Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SENSASI DAN PERSEPSI

Makalah Yang Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah


Psikologi Kognitif Pendidikan Matematika
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Dwi Juniati, M.Si.

Oleh:

SYAMSULRIZAL (21070936009)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI S3 PENDIDIKAN MATEMATIKA
2021
SENSASI DAN PERSEPSI

A. SENSASI
Sensasi adalah tahap pertama stimuli mengenai indra individu. Sensasi berasal dari
kata “sense” yang artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan
lingkungannya. Menurut Dennis Coon (1977), “Sensasi adalah pengalaman elementer yang
segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal. Simbolis, atau konseptual, dan terutama
sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera.”

Definisi sensasi, fungsi alat indera dalam menerima informasi dari lingkungan sangat
penting. Individu mengenal lima alat indera atau pancaindera. Individu mengelompokannya
pada tiga macam indera penerima, sesuai dengan sumber informasi. Sumber informasi boleh
berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari dalam diri (internal). Informasi dari luar diindera
oleh eksteroseptor (misalnya, telinga atau mata). Informasi dari dalam diindera oleh
ineroseptor (misalnya, system peredaran darah). Gerakan tubuh individu sendiri diindera oleh
propriseptor (misalnya, organ vestibular).

Terjadinya proses sensasi ini disebabkan ketika alat pengindra kita


merangsang sesuatu yang dirasakan atau dilihat kemudian dipahami di otak kita apa yang
dirasakan atau dilihat dan didengar. Sensasi dapat dikatakan sebagai proses menangkap
stimuli. Ketika seorang siswa tampil depan kelas, maka stimuli yang ditangkap teman-teman
kelasnya adalah sosok tubuhnya oleh indera mata, kemudian setelah mempresentasikan, siswa
lainya menangkap stimuli suaranya (oleh indra pendengaran), dan bagi siswa yang dekat
duduknya akan menerima stimuli aromanya (oleh indra penciuman).

Jadi stimuli itu adalah rangsangan. alat indera kita menangkap satu persatu dari apa
yang dirasa atau dilihat dan didengar. Sehingga apa yang kita rasakan atau dilihat maka
kita mengetahui karakter orang tersebut yang kita lihat atau dirasa dan didengar. Kita bisa
menggunakan mata,peraba dan pendengaran untuk mengetahui hal tersebut.
Dalam proses kerjanya sistem sensasi ini dikerjakan dalam sebuah proses mendeteksi
sejumlah rangsang sebagai bahan informasi yang diubah menjadi implus saraf dan dikirim
ke otak melalui benang-benang saraf. Jadi secara sederhana proses sensasi ini diartikan
sebagai alat penerima (reseptor) sejumlah rangsang yang akan diteruskan ke otak yang
kemudian akan menyeleksi rangsang yang diterima tersebut (Abdul Rahman Shaleh,
2008).
Apa saja yang menyentuh alat indera dari dalam atau dari luar disebut stimuli. Saat ini
kita sedang mengajar diruangan kelas (stimuli eksternal), padahal pikiran kita sedang
diganggu oleh perjanjian sewa rumah yang habis waktu hari ini yang sudah 3 bulan
menunggak. (stimuli internal). Anda serentak menerima dua macam stimuli. Alat indera
anda segera mengubah stimuli ini menjadi energi saraf untuk disampaikan ke otak melalui
transduksi. Agar dapat diterima pada alat indera, stimuli harus cukup kuat. Batas minimal
intensitas stimuli disebut ambang mutlak (Jalaluddin Rahmat, 2007).

B. PERSEPSI

Persepsi merupakan proses aktif memilah, menata dan menafsirkan orang, obyek,

kejadian, situasi dan aktivitas (Wood, 1997: 47). Manusia memilah hanya hal ihwal tertentu

dalam hidup mereka, lalu menata dan menafsirkannya secara selektif. Persepsi membentuk

bagaimana manusia memahami orang lain dan dunianya sekaligus berbagai pilihan yang

diambil dalam hidup mereka. Contohnya, bila seseorang beranggapan (perceive) orang lain

sebagai bermusuhan atau menentangnya, maka ia bisa berinteraksi secara defensif atau

meminimalkan komunikasi. Dengan sendirinya, persepsi memotivasi seseorang untuk

bersikap dan bertindak dalam sebagian besar aktivitas hidupnya.

Sementara itu, persepsi dan motivasi tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling

mempengaruhi. Persepsi membentuk pandangan seseorang terhadap orang lain, dunia dan

segala isinya. Pada gilirannya, pandangan personal ini memotivasi seseorang untuk

berpendirian dan bertindak tertentu. Ihwal Public Relations (PR) misalnya, telah menciptakan

semacam polarisasi tertentu di lingkungan civitas akademik. Meskipun duduk dan menimba

ilmu tentang PR di bangku yang sama, pandangan mereka terhadap PR akan berbeda-beda.

Persepsi terdiri dari tiga proses yang saling berkaitan, yakni seleksi, organisasi dan

interpretasi (Wood, 1997). Ketiga proses ini bercampur jadi satu. Manusia menata persepsi

bahkan seperti mereka memilah apa yang dirasakan sekaligus menafsirkan dengan cara

tertentu. Tiap proses mempengaruhi dua proses lainnya. Apa yang dicantumkan mengenai
orang, dunia dan segala isinya mempengaruhi bagaimana seseorang menafsirkan semua itu.

Interpretasi terhadap suatu situasi mengarahkan seseorang untuk secara selektif

mencantumkan aspek-aspek setting tertentu, bukan yang lain.

Seleksi adalah proses memilah-milah hal-ihwal apa saja yang dirasa penting dan

berkaitan langsung dengan sesuatu yang tengah dipersepsi. Membaca buku teks Public

Relations misalnya, tidak semua isi buku dibaca, karena seseorang hanya perlu berfokus pada

informasi penting yang menjadi substansi buku teks.

Organisasi adalah proses menata persepsi dengan cara yang bermakna, bukan secara

acak. Konstruktivisme adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kita menata dan

menafsirkan pengalaman dengan menerapkan struktur- struktur kognitif yang disebut

schemata. Manusia mengandalkan empat schemata untuk memahami fenomena: prototype,

konstruk pribadi, stereotype dan script.

Interpretasi adalah proses subyektif menciptakan penjelasan-penjelasan bagi apa yang

seseorang amati dan alami. Interpretasi terdiri dari atribusi dan bias pribadi. Atribusi adalah

penjelasan-penjelasan mengenai mengapa segala sesuatunya terjadi dan mengapa orang-orang

bertindak tertentu (Heider, dan Kelley dalam Wood, 1997: 54). Atribusi memiliki tiga

dimensi, fokus internal- eksternal yang mempertalikan apa yang seseorang lakukan entah

dengan faktor-faktor internal ataupun eksternal. Dimensi kedua ialah stabilitas yang

menjelaskan tindakan-tindakan sebagai hasil faktor-faktor stabil yang tak berubah atau

kejadian-kejadian sesaat. Dimensi kontrol mempertalikan tanggung jawab akan tindakan-

tindakan entah dengan orang ataupun faktor- faktor di luar kontrol pribadi mereka.

Manusia cenderung membentuk atribusi-atribusi tertentu yang melayani kepentingan

pribadi mereka (Hamachek, dan Sypher dalam Wood, 1997: 54). Manusia cenderung

membuat atribusi-atribusi internal dan stabil bagi tindakan dan keberhasilan positif mereka.

Mereka bisa mengklaim bahwa hasil-hasil bagus hadir karena kontrol pribadi mereka. Inilah
bias pribadi.

Jadi, persepsi seseorang mengenai orang lain atau suatu fenomena lebih dipengaruhi

oleh faktor-faktor fisiologis, harapan, kemampuan kognitif dan faktor-faktor budaya.

Perbedaan persepsi lebih ditentukan oleh kemampuan inderawi dan fisiologi. Keadaan

fisiologis (lelah, stress, sakit, sehat, bahagia dan sejenisnya) juga berpengaruh terhadap

persepsi. Selain itu, faktor usia juga berdampak pada persepsi. Sementara, harapan dimengerti

sebagai visualisasi positif, yang merupakan teknik yang digunakan untuk membentuk

gambaran mental mengenai diri sendiri dan menerapkannya dalam situasi yang tepat.

Kemampuan kognitif adalah ketrampilan pribadi yang melekat pada diri seseorang

dalam proses interaksi sosial. Kemampuan kognitif meliputi kompleksitas kognitif dan

keterfokusan pribadi. Kompleksitas kognitif merujuk pada jumlah konstruk yang digunakan,

seberapa abstrak konstruk- konstruk itu dan bagaimana konstruk-konstruk itu berinteraksi

membentuk persepsi. Keterfokusan pribadi (person centeredness) adalah kemampuan

merasakan orang lain sebagai individu yang unik, mirip empati.

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi menurut Walgito (1992: 70-71), yaitu:

a) Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indra atau reseptor. Stimulus dapat datang

dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang

bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor, namun

sebagian terbesar stimulus datang dari luar individu.

b) Alat indera, syaraf dan pusat susunan syaraf

Alat indra atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu juga harus

ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat

susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon
diperlukan syaraf motoris.

c) Perhatian

Untuk menyadari persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu langkah pertama sebagai suatu

persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau

konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan

objek.

b. Proses Persepsi

Kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi di atas maka dikatakan

bahwa proses persepsi meliputi empat langkah yaitu:

1. Proses masukan, yaitu proses dimulainya suatu permintaan rangsang.


2. Selektivitas, yaitu dalam menerima rangsangan kemampuan manusia terbatas artinya
manusia memberikan perhatian pada rangsangan inti saja.
3. Proses penutupan, yaitu keadaan seseorang dalam menerima rangsangan selalu terbatas,
terhadap masalah selalu mengisi apa yang masih luang dengan pengalamannya sendiri.
Hal ini terjadi bila ia sudah merasa bahwa ia sudah memahami situasi.
4. Konteks, persepsi terjadi dalam suatu kesatuan dalam suatu konteks isi kesatuan atau
konteks dapat berupa faktor bentuk fisik, konteks emosional, dan lingkungan sosial.
(Adam Ibrahim; 1983)

Seseorang dalam mempersepsikan suatu obyek, tentu saja tidak terlepas dari suatu

proses di atas. Hal ini sejalan dengan pendapat Mendikbud (1984: 84) yang mengemukakan

proses persepsi meliputi:

1. Menghimpun, proses persepsi dimulai dengan menghimpun informasi yang datang dari
luar melalui indera.
2. Seleksi, individu menyeleksi setiap stimulus yang masuk, maka yang menjadi perhatian
utama.
3. Mencampur, dalam proses ini pada intinya proses persepsi adalah kreatif.
4. Mengorganisir, informasi yang telah dilengkapi diorganisir ke dalam bentuk yang
tersusun agar lebih bermakna.
5. Menginterprestasi, informasi yang telah terpola ke dalam suatu yang bermakna intinya
kode pokok dari pesan telah dikirim.
Proses Persepsi

Input Out Put


Faktor-faktor
persepsi :
Observasi - Keadaan Evaluasi dan
Stimulus Perilaku
stimulus - Kebutuhan penafsiran
- Emosi
- Konsep diri

Gambar 1 Proses terjadinya persepsi

PENGENALAN OBJEK

Kemampuan mengenali jenis – jenis objek yang familiar merupakan suatu


karakteristik mengagumkan yang dimiliki manusia. Pengenalan tersebut merupakan
kemampuan kognitif yang pada umumnya dilakukan secara cepat dan tanpa banyak usaha.
Adanya pengenalan pola (pattern recognition) melibatkan sebuah interaksi rumit antara
sensasi, persepsi, memori, dan pencarian kognitif dengan tujuan pengenalan terhadap pola
tersebut.
Masing – masing sudut pandang memiliki kesamaan dasar teori satu sama lain,
sedangkan perbedaan yang ada akan menyediakan sebuah kerangka organsiasional. Seorang
konstruktivis akan menyatakan bahwa otak bersifat interpretatif. Otak menggunakan
heuristik dan algoritma untuk memproses sinyal – sinyal informasi. Namun diantara
keduanya otak cenderung mengandalkan heuristik sehingga akan sering membuat
kekeliruan. Kekeliruan tersebut umumnya bersumber pada ilusi perseptual yang
menyebabkan individu melihat yang sesungguhnya tidak ada di dunia fisik. Jenis ilusi
menggambarkan cara pikiran mengorganisasikan stimuli visual sekaligus menggambarkan
pentingnya pikiran dalam pengenalan objek adalah ilusi yang disebut kontur ilusoris
(ilusory contour). Dalam kontur ilusoris ini terdapatinhibisi lateral (lateral inhibition)
yakni tendensi dari elemen – elemen neural yang saling berdekatan dalam retina untuk
merintangi sel - sel di sekelilingnya, sehingga memperkuat kesan terhadap kontur. Para
psikolog Gestalt mengajukan argumen bahwa manusia membentuk ilusi – ilusi subjektif
karena adanya figur sederhana dan familiar dalam wujud yang baik di sebuah lingkungan.
Gagasan ini dikenal sebagai hukum Prägnanz dan dianggap hukum utama persepsi
Gestalt.

Proses informasi bottom up dan Proses informasi top down


Terdapat dua macam teori yang dapat menjelaskan hal ini, teori yang pertama adalah
pemprosesan bottom-up, dan teori yang kedua adalah pemprosesan top-down.
1. Pemprosesan Bottom-Up : Adalah teori yang mengajukan gagasan bahwa proses
pengenalan suatu objek diawali dengan indentifikasi kita terhadap bagian-bagain spesifik
dari suatu objek yang kita amati, yang menjadi landasan bagi pengenalan objek tersebut
secara kesuluruhan. Contohnya seperti hal yang diatas, kita dapat mengetahui ayah kita
hanya dengan melihat sekilas anggota tubuhnya tanpa melihat keseluruhan, nah, mengapa
kita dapat mengenali ayah kita secara langsung hanya dengan melihat sekilas anggota
tubuhnya ?? karena kita melakukan proses identifikasi terhadap bagian-bagian spesifik
terhadap objek yang kita amati (ayah kita). Proses yang seperti ini masuk dalam teori
bottom-up.
2. PemprosesanTop-Down : Adalah teori yang menyatakan bahwa proses pengenalan suatu
objek yang kita amati adalah diawali dengan oleh suatu hipotesis mengenai identitas
suatu pola (objek yang diamati), yang diikuti oleh pengenalan bagian-bagian pola
tersebut berdasarkan asumsi yang telah dibuat sebelumnya.
Palmer (1975b) menyatakan bahwa dalam sebagian besar situasi, interpretasi terhadap
bagian-bagian dan keseluruhan pola terjadi secara bersamaan antara bottom-up dan top-down.
Palmer mencontohkan dalam pengenalan bagian-bagian suatu wajah dengan konteks dan
tanpa konteks, bagian-bagian wajah dapat dikenali dengan mudah ketika ditempatkan dalam
konteks yang tepat, dan bagian-bagian wajah menjadi bentuk yang ambigu ketika ditempatkan
sendiri-sendiri, meskipun dapat dikenali ketika bagian-bagian wajah tersebut diperlengkapi
dengan lebih banyak informasi yang detail.
“Bagaimana seseorang dapat mengenali sebuah wajah sebelum ia pertama-tama
mengenali adanya mata, hidung, mulut, dan telinga ?? Namun bagaimana pula seseorang
dapat mengenali mata, hidung, mulut, dan telinga sebelum ia mengetahui bahwa bagian-
bagian tersebut adalah merupakan bagian-bagian dari wajah ?? Hal ini sering kali disebut
sebagai parsing paradox, yang meliputi kesulitan-kesulitan yang kita jumpai ketika kita
menggunakan strategi “bottom up” (bagian ke-keseluruhan) atau strategi “top-down”
(keseluruhan ke-bagian) murni dalam pemprosesan interpretative. (1975b, hal. 295-296)”
Pemprosesan top-down memerlukan sejumlah waktu dalam pelaksanaannya, para peneliti
yang meneliti pengenalan wajah telah menemukan bahwawajah dapat diinterpretasikan
berdasarkan bagian-bagiannya dan berdasarkan konfigurasi keseluruhan dari bagian-bagain
tersebut, yang lebih superior dibandingkan hanya dengan identifikasi terhadap bagian-bagian
dalam mengenali wajah. Susan dan rekannya R. Diamond (1977) dari Universitas Harvard
menemukan bahwa anak-anak seringkali mengalami kesulian menggunakan informasi
konfigurasional dan seringkali membuat kekeliruan ketika sebuah wajah yang baru yang
belum pernah mereka kenal sebelumnya ditampilkan menggunakan topi dan syal yang
sebelumnya dikenakan oleh seseorang yang mereka kenal, topi dan syal yang digunakan
orang yang mereka kenal tersebut tampak familiar sehingga ketika digunakan oleh seseorang
yang tidak mereka kenal, maka orang yang tidak mereka kenal itu tampak familiar bagi
mereka dikarenakan orang tersebut memakai topi dan syal yang dikenal mereka.

Teori Gestalt
Organisasi pola (pattern organization) bagi psikolog Gestalt melibatkan kerjasama
seluruh stimuli dalam menghasilkan sebuah kesan yang melampaui gabungan seluruh
sensasi. Beberapa pola stimuli, menurut Max Wertheimer (1923) diorganisasikan secara
natural. Hukum – hukum Gestalt meliputi :
a. Hukum keterdekatan (law of promiximity)
Benda-benda yang berada berdekatan satu dengan yang lainnya cenderung dikelompokkan
sebagai suatu kelompok/ kesatuan
b. Hukum kesamaan (law of similarity)
Benda-benda yang serupa dalam satu karakteristik (warna, bentuk, ukuran) cenderung
dipersepsikan sebagai satu kelompok yang sama
c. Hukum penutupan (law of closure)
Bentuk-bentuk yang sudah kita kenal, walau hanya nampak sebagian atau terlihat sebagai
sesuatu yang tidak sempurna, cenderung kita lihat sebagai suatu yang sempurna
d. Hukum kontinuitas (law of continuity)
Garis dan pola cenderung dipersepsikan sebagai sesuatu yang berkesinambungan dalam
waktu dan ruang.
e. Hukum nasib bersama (law of common fate)
Asumsi yang dikemukakan oleh Kohler, awalnya, bahwa pengorganisasian spontan terhadap
suatu pola adalah suatu fungsi natural dari stimulus itu sendiri. Namun demikian, teori ini
mengalami kontroversi yang masih terus berlanjut.
Studi terhadap pengenalan pola yang telah dilakukan oleh para psikolog kognitif telah
memperluas bidang penelitian para psikolog Gestalt awal. Beberapa psikolog kognitif
modern berkonsentrasi pada struktur – struktur dan proses – proses internal yang
berhubungan dengan pengenalan pola yang rumit, alih – alih menekankan pada karakteristik
dari stimuli sederhana.

Anda mungkin juga menyukai