemprosesan mental internal.
Perspektif teori ini memandang individu (orang) sebagai pemecah masalah yang
secara aktif menggunakan informasi dari dunia sekitarnya untuk dibawa ke
lingkungan utamanya. Pendukung teori ini juga menekankan pentingnya peranan
faktor kreativitas dan wawasan (pengetahuan) individu yang luas selama proses
pembelajaran. Berikut ini beberapa pendapat ahli perilaku konsumen tentang teori
pembelajaran kognitif. Hawkins & David (2010); bahwa pembelajaran kognitif
mencakup semua aktivitas manusia sebagaimana mereka bekerja untuk memecahkan
masalah atau mengatasi situasi yang dihadapi. Pembelajaran kognitif melibatkan
gagasan belajar, konsep, sikap dan fakta pembelajaran, serta berkontribusi terhadap
kemampuan seseorang untuk berpikir, memecahkan masalah, dan belajar tanpa
pengalaman langsung atau penguatan. Schiffman & Kanuk (2000); menjelaskan teori
pembelajaran kognitif yang menganggap bahwa jenis pembelajaran yang bersifat
paling khas untuk manusia adalah pemecahan masalah, yang memungkinkan para
individu dapat mengendalikan lingkungan mereka. Oleh karenanya, teori
pembelajaran kognitif menyangkut pengolahan mental yang kompleks terhadap
informasi, maka perlu memberikan perhatian yang besar berkaitan dengan bagaimana
informasi diolah oleh pikiran manusia, bagaimana informasi disimpan, dipelihara, dan
diingat Kembali.

7. HUBUNGAN PEMBELAJARAN DENGAN KETERLIBATAN

13
Keterlibatan konsumen adalah tingkat kepentingan atau minat pribadi yang dirasakan
oleh konsumen terhadap akuisisi, konsumsi, dan disposisi suatu barang, jasa atau
gagasan. Ketika keterlibatan meningkat, konsumen memiliki motivasi yang kuat
untuk memperhatikan, memahami, dan mengelaborasi informasi yang terkait dengan
pembelian. Dengan kata lai, semakin tinggi tingkat keterlibatan seseorang, maka
makin tinggi pula tingkat pencarian informasi. Kemudian pada umumnya, konsumen
dikatakan memiliki keterlibatan tinggi terhadap suatu produk apabila produk itu
memenuhi kondisi berikut:

 Produk itu penting bagi konsumen.


Sebuah produk cenderung merupakan produk yang penting bagi konsumen bila:
a) citra diri konsumen tercermin dari produk itu
b) produk itu mahal
c) produk itu memilki beberapa peran fungsional penting
 Produk itu memiliki daya tarik emosional. Konsumen tidak hanya mencari
manfaat fungsional dari suatu produk, tetapi seringkali mencari manfaat yang
mendorong terjadinya respon emosional Misal, kepemilikan motor Harley
 Produk itu diminati konsumen secara terus menerus
 Produk itu memiliki risiko signifikan. Risiko yang dimaksudkan disini meliputi risiko
finansial, risiko teknologi, risiko sosial atau risiko fisik
 Produk itu berkaitan dengan norma kelompok. Bila suatu produk dianggap
merupakan simbul, identitas, norma atau nilai dari suatu kelompok yang
dimasukinya, seseorang akan memiliki keterlibatan tinggi terhadap produk itu.

8. MENGKAJI UKURAN PEMBELAJARAN KONSUMEN

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh para pemasar berusaha untuk


meyakinkan kepada para konsumen bahwa merek mereka adalah yang terbaik dan
produk mereka adalah paling baik dalam memecahkan masalah dan memuaskan
kebutuhan konsumen. Namun untuk mengetahui bagaimana respon konsumen
terhadap semua pesan pembelajaran yang disampaikan, diperlukan ukuran untuk
menilai efektifitas pembelajaran. Menurut Schiffman dan Kanuk (2007) ukuran
pembelajaran dapat dilihat dari ukuran pengenalan dan ingatan, ukuran kognitif serta
ukuran sikap dan perilaku mengenai kesetiaan merek.

• Ukuran Pengenalan dan Ingatan

Untuk mengetahui perhatian seorang konsumen terhadap sebuah iklan, bagaimana


mengingat isinya, dimana mereka membacanya, sikap yang timbul terhadap produk
dan merek serta maksud mereka membeli dapat diketauhi melalui uji pengenalan dan
uji ingatan. Uji pengenalan didasarkan pada ingatan yang dibantu, sedangkan uji
14
ingatan menggunakan ingatan yang tidak dibantu. Pada uji pengenalan, para
konsumen ditunjukkan sebuah iklan dan ditanyakan apakah ia ingat sudah melihatnya
dan dapat mengingat beberapa hal yang menonjol. Pada uji ingatan, konsumen
ditanya apakah ia telah membaca suatu majalah tertentu atau menonton pertunjukkan
televisi tertentu, dan jika sudah, dapatkah mengingat salah satu iklan atau iklan
televisi yang ditonton, produk yang diklankan, merek dan beberapa hal yang
menonjol mengenai iklan tersebut.
Contoh ukuran pengenalan, iklan rokok star mild dengan tag line Losta masta dan
dengan logo gambar bintang jatuh. Para konsumen rokok tahu bahwa hanya Star Mild
yang memiliki logo tersebut, dan tanpa menyebut merek pun tahu bahwa itu produk
rokok star mild. Contoh ukuran ingatan, apabila kita melihat iklan televisi kita akan
mengingat manfaat dari produk iklan tersebut, misalnya minuman sereal “Energen”;
memberi pesan kepada kita bahwa produk ini cocok digunakan pada waktu yang
mendesak, atau tidak sempat sarapan karena proses penyajian nya sangat praktis.
Selain itu, produk ini mempunyai kandungan yang bergizi sehingga sangat baik untuk
dikonsumsi.

• Tanggapan Kognitif Terhadap Iklan

Indikator lain untuk mengetahui hasil pembelajaran konsumen adalah sejauh


mana konsumen mengerti dengan tepat pesan iklan yang diharapkan. Pengertian
merupakan fungsi dari karakteristik pesan, kesempatan dan kemampuan konsumen
untuk mengolah informasi dan motivasi konsumen (tingkat keterlibatan). Untuk
menjamin tingkat pengertian yang tinggi, kebanyakan pemasar melakukan pengujian
teks iklan sebelum iklan tersebut betul-betul dipasang di media (pra pengujian)
maupun setelah terbit (pasca pengujian). Contoh, “iklan Oreo” pada iklan tersebut
bintang iklan memberi tahu konsumen cara makan oreo yang asik itu “diputer, dijilat,
dicelupin”.

• Ukuran Sikap dan Perilaku pada Kesetiaan Merek

Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), ukuran sikap berhubungan dengan


perasaan konsumen secara keseluruhan terhadap produk dan merek serta dan maksud
pembelian mereka, sedangkan ukuran perilaku didasarkan pada berbagai tanggapan
yang dapat diamati terhadap stimuli promosi, perilaku pembelian, dari pada sikap
terhadap produk atau merek. Walaupun terjadi perbedaan cara pandang antara teori
pengkondisian instrumental dan teori pembelajaran kognitif terhadap faktor penentu
kesetiaan terhadap merek, namun kerangka konseptual terpadu memandang kesetiaan
konsumen sebagai hubungan antara sikap relatif individu terhadap entitas tertentu
(merek, pelayanan, toko atau pramuniaga) dan perilaku berlangganan individu

15
tersebut. Sikap relatif konsumen terdiri dari dua dimensi: kekuatan sikap dan tingkah
perbedaan sikap terhadap berbagai merek yang bersaing.
Keterlibatan yang tinggi menimbulkan pencarian informasi yang ekstensif dan
akhirnya kesetiaan kepada merek, sedangkan keterlibatan yang rendah menimbulkan
keterbukaan dan kesadaran terhadap merek dan kemudian mungkin ke kebiasaan
membeli merek tersebut. Karena meningnkatnya kepuasan pelanggan terhadap
produk dan diikuti pembelian berulang, pencarian informasi mengenai berbagai
merek alternatif akan berkurang. Para pemasar tidak hanya tertarik pada cara
bekembangnya kesetiaan terhadap merek tetapi juga pada kapan kesetiaan itu
berkembang. Para pemasar juga tertarik mencari faktor-faktor stimulus apa dalam
promosi mereka yang dapat mempengaruhi perilaku membeli. Tujuan akhir dari
semua kegiatan pemasaran adalah meningkatnya pangsa pasar para konsumen yang
setia kepada merek secara permanen.

9. ISU ISU ETIKA DALAM PEMBELAJARAN KONSUMEN

Ketika kita mendekati isu etis apapun dalam pemasaran, ada tiga hal tradisi etis
ajaran Kant, sejauh mana pihak yang berpartisipasi dihormati sebagai agen yang bebas
dan otonom. dapat mengetahui sejauh mana transaksi memberikan manfaat yang nyata.
Setiap tradisi etis akan bertanya-tanya mengenai nilai lain apa yang dipertaruhkan dalam
sebuah transaksi
Apabila kepuasan konsumen yang sederhana bukanlah ukuran yang pasti dari
manfaat pertukaran di pasar, kita harus bertanya mengenai tujuan akhir dari pemasaran.
Kedua belah pihak dari pertukaran pemasaran tidak mendapat manfaat dalam situasi di
mana salah satu pihak dicederai oleh produk. Produk yang tidak aman tidak dapat
memaksimalkan kebahagiaan secara menyeluruh. Begitu pula kasusnya bahwa konsumen
tidak mendapat manfaat jika keinginannya dicurangi oleh penjual.

Contoh isu : Isu Ledakan Tabung Gas


Kasus ledakan gas yang marak beberapa waktu lalu merupakan salah satu bentuk
kasusmasalah etis seputar konsumen. Pemerintah, walau sudah berusaha untuk
mengurangi kejadian ini,tapi masih belum bisa meredam kejadian yang ada. Bukannya
masyarakat semakin terpacu untukmengkonversi energy tapi malah menjadi takut untuk
melakukan konversi ini. Padahal konsumenadalah pemicu faktor terjualnya produk, tidak
ada konsumen maka tidak akan ada penjualan yangterjadi dan perusahaan tidak akan
mendapat laba jika tidak ada konsumen yang membeli produk mereka. Maka hendaknya
perusahaan makin memperhatikan konsumennya dan tentunyamemberikan hak yang
sesuai kepada konsumennya. Seperti yang diucapkan oleh Presiden John F.Kennedy pada
tahun 1962 kepada Kongres Amerika yang disebut “Special Message on Protectingthe
Consumer Interest”, dimana menetapkan 4 hak yang dimiliki setiap konsumen: the right
to safety,the right to be informed, the right to choose, the right to be heard. Namun hak
16
harus dimengertisecara luas sehingga ada 2 hak lagi yang dikemukan olehnya yaitu hak
lingkungan hidup dan hak atas pendidikan.

 The right to safety (Hak atas keamanan).


Dalam kasus ini, pemerintah dan pelaku bisnis telahgagal memberikan hak atas
keamanan kepada para konsumennya. Tabung gas yang berbahaya hinggamenimbulkan
ledakan dan dapat menyebabkan kematian.

 The right to be informed (Hak atas informasi).


Pemerintah sudah memenuhi hal ini tapisayangnya kurang maksimal. Informasi yang
diberikan kepada masyarakat mencakup segala informasiyang relevan mengenai produk
yang dibelinya, baik apa sesungguhnya produk itu, maupun bagaimanacara memakainya,
maupun resiko yang menyertai pemakaiannya.
 The right to choose (Hak untuk memilih).

Dalam kasus ini, sebagai konsumen, mereka berhakmemilih produk yang mereka beli
sehingga konsumen semestinya boleh memilih dan meminta untukmengecek tabung gas
yang mereka beli, apakah mengalami kebocoran atau tidak.

 The right to be heard (Hak untuk didengarkan).


Tentunya akibat maraknya kasus tabung gasmeledak, maka keluhan dari masyarakat
tentunya harus ditanggapi dengan cepat oleh pemerintah.
 Hak lingkungan hidup.

Konsumen tentunya berhak untuk mendapatkan produk yang ramahterhadap lingkungan.


Dalam konteks kasus, tabung gas yang meledak dapat menimbulkanpencemaran
lingkungan selain menghancurkan lingkungan sekitarnya.

 Hak konsumen atas pendidikan

Konsumen memiliki hak, tapi ia juga harus menyadari akanhak tersebut. Bahkan
menyadari hak saja belum cukup, karena konsumen harus mengemukakan kritikdan
keluhannya, bila haknya dilanggar. Karena itu, konsumen punya hak untuk dididik secara
positifke arah itu. Dengan demikian, konsumen akan menjadi individu yang sadar dan
kritis akan haknya.Dalam konteks ini, konsumen termasuk sudah menyadari hak mereka
untuk menyatakan keluhan dantuntutan terhadap pelaku bisnis akan hak yang semestinya
mereka dapatkan. Konsumen Indonesia termasuk kritis dalam menuntut haknya walau

17
tidak sepenuhnya dalam bentuk yang positif bahkan ada juga respon dalam bentuk yang
negatif.

DAFTAR PUSTAKA

Schiffman, L. G. and L. L. Kanuk. 2007. Consumer Behavior. Ninth Edition. New Jersey:
Pearson Prentice Hall. (Edisi dalam Bahasa Indonesia oleh Zoelkifly Kasip. Jakarta: PT.
Indeks Group Gramedia)
Suryani, T. (2013). Perilaku Konsumen di Era Internet. Yogyakarta : Graha Ilmu
Nugraha, J. P., Alfiah, D., Sinulingga, G., Rojiati, U., Saloom, G., Johannes, R., Batin, M. H.,
Lestari, W. J., Khatimah, H., & Beribe, M. F. B. (2021). Teori Perilaku Konsumen (A.
Jibril (ed.)).Pekalongan : NEM.
Albushairi, S. A., Huda, N., & Rifani, A. (2018). Perilaku Konsumen: Teori dan Aplikasi pada
Riset Pemasaran (1st-Cet.1st ed.). Depok: Rajawali Pers.

18

Anda mungkin juga menyukai