Anda di halaman 1dari 57

ETIKA PROFESI KEBIDANAN

DILENGKAPI DENGAN PERUNDANGAN TENTANG


KESEHATAN DAN KEBIDANAN

Dosen pengampu

Nila Qurniasih,S.ST.,M.Keb
Hikmah ifayanti,S.Keb.,Bd.,M.Kes

Disusun oleh :

1. Alda jerisma
2. Cucu cahyati
3. Fitri hidayati
4. Siti nur azizah

UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU


TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Praktik kebidnann merupakan bagian dari kegiatan penyelenggaraan kesehatan dilakukan


kesehatan lingkungan oleh bidan yang memiliki etika dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan
yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan oelatihan berkelanjutann
sertifikasi, registrasi lisensi, seeta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan
praktik kebidanan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan


hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah
satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kesehetan saya bagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya
kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunanan kesehatan yang
berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
BAB I
PENGERTIAN DAN FILOSOFI BIDAN

A. PENGERTIAN BIDAN

Menurut Churchill Mrdic Directory, bidan adalah a health worker who may or may not be formally
trained and is not a physician, that delivers babies and ptovides associated maternal care (seorang
petugas kesehatan yang terlatih secara formal ataupun tidak dan bukan seorang dokter, yang membatu
pelahiran bayi serta memberi perawatan material terkait).
Pengertian bidan dan bidan praktiknya secara internasional telah diakui oleh International Confederation
of Midwives (ICM) pada tahun 1972, International Federation of Gynaecologist and Obstetrician
(FIGO) pada tahun 197, WHO, dan badan lainnya. Pada Pertemuan Dewan di Kobe tahun 1990, ICM
menyempurnakan definisi tersebut yang kemudian disahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992).
Kemudian pada tanggal 19Juli 2005, ICM memperbarui kembali definisi bidan.

B. FILOSOFI KEBIDANAN

Fosifi kebidanan merupakan pandangan hidup atau penuntun bagi bidan dalam memberi pelayanan
kebidanan. Filosofi kebidannan menyatakan bahwa :

Pertama, Profesi kebidanan secara nasional diakui dalam Undang-Undang mauoun peraturan
pemerintah Indonesia. Bidan merupakan salah satu trnaga pelayanan kesehatan profesional yang telah
diakui olrh International Confederation of Midwives (ICM), FIGO, dan WHO. Kedua, Tugas, tanggung
jawa, dan kewrnnagan profesi bidna telah diaturdalam beberapa peraturan dan keputisan Menteri
Kesehata. Ketiga, Bidan meyakini setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman
dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan perbedaan budaya. Keempat, Bidan meyakini
menstruasi, kehamilan, persalinan, dan menopause adalah proses fisiologi dan hanya sebagian kecil
yang membutuhkan intervensi medis. Kelima, Persalinan adalah suatu ptoses yang alami dan peristiwa
normal. Keenam, Setiap individu berhak u tuk dilahirkan qsecara sehat. Ketujuh, Pengalaman
melahirkan merupakann tugas perkembangan keluarga yang membutuhkan persiapan. Kedelapan,
Kesehatan ibu di masa reproduksi dipengaruhi oleh ibu, lingkungan, dan pelayanan kesehatan.
Kesembilan, Intervensi kebidannan bersifat komprehensif yang mencakup upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif yang fitujukan untuk individu, keluarga, serta masyarakat. Kesepuluh,
Manajemen kebidanan diselenggarakan menggunakan metode pemecahan masalah untuk meningkatkan
cakupan pelayanan kebidanan yang profesional. Kesebelasan, Ptoses pendidikan kebidanan sebagai
upaya pengembangan kepribadian yang berlangsung sepanjang hidup manusia perlu dikembngkan dan
diupayakan untuk berbagai strata masyarakat.

C. PELAYANAN KEBIDANAN

Pelayanan kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan melalui asuhan kebidanan kepada klien yang
menjadi tanggung jawab bidan. Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan, yang difokuskan pada pelayanan kesehatan wanita dalam siklus reproduksi. Pelayanan
kebidanan dibedakan berdasarkan kewenangan bidan, yaitu :
Pertama, Layanan kebidanan primer/mandiri, merupakan asuhan kebidanna yang diberikan kepada klien
dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan. Kedua, Layanan kalaborasi, merupakan asuhan
kebidanan yang memberikan kepada klien dengan tanggung jawab bersama semua pemberi layanan
yang terlibat. Ketiga, Layanan rujukan, merupakan asuhan kebidanan yang dilakukan dengan
menyerahkan tanggung jawab kepada dokter.

D. PRAKTIK KEBIDANAN

Praktik kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan melalui pelayanan/asuhan kebidanan


kepada klien dengan pendekatan manajemen kebidanan. Lingkup pembahasan praktik kebidanan
meliputi asuhan mandiri/otonomu pada anak perempuan, remaja putri, dan wanita dewasa sebelum,
selama kehamilan, dan sesudahnya.

E. ASUHAN KEBIDANAN

Asuhan kebidanan adalah penerapan fungs, kegiatan, dan tanggung jawab bidan dalam
pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki kebutuhan dan atau masalah kebidanan
(kehamilan, persalinan, nifas, bayibaru lahir, keluarga berencana). Tujuan asuhan kebidanan adalah
menjamin kepuasan dan keselamatan ibu dan bayinya sepanjang sklus reproduksi. Keberhasilan tujuan
asuhan kebidanan antara lain dipengaruhi oleh :
Pertama, Determinan, adalah fator penentu dalam memberi asuhan, meliputi :
a. Nilai, etika, falsafah yang dianut oleh bidan
b. Kepekaan terhadap kebutuhan asuhan
c. Kemampuan memfasilitasi dn mengambil keputusan dalam bertindak

Kedua, Kemampuan wanita, yaitu kemampuan wanita sebagai penerima asuhan yang dipengaruhi oleh :
a. Kemampuan wanita untuk beradaptasi
b. Kemampuan mengambil keputusan
c. Dukungan yang diterimanya

Ketiga, Proses asuhan yang dipengaruhi oleh :


a. Aspek jenis tindakan/kegiatan yang dilakukan
b. Aspek strategi asuhan

Kerangka kerja bidan adalah suati sistem kerja dalam memberi asuhan kebidanan kepada klien untuk
memperoleh hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Filosofi asuhan kebidanan merupakan
keyakinan dengan hidup bidan yang digunakan sebagai kerangka berpikir dalam memberi asuham
kepada klien.
1. Keyakinan tentang kehamilan persalinan
2. Keyakinan tentang wanita
3. Keyakinan tentang kesejahteraan ibu dan bayinya
4. Keyakinan tentang asuhan
5. Keyakinan tentang fungsi profesi dan manfaatnya
BAB II
PARADIGMA KEBIDANAN

A. PENGERTIAN PARADIGMA KEBIDANAN

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, paradigma adalah kerangka berpikir. Paradigma kebidanan
adalah salah satu cara pandang bidan dalam memberu pelayanan. Keberhasilan pelayanan tersebut
dipengaruhi oleh pengetahuan dan cara pandang bidan dalam kaitan atau hubungan timbal balik.

B. KOMPONEN PARADIGMA KEBIDANAN

Komponen paradigma kebidanan meliputi :


1. Wanita
2. Lingkungan
3. Perilaku
4. Pelayanan Kebidanan
5. Keturunan

C. BENTUK ASUHAN KEBIDANAN

Asuhan kebidanan mencakuo asuhan kebidanan pada ibu hamil, asuhan kebidanan pada ibu bersalin,
asuhan kebidanan bayi baru lahir, dan asuhan kebidanan pada ibu nifas.

D. KAITAN PARADIGMA DAN ASUHAN KEBIDANAN

Bidan adalah praktisi yang memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dan bersalin yang normal, asuhan
terhadap kasus gangguan sistem reproduksi wanita, serta gangguan kesehatan bagi anak balita sesuai
dengan kewenangannya. Tugas bidan adalah memberu pelayanan, pelayanan ini berfokus pada ibu dan
anak balita.
Dengan demikian fenomena kebidanan di Indonesia adalah masyarakat (ibu) yang berperilaku sehat,
mau, dan mampu memanfaatkan pelayanan/aduhan kebidanan yang tersedia sehingga meningkatkan
derajat kesehatan ibu dan balita.
BAB III
Bidan Sebagai Profesi

A. Bidan Suatu Profesi


Sejarah menunjukan bahwa bidan merupan salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban
umat manusia.Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu
melahirkan.Peran posisi bidan di masyarakat sangat di hargai dan dihoormati karena tugasnya yang
sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, dan mendampingi, serta menolong ibu melahirkan
sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
Dalam masalah kuno, pada zaman prasejarah, tercatat bahwa bidan dari mesir (siphrah dan paah)
berani mengambil resiko menyelamatkan bayi laki-laki bangsa yahudi (orang-orang yang dijajah bangsa
mesir) yang di perintahkan fir’aun untuk dibunuh.Mereka sudah menunjukan sifat etika moral yang
tinggi dan takwa kepada tuhan dalam membela orang-orang yang berada pada posisi lemah yang pada
zaman modern ini kita sebut peran adaptasi. Dalam menjalankan tugas dan praktiknya bidan bekerja
berdasarkan pandangan filosofis yang di anut , metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik
profesi yang dimilikinya.
Ciri-ciri bidan :
1. Bidan di siapakan melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat melaksanakan pekerjaan
yang menjadi tanggung jawabnya secara professional.
2. Bidan memiliki alat yang dijadikan panduan dalam menjalankan profesinya yaitu Standar
Pelayanan Kebidanan, Kode Etik, dan Etika Kebidanan.
3. Bidan memiliki kelompok pengetahuan yang jelas dalam menjalankan profesinya.
4. Bidan memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya.
5. Bidan memberi pelayana yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
6. Bidan memiliki organisasi profesi.
7. Bidan memiliki karakteristik yang khusus dan dikenal seta dibutuhkan maysarakat.
8. Profesi bidan dijadikan sebagai suatu pekerjaan dan sumber utama kehidupan.

B. Profesionalisme Jabatan Bidan


Secara populer seorang yang bekerja dibidang apapun sering diberi predikat profesional.Seorang
pekerja professional menurut bahasa kesehatan adalah seorang pekerja yang terampil atau yang cakap
dalam kerjanya meskipun keterampilannya atau kecakapannya tersebut merupakan hasil minat dan
belajar dari kebiasaannya.
Pengertian jabatan professional perlu dibedakan dengan predikat professional yang di peroleh dan
jenis pkerjan dari hasil pembiasaan melakukan keterampilan tertentu melalui magang atau terlibat
langsung dalam situasi kerja tertentu dan mendapatkan keterampilan kerja sebagai warisan orang tuanya
atau pendahulunya.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa bidan adalah jabatan profesi karena
memenuhi ketiga persyaraan di atas secara lebih rinci, ciri-ciri jabatan profesinal adalah sebagai berikit:
1. Pelakunya secara nyata (de facta) dituntut untuk memiliki kecakapan kerja/ keahlian sesuai
dengan tugas-tugas khusus serta runtutan dari jenis jabatannya (spesialisasi).
2. Kecakapan atau keahlian seseorang pekrja professional bukan sekedar hasil pembiasaan atau
latihan rutin yang terkondisi, tetapi harus didasari oleh wawasan keilmuwan yang mantap.
3. Pekerja professional dituntut berwawasan sosial yang luas sehingga pilihan jabatan dan
kerjaannya di dasarkan pada kerangka nilai tertentu, bersifat positif pada jabatan dan perannya,
serta memiliki motivasi dan upaya untuk berkarya sebaik-baiknya.
4. Jabatan professional perlu mendapatkan pengesahan dari masyarakat atau Negara. Jabatan
professional memiliki syarat-syarat serta kode etik yang harus dipenuhi oleh pelakunya. Hal ini
menjamin kepantasan berkarya dan merupakan tanggung jawab sosisal professional tersebut.

Sehubungan dengan profesionalisme jabatan bidan, perlu dibahas bahwa bidan tergolong jabatan
professional.Jabatan dapat di tinjay dari dua aspek, yaitu jabatan structural dan jabatan
fungsional.Jabatan structural adalah jabatan yang secara tegas ada dan di atur berjenjang dalam suatu
organisasi.Sedangkan jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau seta dihargai dari aspek fungsinya
yang vital dalam kehidupan masyarakat dan Negara.
Sesuai dengan uraian yang di atas, sudah jelas bahwa bidan adalah jabatan
professional.Persyaratan dari bidan sebagai jabatan professional telah dimmiliki oleh bidan tersebut.
Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memberi pelaynan kepada masyarakatyang bersifat khusus atau spesialis.
2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga professional.
3. Keberadaannya diakui dan di perlukan oleh masyarakat.
4. Memiliki kewenangan yang di sahkan atau diberikan oleh pemerintah.
5. Memimiliki peran dan fungsi yang jelas.
6. Memiliki kompetensi yang jelas dan terukur.
7. Memiliki organisasii profesi sebagai wadah.
8. Memiliki kode etik bidan.
9. Memiliki etika keidanan.
10. Memiliki standar pelayanan.
11. Memiliki standar praktik.
12. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai dengan
kebutuhan pelayanan.
13. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi.

C. Peran Bidan
Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik,
dan peneliti.
1. Peran sebagai pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi, dan
tugas ketergantungan.
Tugas mandiri
Tugas mandiri bidan yaitu:
1. Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang di berikan mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuha klien.
b. Menentukan diagnosis.
c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi.
d. Melaksanakan tidakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan/tindakan.
2. Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan wanita dengan melibatkan mereka
sebagai klien, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa pranikah.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar.
c. Menyusun tindakan/layanan sebagai prioritas mendasar bersama klien.
d. Melaksanakan tindakan atau layanan sesuai dengan recana.
e. Mengevaluasi hasil atau tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien.
g. Membuat perencanaan dan pelaporan asuhan kebidanan.

3. Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal mencakup:


a. Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.
b. Menentukan diagnosis kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien.

D. Fungsi Bidan
Berdasarkan peran bidan seperti yang dikemukakan di atas, maka fungsi bidan adalah sebaai berikut.
Fungsi Pelaksana
Fungsi bidan sebagai pelaksana mencakup:
1. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu, keluarga, serta masyarakat (khususnya
kaum remaja) pada masa praperkawinan.
2. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal, kehamilan dengan kasus patologis
tertentu, dan kehamilan dengan resiko tinggi.
3. Menolong persalinan normal dan kasus perslinan patologis tertentu.
4. Merawat bayi segera setalah bayi lahir normal dan bayi dengn resiko tinggi.
5. Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas.
6. Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui.
7. Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan prasekolah.
8. Memberi pelayanan keluarga berencana sesuai dengan wewenangnya.
9. Memberi bimbingan dan layanan kesehatan untuk kasus gangguan sistem reproduksi, termasuk
wanita pada masa klimakterium internal dan menopause sesuai dengan wewenangnya.

E. Tanggung Jawab Bidan


Sebagai tenaga professional, bidan memikul tanggung jawab dalam melaksanakan
tugasnya.Seorang bidan harus dapat mempertahankan tangggung jawabnya bila terjadi gugatan
terhadap tindakan yang dilakukannya.
1. Tanggung Jawab Terhadap Peraturan Perundang-undangan.
Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan.Pengaturan tenaga kesehatan diterapkan di dalam
undang-undang dan peraturan pemerintah. Tugas jan kewenangan bidan serta ketentuan yang
berkaitan dengan kegiatan praktik bidan diatur didalam peraturan atau keputusan mentri kesehatan.
Kegiatan praktik bidan dikontrakan oleh peraturan tersebut.Bidan harus dapat
mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan yang di lakukannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2. Tanggung Jawab Terhadap Pengembangan Kompetensi


Setiap bidan memiliki tanggup jawab memelihara kemampuan Drofesionalnya.Oleh karena itu,
bidan harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan mengikuti pelatihan,
pendidikan, pendidikan berkelanjutan seminar, serta pertemuan ilmiah lainnya.

3. Tanggung Jawab Terhadap Penyimpanan Catatan Kebidanan


Setiap bidan diharuskan mendokumentasikan kegiatannya dalam bentuk catatan tertulis.Catatan
bidan mengenal pasien yang di layaninya dapat di pertangggungjawabkan bila terjadi
gugatan.Catatan yang di lakukan bidan dapat digunakan sebagai bahan laporan untuk di sampaikan
kepada atasnnya.Di Indonesia belum ada ketentuan lamanya menyimpan catatan bidan.Di inggris
bidan harus menyimpan catatan kegiatannya selama 25 tahun.

4. Tanggung Jawab Terhadap Keluarga yang Dilayani.


Bidan memiliki kewajiban memberi asuhan kepada ibu dan anak yang meminta pertolongan
kepadanya .Ibu dan anak merupakan bagian dari keluarga.Oleh karena itu kegiatan bidan sangat erat
kaitannya dengan keluarga.Tangggung jawab bidan tdak hanya dengan kesehatan ibu dan anak, tapi
juga menyangkut kesehatan keluarga.Bidan harus dapat mengidentifikasikan masalah dan kebutuhan
keluarga seta memberi pelayanan dengan tepat dan sesuai dengan kebutuhan keluarga.

5. Tanggung Jawab Terhadap Profesi


Bidan harus menerima taggungjaab keprofesian yang dimilikinya. Oleh karena itu ia harus
mematuhi dan berperan aktif dalam melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan kewenangan dan
standar keprofesian.
Bidan harus ikut serta dalam kegiatan organisasi bidan dan badan resmi kebidanan.Untuk
mengembangkan kemampuan keprofesiannya, bidan harus mencari informasi tentang perkembangan
kebidanan melalui media kebidanan, seminar, dan pertemuan ilmiah lainnya.Semua bidan harus
menjadi organisasi bidan.Bidan memiliki hak mengajukan suara dan pendapat tentang profesinya.

6. Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat


Bidan adalah anggota masyarakat yang bertanggungjawab. Oleh karena itu, bidan turut
bertanggung jawab dalam memecahkan masalah kesehatan masyarakat misal: lingkungan yang
tidak sehat penyakit menular, masalah gizi terutana yang menyangkut ibu dana anak.

F. Fungsi Bidan
Berdasarkan penjelasan mengenai asuhan/pelayanan kebidanan di atas tugas seorang bidan
adalah sebagai berikut:
1. Memberi bimbingan, asuhan, dan nasihat kepada remaja (sebagai calon ibu), ibu hamil termasuk
ibu hamil dengan resiko tinggi ibu melahirkan, ibu nifas, ibu menyusui, dalam masa
klimakterium dan menopause.
2. Menolong ibu yang melahirkan dan memberi asuhan pada bayi dan anak-anak prasekolah.
3. Memberi pelayanan keluarga berencana dalam rangka mewujudkan keluarga kecil, sehat, dan
sejahtera.
4. Melakukan tindakan pencegahan dan deteksi terhadap kondisi ibu dan anak balita yang
mengalami gangguan kesehatan, serta memberi bantuan pengobatan sebagai pertolongan
pertama sebelum tindakan medis lebih lanjut dilakukan.
5. Melakukan penyuluhan kesehaatn khususnya mengenai kehamilan, praperkawinan penyakit
kandungan yang terkait dengan kehamilan dan keluarga berencana, kesehatan balita, gizi, dan
keselamatan lingkungan keluarga.
6. Membimbing dan melatih calon bidan, dukun bayi, serta kadar kesehatan dalam lingkup
pelayanan kebidanan.
7. Mengkaji kegiatan pelayanan asuha kebidanan yang dilakukan untuk perbaikan dan peningktan.
8. Memotivasi dan menggerakkan masyarakat terutama kaum wanita dalam rangka mewujudkan
kesehatan serta kesejhteraan keluarga.

G. Kompetensi Bidan
Seorang bidan harus memiliki kompetensi bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan
prilaku dalam melaksanakan praktik kebidanan secara aman dan bertangggung jawab dalam berbagai
tatanan pelayanan kesehatan.
Kompetensi bidan tidak lepas dari kewenangan idan yang telah diatur dalam peraturan
Kepmenkes RI No. 900/Menkes/SK/II/2002, yang merupakaan landasan hukum dari pelaksaan praktik
kebidanan.
Kompetensi yang harus di kuasai seorang bidan adalah,
Pengetahuan umum, keterampilan dan prilaku yang berhubunhan dengan ilmu-ilmu social dalam
masyarakat dan profesi kesehatan.
Bidan memiliki persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu social, kesehatan masyarakat
dan etik yang membentuk dari dasar asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya dan wanita, bayi
baru lahir, serta keluarganya.
BAB IV
TEORI KEBIDANAN

Teori adalah ide yang direncanakan dalam pikiran dan dituangkan ke dalam gambaran berupa objek
tentang suatu kejadian atau objek yang digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan fenomena social
yang menarik perhatiannya.Dalam ilmu kebidanan banyak teori yang melandasi praktik
kebidanan.Dibawah ini merupakan uraian teori kebidanan yang diutarakan oleh empat orang perawat
kebidanan dan seorang bidan yang memnjadi landasan utama praktik bidan masa kini. Mereka adalah
reva rubin, Ramona t mercer, ela joy lehrman, Ernestine wiedenbach dan jean ball
A. REVA RUBIN
Reva rubin merupakan perawat kebidanan yang hasil penelitiannya telah digunakan secara luas di
Amerika Serikat.Teori ini menekanka pada pencapaian peran sebagai ibu, dimana untuk mencapai
peran ini seorang wanita memerlukan proses belajar melalui serangkaian aktifitas atau latihan atau
latihan-latihan kemudian hal-hal yang mempengaruhinya, baik yang bersifat positif maupun
negatif. Proses pelaksanaan peran ibu terjadi saat kehamilan sampai 6 bulan setelah melahirkan.
Dalam proses tersebut terdapat tiga elemen penting dalam proses pelaksanaan peran ibu, yaitu :
1. Ideal image, sebuah gambaran ideal/ positif mengenai wanita yang berhasil melaksanakan
perannya sebagai ibu dengan baik.
2. Self image, gambaran mengenai dirinya sendiri yang dihasilkan melalui pengalamannya.Body
image, perubahan yanplg terjadi pada tubuh wanita selama proses kehamilan.
Tahap-tahap psikososial yang biasa dilalui oleh calon ibu dalam mencapai perannya:
a. Anticipatory Stage
Seorang ibu mulai melakukan latihan peran dan memerlukan interaksi dengan anak yang lain.
b. Honeymoon stage
Ibu mulai memahami sepenuhnya peran dasar yang dijalaninya. Pada tahap ini ibu memerlukan
bantuan dari anggota keluarga yang lain.
c. Plateu Stage
Ibu akan mencoba apakah ia mampu berperan sebagai seorang ibu. Pada tahap ini memerlukan
waktu beberapa minggu sampai ibu kemudian melanjutkan sendiri
d. Disengagement
Merupakan tahap penyelesaian latihan peran sudah berakhir.
Beberapa tahapan aktifitas penting sebelum menjadi seorang ibu :
1. Taking On ( tahap meniru )
Seorang wanita dalam pencapaian sebagai ibu akan memulainya dengan meniru dan
melakukan peran seorang ibu.
2. Taking In
Seorang wanita sudah membayangkan peran yang dilakukannya.Introjection, Projektion,
dan Rejektion merupakan tahap dimana wanita membedaan model-model yang sesuai
dengan keinginannya.
3. Letting Go
Wanita mengingat kembali proses dan aktifitas yang sudah dilakukannya. Pada tahap ini
seorang wanita akan meninggalkan perannya di masa lalu.

B. RAMONA T. MERCER
Mercer merupakan salah satu murid Reva Rubin yang telah banyak menghasilkan karya ilmiah.
Teori ini lebih menekankan pada efek stress antepartum pada keluarga dan pencapaian peran ibu.
Stress antepartum adalah komplikasi dari resiko kehamilan dan pengalaman negative dalam hidup
seorang wanita. Sedangkan peran ibu dapat dicapai bila ibu menjadi dekat dengan bayinya
termasuk mengekspresikan kepuasan dan penghargaan peran.
Empat tahapan dalam pelaksanaan peran ibu :
a. Anticipatory
Saat sebelum wanita menjadi ibu, dimana wanita mulai melakukan penyesuaian social dan
psikologis dengan mempelajari segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menjadi seorang ibu.
b. Formal
Wanita memiliki peran ibu yang sebenarnya, bimbingan peran dibutuhkan sesuai dengan
kondisi system social.
c. Informal
Dimana wanita sudah mampu menemukan jalan ynag unik dlam melaksanakan perannya.
d. Personal
Merupakan peran terakhir, dimana wanita sudah mahir melakukan perannya sebagai
ibu.Wanita dalam pencapaian peran ibu dipengarhi oleh factor-faktor :
a. Factor ibu
b. Factor bayi
c. Factor-faktor lainnya
Dari factor social support, Mercer mengidentifikasikan adanya 4 faktor pendukung:
a. Emotional Support
Yaitu perasaan mencintai, penuh perhatian, percaya dan mengerti
b. Informational Support
Memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan ibu sehingga dapat membantu ibu
untuk menolong dirinya sendiri
c. Pchysical Support
Misalnya dengan membantu merawat bayi dan memberikan tamabahan dana
d. Appraisal Support
Ini memungkinkan individu mampu mengevaluasi dirinya sendiri dan pencapaian peran ibu

C. ELA JOY LEHMAN


Toeri ini mengharapkan bidan dapat melihat semua aspek dalam memberikan asuhan pada ibu hamil
dan bersalin.
Terdapat delapan komponen yang termasuk dalam praktik kebidanan, yaitu:
1. Perawatan berkelanjutan
2. Perawatan yang terpusat pada keluarga
3. Pendidikan dan konseling menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perawatan
4. Perawatan tanpa intervensi
5. Fleksibilitas dalam perawatan
6. Perawatan yang bersifat partisipatif
7. Advokasi pada klien
8. Waktu

Delapan komponen yang dibuat oleh Lehrman ini kemudian diujicobakan oleh Morten (1991) pada
pasien postpartum. Dari hasil penerapan tersebut Morten menambahkan 3 komponen lagi kedalam
8 komponen yang telah dibuat oleh Lehrman, yaitu:
1. Teknik terapeutik ; Proses komunikasi sangat bermanfaat dalam proses perkembangan dan
penyembuhan. Teknik terapeutik dapat dilakukan dengan menunjukkan sikap, mendengar
yang aktif, mengkaji dan mengklasifikasi masalah, humor ( tidak bersikap kaku), tidak
menuduh, jujur, mengakui kesalahan, memfasilitasi klien dan menghargai hak klien.
2. Pemberdayaan ( empowerment) ; Suatu proses memberi kekuasaan dan kekuatan. Bidan
melalui penampilan dan pendekatannya akan meningkatkan kemampuan pasien dalam
mengoreksi, memvalidasi, menilai dan memberi dukungan.
3. Hubungan sesama ( lateral/relationship) ; Menjalin hubungan yang baik terhadap klien,
bersikap terbuka, sejalan dengan klien sehingga antara bidan dan klien membina hubungan
saling percaya yang harmonis

D. ERNESTINE WIEDENBACH
Ernestine Wiedenbach adalah seorang pemimpin yang dikenal dalam pengembangan teori dan
perawatan maternal bayi. Pada tahun 1952 Ernestine ditetapkan menjadi direktur program
kelulusan di perawatan kesehatan maternal bayi baru lahir, di Yale University School Of Nursing,
yang dimulai pada tahun 1956. Ernestine Wiedenbach mengundurkan diri pada tahun 1966.Ia tidak
pernah menikah dan meninggal di umur 97 tahun pada tanggal 8 maret 1998.
Menurut Teori Ernestine Wiedenbach konsep model kebidanan dibagi menjadi 5, yaitu :
1. The Agents
Empat elemen dalam ”clinical nursing” yaitu: filosofi, tujuan, praktik dan seni. ( Raleigh,
1989 dan Wiedenbach, 1964 ). Selain itu juga dikemukakan tiga poin dasar dalam filosofi
keperawatan/kebidanan, yaitu:
a. Menghargai atas kehidupan yang telah diberikan
b. Menghargai sebuah kehormatan, suatu yang berharga, otonomi dan individualisme
pada setiap orang
c. Resolusi dalam menerapkan dinamisasi terhadap orang lain ( Raleigh, 1989 )
2. The Recipient
Perawat/bidan memberikan intervensi kepada individu disesuaikan dengan situasi dan
kebutuhan masing-masing ( Raleigh, 1989 ). Recipient meliputi wanita, keluarga, dan
masyarakat.Perempuan menurut masyarakat oleh masyarakat tertentu tidak mampu
memenuhi kebutuhannya.Wiedenbach sendiri berpandangan bahwa recipient adalah individu
yang berkompeten dan mampu melakukan segalanya sendiri, sehingga bidan/perawat
memberi pertolongan hanya apabila individu tersebut mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya sendiri.
3. The Goal/Purpose
Tujuan dari proses keperawatan adalah membantu orang yang membutuhkan pertolongan.
Konsep Wiedenbach tujuan akhir dari perawatan “ sebuah ukuran atau tindakan yang
diperlukan dan diinginkan seseorang dan berpotensi untuk merubah atau memperpanjang
kemampuan seseorang tersebut untuk mengatasi keterbatasan “ ( Danko et al., 1989 cite
Wiedenbach’s ( 1964 ).
4. The Means
Untuk mencapai tujuan dari asuhan kebidanan Wiedenbach menentukan beberapa tahap
yaitu :
a. Identifikasi kebutuhan klien
b. Ministration, yaitu memberikan dukungan dalam pencarian pertolongan yang dibutuhkan
c. Validation, mengecek apakah bantuan yang diberikan merupakan bantuan yang
dibutuhkan
d. Coordination, koordinasi sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
pasien
Untuk bisa membantu pasien, perawat/bidan harus mempunyai :
1. Pengetahuan, untuk bisa memahami kebutuhan pasien
2. Penilaian, kemampuan pengambilan keputusan
3. Ketrampilan, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pasien
5. Framework
Yaitu kerangka kerja yang terdiri dari lingkungan sosial, organisasi, dan profesional.

E. JEAN BALL
Jean ball adalah seorang “midwife” (bidan) dari British yang telah melakukan risetnya secara
intensif terhadap kebutuhan wanita pada masa postnatal, dan konsekuensinya bagi wanita yang
mendapat asuhan dari berbagai unit pelayanan.
Dalam bukunya “Reaction to motherhood” (1987) ia menjelaskan tujuan asuhan postnatal yang
sekaligus juga menjadi filosofi Jean Ball tentang postnatal care sebagai berikut: “membantu
seorang wanita agar berhasil menjadi ibu, dan keberhasilan ini tidak hanya melibatkan proses
fisiologi saja tapi juga psikologis dan emosional yang memotivasi keinginan untuk menjadi orang
tua serta pencapaiannya.”Ia menyatakan bahwa dalam praktik diberbagai institusi, jenis pelayanan
yang diberikan mungkin lebih dekat ke model obstetric/medical dimana interest terhadap postnatal
care minimal karena kelahiran sudah tercapai. Bila menggunakan pendekatan midwife, maka
kehamilan dan postnatal dianggap sebagai saat adopsi terhadap peran baru yaitu menjadi ibu.
Ball mengemukakan teori kursi goyang/deck chair yang terdiri dari 3 elemen yaitu:
a. Pelayanan maternitas
b. Pandangan masyarakat terhadap keluarga
c. Sisi penyangga atau support terhadap kepribadian keluarga
Ketiga elemen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dasar kursi dibentuk oleh pelayanan kebidanan yang berpijak pada pandangan masyarakat
tentang keluarga.
2. Topangan kanan kiri adalah kepribadian wanita, pengalaman hidup.
3. Topangan tengah (yang menyangga kursi dari belakang kanan-kiri ) adalah keluarga dan
support system.
4. Tempat duduk menggambarkan kesejahteraan maternal, yang tergantung pada efektifitas
Aplikasi dari teori Jean Ball dalam kehidupan sehari-hari :
1. Dahulu posisi ibu saat melahirkan terlentang tetapi sekarang ini posisi ibu saat melahirkan
senyaman ibu. Agar memberikan rasa kenyamanan psikologis bagi Ibu.
2. Keluarga memberikan dukungan terutama ibu yang pertama kali melahirkan agar siap secara
mental menjadi seorang Ibu dan membantu ibu menyesuaikan diri dengan rutinitas baru pasca
melahirkan.
3. Bidan memberikan asuhan pada Ibu selama masa postnatal.
4. Bidan memberi dukungan mengenai rasa percaya diri ibu terhadap menyusui pada 7 hari
pertama.
5. Bidan memberikan pengertian pada ibu agar ibu jangan takut atau khawatir dengan perubahan
fisik pada tubuh ibu.
6. Bidan mendukung dan membantu ibu agar yakin menjalankan peran sebagai seorang ibu.
BAB V
MODEL KONSEPTUAL ASUHAN KEBIDANAN

A. Konsep Asuhan kebidanan


Model adalah contoh atu epraga untuk menggambarkan sesuatu.Model kebidanan adlah suatu bentuk
pedoman atau acuan yang merupakan kerangka kerja seorang bidan dalam memberikan asuhan
kebidanan.
Model konseptual kebidanan adalah :
1. Gambaran abstrak suatu ide yang menjadi dasar suatu disiplin ilmu
2. Pada dasrnya sama dengan pengertian konse kerja, system dan skema
3. Model memberikan kerangka untuk memahami dan mengembangkan praktik guna membimbing
tindakan dalam pendidikan untuk mengidentifikasi pertanyaan yang harus dijawab dalam
penelitian
Kegunaan model konseptual adalah sebagai berikut :
1. Untuk menggambarkan beberapa aspek (konkrit maupun abstrak) dengan mengartikan
persamaan seperti struktur, gambar, diagram, dan rumus. Model tidak seperti teori, tidak
memfokuskan pada hubungan antara dua fenomena tapi lebih mengarah pada struktur dan
fungsi. Sebuah model pada dasarnya analogi atau gambar simbolik sebuah ide (wilson,
1985)
2. Menggambarkan sebuah kenyataan atau gambaran abstrak sehinnga masih digunakan oleh
disiplin ilmu lain sebagai parameter garis besar praktik (berner, 1984).

B. Pelayanan kebidanan
Pelayanan kebidanan terintegraswi dengan pelayanan kesehatan.Selama ini pelayanan kebidanan
bergantung pada sikap social masyarakt dan keadaan lingkungan. Parameter kemajuan soaial
ekonomi dalam pelayanan kebidanan antara lain :
Parameter kemajuan sosial ekonomi dalam pelayanan kebidanan antara lain :
1.  Perbaikan status gizi ibu dan bayi
2.  Cakupan pertolongan persalinan oleh bidan
3.  Menurunnya angka kematian ibu melahirkan
4.  Menurunnya angka kematian neonatal
5.  Cakupan penanganan resiko tinggi
6.  Meningkatnya cakupan pemeriksaan neonatal
Bidan sebagai tenaga, pemberi pelayanan kebidanan, harus menyiapakan diri untuk mengantisipasi
perubahan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kebidanan.
1. Pelayanan Kebidanan yang Adil
Keadilan dalam memberikan kebidanan adlah aspek yang poko dalam pelayanan bidan di Indonesia.
Keadilan dalam pelayanan ini dimulai dengan :
a.   Pemenuhan kebutuhan klien yang sesuai
b.   Keadaan sumber kebidanan yang selalu siap untuk melayani
c.   Adanya penelitian untuk mengembangkan/meningkatkan pelayanan
d.   Adanya keterjangkauan ke tingkat pelayanan.
2. Metode Pemberi Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan diberikan secara holistik , yaitu : memperhatikan aspek bio, psiko, sosio dan
kultural sesuai dengan kebutuhan pasien. Pelayanan tersebut diberikan dengan tujuan kehidupan dan
kelangsungan pelayanan. Pasien memerlukan pelayanan dari provider yang memiliki kharakteristik
sebagai berikut:
a.  Semangat untuk melayani
b.  Simpati
c.  Empati
d.  Tulus ikhlas
e.  Memberi kepuasan
Selain itu bidan sebagai pemberi pelayanan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.   Aman
b.   Nyaman
c.   Privacy
d.   Alami
e.   Tepat
Semua aspek managemen kebidanan didokumentasikan sebagai aspek legal dan informasi dalam
asuhan kebidanan.
3.      Menjaga Mutu Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan yang dapat
Memuaskan setiap jasa pelayanan kebidanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk, serta yang penyelenggaranya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang
telah ditetapkan.
Dimensi kepuasan pasien dapat dibedakan atass dua macam :
1)    Kepuasan yang mengacu pada penerapan kode etik serta standar pelayanan profesi kebidanan,
mencakup :
       a.   Hubungan bidan dengan klien
       b.   Kenyamanan pelayanan
       c.   Kebebasan melakukan pilihan
       d.   Pengetahuan dan kompetensi teknis
       e.   Efektivitas pelayanan
2)    Kepuasan yang mengacu pada penerapa semua persyaratan pelayanan kebidanan.
Suatu pelayanan dikatakan bermutu bila penerapan semua persyaratan pelayanan kebidanan dapat
memuaskan pasien dengan ukuran pelayanan kebidanan yang bermutu.Mencakup :
      a.    Ketersediaan pelayanan kebidanan
      b.    Kewajaran pelayanan kebidanan
     c.     Kesinambungan pelayanan kebidanan
     d.     Penerimaan jasa pelayanan kebidanan
     e.     Ketercapaian pelayanan kebidanan
     f.     Keterjangkauan pelayanan kebidanan
     g.    Efisiensi pelayanan kebidanan
     h.    Mutu pelayanan kebidanan

C. Paradigma Sehat
Paradigma sehat merupakan cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan yang
bersifat holistik. Cara pandang ini menekankan pada melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi
oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor.Upayanya lebih diarahkan pada peningkatan,
pemeliharaan dan perlindungan kesehatan, bukan hanya panyembuhan orang sakit atau pemulihan
kesehatan.Dengan diterapkannya paradigma ini, diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk
bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan mereka sendiri melalui kesadaran yang lebih tinggi pada
pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.(Hudaya, Isna. 2010).
Paradigma sehat mengubah cara pandang terhadap masalah kesehatan baik secara makro maupun
mikro.
a. Secara makro, berarti bahwa pembangunan semua sektor harus memperhatikan dampaknya
dibidang kesehatan, minimal memberi sumbangan dalam pengembangan lingkungan dan
perilaku sehat.
b. Secara makro, berarti bahwa pembangunan kesehatan harus menekankan pada upaya promotif
dan preventif, tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilatif.

Menurut Kamus Populer Kesehatan Lingkungan (2002) Paradigma Sehat atau cara pandang atau
pola piker pembangunan kesehatan yang bersifat holistic, menyeluruh, bahwa masalah kesehatan
dipengaruhi banyak factor dan multidimensional yang upayanya lebih diarahkan pada peningkatan,
pemeliharaan dan perlindungan kesehatan yang lebih dikenal dengan preventif dan promotif.
Paradigma sehat dengan sebutan: “Gerakan Pembangunan Yang Berwawasan Kesehatan”
dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 1 Maret 1999. Lebih dari itu, paradigma sehat adalah
bagian dari pembangunan peradaban dan kemanusiaan secara keseluruhan.Paradigma sehat adalah
perubahan mental dan watak dalam pembangunan.

Paradigma sehat adalah perubahan sikap dan orientasi , yaitu sebagai berikut:
1. Pola pikir yang memandang kesehatan sebagai kebutuhan yang bersifat pasif, menjadi
merupakan keperluan dan bagian dari hak asasi manusia (HAM).
2. Sehat bukan hal yang konsumtif, melainkan suatu investasi karena menjamin tersedianya SDM
yang produktif secara sosial dan ekonomi.
3. Kesehatan yang semula hanya berupa penanggulangan yang bersifat jangka pendek ke depannya
akan menjadi bagian dari upaya pengembangan SDM yang bersifat jangka panjang.
4. Pelayanan kesehatan tidak hanya pelayanan medis yang melihat bagian dari yang sakit/penyakit,
tetapi merupakan pelayanan kesehatan paripurna yang memandang manusia secara utuh
5. Kesehatan tidak hanya sehat jasmani, tetapi juga sehat mental dan sosial.
6. Pelayanan kesehatan tidak lagi terpecah-pecah (fragmented), tetapi terpadu (integrated).
7. Fokus kesehatan tidak hanya penyakit, tetapi juga bergantung pada permintaan pasar.
8. Sasaran pelayanan kesehatan bukan hanya masyarakat
9. bukan hanya menjadi urusan pemerintah, melainkan juga menjadi urusan swasta.
10. Biaya yang ditanggung pemerintah adalah untuk keperluan publik (seperti pemberantasan
penyakit menular, penyuluhan kesehatan), sedangkan keperluan lainnya perlu ditanggung
bersama dengan pengguna jasa.
D. Dasar pemikrian
1. Hidup sehat adalah hak asasi manusia, artinya sehat merupakan sesuatu yang sangat esensial
dalam diri manusia yang perlu dipertahankan dan dipelihara. Sehat merupakan suatu investasi
untuk kehidupan yang produktif, bukanlah hal yang konsumtif, melainkan prasyarat agar hidup
kita menjadi berarti, sejahtera dan bahagia.
2. Kesehatan merupakan salah satu dari tiga faktor utama yang sangat menentukan kualitas sumber
daya manusia, disamping pendidikan dan pendapatan (ekonomi). Oleh karena itu, kualitas
kesehatan perlu dipelihara dan ditingkatkan.
3. Sehat juga merupakan karunia Tuhan yang perlu disyukuri. Mensyukuri karunia dapat
ditunjukan dengan perkataan, perasaan, dan perbuatan. Bersyukur dengan perbuatan ditunjukan
dengan memelihara kesehatan dan berupaya untuk meningkatkannya..

E. Strategi Pembangunan
Strategi Pembangunan Kesehatan Pembangunan di bidang kesehatan memiliki strategi:
1. Pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan. Semua kebijakan nasional yang
diselenggarakan harus berwawasan kesehatan, setidak-tidaknya harus memberi kontribusi positif
terhadap pengembangan lingkungan dan perilaku sehat.
2. Profesionalisme. Pelayanan kesehatan yang bermutu perlu didukung dengan penerapan berbagai
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapan nilai-nilai agama, moral, dan etika.
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Penataan sistem pembiayaan kesehatan
yang menjamin pemeliharaan kesehatan masyarakat luas.
4. Desentralisasi. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus didasarkan pada masalah dan potensi
spesifik daerah tertentu, yaitu pengaturannya disesuaikan dengan rumah tangga masing-masing
daerah. (Entjang,2000)

F. Tiga Pilar Indonesia Sehat


Tiga pilar Indonesia sehat, antara lain :
1. Lingkungan sehat, adalah lingkungan yang kondusif untuk hidup yang sehat, yakni bebas polusi,
tersedia air bersih, lingkungan memadai, perumahan-pemukiman sehat, perencanaan kawasan
sehat, terwujud kehidupan yang saling tolong-menolong dengan tetap memelihara nilai-nilai
budaya bangsa.
2. Perilaku sehat, yaitu bersikap proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan (contih: aktifitas
fisik, gizi seimbang), mencegah resiko terjadinya penyakit (contoh: tidak merokok), melindungi
diri dari ancaman penyakit (contoh: memakai helm dan sabuk pengaman, JPKM), berperan aktif
dalam gerakan kesehatan (contoh: aktif di posyandu).
3. Pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata, yang menjangkau semua lapisan
masyarakat tanpa adanya hambatan ekonomi, sesuai dengan standar dan etika profesi, tanggap
terhadap kebutuhan masyarakat, serta memberi kepuasan kepada pengguna jasa. (Entjang,2000)
BAB VI
MANAJEMEN KEBIDANAN

A. Manajemen Kebidanan
Manajemen asuhan kebidanan atau yang sering disebut manajemen kebidanan adalah suatu metode
berpikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberikan asuhan kebidanan, agar
menguntungkan kedua belah pihakbaik klien maupun pemberi asuhan.

B. Tahap dalam manajemen kebidanan

1. Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan klien secara keseluruhan.
2. Menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosis atau masalah.
3. Mengindentifikasi diagnosis atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya.
4. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan
lain serta rujukan berdasarkan kondisi klien.
5. Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan
yang dibuat pada langkah-langkah sebelumnya.
6. Pelaksanaan langsung asuhan secara efisien dan aman.
7. Mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan dengan mengulang kembali manajemen proses
untuk aspek-aspek asuhan yang tidak efektif.

Ketujuh langkah manajemen kebidanan menurut Varney adalah sebagai berikut :

Langkah I (pertama) : Pengumpulan Data Dasar


Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang
diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu :
 Riwayat kesehatan
 Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan
 Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya,
 Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien.Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien
mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi
bidan akan melakukan konsultsi. Pada keadaan tertentu dapat terjadi langkah pertama akan
overlap dengan 5 dan 6 (atau menjadi bagian dari langkah-langkah tersebut) karena data yang
diperlukan diambil dari hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostic yang lain.
Kadang-kadang bidan perlu memulai manajemen dari langkah 4 untuk mendapatkan data dasar
awal yang perlu disampaikan kepada dokter.

Langkah II (kedua) : Interpretasi Data Dasar


Pada langkah ini dilakukan identifikasi  yang benar terhadap diagnose atau masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulakan.
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnose yang sfesipik. Kata masalah dan diagnosa keduanya digunakan karena beberapa
masalah tidak dapat diselesaiakan seperti diagnosa tetapi sungguh membutuhkan penanganan
yang dituangkan kedalam sebuah rencana asuhan terhadap klien.Masalah sering berkaitan
dengan pengalaman wanita yang di identifikasi oleh bidan.Masalah ini sering menyertai
diagnosa.Sebagai contoh diperoleh diagnosa “kemungkinan wanita hamil”, dan masalah yang
berhubungan dengan diagnosa ini adalah bahwa wanita tersebut mungkin tidak menginginkan
kehamilannya. Contoh lain yaitu wanita pada trimester ketiga merasa takut terhadap proses
persalinan dan melahirkan yang sudah tidak dapat ditunda lagi. Perasaan takut tidak termasuk
dalam kategori “nomenklatur standar diagnosa” tetapi tentu akan menciptakan suatu masalah
yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut dan memerlukan suatu perencanaan untuk
mengurangi rasa takut.

Langkah III (ketiga) : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial


Pada langkah ini kita mngisentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan ragkaian
masalah dan diagnosa yang sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memunkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-
siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi.
Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman.Contoh seorang wanita dengan
pemuaian uterus yang berlebihan.Bidan harus mempertimbangkan kemungkinan penyebab
pemuaian uterus yang berlebihan tersebut (misalnya pelihidramnion, besar dari masa kehamilan,
ibu dengan diabetes kehamilan, atau kehamilan kembar). Kemudian ia harus mengantisipasi,
melakukan perencanaan untuk mengatasinya dan bersiap-siap terhadap kemungkinan tiba-tiba
terjadi perdarahan post partum yang disebabkan oleh atonia uteri karena pemuaian uterus yang
berlebiahan. Pada persalinan dengan bayi besar, bidan sebaiknya juga mengantisipasi dan beriap-
siap terhadap kemungkinan terjadinya distocia bahu dan juga kebutuhan untuk resusitasi.Bidan
juga sebaiknya waspada terhadap kemungkinan wanita menderita infeksi saluran kencing yang
menyebabkan tingginya kemungkinan terjadinya peningkatan partus prematur atau bayi kecil
Langkah IV (keempat) : Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan
Penanganan Segera
Menidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter fan atau untuk dikonsultasikan
atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi
manajemen bukan hanyaselama asuhan primer periodic atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga
selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut
dalam persalinan.Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi.Beberapa data
mungkin mengidikasikan situasi yan gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk
kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak (misalnya, perdarahan kala III atau perdarahan
segera setelah lahir, distocia bahu, atau nilai APGAR yang rendah . Demikian juga bila
ditemukan tanda-tanda awal dari pre-eklampsia, kelainan panggul, adanya penyakit jantung,
diabetes atau masalah medic yang serius, bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi
dengan dokter. Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan
konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnya seperti pekerja sosial, ahli
gizi atau seorng ahli perawat klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu
mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi
yang paling tepat dalam manajemen asuhan klien.

Langkah V (kelima) : Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh


Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya.Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang
telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini reformasi / data dasar yang tidak lengkap
dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka
pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi
berikutnya apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila ada
masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi, kultural atau masalah psikologis.
Dengan perkataan lain, asuhannya terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang
berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah
pihak, yaitu oleh bidan dan k lien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien
merupakan bagia dari pelaksanaan rencana tersebut.Oleh karena itu, langkah ini tugas bidan
adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien,
kehidupan membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
Langkah VI (keenam) : Melaksanakan Perencanaan
pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diurakan pada langkah kelima
dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh bidan atau sebagian
dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika
bidn tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan
pelaksanaannya (misalnya : memastikan agar langkah-langkah tersebut benar-benar  terlaksana).
Dalam situasi dimana bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggungjawab
terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.
Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi
Pada langkah ke VII ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan
sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap
efektif jika memang benar dalam pelaksanaannya.

BAB VII
STANDAR PROFESI KEBIDANAN
Masalah kematian dan kesakitan ibu di indonesia masih merupakan masalah besar, menurut survey
kesehatan rumah tangga (skrt) tahun 1986, angka kematian ibu (aki) adalah 450 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka tersebut mengalami penurunan yang lambat, menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup
(skrt 1997).
salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan yang
diberikan kepada setiap ibu yang memerlukan dengan memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif.
Standar pelayanan kebidanan dibuat sebagai acuan pelayanan ditingkat masyarakat dan diberlakukan
bagi semua pelaksana kebidanan.

A. Pengertian Standar
Standar merupakan landasan berpijak normatif dan parameter/alat ukur untuk menentukan tingkat
keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan klien dan menjamin mutu asuhan yang diberikan. Dalam
penyusunan standar harus memperhatikan proses dan harapan yang akan terjadi dalam upaya
meningkatkan mutu layanan.
Kriteria Standar Kebidanan :
1.) Menggunakan bahasa yang jelas, sederhana dan mudah dimengerti
2.) Realistis/dapat diterima dalam lingkup asuhan yang diperlukan
3.) Mudah dilakukan dalam pelaksanaan asuhan kebidanan
4.) Dapat diobservasi dan diukur
Manfaat Standar Kebidanan :
1.) Mengarahkan kinerja klinis dalam upaya menampilkan asuhan kebidanan yang bemutu
2.) Sebagai tolak ukur untuk menilai tingkat kualitas asuhan kebidanan yang diberikan
3.) Merupakan alat penilaian diri sendiri bagi bidan dalam melaksanakan tugas
4.) Mempertahankan profesionalisme bidan sebagai praktisi klinis
5.) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi asuhan kebidanan

Menurut Permenkes No. 900/Menkes/SK/Vll/2002, Standar Profesi adalah pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunjuk dalam melaksanakan profesi secara baik. Standar Profesi kebidanan
terdiri dari 4 bagian, yaitu : Standar Pelayanan Kebidanan, Standar Praktik Kebidanan, Standar
Pendidikan Kebidanan, dan Standar Pendidikan Berkelanjutan Kebidanan

B. Macam Standar Profesi Kebidanan

Sebagai suatu profesi, bidan dituntut dapat memberikan asuhan yang bermutu kepada klien. Mutu
asuhan kebidanan ditentukan oleh standar yang diterapkan oleh profesi kebidanan. Standar dalam
profesi kebidanan meliputi : Standar Pelayanan Kebidanan ,Standar Praktik Kebidanan,Standar
Pendidikan Kebidanan,dan Standar Pendidikan Berkelanjutan Kebidanan.

C. Standar Pelayanan Kebidanan

Standar 1 : falsafah dan tujuan


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosofi dan tujuan pelayanan serta tugas
organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan tugas pelayanan yang efektif dan efisien.
Definisi operasional :
1. Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi, misi dan filosofi pelayanan kebidanan yang
mengacu pada visi, misi dan filosofi masing-masing.
2. Ada struktur organisasi yang menggambarkan garis komando, fungsi, dan tanggung jawab serta
kewenangan dalam pelayanan kebidanan dan hubungan dengan unit lain dan disyahkan oleh
pimpinan.
3. Ada uraian tugas tertulis untuk setiap tenaga yang bekerja pada organisasi yang disyahkan oleh
pimpinan.
4. Ada bukti tertulis tentang persyaratan tenaga yang menduduki jabatan pada organisasi yang
disyahkan oleh pimpinan.

Standar 2 : administrasi dan pengelolaan


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan pelayanan, standar pelayanan, dan
prosedur tetap untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan pelayanan yang kondusif sehingga
memungkinkan terjadinya praktik pelayanan kebidanan akurat. Definis operasional :
1. Ada pedoman pengelolaan pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja diunit pelayanan
tersebut yang disyahkan oleh pimpinan.
2. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada pedoman standar alat, standar ruangan,
standar ketenagaan yang telah disyahkan pimpinan.
3. Ada prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/tindakan kebidanan yang disyahkan oleh
pimpinan
4. Ada rencana/program kerja disetiap institusi pengelolaan yang mengacu keinstitusi induk.
5. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur yang dilengkapi dengan
daftar hadir dan notulen rapat.

Standar 3 : staf dan pimpinan


Pengelola pelayanan kebidanan mempunyai program pengelolaan sumber daya manusia agar
pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien. Definisi operasional :
1. Ada program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan.
2. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian
3. Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan
kualifikasi minimal selaku kepala ruangan bila kelala ruangan berhalangan bertugas.
4. Ada data personal yang bertugas diruangan tersebut.
5. Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jels dan kualifikasi minimal selaku
kepala ruangan bila kelala ruangan berhalangan bertugas.
6. Ada data personal yang bertugas diruangan tersebut.
Standar 4 : Fasilitas dan peralatan
Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan sesuai
dengan beban tugasnya dan fungsi institusi pelayanan. Definisi operasional :
1. Tersedia peralatan yang sesuai dengan standar dan ada mekanisme keterlibatan bidang dalam
perencanaan dan keterlibatan bidang dalam perencanaan dan pengembangan sarana dari
prasarana.
2. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu.
3. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.

Standar 5 : kebijakan dan prosedur

Pengelola pelayanan memiliki kebijakan dalam penyelenggaraan pelayanan dan pembinaan personel
menuju pelayanan yang berkualitas. Definisi operasional :

1. Ada kebijakan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang disyahkan oleh
pimpinan.
2. Ada prosedur pengajuan cuti personel, istirahat, atau sakit.
3. Ada prosedur pembinaan personel.

Standar 6 : pengembangan staf dan program pendidikan


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan
pendidikan sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Definisi operasional :
1. Ada program pembinaan staf dan program pembinaan secara bersinambungan.
2. Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.

Standar 7 : standar asuhan


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/manajemen kebidanan yang ditetapkan
sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Definisi operasional :
1. Ada standar manajemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan
kebidanan.
2. Ada diagnosis kebidanan.
3. Ada rencana asuhan kebidanan.
4. Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan.
5. Ada evaluasi dalam memberikan asuhan kebidanan.

Standar 8 : evaluasi dan pengendalian mutu


Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan dalam evaluasi serta
mengendalikan mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Defisi operasional :
1. Ada program atau rencana teknis peningkatan mutu pelayan kebidanan.
2. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan pengendalian mutu asuhan
dan pelayan kebidanan.
3. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelaksanaan dan upaya tindak lanjut.

D. Standar Praktik Kebidanan

Standar 1: Metode Asuhan


Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah:
pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosis, evaluasi, dan dokumentasi. Defisi
opersional:
1. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada cacatan medis.
2. format managemen terdiri dari pengumpulan data, rencana format pengawasan resum dan
tindak lanjut.

Standar 2: Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara
sistematis dan bersinambungan.
Definisi operasional:

1. Ada format pengumpulan data


2. Data dikumpul dari:
a. klien/pasien, keluarga
b. tenaga kesehatan
3. Data diperoleh dengan cara
a. Wawan cara
b. Observasi
c. Pemeriksaan fisik

Standar 3: Diagnosis Kebidanan


Dirumuskan berdasarkan analaisis data yang dikumpulkan.
Definisi operasional:
1. Diagnosis kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas, sistematis mengarah pada
asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien
Standar 4: Rencana
asuhan
Definisi operasional:
1. Ada format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosis, rencana tindakan, dan
evaluasi

Standar 5: Tindakan
Tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi kebidanan klien.
Definisi operasional:
1. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana perkembangan klien
2. Sesuai dengan prosedur tetap
3. Menerapkan kode etik kebidanan
4. seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang tersedia

Standar 6: Partisipasi kli


Defini operasional:
a. Klien mendapat inpormasi tentang
a. statuskesehatan saatn ini
b. rencana yang akan dilaksanankan
c. peran petugas

Standar 7: Pengawasan
Definisi operasional:
1. Adanya format pengawasan klien
2. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat
3. pengawasan dilaksanakan secara terus menerus

Standar 8: Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilakukan secara terus menerus seiring dengan tindakan yang
diberikan.
Definisi opersional:
1. Evaluasi dilakukan setelah pelaksanaan tindakan kebidanan.
2. Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan.

Standar 9: Dokumentasi
Definisi operasional:
1. Dokumentasi dilaksanakan untuk setiap langkah manajemen kebidanan.
2. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan.

E. Standar Pendidikan Kebidanan

Standar 1: lembaga pendidikan


Definisi operasional:
Penyelenggara pendidikan kebidanan adalah institusi pendidikan tinggi, baik pemerintah
maupun swasta.

Standar 2: Falsafah
Definisi opersional:
1. Falsafah mencakup kerangka keyakinan dan nilai-nilai mengenai pendidikan
2. penyelenggara pendidikan mengacu pada sistim pendidikan nasional Indonesia.
Standar 3 : organisasi
Definisi operasional:
1. Setruktur organis Ada kejelasan tentang tanggung jawab dan kerjasama organisasi.
2. Ada uraian tugas masing-masing organisasi

Standar 4 : Sumber daya pendidikan


Sumber daya manusia, pinansial, dan material dari lembaga pendidikan kebidanan harus
memenuhi persyaratan.
Definisi operasional:
1. Sumber daya teknologi dan bahan praktik cukup memadai
2. peran tanggung jawab serta setara dengan tenaga dari disiplin lain dalam institusi.
3. Dukungan administrasi

Standar 5 : Kebijakan
Kebijakan lembaga pendidikan yang mengatur penerimaan selksi dan pengajuan
mahasiswa.
Definisi operasional:
Selaku berpedoman pada aturan yang berlaku bagi suatu lembaga pendidikan tinggi.

Standar 6: Tri darma perguruan tinggi


Definisi opersional:
1. Meliputi bidang akademik, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
2. lembaga pendidikan memberikan kesempatan bagi pengembangan bakat dan minat
mahasiswa.
3. Sudah ada keterlibatan organisasi IBI

Standar 7: Kurikulum
Defini opersional:
1. penyelenggaraan pendidikan didasarkan pada kurikulum Nasional.
2. Kurikulum dikembangkan sesuai dengan falsafah dan visi misi

Standar 8: Tujuan pendidikan


Definisi operasional:
1. Tujuan pendidikan merupakan dasar bagi pengembangan kurikulum pendidikan.
2. Kurikulum meliputi kelompok ilmu dasar (alam, sosial, perilaku)
3. Kurikulum kebidanan menumbuhkan sikap etis, kepemimpinan, dan memberikan kondisi
untuk penerapan keterampilan manajemen.
Standar 9:
Lembaga pendidikan kebidanan ikut serta dalam program evaluasi internal dan eksternal.
1. Lembaga pendidikan kebidanan di akui oleh badan akreditasi yang berwenang.
2. memengaruhi institusi yang terkait dengan lahan praktik.
Standar 10:
Definisi operasional:
1. Lulusan pendidikan bidan pada tingkatan diploma 3menrapkan ilmu pengetahuan klinik.
2. lulusan diploma 4 menerapkan ilmu pengetahuan klinik
mengacu pada organisasi pendidikan tinggi
3. Lulusan wajib berperan aktif dari ikut serta dalam penentuan kebijakan dan bidang
kesehatan.

F. Standar Pendidikan Berkelanjutan Kebidanan

Standar 1 :
Pendidikan berkelanjutan bidan(PBB) berada dibawah organisasi ikatan bidan Indonesia.
1. keberadaan bidan pendidikan berkelanjutan bidan di syahkan oleh PP-IBI/PD-
IBI/P C Standar 2 falsafah:
Definisi organisai:
1. Ada falsafah yang mencakup kerangka keyakinan.
2. Ada visi, misi, dan tujuan
3. mengacu pada kebutuhan pelatihan dan pengembang untuk meningktakan kemampuan
bidan.

Standar 3: Organisasi
Definisi organisasi:
1. Ada kejelasan tanggung jawab dan kerjasama bersama
2. Ada uraian tugas masing-masing komponen

Standar 4: Sumber daya


pendidikan
Definisi operasional:
1. Memiliki sumberdaya manusia yang mampu
2. Ada sumberdaya finansial yang tercermin pada program.

Standar 5: Program pelatihan:


Definisi operasional:
1. Ada pengkajian kebutuhan
2. Ada program yang sesuai dengan hasil pengkajian.
3. program tersebut disahkan oleh ketua IBI

Standar 6: Fasilitas
Bidan pendidikan berkelanjutan bidan memiliki fasilitas pembelajaran yang sesuai.
Definisi operasional:
1. Ada daftar inventaris fasilitas pembelajaran.
2. fasilitas pembelajaran yang dapat digunakan sebagai media belajar

Standar 7: Penyelenggara pendidikan.


Definisi opersional:
1. Ada evaluasi pelatihan dan pengembangan.
2. Ada laporan pelaksanaan
3. Ada dokumentasi pelaksanaan

Standar 8: Pengendalian mutu


Definisi operasional:
1. Ada program mutu pelatihan dan pengembangan
2. Ada umpan balik tentang penelitian mutu
3. Ada penelitian mutu

A. Standar Pelayan Umum

Standar 1: perisapan untuk keluarga yang sehat


Unuk persiapan keluarga sehat bidan memberikan penyuluhan kepada masyarakat,
terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehamilan termasuk penyuluhan umum. Kesiapan
dalam menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua untuk menghindari hal yang kurang
baik.

Standar 2: Pencatatan dan pelaporan


Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan, yaitu registrasi ibu hamil diwilayah kerja.
kunjungan rumah, dan penyuluhan kepada masyarakat. Bidan meninjau secara teratur catatan
tersebut untuk menilai kinerja dan penyusunan rencana kegiatan guna meningkatkan pelayanan
kebidanan.

B. Standar Pelayanan Antenal

Standar 3: Identifikasi Ibu Hamil.


Bidan melakukan kujungan rumah dan berintraksi dengan masyarakat secara berkala
untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami, serta anggota keluarga lainyya.

Standar 4: Pemeriksaan Dan Pemantauan Antenal


Bidan memberikan sedikitnya empat kali pelayanan antenal. Bidan juga harus mengenal
kelainan pada kehamilan, hususnya anemia, kuarang gizi, hipertensi, penyakit menular seksual
(PMS)/infeksi HIV. Mereka harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan.
Standar 5: Palpasi Abdomen
Bidan melakukan pemeriksaan abdomen secara seksama dan melakukan palpasi untuk
meningkatkan usia kehamilan.

Standar 6: Pengelolaan anemia pada kehamilan


Bidan melakukan tindakan pencegahan, identifikasi, penanganan dan/ atau rujukuan
untuk semua kasus anemia pada kehamilan.
BAB VIII
RUANG LINGKUP STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN

Ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokan menjadi
standar pelayanan umum (2 standar), standar pelayanan anternal (6 standar), standar pertolongan
persalinan (4 standar), standar pelayanan nifas (3 standar), standar penanganan kegawatdaruratan
obstefri-neonatus (9 standar).

A. Standar Pelayanan Umum


Standar 1: persiapan untuk kehidupan keluarga sehat
Bidan member penyuluhan dan nasihat kepada individu, keluarga, dan masyarakat
terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan keselamatan umum,
keluarga berencana.

standar 2: pencatatan dan pelaporan


Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukan, yaitu registrasi semua ibu
hamil di wilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan kepada setiap ibu hamil/bersalin/nifas
dan bayi baru lahir, kunjungan rumah, dan penyuluhan kepada masyarakat.

B. STANDAR PELAYANAN ANTENATAL

Standar 3: Indentivikasi Ibu Hamil


Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala
untuk memberikan penyuluhan dan memotifasi ibu, suami, serta anggota keluarga lainnya.

Standar 4: Pemeriksaan Dan Pemantauan Antenatal


Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal. bidan juga harus mengenal
kelainan pada kehamilan, hususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, penyakit menulas
seksual(PMS)/Infeksi HIV; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan
serta tugas penyakit lainnya yang diberikan oleh puskesmas.

Standar 5: Palpasi Abdomen


Bidan melakukan pemeriksaan abdomen secara saksama dan melakukan palpasi untuk
memperkirakan usia kehamilan, serta bila umur kehamilan bertambah memeriksa posisi bagian
terendah janin, dan masuknya kepala janin kedalam rongga panggul untuk mencari kelainan serta
melakukan rujukan tepat waktu
Standar 6: Pengelolaan Anemia Pada Kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, identifikasi, penanganan dan/atau rujukan untuk
semuan kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Standar 7: Pengelolaan Dini Hipertensi Pada Kehamilan


Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali
tanda serta gejala preklamsia lainya, serta mengambil tindakan yang cepat

Standar 8: Persiapan Persalinan


Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami, serta keluarga pada trimester
ketiga untuk memastikan perslinan yang bersih dan aman. Disamping itu pesiapan transportasi dan
biaya untuk merujuk juga harus direncanakan bila tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat.

C. Standar Pertolongan Persalinan

Standar 9: Asuhan persalinan kala I


Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian memberikan asuhan dan
pemantauan yang memadai.

Standar 10: Persalinan Kala II yang aman


Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman dengan sikap yang sopan dan penghargaan
terhadap klien serta memerhatikan tradisi setempat.

Standar 11: Penata laksanaan aktif persalinan kala III


Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran plasenta
dan selaput ketuban secara lengkap

Standar 12: Penanganan kala II dengan komplikasi gawat janin melalui episiotomy
Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama dan segera
melakukan episiotomy dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan penjahitan
perineum.

D. Standar Pelayanan Nifas

Standar 13: perawatan bayi baru lahir


Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan, mencegah
hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan tindakan untuk merujuk sesuai dengan
kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau menangani hipotermia.

Standar 14: penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan


Bidan melakukan pemantauan pada ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam dua
jamsetelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan.
Standar 15: Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas
Memberikan pelayanan pada masa nifas pada hari ke tiga, minggu kedua dan minggu keenam
setelah persalinan untuk membantuproses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan pusat yang
benar.

E. Standar Penanganan Kegawatan Obstetri Dan Neonates

Bidan diharapkan mampu melakukan penanganan kegawatdaruratan obstetric-neonatus


tertentu untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi.

Standar 16: penanganan perdarahan dalam kehamilan pada trimester III


Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan serta melakukan
pertolongan pertama dan perujukan.

Standar 17: penanganan kegawatan pada eklampsia


mengenali cepat tanda dan gejala eklampsia mengancam, serta merujuk dan/atau memberikan
pertolongan pertama.
Standar 18: penanganan kegawatan pada partus lama/macet
bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus serta melakukan penanganan yang
memadai.

standar 19: persalinan dengan menggunakan vakum ekstraktor


Bidan mengenali kapan diperlukan eksktrasi vakum serta melakukanya secara benar ketika
memberikan pertolongan persalinan.

standar 20: penanganan retensio plasenta


bidan mampu mengenali retensio plasenta dan melakukan pertolongan pertama dan
penanganan penderahan sesuai dengan kebutuhan.

standar 21: penanganan pendarahan postpartum primer

bidan mampu mengenali pendarahan yang berlebihan selama 24 jam pertama setelah persalinan dan
segera melakukan pertolongan pertama.

standar 22: penanganan pendarahan postpartum sekunder


bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala pendarahan postpartum
sekunder, serta melakukan pertolongan pertama dan merujuk nya

standar 23: penanganan sepsis puerperalis


bidan mampu mengenali secara tepat serta melakukan pertolongan pertama atau rujukan.

standar 24: penanganan asfiksia neonatoru n.m


bidan mampu mengenali secara tepat bayi baru lahir dengan asfiksia,serta melakukan resusitasi
secepatnya, dan memberikan perawatan lanjuta n

F. Lahan Praktik Pelayanan Kebidanan

Syarat utama yang harus dipenuhi untuk melaksanakan praktik pelayanan kebidanan adalah
memiliki Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) sebagai bukti tertulis.

Bidan dalam menjalankan praktiknya harus:


1. Memiliki ruangan dan tempat praktik
2. menyedikan tempat tidur persalinan (1-5 tempat tidur)
3. menyediakan obat-obatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
4. bidan harus mencantumkan SIPB atau fotocopy izin praktiknya
BAB IX
RUANG LINGKUP PELAYANAN BIDAN

A. Bidan Praktik Swasta

Menurut satuan kredit perolehan Organisasi IBI, bidan praktik swasta adalah bidan
yang diberi izin untuk menjalankan praktik perorangan setelah memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan (IBI, 1997 : 15).
Visi misi bidan swasta adalah memberikan pelayanan kualitas terbaik dalam bidang keluarga
berencana dan kesehatan reproduksi.

B. Persyaratan bidan praktik swasta


Syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang bidan praktik swasta:
1. Bidan adalah seserang yang telah memenuhi program pendidikan bidan. yang di akui
Negara dan tempat tinggal
2. Registrasi adalah proses pendaftaran, dokumentasi dan pengakuan terhadap bidan
setelah dinyatakan memenuhi kompetensi inti
3. Surat Izin Bidan (SIB)
4. Praktik bidan adalah serangkaian pelayanan kesehatan yang diberikan bidan kepada pasien.
sesuai wewenang dan kemampuannya.
5. Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi
kepada kepala dinas kesehatan provinsi institusi pendidikan berada guna memperoleh
SIPB selambat-lambatnya 1(satu) bulan setelah menerima ijazah bidan.
6. Kelengkapan registrasi sebagai mana dimaksud pada ayat (1):
a. Fotocopy ijazah bidan.
b. Fotocopy transkip nilai akademik.
c. surat keterangan sehat dari dokter.
d. Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 lembar.
e. Persyaratan lain sesuai kebijakan IBI daerah.
f. Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi, kepatuhan kepada kode etik, serta
kesanggupan melakukan praktik bidan.
7. Dalam menjalankan praktiknya harus sesuai kewenangan yang diberikan
berdasarkanpendidikan dan pengalaman.
8. bidan dalam melaksanakan praktik sesuai kewenangan harus:
a. Menghormati hak pasien
b. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
c. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
d. memberikan inpormasi tentang pelayanan yang akan diberikan.
e. meminta persetujuan tindakan.
f. melakukan rekam medis (medical recorc) dengan baik.
9. SIPB berlaku selama 5 tahun
10. bidan harus memiliki SIPB.
Seorang bidan praktik swasta harus:
1. Memiliki keterampilan yang sesuai dengan standar.
2. memiliki pengetahuan yang mutahir.
3. berperilaku positif dan peduli terhadap kepentingan pasien.
4. memiliki kinerja yang baik.
5. memiliki tempat dan praktik yang standar, memiliki alat bantu
komunikasi. karakter yang harus dimiliki seorang bidan praktik swasta
adalah:
1. memiliki rasa peduli yang tinggi dan rasa kasih saying terhadap pasien.
2. menunjukan kehngatan kepada pasien.
3. mengerti apa yang dirasakan pasien.
4. memeroleh rasa percaya, sehingga pasien mudah berbagi masalah.
5. merasa senang untuk berbicara dengan pasien.
6. memiliki sikap yang bersahabat.
7. memiliki kepedulian terhadap keluarga pasien.

ciri bidan praktik swasta yang berkualitas, yaitu:


1. Mampu member pelayanan yang cepat dengan menggunakan fasilitas dan pralatan standar.
2. member pelayanan yang kompeten.
3. mudah ditemui dan mampu menjawab semua pertanyaan.
4. berpengalaman, tau apa yang dilakukan, mengerti dan memahami keadaan pasien.
5. mampu menjaga rahasia setiap pasien.
6. mambu member playanan yang berkualitas.
7. dapat menyesuaikan diri dalam keadaan apapun.

C. Kewajiban Bidan
Bidan memiliki kewajiban sebagai berikut.
1. Selama menjalan BPS, bidan wajib menaati semua peraturan perundang-undangan yang
berlaku, baik dari dinas maupun dari Profesi (IBI).
2. bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat khususnya keselamatan ibu dan anak serta KB.
3. setiap bidan yang menjalankan praktik berkewajiban meningkatkan kemampuan keilmuan
dan keterampiilannya melalui pendidikan dan pelatihan.
4. bidan menjalankan praktiknya memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan yang
meliputi :
a. pelayanan kebidanan
b. pelayanan keluarga berencana
c. pelayanan kesehatan masyarakat
5. bidan dalam menjalankan praktiknya wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai
dengan pelayanan yang diberikan dan dilampirkan puskesmas,
6. mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan organisasi profesi (IBI).
7. kepala dinas kesehatan kab/kota dan /atau organisasi terkait melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap bidan yang melakukan praktik di wilayahnya.
8. bidan yang menjalankan praktik harus mencantumkan surat izin praktik atau fotocopy izin
praktik.

D. Hak Bidan Praktik Swasta


bidan praktik swasta memiliki hak sebagai berikut :
1. berhak mendapatkan izin praktik
2. berhak mendapatkan perlindungan dari organisasi profesi
3. berhak mendapatkan keterampilan/pengetahuan baru yang berkaitan dengan bidan praktik
swasta (bidan delima).

Sanksi Bidan Praktik Swasta


1. bidan dalam melakukan praktik dilarang :
a. menjalankan praktik yang tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin
praktik.
b. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
2. bila melanggar ketentuan, bidan praktik swassta dikenakan sanksi :
a. peringatan lisan atau tertulis kepada bidan yang melakukan pelanggaran oleh kepala
dinas kab/kota.
b. peringatan lisan atau tertulis diberikan paling banyak 3 kali dan bila pelanggaran tersebut
tidak diindahkan maka kepala dinas kesehatan kab/kota dapat mancabut SIPB bidan yang
bersangkutan.

D. Pelayanan Kolaborasi
pada acara Congress On Nursing Partice tahun 1992. American Nursing Association (ANA)
merumuskan kolaborasi yaitu :
( kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab (kerjasama) dengan rekan
sejawat/tenaga kesehatan lainnya dalam member asuhan pada pasien, dalam praktiknya,
kolaborasi dilakukan dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta bekerjasama dalam
penatalaksanaan dan pemberi asuhan. masing-masing tenaga kesehatan dapat saling
berkonsultasi dengan tatap muka langsung atau melalui alat komunikasi lainnya dan tidak perlu
hadir ketika tindakan dilakukan. petugas kesehatan yang ditugaskan mengani pasien bertanggung
jawab terhadap keseluruhan penatalaksanaan asuhan).

Elemen klaborasi mencakup :


a. harus melibatkan tenaga ahli dengan bidang keahlian yang berbeda, yang dapat bekerja
sama secara timbale balik dengan baik.
b. Anggota kelompok harus bersikap tegas nyaman bekerja sama.
c. Kelompok harus memberi pelayanan yang keunikannya dihasilkan dari kombinasi
pandangan dan keahlian yang diberikan oleh setiap anggota tim tersebut.

Pola tersebut berkembang menjadi model praktik komunikasi yang menekankan komunikasi
dua arah, tetapi tetap menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara
dokter dan pasien.
Kolaborasi dalam praktik kebidanan
Dalam praktik pelayanan kebidanan, layanan kolaborasi adalah suatu asuhan kebidanan
yang diberikan kepada klien dengan beban tanggung jawab bersama semua pemberi pelayanan
yang terlibat.

Bidan meyakini bahwa dalam memberi asuhan harus tetap menjaga, mendukung, dan
menghargai proses psiologis manusia. Bidan bekerja sama mengembangkan kemitraan dengan
anggota tim kesehatan laiinya. Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi,
konsultasi, dan perujukan sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan, dan kemampuannya
BAB X
Sistem Penghargaan Bidan

A. Penghargaan

Bidan sebagai suatu profesi memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan. Penghargaan
yang diberikan kepada bidan tidak hanya berupa imbalan jasa tetapi juga pengakuan profesi
dan pemberian kewenangan/hak untuk menjalankan praktik sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki.
Sebagai suatu profesi , bidan memiliki organisasi profesi (Ikatan Bidan Indonesian, IBI)
yang mengatur hak dan kewajiban serta penghargaan dan sanksi bagi bidan. Setiap bidan
yang telah menyelesaikan pendidikan kebidanan berhak dan wajib menjadi anggota IBI.
Dalam lingkup IBI, setiap angggota memiliki beberapa hak tertentu sesuai dengan
kedududkannya, yaitu:
1. Anggota Biasa
a. Berhak mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh organisasi.
b. Berhak mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk bentuk kepentingan
organisasi.
c. Berhak memilih dan dipilih.
2. Anggota Luar Biasa
a. Dapat mengikuti kegiatan yang di lakukan organisasi.
b. Dapat mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk kepentingan organisasi.
3. Angota Kehormatan
Dapat mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk kepentingan organisasi.

B. Pemberian Sanksi
Sanksi berarti imbalan negative, imbalan yang berupa pembebanan yang di tentukan oleh
hukum aturan yang berlaku.Sanksi berlaku bagi bidan yang melanggar kode etik dan
hak/kewajiban bidan yang telah diatur oleh organisasi profesi. Dalam organisasi profesi
kebidanan terdapat Majelis Organisasi Etik Bidan (MPEB) dan Majelis Pembalaan
Anggota (MPA), yang memiliki tugas :
1. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan pengurus
pusat.
2. Melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala.
3. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat.
4. Membentuk tim teknis sesuai kebutuhan, tugas dan tanggung jawabnya di tentukan
pengurus.

MPEB dan MPA merupakan majelis independen yang berkonsultasi dan berkoordinasi
dengan pengurus inti dan organogram IBI tingkat nasional.

MPEB secara internal memeberikan saran, pendapat, dan buah pikiran tentang masalah
pelik yang sedang dihadapi, khususnya yang menyangkut prlaksananaan kode etik bidan
pembelaan anggota.

Tugas dan wewenang MPA dan MPEB adalah memeberikan bimbingan dan pembinaan
serta pengawsan etik profesi, meneliti dan menentukan adanya kesealahan atau kelalaian
bidan dalam memberikan pelayanan.Etika profesi adalah norma-norma yang berlaku bagi
bidan dalam memberikan pelayanan profesi seperti yang tercantum dalam kode etik
bidan.
Angota MPEB dan MPA :
1. Mantan pengurus IBI yang potensial.
2. Anggota yang memiliki perhatian tinggi untuk mengkaji berbagai aspek dalam
perubahan serta pelaksanaan kode etik bodan, pembelaan anggota, dan hal yang
menyangkut hak serta perlindungan anggota.
3. Anggota yang berminat dbidang hukum.
Keberadaan MPEB Bertujuan untuk :
1. Meningkatkan citra IBI dalam meningkatkan mutu pelayanaan yang di berikan bidan.
2. Membentuk lembaga yang akan menilai dan atau tidaknya pelanggaran terhadap
Kode Etik Bidan Indonesia.
3. Meningkatkan kepercaya diri anggota IBI.
4. Meningkatkan kepercayaan pada masyarakat terhadap bidan dalam memberikan
pelayanan.
BAB XI
Pengembangan Krier Bidan

A. Pendidkan Berkelanjutan
 visi dan misi
Visi pendidikan berkelanjutan
Visi pendidikan berkelanjutan adalah pada tahun 20010 seluruh bidan telah menerapkan
pelayanaan yang sesuai standar praktik bidan internasional dan dasar pendidikan minimal
Diploma III KEBIDANAN.
Misi pendidikan berkelanjutan
Misi pendidikan berkelanjutan mencakup:
1. Mengembangkan pendidikan berkelanjutan berbentuk ‘’system’’
2. Membentuk unit pendidikan bidan ditingkat pusat, provinsi, daerah, dan cabang.
3. Membentuk tim pelaksanaan pendidikan berkelanjutan.
4. Mengadakan jaaringan dan bekerjasama dengan pihak terkait.

B. Sasaran dan Tujuan


 Tujuan pendidikan berkelanjutan
Tujuan pendidikan berkelanjutan kebidanan yaitu:
1. Pemenuhan standar. Organisasi profesi bidan telah menetukan standar kemampuan bidan
yang harus dikuasai melalui pendidikan berkelanjutan . Bidan yang telah lulus program
pendidikan kebidanan tersebut wajib melakukan registrasi pada organisasi profesi bidan
untuk mendapatkan izin memberi pelayanaan kebidanaan pada pasien.
2. Meningkatkan prduktivitas kerja. Bidan akan dipacu untuk terus meningkatkan jenjang
pendidkan mereka sehingga pengetahuan dan keterampilan (technical skill) Bidan akan lebih
berkualitas.
3. Efisiensi. Pendidikan bidan yang berkelanjutan akan melahirkan bidan yang kompeten di
bidangnya sehingga meningkatkan efisiensi kerja bidan dalam memberi pelayaaan yang
terbaik bagi klien.
4. Meningkatkan kualitas pelayanaan. Pendidikan bidan yang berkelanjutan akan memicu
daya saing dikalanhgan profesi kebidanan agar terus meningkatkan kualitasnya dalam
memberi pelayanan kepada klien.
5. Meningkatkan moral. Melalui pendidikan bidan yang berkelanjutan tidak hanya
pengetahuan dan keterampilan bidan dalam memberi pelayanaan yang menjadi perhatian,
tetapi moralitas dan etika seorang bidan juga ditingkaatkan untuk menjamin kualitas bidan
yang profesional.
6. Meningkatkan karier. Peluang peningkatan karier akan semakin besar seiring peningkatan
kualitas pelayana, performa, dan prestasi kerja.
7. Meningkatkan kemampuan konseptual. Kemampuan intelektual dan konseptual bidan
dalam menangasi kasus pasien akan terasah sehingga bidan dapat memberi asuhan
kebidanan dengan tepat.
8. Meingkatkan keerampilan kepemimpinan (leader ship skill) Bidan akan memiliki
kemampuan kepemiimpinan yang baik. Sebagai seorang menager bidan dibekali
keterampilan untuk dapat berhubugan dengan orang lain (human ralation) dan bekerjasama
dengan sejawat serta multidisiplin lainnya guna memberi pelayanaan yang berkualitas bagi
klien.
9. Imbalan (kopensasi). Asuhan bidan yang berkualitas akan menarik konsumen dan
meningkatkan penghargaan atas pelayanan yang diberikan.
10. Meningkatkan kepuasan konsumen. Keputusan komsumen akan meningkatkan
setting dengan meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan.

Pendidikan berkelanjutan merupakan bagian dari berbagai sistem lain dan juga berkaitan
dengan istem ppendidikan formal dasar. Program ini tersusun atas berbagai komponen yang
paling terkait yakni individu, kabijakan perencanaan, fungsi intuisi dan sarana.
Sasaran Pendidikan Berkelanjutan
Sasaran dalam pendidikan berkelanjutan, mencakup:
1. Bidan praktik swasta.
2. Bidan berstatus pegawai negri.
3. Tenaga kesehatan lainnya.
4. Kadar kesehatan, dukun beranak (peraji).
5. Masyarakat umum.
C. Jenis dan karakteristik pendidikan berkelanjutan
Jenis pendidikan berkelanjutan
Jenis pendidikan berkelanjutan yaitu:
1. Seminar, lakakarya.
2. Magang.
3. Pengembangan (manajemen, hubungan, interpensial, komunitas).
4. Keterampilan teknis untuk pelayanan.
5. Administrasi.
6. Lain-lain, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
D. Jabatan Fungsional
Jabatan dapat di tinjau dari dua aspek, yaitu jabatan structural dan jabatan fungsioal. Jabatan
struktural adalah jabatan yang secara jelas tertera dalam struktur dan d atur dalam suatu
jenjang organisasi. Sedangkan jabatan fungsional adalah jabatan yang di tinjau serta di
hargai dalam aspek fungsinya yang vital dalam masyafrakat dan Negara.
Selain fungsi dan perannya yang vital dalam kehidupan masyarakat, jabatan fungsional juga
berorentiasi kualitatif.Seseorang yang memiliki jabatan fungsiona berhak untuk
mendapatkan tunjangan fugsional. Dalam konteks ini, dapat dilihat bahwa jabatan bidan
merupakan jabatan fungsional profesional sehingga berhak mendapatkan sebagai bidan
serta melalui pendidikan berkelanjutan, baik secara formal maupun informal, yang hasil
akhirnya akan meningkatkan kemampuan professional bidan dalam melaksanakan
fungsinya,. Bidan dapat berfungsi sebagai bidan pelaksana, pengelola, pendidik, peneliti,
koordinator, dan penyelia.

E. Pengembangan Karier Bidan


Dalam mengantisipasi perkembangan saat ini (kebutuhan masyarakat yang menuntut mutu
pelayanan kebidanan yang semakin meningkat, perubahan yang cepat dalam pemerintahan
maupun masyarakat, perkembangan IPTEK, dan persaingan yang ketat di era globalisasi).
Pengembangan pendidikan kebidanan sayangnya dirancang secara bersinambungan, berjenjang,
dan berkelanjutan sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup bagi bidan yang mengabdi di
tengah masyarakat.
Pendidikan formal yang telah dirancang dan di selenggarakan oleh pemerintah dan badan
swasta dengan dukungan IBI adalah program Diploma III dan program Diploma IV
kebidanan. Pemerintah berupaya untuk menyediakan dana bagi bidan disekitar pemerintah
yang akan melakukan tugas belajar ke luar negri. Disamping itu, IBI berupaya agar badan
swsta, baik dalam maupun luar negri, dapat meningkatan pendidikan bidan, khususna
program pendidikan jangka pendek.
BAB XII
Promosi Jasa Kebidanan

Profesi bidan menjual jasa.Jasa kebidanan adalah pelayanan atau asuhan kebidanan yang
ditujukan bagi klien wanita/ibu dan bayinya yang diberikan oleh bidan yang telah selesai
mengikiti pendidikan kebidanan yang telah di akui negara. Prmosi kebidanan adalah promosi
untuk mempromosikan jasa kebidanan kepada masyarakat (klien) yang membutuhkan
pelayanan/asuhan kebidanan
Pelayanan/asuhan kebidanan termasuk dalam pelayanan kesehatan.Pelayanan kesehatan
memiliki pelayanan karakteristik yang spesifik karena berhadapan langsung dengan individu.
Karakteristik promosi jasa dalam pelayanan kesehatan antara lain:
1. Bersifat sukarela. Tidak memaksa klien menggunnakan layanan yang ditawarkan. Klien
bebas menentukan piilihan layanan.
2. Kontak secara personal. Dalam pelayanan kesehatan tenaga kesehatan harus melakukan
kontak langsung secara personal dengan klien melalui pendekatan sosial budaya.
3. Berpacu dengan waktu. Pelayanan kesehatan harus diberikan dengan segera dan
mempertimbangkan keadaan klien.
4. Sensitif (trauma kesehatan reproduksi) kesehatan reprodusi merupakan hal yang sangat
pribadi dan sensitive sehingga seringkali klien enggan berkunjung kepelayanan kesehatan dan
membicarakan masalah tersebut. Sikap yang menghormati privasi klien dan tidak
menghakimi dari seorang bidan akan membuat klien bersikap positif pada layanan kesehatan
yang kita berikan.

Peran pemasaran dalam pelayanan kesehatan adalah untuk:


1. Menciptakan diferensiasi.
2. Manajemen kualitas pelayanan.
3. Meningkatkan produktivitas.

Promosi jasa dalam pelayanan kesehatan memiliki empat komponen utama, yaitu:
1. Klien/pelanggan. Merupakan konsumen dari pelayanan kesehatan yang memiliki
dudukan sangat penting.
2. Kompetisi. Melalui keberadaan profesi lain akan tercipta iklim kompetisi yang apabila
dikelola dengan baik maka akan memotivasi bidan untuk mengevaluasi dan mengembangkan
diri.
3. Jaringan. Jaringan diperlukan untuk memperluas cakupan pemasaraaan pelayanan
kesehatan yang akan membantu kelancaran kegiatan pemasaran. Jaringan tersebut dapat
berbentuk klinik, pelayanan dirumah, rujukan, dan perusahaan/asuransi.
4. Klinik. Dalam pengelola klinik diperlukan beberapa pertimbangan mencakup kekuatan
merek, proses pelayanan, keunggulan kompetitif, dan tariff pelayanan.

Proses pemasaran oelayanan terbagi menjadi tiga kelompok yaitu:


1. Internal. Melalui promosi internal, penawaran kemudahan, dan role model.
2. Interaktif. Melalui rujukan, interaksi individual, dan komunikasi verbal.
3. Eksternal. Melalui iklan di media masa, materi promosi, dan program khusus.

Dalam proses pemasaran yang harus diperhatikan adalah ada tidakadanya ancaman, tidak
melakukan promosi yang terlalu berlebihan, dan tidak mempromosikan sesuatu yang tidak bias
di andalkan.
LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 1992
TENTANG : KESEHETAN

Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Nomor : 23 TAHUN 1992 (23/1992)
Tanggal : 17 SEPTEMBER 1992 (JAKARTA)
Sumber :LN 1992/100; TLN NO, 3495

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa


Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
a. bahwa kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
b. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas perlu ditetapkan Undang-Undang
tentang Kesehatan
c. bahwa dengan memperhatikan peranan kesehatan diatas, diperlukan upaya peningkatan
derajat kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan upaya kesehatan secara menyeluruh
dan terpadu.

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002
TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah perly diadakan penyempurnaan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 572/Menkes/Per/VI/1996 tentang Registrasi dan Praktik
Bidan

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI


NOMOR : 900/MENKES/SK/VII/2002
TANGGAL : 25 JULI 2002
PETUNJUK PELAKSANAAN PRAKTIK BIDAN
I. PENDAHULUAN
A. UMUM
1. Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan terdepan kepada
masyarakat mempunyai kedudukan penting, oleh karrna itu perlu selalu meningkatkan
mutu pelayanannya
2. Agar bidan dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, perlu adanya
pengaturan yang mudah dipahami oleh bidan

B. TUJUAN
1. Mempermudah bidan untuk memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
sudah ditetapkan
2. Memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi bidan sebagai pemberi pelayanan
serta masyarakat menerima pelayanan

II. PENYELENGGARAAN PRAKTIK


1. Bidan dalam menjalankan praktiknya harus :
a. Memiliki tempat dan ruangan praktik yang memenuhi persyaratan kesehatan
b. Menyediakan tempat tidur untuk persalinan 1 (satu), maksimal 5 (lima) tempat tidur
c. Menyediakan obat-obatan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku
d. Memiliki peralatan minimal sesuai dengan ketentuan

2. Bidan yang menjalankan praktik harus mencantumkan Surat Izin Praktik Bidannya atau
fotokopian Izin Praktiknya
3. Bidan dalan praktiknya menyediakan lebih dari 5 (lima) tempat tidur, harus memperkerjakan
trnaga bidan yang lain yang memiliki SIPB untuk membantu tugas pelayanannya

Anda mungkin juga menyukai