kita; membekali jiwa anak kita; menghidupkan Al-Quran pada diri anak kita; sekedar cerdas belum mencukupi; dan menempa jiwa anak, menyempurnakan bekal masa depan. Awal perjalanan dibahas tentang apa niat kita memiliki anak? Karena jika banyaknya anak menjadi cita-cita, maka kehadirannya akan kita sambut dengan penuh kerelaan dan syukur. Akan berbeda antara punya anak karena memang menginginkan sepenuh harap dengan berbanyak anak semata karena subur. Tampak bisa sama, tetapi nilai keduanya sangat berbeda. Selebihnya tugas kita adalah membekali diri dengan ilmu dan memohon pertolongan Allah agar apa yang ada dalam diri kita dapat menjadi jalan kebaikan. Ada 3 bekal yang perlu kita miliki dalam mengasuh anak: 1. Rasa takut terhadap masa depan mereka: Dengan berbekal rasa takut, kita siapkan mereka supaya tidak menjadi generasi yang lemah. Kita persiapkan anak-anak kita untuk mengarungi kehidupan dengan kepala tegak dan iman yang kokoh 2. Takwa kepada Allah: Berbekal takwa, maka ucapan kita akan terkendali dan tindakan kita tidak melampaui batas. 3. Berbicara dengan perkataan yang benar
Menumbuhkan rasa percaya diri anak:
Saya termasuk orang yang kurang PD, nggak ngerti awalnya darimana. Sering saya merasa kalah saing dibanding teman, merasa tidak mampu bersaing. Padahal rasa percaya diri sangat penting dalam kehidupan. Kalau kita PD, tantangan dalam mencapai tujuan mampu kita hadapi. Kalau kita PD, setiap langkah akan kita tapaki dengan keyakinan. Saya ingin menanamkan rasa percaya diri ke Fatih. M Fauzil Adhim mengajarkan bagaimana menumbuhkan rasa percaya diri pada anak: Menjalin hubungan yang positif dan akrab dengan orangtua maupun anggota keluarga di rumah serta orang lain Memiliki perasaan mampu (capable) Mempunyai peran yang berarti Menghargai usaha dan prestasi anak
Mengajarkan anak mencintai Al-Quran: Sebelum kita ingin mengajarkan anak mencintai Al-Quran. Kita wajib tanya ke diri sendiri, seberapa dekat kita dengan Al-Quran? Apa kita mengambil petunjuknya? Jika tidak, adakah kepatutan untuk menumbuhkan Al-Quran sebagai pegangan hidup anak kita. Untuk mengajar anak-anak meyakini Al-Quran tidak sekedar cukup bisa membaca. Hanya dengan meyakini secara total sehingga tidak ada keraguan di dalamnya karena Al-Quran menjadi daya penggerak untuk bertindak. Mengajarkan keterampilan membaca dan menghapal Al-Quran tanpa menanamkan keyakinan yang kuat sekaligus pengalaman berinteraksi dengan Al-Quran sama seperti melatakkan bertumpuk kitab di punggung keledai. Banyak ilmu di dalamnya, tetapi tidak dapat mengambil pelajaran di dalamnya. Yang perlu diperhatikan: 1. Limpahi anak dengan kasih sayang sebagaimana kita melihat lemah lembutnya Rasulullah terhadap anak. Berlimpahnya kasih sayang, akan lebih-lebih saat mengajarkan Al- Quran merupakan bekal untuk membuat jiwa mereka hidup. 2. Membangun tradisi berpikir yang berpijak kepada Al-Quran 3. Mengajarkan untuk memegangi Al-Quran dengan kuat, terdiri dari beberapa aspek yang perlu dibangun. Yakni kekuatan hati untuk antusiame yang kuat, kecintaan yang mendalam dan kekuatan menghapal, kekuatan pikiran sehingga memudahkan untuk belajar, kekuatan fisik sehingga memiliki kesanggupan untuk memperjuangan serta kekuatan motivasi. Ada kisah dari Billy Sidis, IQnya diatas 200, Usia 11 tahun kuliah di Harvard, 14 tahun telah memberi ceramah di universitas yang sama. Namun kemampuan intelektualnya yang luar biasa tidak sejalan dengan emosionalnya, ia menarik diri dari dunia intelektual dan menjadi tukang cuci piring di rumah makan hingga akhir hayatnya. Dari kisah itu dapat disimpulkan, jangan berpuas diri dengan hanya mengandalkan kemampuan kognitif anak, ada jiwa anak yang perlu dibangun oleh orang tua. Kisah Syekh Ahmad Yassin yang jalan pun tak kuat, mata tak dapat melihat dan suara lirih namun dapat menggerakkan ribuan orang. Kisah Jendral Sudirman yang sedang sakit namun tetap memimpin barisan mengajarkan kepada kita betapa jiwa sebagai penggerak kehidupan. Sejarah menunjukkan sahabat Rasul yang dahulu bekas budak tak berdaya, setelah masuk Islam mereka berdiri sama tegak dan berbicara tegas. Bukan karena pongah, tetapi karena memiliki izzah (harga diri) dan iffah (kendali diri yang kuat). Apa yang mengubah mereka? Iman.. Hari-hari mendatang anak kita: Apakah zaman sekarang sudah berubah? Jika kita yakin Islam berlaku hingga akhir zaman maka prinsip dasar tidak berubah, tantangan zamanlah yang berubah. Ketika banjir informasi mengepung anak kita, kita perlu serius membekali anak dengan orientasi hidup yang jelas yakni keimanan kepada Allah
Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak Melalui Media Gambar Dan Metode Resitasi Pada Siswa Kelas V Di MI Al - Islam Tahun Ajaran 2