Anda di halaman 1dari 237

Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

KUK MENYIAPKAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK


19 KODE: M.692000.019.02

Objektif:
Unit kompetensi ini berkaitan dengan keterampilan, pengetahuan, dan sikap kerja
yang dibutuhkan dalam mengelola Surat Pembeitauan Pajak sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan pada perusahaan. Elemen-elemen kompetensi terdiri dari:
1. Menyiapkan dokumen transaksi pemungutan dan pemotongan Pajak Penghasilan
(PPh)
2. Menyiapkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan pasal 21
3. Menyiapkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi.
4. Menyiapkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
5. Menyiapkan SPT Masa pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas
barang mewah (PPn-BM).

MATERI ELEMEN KOMPETENSI 1


MENYIAPKAN DOKUMEN TRANSAKSI PEMUNGUTAN
DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh)

1.1 KRITERIA UNJUK KERJA


1.1 Subjek dan objek pemungutan dan pemotongan PPh
1.2 Transaksi pemungutan dan pemotongan dalam formulir pajak.
1.3 Dokumen pemungutan dan pemotongan pajak.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 1


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

1.2 URAIAN MATERI ELEMEN KOMPETENSI 1


1.1 SUBJEK DAN OBJEK PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN PPH
a) Subjek pemungutan dan pemotongan PPh (Pasal 2)
(1) Yang menjadi subjek pajak adalah:
a. 1. Orang pribadi;
2.warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatua menggantikan
yang berhak;
b. Badan; dan
c. Bentuk usaha tetap
(1) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya
dipersamakan dengan subjek pajak badan.
(2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negeri.
(3) Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali
unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
a) pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b) pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
c) penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
d) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara; dan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 2


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang


berhak.

(4) Subjek pajak luar negeri adalah:


a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia; dan
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.

(5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 3


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

g. gudang;
h. ruang untuk promosi dan penjualan;
i. pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan;
l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan;
n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi
atau menanggung risiko di Indonesia; dan
p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
(6) Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.

b) Objek pemungutan dan pemotongan PPh (Pasal 4)


(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahankemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
baik yangberasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakaiuntuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yangbersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 4


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-


undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta termasuk:
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan dan
badan lainnya;
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau
reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan; dan
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
b. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
c. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 5


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

d. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
e. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
f. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
g. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
h. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
i. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
j. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
k. premi asuransi;
l. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
m. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
n. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
o. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
p. surplus Bank Indonesia.

(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:


a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura;

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 6


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau


bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan; dan
e. penghasilan tertentu lainnya,

(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:


a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
olehpemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak
atausumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yangdiakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan
yangdibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
olehpenerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur
denganatau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam


garisketurunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan,badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yangmenjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya
diatur denganatau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 7


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak
yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan
usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. dihapus;
k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 8


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan


pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan; dan
n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

1.2 TRANSAKSI PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN DALAM FORMULIR


PAJAK.
1. PPh Pasal 23
a. Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan
yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain
yang dipotong oleh PPh Pasal 21.
b. Pemotong dan Penerima PPh Pasal 23
1. Pemotong PPh Pasal 23
 Badan Pemerintah,

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 9


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Subjek Pajak Badan Dalam Negeri,


 Penyelenggaraan Kegiatan,
 Bentuk Usaha Tetap (BUT),
 Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya,
 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu, yang ditunjuk oleh
Direktorat Jenderal Pajak.
2. Penerima Pph Pasal 23
 WP Dalam Negeri
 Bentuk Usaha Tetap (BUT)
c. Tarif dan Objek PPh Pasal 23
1. 15% dari jumlah bruto atas:
2. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan
3. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi dan jasa konsultan
4. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lain, yaitu:
 Jasa penilai (appraisal)
 Jasa aktuaris
 Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi laporan keuangan
 Jasa hukum
 Jasa arsitektur
 Jasa perencanaan kota dan kota landscape
 Jasa perancang (design)
 Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas
bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap
 Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak
dan gas bumi (migas):
 Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penerbangan dan
bandar udara:
 Jasa penebangan hutan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 10


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Jasa pengelolaan limbah


 Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services)
 Jasa perantara dan/atau keagenan
 Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilakukan oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)
dan Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI)
 Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)
 Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
 Jasa mixing film
 Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise,
banner, pamphlet, baliho dan folder
 Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem
komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
 Jaa pembuatan dan/atau pengelolaan website
 Jasa internet termasuk sambungannya
 Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi,
dan/atau program
 Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC, dan/atau TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang dilakukan
oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
 Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang
dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi
 Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut dan
udara
 Jasa maklon

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 11


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses


penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya
dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang
spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan
penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya
disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi
berada pada pengguna jasa. (Pasal 2 ayat (4) PMK-
141/PMK.03/2015)
 Jasa penyelidikan dan keamanan
 Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
 Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer adalah kegiatan
usaha yang dilakukan oleh pengguna jasa penyelenggara kegiatan
meliputi antara lain penyelenggara pameran, konvensi, pagelaran
music, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan
kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan.
(Pasal 2 ayat (5) PMK-141/PMK.03/2015)
 Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar
ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa
periklanan
 Jasa pembasmian hama
 Jasa kebersihan atau cleaning service
 Jasa sedot septic tank
 Jasa pemeliharaan kolam
 Jasa catering atau tata boga
 Jasa freight forwarding
 Jasa freight forwarding adalah kegiatan usaha yang ditujukan
untuk mewakili kepentingan pemilik untuk mengurus
semua/sebagian kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya
pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut
dan/atau udara, yang dapat mencakup kegiatan penerimaan,

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 12


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran,


penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan
dokumenangkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim, asuransi
atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya
lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut
sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak
menerimanya. (Pasal 2 ayat (6) PMK-141/PMK.03/2015)
 Jasa logistik
 Jasa pengurusan dokumen
 Jasa pengepakan
 Jas loading dan unloading
 Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh
lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis
 Jasa pengelolaan parkir
 Jasa penyondiran tanah
 Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan
 Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit
 Jasa pemeliharaan tanaman
 Jasa pemanenan
 Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan,
dan/atau perhutanan
 Jasa dekorasi
 Jasa percetakan/penerbitan
 Jasa penerjemahan
 Jasa pengangkutan/ekspedisi, kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15
Undang-Undang Pajak Penghasilan
 Jasa pelayanan kepelabuhanan
 Jasa pengangkutan melalui jalur pipa
 Jasa pengelolaan penitipan anak
 Jasa pelatihan dan/atau kursus
LSP Universitas Gunadarma Halaman | 13
Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM


 Jas sertifikasi
 Jasa survey
 Jasa tester
 Jasa selain jasa-jasa tersebut diatas yang pembayarannya dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
5. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tariff PPh
Pasal 23
6. Yang dimaksudn dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan
yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap, tidak termasuk:
a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh
wajib pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa
 Pembayaran ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang dapat dibuktikan dengan
kontrak kerja dan daftra pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan. (Pasal 1 ayat (4) huruf a PMK-
141/PMK.03/2015)
 Dalam hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran
kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1 ayat (5)
PMK-141/PMK.03/2015)

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 14


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

b. Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang


atau material yang terkait dengan jasa yang diberikan
 Pembayaran ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar
Pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang dapat dibuktikan dengan
faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau material.
(Pasal 1 ayat (4) huruf b PMK-141/PMK.03/2015)
 Dalam hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran
kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1 ayat (5)
PMK-141/PMK.03/2015)
c. Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia
jasa, terkait jasa yang diberikan oleh penyedia jasa; dan/atau
 Pembayaran ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar
Pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang dapat dibuktikan dengan
faktur taghan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis.
(Pasal 1 ayat (4) huruf c PMK-141/PMK.03/2015)
 Dalam hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran
kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1 ayat (5)
PMK-141/PMK.03/2015)
d. Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian
(reimbursement) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa
kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa bersangkutan
 Pembayaran ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar
Pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang dapat dibuktikan dengan
faktur tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan
oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga. (Pasal 1 ayat (4) huruf d
PMK-141/PMK.03/2015)
 Dalam hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 15


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1 ayat (5)


PMK-141/PMK.03/2015)
Jumlah bruto tersebut tidak perlu:
a. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa catering
b. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa,
telah dikenakan pajak yang bersifat final
d. Perhitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk
PPN
Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada Bank
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
b. Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah
modal yang disetor
c. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif
d. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
e. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalut pinjaman dan/atau
pembiayaan
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 16


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran,


disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal 10
bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling
lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh
Pasal 23 bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari
libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari
kerja berikutnya.
e. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 dan Formulirnya
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada
Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 17


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 18


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Contoh 1 : Tarif 15 %
PT Bahagia membagikan deviden sebesar Rp 1000 per lembar saham yang dimiliki
pemegang saham. PT Bahagia merupakan perusahaan tertutup sehingga sahamnya
hanya dimiliki oleh pendiri perusahaan yaitu PT Aksara sebanyak 4000 lembar, PT
Ultra 6000 lembar, PT Gajah 5.000 lembar dan PT Sukses 3.000 lembar, maka atas
deviden yang diteri akan terhutang PPH pasal 23.

Jawaban:
Pemilik Saham Lembar Saham Total Deviden PPh Pasal 23 Yang diterima
PT Aksara 4.000 Rp 4000.000 Rp 600.000 Rp 3.400.000
PT Ultra 6.000 Rp 6.000.000 Rp 900.000 Rp 5.100.000
PT Gajah 5.000 Rp 5.000.000 Rp 750.000 Rp 4.250.000
PT Sukses 3.000 RP 3.000.000 Rp 450.000 Rp 2.550.000

Contoh 2 : Tarif 2%
PT Yesoa Indonesia menerima order dari PT Ang Lion International untuk mencarikan
perusahan pengangkutan laut dalam rangka pengiriman bahan baku obat dari Jakarta
dengan tujuan Surabaya. Pada tanggal 9 September 2013 PT Yesoa Indonesia
menerbitkan tagihan kepada PT Ang Lion International dengan nilai sebesar
Rp22.000.000,00 atas jasa tersebut dan dibayar pada tanggal 12 September 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?

Jawab:
Mengingat penghasilan yang diterima PT Yesoa Indonesia dalam transaksi tersebut
berkenaan dengan kegiatan PT Yesoa Indonesia untuk mencarikan perusahaan
pengangkutan laut maka penghasilan tersebut termasuk penghasilan dari jasa
perantara/keagenan yang penghasilannya dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Ang Lion
International sebagai pihak yang membayarkan penghasilan.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar:
2% x Rp 22.000.000 = Rp 440.000
Kewajiban PT Ang Lion International sebagai Pemotong PPh Pasal 23 adalah:

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 19


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

1. Melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp440.000 dan memberikan


Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT Yesoa Indonesia.
2. Melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut paling lambat
tanggal 10 Oktober 2013
3. Melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut dalam SPT Masa
PPh Pasal 23 masa pajak September 2013 paling lambat tanggal 21 Oktober
2013.

Dalam rangka peningkatan pemahaman para pegawai tentang filosofi dan budaya
perusahaan, PT Gajah Makmur mengadakan pelatihan tentang budaya perusahaan
yang diikuti oleh 50 orang pegawai dari bagian produksi selama satu hari dengan
menyewa meeting room Hotel Menara Jaya yang dimiliki oleh PT Tegal Arum dengan
pola paket full board seharga Rp300.000 per paket. Paket full board di Hotel Menara
Jaya tersebut terdiri dari:
 Room for 1 night
 Meeting room
 Overhead & Screen
 Flip Chart
 White Board & Marker Board
 Note Book & Ballpoint
 Sound System
 Candies
 1 x Breakfast
 2 x Coffe Break
 1 x Lunch
 1 x Dinner
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 20


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Jawab:
Jasa perhotelan meliputi:
 Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan,
motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan
untuk tamu yang menginap
 Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, dan hostel;
Sehingga penyewaan ruangan hotel dengan pola paket full board sebagaimana
tersebut diatas termasuk dalam pengertian jasa perhotelan.Berdasarkan Pasal 1
ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, jasa
perhotelan tidak termasuk sebagai jenis jasa yang dikenai pemotongan PPh
Pasal 23, sehingga atas pembayaran sebesar Rp15.000.000 (50 orang x
Rp300.000) kepada PT Tegal Arum tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 21


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 22


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2.2 PPh Pasal 4 Ayat (2)


a. Pengertian
Adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut:
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi
2. Penghasilan berupa hadiah undian
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal para perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan
5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur daengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah
b. Pemotong dan Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)
1. Pemotong
 Koperasi
 Penyelenggara kegiatan
 Otoritas bursa
 Bendaharawan
2. Penerima penghasilan
 Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi
 Penerima hadiah undian
 Penjual saham dan sekuritas lainnya
 Pemilik property berupa tanah dan/atau bangunan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 23


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

c. Lain-lain
1. Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final
2. Karena bersifat final, maka pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat
dikreditkan
3. Omset terkait transaksi yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak
dimasukkan dalam omset usaha, namun dimasukkan dalam omset
penghasilan yang telah dipotong PPh Final

1.3 DOKUMEN PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN PAJAK


Sesuai siklus Hidup dan Kewajiban Wajib Pajak (WP), maka selain
pembayaran bulanan yang dilakukan oleh sendiri, ada pembayaran bulanan yang
dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak
ketiga. Dalam mekanisme ini, pihak ketiga ditunjuk berdasarkan ketentuan
perpajakan untuk memotong/memungut pajak dan menyetorkan ke kas negara.

1.3.1 Jenis-jenis pemotongan/pemungutan pajak di Indonesia


meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal
26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15. Pemotongan/pemungutan atas jenis-jenis
pajak tersebut dinamakan withholding tax system. Selain jenis-jenis pajak tersebut,
sistem perpajakan di Indonesia mengenal pemungutan Pajak Pertambahan Nilan
(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Meski tidak termasuk
dalam scenario withholding tax system, namun pemungutan PPN dan PPnBM
harus diperhatikan kewajibannya karena terkait dengan kewajiban perpajakan
pihak ketiga.
1.3.1.1 Pemotongan PPh Pasal 21
Dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada WP orang pribadi dalam
negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. Misalnya
pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan
pemberi kerja. WP berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai
pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 24


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

karyawannya maupun yang bukan karyawannya. WP orang pribadi dapat juga


ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukkannya dari
KPP tempat WP orang pribadi terdaftar.
1.3.1.2 Pemungutan PPh Pasal 22
Dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan
barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan
kegiatan usaha dibidang-bidang tertentu serta penjualan barang yang
tergolong sangat mewah. Pemungutan PPh Pasal 22 meliputi pemungutan
atas:
1. Pembelian barang oleh Instansi Pemerintah;
2. Kegiatan impor barang;
3. Produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok,
dan otomotif;
4. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan
usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian,
dan perikanan dari pedagang pengumpul;
5. Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah. WP
dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sekaligus
sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 22.

1.3.1.3 Pemotongan PPh Pasal 23


Dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran
berupa dividen, bunga, royalty, sewa dan jasa kepada WP badan dalam negeri
dan BUT. WP Badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23, sedangkan WP
Orang Pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23. Demikian
sebaliknya, apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek
pemotongan PPh Pasal 23 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga
merupakan pemotong PPh Pasal 23, maka atas penghasilan yang diterima
akan dipotong PPh Pasal 23 oleh si pihak pemotong tersebut.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 25


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

1.3.1.4 Pemotongan PPh Pasal 26


Dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran
berupa dividen, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP
luar negeri. WP baik orang pribadi maupun badan ditunjuk untuk memotong
PPh Pasal 26 atau sesuai dengan ketentuan Tax Treaty.

1.3.1.5 Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)


Dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran
untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi,
pengalihan ha katas tanah dan/atau bangunan dan lainnya. Yang dimaksud
final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi
penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan,
perhitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam
perhitungan PPh paa SPT Tahunan. WP Badan ditunjuk untuk memotong PPh
Pasal 4 ayat (2), sedangkan WP orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong
PPh Pasal 4 ayat (2). Demikian sebaliknya, apabila WP menerima
penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dan
pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4
ayat (2), maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 4 ayat
(2) oleh si pihak pemotong tersebut. Namun, apabila Wajib Pajak menerima
penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi
penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak
tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut, misalnya dalam
transaksi sewa atau penjualan property tanah dan/atau bangunan.

1.3.1.6 Pemotongan PPh Pasal 15


Adalah pemotongan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi
penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma
perhitungan khusus. Wajib Pajak tertentu tersebut adalah perusahaan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 26


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri,


perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang
asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.
Wajib Pajak Badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15, sedangkan wajib
pajak orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15. Demikian
sebaliknya, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan
objek pemotongan PPh Pasal 15 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja)
juga merupakan pemotong PPh Pasal 15, maka atas penghasilan yang diterima
akan dipotong PPh Pasal 15 oleh pemotong. Namun, apabila Wajib Pajak
menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 15 dan pihak
pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib
Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 tersebut

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 27


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

1.3.1.7 CONTOH DOKUMEN PEMUNGUTAN PAJAK


PENGHASILAN

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 28


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 29


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 30


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 31


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 32


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 33


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 34


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 35


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Contoh Kasus

Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Dilakukan Antara Dua Wajib
Pajak Orang Pribadi Pada tanggal 12 Agustus 2013 Rahmat menjual rumahnya di
kawasan Palo Alto Residence Bogor kepada Nasri. NJOP atas tanah dan bangunan
tersebut yang tertera pada SPPT PBB Tahun 2013 adalah Rp1.500.000.000 Harga
transaksi yang disepakati adalah Rp1.700.000.000 Rahmat dan Nasri sepakat untuk
melakukan penandatanganan Akta Jual Beli pada tanggal 15 Agustus 2013 di hadapan
PPAT Dhea Tunggadewi, S.H., M.Kn. Bagaimana kewajiban PPh atas transaksi
penjualan rumah tersebut?

Jawab:
Atas penghasilan yang diterima oleh Rahmat dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan wajib dibayar PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final.
Besarnya PPh yang wajib dibayar adalah: 5% x Rp1.700.000.000 = Rp 85.000.000
Kewajiban Rahmat atas transaksi tersebut adalah:
1. Melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan SSP sebesar
Rp85.000.000 paling lambat tanggal 15 Agustus 2013 sebelum ditandatanganinya
Akta Jual Beli;
2. Mengajukan formulir penelitian Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan/atau bangunan yang dialihkan
haknya.
3. Melaporkan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi tersebut dalam SPT Masa
PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Agustus 2013 paling lambat tanggal 20 September
2013.

Sebelum menandatangani Akta Jual Beli, Dhea Tunggadewi, S.H., M.Kn. selaku
PPAT wajib memastikan terpenuhinya kewajiban PPh atas penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh Rahmat dengan bukti fotokopi SSP
yang telah diteliti oleh KPP.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 36


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Pengalihan BTS
PT Atlanta Telekomunikasi melakukan penjualan salah satu menara telekomunikasi
yang dimilikinya di kota Surabaya kepada PT Antara Telekomunikasi seharga
Rp.600.000.000. Transaksi tersebut dibuatkan perjanjian jual beli oleh PPAT Gunarso
yang berkantor di Jl. Pramuka No. 48 Surabaya yang oleh kedua belah pihak perjanjian
tersebut ditandatangani pada tanggal 16 September 2013. Atas transaksi tersebut
dilakukan pembayaran oleh PT Antara Telekomunikasi kepada PT Atlanta
Telekomunikasi pada tanggal 16 September 2013.Menara telekomunikasi milik PT
Atlanta Telekomunikasi tersebut dibangun di atas tanah yang disewa dari masyarakat
dan bukan dibangun di atas tanah milik PT Atlanta Telekomunikasi dengan tujuan
penghematan biaya pembelian lahan tanah.Bagaimanakah kewajiban Pajak
Penghasilan terkait transaksi tersebut?

Jawab:
Ketentuan peraturan yang berlaku menyatakan bahwa Menara telekomunikasi
termasuk dalam definisi bangunan, oleh karena itu penjualan menara telekomunikasi
merupakan penjualan bangunan yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
yang bersifat final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final yang wajib dibayar
adalah:
5% x Rp 600.000.000 = Rp30.000.000

Kewajiban PT Atlanta Telekomunikasi atas transaksi tersebut adalah:


1.Melakukan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak sebesar Rp.30.000.000,00 paling lambat tanggal 16
September 2013 sebelum PPAT menandatangani akta perjanjian jual beli;

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 37


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2. Mengajukan formulir penelitian Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak


yang wilayah kerjanya meliputi letak Menara telekomunikasi tersebut berada;
3. Melaporkan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak
September 2013 paling lambat tanggal 21 Oktober 2013.

Sebelum menandatangani akta perjanjian jual beli tersebut Gunarso selaku PPAT
wajib memastikan terpenuhinya kewajiban PPh atas penghasilan dari pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan oleh PT Komsat Telekomunikasi dengan bukti SSP yang
telah diteliti oleh KPP .

Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bagunan


Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Karena Warisan Suratmo, meninggal
pada tanggal 16 Juli 2013.Suratmo meninggalkan seorang istri, Sarinda dan 2 orang
anak, Haryo Krisno dan Bimo Rekso. Harta warisan yang ditinggalkan oleh Suratmo
adalah 3 unit rumah yang terletak di Jakarta, Bogor, dan Tangerang dengan nilai
masing-masing Rp600.000.000, Rp 500.000.000, dan Rp 300.000.000, Pembagian
harta warisan berdasarkan Surat Keterangan Waris adalah sebagai berikut:
- rumah yang terletak di Jakarta diberikan kepada Sarinda.
- rumah yang terletak di Bogor diberikan kepada Haryo Krisno.
- rumah yang terletak di Tangerang diberikan kepada Bimo Rekso.

Para ahli waris sepakat atas harta warisan tersebut kesemuanya akan diberikan kepada
anak yang termuda, Bimo Rekso. Akta Hibah ditandatangani tanggal 10 Oktober 2013
dihadapan PPAT Siti Sinten Bumi, S.H., M.Kn.
Bagaimana kewajiban PPh atas serangkaian peristiwa pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan tersebut?

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 38


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Jawab:
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan
dikecualikan dari kewajiban pembayaran PPh atas Penghasilan dari pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan.Mekanisme pengecualiannya diberikan melalui
penerbitan Surat Keterangan Bebas yang diajukan ke KPP tempat Bambang
Reksodipuro terdaftar atau bertempat tinggal.

Setelah proses pewarisan selesai dan para ahli waris menerima haknya masing-masing,
maka pada saat rumah yang diterima oleh Sarinda dan Haryo Kresno diberikan kepada
Bimo Rekso:
 Pengalihan hak atas rumah yang terletak di Jakarta dari Sarinda kepada Bimo
Rekso merupakan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran
PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yang
mekanisme pengecualiannya diberikan melalui penerbitan Surat Keterangan
Bebas. Sarinda sebagai pihak yang mengalihkan tanah dan/atau bangunan
harus mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas ke KPP tempat
Sarinda terdaftar dengan dilampiri Surat Pernyataan Hibah;
 Pengalihan hak atas rumah yang terletak di Bogor dari Haryo Kresno kepada
Bimo Rekso merupakan hibah yang tidak dikecualikan dari kewajiban
pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan, sehingga Haryo Kresno sebagai pihak yang mengalihkan wajib
membayar PPh sebesar 5% x Rp500.000.000 = Rp25.000.000.
Kewajiban Haryo Kresno atas pengalihan hak atas rumah yang terletak di Bogor
kepada Bimo Rekso adalah:
 Melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan SSP
sebesar Rp25.000.000. paling lambat tanggal 10 Oktober 2013 sebelum
ditandatanganinya Akta Hibah;

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 39


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Mengajukan formulir penelitian Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan


Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan/atau bangunan yang
dialihkan haknya;
 Melaporkan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi tersebut dalam
SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Oktober 2013 paling lambat
tanggal 20 November 2013. Sebelum menandatangani Akta Hibah, Siti Sinten
Bumi, S.H., M.Kn. selaku PPAT wajib memastikan terpenuhinya kewajiban
PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
tersebut dengan bukti:
1. SKB atas nama Wenyi Rahayu, untuk Akta Hibah dari Sarinda kepada
Bimo Rekso.
2. Fotokopi SSP sebesar Rp25.000.000 atas nama Haryo Kresno yang telah
diteliti oleh KPP, untuk Akta Hibah dari Haryo Kresno kepada Bimo
Rekso.

1.4 SOAL-SOAL Pilihan Ganda


1. PT. Persada pada tahun pajak 2005 menyewa bangunan guna menyimpan barang
persediaannya dari PT.Baruna sebesar Rp. 30.000.000,- untuk 2 tahun mulai
tanggal 1 Juli 2005, maka biaya sewa yang di catat untuk tahun 2015 adalah
sebesar :
a. Rp 30.000.000
b. Rp 15.000.000
c. Rp 7.500.000
d. Rp 22.500.000

2. Bank Buana membayar bunga bank sebesar Rp. 10.000.000 kepada PT.
Yassindo atas deposito yang ditanamkannya. Atas bunga deposito tersebut
dipotong PPh Final sebesar 20% oleh Bank, Maka jurnalnya yang di catat
oleh Bank Buana saat pengakuan beban bunga adalah :

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 40


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

a. Biaya Bunga Rp. 10.000.000,-


Hutang Bunga Rp. 8.000.000,-
PPh Final Rp. 2.000.000,-

b. Biaya Bunga Rp. 10.000.000,-


Hutang PPh Final Rp. 2.000.000,
Kas/Bank Rp. 8.000.000,-

c. Biaya Bunga bank Rp 10.000.000


Kas Rp 10.000.000

d. Beban bunga Rp 8.000.000


Kas Rp 8.000.000

3 . Saat pembayaran bunga, maka jurnalnya adalah :


a. Pendapatan bunga bank Rp. 10.000.000,-
Hutang Bunga Rp. 8.000.000,-
PPh Final Rp. 2.000.000,-

b. Hutang Bunga Rp. 8.000.000,-


PPh Final Rp. 2.000.000,
Kas/Bank Rp. 10.000.000,-

c. Biaya Bunga bank Rp 10.000.000


Kas Rp 10.000.000

d. Beban bunga Rp 8.000.000


Kas Rp 8.000.000

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 41


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

4. Tarif pajak atas hadiah undian adalah sebesar :


a. 25% tidak final
b. 20% final
c. 25% final
d. 15% tidak final

5. PT. Kurnia membayar sewa tanah dan bangunan sebesar Rp 50.000.000. maka
jurnal saat membebankan sewa adalah :
a. Beban Sewa Bangunan Rp 50.000.000
PPH Final Rp 5.000.000
Kas dan bank 55.000.000

b. Beban Sewa Bangunan Rp 50.000.000


Hutang PPh Final Rp 5.000.000
Kas dan bank Rp 45.000.000

c. Beban Sewa Bangunan Rp 50.000.000


Kas dan bank Rp 55.000.000

d. Beban Sewa Bangunan Rp 60.000.000


PPH Final Rp 5.000.000
Kas dan bank Rp 55.000.000

6. PT. Sugijaya membayar jasa konsultan tenaga ahli sebesar Rp. 50.000.000,-.
Atas jasa tersebut dipotongPPh pasal 23 sebesar ?
a. Rp 3.750.000
b. Rp 5.000.000
c. Rp 2.500.000
d. Rp 7.500.000

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 42


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

1.5 SOAL ESSAY


PT Oil Trade menyewa 5 buah tangki timbun BBM milik PT Tong Universal
selama satu tahun dengan biaya Rp 3.000.000.000 Selain membayar sewa tangki
timbun BBM tersebut PT Oil Trade juga membayar PT Tong Universal atas jasa
pengelolaan tangka timbun BBM selama disewa sebesar Rp300.000.000.
Pembayaran tersebut dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2013. Bagaimana
kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 43


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

MATERI ELEMEN KOMPETENSI 2


MENYIAPKAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21

KRITERIA UNJUK KERJA

2.1 Pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 21 yang belum atau telah dilaporkan dan
dilakukan perhitungan kembali
2.2 SPT Tahunan PPh Pasal 21 disajikan sesuai peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku
2.3 Surat setoran pajak diisi dan dibayar tepat waktu
2.4 SPT Tahunan PPh Pasal 21 disampaikan tepat waktu
2.5 Dokumen dan SPT Tahunan PPh Pasal 21 diarsip

URAIAN MATERI ELEMEN KOMPETENSI 2


2.1 PEMOTONGAN DAN PEMUNGUTAN PPH PASAL 21 YANG BELUM
ATAU TELAH DILAPORKAN

2.1.1 PEMOTONGAN PPH PASAL 21


PPh pasal 21 merupakan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:

1. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan


pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
2. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
3. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 44


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

4. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan


sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas; dan
5. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan
pelaksanaan suatu kegiatan.

Dibawah ini merupakan pemberi kerja yang dikecualikan dari pemotongan PPh pasal
21 antara lain:

1. kantor perwakilan negara asing;


2. organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penetapan organisasi-organisasi
internasional yang tidak termasuk subjek Pajak Penghasilan;
3. organisasi-organisasi internasional yang ketentuan Pajak Penghasilannya
didasarkan pada ketentuan perjanjian internasional dan dalam perjanjian
internasional tersebut mengecualikan kewajiban pemotongan pajak, serta
organisasi-organisasi dimaksud telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
4. pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang
merupakan:

1. Pegawai;
2. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pemberian jasa, meliputi:

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 45


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari


pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan
sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan
sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7. agen iklan;
8. pengawas atau pengelola proyek;
9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
10. petugas penjaja barang dagangan;
11. petugas dinas luar asuransi; dan/atau
12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya;
4. anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama
mantan pegawai; dan/atau
5. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah
raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan
lainnya;
2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 46


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara


kegiatan tertentu;
4. peserta pendidikan dan pelatihan;
5. peserta kegiatan lainnya.

Hak dan Kewajiban Pemotong :

1. wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. menerima surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal
tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri
sebagai dasar penentuan PTKP dari penerima penghasilan.
3. wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal
21 yang terutang untuk setiap bulan kalender.
4. wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 untuk
masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal
21 yang terutang untuk setiap Masa Pajak dan wajib menyimpan catatan atau
kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
5. Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh Pasal
21 yang terutang oleh pemotong PPh Pasal 21 , kelebihan penyetoran tersebut
dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya
melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21.
6. memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh Pegawai Tetap atau penerima pensiun berkala paling lama 1
(satu) bulan setelah tahun kalender berakhir. Dalam hal Pegawai Tetap berhenti
bekerja sebelum bulan Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 harus
diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti
bekerja.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 47


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

7. memberikan bukti pemotongan atas pemotongan PPh Pasal 21 selain Pegawai


Tetap dan penerima pensiun berkala, serta bukti setiap kali melakukan
pemotongan.

Hak dan Kewajiban Penerima Penghasilan:

1. wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada
awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri
sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada pemotong
pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun.
3. menerima bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Pegawai Tetap atau penerima pensiun berkala paling lama 1 (satu)
bulan setelah tahun kalender berakhir dari pemberi kerja. atau jika berhenti
bekerja sebelum bulan Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 harus
diperoleh dari pemberi kerja paling lama 1 (satu) bulan setelah yang
bersangkutan berhenti bekerja. Bagi selain Pegawai Tetap dan penerima
pensiun berkala, menerima bukti pemotongan setiap kali menerima
penghasilan.
4. jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak untuk tahun pajak
yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final.

1 . Da s a r Huk um P e r hitu n ga n P P h P a s a l 2 1

Dasar hukum perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan ini terdapat pada UU
No. 36 Tahun 2008 Pasal 21 (PPh Pasal 21) dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.
PER-16/PJ/2016 yang mengatur tarif terbaru Penghasilan Tidak Kena Pajak 2016
(PTKP terbaru).

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 48


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2 . Ko mpo ne n- k o m po ne n Pe rhit ung a n PPh Pa s a l 2 1

Untuk memahami detail perhitungan PPh Pasal 21, Anda bisa mempelajari komponen-
komponen dan konsep dasar cara perhitungan PPh 21 di bawah ini. Komponen-
komponen tersebut terbagi dalam 3 bagian besar yaitu:

1. Penghasilan Bruto (Penghasilan Kotor) PPh Pasal 21


Penghasilan bruto atau penghasilan kotor adalah jenis penghasilan yang
dikenakan pemotongan PPh Pasal 21. Unsur-unsur penambah penghasilan yang
termasuk dalam penghasilan bruto, adalah:

1. Penghasilan Rutin
Cara perhitungan PPh 21 2016 tidak akan terlepas dari penghasilan
rutin wajib pajak orang pribadi, yakni upah atau gaji yang diterima
secara teratur dalam jangka waktu tertentu, seperti:

1. Gaji Pokok
Gaji pokok adalah gaji dasar yang ditetapkan untuk
melaksanakan satu jabatan atau pekerjaan tertentu pada
golongan pangkat dan waktu tertentu.

2. Tunjangan
Tunjangan adalah penghasilan tambahan di luar gaji pokok yang
berkaitan dalam pelaksanaan tugas dan sebagai insentif.
Misalnya adalah tunjangan jabatan, tunjangan transportasi,
tunjangan makan, dll.

2. Penghasilan Tidak Rutin


Penghasilan tidak rutin adalah upah atau gaji yang diterima secara tidak
teratur oleh seorang pegawai atau penerima penghasilan lainnya,
seperti:

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 49


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

1. Bonus
Bonus adalah tambahan penghasilan di luar gaji kepada pegawai
atau dividen tambahan kepada pemegang saham.

2. Tunjangan Hari Raya Keagamaan ( THR )


THR adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh
pengusaha kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa
kerja 1 bulan dengan perhitungan proporsional dan dibayarkan
menjelang hari raya keagamaan.

3. Upah Lembur
Upah lembur adalah tambahan upah yang dibayarkan
perusahaan karena pekerja melakukan perpanjangan jam kerja
dari jam kerja normal yang telah ditentukan.

3. Iuran BPJS atau premi asuransi pegawai yang dibayarkan


perusahaan
BPJS adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan lembaga
nirlaba, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Setiap warga
negara Indonesia dan asing yang telah tinggal di Indonesia selama lebih
dari 6 bulan wajib menjadi anggota BPJS. Iuran BPJS ini dibayarkan
oleh pemberi kerja dan pekerja dengan persentase iuran dari gaji atau
upah (tidak dijelaskan dalam peraturan bahwa apakah gaji ini
merupakan gaji pokok, gaji bruto, gaji bersih, dsb) yang telah
ditentukan dalam Peraturan Pemerintah. Iuran BPJS yang termasuk
dalam komponen cara perhitungan PPh 21 ini terdiri dari:

1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)


Jaminan Kecelakaan Kerja adalah kompensasi dan rehabilitasi
bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan saat mulai
berangkat kerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita
penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Iuran JKK

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 50


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

dibayar sepenuhnya oleh perusahaan. Besarnya iuran


berdasarkan kelompok jenis usaha dan risiko:

o Kelompok I : premi sebesar 0,24% x upah kerja sebulan.

o Kelompok II : premi sebesar 0,54% x upah kerja


sebulan.

o Kelompok III : premi sebesar 0,89% x upah kerja


sebulan.

o Kelompok IV : premi sebesar 1,27% x upah kerja


sebulan.

o Kelompok V : premi sebesar 1,74% x upah kerja


sebulan.

2. Jaminan Kematian (JK)


Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta
program BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena
kecelakaan kerja. Pengusaha wajib menanggung iuran program
Jaminan Kematian sebesar 0,3% dari gaji atau upah.

3. Jaminan Kesehatan (JKes / BPJS Kesehatan) berlaku sejak


Juli 2015
Jaminan Kesehatan adalah program BPJS Kesehatan yang
diikuti wajib pajak. Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan
Kesehatan adalah 5% dari gaji per bulan yaitu sebanyak 4%
dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh pegawai.
Gaji atau upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran
Jaminan Kesehatan terdiri dari gaji atau upah pokok dan
tunjangan tetap. Batas paling tinggi gaji atau upah per bulan
yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran adalah 2 kali
PTKP dengan status kawin dengan 1 anak. Untuk keluarga

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 51


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

lainnya, yaitu terdiri dari anak keempat dan seterusnya, orang


tua dan mertua, besarnya iuran adalah 1% per orang dari
gaji/upah.

4. Tunjangan PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan, jika ada)


Bagi pemberi kerja yang memberikan tunjangan PPh 21 kepada
pegawainya, dalam hal ini bisa tunjangan PPh 21 penuh atau sebagian
maka jumlah tunjangan PPh 21 ini merupakan komponen penambah
penghasilan bruto. Sedangkan metode perhitungan gaji bagi pegawai
yang menerima tunjangan PPh 21 adalah metode gaji bersih atau gross-
up.

5. Tunjangan BPJS (yang dibayarkan perusahaan, jika ada)


Bagi pemberi kerja yang memberikan tunjangan BPJS (JKK, JK, JP,
JKes) secara penuh dengan metode perhitungan gaji bersih atau gross
up, maka tunjangan ini dijadikan komponen penambah penghasilan
bruto.

1. Pengurang Penghasilan Bruto


Pengurang penghasilan bruto adalah biaya-biaya yang dapat mengurangi
penghasilan bruto atau kotor. Termasuk di dalamnya adalah:

1. Biaya Jabatan
Biaya jabatan adalah biaya yang diasumsikan petugas perpajakan
bahwa sebagai pegawai pasti memiliki pengeluaran (biaya) selama
setahun yang berhubungan dengan pekerjaannya. Karena itu ditetapkan
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 bahwa
biaya jabatan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto setahun dan
setinggi-tingginya Rp 500.000,- sebulan atau Rp 6 juta setahun. Dari
staf biasa sampai direktur berhak mendapatkan pengurang penghasilan
bruto ini.

2. Biaya Pensiun
LSP Universitas Gunadarma Halaman | 52
Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Biaya pensiun adalah pengurang penghasilan bruto dalam menghitung


PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong atas penghasilan yang
diterima oleh penerima pensiun secara bulanan. Besarnya biaya pensiun
yang ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016
adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto dan setinggi-tingginya Rp
200.000,- per bulan atau Rp 2.400.000,- per tahun.

3. Iuran BPJS yang Dibayarkan Karyawan


Dalam hal iuran BPJS yang persentasenya dibayarkan karyawan, maka
komponen dimasukkan sebagai pengurang penghasilan bruto. Iuran
BPJS yang termasuk sebagai pengurang penghasilan bruto tersebut
adalah:

1. Jaminan Hari Tua (JHT)


Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya
penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat atau hari tua dan
diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Jumlah iuran
program jaminan hari tua yang ditanggung perusahaan adalah 3,7%,
sedangkan yang ditanggung tenaga kerja adalah 2%. Premi JHT yang
diberikan pemberi kerja tidak dimasukkan sebagai komponen
penambah penghasilan. Pengenaan pajaknya akan dilakukan pada
saat karyawan menerima JHT. Sedangkan premi JHT yang dibayar
sendiri oleh karyawan merupakan pengurang penghasilan bruto.

2. Jaminan Pensiun (JP)


Jaminan pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan memberikan
derajat kehidupan yang layak bagi pesertanya dan/atau ahli warisnya
dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia
pensiun, cacat total atau meninggal dunia. Jaminan Pensiun (JP) ini
berlaku sejak Juli 2015. Iuran program JP adalah 3%, yang terdiri
atas 2% iuran pemberi kerja dan 1% iuran pekerja.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 53


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

3. Jaminan Kesehatan (JKes)

Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan yang dibayarkan


oleh pegawai adalah 1%.

2. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang merupakan komponen penting
cara perhitungan PPh 21 2018 adalah jumlah nilai penghasilan bruto bagi wajib
pajak yang tidak dikenakan pajak. Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak No. PER-16/PJ/2016 dan PMK No. 101/PMK.010/2016 adalah:

o Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 4.500.000 per bulan untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi

o Rp 4.500.000,- per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk


Wajib Pajak yang kawin

o Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan untuk istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami

o Rp 4.500.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk


setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

3 . Ta rif PPh 2 1
Tarif PPh 21 merupakan tarif pajak yang dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi
dengan jumlah penghasilan tertentu. Tarif ini merupakan salah satu komponen penting
dalam cara perhitungan PPh 21 2018 dan ditentukan berdasarkan Pasal 17 ayat (1)
huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, tarif PPh 21

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 54


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

ini.Tarif PPh 21 berikut ini berlaku pada Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP):

o WP dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000,- adalah 5%

o WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp


250.000.000,- adalah 15%

o WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp


500.000.000,- adalah 25%

o WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500.000.000,- adalah 30%

o Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif 20% lebih tinggi
dari mereka yang memiliki NPWP.

M e t o de Pe rhit ung a n Ga ji Ka ry a wa n

Walaupun perhitungan PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun pada praktiknya, setiap
perusahaan memiliki metode perhitungan PPh 21 sendiri yang disesuaikan dengan
tunjangan pajak atau gaji bersih yang diterima karyawannya. Ada 3 metode
perhitungan pph 21 2018 yang paling umum, yaitu:

1. Metode Gross (Gaji Kotor Tanpa Tunjangan Pajak)

Metode gross ini diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang
menanggung PPh Pasal 21 terutangnya sendiri. Ini berarti gaji bruto atau kotor
pegawai tersebut belum dipotong PPh Pasal 21.

Misalnya Ardi, seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji sebulan sebesar
Rp 10.000.000,-, maka:

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 55


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Gaji pokok : Rp 10.000.000,-


PPh 21 (yang ditanggung sendiri) : Rp 220.883,-
Gaji bersih (take home pay) : Rp 9.779.167,-

2. Metode Gross-Up (Gaji Bersih dengan Tunjangan Pajak)

Metode gross-up ini diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang
diberikan tunjangan pajak (gajinya dinaikkan terlebih dahulu) sebesar pajak
yang dipotong.

Misalnya Ardi, seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji sebulan sebesar
Rp 10.000.000,-, maka:

Gaji pokok : Rp 10.000.000,-


Tunjangan pajak (dari perusahaan) : Rp 259.796,-
Total gaji bruto : Rp 10.259.796,-
Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan) : Rp 259.796,-
Gaji bersih (take home pay) : Rp 10.000.000,-

3. Metode Net (Gaji Bersih dengan Pajak Ditanggung Perusahaan)


Metode net ini diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang
mendapatkan gaji bersih dengan pajak yang ditanggung perusahaan.

Misalnya jika Ardi, seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji sebulan
sebesar Rp 10.000.000,-, maka:

Gaji pokok : Rp 10.000.000,-


Total gaji bruto : Rp 10.000.000,-
Pajak yang ditanggung perusahaan : Rp 220.883,-
Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan) : Rp 220.883,-
Gaji bersih (take home pay) : Rp 10.000.000,-

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 56


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Berikut adalah contoh dari perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap
yang menerima penghasilan secara bulanan.
1) Bagi wajib pajak yang memiliki NPWP
Rudi Hantoro pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT Sun Jaya dengan
memperoleh gaji sebulan Rp5.750.000 dan membayar iuran pensiun sebesar
Rp200.000. Rudi Hantoro menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan
Januari penghasilan Retto dari PT Sun Jaya hanya dari gaji. Penghitungan PPh
Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut:
Gaji Rp 5.750.000
Penghasilan Bruto Rp 5.750.000
Pengurangan:
 Biaya Jabatan
5% X Rp 5.750.000,00 Rp 287.500
 Iuran Pensiun Rp 200.000 +
Rp 487.500 -
Penghasilan Neto Sebulan Rp 5.262.500

Penghasilan Neto Setahun (12 X Rp 5.262.500) Rp 63.150.000

PTKP Setahun
 Untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000
 Tambahan karena menikah Rp 4.500.000 +
Rp 58.500.000-
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun Rp 4.650.000

PPh Pasal 21 Terutang:


 5% X Rp 4.650.000,00 = Rp 232.500

PPh Pasal 21 Bulan Januari:


Rp 232.500,00: 12 = Rp 19.375

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 57


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2) Bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP


Berdasarkan perhitungan diatas, jika pegawai yang bersangkutan tidak
memiliki NPWP maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada
bulan Januari adalah sebesar:
120% x Rp19.375,00 = Rp23.250

1) Penyetoran PPh Pasal 21


 Penyetoran PPH Pasal 21 harus dilakukan paling lama tanggal 10 bulan
berikutnya. Jadi untuk PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa Agustus
2018, maka wajib disetorkan ke kas negara melalui Kantor Pos atau Bank
Persepsi pada tanggal 10 September 2018. Ketika tanggal jatuh tempo
pembayaran bertepatan dengan hari libur atau hari libur nasional maka
dapat melakukan pembayaran pada hari kerja berikutnya.
Keterlambatan penyetoran PPh Pasal 21 dalam suatu masa pajak akan
dikenakan berupa sanksi administrasi berupa bunga, sebesar 2% per
bulan, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan
tanggal dilakukannya pembayaran, dan bagian dari bulan (missal 1 hari)
tetap dihitung sebagai keterlambatan 1 (satu) bulan penuh.
 Penyetoran PPh Pasal 21 dilakukan sebelum pelaporan SPT Tahunan
pada suatu Tahun Pajak.
Untuk melakukan pembayaran pajak, kita bisa menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP) atau menggunakan kemudahan Billing System. Bukti Pembayaran
baik berupa SSP Lembar ke-3 ataupun Bukti Penerimaan Negara wajib anda
sampaikan ke KPP untuk dilaporkan dan dilampirkan dalam SPT Masa PPh
Pasal 21.
2) Penyampaian PPh Pasal 21
a) SPT Masa. Untuk WP dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa
Masa Pajak dalam satu SPT Masa, paling lama 20 hari setelah
berakhirnya Masa Pajak terakhir.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 58


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

b) SPT Tahunan. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling lama
3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak atau pada akhir Bulan Maret.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 59


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2.2 SPT TAHUNAN PPH PASAL 21 DISAJIKAN SESUAI PERATURAN


DAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 60


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 61


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 62


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 63


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 64


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 65


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 66


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 67


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 68


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2.3 SURAT SETORAN PAJAK DIISI DAN DIBAYAR TEPAT WAKTU

SSE Pajak adalah singkatan dari Surat Setoran Elektronik Pajak yang
menghasilkan kode id Billing sejumlah 15 digit untuk transaksi pembayaran pajak
secara online. Aplikasi ini bisa Anda akses melalui situs Direktorat Jendral Pajak
dengan alamat sse.pajak.go.id.

Sistem eBilling SSE Pajak ini wajib digunakan sebagai pengganti Surat Setoran Pajak
(SSP) terhitung sejak Tanggal 1 Juli 2016.
Apabila kode id Billing tersebut telah selesai Anda buat, pembayaran pajak bisa Anda
lakukan melalui Teller Bank, Kantor Pos Persepsi, ATM, Mesin EDC di KPP, Internet
Banking, dan Mobile Banking.

Alamat URL Mengakses Surat Setoran Elektronik (SSE Pajak)


Aplikasi Surat Setoran Elektronik Pajak, saat ini Ditjen Pajak telah menyediakan
aplikasi untuk pembuatan kode id Billing yang bisa Anda akses melalui beberapa
alamat URL, antara lain sebagai berikut :
1. sse.pajak.go.id, menyediakan aplikasi surat setoran elektronik pajak (e Billing)
Versi pertama, penjelasannya akan Kami uraikan lengkap pada artikel ini ;
2. sse2.pajak.go.id, menyediakan sistem pembayaran pajak e BillingVersi 2 yang
terintegrasi dengan aplikasi DJP Online ;
3. sse3.pajak.go.id, menyediakan sistem pembayaran pajak e Billing Versi 3 atau
terbaru.

Menurut penjelasan dari Ditjen Pajak bahwa ketiga alamat URL diatas, masih bisa
Anda gunakan untuk membuat kode id Billing untuk pembayaran pajak.

Terdapat tambahan fitur di sistem SSE Pajak versi 2 atau 3 dimana Anda bisa
membuat kode Id Billing bagi NPWP Pihak lain dan Tanpa NPWP, jika dibandingkan
dengan Versi Pertama.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 69


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Fitur ini sangat diperlukan bagi para Bendahara dan Pihak Pemungut Pajak, namun
jika Anda menggunakan aplikasi ini untuk keperluan pembayaran pajak atas nama
pribadi, Anda bebas memilih aplikasi mana yang sesuai dengan keinginan Anda.

Namun untuk bisa mengakses aplikasi SSE Pajak Versi 2, sebelumnya Anda
diwajibkan memiliki nomorE-FIN Pajak yang bisa Anda peroleh melalui Kantor
Pelayanan Pajak dimana NPWP Anda terdaftar.

Apabila Anda telah selesai membuat Akun SSE Pajak Versi 1 ini, nomor PIN yang
digunakan bisa untuk login dan membuat kode Id Billing Versi 3.

Cara Membuat Kode Id Billing Via SSE Pajak


Menggunakan aplikasi surat setoran elektronik untuk transaksi pembayaran
pembayaran pajak secara online ini adalah sangat mudah dan praktis. Tahapannya
adalah sebagai berikut :

1. Registrasi Akun SSE Pajak ;


2. Membuat kode id Billing Via SSE Pajak ;
3. Melakukan Pembayaran Pajak.

Pembuatan kode id Billing dan proses pembayaran pajak bisa Anda lihat pada gambar
infografis berikut ini :

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 70


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 71


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Image from pajak.go.id

1. Registrasi Akun SSE Pajak


 Pendaftaran akun dengan mengakses : sse.pajak.go.id
 Anda akan masuk ke halaman seperti gambar berikut ini :

 Ada beberapa pilihan, untuk masuk ke alamat sse.pajak.go.id pilih eBilling


Versi 1, setelah itu akan tampil formulir registrasi berikut ;

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 72


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Klik Daftar Baru, Proses registrasi hanya dilakukan sekali saja, Masukkan Data
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang valid serta nama dan alamat email Anda
untuk proses Aktivasi; masukkan kode angka captcha dan klik register.

Form Registrasi

 Silakan cek email, dan lakukan proses aktivasi dengan mengklik link aktivasi
akun; Link Aktivasi akan kadaluarsa sampai dengan 3 hari; lakukan proses registrasi
ulang jika Anda lupa untuk mengaktifkan Link Aktivasi Akun lebih dari tiga hari.

Sampai tahap ini proses registrasi akun e billing di SSE Pajak sudah selesai dan
selanjutnya Anda membuat kode id Billing untuk proses pembayaran pajak.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 73


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2. Membuat Kode Id Billing via SSE Pajak


 Login kembali di sse.pajak.go.id; Pilih eBilling Pajak Versi 1, Masukan
nomor NPWP dan Nomor PIN e billing yang Anda dapatkan via email ketika aktivasi.
 Pilih Jenis Pajak yang akan dibayar misalnya : PPh Pasal 21, PPN atau Pajak
lainnya; Jenis Setoran : Masa / angsuran, Masa dan tahun pajak misalnya Bulan
Agustus 2017; Mata uang : Rupiah; dan Jumlah Setor : masukkan nilai pajak yang
akan dibayar; klik simpan.

 Setelah itu akan muncul slip seperti dibawah ini, pastikan data yang Anda
masukkan sudah benar; jika sudah yakin Anda bisa langsung mengklik terbitkan kode
billing.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 74


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Selanjutnya akan muncul form id billing dan Tanggal aktif; masa aktif id
billing ini adalah 7 hari setelah diterbitkan dan pastikan Anda melakukan pembayaran
sebelum masa tenggang waktu tersebut.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 75


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Klik cetak untuk menyimpan data id billing pajak dalam format PDF.

2. Melalui https://sse2.pajak.go.id

Login menggunakan NPWP dan PIN yang sudah didaftarkan sebelumnya

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 76


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

karena merupakan bagian dari single sign-on (satu username dan password untuk beberapa
layanan perpajakan) DJP Online, maka registrasi https://sse2.pajak.go.id tidak diperlukan
bagi:
• Wajib Pajak yang telah memiliki akun DJP Online (E-FILING, E-REG, atau E-NOFA),
karena username dan password pada layanan DJP Online tersebut dapat digunakan
untuk login pada https://sse2.pajak.go.id; dan
• Wajib Pajak yang telah terdaftar pada https://sse.pajak.go.id tetapi belum memiliki
akun DJP Online, karena PIN pada https://sse2.pajak.go.id dapat digunakan untuk
login pada https://sse2.pajak.go.id.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 77


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Pilih “Isi SSE

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 78


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Masukkan data setoran pajak yang akan dibayarkan, lalu klik Simpan

• Sistem akan menerbitkan Kode Billing atas data pembayaran yang direkam.
Kode Billing akan aktif selama dalam jangka tertentu.
• Pembayaran dapat dilakukan dengan mencetak kode billing atau hanya
dengan menyebutkan kode billing

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 79


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

3. Melakukan Pembayaran Pajak


Pembayaran bisa Anda lakukan via Bank atau Loket Kantor Pos dengan menunjukkan
kode id billing atau via ATM, Internet Banking, dan Mobile Banking.
Copy Atas pembayaran pajak melalui sistem kode ebilling ini wajib pajak menerima
BPN (Bukti Penerimaan Negara) dimana status dan kedudukannya sama dengan Surat
Setoran Pajak (SSP) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor :
242/PMK.03/2014, tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 80


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Hanya dengan melakukan beberapa langkah saja Anda bisa melakukan pembayaran
pajak menggunakan system e billing dimana aplikasinya telah disediakan secara online
oleh Ditjen Pajak.

Dengan adanya kemudahan aplikasi pembayaran pajak secara online via e Billing
Pajak ini diharapkan Anda sebagai warganera yang baik dapat melaksanakan
kewajiban dan tertib dalam membayar pajak
Hanya dengan melakukan beberapa langkah saja Anda bisa melakukan pembayaran
pajak menggunakan system e billing dimana aplikasinya telah disediakan secara online
oleh Ditjen Pajak.
Dengan adanya kemudahan aplikasi pembayaran pajak secara online via e Billing
Pajak ini diharapkan Anda sebagai warganera yang baik dapat melaksanakan
kewajiban dan tertib dalam membayar pajak

2.4 SOAL-SOAL PILIHAN GANDA


1. Sukmajaya, belum menikah, pada tahun 2016 bekerja sebagai pegawai tetap
pada Perusahaan PT Mahagoni Gemilang menerima gaji yang dibayar
mingguan sebesar Rp2.000.000,00. Htunglah PPh Pasal 21 minggu pertama
bulan Agustus 2016
A. Rp 38.750
B. Rp 33.200
C. Rp 155.000
D. Rp 132.800

2. Nanang Hermawan (belum menikah) karyawan tidak tetap pada bulan Maret
2016 bekerja pada perusahaan PT Tani Jaya, menerima upah sebesar Rp
250.000,00 per hari dibayarkan bulanan , Selama bulan Maret Nanang bekerja
selama 20 hari. Hitunglah pajak yang di pungut perusahaan selama 20 hari
kerja

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 81


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

A. Tidak dipotong pajak


B. Rp 75.000
C. Rp 6.250
D. Rp 10.000
E. Rp 0

3. Rizal Fahmi (belum menikah) adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai
perakit TV pada suatu perusahaan elektronika. Upah yang dibayar berdasarkan
atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp 125.000,00 per buah TV
dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan
sebanyak 24 buah TV Hitunglah pajak upah mingguan Rizal Fahmi
A. Rp 15.000
B. Rp 30.000
C. Rp 12.500
D. Rp 10.000

4. Aulia Rais adalah seorang komisaris di PT Media Primatama, yang bukan


sebagai pegawai tetap. Dalam tahun 2016, yaitu bulan Desember 2016
menerima honorarium sebesar Rp 60.000.000,00. Berpakah PPh 21 yang harus
di potong:
A. Rp 6.000.000
B. Rp 4.000.000
C. Rp 2.500.000
D. Rp 1.500.000

5. Nashrun bukan karyawan melakukan jasa perbaikan komputer kepada PT


Cahaya Kurnia dengan fee sebesar Rp5.000,000,00. Besarnya PPh Pasal 21
yang terutang adalah sebesar:
A. Rp 125.000
B. Rp 250.000

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 82


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

C. Rp 500.000
D. Rp 0

2.5 SOAL ESSAY


 Gunarso pegawai pada perusahaan PT Kura-Kura, menikah tanpa anak,
memperoleh gaji sebulan Rp12.000.000,00 dan tunjangan jabatan 2% dari gaji.
 PT Kura-Kura mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan, premi Jaminan
Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja
dengan jumlah masing- masing 0,50% dan 0,30% dari gaji.
 PT Kura-Kura menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar
3,70% dari gaji sedangkan Gunarso membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar
2,00% dari gaji setiap bulan.
 Disamping itu PT Kura-Kura juga mengikuti program pensiun untuk
pegawainya. PT Kura-Kura membayar iuran pensiun untuk Gunarso ke dana
pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap
bulan sebesar Rp200.000,00, sedangkan Gunarso membayar iuran pensiun
sebesar Rp 100.000,00.
Tentukan :
1. Berdasarkan data di atas berapakah penghasilan Bruto per bulan Gunarso
2. Berapakah total Biaya yang diperbolahkan sebagai pengurang:
3. Berapakah nilai PKP nya
4. Berapakah Pajak yang dipotong perusahaan pada bulan Juli 2016

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 83


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

MATERI ELEMEN KOMPETENSI 3


MENYIAPKAN SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG
PRIBADI

KRITERIA UNJUK KERJA


3.1 Menyiapkan Laporan peredaran bruto atau laporan keuangan
3.2 Bukti penghasilan dari modal dan penghasilan lain
3.3 Bukti pemotongan PPh
3.4 Pajak penghasilan yang kurang bayar disetor tepat waktu
3.5 SPT Tahunan PPh disajikan dan disampaikan tepat waktu

URAIAN MATERI ELEMEN KOMPETENSI 3

3.1 Menyiapkan Laporan Keuangan


Laporan pajak badan tahunan, terutama untuk usaha kecil, sebenarnya
mudah dibuat asalkan data-datanya lengkap dan rapi. Data-data yang dibutuhkan
sebagai berikut:

1. Laporan Rugi Laba


Laporan Rugi Laba atau dalam bahasa Inggris disebut Income
Statement atau Profit and Loss Statement adalah bagian dari laporan keuangan suatu
perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menjabarkan unsur-
unsur pendapatan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba (atau rugi)
bersih. Laporan Rugi Laba untuk keperluan laporan pajak adalah 1 periode pajak (1
tahun; januari – desember).
Selain Laporan Rugi Laba, untuk usaha kecil biasanya melengkapi Daftar
Pendapatan Bruto PP 46 tahun 2013 Badan. Contoh formatnya bisa di-download di
sini. Tapi jika sudah ada datanya di laporan Rugi Laba, laporan ini sebenernya sudah
tidak diperlukan lagi.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 84


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2. Laporan Neraca
Laporan neraca atau laporan posisi keuangan atau dalam bahasa Inggris
disebut balance sheet atau statement of financial position adalah bagian dari laporan
keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang
menunjukkan posisi keuangan perusahaan tersebut pada akhir periode tersebut. Neraca
terdiri dari tiga unsur, yaitu aset, liabilitas, dan ekuitas.

3.2 BUKTI PENGHASILAN DARI MODAL DAN PENGHASILAN LAIN

Objek Pajak
Bicara tentang Pajak Penghasilan, maka objek pajaknya adalah penghasilan.
Penghasilan bisa dalam berbagai bentuk, selain tentu saja uang. Hadiah yang diterima,
hibah, fasilitas yang diperoleh, juga merupakan bentuk penghasilan lainnya.

Oleh karena itu Pasal 4 (1) Undang-Undang PPh memberikan definisi penghasilan
yang dapat mengakomodir keseluruhan bentuk tersebut yaitu “setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, termasuk:
a. Pengertian atau imblan berkenan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
undang – undang ini.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan badan
lainnya sebgai penganti saham atau penyertaan modal.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 85


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2. Keunungan karena pengalihan harta kepada pemengang saham, sekutu, atau


anggota yang diperoleh perseroan, persekutan dan badan lainnya.
3. Keunungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
atau satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan nasional
termasuk yayasan, koprasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro
dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan peraturan mentri
keuangan, sepanjangan tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan
kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak – pihak yang bersangkutan dan
keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagi biaya da
n pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian ut
ang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sis hasil usaha
koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan peraturan pemerintahan.
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 86


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotannya yang terdiri
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenkan
pajak
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. Imbalan bungga sebagaimana yang dimaksud dalam undang – undang yang
mengatuh mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan dan,
s. Surplus Bank Indonesia.

Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh subjek
pajak dalam satu tahun pajak, atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan
dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir
dalam tahun pajak.
Tahun pajak yang dimaksud di sini adalah tahun takwim yang dimulai dari bulan
Januari dan berakhir di bulan Desember. Wajib Pajak dapat juga menggunakan tahun
buku yang tidak sama dengan tahun takwim, sepanjang tahun buku tersebut meliputi
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, misalnya Maret 2017 sampai dengan Februari
2018.

Mekanisme Pelunasan Pajak


Telah disebutkan diatas bahwa Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh oleh orang pribadi dalam satu tahun pajak. Namun demikian,
pelunasan pajak yang terutang untuk satu tahun tersebut dilakukan melalui 2 (dua)
mekanisme angsuran sesuai Pasal 20 UU PPh yaitu:
 penyetoran oleh Wajib Pajak sendiri.
 pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain.

Pelunasan pajak yang dilakukan melalui kedua mekanisme diatas merupakan


pembayaran angsuran yang nantinya akan diperhitungkan pada akhir tahun dengan
cara mengkreditkan pajak penghasilan yang telah diangsur tersebut terhadap Pajak

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 87


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Diharapkan


pelunasan pajak dalam tahun pajak berjalan tersebut mendekati jumlah pajak yang
akan terutang untuk tahun pajak tersebut.

1. Penyetoran oleh Wajib Pajak Sendiri


Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan yang
tidak dikenai Pajak Penghasilan bersifat final diwajibkan menghitung dan
menyetorkan PPh Pasal 25 setiap bulanpaling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.

Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang terutang dalam tahun berjalan adalah
berdasarkan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
 Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan
Pasal 23 serta pajak penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 dan;
 Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negri yang boleh
dikreditkan sebagimana dimaksud dalam pasal 24 di bagi 12 (dua belas)
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Untuk bulan bulan sebelum surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan


disampaikan sebelum batas waktu penyampaian terakhir, besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar sendiri adalah sama dengan besarnya angsuran pajak untuk
bulan terakhir tahun pajak yang lalu.

Apabila terdapat surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan untuk tahun pajak yang
lalu, maka besarnya angsuran pajak yang dihitung kembali berdasarkan surat
ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan
penerbitan surat ketetapan pajak.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 88


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Terhadap kejadian - kejadian tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat


menetapkan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan, yaitu
sebagai berikut:
 Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian.
 Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.
 Surat Pemberitahuan tahunan pajak penghasilan yang lalu disampaikan
telah lewat batas waktu yang telah ditentukan.
 Wajib pajak diberikan perpanjangan waktu penyampaian surat
pemberitahuan tahunan pajak penghasilan;
 Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Pen
ghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran
bulanan sebelum pembetulan; dan
 terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

Terkait Wajib Pajak yang baru memperoleh penghasilan serta Wajib Pajak yang
memiliki beberapa tempat usaha, Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 memberikan perlakukan khusus mengenai
penghitungan besarnya angsuran pajak, yaitu:

a. Wajib Pajak baru


Dalam modul ini yang dimaksud dengan Wajib Pajak baru adalah Wajib Pajak
orang pribadi yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau
pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.

Untuk menghitung besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 atas Wajib


Pajak baru tersebut adalah dengan menghitung penghasilan neto sebulan
dikurangi dengan PTKP, hasilnya kemudian disetahunkan dan dikenakan tarif
umum, lalu dibagi 12 (dua belas).

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 89


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Penghasilan neto dapat diperoleh dari pembukuan jika Wajib Pajak


menyelenggarakan pembukuan, atau berdasarkan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto jika Wajib Pajak hanya menyelenggarakan pencatatan, atau
dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap
bulan.

b. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu


Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu atau biasa disingkat dengan WP
OPPT adalah Wajib Pajak orang pribadi yang bidang usahanya adalah
perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai
tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili (tempat tinggal) Wajib
Pajak.

Untuk menghitung besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus


dilunasi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu setiap bulan adalah
dengan mengenakan tarif sebesar 0,75 % (nol koma tujuh puluh lima persen)
dari jumlah peredaran bruto dari masing- masing tempat usaha tersebut.

Wajib Pajak harus mendaftarkan tempat usahanya tersebut ke KPP yang


wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tersebut berada, menyetorkan PPh WP
OPPT paling lambat tanggal 15 bulanberikutnya. Atas penyetoran ini tidak
perlu dilaporkan ke KPP karena data penyetoran ke bank atau kantor pos dapat
dilihat real time di KPP.

2. Pemotongan dan Pemungutan oleh Pihak Lain


Wajib Pajak orang pribadi dapat dipungut atau dipotong pajak penghasilan oleh
pihak yang telah ditunjuk oleh Undang-undang sebagai pemotong dan/atau
pemungut pajak penghasilan, yaitu jika Wajib Pajak memperoleh penghasilan
daripekerjaan, jasa atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 90


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dan penghasilan
dari modal, jasa dan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksuddalam Pasal 23.

Pemotong dan pemungut pajak wajib menyerahkan kepada Wajib Pajak yang
dipotong atau dipungut PPh bukti pemotongan dan pemungutan sesuai format
yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.Bukti pemotongan dan
pemungutan ini merupakan dasar bagi Wajib Pajak untuk mengakui adanya
setoran pajak penghasilan yang dapat diperhitungkan dengan pajak yang terutang
pada tahun pajak yang bersangkutan.

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013


Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang Pajak Penghasilan memberikan wadah
pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final melalui Peraturan Pemerintah. Pada tanggal
01 Juli 2013 diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tentang Pajak Penghasilan
Atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Peraturan ini mengenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% dari
peredaran bruto terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
 Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas dan penghasilan yang telah dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan di bidang perpajakan.
 Peredaran bruto tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Penghasilan pada dasarnya dapat dibedakan menurut aliran tambahan kemampuan


ekonomis kepada Wajib Pajak yaitu:

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 91


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara,
dan sebagainya;
 Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
 Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti
bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak
dipergunakan untuk usaha;dan
 Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah;
Pekerjaan bebas dalam Peraturan Pemerintah tersebut meliputi:
 Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
 Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain
drama, dan penari;
 Olahragawan;
 Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
 Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
 Agen iklan;
 Pengawas atau pengelola proyek;
 Perantara;
 Petugas penjaja barang dagangan;
 Agen asuransi; dan
 Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan
langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Ketentuan lainnya terkait dengan kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai PP 46 di atas
adalah sebagai berikut:
 Penghitungan dan penyetoran dilakukan setiap bulan berdasarkan peredaran bruto
setiap bulan, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
 Jika pada suatu bulan jumlah peredaran bruto secara kumulatif telah melebihi
jumlah Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 92


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak tetap melanjutkan kewajiban penyetoran PPh
Pasal 4 ayat (2) berdasarkan PP 46 sampai dengan akhir Tahun Pajak yang
bersangkutan.
 Apabila pada tahun sebelumnya peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi
jumlah Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka atas
penghasilan yang diterima pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak
Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Norma Penghitungan Penghasilan Neto


Dalam menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu dicari berapa
Penghasilan Neto Wajib Pajak.Penghasilan Neto pada dasarnya merupakan
penghasilan bersih yang diperoleh setelah semua biaya-biaya yang berkaitan dengan
usaha untuk memperoleh penghasilan tersebut dikurangkan dari Peredaran
Bruto.Namun demikian terhadap Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan
pembukuan, Penghasilan Neto tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
berdasarkan jenis usahadan wilayah usahanya.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER- 17/PJ/2015 tentang


Norma Penghitungan Penghasilan Neto, diwajibkan kepada Wajib Pajak orang pribadi
menyelenggarakan pembukuan jika melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun sebesar Rp. 4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) atau lebih. Jika peredaran brutonya dalam 1 (satu)
tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) maka
wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih
menyelenggarakan pembukuan.

Terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang wajib menyelenggarakan pencatatan tersebut
dan menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan
bersifat final, menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 93


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Dalam modul ini Wajib Pajak Orang Pribadi yang dibahas adalah yang menentukan
Penghasilan Netto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Suami Isteri Pisah Harta atau Memilih Terpisah (PHMT)


Undang-undang Pajak Penghasilan menempatkan keluarga sebagai satu entitas,
dimana penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai
satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh
kepala keluarga.

Namun demikian, pasal 8 UU PPh mengakomodir apabila suami isteri menghendaki


pemenuhan kewajiban secara terpisah dimana suami‐isteri yang mengadakan
perjanjian pemisahan penghasilan secara tertulis atau jika isteri menghendaki untuk
menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. Dalam hal demikian, maka
penghitungan pajak yang terutang dilakukan secara proporsional dengan contoh
sebagai berikut:

Sdr. Agus merupakan direktur PT. XYZ dan memiliki tiga orang anak. Sepanjang
tahun 2016 Sdr. Agus memiliki penghasilan Rp. 250.000.000,00. Sdri. Mulyatun,
isteri dari Sdr. Agus, memiliki NPWP sendiri, bekerja sebagai PNS dengan
penghasilan Rp. 150.000.000,00 sepanjang tahun 2016.
Pengenaan pajak suami isteri tsb.dihitung berdasarkan jumlah penghasilan keduanya
sebesar Rp 400.000.000,00 sehingga jumlah pajak yang terutang adalah sebesar Rp
38.500.000,00.
Maka untuk masing‐masing suami dan isteri pengenaan pajaknya dihitung sebagai
berikut:
‐ Suami: 250.000.000,00 x Rp 38.500.000,00 = Rp 24.062.500,00
400.000.000,00
‐ Isteri : 150.000.000,00 x Rp 38.500.000,00 = Rp 14.437.500,00
400.000.000,00

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 94


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Jenis Usaha dan Peredaran Bruto


Wajib Pajak orang pribadi dapat memperoleh penghasilan sebagai pegawai, konsultan,
berdagang, dan berbagai macam jenis usaha lainnya.Pengenaan jenis pajak
penghasilan dan besarnya tarif terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi berbeda-beda
dilihat dari jenis usaha dan juga peredaran brutonya. Untuk lebih mudahnya pengenaan
pajak tersebut dikelompokkan sebagai berikut:

1. Penghasilan dari Pekerjaan dalam Hubungan Kerja


Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja
berupa honor, gaji, atau upah telah dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja,
sehingga kredit pajak dengan PPh terutang dalam satu tahun yang dilaporkan
dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi adalah sama alias statusnya Nihil.
Namun demikian, jika Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut menerima penghasilan
dalam satu tahun pajak lebih dari satu pemberi kerja, maka SPT Tahunan PPh OP
yang disampaikannya akan Kurang Bayar oleh karena PTKP yang digunakan pada
SPT Tahunan hanya satu, sedangkan pada setiap bukti potong terdapat PTKP dari
penghitungan masing-masing pemberi kerja. Penghasilan neto dalam
penghitungan pajak terutang di SPT Tahunan diperoleh dari bukti potong A1 / A2
yang diberikan oleh pemberi kerja.
Demikian juga yang terjadi apabila Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan
perjanjian pisah harta atau memilih untuk menjalankan kewajiban perpajakannya
secara terpisah dengan suami atau isterinya, maka walaupun telah dipotong PPh
Pasal 21 oleh pemberi kerja, SPT PPh OP yang disampaikan akan Kurang Bayar.

2. Pekerjaan Bebas
Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang
mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang
tidak terikat oleh suatu hubungan kerja seperti pengacara, dokter, konsultan, artis,

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 95


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

olahragawan, perantara, penceramah, pengarang, distributor MLM dan


sebagainya.

Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki penghasilan dari pekerjaan bebas
dibagi menjadi 2 (dua) kelompok peredaran bruto, yaitu:
a. Peredaran Usaha Rp. 4,8 milyar atau lebih
Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya Rp. 4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) Tahun Pajak
wajib menyelenggarakan pembukuan. Penghitungan PPh terutang atas
penghasilan tersebut didasarkan pada Laba yang tertera pada Laporan
Keuangan yang dilaporkan sebagai lampiran dari SPT Tahunan PPh OP. Setiap
bulannya Wajib Pajak diwajibkan menyetorkan PPh Pasal 25 yang merupakan
angsuran dari PPh terutang. Jenis Pajak Penghasilan yang harus disetor adalah
PPh Pasal 25 yang dibayarkan setiap bulan/masa dan PPh Pasal 29 yang
dibayarkan setiap tahun.

b. Peredaran Usaha dibawah Rp. 4,8 milyar


Terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang peredaran usahanya dibawah Rp. 4,8
milyar wajib menyelenggarakan pencatatan, serta menghitung penghasilan neto
dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Jenis Pajak
Penghasilan yang harus disetor adalah PPh Pasal 25 yang dibayarkan setiap
bulan/masa dan PPh Pasal 29 yang dibayarkan setiap tahun.

3. Penghasilan dari Usaha dan Kegiatan


Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki penghasilan dari usaha atau kegiatan
dibagi menjadi 2 (dua) kelompok peredaran bruto, yaitu:
a. Peredaran Usaha Rp. 4,8 milyar atau lebih
Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya Rp. 4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) Tahun Pajak
wajib menyelenggarakan pembukuan. Jenis Pajak Penghasilan yang harus

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 96


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

disetor adalah PPh Pasal 25 yang dibayarkan setiap bulan/masa dan PPh Pasal
29 yang dibayarkan setiap tahun. Penghitungan PPh terutang atas penghasilan
tersebut didasarkan pada Laba yang tertera pada Laporan Keuangan yang
dilaporkan sebagai lampiran dari SPT Tahunan PPh OP. Setiap bulannya Wajib
Pajak diwajibkan menyetorkan PPh Pasal 25 yang merupakan angsuran dari
PPh terutang.

b. Peredaran Usaha dibawah Rp. 4,8 milyar


Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu menyatakan bahwa Menerima penghasilan
dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan
bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% dari peredaran bruto.Terhadap
Wajib Pajak ini diwajibkan menyelenggarakan pencatatan.Penghitungan dan
penyetoran dilakukan setiap bulan berdasarkan peredaran bruto setiap
bulan.Pelaporan dilakukan setiap tahun. Jika Wajib Pajak tidak memiliki
penghasilan lain maka dalam SPT Tahunan PPh OP tidak ada lagi pajak yang
harus dibayar.

Penghasilan Tidak Kena Pajak


Penghasilan tidak kena pajak merupakan threshold yang diberikan oleh UU PPh
terhadap penghasilan yang dapat dikenakan pajak. Dalam pasal 7 UU PPh dijelaskan
bahwa kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan
berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak, dimana mulai tahun pajak 2016 sesuai
Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 101/PMK.010/2016 diberikan sebesar:
 Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang
pribadi

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 97


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Tambahan Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) untuk status
kawin
 Tambahan Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk seorang istri
yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
 Tambahan Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap
anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta
anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang
untuk setiap keluarga.

Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang dapat dijadikan pengurang ditentukan
oleh keadaan Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan pada awal tahun pajak
atau awal bagian tahun pajak.

Tarif Pajak
Sesuai Pasal 17 UU PPh No. 7 tahun 1983 stdtd UU No. 36 tahun 2008, tarif pajak
yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
5%
sampai dengan Rp 50.000.000,00

15%
di atas Rp 50.000.000,00
s.d. Rp 250.000.000,00

25%
di atas Rp25.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00

di atas Rp 500.000.000,00 30%

Tarif pajak di atas tidak berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah dikenakan
PPh Final sesuai Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2013 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak
yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 98


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

3.4 PAJAK PENGHASILAN YANG KURANG BAYAR

Penghitungan Pajak Penghasilan


Pajak Penghasilan yang terutang untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dihitung
berdasarkan data peredaran bruto yang terdapat di dalam catatan atau laporan
keuangan jika Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan.

Telah dijelaskan diatas bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak Orang Pribadi dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final dengan taris sebesar
1% dari penghasilan bruto jika masuk dalam kriteria yang disebutkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, selainnya berlaku ketentuan tarif Pajak
Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Penghitungan PPh terutang untuk Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan bersifat final adalah sebagai berikut
:
1. Peredaran Usaha Bruto Rp. XXX
2. Peredaran Usaha Neto : Rp. XXX
(diperoleh dari Laporan Laba Rugi jika menyelenggarakan
pembukuan atau dari Peredaran Usaha Bruto X Tarif
Norma jika WP diperbolehkan menggunakan Norma.
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
 WP Sendiri Rp. XXX
 Isteri Bekerja Rp. XXX
 Status Kawin Rp. XXX
 Tanggungan (maksimal 3 orang) Rp. XXX
Jumlah Rp. XXX
4. Penghasilan Kena Pajak (PKP) diperoleh dari angka 2 Rp. XXX
dikurangi angka 3
5. PPh Terutang:

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 99


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 5% X Rp. XXX
 15% X Rp. XXX
 25% X Rp. XXX
 30% X Rp. XXX
Jumlah Rp. XXX
6. Kredit Pajak:
a. PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain, PPh yang Rp. XXX
dibayar/dipotong di luar negeri dan PPh ditanggung
pemerintah
b. PPh yang dibayar sendiri
 PPh Pasal 25 Rp. XXX
 STP PPh PASAL 25 (HANYA POKOK PAJAK) Rp. XXX
Jumlah Kredit Pajak Rp. XXX

7. PPh Kurang/Lebih Bayar (angka 5 dikurangi angka 6) Rp. XXX

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 100


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Contoh Kasus
1. Tn. Amien seorang pengusaha toko bangunan di kota Depok terdaftar sebagai
Wajib Pajak pada tanggal 27 Desember 2014. Selama tahun 2015 Tn. Amien
memiliki peredaran bruto dan membayar PPh Pasal 4 (2) PP 46 setiap bulan
sebagai berikut:

PPh Ps 4 (2) PP
Peredaran Bruto
Bulan 46
(Rp) (Rp)
Januari 175,000,000.00 1,750,000.00
Februari 150,000,000.00 1,500,000.00
Maret 180,000,000.00 1,800,000.00
April 200,000,000.00 2,000,000.00
Mei 450,000,000.00 4,500,000.00
Juni 500,000,000.00 5,000,000.00
Juli 570,000,000.00 5,700,000.00
Agustus 410,000,000.00 4,100,000.00
September 340,000,000.00 3,400,000.00
Oktober 425,000,000.00 4,250,000.00
November 500,000,000.00 5,000,000.00
Desember 900,000,000.00 9,000,000.00
Jumlah 4,800,000,000.00 48,000,000.00

Tn. Amien telah menikah dan memiliki 3 (tiga) orang anak yang masih berada
dalam tanggungannya. Oleh karena peredaran bruto Tn. Amien pada tahun 2015
telah mencapai Rp. 4,8 Miliar, maka pengenaan pajaknya pada tahun 2016
menggunakan ketentuan PPh Pasal 25.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 101


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2. Dokter Mulyadi adalah seorang dokter spesialis jantung di Jakarta. Pada tahun
2016 memiliki catatan penghasilan dari praktek pribadi Rp. 500.000.000,00.
Selain itu dr. Mulyadi juga memiliki penghasilan dari rumah sakit sebagai berikut:
Penghasilan
No. Pemberi Kerja PPh Ps 21
Bruto Neto
1 RS Pemerintah 100.000.000,00 50.000.000,00 2.500.000,00
PQR
2 RS Swasta XXX 300,000,000,00 150.000.000,00 17.500.000,00

Isteri dr. Mulyadi, Karina, adalah seorang penulis novel, memperoleh penghasilan
selama tahun 2016 Rp. 100.000.000,00. Dr. Mulyadi memiliki 2(dua) orang anak,
salah satunya adalah Sena, artis sinetron cilik yang memiliki penghasilan Rp.
200.000.000,00 pada tahun 2016. Dr. Mulyadi membayar PPh Pasal 25 selama
tahun 2016 Rp. 1.000.000,00 per bulan. Terdapat bukti potong PPh Pasal 21 atas
nama Isterinya sejumlah Rp. 1.200.000,00 dan atas nama anaknya Rp.
5.000.000,00.

Sebagai keterangan tambahan, isteri dr. Mulyadi dan anaknya menggunakan


NPWP dr. Mulyadi dalam pemotongan Pajak Penghasilan. Norma untuk dokter,
novelis, dan artis adalah 50%.

Penghitungan PPh terutang tahun 2016 adalah sebagai berikut:


1. Peredaran Usaha Bruto
 Dr. Mulyadi Rp. 900.000.000,00
 Isteri Rp. 100.000.000,00
 Anak Rp. 200.000,000,00

2. Peredaran Usaha Neto (WP diperkenankan menggunakan


norma) :
 Dr. Mulyadi : Rp. 900.000.000,00 X 50% Rp. 450.000.000,00

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 102


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Isteri : Rp. 100.000.000,00 X 50% Rp. 50.000.000,00


 Anak : Rp. 200.000.000,00 X 50% Rp. 100.000.000,00
Jumlah Rp. 600.000.000,00
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
 WP Sendiri Rp. 54.000.000,00
 Isteri Bekerja Rp. 54.000.000,00
 Status Kawin Rp. 4.500.000,00
 Tanggungan (maksimal 3 orang) Rp. 9.000.000,00
Jumlah Rp. 121.500.000,00
4. Penghasilan Kena Pajak (PKP) diperoleh dari angka 2 Rp. 478.500.000,00
dikurangi angka 3
5. PPh Terutang:
 5% X 50.000.000,00 Rp. 2.500.000,00
 15% X 200.000.000,00 Rp. 30.000.000,00
 25% X 228.500.000,00 Rp. 57.125.000,00
 30% X
Jumlah Rp. 89.625.000,00
6. Kredit Pajak:
a. PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain, PPh yang Rp. 26.200.000,00
dibayar/dipotong di luar negeri dan PPh ditanggung
pemerintah
b. PPh yang dibayar sendiri
 PPh Pasal 25 Rp. 12.000.000,00
 STP PPh PASAL 25 (HANYA POKOK PAJAK)
Jumlah Kredit Pajak Rp. 38.200.000,00

7. PPh Kurang/Lebih Bayar (angka 5 dikurangi angka 6) Rp. 51.425.000,00

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 103


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

3.5 SPT TAHUNAN PPH DISAJIKAN DAN DISAMPAIKAN TEPAT


WAKTU
I. JENIS SPT PPh ORANG PRIBADI
Wajib Pajak Orang Pribadi melaporkan kewajiban perpajakannya menggunakan Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan dengan jenis formulir sebagai berikut:
 1770, untuk Wajib Pajak yang melaporkan penghasilannya bersumber dari
pekerjaan bebas
 1770 S, singkatan dari 1770 Sederhana, untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
yang melaporkan penghasilannya bersumber dari pekerjaan dalam hubungan
kerja dengan penghasilan bruto lebih dari Rp. 60 juta dalam satu tahun pajak.
 1770 SS, singkatan dari 1770 Sangat Sederhana, untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi yang melaporkan penghasilannya bersumber dari pekerjaan dalam
hubungan kerja dengan penghasilan bruto Rp. 60 juta atau kurang dalam satu
tahun pajak.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 104


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 105


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 106


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 107


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

3.6 SOAL-SOAL LATIHAN


1. Tn JANUAR memiliki Penghasilan Kena Pajak Tahun 2016 sebesar
Rp155.978.950,-Manakah perhitungan PPh yang terutang berikut ini benar.......
a. 5 % x Rp25.000.000 b. 15% x Rp155.978.950
10% x Rp25.000.000
15% x Rp50.000.000
25% x Rp55.978.000

c. 5 % x Rp50.000.000 d. 5 % x Rp50.000.000
15% x Rp105.978.000 15% x Rp105.978.950

2. Tn FAIZ adalah karyawan PT ABIY AULIA SMART, berdasarkan bukti potong


1721 A1 Tahun Pajak 2017 memperoleh penghasilan setahun sebesar Rp
120.000.000, dengan Status PTKP adalah K/1. Dalam melaporkan SPT Tahunan
PPh Orang Pribadi, formulir SPT yang digunakan oleh Tn FAIZ yang paling tepat
adalah ....
a. 1770
b. 1721
c. 1770 S
d. 1770 SS

3. Tn FAUZY adalah karyawan PT ABIY AULIA SMART, berdasarkan bukti


potong 1721 A1 Tahun Pajak 2017 memperoleh penghasilan setahun sebesar
Rp50.000.000, dengan Status PTKP adalah K/1. Dalam melaporkan SPT Tahunan
PPh Orang Pribadi, formulir SPT yang digunakan oleh Tn FAUZY yang paling
tepat adalah ....
a. 1770
b. 1721
c. 1770 S

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 108


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

d. 1770 SS

4. Manakah pernyataan berikut ini yang tidak benar tentang PTKP....


a. PTKP adalah pengurang penghasilan neto WP orang Pribadi dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak;
b. PTKP ditentukan berdasarkan kondisi WP pada awal tahun pajak
c. Jumlah tanggungan dalam menghitung PTKP paling banyak sebanyak 3 orang
tidak termasuk isteri;
d. Dalam PTKP dikenal hubungan keluarga semenda dan sedarah, sehingga
dalam hubungan semenda adik ipar dan kakak ipar dapat diperhitungan
sebagai tanggungan dalam menghitung PTKP

5. HARIS adalah seorang pengusaha sukses, menikah dengan NANING (ibu rumah
tangga) pada 20 Mei 2008 dan mempunyai anggota keluarga yang menjadi
tanggungan adalah sebagai berikut:
 Fathiyyah, anak kandung, lahir tanggal 18 Mei 2009, SD
 Faiz, anak kandung, lahir tanggal 23 November 2011, TK
 Fauzy, anak kandung, lahir tanggal 1 September 2014, Balita
Besarnya PTKP yang diperkenankan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak
HARIS tahun pajak 2017 adalah ....
a. Rp58.500.000
b. Rp63.000.000
c. Rp67.500.000
d. Rp72.000.000

6. Lapisan tarif progresif dalam menghitung PPh Orang Pribadi yang berlaku saat ini
adalah sebagai berikut…
a. 5%, 10%, 15%, 25%, 35%
b. 5%, 15%, 25%, 35%
c. 5%, 10%, 15%, 25%, 30%

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 109


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

d. 5%, 15%, 25%, 30%

7. Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2017 bagi Tn Bahrudin (K/0) dengan status
Menikah dan tanpa tanggungan adalah…
a. Rp24.300.000
b. Rp36.000.000
c. Rp39.000.000
d. Rp58.500.000

8. Tahun Pajak 2017 telah berakhir maka bagi setiap Wajib Pajak Orang Pribadi
memiliki kewajiban melaporkan SPT Tahunan PPh ke KPP, kapankah batas waktu
pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, dan apa saksinya apabila terlambat
melaporkannya?
a. 31 Maret 2017, Sanksi Denda sebesar Rp100.000
b. 31 Maret 2018, Sanksi Denda sebesar Rp100.000
c. 31 Maret 2018, Sanksi Bunga sebesar 2% perbulan
d. 31 Maret 2018, Sanksi Denda sebesar Rp1.000.000

9. Dibawah ini termasuk kedalam objek PPh Pasal 23 adalah…


a. Deviden
b. Royalty
c. Imbalan/jasa
d. Semua jawaban benar

10. Berapa besar tarif yang dikenakan untuk Sewa dalam PPh Pasal 23?
a. 2%
b. 10%
c. 15%
d. Semua jawaban salah

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 110


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

MATERI ELEMEN KOMPETENSI 4


MENYIAPKAN SPT TAHUNAN PPH
WAJIB PAJAK BADAN

KRITERIA UNJUK KERJA


4.1 Laporan keuangan
4.2 Penjelasan atas laporan keuangan sebagai dasar penyesuaian fiskal
4.3 Bukti pemotongan PPh
4.4 Pajak penghasilan yang kurang bayar disetor tepat waktu
4.5 SPT Tahunan PPh disajikan dan disampaikan tepat waktu

URAIAN MATERI ELEMEN KOMPETENSI 4


4.1 LAPORAN KEUANGAN
Sesuai dengan definisi akuntansi sebagai suatu kegiatan yang meliputi
proses pencatatan sampai dengan penganalisaan data-data keuangan perusahaan,
produk (out put) yang dihasilkan kegiatan tersebut berupa pelaporan keuangan.
Pelaporan keuangan ini terdiri dari pelaporan keuangan yang khusus digunakan untuk
kepentingan internal perusahaan saja dan juga pelaporan keuangan yang ditujukan
untuk kepentingan pihak eksternal perusahaan.
Jenis pelaporan keuangan berikut ini dapat dikategorikan sebagai
pelaporan keuangan yang terutama ditujukan untuk kepentingan pihak eksternal
perusahaan. Meskipun demikian pihak internal juga memerlukannya. Pelaporan
keuangan ini lazim disebut dengan laporan keuangan, yang meliputi:

1. Laporan Laba Rugi


Yaitu laporan keuangan yang memberikan informasi tentang hasil kegiatan operasi
perusahaan (laba atau rugi) selama satu kurun waktu (periode) tertentu.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 111


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2. Laporan Ekuitas
Yaitu laporan keuangan yang memberikan informasi tentang perubahan ekuitas
pemilik atau modal selama kurun waktu (periode) tertentu.

3. Neraca
Yaitu laporan keuangan yang memberkan informasi tentang aset, kewajiban dan
ekuitas perusahaan pada saat (tanggal) tertentu.

4. Laporan Arus Kas


Yaitu laporan keuangan yang memberikan informasi tentang penerimaan dan
pembayaran kas perusahaan selama kurun waktu (periode) tertentu.

5. Catatan atas Laporan Keuangan


Yaitu berupa informasi baik yang bersifat keuangan maupun non keuangan yang
bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang kebijakan kebijakan akuntansi yang
digunakan oleh perusahaan, rincian pos pos laporan keuangan, penjelasan kontrak-
kontrak utang perusahaan dan lain-lain. Contoh laporan keuangan yang terdiri dari
laporan laba rugi, laporan ekuitas, neraca, laporan arus kas untuk perusahaan perseroan
terbuka dapat dilihat pada beberapa ilustrasi berikut ini.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 112


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 113


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 114


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

4.2 LAPORAN KEUANGAN SEBAGAI DASAR PENYESUAIAN FISKAL


Salah satu manfaat penting dari laporan keuangan adalah penyajian
informasi untuk dijadikan sebagai bahan dasar penghitungan pajak. Bahan dasar disini
mengandung makna bahwa informasi dalam laporan keuangan harus diolah lebih
lanjut agar dapat ditentukan besarnya pajak terutang. Dengan demikian yang menjadi
sorotan utama dalam akuntasi pajak adalah proses pengolahan informasi dari laporan
keuangan sehingga diperoleh besaran yang menjadi dasar pengenaan pajak. Proses ini
biasa disebut dengan Rekonsiliasi Fiskal.
Rekonsiliasi fiskal ini sangat diperlukan mengingat adanya perbedaan
perlakuan antara akuntansi komersial dan akuntansi pajak dalam pengukuran dan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 115


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

pengakuan nilai suatu transaksi. Perbedaan ini biasa disebut sebagai koreksi fiskal.
Koreksi fiskal terdiri atas dua jenis..
1. Koreksi positif, yaitu koreksi yang menyebabkan jumlah pajak terutang menjadi
lebih besar. Misainya terdapat beban operasional yang menurut akuntansi
komersial dapat diakui, namun menurut pajak tidak dapat diakui sebagai
pengurang penghasilan (non-deductible expense). Sebagai contoh adalah biaya
untuk kepentingan pribadi pengurus.
2. Koreksi negatif, yaitu koreksi yang menyebabkan jumlah pajak terutang menjadi
lebih kecil. Misainya, terdapat penghasilan yang menurut akuntansi komersial
dapat diakui, namun menurut pajak tidak dapat diakui sebagai objek pajak.
Sebagai contoh adalah penghasilan yang diterima dalam bentuk natura.
Wajib Pajak mungkin sering mendengar istilah Laporan Keuangan Fiskal,
istilah ini sebenarnya bukan istilah baku dalam terminologi akuntansi di Indonesia.
istilah ini digunakan untuk merujuk laporan keuangan yang telah dilengkapi dengan
koreksi fiskal untuk menghitung dasar pengenaan pajak. Dalam buku ini sedapat
mungkin dihindari penggunaan istilah Laporan Keuangan Fiskal karena dapat
menimbulkan kesalahpahaman di mana istilah ini dianggap merujuk pada Laporan
Keuangan yang disusun berdasarkan ketentuan perpajakan. Sehingga dengan demikian
akan timbul persepsi bahwa ada dua jenis laporan keuangan yaitu Laporan Keuangan
Komersil dan Laporan Keuangan Fiskal. Padahal tidak demikian kenyataannya.
Ketentuan perpajakan hanya mengatur bahwa Wajib Pajak harus
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan sesuai dengan amanat pada Pasal 28
UU Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
(selanjutnya disebut UU KUP). Namun, peraturan perpajakan tidak mengatur tentang
bagaimana mencatat transaksi dan menyusun pembukuan atau pencatatan tersebut.
Pencatatan transaksi dan penyusunan Laporan Keuangan adalah domain akuntansi
keuangan yang tunduk pada aturan-aturan dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Peraturan perpajakan memanfaatkan informasi yang telah tersedia pada Laporan
Keuangan untuk kemudian dilakukan proses penyesuaian sehingga diperoleh dasar

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 116


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

pengenaan pajak. Hal ini sesuai dengan memori penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP
yang menyatakan bahwa, "Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan
dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan
menentukan lain."
Berdasarkan Pasal 12 UU KUP dapat disimpulkan bahwa sistem
pemungutan PPh Indonesia menganut sistem "Self Assessment". Dalam sistem ini
Wajib Pajak diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri
pajak-pajak yang terutang berdasarkan ketentuan undang-undang perpajakan dan
melaporkan ke kantor pelayanan pajak dengan cara mengisi dan menyampaikan SPT
Dengan demikian penentuan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang berada pada
Wajib Pajak itu sendiri.
Pajak Penghasilan menganut sistem pemajakan
komprehensif (comprehensive income taxation) dengan mendefinisikan penghasilan
berdasarkan tambahan kemampuan ekonomis. Pajak Penghasilan dikenakan atas dasar
jumlah penghasilan yang dikenakan pajak yang diambil dari catatan pembukuan.
Dalam Perpajakan ditentukan bahwa Wajib Pajak dalam negeri diwajibkan untuk
melaporkan pajak terutangnya kepada negara dengan menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT) pajak yang dilampiri dengan Laporan Keuangan. Laporan
Keuangan ini disusun khusus untuk kepentingan perpajakan dengan rnengindahkan
semua peraturan perpajakan.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (4) UU KUP menyatakan sebagai berikut: "Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang wajib
menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan berupa
neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung
besarnya Penghasilan Kena Pajak.” Laporan Keuangan tersebut merupakan insrumen
yang sangat berharga untuk menilai kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajibannya.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 117


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

KOREKSI FISKAL
Laporan keuangan yang disusun perusahaan biasanya harus disesuaikan
dengan peraturan fiskal ketika laporan keuangan tersebut sebagai dasar pada SPT PPh
yang disampaikan ke kantor pajak. Hal ini disebabkan laporan keuangan perusahaan
mengacu pada standar akuntansi komersial. Untuk memenuhi kebutuhan pelaporan
pajak maka perusahaan melakukan penyesuaian fiskal (koreksi fiskal).

Perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal berdasarkan


pembebanannya dapat dibedakan dua macam, yaitu:
1. Beda Tetap
2. Beda Waktu.

Beda Tetap, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak boleh
dikurangkan pada penghasilan kena pajak, contohnya : sumbangan, entertain (tanpa
daftar nominatif), pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan perusahaan
dan lain2.

Beda waktu, yaitu perbedaan pembebanan suatu biaya dimana jangka waktu
pembebananya berbeda.
Misal :
Biaya penyusutan, perusahaan menetapkan masa manfaat aktiva 10 tahun, tapi
berdasarkan fiskal Cuma 4 tahun, maka akan terjadi pembebanan yang berbeda.

Koreksi fiskal dapat juga dijelaskan sebagai berikut :


Koreksi fiskal positif diantaranya:
 Biaya yg dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham
 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
 Pengeluaran dalam bentuk natura
 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kpd pemegang saham
 Sumbangan atau bantuan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 118


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Pajak Penghasilan
 Sanksi administrasi (Pajak)
 Penyusutan/amortisasi
 Dll

Koreksi fiskal negatif diantaranya:


 Penyusutan/amortisasi
 Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
 Dll

Penyustan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif tergantung hasil perhitungan
apa lebih besar atau malah lebih kecil.

Untuk lebih mendalami koreksi fiskal kita dapat juga membaca laporan audit akuntan
publik atas laporan keuangan suatu perusahaan. Setiap perusahaan akan mempunyai
pos yang berbeda atas koreksi fiskal nya. Laporan audit pada perusahaan go public di
perpustakaan BEJ dapat kita pinjam dan baca untuk menambah wawasan tentang
koreksi fiskal.

Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak
sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak
orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena
pajak).
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan
maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.

1. Dasar Hukum : UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)


2. Jenis Perbedaan Pengakuan antara Komersial dan Fiskal

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 119


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya
antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya
koreksi fiskal, yaitu:
1. Beda Tetap (Permanent Different)
Beda Tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara
akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya permanen
artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena
pajak tahun pajak berikutnya.

Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-
undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau bagian laba yang
diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi,
Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat
dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh)
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-
undang PPh telah dikenakan PPh Final, contohnya:
 Bunga Deposito dan Tabungan lainnya
 Penghasilan berupa hadiah undian
 Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan,
 Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan
 Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
 dan sebagainya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)

Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena menurut
akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan
merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya:
 biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ;

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 120


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 yang bukan objek pajak;


 yang pengenaan pajaknya bersifat final;
 yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan
 penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan
Pajak Penghasilan
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan (Pasal
9 ayat 1 UU PPh)

Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif artinya
penghasilan yang diakuai oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus
dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah
dikenakan PPh final, akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang yang
akhirnya akan menyebabkan PPh terutang akan lebih kecil.
Koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang
diakuai oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi, akan
menyebabkan laba kena pajak akan bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh
terutang akan lebih besar.

2. Beda Waktu (Time Different)


Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara
akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya sementara
artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak
tahun-tahun pajak berikutnya.

Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 121


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi
komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya
sesuai dengan prinsip matching cost with revenue. Sedangkan menurut Undang-
undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.

Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode
penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh metode
penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO
Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan piutang
tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat
penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun
berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah,
sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak
akan berkurang.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi
negatif tergantung dari metode yang digunakan.

1. Jenis Koreksi Fiskal


2. Koreksi Fiskal Positif
Koreksi Fiskal Positif Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan
penghasilan kena pajak dan PPh terutang.
Jenis Koreksi Fiskal Positif antara lain :
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 122


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali :


 Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang.
 Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
 Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
 Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
 Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
 Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industry.
1. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan.
2. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman
bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
3. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan.
4. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m
serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 123


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya


diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
5. Pajak Penghasilan.
6. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya.
7. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
8. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan
9. Persediaan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan
yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
10. Penyusutan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan
yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
11. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
Referensi : Pasal 4, Pasal 6 dan Pasal 9 UU no. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan (PPh)

2. Koreksi Fiskal Negatif


Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh
terutang.
Jenis Koreksi Fiskal Negatif antara lain :
 Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final antara lain :
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 124


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima


oleh perusahaan modal ventura.
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan.
 Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak antara lain :
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak,
Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit).

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 125


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan


dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa.
6. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
7. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
8. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor.
9. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai.
10. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf h, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
11. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
12. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
13. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
14. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 126


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

15. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur


lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
16. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
17. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
18. Persediaan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode penghitungan
yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
19. Penyusutan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode
penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008
tentang PPh.
Dasar Hukum : Pasal 4 UU no. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

BEDA PENYUSUTAN AKTIVA TETAP MENURUT PAJAK DAN


AKUNTANSI

 Menurut akuntansi dapat digunakan metode apapun sementara menurut pajak


hanya boleh menggunakan 2 metode saja yaitu garis lurus dan saldo menurun,
bahkan untuk bangunan hanya dibolehkan metode garis lurus.
 Umur manfaat menurut akuntansi didasarkan kepada diskresi manajemen
sementara menurut pajak diatur umur manfaat aktiva tetap bedasarkan ketentuan
perpajakan, yaitu untuk aktiva tetap bukan bangunan dibagi menjadi 4 golongan
dengan umur manfaat mulai dari gol 1 adalah 4, 8, 16 dan 20 tahun sedangkan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 127


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

bangunan menjadi 10 tahun untuk bangunan semi permanen dan 20 tahun untuk
bangunan permanen.
 Secara akuntansi, aktiva tetap (aset tetap) mulai disusutkan pada saat aktiva
tersebut siap untuk digunakan. Secara perpajakan, aktiva tetap mulai disusutkan
pada bulan dilakukannya pengeluaran (pada saat diperoleh/dibeli).

4.3 MENGHITUNG DAN MENYETORKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN


SENDIRI

1. Angsuran PPh Pasal 25


Wajib Pajak Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak
dikenai Pajak Penghasilan bersifat final diwajibkan menghitung dan
menyetorkan PPh Pasal 25 setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya.

BesarnyaPajak Penghasilan Pasal 25 yang terutang dalam tahun berjalan


adalah berdasarkan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi
dengan:
 Pajak Penghasilan yang dipotong oleh lawan transaksi (Pasal 22 dan Pasal
23); dan
 Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh (Pa
sal 24)
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

A. Memungut dan menyetorkan pajak atas penghasilan lawan transaksi


Biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak Badan untuk membayar barang atau
jasa merupakan penghasilan bagi lawan transaksi yang melakukan penyerahan
atas barang dan/atau jasa tersebut.Terkait dengan hal tersebut, Wajib Pajak

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 128


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

diwajibkan oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk memotong penghasilan


yang diberikan sebesar tarif pajak penghasilan yang ditetapkan dan
menyetorkannya ke negara. Jenis-jenis Pajak Penghasilan dimaksud adalah
sebagai berikut:
 PPh Pasal 4 (2)
 PPh Pasal 15
 PPh Pasal 21
 PPh Pasal 22
 PPh Pasal 23
 PPh Pasal 26
Penjelasan lebih lanjut terkait dengan pajak penghasilan dibahas pada modul PPh
Pemotongan dan Pemungutan.

D. Pelaporan SPT Masa dan SPT Tahunan


Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan
(SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak yang
sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan
pembayaran atau pelunasan Pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri
maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh
pihak pemotong / pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran
dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang
telah dilakukan.
Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi
Wajib Pajak maupun aparatur Pajak.Pelaporan Pajak disampaikan ke KPP atau
KP2KP dimana Wajib Pajak terdaftar. SPT dapat dibedakan sebagai berikut:
1. SPT Masa , yaitu SPT ynag digunakan untuk melakukan Pelaporan atas
pembayaran pajak bulanan, ada beberapa SPT Masa yaitu :
PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh
Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPN dan PPnBM, serta Pemungut PPN

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 129


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk Pelaporan tahunan.

Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara
elektronik melalui aplikasi e-Filing. Penyampaian SPT Tahunan PPh juga dapat
dilakukan secara Online melalui aplikasi e-SPT.
Keterlambatan Pelaporan untuk SPT Masa PPh dikenakan denda sebesar Rp
100.000,- (seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan
PPh Badan khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah).

Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan


bulanan:
No Jenis SPT Masa Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan
1 PPh Pasal 4 ayat (2) Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
2 PPh Pasal 15 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
3 PPh Pasal 21/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
4 PPh Pasal 23/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
PPh Pasal 25 (angsuran
5 Pajak) untuk Wajib Pajak Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
orang pribadi dan badan
PPh Pasal 25 (angsuran
Pajak) untuk Wajib Pajak
kriteria tertentu yang Tgl.20 setelah berakhirnya
6 Akhir masa Pajak terakhir
diperbolehkan melaporkan Masa Pajak terakhir
beberapa Masa Pajak
dalam satu SPT Masa
Hari kerja terakhir minggu
PPh Pasal 22, PPN & PPn
7 1 hari setelah dipungut berikutnya (melapor secara
BM oleh Bea Cukai
mingguan)

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 130


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

No Jenis SPT Masa Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan


PPh Pasal 22 - Bendahara Pada hari yang sama saat
8 Tgl. 14 bulan berikut
Pemerintah penyerahan barang
Sebelum Delivery Order
9 PPh Pasal 22 - Pertamina
dibayar
PPh Pasal 22 - Pemungut
10 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
tertentu
Akhir bulan berikutnya
Akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa
11 PPN dan PPn BM - PKP setelah berakhirnya Masa
Pajak dan sebelum SPT Masa
Pajak
PPN disampaikan
PPN dan PPn BM -
12 Tgl. 7 bulan berikut Tgl. 14 bulan berikut
Bendaharawan
PPN & PPn BM -
13 Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
Pemungut Non Bendahara
PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal
15,21,23, PPN dan Sesuai batas waktu per SPT Tgl.20 setelah berakhirnya
14
PPnBM Untuk Wajib Masa Masa Pajak terakhir
Pajak Kriteria Tertentu

Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan


tahunan:

No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan


akhir bulan keempat setelah
Sebelum SPT Tahunan PPh
1 PPh - Badan berakhirnya tahun atau
disampaikan
bagian tahun Pajak

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 131


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

B. Tarif
Sesuai Pasal 17 UU PPh No. 7 tahun 1983 stdtd UU No. 36 tahun 2008, tarif pajak
yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri
dan bentuk usaha tetap adalah tarif tunggal sebesar 25% (dua puluh lima persen).
Tarif ini mulai berlaku sejak tahun pajak 2010, setelah sebelumnya menggunakan
tarif 28% (dua puluh delapan persen).

Terdapat ketentuan lain terkait dengan penerapan tarif PPh Pasal 17 ini, yaitu
fasilitas pengurangan tarif yang diatur dalam Pasal 31E UU PPh, serta tarif PPh
Final atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor
46 tahun 2013.

1. Fasilitas Pengurangan Tarif


Pasal 31E UU PPh memberikan fasilitas pengurangan tarif umum terhadap
Wajib Pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto sampai dengan
Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Pengurangan tarif yang
diberikan adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana diatur
dalam Pasal 17 UU PPh yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari
bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah). Sebagai lebih jelasnya diberikan contoh sebagai
berikut:
a. PT XYZ dalam tahun pajak 2009 memiliki peredaran bruto sebesar Rp.
4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah) dengan Penghasilan
Kena Pajak sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Penghitungan pajak yang terutang adalah sebagai berikut:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto terseb
ut dikenai tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif Pajak Penghasila
n badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT XYZ tidak melebi

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 132


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

hi Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).


Pajak Penghasilan yang terutang:
50% x 28%) x Rp500.000.000,00 = Rp70.000.000,00

b. Peredaran bruto PT PQR


alam tahun pajak 2009 sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rup
iah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga mili
ar rupiah).
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:

 Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang


memperoleh fasilitas
Rp 4.800.000.000,00 : Rp 30.000.000.000,00) x Rp 3.000.000.000,00 =
Rp 480.000.000,00

 Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas :
Rp 3.000.000.000,00 – Rp 480.000.000,00 =2.520.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang: ‐ (50% x 28%) x Rp 480.000.000,00
= Rp 67.200.000,00 ‐ 28% x Rp 2.520.000.000,00
= Rp 705.600.000,00(+)
Jumlah Penghasilan Pajak yang Terhutang Rp 772.800.000,00

2. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013


Pasal 4 ayat (2) huruf e memberikan wadah bagi pengenaah PPh yang bersifat
final terhadap penghasilan tertentu yang pelaksanaannya diatur atau
berdasarkan peraturan pemerintah. Pada tanggal 01 Juli 2013 dikeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 133


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu.

Peraturan ini mengenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1%


dari peredaran bruto terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas (bagi WP Orang Pribadi) dan
penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang
perpajakan.
 Peredaran bruto tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak Berdasarkan
ketentuan ini, maka tarif PPh Pasal 17 tidak berlaku bagi Wajib Pajak yang
telah dikenakan PPh Final tersebut di atas. Ketentuan lainnya terkait
dengan kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai PP 46 adalah sebagai berikut:
 Penghitungan dan penyetoran dilakukan setiap bulan berdasarkan peredaran
bruto setiap bulan, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
 Jika pada suatu bulan jumlah peredaran bruto secara kumulatif telah
melebihi jumlah Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) dalam suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak tetap melanjutkan
kewajiban penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) berdasarkan PP 46 sampai
dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan.
 Apabila pada tahun sebelumnya peredaran bruto Wajib Pajak telah
melebihi jumlah Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah), maka atas penghasilan yang diterima pada Tahun Pajak
berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 134


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

C. Norma Penghitungan Penghasilan Neto


Dalam menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu dicari berapa
Penghasilan Neto Wajib Pajak.Penghasilan Neto pada dasarnya merupakan
penghasilan bersih yang diperoleh setelah semua biaya-biaya yang berkaitan
dengan usaha untuk memperoleh penghasilan tersebut dikurangkan dari Peredaran
Bruto.Namun demikian terhadap Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan
pembukuan, Penghasilan Neto tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
berdasarkan jenis usaha dan wilayah usahanya.

Pasal 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 17/PJ/2015 tentang Norma
Penghitungan Penghasilan Neto menjelaskan bahwa dalam hal terhadap Wajib
Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas dilakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, ternyata Wajib Pajak
orang pribadi atau badan tersebut tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan
pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau
bukti-bukti pendukungnya, penghasilan netonya digitung dengan menggunakan
norma perhitungan penghasilan neto.

CONTOH KASUS

PT GWA merupakan perusahaan distributor susu di Jakarta. Selama tahun 2016 PT


GWA memiliki data peredaran usaha dan biaya sebagai berikut:
Peredaran Usaha Rp. 50.000.000.000,00
Harga Pokok Penjualan Rp. 40.000.000.000,00
Gross Profit Rp. 10.000.000.000,00

Biaya Operasional Rp. 2.000.000.000,00


Biaya Pemasaran Rp. 2.000.000.000,00
Biaya Administrasi dan Umum Rp. 1.000.000.000,00

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 135


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Pendapatan (beban) lainnya Rp. 1.500.000.000,00


Laba Sebelum Pajak Rp. 6.500.000.000,00

Pendapatan lainnya pada data di atas merupakan pendapatan dari persewaan ruangan
gedung miliknya sebesar Rp. 2.000.000.000,00 per tahun dengan biaya maintenance
yang harus dikeluarkan Rp. 500.000.000,00.

Penghitungan PPh Badan yang terutang tahun pajak 2016 adalah sebagai berikut:

1. Penghasilan Neto Komersial Dalam Negeri:


Peredaran Usaha Bruto 50,000,000,000.00
Harga Pokok Penjualan 40,000,000,000.00
Biaya Usaha Lainnya 5,000,000,000.00
Penghasilan Neto dari Usaha 5,000,000,000.00
Penghasilan dari Luar Usaha
2,000,000,000.00
Biaya dari Luar Usaha
500,000,000.00
Penghasilan Neto dari Luar Usaha 1,500,000,000.00
Jumlah Penghasilan Neto Komersial Dalam Negeri
6,500,000,000.00
2. Penghasilan Neto Komersial Luar Negeri -
3. Jumlah Penghasilan Neto Komersial 6,500,000,000.00
4. Penghasilan yang Dikenakan PPh Final dan Yang Tidak
Termasuk Objek Pajak 2,000,000,000.00
5. Penyesuaian Fiskal Positif 500,000,000.00
6. Penyesuaian Fiskal Negatif -
7. Fasilitas Penanaman Modal Berupa Pengurangan Penghasilan
Neto -
8. Penghasilan Neto Fiskal 5,000,000,000.00

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 136


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

9. Kompensasi Kerugian Fiskal -


10. Penghasilan Kena Pajak 5,000,000,000.00
Fasilitas Pasal 31 E : (Rp. 4.8 Miliar / Rp. 50 Miliar ) X Rp. 5 480,000,000.00
Miliar
Tidak memperoleh fasilitas 4,520,000,000.00
11. PPh Terutang
Fasilitas Pasal 31 E
60,000,000.00
Tidak memperoleh fasilitas 1,130,000,000.00
Jumlah PPh Terutang
1,190,000,000.00
12. Kredit Pajak:
a. PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain, PPh yang 12,500,000.00
dibayar/dipotong di luar negeri dan PPh ditanggung
pemerintah
b. PPh yang dibayar sendiri
PPh Pasal 25
460,000,000.00
STP PPh PASAL 25 (HANYA POKOK PAJAK)
100,000,000.00
Jumlah Kredit Pajak
560,000,000.00
13. PPh Kurang/Lebih Bayar (angka 5 dikurangi angka 6)
630,000,000.00

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 137


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

4.5 SPT TAHUNAN PPH DISAJIKAN DAN DISAMPAIKAN TEPAT


WAKTU
Surat Pemberitahuan (SPT)
1.1 Pengertian SPT
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP)
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundanganperpajakan. Terdapat dua macam
SPT yaitu:
a. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
b. SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak.
1.2 Jenis-jenis SPT
a. SPT Masa Pajak Penghasilan
1) SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26
2) SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 22
3) SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26
4) SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25
5) SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
6) SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 15
b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan
1) SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
2) SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan bagi Wajib Pajak
yang diizinkan menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang
Dollar Amerika Serikat
3) SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
a) SPT 1770 SS
Digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai
penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan
jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 60.000.000; setahun.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 138


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

b) SPT 1770 S
Digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribado yang mempunyai
penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan
jumlah penghasilan bruto mencapai Rp 60.000.000; setahun.
c) SPT 1770
Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari
usaha/pekerjaan bebas, baik yang menyelenggarakan pembukuan
atau pencatatan, melaporkan pembayaran dan perhitungan Pajak
penghasilan tahunan menggunakan formulir SPT 1770.
4) SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21
c. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai
d. SPT Masa PPN bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
1.3 Batas Waktu Penyampaian SPT
a. SPT Masa, paling lama dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak, kecuali
untuk SPT Masa PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu secara mingguan paling lama
pada hari kerja terakhir minggu berikutnya, dan SPT Masa PPh Pasal 22,
PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Bendahara paling lama 14 hari
setelah Masa Pajak berakhir. Untuk WP dengan kriteria tertentu yang
melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa, paling lama 20
hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.
b. SPT Tahunan, Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling
lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, sedangkan untuk SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat)
bulan setelah akhir Tahun Pajak.

4.5 Persiapan Pengisian SPT Tahunan PPh Badan 1771


a. Persiapan yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak Badan sebelum mengisi
SPT Tahunan PPh Badan 1771
1. Menyiapkan arsip SPT Tahunan PPh Badan 1771 beserta lampirannya.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 139


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2. Menyiapkan arsip SPT Masa PPN termasuk semua faktur pajak masukan
dan faktur pajak keluaran Januari s/d Desember.
3. Menyiapkan arsip SPT Masa PPh Pasal 21 Januari s/d Desember.
4. Menyiapkan arsip bukti Pemotongan PPh Pasal 23 masa Januari s/d
Desember.
5. Menyiapkan arsip bukti pemungutan PPh Pasal 22 dan bukti pungutan
atau bukti pembayaran Pasal 22 impor masa Januari s/d Desember.
6. Menyiapkan arsip bukti pemotongan PPh Pasal 4 (2) masa Januari s/d
Desember.
7. Menyiapkan arsip Bukti Pembayaran PPh Pasal 25 Masa Januari s/d
Desember 2017. Apabila termasuk Wajib Pajak dengan kewajiban
berdasarkan PP nomor 46 Tahun 2013, maka yang disiapkan adalah Bukti
Pembayaran PPh Pasal 4 ayat 2 Masa Januari s/d Desember.
8. Menyiapkan arsip Bukti Pembayaran atas STP PPh Pasal 25 Masa
Januari s/d Desember.
9. Menyiapkan Laporan Keuangan (Rugi Laba, Neraca), termasuk Laporan
Keuangan hasil audit akuntan publik, serta data pendukungnya seperti :
 Buku besar pendukung Laporan Keuangan.
 Buku besar pembantu pendukung laporan keuangan.
 Rekening Koran/tabungan (rekening Koran/tabungan harus terpisah
dengan kegiatan usaha lainnya dan milik pribadi, jadi rekening
Koran/tabungan khusus transaksi perusahaan tersebut).
 Bukti penerimaan dan pengeluaran (kwitansi, bon, nota dan lain-lain).
10. Menyiapkan arsip akte pendirian dan atau akte perubahannya
11. Menyiapkan lampiran SPT Tahunan PPh Badan seperti Daftar
Penyusutan, Perhitungan Kompensasi Kerugian, daftar nominatif biaya
entertainment, biaya promosi dan lain-lain.
b. Yang harus diperhatikan dalam pengisian SPT Tahunan PPh Badan
1. Wajib Pajak harus melakukan equalisasi / pencocokan atas peredaran
usaha dan penghasilan luar usaha antara lain:

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 140


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Peredaran usaha dan penghasilan luar usaha yang akan dilaporkan di


SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2017 dengan Dasar Pengenaan Pajak
dan Faktur Pajak Keluaran pada SPT Masa PPN Masa Januari s/d
Desember.
 Peredaran usaha dan penghasilan luar usaha yang akan dilaporkan di
SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2017 dengan Objek PPh Pasal 22
atas peredaran usaha dan bukti pemungutan/Bukti Pembayaran PPh
Pasal 22 Masa Januari s/d Desember.
 Peredaran usaha dan penghasilan luar usaha yang akan dilaporkan di
SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2017 dengan Objek PPh Pasal 23
atas peredaran usaha dan bukti pemungutan PPh Pasal 23 dari pihak
lain Masa Januari s/d Desember.
 Peredaran usaha dan penghasilan luar usaha yang akan dilaporkan di
SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2017 dengan Objek PPh Pasal 4 (2)
atas peredaran usaha dan bukti pemungutan/Bukti Pembayaran PPh
Pasal 4 (2) dari pihak lain Masa Januari s/d Desember.
 Khusus untuk Wajib Pajak yang mempunyai kewajiban pajak sesuai
PP 46 Tahun 2013, maka perlu juga di equalisasi antara Peredaran
usaha PPh Badan dan penghasilan luar usaha yang akan dilaporkan
dalam SPT Tahunan PPh Badan dengan objek PPh Pasal 4 ayat 2
masa pajak masa Januari s/d Desember.
2. Wajib Pajak harus melakukan equalisasi/pencocokan atas pembelian dan
biaya usaha antara lain :
 Pembelian dan biaya dengan faktur pajak masukan pada SPT Masa
PPN Masa Januari s/d Desember.
 Pembelian dan biaya dengan Objek PPh Pasal 21/26 pada SPT Masa
PPh Pasal 21/26 Masa Januari s/d Desember.
 Pembelian dan biaya dengan Objek PPh Pasal 23/26 pada SPT Masa
PPh Pasal 23/26 yang menjadi kewajiban pemotongan PPh Pasal
23/26 oleh wajib pajak Masa Januari s/d Desember.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 141


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

 Pembelian dan biaya dengan Objek PPh Pasal 4 (2) pada SPT Masa
PPh Pasal 4 (2) yang menjadi kewajiban pemotongan PPh Pasal 4 (2)
oleh wajib pajak Masa Januari s/d Desember.
3. Wajib Pajak harus melakukan equalisasi/pencocokan atas komponen
neraca antara lain :
 Posisi kas di neraca dengan buku kas per 31 Desember.
 Posisi Bank di neraca dengan buku rekening koran atau bank per 31
Desember.
 Posisi piutang di neraca dengan buku piutang per 31 Desember.
 Posisi persediaan akhir di neraca dengan buku persediaan per 31
Desember dan dengan persediaan akhir di laporan laba rugi.
 Posisi aktiva di neraca dengan buku aktiva per 31 Desember.
 Posisi hutang di neraca dengan buku hutang per 31 Desember.
 Posisi modal di neraca dengan buku modal per 31 Desember dan
dengan modal pada akte pendirian atau akte perubahan.
4. Wajib Pajak harus melakukan equalisasi / pencocokan atas persediaan
awal dengan persediaan akhir pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun 1771
Tahun 2016.
2. Syarat Kelengkapan Pelaporan SPT Tahunan PPh Badan 1771 Yang
Disampaikan Dalam Bentuk Kertas
No Nama/Bentuk Keterangan
Lampiran/Formulir
I. Formulir

1. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Harus disampaikan setelah diisi


Badan / SPT Induk (Formulir 1771 lengkap sesuai dengan lampirannya
atau 1771/$) dan ditandatangani oleh Wajib Pajak
atau kuasanya pada kolom yang
tersedia.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 142


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2. Lampiran I SPT Harus diisi dan disampaikan sebagai


Tahunan PPh Wajib dasar penghitungan penghasilan neto
Pajak Badan (Formulir 1771 - I fiskal. Dalam hal terdapat elemen
atau 1771 - I/$) yang tidak dapat diisi, elemen
tersebut diisi nihil atau (-).
3. Lampiran II SPT Harus diisi sesuai dengan lampiran
Tahunan PPh Wajib 1771-I atau 17714/$ angka 1 huruf b,
Pajak Badan (Formulir 1771 - II huruf c, dan huruf f. Dalam hal
atau 1771 - II/$) terdapat elemen yang tidak dapat
diisi, elemen tersebut diisi nihil atau
(-).
4. Lampiran III SPT Harus diisi dengan rincian bukti
Tahunan PPh Wajib pungut PPh Pasal 22 dan bukti
Pajak Badan (Formulir 1771 - III potong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal
atau 1771 - III/$) 26 yang telah dibayar melalui
pemotongan /pemungutan oleh pihak
lain (tidak termasuk yang bersifat
final). Dalam hal tidak ada
penghasilan yang dipotong / dipungut
diisi Nihil atau (-).
5. Lampiran IV SPT Harus diisi dan disampaikan apabila
Tahunan PPh Wajib Wajib Pajak menerima / memperoleh
Pajak Badan (Formulir penghasilan yang dikenakan
1771 - IV atau 1771 - IV/$) PPh Final dan penghasilan yang tidak
termasuk objek pajak. Dalam hal
terdapat elemen yang tidak dapat
diisi, elemen tersebut diisi nihil atau
(-).
6. Lampiran V SPT Harus diisi dan disampaikan dengan
Tahunan PPh Wajib mengisi secara lengkap dan rinci

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 143


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Pajak Badan (Formulir 1771 - V Daftar Pemegang Saham/Pemilik


atau 1771 - V/$) Modal, dan Jumlah Deviden yang
dibagikan, dan Daftar Susunan
Pengurus dan Komisaris.
Catatan:
Daftar tersebut harus mencantumkan
NPWP sebagai syarat kelengkapan
SPT.
7. Lampiran VI SPT Harus diisi dan disampaikan apabila
Tahunan PPh Wajib Wajib Pajak menyertakan modal pada
Pajak Badan (Formulir 1771 - VI perusahaan yang memiliki hubungan
atau 1771 - VI/$) istimewa atau memperoleh/
memberikan pinjaman dari/kepada
pemegang saham dan atau
perusahaan yang memiliki hubungan
istimewa. Apabila tidak ada
penyertaan dan atau pinjaman
dimaksud, kolom Nama dan Alamat
diisi dengan Tidak ada.
II Lampiran Yang
Disyaratkan
1. Bukti Setoran Pajak Harus disampaikan apabila pada
(PPh Pasal 29) huruf D angka 11.a. dari SPT Induk
(Formulir 1771 atau 1771/$)
menunjukkan ada PPh yang kurang
dibayar. Dalam hal :

1. SPT Nihil atau SPT Lebih Bayar; atau


2. Seluruh pajak penghasilan Wajib Pajak
ditanggung Pemerintah,

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 144


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

maka Surat Setoran Pajak nihil tidak perlu


dilampirkan

2. Bukti Setoran Pajak Harus disampaikan apabila terdapat


Pasal 26 ayat (4) (khusus Bentuk setoran PPh Pasal 26 ayat (4) oleh
Usaha Tetap) Bentuk Usaha Tetap.
3. Laporan Keuangan atau Laporan Harus disampaikan.
Keuangan yang
telah Diaudit oleh
Akuntan Publik
4. Daftar nominatif Harus disampaikan apabila terdapat
pengeluaran biaya pengeluaran biaya promosi yang
promosi dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto.
5. Surat Kuasa Khusus Harus disampaikan apabila SPT
Tahunan ditandatangani selain
Pengurus/Direksi Perusahaan
6. Perhitungan Peredaran Bruto dan Harus disampaikan apabila Wajib
Pembayaran PPh Final berdasarkan Pajak dikenai PPh berdasarkan PP
PP No.46 Tahun 2013 No.46 Tahun 2013.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 145


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

7. Laporan Keuangan dari Badan Harus disampaikan oleh Wajib Pajak


Usaha di Luar Negeri yang yang memiliki penyertaan
Kepemilikan Sahamnya Mulai dari modal, atau secara bersama-sama
50 % dengan Wajib Pajak dalam negeri
lainnya, memiliki penyertaan modal
paling rendah 50% dari jumlah saham
yang disetor pada badan usaha luar
negeri.
8. Daftar Nominatif Biaya Harus disampaikan oleh Wajib Pajak
Entertainment yang mengurangkan biaya
entertainment, jamuan makan,
representasi dan sejenisnya. Daftar
Nominatif berisi:
· nomor urut,
· tanggal acara/kegiatan,
· jenis acara/kegiatan entertainment
· nominal
· identitas pihak/relasi penerima
entertainment
9 Laporan Tahunan Penerimaan Harus disampaikan oleh Kontraktor
Negara dari Kegiatan Hulu Minyak yang bertindak sebagai Operator
Bumi dan/atau Gas Bumi maupun Partner dalam suatu Wilayah
Kerja, dalam melaksanakan Kontrak
Kerja Sama. SPT Tahunan beserta
Laporan wajib
disampaikan ke KPP Terdaftar.
10 Laporan dan Surat Pernyataan atas Harus disampaikan oleh Badan atau
Sisa Lebih Anggaran Badan atau lembaga nirlaba yang
Lembaga Nirlaba untuk menggunakan sisa lebih untuk
Pembangunan Sarana dan pembangunan dan pengadaan sarana

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 146


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Prasarana dan prasarana kegiatan pendidikan


Kegiatan Pendidikan, Penelitian, dan/atau penelitian dan
atau Pengembangan pengembangan. Lampiran terdiri dari:
· Surat Pernyataan
· Laporan Penyediaan dan Penggunaan
Sisa Lebih
pada saat melaporkan SPT Tahunan
dan wajib disampaikan ke KPP
Terdaftar.
11 Laporan Keuangan Konsolidasi Harus disampaikan oleh BUT yang
atau mengurangkan biaya administrasi
Kombinasi dari Kantor Pusat kantor pusat dalam rangka
Bentuk menunjang usaha atau kegiatan BUT
Usaha Tetap (BUT) tersebut wajib melampirkan Laporan
Keuangan konsolidasi atau
kombinasi.

Laporan Keuangan tersebut adalah


laporan yang telah diaudit oleh
akuntan publik dan mengungkapkan
rincian peredaran usaha atau kegiatan
perusahaan serta jenis dan besarnya
biaya administrasi
yang dibebankan kepada masing-
masing bentuk usaha tetap di negara
tempat perusahaan yang bersangkutan
melakukan usaha
atau kegiatan.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 147


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

12 Pemberitahuan Bentuk Penanaman Harus disampaikan oleh BUT yang


Modal dan Realisasi Penanaman melakukan penanaman kembali
Kembali (Khusus BUT) seluruh Penghasilan Kena Pajak
wajib menyampaikan
pemberitahuan tertulis atas:
· bentuk penanaman modal yang
dilakukan,
· realisasi penanaman kembali yang
telah dilakukan.
Pemberitahuan tersebut paling sedikit
meliputi:
· jumlah Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi Pajak Penghasilan
dari Bentuk Usaha Tetap dan Tahun
Pajak yang bersangkutan,
· bentuk penanaman kembali, jumlah
realisasi penanaman kembali, dan
Tahun Pajak dilakukan realisasi
penanaman kembali.
SPT Tahunan dan pemberitahuan
disampaikan ke KPP Terdaftar.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 148


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

13 Dokumen Khusus Wajib Pajak di Harus disampaikan oleh Wajib Pajak


Bidang Usaha Hulu Minyak di bidang usaha hulu minyak dan/atau
dan/atau gas bumi. Dokumen terdiri dari:
Gas Bumi · Financial Quarterly Report (FQR)
tahun pajak bersangkutan;
· Bukti Penyetoran PPh;
· Lampiran Khusus Penghitungan
Pajak Penghasilan bagi Kontraktor
Kontrak Kerja Sama Migas;
· Lampiran Khusus Rincian Biaya
dalam rangka Kontrak Kerja Sama
Migas;
· Lampiran Khusus Daftar Penyusutan
dalam Rangka Kontrak Kerja Sama
Migas;
III Lampiran Khusus

1. Daftar Penghitungan Harus disampaikan apabila SPT


Penyusutan / Amortisasi (Lampiran melakukan penyusutan / amortisasi.
Khusus 1A/1B)
2. Perhitungan Harus diisi dan disampaikan apabila
Kompensasi Kerugian Fiskal Wajib Pajak mempunyai hak
(Lampiran Khusus 2A/2B) kompensasi kerugian fiskal dari
tahun-tahun pajak yang lalu.
3. Pernyataan Transaksi Dalam Harus diisi dan disampaikan apabila
Hubungan Istimewa dan/atau Wajib Pajak mengisi Induk SPT 1771
Transaksi dengan Pihak yang Bagian G Angka 16.a.
merupakan Penduduk Negara Tax
Haven Country
(Lampiran Khusus

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 149


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

3A/3B, 3A-1/3B-1, 3A-2/3B-2 )

4. Daftar Fasilitas Harus disampaikan oleh Wajib Pajak


Penanaman Modal yang memperoleh fasilitas
(Lampiran Khusus 4A/4B) penanaman modal.

5. Daftar Cabang Utama Perusahaan Harus disampaikan oleh Wajib Pajak


(Lampiran Khusus 5A/5B) yang mempunyai kantor-kantor
cabang atau tempat-tempat usaha di
luar kantor pusatnya.
6. Penghitungan Obyek Harus diisi dan disampaikan oleh
PPh Pasal 26 ayat (4) (Lampiran semua Wajib Pajak Bentuk Usaha
Khusus 6A/6B) Tetap.
Catatan:
Bukti pembayaran pajak harus
dilampirkan apabila Pasal 26 ayat (4)
tersebut di atas terutang.
7. Kredit Pajak Luar Harus disampaikan dan diisi dengan
Negeri (Lampiran lengkap dalam hal memperoleh
Khusus 7A/7B) penghasilan dan telah dikenakan
pajak diluar negeri.
8. Transkrip Kutipan atas Elemen- Harus diisi dan disampaikan
Elemen berdasarkan laporan keuangan Wajib
Laporan Keuangan Pajak.
(Lampiran Khusus 8A-1/8B-1, 8A-
2/8B-2, 8A-3/8B-3, 8A-4/8B-4,
8A-5/8B-5, 8A-6/8B-6, 8A-7/8B-7,

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 150


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

8A-8/8B-8))

3. Syarat Kelengkapan Pelaporan e-SPT Tahunan PPh Badan (e-SPT 1771


Rupiah / 1771 $) Yang Disampaikan Dengan Menggunakan Media
Elektronik
No Nama/Bentuk Keterangan
Lampiran/Formulir
I. Formulir SPT Tahunan PPh Wajib Harus disampaikan setelah diisi
Pajak Badan/SPT Induk (Formulir lengkap dan ditandatangani oleh
1771 atau 1771/$) Wajib Pajak atau kuasanya pada
kolom yang tersedia sesuai dengan
data dalam Media Digitalnya.
II. Media Digital yang
berisi :
1. Dokumen Elektronik Harus diisi sesuai dengan Formulir
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
Badan/SPT Induk (SPT 1771 atau SPT 1771/$ Induk).
(Formulir 1771 atau
1771/$)
2. Dokumen Elektronik Harus diisi sebagai dasar
Lampiran I SPT penghitungan penghasilan neto
Tahunan PPh Wajib fiskal. Dalam hal terdapat elemen
Pajak Badan/SPT Induk (Formulir yang tidak dapat diisi, elemen tersebut
1771 - I atau 1771 - I/$) diisi angka 0 (nol).
3. Dokumen Elektronik Harus diisi sesuai dengan lampiran
Lampiran II SPT 1771-I atau 1771-1/$ angka 1 huruf b,
Tahunan PPh Wajib huruf c, dan huruf f. Dalam hal
Pajak Badan (Formulir 1771 - II terdapat elemen yang tidak diisi, diisi
atau 1771 - II/$) angka 0 (nol).

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 151


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

4. Dokumen Elektronik Harus diisi dengan rincian bukti


Lampiran III SPT pungut PPh Pasal 22 dan Bukti Potong
Tahunan PPh Wajib PPh Pasal 23 yang telah dibayar
Pajak Badan/ (Formulir 1771 - III melalui
atau 1771 - 111/$) pemotongan /pemungutan oleh pihak
lain (tidak termasuk
yang bersifat final). Dalam hal tidak
ada penghasilan yang
dipotong/dipungut diisi angka 0 (nol).
5. Dokumen Elektronik Harus diisi apabila Wajib Pajak
Lampiran IV SPT menerima / memperoleh
Tahunan PPh Wajib penghasilan yang dikenakan PPh Final
Pajak Badan/SPT Induk (Formulir dan penghasilan
1771 - IV atau 1771 - IV/$) yang tidak termasuk objek pajak.
Dalam hal terdapat elemen yang tidak
dapat diisi, elemen tersebut diisi
angka 0 (nol).
6. Dokumen Elektronik Harus diisi dan disampaikan dengan
Lampiran V SPT mengisi secara lengkap dan rinci
Tahunan PPh Wajib daftar pemegang saham /pemilik
Pajak Badan/ (Formulir 1771 - V modal dan jumlah dividen yang
atau 1771 - V/$) dibagikan, dan Daftar
Susunan Pengurus dan Komisaris.
Catatan:
Daftar tersebut harus mencantumkan
NPWP sebagai syarat kelengkapan
SPT.
Untuk pemegang saham/pemilik
modal, pengurus dan komisaris yang
tidak memiliki NPWP(misalnya WP

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 152


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

luar negeri atau WP yang


penghasilannya di
bawah PTKP" diisi dengan "Tidak
Ada".
7. Dokumen Elektronik Harus diisi apabila Wajib Pajak
Lampiran VI SPT menyertakan modal pada
Tahunan PPh Wajib perusahaan yang memiliki hubungan
Pajak Badan/SPT Induk (Formulir istimewa atau
1771 - VI atau 1771 - VI/$) memperoleh/memberikan pinjaman
dari/kepada
pemegang saham dan atau perusahaan
yang memiliki
hubungan istimewa. Apabila tidak ada
penyertaan dan atau pinjaman
dimaksud, kolom Nama dan Alamat
diisi dengan Tidak Ada.
8. Dokumen Elektronik Harus disampaikan apabila SPT
melakukan penyusutan / amortisasi.
Daftar Penghitungan
Penyusutan / Amortisasi (Lampiran
Khusus 1A/1B)
9. Dokumen Elektronik Harus diisi dan disampaikan apabila
Wajib Pajak mempunyai hak
Perhitungan Kompensasi kompensasi kerugian fiskal dari tahun-
Kerugian Fiskal tahun pajak yang lalu.
(Lampiran Khusus
2A/2B)
10. Dokumen Elektronik Harus diisi dan disampaikan apabila
Wajib Pajak mengisi
Pernyataan Transaksi Induk SPT 1771 Bagian G Angka

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 153


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Dalam Hubungan 16.a.


Istimewa dan/atau
Transaksi dengan Pihak yang
merupakan
Penduduk Negara Tax Haven
Country
(Lampiran Khusus
3A/3B, 3A-1/3B-1, 3A- 2/3B-2 )
11. Dokumen Elektronik Harus disampaikan oleh Wajib Pajak
yang memperoleh
Daftar Fasilitas fasilitas penanaman modal
Penanaman Modal
(Lampiran Khusus
4A/4B)
12. Dokumen Elektronik Harus disampaikan oleh Wajib Pajak
yang mempunyai kantor-kantor
Daftar Cabang Utama Perusahaan cabang atau tempat-tempat usaha di
(Lampiran Khusus 5A/5B) luar kantor pusatnya.
13. Dokumen Elektronik Harus diisi dan disampaikan oleh
semua Wajib Pajak Bentuk Usaha
Obyek PPh Pasal 26 ayat Tetap.
(4) (Lampiran Khusus 6A/6B)
Catatan:
Bukti Pembayaran Pajak harus
dilampirkan apabila Pasal 26 ayat (4)
tersebut di atas terutang.
14. Dokumen Elektronik Harus disampaikan dan diisi dengan
lengkap dalam hal memperoleh
Kredit Pajak Luar penghasilan dan telah dikenakan pajak
Negeri (Lampiran Khusus 7A/7B) diluar negeri

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 154


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

15. Dokumen Elektronik Harus diisi dan disampaikan


berdasarkan laporan keuangan Wajib
Transkrip Kutipan atas Elemen- Pajak.
Elemen Laporan Keuangan
(Lampiran Khusus 8A-1/8B-1, 8A-
2/8B-2, 8A-3/8B-3, 8A- 4/8B-4,
8A-5/8B-5, 8A- 6/88-6, 8A-7,8B-
7,8A-8/8B-8)
III Lampiran Yang
Disyaratkan
1. Bukti Pembayaran Pajak (PPh Pasal Harus disampaikan apabila pada huruf
29) D angka 11.a. dari
SPT Induk (Formulir 1771 atau
1771/$) menunjukkan ada
PPh yang kurang dibayar. Dalam hal :
1. SPT Nihil atau SPT Lebih Bayar; atau
2. Seluruh pajak penghasilan Wajib Pajak
ditanggung Pemerintah,
maka Surat Setoran Pajak nihil tidak
perlu dilampirkan.
2. Bukti Setoran Pajak Harus disampaikan apabila terdapat
Pasal 26 ayat (4) (khusus Bentuk setoran PPh Pasal 26
Usaha Tetap) ayat (4) oleh Bentuk Usaha Tetap.
3. Laporan Keuangan atau Laporan Harus disampaikan.
Keuangan yang
telah Diaudit oleh Akuntan Publik
4. Daftar nominatif Harus disampaikan apabila terdapat
pengeluaran biaya pengeluaran biaya
promosi promosi yang dapat dikurangkan dari

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 155


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

penghasilan bruto.
5. Surat Kuasa Khusus Harus disampaikan apabila SPT
Tahunan ditandatangani
selain Pimpinan/ Pengurus
Perusahaan.
6. Perhitungan Peredaran Bruto dan Harus disampaikan apabilaWajib
Pembayaran PPh Final berdasarkan Pajak dikenai PPh berdasarkan PP
PP No.46 Tahun 2013 No.46 Tahun 2013.
7. Laporan Keuangan dari Badan Harus disampaikan oleh Wajib Pajak
Usaha yang memiliki penyertaan
di Luar Negeri yang Kepemilikan modal, atau secara bersama-sama
Sahamnya Mulai dari 50% dengan Wajib Pajak dalam negeri
lainnya, memiliki penyertaan modal
paling rendah 50% dari jumlah saham
yang disetor pada badan usaha luar
negeri.
8. Daftar Nominatif Biaya Harus disampaikan oleh Wajib Pajak
Entertainment yang mengurangkan biaya
entertainment, jamuan makan,
representasi dan sejenisnya. Daftar
Nominatif berisi:
· nomor urut,
· tanggal acara /kegiatan,
· nama dan alamat lokasi acara
/kegiatan,
· jenis acara/kegiatanentertainment
· nominal
· identitas pihak/relasi
penerimaentertainment

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 156


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

9. Laporan Tahunan Penerimaan Harus disampaikan oleh Kontraktor


Negara dari Kegiatan Hulu Minyak yang bertindak sebagai Operator
Bumi dan/atau Gas Bumi maupun Partner dalam suatu Wilayah
Kerja, dalam melaksanakan
Kontrak Kerja Sama, SPT Tahunan
beserta Laporan wajib
disampaikan ke KPP Terdaftar.
10. Laporan dan Surat Pernyataan atas Harus disampaikan oleh Badan atau
Sisa Lebih Anggaran Badan atau lembaga nirlaba yang
Lembaga Nirlaba untuk menggunakan sisa lebih untuk
Pembangunan Sarana dan rasarana pembangunan dan pengadaan sarana
Kegiatan Pendidikan, Penelitian, dan prasarana kegiatan pendidikan
atau Pengembangan dan/atau penelitian dan
pengembangan. Lampiran terdiri dari:
· Surat Pernyataan
· Laporan Penyediaan dan Penggunaan
Sisa Lebih
pada saat melaporkan SPT Tahunan
dan wajib disampaikan ke KPP
Terdaftar.
11. Laporan Keuangan Konsolidasi Harus disampaikan oleh BUT yang
atau mengurangkan biaya administrasi
Kombinasi dari Kantor Pusat kantor pusat dalam rangka menunjang
Bentuk usaha atau kegiatan BUT tersebut
Usaha Tetap (BUT) wajib melampirkan Laporan Keuangan
konsolidasi atau kombinasi.

Laporan Keuangan tersebut adalah


laporan yang telah diaudit oleh
akuntan publik dan mengungkapkan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 157


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

rincian peredaran usaha atau


kegiatan perusahaan serta jenis dan
besarnya biaya administrasi
yang dibebankan kepada masing-
masing bentuk usaha tetap di
negara tempat perusahaan yang
bersangkutan melakukan usaha
atau kegiatan.
12. Pemberitahuan Bentuk Penanaman Harus disampaikan oleh BUT yang
Modal dan Realisasi Penanaman melakukan penanaman kembali
Kembali (Khusus BUT) seluruh Penghasilan Kena Pajak wajib
menyampaikan
pemberitahuan tertulis atas:
· bentuk penanaman modal yang
dilakukan,
· realisasi penanaman kembali yang
telah dilakukan.
Pemberitahuan tersebut paling sedikit
meliputi:
· jumlah Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi Pajak Penghasilan
dari Bentuk Usaha Tetap dan Tahun
Pajak yang bersangkutan,
· bentuk penanaman kembali, jumlah
realisasi penanaman kembali, dan
Tahun Pajak dilakukan realisasi
penanaman kembali.
SPT Tahunan dan pemberitahuan
disampaikan ke KPP Terdaftar.
13 Dokumen Khusus Wajib Pajak di Harus disampaikan oleh Wajib Pajak

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 158


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Bidang Usaha Hulu Minyak di bidang usaha hulu minyak dan /atau
dan/atau gas bumi. Dokumen terdiri dari:
Gas Bumi · Financial Quarterly Report (FQR)
tahun pajak bersangkutan;
· Bukti Penyetoran PPh;
· Lampiran Khusus Penghitungan
Pajak Penghasilan bagi Kontraktor
Kontrak Kerja Sama Migas;
· Lampiran Khusus Rincian Biaya
dalam rangka Kontrak Kerja Sama
Migas;
· Lampiran Khusus Daftar Penyusutan
dalam Rangka Kontrak Kerja Sama
Migas;

4. Syarat Kelengkapan Pelaporan e-SPT Tahunan PPh Badan (e-SPT 1771


Rupiah / 1771 $) Yang Disampaikan Secara e-Filling Melalui Perusahaan
Penyedia Jasa Aplikasi (ASP)
No Nama/Bentuk Keterangan
Lampiran/Formulir
I. SPT e-Filing

1. Dokumen Elektronik Harus diisi sesuai dengan


Formulir SPT Tahunan
SPT Tahunan PPh PPh Wajib Pajak Badan (e-SPT
Wajib Pajak Badan/SPT Induk 1771 atau e-SPT 1771/$ Induk).
(Formulir 1771 atau
1771/$)
2. Dokumen Elektronik Harus diisi sebagai dasar
penghitungan penghasilan neto

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 159


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Lampiran I SPT fiskal. Dalam hal terdapat elemen


Tahunan PPh Wajib yang tidak dapat diisi, elemen
Pajak Badan/SPT tersebut diisi angka 0 (nol).
Induk (Formulir 1771 - I
atau 1771 - I/$)
3. Dokumen Elektronik Harus diisi sesuai dengan
lampiran 1771-I atau 1771-
Lampiran II SPT 1/$ angka 1 huruf b, huruf c, dan
Tahunan PPh Wajib huruf f. Dalam hal
Pajak Badan (Formulir 1771 - terdapat elemen yang tidak diisi,
II atau 1771 - II/$) diisi angka 0 (nol).
4. Dokumen Elektronik Harus diisi dengan rincian bukti
pungut PPh Pasal 22 dan Bukti
Lampiran III SPT Potong PPh Pasal 23 yang telah
Tahunan PPh Wajib dibayar melalui
Pajak Badan/ (Formulir 1771 - pemotongan /pemungutan oleh
III atau 1771 - 111/$) pihak lain (tidak termasuk
yang bersifat final). Dalam hal
tidak ada penghasilan yang
dipotong/dipungut diisi angka 0
(nol).
5. Dokumen Elektronik Harus diisi apabila Wajib Pajak
menerima / memperoleh
Lampiran IV SPT penghasilan yang dikenakan PPh
Tahunan PPh Wajib Final dan penghasilan
Pajak Badan/SPT yang tidak termasuk objek pajak.
Induk (Formulir 1771 - IV Dalam hal terdapat elemen yang
atau 1771 - IV/$) tidak dapat diisi, elemen tersebut
diisi angka 0 (nol).
6. Dokumen Elektronik Harus diisi dan disampaikan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 160


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

dengan mengisi secara lengkap


Lampiran V SPT dan rinci Daftar Pemegang
Tahunan PPh Wajib Saham /Pemilik Modal dan
Pajak Badan/ (Formulir 1771 - Jumlah Dividen yang dibagikan,
V atau 1771 - V/$) dan Daftar Susunan Pengurus dan
Komisaris.

Catatan:

Daftar tersebut harus


mencantumkan NPWP
sebagai syarat kelengkapan SPT.

Untuk pemegang saham/pemilik


modal, pengurus dan komisaris
yang tidak memiliki NPWP
(misalnya WP luar negeri atau
WP yang penghasilannya di
bawah PTKP" diisi dengan
"Tidak Ada".
7. Dokumen Elektronik Harus diisi apabila Wajib Pajak
menyertakan modal pada
Lampiran VI SPT perusahaan yang memiliki
Tahunan PPh Wajib hubungan istimewa atau
Pajak Badan/SPT memperoleh/memberikan
Induk (Formulir 1771 - VI pinjaman dari/kepada
atau 1771 - VI/$) pemegang saham dan atau
perusahaan yang memiliki
hubungan istimewa. Apabila
tidak ada penyertaan dan atau

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 161


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

pinjaman dimaksud, kolom Nama


dan Alamat diisi dengan Tidak
Ada.
8. Dokumen Elektronik Harus disampaikan apabila SPT
melakukan penyusutan
Daftar Penghitungan / amortisasi.
Penyusutan /
Amortisasi (Lampiran
Khusus 1A/1B)
9. Dokumen Elektronik Harus diisi dan disampaikan
apabila Wajib Pajak mempunyai
Perhitungan Kompensasi hak kompensasi kerugian fiskal
Kerugian Fiskal dari tahun-tahun pajak yang lalu.
(Lampiran Khusus
2A/2B)
10. Dokumen Elektronik Harus diisi dan disampaikan
apabila Wajib Pajak mengisi
Pernyataan Transaksi Induk SPT 1771 Bagian G Angka
Dalam Hubungan 16.a.
Istimewa dan/atau
Transaksi dengan Pihak yang
merupakan
Penduduk Negara Tax Haven
Country
(Lampiran Khusus
3A/3B, 3A-1/3B-1, 3A- 2/3B-
2)
11. Dokumen Elektronik Harus disampaikan oleh Wajib
Pajak yang memperoleh

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 162


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Daftar Fasilitas fasilitas penanaman modal


Penanaman Modal
(Lampiran Khusus
4A/4B)
12. Dokumen Elektronik Harus disampaikan oleh Wajib
Pajak yang mempunyai kantor-
Daftar Cabang kantor cabang atau tempat-
Utama Perusahaan tempat usaha di luar kantor
(Lampiran Khusus 5A/5B) pusatnya.
13. Dokumen Elektronik Harus diisi dan disampaikan oleh
semua Wajib Pajak Bentuk
Obyek PPh Pasal 26 ayat Usaha Tetap.
(4) (Lampiran Khusus 6A/6B)
Catatan:
Bukti Pembayaran Pajak harus
dilampirkan apabila Pasal 26
ayat (4) tersebut di atas terutang.
14. Dokumen Elektronik Harus disampaikan dan diisi
dengan lengkap dalam
Kredit Pajak Luar hal memperoleh penghasilan dan
Negeri (Lampiran telah dikenakan pajak
Khusus 7A/7B) diluar negeri
15. Dokumen Elektronik Harus diisi dan disampaikan
berdasarkan laporan keuangan
Transkrip Kutipan Wajib Pajak
atas Elemen-Elemen
Laporan Keuangan
(Lampiran Khusus 8A-1/8B-1,
8A-
2/8B-2, 8A-3/8B-3, 8A- 4/8B-

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 163


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

4, 8A-5/8B-5, 8A- 6/88-6, 8A- .


7,8B-7,8A-8/8B-8)
II Lampiran Yang
Disyaratkan
1. Dokumen Elektronik Harus disampaikan apabila pada
huruf D angka 11.a. dari
Bukti Pembayaran Pajak SPT Induk (Formulir 1771 atau
(PPh Pasal 29) 1771/$) menunjukkan ada
PPh yang kurang dibayar.

Dalam hal :
1. SPT Nihil atau SPT Lebih
Bayar; atau
2. Seluruh pajak penghasilan
Wajib Pajak ditanggung
Pemerintah,
maka Surat Setoran Pajak nihil
tidak perlu dilampirkan.

Bukti Pembayaran Pajak (PPh


Pasal 29} yang dibayarkan
melalui Bank
Persepsi dan Nomor Transaksi
Penerimaan Negara sudah
dicantumkan dalam e-SPT tidak
wajib disampaikan oleh Wajib
Pajak secara hard copy.
2. Dokumen Elektronik Harus disampaikan apabila
terdapat setoran PPh Pasal 26
Bukti Setoran Pajak ayat (4) oleh Bentuk Usaha

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 164


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Pasal 26 ayat (4) Tetap.


(khusus Bentuk Usaha Tetap)
3. Dokumen Elektronik Harus disampaikan.

Laporan Keuangan
atau Laporan Keuangan yang
telah Diaudit oleh Akuntan
Publik
4. Dokumen Elektronik Harus disampaikan apabila SPT
Tahunan ditandatangani selain
Surat Kuasa Khusus Pimpinan/Pengurus Perusahaan.
5. Dokumen Elektronik Harus disampaikan apabilaWajib
Pajak dikenai PPh berdasarkan
Perhitungan Peredaran Bruto PP No.46 Tahun 2013.
dan Pembayaran PPh Final
berdasarkan PP No.46 Tahun
2013
6. Dokumen Elektronik Harus disampaikan oleh Wajib
Pajak yang memiliki penyertaan
Laporan Keuangan dari Badan modal, atau secara bersama-sama
Usaha dengan Wajib Pajak dalam negeri
di Luar Negeri yang lainnya, memiliki penyertaan
Kepemilikan modal paling rendah 50% dari
Sahamnya Mulai dari 50% jumlah saham yang disetor pada
badan usaha luar negeri.
7. Dokumen Elektronik Harus disampaikan oleh Wajib
Pajak yang mengurangkan biaya
Daftar Nominatif Biaya entertainment, jamuan makan,
Entertainment representasi dan sejenisnya.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 165


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Daftar Nominatif berisi:

 nomor urut,
 tanggal acara / kegiatan,
 nama dan alamat lokasi acara
/ kegiatan,
 jenis acara / kegiatan
entertainment
 nominal
 identitas pihak / relasi
penerima entertainment

8. Dokumen Elektronik Harus disampaikan oleh


Kontraktor yang bertindak
Laporan Tahunan Penerimaan sebagai Operator maupun Partner
Negara dari Kegiatan Hulu dalam suatu Wilayah Kerja,
Minyak Bumi dan/atau Gas dalam melaksanakan
Bumi Kontrak Kerja Sama. SPT
Tahunan beserta Laporan
wajib disampaikan ke KPP
Terdaftar.
9. Dokumen Elektronik Harus disampaikan oleh Badan
atau lembaga nirlaba yang
Laporan dan Surat Pernyataan menggunakan sisa lebih untuk
atas pembangunan dan pengadaan
Sisa Lebih Anggaran Badan sarana
atau Lembaga Nirlaba untuk dan prasarana kegiatan
Pembangunan Sarana dan pendidikan dan/atau penelitian
rasarana dan pengembangan. Lampiran
Kegiatan Pendidikan, terdiri dari:

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 166


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Penelitian, atau  Surat Pernyataan


Pengembangan  Laporan Penyediaan dan
Penggunaan Sisa Lebih
pada saat melaporkan SPT
Tahunan dan wajib disampaikan
ke KPP Terdaftar.
10. Dokumen Elektronik Harus disampaikan oleh BUT
yang mengurangkan biaya
Laporan Keuangan administrasi kantor pusat dalam
Konsolidasi atau rangka menunjang usaha atau
Kombinasi dari Kantor Pusat kegiatan BUT tersebut wajib
Bentuk melampirkan Laporan Keuangan
Usaha Tetap (BUT) konsolidasi atau kombinasi.

Laporan Keuangan tersebut


adalah laporan yang telah diaudit
oleh
akuntan publik dan
mengungkapkan rincian
peredaran usaha atau
kegiatan perusahaan serta jenis
dan besarnya biaya administrasi
yang dibebankan kepada masing-
masing bentuk usaha tetap di
negara tempat perusahaan yang
bersangkutan melakukan usaha
atau kegiatan.
11. Dokumen Elektronik Harus disampaikan oleh BUT
yang melakukan penanaman
Pemberitahuan Bentuk kembali

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 167


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Penanaman seluruh Penghasilan Kena Pajak


Modal dan Realisasi wajib menyampaikan
Penanaman pemberitahuan tertulis atas:
Kembali (Khusus BUT)  bentuk penanaman modal
yang dilakukan,
 realisasi penanaman kembali
yang telah dilakukan.
Pemberitahuan tersebut paling
sedikit meliputi:
 jumlah Penghasilan Kena
Pajak sesudah dikurangi Pajak
Penghasilan dari Bentuk
Usaha Tetap dan Tahun Pajak
yang bersangkutan,
 bentuk penanaman kembali,
jumlah realisasi penanaman
kembali, dan Tahun Pajak
dilakukan realisasi penanaman
kembali.
SPT Tahunan dan pemberitahuan
disampaikan ke KPP Terdaftar.
12 Dokumen Elektronik Harus disampaikan oleh Wajib
Pajak di bidang usaha hulu
Dokumen Khusus Wajib Pajak minyak dan /atau gas bumi.
di Dokumen terdiri dari:
Bidang Usaha Hulu Minyak  Financial Quarterly Report
dan/atau (FQR) tahun pajak
Gas Bumi bersangkutan;
 Bukti Penyetoran PPh;
 Lampiran Khusus

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 168


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Penghitungan Pajak
Penghasilan bagi Kontraktor
Kontrak Kerja Sama Migas;
 Lampiran Khusus Rincian
Biaya dalam rangka Kontrak
Kerja Sama Migas;
 Lampiran Khusus Daftar
Penyusutan dalam Rangka
Kontrak Kerja Sama Migas;

Contoh Bentuk SPT Badan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 169


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 170


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 171


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 172


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 173


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 174


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 175


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 176


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 177


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 178


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 179


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

4.6 SOAL SOAL PILIHAN GANDA

1. Laporan keuangan perusahaan yang disusun sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dalam perpajakan disebut :
a. Laporan keuangan fiskal
b. Laporan keuangan komersial
c. Laporan keuangan konsolidasi
d. Laporan keuangan badan usaha

2. Biaya-biaya yang diperkenankan menurut ketentuan perpajakan pada dasarnya


adalah
a. Semua biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam bentuk tunai
b. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemilik perusahaan
c. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara pennghasilan yang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha
d. Biaya-biaya untuk meningkatkan penjualan agar keuntungan perusahaan
meningkatkan sehingga pajak akan menjadi naik.

3 Koreksi yang menyebabkan laba fiskal menjadi meningkat sehingga pembayaran


pajak menjadi lebih besar disebut :
a. Koreksi fiskal negatif
b. Koreksi fiskal tetap
c. Koreksi fiskal sementara
d. Koreksi fiskal positif

4 Proses penyusutan untuk aktiva jangka panjang dipengaruhi oleh tiga faktor berikut,
kecuali :
a. Menentukan fungsi dari aktiva
b. Menentukan masa manfaat dari aktiva
c. Menentukan metode mengalokasian biaya

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 180


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

d. Menentukan dasar penyusutan yang benar

5. Perbedaan antara akuntansi dan pajak disebabkan antara karena di satu sisi
akuntansi mengakui semua biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan tetapi menurut
pajak tidak semua biaya boleh sebagai pengurang penghasilan . Perbedaan ini
dikenal dengan nama
a. Beda Sementara
b. Beda Prinsip
c. Beda Waktu
d. Beda Tetap/ Permanen

6. Berikut ini antara lain contoh perbedaan waktu antara akuntansi dan pajak adalah
a. Pengakuan dividen
b. Pengakuan biaya gaji
c. Pengakuan penghasilan bunga deposito
d. Pengakuan biaya penyusutan

7. Masa manfaat dari aktiva untuk kelompok 3 dalam menentukan biaya penyusutan
sesuai ketentuan pajak adalah :
a. 4 tahun
b. 8 tahun
c. 16 tahun
d. 20 tahun

8. Koreksi fiscal dapat berupa koreksi fiscal positif dan koreksi fiscal negatif. Koreksi
positif biasanya dilakukan akibat :
a. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak
b. Penyusutan komersial lebih besar dari pada penyusutan fiskal
c. Penghasilan yang dikenakan PPh Final

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 181


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

d. Penyusutan komersial lebih kecil dari pada penyusutan fiscal

9. Lapisan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak yang benar adalah
a. Diatas Rp250 juta – 500 jt tarif pajak 25%
b. Sampai dengan Rp25 juta, tarif pajak 5%
c. Diatas Rp100 juta –Rp200 juta, tarif pajak 15%
d. Diatas Rp50 juta –Rp100 juta, tarif pajak 10%

10. Berapa besarnya tarif penyusutan Fiskal untuk aktiva kelompok 2 ?


a. 6,25% jika menggunakan G.L
b. 5,25% jika menggunakan S.M
c. 12,5% jika menggunakan G.L
d. 50% jika menggunakan S.M

4.7 SOAL ESSAY


PT. Merapi perusahaan yang bergerak dibidang jasa penyewaan kendaraan darat.
Perusahaan telah berdiri sejak 40 tahun lalu. Perusahaan menyewakan kendaraan
dalam bentuk retail persewaan taksi. Kendaraan maupun persewaan ke perusahaan
baik kegiatan wisata maupun dalam kontrak jangka panjang (1-12 bulan). Laporan
keuangan PT. Merapi dapat dilihat dalam lampiran paling akhir soal.

Penjelasan terkait laporan laba rugi yang telah disusun perusahaan (dalam
ribuan rupiah sama seperti satuan dalam tabel).

a. Dalam biaya gaji dan upah terdapat tunjangan seragam sopir sebesar 700.000 dan
seragam kantor sebesar 200.000.

b. Perusahaan memperoleh pendapatan dari instansi pemerintah sebesar 50.000.000.


Atas pendapatan tersebut telah dipotong PPh pasal 22 sebesar 750.000.
Pendapatan dari sewa kendaraan sebesar 200.000.000 telah dipotong PPh 23

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 182


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

sebesar 4.000.000. Sistem akuntansi perusahaan mencatat pajak yang telah


dipotong sebagai pajak dibayar dimuka.

c. Beban depresiasi kendaraan dan peralatan kantor dihitung dari tabel berikut ini.

Akt Pajak Perolehan Nilai sisa Akm Dep Bbn Dep


Bangunan 30 20 128.000.000 8.000.000 32.000.000 4.000.000
Peralatan 1 2 4 25.000.000 5.000.000 10.000.000 10.000.000
Peralatan 2 8 4 45.000.000 5.000.000 15.000.000 5.000.000
Peralatan 3 10 8 22.000.000 2.000.000 8.000.000 2.000.000
Mobil
Dinas 5 8 11.000.000 1.000.000 4.000.000 2.000.000

231.000.000 21.000.000 69.000.000 23.000.000

Akt Pajak Perolehan Nilai sisa Akm Dep Bbn Dep


Bis 10 8 222.000.000 22.000.000 160.000.000 20.000.000
Van 8 8 180.000.000 20.000.000 100.000.000 20.000.000
Sedan 4 4 440.000.000 40.000.000 400.000.000 100.000.000
842.000.000 82.000.000 660.000.000 140.000.000

Mobil dinas adalah kendaraan yang digunakan oleh pimpinan perusahaan pada
level tertentu. Mobil ini dibawa pulang oleh pimpinan tersebut, namun bahan
bakar dan perawatannya ditanggung oleh perusahaan. Beban perawatan mobil
dinas sebesar 1.200.000 dan bahan bakar sebesar 1.600.000.

d. Sewa kendaraan merupakan sewa beberapa kendaraan kepada beberapa


perusahaan untuk kepentingan disewa kembali. Sewa ini jangka waktunya rata-
rata 1 tahun dan dapat diperpanjang lagi. Atas sewa yang dibayarkan perusahaan
memotong PPh 23 sebesar 2%.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 183


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

e. Termasuk beban iklan dan pemasaran terdapat biaya entertainment yang tidak ada
daftar nominatifnya sebesar 300.000.

f. Termasuk dalam staf insentif adalah beban outing karyawan yang dilaksanakan
pada hari ulang tahun perusahaan sebesar 5.000.000. Penyediaan kesehatan dalam
bentuk poliklinik perusahaan sebesar 800.000.

g. Termasuk dalam beban administrasi adalah:


 Biaya penurunan nilai piutang sebesar 50.000 yang dihitung menurut
PSAK yang dihitung berdasarkan bukti obyektif. Piutang ini berasal dari
pendapatan kontrak dengan perusahaan lain.
 Biaya penurunan persediaan sparepart bengkel 30.000
 Beban pajak bumi dan bangunan sebesar 60.000
 Biaya perjalanan dinas, termasuk biaya perjalanan dinas keluarga direksi
dan komisaris sebesar 80.000

h. Termasuk dalam beban operasional lain adalah:


 Pemberian beasiswa kepada putra-putri karyawan berprestasi sebesar
600.000 dan mahasiswa kurang mampu di universitas negeri kota tersebut
800.000
 Bantuan kegiatan yang diselenggarakan secara lokal dalam rangka CSR
perusahaan yaitu untuk kegiatan sosial 50.000, pengembangan olahraga
100.000, pembangunan infrastruktur sosial 300.000, pembangunan sarana
pendidikan 500.000 dan bantuan kegiatan keagamaan sebesar 250.000.

i. Pendapatan bunga deposito merupakan tabungan dari dana cadangan perusahaan


yang ditujukan untuk investasi di masa depan dengan total tabungan 1.000.000
bunga 5% sedangan bunga pinjaman muncul terkait pinjaman perusahaan pada
bank sebesar 500.000 dengan bunga 8%. Selama tahun tersebut tidak ada
perubahan saldo utang dan deposito.

j. Pendapatan sewa dikenakan pajak final 10% dari dari total sewa sebesar
1.000.000.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 184


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

k. Dividen PT. Patron telah dikenakan pajak sebesar 30% dan Beatiful dikenakan
pajak sebesar 20%. Perusahaan mencatat pendapatan ini secara nett setelah pajak
yang dibayarkan di LN. Investasi di PT. Patron dijual pada tahun 2011 dengan
keuntungan penjualan sebesar 14.000.000 dikenakan pajak 30%.

l. Perusahaan mencatat investasi di PT. Pelangi dan Kintamani dengan


menggunakan metode ekuitas. Laba PT. Pelangi sebesar 1.000.000 dan dividen
yang dibayarkan selama tahun tersebut 600.000. Laba PT. Kintamani 2.000.000
dan dividen yang dibayarkan sebesar 1.000.000.

m. Pendapatan hasil investasi jangka pendek berupa dividen 500.000 (dipotong pajak
15%), capital gain yang telah terealisasi 200.000 dan capital gain yang belum
terealisasi 500.000.

n. Keuntungan penjualan kendaraan yang dilakukan diakhir tahun. Kendaraan yang


telah habis masa pakai dan tidak layak untuk dipoerasikan dijual dengan
keterangan di bawah ini.

Nilai
Dep Dep buku
Umur Akt Pajak Perolehan akuntansi Nilai jual Keuntungan

Sedan 6 4 4 44.000.000 4.000.000 4.500.000 500.000

Van 9 8 8 36.000.000 4.000.000 5.500.000 1.500.000


Bis 8 10 8 11.000.000 3.000.000 2.900.000 (100.000)
1.900.000

o. Perusahaan mencatat pajak yang dibayarkan sebagai pajak diterima dimuka


kecuali untuk penghasilan yang dikenakan pajak final dan pajak yang dibayarkan
di luar negeri yang dicatat sebesar penghasilan netto.

p. Selain pajak yang telah disebutkan di atas, perusahaan telah membayar angsuran
PPh 25 selama tahun 2011 sebesar 13.200.000.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 185


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Diminta :

1. Hitung pajak perusahaan dengan terlebih dahulu menghitung penghasilan kena


pajak perusahaan dengan melakukan rekonsiliasi fiskal dengan menggunakan
kertas kerja yang ada di lembar paling belakang soal. Untuk masing-masing
koreksi sertakan alasan dan perhitungan!

2. Hitung kredit pajak PPh 24 atas penghasilan yang diterima perusahaan dari luar
negeri. Buatlah koreksi pencatatan atas pendapatan dari luar negeri yang
seharusnya dibuat perusahaan sehingga pencatatannya konsisten dengan
penghasilan yang lain.

3. Hitung total kredit pajak dan pajak yang harus dibayarkan di akhir tahun.
Buatlah jurnal untuk memunculkan beban dan liabilitas pajak kini?

4. Hitung berapa jumlah angsuran pajak untuk tahun 2012 dengan memperhatikan
penghasilan tidak teratur yaitu keuntungan penjualan kendaraan dan investasi
yang dijual.

5. Sebutkan minimal tiga item yang memunculkan pajak tangguhan berikan


penjelasan singkat ?

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 186


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Laba Rugi PT. Merapi


Untuk Tahun yang berakhir 31 Desember 2016
Laba
(dalam ribuan rupiah) Akuntansi Koreksi Laba Fiskal
Pendapatan 520.500.000
Diskon 20.000.000
Pendapatan bersih 500.500.000

Biaya Operasional
Gaji dan Upah 80.000.000
Beban depresiasi kendaraan operasi 140.000.000
Beban depresiasi kantor 23.000.000
Beban Pemeliharaan 51.200.000
Beban Bahan Bakar 50.000.000
Beban sewa kendaraan 20.000.000
Beban Pengembangan staf 12.000.000
Beban iklan dan pemasaran 8.500.000
Beban administrasi 18.000.000
Beban operasional lain 22.000.000
Total Beban Operasional 424.700.000
Laba Operasional 75.800.000

Pendapatan atau Beban lain-lain


Pendapatan bunga Deposito 50.000
Beban bunga Pinjaman (40.000)
Pendapatan sewa tanah dan bangunan 900.000
Dividen dr PT. Patron (Negara A) 2.800.000
Dividen dari Beautiful Inc. (Negara B) 800.000
Pendapatan dari PT. Pelangi (30% hak) 300.000
Pendapatan dari PT. Kintamani (20% hak) 400.000
Pendapatan hasil investasi jangka pendek 1.200.000
Keuntungan penjualan PT. Patron 14.000.000

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 187


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Keuntungan penjualan kendaraan 1.900.000


Total Pendapatan (Biaya) Lain-lain 22.260.000
Laba Bersih 98.060.000

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 188


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

MATERI ELEMEN KOMPETENSI 5


MENYIAPKAN SPT MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPNBM)

KRITERIA UNJUK KERJA


5.1 Menyiapkan Dokumen sumber yang valid

5.2 SPT Masa PPN dan PPn-BM baik mekanisme umum maupun mekanisme
khusus disajikan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku

5.3 Surat setoran diisi dan dibayar tepat waktu;


5.4 SPT Masa disampaikan tepat waktu

URAIAN MATERI ELEMEN KOMPETENSI 5


1. DASAR HUKUM
Dasar hukum pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah adalah Undang-undang No 8 Tahun 1983, sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang No 18 Tahun 2000. UU PPN & PPn BM
efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan merupakan pengganti UU Darurat
No 19 Tahun 1951 tentang Pajak Penjualan

1. PENGERTIAN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan
nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services
Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, Disebut pajak tidak langsung
karena tidak langsung dibebankan kepada penanggung pajak (konsumen) tetapi
melalui mekanisme pemungutan pajak dan disetor oleh pihak lain (penjual). Transaksi
penyerahannya bisa dalam bentuk jual-beli, pemanfaatan jasa, dan sewa-menyewa.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 189


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang
dikenakan PPN. Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak kecuali
yang diatur lain oleh Undang-Undang Nomor PPN itu sendiri. Barang Kena Pajak
tersebut terdiri dari barang berwujud (bergerak dan tidak bergerak) dan barang tidak
berwujud (hak cipta, merek dagang, paten, dll.
Sedangkan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang
atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang
dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan
dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN, Contohnya: jasa konstruksi, jasa
sewa ruangan, jasa konsultan, jasa perantara, dll.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak
pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat
PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak
keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP
menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP
membeli, memperoleh, atau membuat produknya.

1. OBJEK YANG KENA PAJAK DAN YANG TIDAK KENA PAJAK


Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah objek PPN. Tetapi oleh karena
adanya pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, maka diatur sendiri oleh Undang-
undang PPN bahwa ada barang dan jasa tertentu yang tidak dipungut serta
dikecualikan dari pengenaan PPN dan dibebaskan dari pungutan PPN.

Objek PPN dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) jenis, yaitu:


1. Barang Kena Pajak yaitu barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 190


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2. Jasa Kena Pajak yaitu setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan
atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas
petunjuk dari pemesan, yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Apa saja yang menjadi Objek PPN selengkapnya diatur dalam Undang-undang PPN
pasal 4, pasal 16 C, dan pasal 16 D.

Pasal 4:
PPN dikenakan atas:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
2. Impor Barang Kena Pajak;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pasal 16 C:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur
dengan Keputusan Menteri Keuangan.”

Pasal 16 D:

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 191


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva
yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak,
kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.”

1. SUBYEK PPN
Pengusaha kena pajak
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pengusaha yang melakukan kegiatan
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 huruf a yaitu menyerahkan BKP, Pasal 4 ayat
1 huruf c yaitu menyerahkan JKP, dan Pasal 4 ayat 1 huruf f UU PPN 1984 yaitu
mengekspor BKP, serta bentuk kerjasama operasi sebagaimana diatur dalam Pasal 3
ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012.
Sedangkan pengertian PKP dirumuskan dalam Pasal 1 angka 15 UU PPN 1984 yaitu
pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP atau ekspor
BKP. Berdasarkan memori penjelasan Pasal 4 ayat huruf a dan huruf c UU PPN 1984
“pengusaha” yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dalam ketentuan ini
meliputi, baik pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, maupun pengusaha
yang seharusnya dikukuhkan sebagai PKP, tetapi belum dikukuhkan. Oleh karena itu,
ketika seorang pengusaha atau suatu perusahaan menyerahkan BKP/JKP yang
dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, pad dasarnya sudah dapat dikenai
pPPn tanpa menunggu pengukuhan sebagai PKP.
Berbeda halnya dengan ekspor BKP. Dalam memori penjelasan Pasal 4 ayat 1 huruf f,
ekspor BKP dapat dikenai PPN hanya apabila yang melakukan ekspor adalah
pengusaha yang sudah dikukuhkan menjadi PKP. Dalam hal eksportir belum
dikukuhkan menjadi PKP, atas ekspor BKP ini tidak dikenai PPN. Pemahaman yangs
ama berlaku terhadap Pasal 4 ayat 1 huruf g dan huruf h.
Pengusaha Tidak Kena Pajak
Pengusaha bukan PKP yang menjadi subjek PPN meliputi pengusaha yang melakukan
kegiatan dimaksud Pasal 4 ayat 1 huruf b, huruf d, dan huruf e serta Pasal 16C UU

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 192


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

PPN 1984.pengukuhan pengusaha ini sebagai atau menjadi PKP, bukan faktor yang
menentukam statusnya sebagai subjek pajak.

Yang Wajib Membayar/Menyetor dan Melapor PPN/PPnBM


1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Pemungut PPN/PPnBM, adalah:
 Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
 Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah
 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
 Pertamina
 BUMN/ BUMD
 Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya bidang Migas dan Pertambangan Umum
lainnya
 Bank Pemerintah
 Bank Pembangunan Daerah
 Perusahaan Operator Telepon Selular.

Yang Wajib Disetor


1. Oleh PKP adalah:
a. PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak
Keluaran. Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila
Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.
b. PPnBM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang
tergolong mewah.
c. PPN/PPnBM yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).
2. Oleh Pemungut PPN/PPnBM adalah PPN/PPnBM yang dipungut oleh Pemungut
PPN/PPnBM
Tempat Pembayaran/ Penyetoran Pajak

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 193


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

1. Kantor Pos dan Giro


2. Bank Pemerintah, Kecuali BTN
3. Bank Pembangunan Daerah
4. Bank Devisa
5. Bank bank lain penerima setoran pajak
6. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Khusus untuk impor tanpa LKP

Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM


1. PPn dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetorkan paling lambat 15
(lima belas) bulan takwim berikutnya setelah bulan Masa Pajak.
Contoh : Masa Pajak Januari 2002, penyetoran paling lambat tanggal 15 pebruari 2002.
2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/
disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
3. PPN / PPnBM atas impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada
saat penyelesaian dokumen impor.
4. PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:
a. Bendaharawan Pemerintah, harus disetor paling lambat tanggal 7 (tujuh) bulan
takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b. Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor paling lambat 15
(lima belas) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas impor, harus
menyetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan
5. PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus
dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O)
ditebus

Catatan:
Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran
harus dilaksanakan pada hari kerja berikutnya.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 194


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Sarana Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM


1. Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran
Pajak (SSP) yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) di seluruh Indonesia.
2. Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/PPnBM yang
disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib
Pajak (DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro,
atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.

5.1 MENYIAPKAN DOKUMEN SUMBER YANG VALID


Output atau laporan yang dapat dihasilkan dari sistem penjualan antara lain
yang dapat digunaakan sebagai dasar membuat faktur pajak adalah sebagai berikut:.
 Order pembelian konsumen (Purchase Order). Order yang diterima dari
konsumen
 Order penjualan. Sarana untuk merekam order konsumen yang dibuat oleh
perusahaan.
 Order konsumen yang belum terpenuhi
 Jurnal penjualan (daftar faktur penjualan, urut nomor faktur)
 Daftar pengiriman barang urut per tanggal kirim
 Jurnal penerimaan kas (daftar remittance advice atau kuitansi, tersaji urut
nomor)

DOKUMEN TERTENTU YANG KEDUDUKANNYA DIPERSAMAKAN


DENGAN FAKTUR PAJAK
Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak paling sedikit harus
memuat
a. nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;
b. nama pembeli BKP atau penerima JKP;
c. jumlah satuan barang apabila ada;

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 195


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

d. Dasar Pengenaan Pajak; dan


e. jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.

Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah :


a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh
pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri
dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB
tersebut;
b. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh Bulog/
DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
c. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh PERTAMINA
untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;
d. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;
e. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat/
dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
f. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan;
g. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik;
h. Pemberitahuan Ekspor Jasa Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang
dilampiri
dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, untuk
ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
i. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak, Surat
Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang Kena Pajak; dan
j. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 196


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

5.2 SPT MASA PPN DAN PPN-BM BAIK MEKANISME UMUM


MAUPUN MEKANISME KHUSUS DISAJIKAN SESUAI DENGAN
PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU.

Pelaporan SPT Masa PPN


Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib menghitung
dan melaporkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (PPn BM) yang terutang.

Fungsi dan Tujuan


Sebagai sarana bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk melaporkan dan
mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang sebenarnya terutang.
Pelaporan
1. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui
pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
3. Bagi Pemotong atau Pemungut, untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

Kewajiban Pengusaha Kena Pajak dalam pengisian SPT Masa PPN


1. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan
menandatangani serta menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat
Wajib Pajak dikukuhkan.
2. Bagi Wajib Pajak yang menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah
dalam penyelenggaraan Pembukuannya, wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang
diizinkan.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 197


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

3. Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan PPN Masa beserta petunjuk pengisiannya


di Kantor Pelayanan Pajak.
4. Pengisian SPT Masa PPN harus dilakukan dengan lengkap, benar dan
ditandatangani oleh;
a. Pengurus atau direksi untuk Wajib Pajak Badan;
b. Wajib Pajak yang namanya tercantum dalam Kartu NPWP dan SK PKP bagi
Wajib Pajak orang Pribadi;
c. Dalam hal ditanda tangani oleh pihak lain selain tersebut di atas maka harus
dilampiri Surat Kuasa Khusus (per masa pajak dengan menyebut bulan yang
bersangkutan).
5. SPT Masa PPN harus disampaikan dengan lengkap, disertai lampiran yang telah
ditetapkan, SPT yang tidak lengkap dianggap tidak pernah disampaikan.
6. Bagi PKP Badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai Badan Pemungut, selain
menyampaikan SPT Masa PPN sebagaimana di atas, juga wajib menyampaikan
SPT Masa Pemungut PPN.

SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK


Faktur Pajak harus dibuat pada:
a. saat penyerahan BKP dan/atau JKP;
b. saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan
BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP;
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan; atau
d. saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai
Pemungut PPN.

SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK GABUNGAN


Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP
dan/atau JKP.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 198


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

TATA CARA PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK YANG HILANG


Atas Faktur Pajak yang hilang dapat dilakukan penggantian dengan cara sebagai
berikut:
1. Pengusaha Kena Pajak Penjual atau Pemberi Jasa Kena Pajak
a. Pengusaha Kena Pajak Penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dapat mengajukan
permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak yang hilang kepada
Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dengan tembusan
kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi
Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha
Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
b. Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa
Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak membuat
copy dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan.

Copy dibuat dalam rangka 2 (dua), yaitu :


- Lembar ke-1 : diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena
Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa kena Pajak.
- Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.
c. Legalisir diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak
pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur
Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
3. Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Pengganti dilaksanakan seperti penerbitan
dan peruntukan Faktur Pajak yang biasa sesuai dengan Kode dan Nomor Seri Faktur
Pajak yang telah ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
4. Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir 1, diisi berdasarkan
keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak yang rusak, cacat,
salah dalam penulisan atau salah dalam pengisian tersebut.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 199


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

5. Pada Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir 1, dibubuhkan cap
yang mencantumkan Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak yang diganti
tersebut. Pengusaha Kena Pajak dapat membuat cap tersebut seperti contoh berikut.
Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak yang diganti dapat diisi dengan
cara manual.
6. Penerbitan Faktur Pajak Pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk
membetulkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak
terjadinya kesalahan pembuatan Faktur Pajak tersebut.
7. Faktur Pajak Pengganti dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai pada :
a. Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti,
dengan mencantumkan nilai setelah penggantian; dan
b. Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak Pengganti tersebut dengan mencantumkan
nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN dan PPn BM, untuk menjaga urutan Faktur
Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak.
8. Pelaporan Faktur Pajak Pengganti pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 7 huruf a dan b,
harus mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti pada kolom
yang telah ditentukan.

TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK


1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, maka Faktur
Pajak tersebut harus dibatalkan.
2. Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen yang
membuktikanbbahwa telah terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa
pembatalan kontrak atau dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan
transaksi.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 200


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

3. Pengusaha Kena Pajak Penjual yang melakukan pembatalan Faktur Pajak harus
memiliki bukti dari Pengusaha Kena Pajak Pembeli yang menyatakan bahwa
transaksi dibatalkan.

4. Faktur Pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasi (disimpan) oleh Pengusaha
Kena Pajak Penjual yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut.
5. Pengusaha Kena Pajak Penjual yang membatalkan Faktur Pajak harus mengirimkan
surat pemberitahuan dan copy dari Faktur Pajak yang dibatalkan ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Penjual dikukuhkan dan ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Pembeli dikukuhkan.
6. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual belum melaporkan Faktur Pajak yang
dibatalkan di dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, maka
Pengusaha Kena Pajak Penjual harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan mencantumkan nilai 0
(nol) pada kolom DPP, PPN atau PPnBM Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa Kena Pajak tersebut.
d. Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa
Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak atau pemberi Jasa Kena Pajak
untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah
dilaporkan sebagai Pajak Keluaran.
2. Pengusaha Kena Pajak Pembeli atau Penerima Jasa kena Pajak.
a. Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dapat mengajukan
permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak yang hilang kepada
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dengan tembusan
kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan Pajak di
tempat Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
b. Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa
Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 201


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

copy dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau
pemberi Jasa Kena Pajak, untuk dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan. Copy dibuat
dalam rangkap 2 (dua), yaitu :
- Lembar ke-1 : diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa
Kena Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa kena Pajak.
- Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.
c. Legalisir diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak
penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur
Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena
Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak tersebut.
d. Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa
Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena
Pajak untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah
dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

TATA CARA PEMBETULAN FAKTUR PAJAK YANG RUSAK ATAU


CACAT ATAU SALAH DALAM PENGISIAN ATAU SALAH DALAM
PENULISAN
1. Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli BKP atau penerima Jasa Kena
Pajak
atau atas kemauan sendiri, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena
Pajak membuat Faktur Pajak Pengganti terhadap Faktur Pajak yang rusak, cacat, salah
dalam pengisian atau salah dalam penulisan.
2. Pembetulan Faktur Pajak yang rusak, cacat, salah dalam pengisian atau salah dalam
penulisan tidak diperkenankan dengan cara menghapus, atau mencoret, atau dengan
cara lain, selain dengan cara membuat Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.
Faktur Pajak yang diganti :

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 202


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Kode dan Nomor Seri : ....................................


Tanggal : ....................................
Nota Retur atau Nota Pembatalan atas Barang
Kena Pajak yang Dikembalikan atau Jasa Kena
Pajak yang Dibatalkan

PENGEMBALIAN BARANG KENA PAJAK DAN PEMBUATAN NOTA


RETUR, PEMBATALAN JASA KENA PAJAK DAN PEMBUATAN NOTA
PEMBATALAN
1. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas penyerahan
Barang Kena Pajak yang dikembalikan (retur) dan/atau atas penyerahan Jasa Kena
Pajak yang dibatalkan, dapat dikurangkan dari PPN dan PPnBM yang terutang dalam
masa pajak terjadinya pengembalian BKP atau pembatalan JKP.
2. Pembeli BKP atau penerima JKP harus membuat dan menyampaikan Nota Retur
atau Nota Pembatalan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual, jika terjadi
pengembalian Barang Kena Pajak (BKP) atau pembatalan Jasa Kena Pajak (JKP),
kecuali diganti dengan BKP/JKP yang jenisnya, tipenya, jumlahnya dan harganya
sama.
3. Nota Retur paling sedikit memuat:
a. Nomor Nota retur;
b. Nomor Seri dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang dikembalikan;
c. Nama, alamat, dan NPWP pembeli;
d. Nama, alamat, NPWP PKP Penjual;
e. Jenis barang dan jumlah harga jual BKP yang dikembalikan;
f. PPN atas BKP yang dikembalikan;
g. PPnBM atas BKP yang tergolong mewah yang dikembalikan;
h. Tanggal pembuatan Nota Retur;
i. Nama dan tandatangan yang berhak menandatangani nota retur.
4. Nota Pembatalan paling sedikit memuat:
a. Nomor nota pembatalan;

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 203


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

b. Nomor Seri dan tanggal Faktur Pajak dari JKP yang dibatalkan;
c. Nama, alamat, dan NPWP penerima JKP;
d. Nama, alamat, NPWP PKP Pemberi Jasa Kena Pajak;
e. Jenis jasa dan jumlah penggantian JKP yang dibatalkan;
f. PPN atas JKP yang dibatalkan;
g. Tanggal pembuatan Nota pembatalan;
h. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani nota pembatalan.
5. Dianggap tidak terjadi pengembalian BKP atau pembatalan JKP jika Nota Retur
atau Nota Pembatalan tidak mencantumkan syarat-syarat yang harus dimuat dalam
Nota Retur atau Nota Pembatalan, tidak dibuat pada saat BKP dikembalikan atau JKP
dibatalkan dan tidak menyampaikan lembar ke-3 nota retur ke KPP pembeli sehingga
tidak dapat mengurangi Pajak Keluaran bagi penjual atau Pajak Masukan, atau harta,
atau biaya bagi pembeli.
6. Nota Retur atau Nota Pembatalan dibuat paling sedikit rangkap 2 (dua):
- lembar ke-1 : untuk PKP penjual/pemberi JKP
- lembar ke-2 : untuk arsip pembeli/penerima JKP
Jika pembeli BKP atau penerima JKP bukan PKP, Nota Retur atau Nota Pembatalan

5.3 SURAT SETORAN DIISI DAN DIBAYAR TEPAT WAKTU


YANG WAJIB MEMBAYAR/MENYETOR DAN MELAPOR PPN/PPnBM
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Pemungut PPN/PPnBM, adalah :
- Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
- Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

YANG WAJIB DISETOR


1. Oleh PKP adalah :

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 204


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

a. PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak
Keluaran. Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila
Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.
b. PPnBM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang
tergolong mewah.
c. PPN/ PPnBM yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).

2. Oleh Pemungut PPN/PPnBM adalah PPN/PPnBM yang dipungut oleh Pemungut


PPN/ PPnBM.

TEMPAT PEMBAYARAN/PENYETORAN PAJAK


1. Kantor Pos dan Giro
2. Bank Persepsi

SAAT TERHUTANG
SAAT PAJAK TERUTANG
Saat pajak terutang diatur dalam Pasal 11 UU PPN 1984 yang penjabarannyadilakukan
lebih lanjut dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 serta beberapa
Keputusan Direktorat Jendral Pajak untuk yang bersifat khusus.Pasal 17 Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun2012 mengatur tentang terjadinya peristiwa hukum atau
perbuatan hukum yang menimbulkan utang pajak.
Karena saat terutang sangat ditentukan oleh perbuatan hukumyang dilakukan atau
peristiwa hukum yang terjadi, maka dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 1
Tahun 2012 diatur lebih lanjut tentang saat suatu peristiwa hukum dilakukan atau suatu
peristiwa hukum terjadi, sebagai berikut :
1. Untuk BKP berwujud yang sifat atau hukumnya berupa barang bergerak terjadi
pada saat:

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 205


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2. Penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukum berupa barang tidak
bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai
BKP berwujud tersebut, secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.
3. Penyerahan BKP tidak berwujud, terjadi saat :
4. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih ada pada saat pembubaran perusahaan ditentukan oleh
salah satu dari perbuatan hukum yang terjadi lebih dahulu yaitu pada saat :
5. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan
dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat 2 huruf d
UU PPN 1984 atau perubahan bentuk usaha, terjai pada saat :
6. Saat impor BKP terjadi saat BKP dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.
7. Penyerahn JKP terjadi pada saat :
8. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah pabean
sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat 1 huruf d dan huruf e UU PPN 1984,
ditentukan perbuatan hukum yang terlebih dahulu dilakukan diantara tiga perbuatan
hukum dibawah ini, yaitu pada saat :

TARIF
Tarif dan Cara Penghitungan Tarif PPN
PPN menerapkan tarif yang proporsional dan tunggal, sebagai sarana dalam rangka
memudahkan melakukan kredit pajak. Dalam menghitung PPN terutang diberikan
beberapa contoh menghitung termasuk menghitung PPN dengan dasar perhitungan
nilai lain, seperti PPN atas pemberian cuma-cuma, PPN pemakaian sendiri, PPN atas
penyerahan kaset rekaman lagu dan gambar, PPN atas pemanfaatan BKP tidak
berwujud, PPN atas pemanfaatan JKP dari luar negeri, dan PPN jasa pengiriman Paket.
Tidak ketinggalan adalah PPN Bendaharawan, baik saat terutangnya pajak maupun
pembayaran.

SAAT PEMBAYARAN/PENYETORAN PPN/PPnBM

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 206


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus
dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan
STP tersebut.
3. PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi
pada saat penyelesaian dokumen Impor.
4. PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:
a. Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus

PELAPORAN NOTA RETUR ATAU NOTA PEMBATALAN DALAM SURAT


PEMBERITAHUAN MASA PPN (SPT Masa PPN)
Nota Retur atau Nota Pembatalan yang dibuat oleh pembeli BKP atau
penerima JKP dan yang diterima oleh Pengusaha Kena Pajak penjual harus dilaporkan
dalam SPT Masa PPN agar dapat mengurangi PPN/PPnBM yang telah dilaporkan
dalam SPT Masa PPN sebelumnya
1. Pengurangan Pajak Keluaran atau Pajak Keluaran dan PPnBM oleh PKP penjual
dan/ atau PKP pemberi JKP dilakukan dalam Masa Pajak saat terjadinya
pengembalian BKP atau pembatalan JKP.
2. Pengurangan Pajak Masukan, pengurangan harta, atau pengurangan biaya oleh
pembeli atau penerima JKP dilakukan dalam Masa Pajak saat terjadinya
pengembalian BKP atau pembatalan JKP.

Cara Penghitungan

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 207


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean
dihitung dengan cara sebagai berikut:
10% dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada
pihak yang menyerahkan BKP/JKP, jika dalam jumlah yang dibayarkan atau
seharusnya dibayarkan tidak termasuk PPN; atau
10/110 dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada
pihak yang menyerahkan BKP/JKP, jika dalam jumlah yang dibayarkan atau
seharusnya dibayarkan sudah termasuk PPN.
Dalam hal tidak ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk jumlah yang
dibayarkan atau seharusnya dibayarkan atau ditemukan adanya kontrak atau perjanjian
tertulis akan tetapi tidak dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau
perjanjian sudah termasuk PPN, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung
sebesar 10% dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan
kepada pihak yang menyerahkan BKP/JKP dari luar Daerah Pabean

1. PAJAK KELUARAN DAN PAJAK MASUKAN


Pajak keluaran dan pajak masukan adalah dua istilah yang dikenal dalam tata cara
perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak keluaran adalah pajak yang
dikenakan ketika Pengusaha Kena Pajak melakukan penjualan terhadap barang kena
pajak atau jasa kena pajak. Pajak masukan adalah pajak yang dikenakan ketika
Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa
kena pajak.
Tata cara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pengusaha kena
pajak mengurangkan atau mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan
pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Apabila dalam masa pajak tersebut lebih
besar pajak keluaran, kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara.
Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak
keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya
atau dimintakan restitusi. Dalam tata cara umum tersebut, jumlah yang harus

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 208


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

dibayarkan oleh pengusaha kena pajak berubah-ubah sesuai dengan pajak masukan
yang dibayarkan dan pajak keluaran yang dipungut dalam suatu masa pajak.

Pajak Keluaran (PK) adalah :


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), penyerahan Jasa
Kena Pajak (JKP), ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

Contoh :
PT.ABC melakukan penjualan komputer dengan perincian sebagai berikut :
Harga Jual Komputer Rp 10.000.000
PPN Rp 1.000.000 +
Harga Jual Komputer dan PPN Rp 11.000.000
Maka PPN sebesar 1.000.000 merupakan Pajak Keluaran bagi PT.ABC.

Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan adalah:


Pajak Masukan yang telah dibayar oleh PKP pada waktu perolehan atau impor BKP
atau penerimaan JKP dapat dikreditkan dengan pajak Keluaran yang dipungut oleh
PKP pada waktu menyerahkan BKP atau JKP. Pengkreditan pajak masukan terhadap
pajak keluaran tersebut harus dilakukan dalam masa pajak yang sama.
Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus dibayar dan
disetor oleh PKP ke kas negara, terlebih dahulu wajib pajak (wp) harus mengurangi
pajak keluaran dengan pajak masukan yang dapat dikreditkan. Apabila dalam suatu
masa pajak, pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan, maka selisihnya
merupakan pajak pertambahan nilai yang harus dibayar dan disetor oleh PKP ke kas
negara.
Pajak masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan
pajak keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 209


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

berikutnya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang


bersangkutan.
Untuk memahami lebih lanjut mekanisme pengkreditan pajak masukan disajikan
contoh sebagai berikut :
Pengusaha kena pajak “ABC” dalam masa pajak Januari 20xx. Komposisi PPN
sebagai berikut:

PPN Keluaran Rp 25.000.000


PPN Masukan Rp 15.000.000 (dikurang)
PPN Kurang Bayar Rp 10.000.000
Pada masa bulan Februari 20xx
PPN Keluaran Rp 50.000.000
PPN Masukan Rp 70.000.000 (selisih)
Kelebihan PPN Rp 20.000.000

Pada masa bulan Maret 20xx


PPN Keluaran Rp 50.000.000
PPN Masukan Rp 30.000.000 (dikurang)
PPN Kurang Bayar Rp 20.000.000

Kelebihan bulan Februari Rp 20.000.000 (dikurang)


PPN masa Maret Rp NIHIL

Pajak Keluaran dan Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak dituangkan dalah
sebuah Faktur Pajak yakni bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan
Jasa Kena Pajak (JKP).

1. DPP (DASAR PENGENAAN PAJAK)

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 210


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM) digunakan nilai yang menjadi
Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Sedangkan untuk mengetahui PPN dan/atau PPn BM
yang terutang DPP tersebut dikalikan dengan tarif. Saat ini tarif ppn 10%, untuk
ekspor BKP (termasuk ekspor BKP yang tergolong mewah), JKP dan BKP tak
berwujud tarifnya 0%, sedangkan tarif PPnBM ditetapkan 10% s/d 100%
(pengenaanya diatur oleh menteri keuangan).
Berdasarkan UU PPN pasal 8A Dasar Pengenaan Pajak (DPP) terdiri dari;
1. Harga Jual
2. Penggantian
3. Nilai Impor
4. nilai ekspor
5. Nilai lain yang diatur oleh Menteri Keuangan
1. Harga Jual
Berdasarkan pasal 1 angka 18 UU PPN yang dimaksud dengan harga jual adalah nilai
berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual
karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut
Undang-undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Dari Pengertian tersebut dapat diambil 3 hal yang termasuk harga jual, yaitu;
 Nilai nya berupa uang karena penyerahan BKP oleh Pengusaha kena Pajak.
 termasuk semua biaya yang diminta atau seharunya diminta oleh penjual, contoh;
biaya angkut, asuransi ,dll.
 tidak temasuk PPN dan potongan harga yang tercantum dalam FP.

2. Penggantian
Pengeritan penggantian dalam UU PPN pasal 1 angka 19 adalah nilai berupa uang,
termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena
penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 211


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak, atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa
karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Dari pengertian tersebut dapat diambil 3 hal yang termasuk harga jual, yaitu;
 Nilai berupa uang karena penyerahan JKP, ekspor BKP tak berwujud oleh
Pengusaha Kena Pajak atau yang dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan
JKP dan/atau BKP tak berwujud dari luar baerah pabean didalam daerah pabean.
 termasuk semua biaya yang diminta atau seharunya diminta pengusaha
karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud.
 tidak temasuk PPN dan potongan harga yang tercantum dalam FP.

3. Nilai Impor
Pengeritan penggantian dalam UU PPN pasal 1 angka 20 adalah nilai berupa uang
yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan
dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut menurut Undang-undang PPN.

Dari pengertian tersebut dapat diambil 3 hal yang termasuk harga jual, yaitu;
 Nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk
 termasuk pungutan lain berdasarkan peraturan undang-undang mengenai
kepabeanan dan cuka atas impor BKP.
 tidak termasuk PPN dan PPn BM.
4. Nilai Ekspor
Pengeritan penggantian dalam UU PPN pasal 1 angka 26 adalah nilai berupa uang,
termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 212


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

5. Nilai lain
Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai dasar pengenaan pajak
yang diatur oleh menteri kuangan. Sampai saat ini menteri keuangan mengatur nilai
lain dalam pertauran menteri keuangan no. 75/PMK.03/2010 yang telah diubah
terakhir dengan peraturan no. 38/PMK.011/2013.

Nilai lain tersebut ditetapkan antara lain:


1. Harga Pokok Penjualan yaitu harga jual atau penggantian dikurangi laba kotor
untuk pemakaian sendiri dan untuk pemberian cuma-cuma BKP/JKP.
2. Perkiraan harga jual rata-rata untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar.
3. Perkiraan hasil rata-rata per judul film untuk penyerahan film cerita (tidak termasuk
penetapan Nilai Lain untuk film cerita impor).
4. berupa uang yang ditetapkan sebesar Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) per
copy Film Cerita Impor untuk pemanfaaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean berupa film cerita impor (PMK no.
102/PMK.011/2011)
5. Harga jual eceran untuk penyerahan produk hasil tembakau.
6. Harga pasar wajar untuk BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan.
7. Harga perolehan atau harga pokok penjualan untuk penyerahan BKP dari pusat ke
cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang.
8. harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli untuk penyerahan
Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara
9. Harga lelang untuk penyerahan BKP melalui juru lelang
10. Sebesar 20% dari harga jual emas perhiasan atau nilai
penggantian untuk penyerahan emas perhiasan termasuk penyerahan jasa perbaikan
dan modifikasi emas perhiasan serta jasa-jasa lain yang berkaitan dengan emas
perhiasan, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 213


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

11. Sebesar 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih untuk; 1) penyerahan
jasa pengiriman paket; 2) penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata;
3) penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang didalam
tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight
charges). Pajak Masukan yang berhubungan angka 10 dan 11 tidak dapat
dikreditakan.

FAKTUR PAJAK
A. PENGERTIAN FAKTUR PAJAK
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak
(JKP) atau oleh Ditjen Bea dan Cukai karena import BKP.

B. MACAM – MACAM FAKTUR PAJAK


Terdapat 3 (tiga) jenis faktur pajak menurut UU PPN, yaitu :
1. Faktur Pajak Standart, termasuk dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan
sebagai Faktur Pajak Standart.
2. Faktur Pajak Gabungan
3. Faktur Pajak Sederhana

C. FAKTUR PAJAK STANDART


1. Adalah faktur pajak yang dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan
dalam Kep.Dirjen Pajak No. Kep-53/PJ/1994 tanggal 29 Desember 1994, yang
wajib dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau JKP pada atau
setelah tanggal 1 Januari 1995.
2. Bentuk Faktur Pajak Standart dibuat dengan ukuran kuarto yang isinya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku (SK.Dirjen Pajak No.Kep-53/PJ/1994 tanggal 29
Desember 1994).
3. Faktur Pajak Standart harus dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2, yaitu :

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 214


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

1. Lembar ke-1 : Untuk pembeli BKP atau penerima JKP sebagai bukti Pajak
Masukan
2. Lembar ke-2 : Untuk PKP yang menerbitkan faktur pajak standart sebagai bukti
Pajak Keluaran
4. Dalam hal Faktur Pajak Standart dibuat lebih dari rangkap 2 (dua), maka
peruntukan lembar ketiga dan seterusnya harus dinyatakan secara jelas dalam faktur
pajak yang bersangkutan, misalnya, Lembar ke-3 : Untuk KPP dalam hal
penyerahan BKP atau JKP dilakukan kepada pemungut PPN

D. SYARAT-SYARAT FAKTUR PAJAK STANDART


Faktur Pajak Standart harus memenuhi syarat formal maupun material. Yang dimaksud
dengan syarat formal adalah bahwa faktur pajak standart paling sedikit harus memuat
keterangan :
1. Nama, Alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan atau pembelian BKP atau
JKP
2. Jenis Barang atau Jasa, Jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga
3. PPN yang dipungut
4. PPnBM yang dipungut
5. Kode, Nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak, dan
6. Nama, Jabatan, dan tanda tangan yang berhak.
Adapun yang dimaksud dengan syarat material adalah bahwa barang yang diserahkan
benar, baik secara nilai maupun jumlah. Demikian juga pengusaha yang melakukan
dan yang menerima penyerahan BKP tersebut sesuai dengan keterangan yang
tercantum pada faktur pajak.

E. FAKTUR PAJAK GABUNGAN


1. Adalah Faktur Pajak Standart yang cara penggunaannya diperkenankan kepada PKP
atas beberapa kali penyerahan BKP / JKP kepada pembeli atau penerima jasa yang
sama yang dilakukan dalam satu masa pajak, dan harus dibuat selambat-lambatnya
pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan BKP / JKP.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 215


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2. Dalam hal terdapat pembayaran sebelum penyerahan BKP / JKP atau terdapat
pembayaran sebelum faktur pajak gabungan tersebut dibuat, maka untuk
pembayaran tersebut dibuat faktur pajak tersebut pada saat diterima pembayaran.
3. Tanggal penyerahan / pembayaran pada faktur pajak diisi dengan tanggal awal
penyerahan BKP / JKP sampai dengan tanggal terakhir dari masa pajak yang dibuat
faktur pajak gabungan, dengan melampirkan daftar tanggal penyerahan dari masing-
masing faktur penjualan.

F. FAKTUR PAJAK SEDERHANA


1. Faktur Pajak Sederhana adalah dokumen yang disamakan fungsinya dengan faktur
pajak, yang diterbitkan oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP / JKP kepada
pembeli BKP / JKP yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap atas
penyerahan BKP / JKP secara langsung kepada konsumen akhir
2. Pembeli BKP / penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap,
misalnya, pembeli yang tidak diketahui NPWP-nya atau tidak diketahui nama atau
alamat lengkapnya.
3. Faktur Pajak Sederhana sekurang-kurangnya harus memuat :
1. Nama, Alamat usaha, NPWP serta nomor dan tanggal pengukuhan PKP yang
menyerahkan BPK atau JKP
2. Macam, jenis dan kuantum dari BKP atau JKP
3. Jumlah harga jual atau penggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya
pajak dicantumkan secara terpisah
4. Tanggal pembuatan faktur pajak sederhana
5. Bentuk faktur pajak sederhana dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, segi
cash register, karcis, kuintansi, yang dipakai sebagai tanda bukti penyerahan atau
pembayaran BKP atau JKP oleh PKP yang bersangkutan
6. Faktur pajak sederhana yang diisi tidak lengkap bukan merupakan faktur pajak
sederhana
7. Faktur pajak sederhana dibuat sekurang-kurangnya rangkap dua :

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 216


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

i. Lembar ke-1 : Untuk pembeli BKP


/ penerima JKP
ii. Lembar ke-2 : Untuk arsip PKP
yang bersangkutan
1. Faktur pajak sederhana dianggap telah dibuat rangkap dua atau lebih, dalam hal
faktur pajak sederhana tersebut dibuat dalam satu lembar yang terdiri dari dua atau
lebih bagian atau potongan yang disediakan untuk disobek atau dipotong, seperti
yang terjadi pada karcis.
2. Faktur pajak sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli BKP atau penerima JKP
sebagai dasar untuk pengkreditan pajak masukan

Tata cara pemotongan, pemungutan PPh, mekanisme PPN dan PPnBM.


1) Tata Cara Pemotongan/Pemungutan PPh
PPh yang dipotong dan/atau dipungut melalui pihak lain lebih dikenal dengan
istilah PPh Potput (Pemotongan/Pemungutan). Sesuai ketentuan dalam
Undang-Undang PPh, PPh Potput terdiri atas PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal
15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26.
2) Mekanisme Pemungutan PPN
Mekanisme pemungutan PPN adalah rekanan menerbitkan faktur pajak dan
membuat SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut
PPN. Selanjutnya pemungut PPN berkewajiban menyetorkan PPN yang
dipungut ke kas Negara dan kemudian melaporkan PPN yang dipungutnya.
Rekanan menerima faktur pajak dan SSP sebagai bukti pemungutan PPN.
Adapun mekanisme pemungutan PPN untuk masing-masing pemungut adalah
sebagai berikut:
a. Mekanisme pemungutan PPN untuk Bendaharawan Pemerintahan dan
KPPN adalah sebagai berikut:
1. PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat
menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah atau
KPPN baik untuk sebagian atau seluruh pembayaran.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 217


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

2. Rekanan menerbitkan Faktur Pajak dengan kode transaksi “02”.


3. Apabila pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum
penyerahan BKP dan/atau JKP, Faktur Pajak wajib diterbitkan pada
saat pembayaran diterima.
4. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran
PPN dan/atau PPnBM.
5. Apabila penyerahan BKP tersebut terutang PPnBM maka PKP
rekanan Pemerintah mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang
pada Faktur Pajak.
6. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap tiga:
a) Lembar ke-1 (untuk Bendaharawan),
b) Lembar ke-2 (untuk arsip PKP rekanan Pemerintah),
c) Lembar ke-3 (untuk KPP melalui Bendaharawan Pemerintah)
7. Rekanan mengisi SSP dengan membubuhkan NPWP dan identitas
PKP Rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi
penandatanganan SSP dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah
atau KPKN sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan Pemerintah.
8. Pada lembar Faktur Pajak oleh Bendaharawan Pemerintah yang
melakukan pemungut wajib dibubuhi cap “Disetor tanggal ……..”
dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah.
9. Apabila pemungut oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP dibuat
dalam rangkap 5 (lima). Setelah PPN dan/atau PPnBM disetor di
Bank Persepsi atau kantor pos, lembar-lembar SSP diperuntukkan
sebagai berikut:
a) Lembar ke-1 (untuk PKP Rekanan),
b) Lembar ke-2 (untuk KPP melalu KPPN),
c) Lembar ke-3 (untuk PKP Rekanan guna dilampirkannya pada
SPT Masa PPN),
d) Lembar ke-4 (untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos atau
pertinggal untuk KPPN),

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 218


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

e) Lembar ke-5 (untuk arsip bendahara)


10. Apabila pemungutan oleh KPKN, SSP dibuat dalam rangkap 4
(empat) yang masing- masing diperuntukkan sebagai berikut:
d) Lembar ke-1 (untuk PKP Rekanan Pemerintah),
e) Lembar ke-2 (untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN),
f) Lembar ke-3 (untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan
pada SPT Masa PPN),
g) Lembar ke-4 (untuk pertinggal KPKN)
11. KPPN membubuhkan cap “TELAH DIBUKUKAN” pada SSP
lembar ke-1 dan lembar ke-2.
12. KPPN yang melakukan pemungutan mencantumkan nomor dan
tanggal advis SPM pada setiap lembar Faktur Pajak dan SSP.
13. Untuk jenis pajak PPN Dalam Negeri, pengisian SSP menggunakan
Kode Akun Pajak 411211 dengan Kode Jenis Setoran 910.
b. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan
kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber
daya panas bumi.
Mekanisme pemungutan PPN untuk kontraktor kerja sama adalah sebagai
berikut:
1. Ketentuan terkait Faktur Pajak
a) Rekanan membuat Faktur Pajak pada saat pemungutan.
b) Rekanan membuat Faktur Pajak dengan kode transaksi “03”.
c) Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (tiga):
1) Lembar ke-1 (untuk Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin)
2) Lembar ke-2 (untuk Rekanan)
3) Lembar ke-3 (untuk Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin yang dilampirkan pada SPT Masa
PPN bagi Pemungut PPN)

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 219


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

d) Pada Faktur Pajak yang dibuat, Kontraktor atau Pemegang


Kuasa/Pemegang Izin yang melakukan pemungutan wajib
membubuhkan cap “Disetor Tanggal …………..” dan
menandatanganinya.
e) Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang
PPnBM, maka rekanan harus mencantumkan juga jumlah
PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
2. Ketentuan terkait SSP
a) SSP diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas rekanan,
tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin sebagai penyetor atas nama
Rekanan.
b) SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima) diperuntukkan untuk
sebagai berikut:
2) Lembar ke-1 (untuk Rekanan)
3) Lembar ke-2 (untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau
Kantor Pos)
4) Lembar ke-3 (untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT
Masa PPN)
5) Lembar ke-4 (untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos)
6) Lembar ke-5 (untuk Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin yang dilampirkan pada SPT Masa
PPN bagi Pemungut PPN)
c. Badan Usaha Milik Negara
Mekanisme pemungutan PPN untuk BUMN adalah sebagai berikut:
Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan
BKP dan/atau JKP kepada BUMN.
1. Terkait pembuatan dan Pengisian Faktur Pajak
a) Faktur Pajak harus dibuat pada saat pemungutan
b) Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 2 (dua):

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 220


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

1) Lembar ke-1 (untuk BUMN)


2) Lembar ke-2 (untuk Rekanan)
c) Pada Faktur Pajak yang dibuat, BUMN yang melakukan
pemungutan wajib membubuhkan cap “Disetor tanggal
…………” dan menandatanganinya.
d) Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang
PPnBM, maka Rekanan juga harus mencantumkan jumlah
PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
e) Rekanan membuat Faktur pajak dengan kode transaksi “03”
2. Terkait pembuatan dan pengisian SSP
a) Rekanan mengisi SSP dengan membubuhkan NPWP serta
identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh
BUMN sebagai penyetor atas nama Rekanan.
b) SSP dibuat dalam rangkap 4 (empat) diperuntukkan untuk sebagai
berikut:
1) Lembar ke-1 (untuk Rekanan)
2) Lembar ke-2 (untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor
Pos)
3) Lembar ke-3 (untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT
Masa PPN)
4) Lembar ke-4 (untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos)
c) Pada SSP, Kode Akun Pajak diisi dengan kode 411211 dan Kode
Jenis Setoran 900.

d. Pemungutan PPN dan PPnBM


Dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pemungut yang ditunjuk
(misalnya Bendahara Pemerintah) atas penyerahan barang dan/atau jasa kena
pajak. PKP yang ditunjuk untuk memungut PPN dan PPnBM adalah
pengusaha yang memiliki peredaran bruto (omzet) melebihi Rp
600.000.000,00 setahun atau pengusaha yang memilih sendiri untuk

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 221


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Wajib Pajak orang pribadi


maupun badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib
memungut PPN dan PPnBM (bila barangnya yang diserahkan tergolong
mewah) dari pembeli atau pemakai jasanya.

5.4 SPT MASA DISAMPAIKAN TEPAT WAKTU


Untuk cara melaporkan SPT baik SPT Tahunan dan/atau SPT Masa
sebenarnya ada tiga yaitu melalui loket penerimaan SPT di Kantor Pelayanan Pajak,
dikirim melalui POS/jasa kirim barang, dan secara online yaitu e-filling. Mungkin bagi
anda selaku wajib pajak, yang belum diketahui secara pasti adalah cara lapor SPT
online melalui e-filling. Di era modern ini, tentunya yang dicari adalah cara praktis dan
efisien atau online. E-filling merupakan menyampaian SPT secara elektronik, lebih
mudah dan lebih cepat.
Yang menjadi pokok pembahasan kali ini adalah cara lapor pajak online SPT Masa
PPN e-filling. SPT merupakan bentuk/wujud laporan pajak yang harus dipenuhi oleh
Wajib pajak. Apabila anda dan/atau sebagai badan usaha yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak maka selaku wajib pajak memiliki kewajiban lapor
pajak bulanan yang disebut SPT Masa, laporan tersebut antara lain
 Lapor SPT Masa PPh Pasal 21
 Lapor SPT Masa PPN
 Lapor SPT Masa PPh Pasal 25

Syarat Lapor SPT Masa PPN Online


Untuk dapat melakukan lapor SPT Masa PPN Online e-filling tentunya PKP harus
memenuhi persyaratan terlebih dahulu. Syarat yang paling utama adalah memiliki
akun di DJP Online. Jika belum memiliki akun di DJP Online silahkan buat terlebih
dahulu dengan login di alamat djponline.pajak.go.id. Namun, anda harus aktivasi
EFIN dahulu agar dapat membuat akun di DJP Online karena waktu membuat akun di
DJP Online ada kolom yang harus memasukkan EFIN. EFIN adala Electronic Filing
Identification Number merupakan nomor identitas yang diterbitkan oleh KPP bagi WP

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 222


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

yang mengajukan permohonan untuk menggunakan e-Filing. Itu adalah syarat utama
agar bisa melakukan lapor SPT Masa PPN Online dan pajak online lainnya.
 Agar lancar lapor SPT Masa PPN Online pastikan file yang akan diunggah
dalam format CSV
 yang wajib diunggah nantinya adalah file CSV, sedangkan file PDF tidak
diwajibkan. Karena sudah disediakan upload file PDF manfaatkan untuk
upload bukti pendukungnya.
 Anda tidak dapat mengunggah file PDF saja tetapi jika hanya file CSV bisa
diunggah.
 Hanya 1 (satu) buah file csv yang dapat diunggah
 Hanya 1 (satu) buah file pdf yang dapat diunggah
 Karena lapor SPT Masa PPN sekarang harus output dari aplikasi e-faktur maka
pastikan CSV dan PDF merupakan hasil output dari aplikasi e-faktur.
 Jangan merubah nama file baik CSV maupun PDF hasil aplikasi e-faktur
biarkan sesuai outputnya.
 Jika mengunggah file PDF bukti lain silahkan convert kedalam PDF dan
ukuran terkecil serta bukan dari file hasil scan.

Cara Lapor SPT Masa PPN Online


Untuk melaporkan SPT Masa PPN Online di DJP Online tentunya anda sebagai PKP
sudah memiliki aplikasi e-faktur. Sesuai persyaratan di atas bahwa file CSV tidak
boleh diubah namanya, biasanya format nama file CSV hasil efaktur adalah
9999999999990000909201600F1232040111. 15 digit pertama adalah NPWP. 8
digit selanjutnya adalah Masa dan Tahun Pajak SPT PPN. 2 digit selanjutnya
adalah jenis SPT Normal/Pembetulan. 11 digit terakhir atau F1232040111 adalah
identitas/ciri SPT PPN.

Apabila file CSV dan PDF yang anda miliki sudah sesuai format dan persyaratan.
Sebagai asumsi formalnya file CSV dan PDF hasil output dari aplikasi e-faktur. Jika
sudah, mulailah lapor SPT Masa PPN di DJP Online. Berikut caranya :

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 223


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Login dengan akun yang telah anda buat di djponline.pajak.go.id. Masukkan NPWP
dan Password yang sudah anda miliki saat buat akun di DJP Online serta kode
keamanan yang tertera. Kemudian klik Login.

Saat Pelaporan PPN/PPnBM


1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT
Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.
2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah
dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
3. PPN dan PPnBM yang pemungutnya dilakukan oleh:
a. Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan paling lambat 14 (empat belas) hari
setelah Masa Pajak berakhir.
b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus
dilaporkan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara mingguan
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
4. Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung
sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP
setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Catatan :
Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus
dilaksanakan pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo.

Berikut Contoh banruk Faktur Pajak

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 224


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 225


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 226


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 227


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

5.5 SOAL SOAL LATIHAN


1. Jumlah harga jual, atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai
Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dapat dipakai
sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang, disebut........
A. Nilai Jual Objek Pajak
B. Niali Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
C. Dasar Pengenaan Pajak *
D. Nilai Jual Kena Pajak

2. Bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP karena penyerahan BKP atau JKP
atau bukti pungutan atas impor BKP digunakan oleh Dirjen Bea dan Cukai,
disebut.........
A. SSP
B. SPT
C. Faktur pajak*
D. Dokumen

3. Sanksi yang dikenakan terhadap Pengusaha Kecil yang membuat Faktur Pajak :
A. Tidak dikenakan sanksi
B. 2 % setiap bulan
C. 2 % dari DPP*
D. Denda Rp. 25.000

4. Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dibayarkan oleh PKP karena perolehan
BKP dan/atau JKP dan/atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah
pabean disebut :
A. Pajak Masukan*
B. Pajak Keluaran
C. Pajak Impor
D. Pajak Ekspor

5. Pemungut PPN, sejak 1 Januari 2004 adalah :


A. Pertamina, KPKN dan BUMN
B. Bank BNI 1946, KPKN dan Bulog
C. Bendaharawan, KPKN dan Kontraktor Perminyakan*
D. Bendaharawan, KPKN dan BUMN

6. Saat Terutangnya PPN adalah:


A. Penyerahan BKP atau JKP
B. Impor BKP;
C. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean;

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 228


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

D. Semua jawaban benar*

7. Pernyataan di bawah ini yang benar mengenai faktur pajak adalah :


A. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan
sebagai sarana untuk mengkreditkan pajak masukan.
B. Setiap Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan
atau JKP wajib membuat Faktur Pajak.
C. Pembuatan faktur pajak standar dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan, harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan
pembayaran termin.
D. Semua jawaban diatas benar.*

8. Dibawah ini adalah DPP yang digunakan sebagai dasar penghitungan PPN,
kecuali………..
A. Harga Jual
B. Harga Beli*
C. Nilai Ekspor
D. Nilai Impor

9. Seorang pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
mempunyai kewajiban:
A. Membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan JKP;
B. Memungut, menghitung, dan menyetorkan PPN & PPn BM yang terutang
atas penyerahan BKP atau JKP atau ekspor BKP ;
C. Mengisi dan menyampaikan SPT Masa (paling lambat 20 hari setelah
berakhirnya Masa Pajak)
D. Semua jawaban Benar*

10. Faktur yang dapat digunakan sebagai bukti pungutan pajak sebagai sarana untuk
mengkreditkan pajak masukan disebut:
A. Faktur pajak standar sederhana
B. Faktur pajak tambahan
C. Faktur pajak on line
D. Faktur pajak standar*

11. Suatu faktur pajak dapat dikreditkan pada pajak keluaran maksimal:
A. Pada masa pajak yang sama
B. Bulan kedua setelah masa pajak berakhir
C. Bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir
D. Bulan ketiga setelah masa pajak berakhir*

12. Persyaratan formal yang harus dipenuhi untuk dapat mengkreditkan Pajak
Masukan adalah:
A. Yang dilakukan adalah penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa
Kena Pajak

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 229


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

B. Menggunakan Faktur Pajak Standar


C. Telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
D. Semua Pernyataan diatas benar*

13. Pengertian JASA menurut UU Pajak Pertambahan Nilai adalah :


A. Pemberian pelayanan kepada masyarakat
B. Pemberian pelayanan kepada supplier, makelar dan sebagainya
C. Pemberian pelayanan berdasarkan perikatan/perbuatan hokum yang
menyebabkan suatu barang, fasilitas atau hak yang dilakukan oleh
Pabrikan
D. Pemberian pelayanan berdasarkan perikatan/perbuatan hukum yang
menyebabkan suatu barang, fasilitas atau hak tersedia untuk dipakai*

14. Pajak Masukan berikut ini dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, kecuali :
A. Pajak Masukan yang dibayar setelah pengusaha dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak
B. Pajak Masukan atas pembelian Bahan Baku
C. Pajak Masukan atas perbaikan rumah peristirahatan perusahaan*
D. Pajak Masukan atas pembelian mesin produksi

15. Berkut ini termasuk Barang Kena Pajak, Kecuali :


A. Tekstil
B. Mobil
C. Garam*
D. Komputer

16. Saat terutangnya PPN atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjual belikan dan atas persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada
saat pembubaran perusahaan adalah, kecuali :
A. Saat ditandatanganinya akte pembubaran
B. Saat aktiva tersebut diserahkan langsung kepada Pembeli atau pihak
ketiga*
C. Saat diketahui bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak
melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan
D. Saat diketahui bahwa perusahaan telah bubar berdasarkan data atau
dokumen yang ada

17. Dasar pengenaan pajak atas transaksi penyerahan aktiva menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan adalah sebesar:
A. Harga pengganti
B. Harga jual*
C. Nilai lain
D. Nilai Buku Aktiva

18. Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak:

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 230


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

A. Subyektif
B. Obyektif*
C. Langsung
D. Tidak ada jawaban yang benar

19. Prinsip pemungutan PPN, yaitu..........


A. Destination dan Consumption Type Value Added Tax
B. Destination dan Origin Principle*
C. Origin Principle dan Consumption Type Value Added Tax
D. Grooss Product Type Value Added Tax

20. Berikut ini adalah merupakan hak yang dimiliki oleh Pengusaha Kena Pajak:
A. Mengajukan keberatan dan Banding
B. Melakukan Kompensasi dan Restitusi
C. Mengkreditkan Pajak Masukan
D. Semua jawaban benar*

5.6 SOAL KASUS


No Tanggal Transaksi

1 1 April Perusahaan memesan bahan baku lokal kepada PT. Berantas total
sebesar Rp 300.000.000 belum termasuk PPN. Barang akan dikirim
bulan Mei

2 4 April PT. Mawar memesan baju untuk karyawannya dengan total pesanan Rp
500.000.000. Perusahaan menerima uang muka sebesar 20% dari total
pesanan ditambah nilai PPNnya. Penyelesaian baju dilakukan pada
bulan Mei

3 5 April Mengimport bahan baku sebesar 20.000 USD. Atas import ini cost
3.000 USD, insurance 1.000 USD. Bea masuk dikenakan 10% dari
CIF. Kurs KMK yang berlaku saat transaksi tersebut adalah Rp 13.400,
sedangkan kurs spot sebesar Rp 13.500.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 231


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

4 6 April Perusahaan mengirimkan barang kepada Supermarket ABC untuk


konsinyasi sebesar Rp 400.000.000.

5 7 April Mengirimkan barang kepada pelanggan PT. ABC sebesar Rp


600.000.000 ditambah PPN. Atas pengiriman barang ini PT. ABC
melakukan pembayaran 30%nya, sisanya akan dibayar di bulan Mei.

6 10 April Menerima laporan dari Supermarket ABC bahwa barang yang terjual
selama bulan Maret sebanyak Rp 400.000.000 belum termasuk PPN.

7 11 April Menerima bahan baku yang dipesan PT. Kenanga pada Maret 2016
total sebesar Rp400.000.000. Atas bahan baku ini perusahaan telah
membayar DP 20%nya. Pada tanggal penerimaan tersebut perusahaan
membayar 60% dari total pesanan dan akan melunasi pada bulan Mei
2016.
8 12 April Membeli bahan baku kepada pemasok lokal secara kredit sebesar Rp
600.000.000 ditambah PPN. Barang diterima pada tanggal pembelian
beserta faktur pajaknya. Pembayaran baru dilakukan pada bulan Mei.

9 13 April Membayar tagihan listrik sebesar Rp 66.000.000 dan telpon Rp


25.300.000. Tagihan tersebut telah termasuk PPN.

10 14 April Melakukan export barang ke Jepang senilai 100.000 USD, freight


sebesar 10.000 USD dan insurance 3.000 USD. Kurs KMK yang
berlaku 13.500 dan kurs spot Rp 13.600. Faktur dan dokumen telah
diselesaikan bersamaan dengan pengiriman barang.
11 15 April Mengirimkan tagihan kepada Kementerian Dalam Negeri atas
pembelian seragam senilai Rp 800.000.000 ditambah PPN. Seragam
dikirimkan pada tanggal 25 Maret 2016. Atas penagihan tersebut
diterima pembayaran pada tanggal 5 Mei 2016.
12 18 April Perusahaan memberikan kaos produksi sendiri kepada karyawannya
senilai Rp 200.000.000, harga pokok produksi 80%.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 232


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

13 19 April Membayar kepada PT. Rinjani Rp 330.000.000 termasuk PPN untuk


pengiriman barang yang telah dilakukan pada 24 Maret 2016.

14 20 April Memberikan jasa untuk menyelesaikan pekerjaan jahitan baju (maklon)


dari PT. Kilimanjoro yang telah ditentukan bahan baku dan spesifikasi
produknya. Nilai jasa yang maklon Rp100.000.000. Nilai produk jadi
sebesar Rp500.000.000 dan nilai bahan Rp 300.000.000.

15 21 April Mengirimkan barang pesanan kepada Kementerian Kehakiman senilai


Rp 700.000.000. Perusahaan belum melakukan penagihan karena
proses inspeksi dan pengecekan barang.

16 22 April Entitas membangun sendiri gedung kantor seluas 800m2. Biaya yang
dikeluarkan untuk pembangunan tersebut selama bulan April sebesar
Rp 220.000.000 untuk pembelian material dan biaya upah sebesar Rp
150.000.000. Nilai tanah Rp 200.000.000. Nilai pengeluaran untuk
pembelian material termasuk PPN masukan, perusahaan menerima
faktur pajak masukan atas pembelian material tersebut.

17 25 April Menerima barang retur dari pelanggan barang sebesar Rp 50.000.000


(belum termasuk PPN) yang telah dicatat dan difakturkan pada bulan
Februari 2016. Perusahaan

18 26 April Mengirimkan barang yang dipesan dari PT. Aster senilai Rp


600.000.000. Pesanan tersebut diterima pada 24 Maret 2016 disertai
DP sebesar 20%. Perusahaan mengirimkan faktur untuk pengiriman
tersebut. Perusahaan menerima pembayaran sebesar 30% dari total
barang dipesan. Sisanya dilunasi bulan Mei 2016.

19 27 April Membayar jasa outsourcing sebesar Rp 100.000.000. Termasuk dalam


pembayaran tersebut dirinci biaya penggantian tenaga kerja sebesar Rp
70.000.000.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 233


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

20 28 April Membeli peralatan pabrik senilai Rp 1.800.000.000. Untuk pembelian


peralatan ini perusahaan membayar 50% secara tunai dan sisanya
dibayarkan secara angsuran dalam tiga bulan berikutnya. Faktur pajak
telah diterima.

21 28 April  Perusahaan membayar sewa kendaraan angkut sebesar Rp


20.000.000 (belum termasuk PPN).
 Membeli melalui sewa pembiayaan mobil sedan untuk Direksi
senilai Rp 330.000.000. Angsuran pertama Rp 66.000.000.

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 234


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno, (2014), Akuntansi Perpajakan, Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta

Djoko Muljono.2006.Akuntansi Pajak.Yogyakarta:Andi.

Djoko Muljono.2006.Akuntansi Pajak.Yogyakarta:Andi.

Direktorat Jenderal Pajak, Modul mengenai Penerapan e-SPT, situs www.pajak.go.id

Direktorat Jenderal Pajak (2014), Meningkatkan Rasio Kepatuhan Di Indonesia, 27


Agustus, situs (pemeriksaanpajak.com)

Direktorat Jenderal Pajak (2015), 2016 Target Pajak Realistis Rp. 1.200 Triliun, 30
Desember, situs www.pajak.go.id

Direktorat Jenderal pajak, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan


Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan tata Cara Perpajakan.

Direktorat Jenderal pajak, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan


Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan tata Cara Perpajakan

Erly Suandy. 2006.Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Erly Suandy. 2006.Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Ghozali, Iman, 2011. AplikasiAnalisis Multivariat dengan Program IBM SPSS19.


Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang

Gustiyani, Ayu. 2014. Pengaruh Penerapan e-SPT dan Pengetahuan Perpajakan


terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Universitas Komputer Indonesia. Jurnal
Th. 2014

Jonathan Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Edisi Pertama.
Graha Ilmu: Yogyakarta.

Kemenkeu Republik Indonesia, (2013), Susunan Dalam Satu Naskah UndangUndang


Perpajakan, Edisi Terbaru, Fokusmedia, Bandung Kotler, Philip (2002) .

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 235


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 tentang Tata Cara


Pemeriksaan Pajak.http://www.sjdih.depkeu.go.id Pandiangan, Liberty,
2008.

Menteri Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 tentang


Tata Cara Pemeriksaan Pajak.http://www.sjdih.depkeu.go.id Pandiangan,
Liberty, 2008

Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan. PT Elex Media Komputindo.


Jakarta Rahayu, Siti Kurnia, (2010), Perpajakan; Konsep, Aspek Formal,
Cetakan 2, Graha Ilmu, Yogyakarta

Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan. PT Elex Media Komputindo.


Jakarta Rahayu, Siti Kurnia, (2010),

Mardiasmo.2006. Perpajakan Edisi Revisi. Yogjakarta : Andi.

Perpajakan; Konsep, Aspek Formal, Cetakan 2, Graha Ilmu, Yogyakarta Surat Edaran
Direktorat Jenderal Pajak No. 06/PJ/2009. Tentang Prosedur
Penyampaian e-SPT

Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No. 06/PJ/2009. Tentang Prosedur


Penyampaian e-SPT

Siti Kurnia Rahayu, dan Ely Suhayati. 2010. Perpajakan Indonesia Teori Dan Teknis
Perhitungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Siti Kurnia Rahayu. 2010. Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek Formal.
Yoygakarta; Graha Ilmu.

Siti Resmi. 2003. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Sugiono. 2009.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R & D. Alfabeta:Bandung

Tax Center Universitas Gunadarma. Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A Dan B
Terpadu. Universitas Gunadarma, 2018

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan


sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2008

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 236


Modul Teknisi Akuntansi Madya 2018

Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan


sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 42 Tahun 2009

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. 2003. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

www.ortax.org

www.pajak.go.id

(http://Kliping/Bisnis_Dan_Ekonomi/24 Februari)
(http://acehprov.go.id/kepemerintahan)

www.pajakonline.com

LSP Universitas Gunadarma Halaman | 237

Anda mungkin juga menyukai