Dosen Pengampu :
Dr. Ni Putu Nita Anggraini, S.E., M.M
OLEH KELOMPOK 4 :
i
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
PEMBAHASAN ...................................................................................................................1
2. DINAMIKA PERSEPSI..................................................................................................2
ii
PEMBAHASAN
A. ARTI PERSEPSI
B. ELEMEN-ELEMEN PERSEPSI
Konsumen sangat selektif terhadap rangsangan yang mereka kenali. Konsumen secara
tidak sadar mengatur rangsangan yang mereka kenali yang secara luas mereka
menafsirkan rangsangan secara subjektif. Pada tataran praktisnya, rangsangan itu akan
menciptakan sebuah respon pada sikap. Sikap konsumen itulah yang kemudian
membentuk sebuah elemen dan aspek dalam persepsi. Pada hakikatnya sikap adalah
merupakan suatu interaksi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen
tersebut menurut Allport (Mar'at, 1991) ada tiga komponen, yaitu:
1
1) Komponen Kognitif yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau
informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya. Dari pengetahuan ini
kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang objek sikap tersebut.
2) Komponen Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi
sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau
sistem nilai yang dimilikinya.
3) Komponen Konatif yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku
yang berhubungan dengan objek sikapnya.
Baron dan Byrne, juga Myers (Gerungan, 1996) menyatakan bahwa sikap itu
mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:
1) Komponen Kognitif (Komponen Perseptual) Komponen yang berkaitan dengan
pengetahuan, pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.
2) Komponen Afektif (Komponen Emosional)
3) Komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap
objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak
senang merupakan hal yang negatif.
4) Komponen Konatif (Komponen Perilaku atau Action Component)
Komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap.
Komponen ini menunjukkan intensitas sikap yaitu menunjukkan besar kecilnya
kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Rokeach
(Walgito, 2003) memberikan pengertian bahwa dalam persepsi terkandung komponen
kognitif dan juga komponen konatif, yaitu sikap merupakan predisposing untuk
merespon dan untuk berperilaku. Ini berarti bahwa sikap berkaitan dengan perilaku,
sikap merupakan predisposisi untuk berbuat atau berperilaku. Dari batasan ini juga dapat
dikemukakan bahwa persepsi mengandung komponen kognitif, komponen afektif dan
juga komponen konatif, yaitu merupakan kesediaan untuk bertindak atau berperilaku.
Sikap seseorang pada suatu obyek sikap merupakan manifestasi dari konstelasi ketiga
komponen tersebut yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan dan
berperilaku terhadap objek sikap. Ketiga komponen itu saling berinterelasi dan konsisten
satu dengan lainnya. Jadi, terdapat pengorganisasian secara internal di antara ketiga
komponen tersebut.
2. DINAMIKA PERSEPSI
2
dan intensitas memasukan alat panca indera. Kita sekarang sampai pada salah satu
prinsip persepsi yang utama: Masukan pancaindera yang mentah saja tidak
menghasilkan atau menjelaskan gambar yang masuk akal mengenai dunia yang dimiliki
kebanyakan orang dewasa. Memang, studi mengenai persepsi sebagian besar merupakan
studi mengenai hal- hal yang kita tambahkan pada atau kita kurangi di bawah sadar dari
masukan pancaindera yang masih mentah untuk menghasilkan gambar pribadi kita
sendiri mengenai dunia. Manusia terus menerus dihujani oleh stimuli setiap menit dan
setiap jam setiap hari.
Dunia panca indera merupakan sejumlah sensasi yang berlainan dan hampir tidak
terbatas dan terus menerus mengalami perubahan yang hampir tidak setara.Menurut
prinsip-prinsip sensasi, stimuli yang intensif akan "memantul" dari kebanyakan individu,
yang secara bawah sadar akan merintangi (yaitu menyesuaikan diri dengan) penerimaan
atas hujan stimuli. Jika tidak demikian, bermilyar-milyar stimulus yang berbeda yang
terus menerus kita terima akan benar-benar membingungkan dan tidak henti-hentinya
menyesatkan kita di lingkungan yang terus menerus berubah tetapi tidak satupun
konsekuensi itu yang cenderung terjadi, karena. persepsi tidak merupakan fungsi dari
masukan panca indera saja. Sebaliknya, persepsi adalah hasil dari dua macam masukan
berbeda dan berinteraksi untuk membentuk gambaran pribadi-persepsi yang dialami
setiap individu. Salah satu tipe, masukan adalah stimuli fisik dari lingkungan luar tipe
masukan lainnya diberikan oleh individu sendiri dalam bentuk kecenderungan tertentu
(harapan,motif dan pengetahuan) yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya.
Kombinasi kedua tipe masukan yang sangat berbeda ini menghasilkan bagi kita
gambaran yang Sangat pribadi dan sangat Khusus mengenai dunia. Karena setiap orang
merupakan, individu yang unik dengan pengalaman, kebutuhan, keinginan, dan harapan
yang unik, maka persepsi setiap individu juga unik. Hal ini menjelaskan mengapa tidak
ada dua orang yang melihat dunia dengan cara yang persis sama. Individu sangat selektif
mengenai stimuli mana yang mereka akui secara tidak sadar mereka mengorganisir
stimuli yang benar-benar mereka akui menurut prinsip. prinsip psikologis yang dipegang
secara luas dan mereka menginterpretasikan stimuli tersebut (mereka memberikan arti
pada stimuli tersebut) secara subjektif sesuai dengan kebutuhan, harapan, dan
pengalaman mereka.
Pemetaan terhadap persepsi merupakan suatu teknik yang bisa digunakan oleh para
pemasar untuk mengetahui bagaimana produk, jasa, merek toko, ataupun perusahaan
mereka dipersepsikan oleh konsumen. Pemetaan ini dilakaukan ketika pemasar
menghubungkan merek produknya dengan merek pesaing untuk atribut yang relevan.
Teknik ini memungkinkan pemasar seolah-olah dapat melihat jurang yang terdapat
dalam pemosisian mereknya. Dengan teknik ini bisa pula diketahui pada area mana
3
konsumen belum terpenuhi. Produk dan merek memiliki nilai simbolis bagi individu
yang menilainya atas dasar kesesuaian dengan gambaran pribadi mereka mengenai diri
sendiri. Beberapa produk kelihatan cocok dengan citra diri seorang individu, yang
lainnya kemungkinan tidak cocok. Para konsumen berusaha memelihara atau
meningkatkan citra diri mereka dengan membeli berbagai produk dan akhirnya
berlanggan, yang menurut keyakinan mereka sesuai dengan citra diri mereka dan
tentunya menghindari yang tak sesuai dengannya, berikut beberapa teknik :
4
pembelian. Konsumen yang mempunyai citra positif terhadap merek cenderung memilih
merek tersebut dalam pembelian.
4) CITRA PERUSAHAAN
Perilaku konsumen ini tidak terlepas dari proses konsumsi yang prosesnya dapat
dilihat dari perspektif konsumen maupun pemasar. Merujuk pada pendapat Solomon
(2011) dalam (Suryani, 2013) dan jika dikaitkan dengan isu perilaku konsumen di
Indonesia terdapat tiga isu penting dalam proses ini, yaitu:
1) Proses sebelum membeli.
Dari perspektif konsumen Isu utamanya adalah :
Bagaimana konsumen menyadari dan memutuskan bahwa mereka
membutuhkan suatu produk ?
Sumber informasi manakah yan terbaik yang dapat dipelajari dan
menyediakan alternative untuk pengambilan keputusan ?
5
Dari perspektif pemasar
Bagaimana membentuk dan mengubah sikap konsumen terhadap produk yang
ditawarkan ?
Apa yang harus diupayakan agar konsumen mengerti bahwa produk yang
ditawarkan memiliki nilai yang lebih daripada produk lain yang ada di pasar ?
6
Ketiga isu tersebut yang akan menjadi bahan pertimbangan konsumen di satu sisi,
dan menjadi pemikiran bagi pemasar dalam menyusun strategi pemasarannya. Merujuk
pada beberapa pengertian tentang perilaku konsumen sebagaimana diuraikan
sebelumnya, maka memahami perilaku konsumen bukanlah suatu pekerjaan yang mudah
karena banyaknya variabel yang mempengaruhi dan variabel-variabel tersebut saling
berinteraksi. Interaksi tidak hanya di dalam diri individu, tetapi juga interaksi yang
terjadi antar individu konsumen dalam suatu kelompok atau masyarakat. Perilaku
konsumen merupakan proses yang kompleks dan multidimensional.
Di dalam mempelajari perilaku konsumen ini pemasar tidak hanya berhenti pada
perilaku konsumen semata saja namun juga perlu mengaitkannya dengan strategi
pemasaran yang akan disusun. Strategi pemasaran yang baik pada hakekatnya
didasarkan pada kebutuhan dan keinginan konsumen. Perusahaan yang mampu
memahami perilaku konsumen akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar
karena dapat menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat memberikan
kepuasan yang lebih baik dibandingkan pesaing.
A. ARTI PEMBELAJARAN
Pembelajaran (learning) dalam perspektif pemasaran dapat diartikan
sebagai sebuah proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan dan
pengalaman pembelian dan konsumsi yang akan diterapkan pada perilaku yang
terkait dimasa yang akan datang (Schiffman dan Kanuk, 2007). Menurut Solomon
(1999). pembelajaran adalah perubahan perilaku yang relatif permanen yang
diakibatkan oleh pengalaman. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995),
pembelajaran adalah suatu proses dimana pengalaman akan membawa kepada
perubahan pengetahuan, sikap dan atau perilaku. Menurut Mowen dan Minor
(2002) pembelajaran perilaku merupakan sebuah proses di mana pengalaman
dengan lingkungan mengarah pada perubahan perilaku yang relatif permanen atau
potensial terhadap perubahan seperti itu. setiadi (2013) mengatakan bahwa
pembelajaran dapat dipandang sebagai suatu proses di mana pengalaman
menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan/atau perilaku.
Dari beberapa pengertian proses belajar di atas dapat diketahui bahwa
proses belajar konsumen pada dasarnya merupakan sebuah proses yang terus
berubah dan berkembang karena adanya pengetahuan yang baru diperoleh dari
berbagai bentuk serta dari proses berpikir atau pengalaman yang dialami sendiri.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), istilah pembelajaran meliputi semua
bentuk pembelajaran, dari respon yang sederhana dan hampir tidak disengaja
7
sampai ke pembelajaran berbagai konsep yang abstrak dan pemecahan masalah
yang rumit. Walaupun terdapat perbedaan pandangan dari pakar teori
pembelajaran, namun pada umumnya mereka sepakat bahwa proses pembelajaran
dapat terjadi melalui motivasi, isyarat, tanggapan dan penguatan.
B. MOTIVASI
Motivasi didasarkan pada kebutuhan dan sasaran serta merupakan
pembelajaran. Seorang konsumen yang sangat memperhatikan kesehatan untuk
keluarganya, akan terdorong/termotivasi untuk mempelajari dan mencari
informasi mengenai pencegahan berbagai penyakit dan sabun apa yang cocok
untuk keluarganya. Dan para ibu cenderung akan memilih sabun yang mempunyai
kandungan anti bakteri dan virus seperti Lifebuoy, Dettol atau Nuvo. Sebaliknya,
seorang ibu yang tidak terlalu memperhatikan hal ini, tentu tidak akan tertarik dan
mungkin akan mengabaikan informasi yang berkaitan mengenai hal ini. Tingkat
keterkaitan, atau keterlibatan, menentukan tingkat motivasi konsumen untuk
mencari pengetahuan atau informasi mengenai suatu produk atau jasa.
Menentukan motif konsumen merupakan salah satu tugas utama para pemasar,
yang kemudian berusaha mengajar konsumen yang termotivasi mengapa dan
bagaimana produk mereka dapat memenuhi kebutuhan para konsumen.
C. ISYARAT (CUES)
Isyarat merupakan stimuli yang memberikan arah berbagai motif atau
dengan kata lain isyarat membantu mengarahkan dorongan konsumen jika
konsisten dengan harapan-harapan konsumen. Cara bereaksi para individu
terhadap dorongan atau isyarat serta bagaimana mereka berperilaku akan
membentuk respon. Harga, gaya, kemasan, iklan, dan penataan toko menjadi
isyarat untuk membantu para konsumen memenuhi kebutuhan mereka dengan
cara yang spesifik menurut produk. Sebagai contoh: “Toko perlengkapan bayi”
yang ditata dengan rapi, cat toko yang berwarna cerah disertai dengan gambar-
gambar kartun yang lucu. Selain itu harga dari produk itu pun terjangkau sehingga
calon konsumen tertarik untuk membeli produk di toko tersebut.
D. RESPON
Bagaimana cara bereaksi para individu terhadap dorongan atau isyarat
serta bagaimana mereka berperilaku akan membentuk respon mereka.
Pembelajaran dapat terjadi bahkan ketika tanggapan tidak jelas. Isyarat
memberikan beberapa petunjuk, tetapi banyak terdapat isyarat yang bersaing
menarik perhatian konsumen. Contoh: iklan produk “Happy Call” di TV,
menawarkan produk untuk calon konsumen dan diharapkan calon konsumen
8
tertarik, merespon produk tersebut dan menghubungi kontak yang telah
disediakan.
E. PENGUATAN (REINFORCEMENT)
Penguatan adalah sesuatu yang akan meningkatkan kecenderungan
seseorang konsumen untuk berperilaku dimasa yang akan datang karena adanya
berbagai isyarat atau stimulus khusus. Contoh: Sebuah Rumah Makan yang dapat
menyajikan menu makanannya sangat enak dan pelayanan yang sangat
memuaskan akan membentuk pembelajaran melalui penguatan yang positif.
9
berbagai studinya dengan anjing Anjing-anjing itu lapar dan ingin sekali makan. Dalam
eksperimennya, Pavlov membunyikan bel dan kemudian segera memberikan pasta
daging ke lidah anjing-anjing itu, yang menyebabkannya mengeluarkan air liur.
Pembelajaran (pengkondisian) terjadi jika, setelah ulangan bunyi bel yang cukup sering,
yang diikuti hampir segera dengan makanan, bunyi bel itu sendiri menyebabkan anjing-
anjing itu mengeluarkan air liur. Anjing-anjing itu menghubungkan bunyi bel (stimulus
yang dikondisikan) dengan pasta daging (stimulus yang tidak dikondisikan) dan, setelah
berkali-kali memasangkan, akan memberikan respon yang tidak dikondisikan yang sama
(mengeluarkan air liur) terhadap bel itu sendiri seperti yang mereka lakukan dengan
pasta daging. Respon yang tidak dikondisikan terhadap pasta daging menjadi respon
yang terkondisi terhadap bel.
1. Pengulangan
Pengulangan dapat meningkatkan kekuatan asosiasi antara stimulus yang
dikondisikan dan memperlambat proses melupakannya. Tetapi, riset mengemukakan
bahwa ada batas pengulangan yang akan membantu ingatan. Walaupun pembelajaran
diperlukan untuk membantu memperkuat ingatan, namun pada titik tertentu apabila
dilakukan melampaui batas, maka tidak akan menghasilkan efek conditioning, bahkan
dapat menimbulkan advertising wearout, yaitu perasaan jenuh yang dapat
menyebabkan kehilangan efek conditioning. Untuk menghindari kebosanan terhadap
sebuah iklan, beberapa pemasar memakai strategi variasi kosmetik dan variasi
substantif. Variasi kosmetik (dengan menggunakan latar belakang yang berbeda, tipe
cetak yang berbeda, juru bicara iklan yang berbeda) sambil mengulang tema iklan
yang sama, sedangkan Variasi substantif adalah berbagai perubahan isi iklan yang
meliputi berbagai versi iklan, dengan tidak ada perubahan ciri-ciri produknya.
Walaupun pengulangan dapat meningkatkan efek conditioning, namun para pemasar
masih berbeda pendapat tentang berapa jumlah pengulangan yang dianggap cukup.
Namun menurut Tree Hit Theory, diperlukan tiga kali penampilan terhadap sebuah
iklan, pertama bertujuan memperkenalkan produk kepada konsumen; yang kedua
bertujuan untuk menyampaikan bagaimana perlunya produk tersebut dan yang ketiga
mengingatkan kepada konsumen terhadap manfaat sebuah produk. Efektifitas sebuah
pengulangan sangat ditentukan oleh kuantitas iklan yang bersaing. Semakin tinggi
persaingan iklan, semakin besar kemungkinan terjadinya gangguan yang dapat
mengakibatkan konsumen.
10
2. Generalisasi Stimulus
Menurut para pakar teori pengkondisian klasik, pembelajaran tidak hanya
tergantung pada pengulangan, tetapi juga pada kemampuan para individu untuk
menggeneralisasikan sebagai contoh, Pavlov menemukan bahwa seekor anjing dapat
belajar mengeluarkan air liur tidak hanya karena bunyi bel. tetapi juga karena bunyi
kunci yang bergemerincing dan hampir sama dengan bunyi bel. Jika kita tidak
sanggup melakukan generalisasi stimulus-yaitu, melakukan reaksi yang sama
terhadap stimulus yang agak berbeda-tidak banyak pembelajaran yang akan terjadi.
Generalisasi stimulus menjelaskan alasan berbagai produk tiruan (me too) sukses di
pasar Para konsumen menggunakan produk-produk tersebut dengan produk asli yang
telah mereka lihat diiklankan. Hal ini juga menjelaskan mengapa pabrikan yang
mempunyai merk sendiri berusaha membuat kemasan mereka serupa betul dengan
merk yang memimpin secara nasional. Mereka mengharapkan agar para konsumen
mengacaukan kemasan mereka dengan merk yang utama dan membeli merek mereka
daripada merk yang utama. Beberapa merk begitu berharga sehingga produk-produk
yang dikemas atau didistribusikan dengan cara yang sama dapat menyebabkan
hilangnya berjuta-juta penjualan"
11
Pengkondisian Operant (Operant Conditioning)
13
Keterlibatan konsumen adalah tingkat kepentingan atau minat pribadi yang dirasakan
oleh konsumen terhadap akuisisi, konsumsi, dan disposisi suatu barang, jasa atau
gagasan. Ketika keterlibatan meningkat, konsumen memiliki motivasi yang kuat
untuk memperhatikan, memahami, dan mengelaborasi informasi yang terkait dengan
pembelian. Dengan kata lai, semakin tinggi tingkat keterlibatan seseorang, maka
makin tinggi pula tingkat pencarian informasi. Kemudian pada umumnya, konsumen
dikatakan memiliki keterlibatan tinggi terhadap suatu produk apabila produk itu
memenuhi kondisi berikut:
15
tersebut. Sikap relatif konsumen terdiri dari dua dimensi: kekuatan sikap dan tingkah
perbedaan sikap terhadap berbagai merek yang bersaing.
Keterlibatan yang tinggi menimbulkan pencarian informasi yang ekstensif dan
akhirnya kesetiaan kepada merek, sedangkan keterlibatan yang rendah menimbulkan
keterbukaan dan kesadaran terhadap merek dan kemudian mungkin ke kebiasaan
membeli merek tersebut. Karena meningnkatnya kepuasan pelanggan terhadap
produk dan diikuti pembelian berulang, pencarian informasi mengenai berbagai
merek alternatif akan berkurang. Para pemasar tidak hanya tertarik pada cara
bekembangnya kesetiaan terhadap merek tetapi juga pada kapan kesetiaan itu
berkembang. Para pemasar juga tertarik mencari faktor-faktor stimulus apa dalam
promosi mereka yang dapat mempengaruhi perilaku membeli. Tujuan akhir dari
semua kegiatan pemasaran adalah meningkatnya pangsa pasar para konsumen yang
setia kepada merek secara permanen.
Ketika kita mendekati isu etis apapun dalam pemasaran, ada tiga hal tradisi etis
ajaran Kant, sejauh mana pihak yang berpartisipasi dihormati sebagai agen yang bebas
dan otonom. dapat mengetahui sejauh mana transaksi memberikan manfaat yang nyata.
Setiap tradisi etis akan bertanya-tanya mengenai nilai lain apa yang dipertaruhkan dalam
sebuah transaksi
Apabila kepuasan konsumen yang sederhana bukanlah ukuran yang pasti dari
manfaat pertukaran di pasar, kita harus bertanya mengenai tujuan akhir dari pemasaran.
Kedua belah pihak dari pertukaran pemasaran tidak mendapat manfaat dalam situasi di
mana salah satu pihak dicederai oleh produk. Produk yang tidak aman tidak dapat
memaksimalkan kebahagiaan secara menyeluruh. Begitu pula kasusnya bahwa konsumen
tidak mendapat manfaat jika keinginannya dicurangi oleh penjual.
Dalam kasus ini, sebagai konsumen, mereka berhakmemilih produk yang mereka beli
sehingga konsumen semestinya boleh memilih dan meminta untukmengecek tabung gas
yang mereka beli, apakah mengalami kebocoran atau tidak.
Konsumen memiliki hak, tapi ia juga harus menyadari akanhak tersebut. Bahkan
menyadari hak saja belum cukup, karena konsumen harus mengemukakan kritikdan
keluhannya, bila haknya dilanggar. Karena itu, konsumen punya hak untuk dididik secara
positifke arah itu. Dengan demikian, konsumen akan menjadi individu yang sadar dan
kritis akan haknya.Dalam konteks ini, konsumen termasuk sudah menyadari hak mereka
untuk menyatakan keluhan dantuntutan terhadap pelaku bisnis akan hak yang semestinya
mereka dapatkan. Konsumen Indonesia termasuk kritis dalam menuntut haknya walau
17
tidak sepenuhnya dalam bentuk yang positif bahkan ada juga respon dalam bentuk yang
negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Schiffman, L. G. and L. L. Kanuk. 2007. Consumer Behavior. Ninth Edition. New Jersey:
Pearson Prentice Hall. (Edisi dalam Bahasa Indonesia oleh Zoelkifly Kasip. Jakarta: PT.
Indeks Group Gramedia)
Suryani, T. (2013). Perilaku Konsumen di Era Internet. Yogyakarta : Graha Ilmu
Nugraha, J. P., Alfiah, D., Sinulingga, G., Rojiati, U., Saloom, G., Johannes, R., Batin, M. H.,
Lestari, W. J., Khatimah, H., & Beribe, M. F. B. (2021). Teori Perilaku Konsumen (A.
Jibril (ed.)).Pekalongan : NEM.
Albushairi, S. A., Huda, N., & Rifani, A. (2018). Perilaku Konsumen: Teori dan Aplikasi pada
Riset Pemasaran (1st-Cet.1st ed.). Depok: Rajawali Pers.
18