i
TESIS
HUBUNGAN ANTARA KADAR ENDOTHELIN-1 SERUM
DENGAN KEJADIAN ATEROSKLEROSIS PADA TIKUS
WISTAR OBESITAS
Kepada
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
NIM : P1502216010
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, buka merupakan pengambilalihan tulisan atau
pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.
Yang Menyatakan
iv
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia yang Dia berikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
penyususnan tesis ini. Selama penyusunan tesis ini, tidak lepas dari bantuan banyak
Universitas Hasanuddin, Dr. dr. Andi Mardiah Tahir, Sp.OG (K) selaku ketua
2. dr. Aryadi Arsyad, M.Biomed, Ph.D selaku ketua konsentrasi Fisiologi dan
pembimbing kedua, Dr. dr. Irfan Idris, M.Kes selaku pembimbing pertama, yang
dengan penuh keikhlasan telah memberikan waktu, tenaga dan pemikiran dalam
3. Prof. Dr. dr. Andi Wardihan Sinrang, MS., dr. Muhammad Husni Cangara, Ph.D.,
Sp.PA., DFM., dan Dr. dr. Ika Yustisia, M.Sc selaku penguji, yang telah
Hasanuddin, Fadly, Umi, dan k Nana yang sangat membantu penulis selama
melakukan penelitian.
5. Kepala ruangan laboratorium Patologi Klinik RSUH, mba Yaumil, staf Patologi
Anatomi, k Tati, dan staf Laboratorium Mikrobiologi, k Safri, yang telah banyak
v
membantu kami dalam melakukan pemeriksaan varibel-variabel yang kami
lakukan.
6. Seluruh dosen kosentrasi Fisiologi, yang telah mendidik, membagikan ilmu dan
7. Kepada Istri dan Anakku, Syadza Firdausiah dan Aika Hanifa Sandira, yang telah
magister ini. Terkhusus istriku, Syadza, yang telah berbagi pengalaman dan
memberikan begitu banyak saran dan masukan kepada saya hingga saya bisa
9. Terima kasih paling mendalam untuk mama, k Ikbal, k Indah, k Mila, k Aswar, k
Iksan, dan k Raidah serta semua keluarga untuk banyak hal yang telah diberikan
bagi penulis selama ini. Baik doa, dana, semangat, pujian, teguran dan kasih
10. Semua pihak yang tak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, Untuk itu
kritik, saran, dan penelitian selanjutnya sangat penulis harapkan untuk melengkapi
tesis ini. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA .............................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
vii
2.7 Variabel Penelitian ................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.4 Hasil Analisis Deskriptif Data Kadar ET-1 antar Kelompok .................................. 42
4.8 Hasil Analisis Pearson Hubungan Kadar ET-1 dengan Lesi Aterosklerosis ......... 46
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
x
4.3 Histologi Kontrol 2 ............................................................................................... 44
xi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar endotelin-1 serum
dengan lesi aterosklerosis aorta. Subjek penelitian menggunakan Tikus Putih (Ratus
Norvegicus) Wistar jantan yang berusia 30 hari sebanyak 10 ekor yang dibagi ke
dalam dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok
kontrol diberikan pakan standar sedangkan kelompok perlakuan diberikan pakan
tinggi lemak dan tinggi karbohidrat selama 150 hari. Pemeriksaan secara berkala
pada berat badan dan panjang tikus dilakukan untuk menghitung indeks obesitas.
Pemeriksaan ELISA dilakukan untuk menghitung kadar endotelin-1 sedangkan
pemeriksaan hitopatologi dilakukan untuk menghitung jumlah dan diameter sel busa
pada aorta. Data dianalisa dengan uji T Independen, MANOVA, dan Korelasi
Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat jumlah dan diameter sel
busa aorta yang lebih banyak (p>0.05) pada tikus obese, namun tidak terdapat
perbedaan yang bermakna pada kadar endotelin-1 serum pada kedua kelompok
(p>0.05). Lebih lanjut, terdapat hubungan positif yang cukup kuat antara kadar
endotelin-1 serum dengan jumlah (r=0.558) dan diameter (r=0.493) sel busa
walaupun kurang bermakna secara statistic (p>0.05). Penelitian ini memperlihatkan
bahwa obesitas berkaitan erat dengan terjadinya lesi aterosklerosis yang
berhubungan cukup kuat dengan kadar endotelin-1 serum.
xii
ABSTRACT
This study aims to reveal the relation between level of endothelin-1 serum and aorta
atherosclerosis lesion. The subjects of this study were 10 male Wistar White Rats
(Ratus Norvegicus) divided in 2 groups namely control group and treatment group.
The control group was given standard feed while treatment group was given high fat
and carbohydrate feed for 150 days. The measurements of their weight and body
length were done routinely to calculate their obesity index. ELISA examination was
done to measure the endothelin-1 serum levels and histopathology examination was
used to count the quantity and diameter of aorta foam cells. The data was analyzed
by using Independent T, Mannova, and pearson correlation tests. The result shows
that there are more quantity and diameter of foam cells (p<0.05) in obese rats,
however there is no significant difference of endothelin-1 serum level in both of
group (p>0,05). Furthermore, there are enough strong positive correlation between
endothelin-1 serum levels and the foam cells quantity (r=0.558) and diameter
(r=0.493) though statistically it was less meaningful (p>0.05). This research reveals
that obesity is related with the event of atherosclerosis lesions which have enough
strong correlation with the level of endothelin-1 serum.
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Obesitas semakin menjadi persoalan kesehatan yang besar di seluruh dunia. Menurut
data WHO, pada tahun 2014 lebih dari 1.9 miliyar orang dewasa menderita kelebihan berat
badan dan 600 juta diantaranya mengalami obesitas (Who, 2017). Di Indonesia sendiri
terjadi kecenderungan peningkatan jumlah penderita obesitas baik pada laki-laki maupun
perempuan. Pada tahun 2013, terdapat 19.7% laki-laki menderita obesitas, dimana jumlah
ini meningkat dari 2010 yaitu 13.9%. Serupa dengan hal itu, terdapat 32.9% perempuan
menderita obesitas naik dua kali lipat dari tahun 2010 yang hanya 15.5% (Riskesdas,
2013).
karena telah diketahui bahwa obesitas merupakan faktor resiko berbagai kondisi masalah
hipertesi, komplikasi dalam kehamilan, dll (Uzogara 2017; Kadouh & Acosta 2016).
Obesitas juga telah dikaitkan dengan peningkatan resiko mortalitas (Serra-majem et al.
obesitas telah menjadi beban ekonomi yang sangat besar di setiap negara (Kadouh &
Acosta 2016).
Telah diketahui bahwa obesitas merupakan salah satu faktor resiko kuat terjadinya
penyakit jantung koroner dan serebrovaskular pada obesitas (Tabas et al. 2015; Lovren et
al. 2015). Penelitian yang dilakukan pada remaja dan dewasa muda mengungkap bahwa
obesitas mempercepat kejadian aterosklerosis pada arteri koroner (Mcgill et al. 2002). Timo
1
A. Lakka dkk, menemukan bahwa obesitas abdominal terutama ketika dikombinasi dengan
diketahui dengan pasti, tetapi dapat diduga bahwa terdapat keterlibatan Endothelin 1 (ET-
yang sangat kuat yang diproduksi utamanya oleh sel endotel vaskuler dan menstimulasi
kontraksi dari otot polos vaskuler dan otot jantung melalui interkasinya dengan reseptor
endotelin pada permukaan sel otot (Perez et al. 2016). Di berbagai organ tubuh, ET-1
bekerja sebagai parakrin ataupun autokrin terhadap dua buah reseptornya, yaitu Reseptor
Endotelin A (ETa) dan Reseptor Endotelin B (ETb) (Vignon-Zellweger et al. 2012; Shihoya et
al. 2016).
didasarkan pada beberapa penelitian yang melaporkan bahwa terdapat peningkatan kadar
ET-1 pada penderita overwight dan obesitas (Weil et al. 2011; C. Ferri et al. 1995; Cardillo
et al. 2004) dan di lain sisi, telah diketahui bahwa ET-1 terlibat langsung dalam proses
terjadinya aterosklerosis baik pada hewan maupun pada manusia melalui berbagai
mekanisme, seperti inflamasi, stress oksidatif dll (Pernow et al. 2012; Fan et al. 2000).
Walaupun telah diketahui bahwa overweight dan obesitas dapat meniingkatkan kadar
ET-1 dan peran ET-1 dalam menyebabkan terjadinya proses aterosklerosis juga telah
ET-1, dan kejadian aterosklerosis, sehingga hal inilah yang mendasari peneliti untuk
melihat hubungan antara kadar ET-1 dengan kejadian aterosklerosis pada tikus wistar
obesitas.
2
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara kadar ET-1 dengan aterosklerosis pada tikus wistar
obesitas?
Dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar ET-1 dengan
1.3.2.3 Mengetahui hubungan kadar ET-1 dengan kejadian aterosklerosis pada tikus
wistar obesitas.
Jika pada penelitian ini terbukti bahwa peningkatan kadar ET-1 pada obesitas
berkaitan dengan kadar ET-1 sebagai pemicu terjadinya atrerosklerosis pada obesitas.
kadar ET-1.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obesitas
antara asupan dan pengeluaran energi (Uzogara 2017). Obesitas merupakan sebuah
komponen adiposa yang meningkatkan berat badan (Serra-majem et al. 2013). Menurut
WHO, obesitas adalah kondisi medis yang kompleks yang dikarakteristikkan sebagai
kelebihan akumulasi lemak yang abnormal sebagai hasil dari peningkatan energi
Body mass index (BMI) atau Index Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu metode
yang paling popular untuk menilai obesitas. Seseorang dikatan menderita obesitas, jika
memilik IMT lebih dari atau sama dengan 30 kg/m2 (Uzogara 2017). Untuk kriteria Asia
Pasifik, seseorang dikategorikan sebagai overweight jika memiliki IMT 23-24,9 dan
Sedangkan menurut Depkes RI, Seseorang dikategorikan overweight jika BMI > 25
dan obesitas jika BMI > 27 (Kemenkes, 2013). Namun, pengukuran IMT hanya menilai
berat badan bukan komposisi lemak tubuh. Padahal diketahui bahwa komplikasi dari
obestas seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung dll adalah disebabkan oleh
Sehingga menjadikan BMI sebagai faktor utama dari munculnya komplikasi masih
menjadi perdebatan. Distribusi lemak dan fungsi jaringan adiposa pada setiap individu
memiliki berat badan normal dengan massa lemak di daerah subkutan yang rendah
4
tetapi memilik massa lemak viseral yang tinggi memiliki peningkatan resiko terjadinya
masih terlindungi terhadap penyakit metabolik terkait obesitas (Marinou et al. 2010).
Pada penelitian lain juga menunjukkan bahwa pengurangan secara signifikan massa
lemak pada subkutan melalui liposuction tidak memperbaiki sirkulasi metabolik dan
omentotectomy memiliki keuntungan signifikan dan efek jangka panjang pada sensitfitas
Keseimbangan energi ditentukan oleh energi yang masuk, energi yang keluar, dan
lemak) yang terdapat dalam makanan. Energi dikeluarkan melalui tiga proses metabolik
yaitu basal metabolic rate (BMR) atau laju metabolik basal, metabolismee yang terjadi
untuk mencerna makanan, dan metabolismee untuk aktifitas fisik yang merupakan faktor
terpenting dalam pengeluaran energi (Kayser & Verges 2013; Kadouh & Acosta 2016).
Homeostasis energi tercapai ketika energi yang masuk seimbang dengan energi
yang dikeluarkan yang dapat terlihat dari berat badan yang stabil. Apabila energi yang
masuk lebih besar dari pada energi yang keluar, maka akan menyebabkan
keseimbangan energi positif dan berdampak pada peningkatan berat badan, khususnya
Obesitas merupaka penyakit kronik yang sangat kompleks dimana peran gen,
kesimbangan energi positif (Comuzzie et al. 2012). Semakin dipahami dengan baik
bahwa terdapat peran genetik terhadap obesitas. Namun, peningkatan angka kejadian
obesitas yang begitu signifikan dalam dua dekade terakhir tampaknya tidak dapat
dijelaskan oleh perubahan genetik karena tejadi dalam waktu singkat. Oleh karena itu,
5
selain faktor genetik, kejadian obesitas sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
2.1.2.1 Genetik
Terdapat bukti yang kuat bahwa BMI salah satunya sangat ditentukan oleh
gen dengan estimasi kira-kira antara 40%-70%. Heritabilitas (daya waris) obesitas
metabolismee dalam pencernaan makanan, dan laju metabolik dasar. Selain itu,
terdapat bukti bahwa genebehavior memiliki peran dalam obesitas. Hal tersebut
Mutasi dari gen ob (leptin) yang mengkode peptida leptin diketahui dapat
menyebabkan obesitas yang berat pada tikus. Selain itu, para peneliti telah
menemukan lebih dari 300 jenis gen dan penanda gen yang terkait dengan
6
obesitas dan tampaknya berinteraksi dengan lingkungan untuk dieskpresikan dan
meregulasi rasa lapar dan kenyang melalui pusat yang lebih tinggi di daerah
simpatis dan parasimpatis, fungsi lambung, dan sekresi hormone (Hussain &
kadar hormon yang terkait rasa lapar, menurunnya kadar glucagon-like peptide-1
(downregulasi reseptor). Namun, masih belum jelas apakah perubahan aksis otak-
atau efek dari obesitas. Masih dibutuhkan banyak penelitian untuk mengungkap
hal tersebut (Hussain & Bloom 2012; Kadouh & Acosta 2017).
hewan. Mikrobiota ini mampu untuk mensekresi atau merubah produksi dari
7
penurunan berat badan) dan penyimpanan energi (massa lemak). Dalam konteks
banyak dalam usus manusia, dimana proprosi jumlah dari keduanya diketahui
dapat menurunkan berat badan dan lemak tubuh tanpa mempengaruhi masukan
et al. 2015).
beberapa obat tertentu, virus, kondisi neuronedokrin tertentu, dan disabilitas juga
dan aktivitas fisik. Salah satu contoh yang menunjukkan bagaiaman built
8
otomatisasi yang sangat mengurangi jumlah energi yang kita keluarkan untuk
obesitas di Amerika atau ditempat lainnya. Hubungan ini dilihat dari dampak
pendidikan gizi. Tingkat obesitas juga dipengaruhi oleh etnis dan jenis kelamin.
Misalnya, morbiditas pada obesitas lebih banyak terjadi pada wanita daripada
pria, dan umunya terjadi orang dewasa kulit hitam, diikuti oleh orang dewasa kulit
Factor budaya juga terlihat berperan dalam kejadian obesitas. Budaya yang
atau usia yang berbeda. Oleh karena itu, budaya dapat membentuk nilai dan
dibanding wanita kulit hitam dan Hispanik (Kadouh & Acosta 2016).
yang mulai terekspos pada masa kehamilan atau awal kehidupan terhadap
predisposisi meningkatnya massa lemak dan berat badan berlebih. Beberapa zat
9
dietylsilbestrol, bisphenol A, phthalates, organotins, polybrominated diphenyl
banyak lagi yang masih dalam tahap penelitian (Desvergne et al. 2009; Kelishadi
et al. 2013).
dari perubahan sikap dan gaya hidup di berbagai sektor kehidupan pada populasi
banyak faktor dari gaya hidup yang diasosiasikan dengan pertumbuhan obesitas
pada remaja, sepert aktivitas fisik, pola makan, merokok, minuman, dan kejadian
awal pada masa janin dan pertumbuhan pada masa kanak-kanak (Kemper et al.
1999).
10
Gambar 2.2 : Etiologi Obesitas (Kadouh & Acosta 2016)
2.2 Aterosklerosis
2.2.1 Defenisi
dan gaya hidup (Zaina et al. 2014). Walaupun penyebab pasti terjadinya aterosklerosis
masih belum diketahui, tetapi beberapa keadaan ataupun perilaku tertentu dikaitkan
dengan peningkatan kejadian aterosklerosis, seperti faktor genetik (Gisterå & Hansson
2017), peningkatan kadar LDL, penurunan kadar HDL darah, hipertensi, obesitas,
merokok, diabetes militus, gaya hidup yang tidak aktif secara fisik (Aziz 2016; Kopaei et
al. 2014; Rocha & Libby 2009), apolipoprotein b dan penuaan (Wang & Bennett 2012).
disfungsi endotel (Mudau et al. 2012; Jr & García-cardeña 2016), stress oksidatif (Idris-
Khodja et al. 2016), infeksi virus atau bakteri, faktor pembekuan darah, dll (Aziz 2016).
2.2.2.1 Genetik
arteri koroner. Telah diidentifikasi bahwa gen lokus 9p21 sangat erat berkaitan
masih belum diketahui, walaupun beberapa gen diduga memainkan peran pada
11
Beberapa dari gen yang telah diidentifikasi oleh GWAS dapat diakaitkan
Regulasi dari ekspesi MHC juga dihubungkan dengan infark miokard dan human
miokard. Semua temuan ini menunjukkan bahwa, terdapat peran yang sangat
kompleks dari berbagai gen terhadap kejadian aterosklerosis (Gisterå & Hansson
2017).
Kolesterol merupakan zat larut lemak dan bahan dasar dari hormone-
hormon steroid. Kolesterol juga merupakan komponen utama dari membrane sel.
Terdapat dua sumber kolesterol, sintetik dan yang diperoleh dari makanan.
Setengah dari kolesterol tubuh diperoleh dari proses sintesis utamanya oleh hati.
Kolesterol diserap melalui saluran limfa usus halus dalam bentuk kilomikron
kemudian dirubah menjadi asam lemak dan gliserol di dalam kapiler oleh enzim
protein lipase dan ketika masuk ke dalam sel akan diesterifikasi. Esterifikasi
(ADMA) dimana merupakan inhibitor endogen dari eNOS yang pada akhirnya
akan menurunkan sintesis dan pelepasan zat-zat vasodilator dari sel endotel.
12
Selain itu, kolesterol juga akan meningkatkan deaktifasi nitric oxide (NO) setelah
dilepaskan dari sel endotel (Mudau et al. 2012; Kopaei et al. 2014).
2001; Kopaei et al. 2014). Lipoprotein ateromagen termasuk very low density
sedang. Kolesterol ester ditemukan pada sel atheroma dan matiks ekstraseluler.
pembentukan LDL yang dikenal sebagai kolesterol jahat yang secara ireversibel
berikatan dengan reseptor LDL. Peningkatan kadar ApoB dapat membentuk plak
mengindikasikan resiko penyakit jantung lebih akurat dari pada kadar LDL serum
atau kolesterol total (Williams & Bore 2016; Kopaei et al. 2014).
melalui mekanisme yang kompleks. Efek utama dari HDL adalah sebagai
dimana akan di eksresikan melalui sistem biliaris. Selain itu, HDL memiliki
13
trombosit, fungsi sel endotel, parameter koagulan, inflamasi dan berinteraksi
bahwa kolesterol HDL memiliki efek antioksidan yang signifkan yang dapat
sarkoplasma dan memproduksi sel foam (Gómez et al. 2014; Wang & Bennett
tonus vaskuler, pertumbuhan sel, inflamasi, dan homeostasis. Disfungsi pada sel
menyebabkan kerusakan efek vasodilator dari faktor relaksasi yang berasal dari
sel endotel seperti nitric oxide, prostasiklin, atau faktor hiperpolariasasi yang
berasal dari sel endotel. Perubahan penting lainnya dari disfungsi endotel adalah
peningkatan produksi dan aktivitas biologi dari vasokonstriksi kuat dan peptida
2.2.2.5 Inflamasi
dengan penyakit arteri koroner. Sebagai contoh salah satu protein pentraxin,
14
CRP, dapat menunjukkan informasi yang lebih akurat daripada faktor resiko lain.
reaktan fase akut seperti fibrinogen dan CRP dapat menggambarkan inflmasi
Kadar CRP meningkat selama inflamasi karena pengaruh dari IL-6 yang
bahwa pasien dengan kadar CRP yang tinggi memeiliki kecenderungan untuk
berperan dalam pembentukan plak aterosklerosis (monosit, sel otot polos, dan
CRP terutama diproduksi di hati dan produksinya diatur oleh IL-6. Sejumlah
kecil CRP juga diproduksi secara lokal pada sel limfosit. Makanisme inflamasi
memiliki peran yang penting pada setiap proses aterosklerosis. CRP memiliki
peran pada setiap tahap melalui proses langsung yang efektif seperti aktivasi
inaktivasi dari reactive oxygen species (ROS) atau antara produksi ROS dan
15
2016).. Produksi ROS berlebih akan merusak fungsi sel endotel dengan
kepada radikal oksigen, seperti superoxide, hydroxyl radical, dan peroxyl, tetapi
juga untuk beberapa turunan oksigen yang tidak mengandung elektron tidak
oleh sel inflamasi. Meningkatnya produksi ROS dapat berasal dari proses
eksogen seperti polusi dan rokok atau dapat bersumber dari sumber endogen
2.2.3 Patomekanisme
tahapan, yaitu pembentukan Fatty Streak, pembentukan Ateroma, dan yang terakhir
lipoprotein tersusun atas protein, fosfolipid, dan beberapa jenis lemak seperti
adalah low density lipoprotein (LDL). Lipoprotein ini dapat terakumulasi di lapisan
16
endotel dan melekat pada komponen matriks ekstra selular seperti proteoglikan
Lesi awal dari ateroskelrosis pada arteri karotis berkembang pada area
darah. Sel endotel pada daerah ini menunjukkan sebuah fenotip ateroprone,
dimana akan mendorong lingkungan yang proinflamasi melalui jalur NF-ĸB yang
Aktivasi NF-ĸB akan menyebabkan sel monosit dapat melewati celah di antara
sel endotel dan masuk ke dalam sel intima vaskuler (Tabas et al. 2015; Aziz
2016).
keratin sulfat dan kondroitin sulfat yang menyebabkan perlekatan lipoprotein dan
Walaupun telah dikatakan bahwa sel foam merupakan tanda awal dari
bahwa sifat dari sel foam adalah sebuah proses yang reversible. Penilaian
bahwa lesi pada aorta throcic, aorta abdominal ventral, dan lesi pada arteri
17
makrofag foam dapat meninggalkan dinding arteri dari daerah antara sel endotel
dalam lesi. Waluapun LDL tidak dapat melewati sel endotel, LDL dapat
protease dan lipase, sehingga banyak dari partikel ini yang terjebak ke
memiliki afinitas yang tinggi dengan LDL). (Gisterå & Hansson 2017;
cedera pada sel endotel yang akan menghasilkan respon inflamasi. Hal
monosit melalui celah sel endotel menuju daerah subendotel. Selain itu
18
Gambar 2.3: Peran ox-LDL dalam pembentukan ateroskerosis (Mitra et al. 2011)
dan IL-6, ox-LDL, dan ET-1 yang menyebabkan leukosit pada sirkulasi
akan diarahkan dan melekat pada dinding vaskuler (Liao 2013; Gisterå &
Hansson 2017).
19
tersebut menunjukkan peran MCP-1 pada tahap awal pertumbuhan
oleh sel endotel dan beberapa sel lainnya (Gisterå & Hansson 2017).
LDL yang teroksidasi (Ox-LDL) menjadi bentuk sel foam. Proses ini
disekresi dan berbagai sitokin (Swirski & Nahrendorf 2013; Kopaei et al.
2014).
berlebih dapat memberikan efek buruk bagi tubuh. Beberapa lemak yang
lemak keluar dari arteri. Namun, ketika kadar lemak yang masuk lebih
banyak dari pada sel fagosit akan menyebabkan akumulasi lemak dan
Beberapa sel foam saat pertumbuh lesi di lapisan intima akan mati
kaya akan lemak pada inti dari plak aterosklerosis. Selain memproduksi
20
dan radikal bebas. Substan-substan tersebut dapat menyebabkan
kerusakan yang lebih banyak pada sel endotel dan juga Ox-LDL yang
Pada tahap selanjutnya adalah migrasi dari sel otot polos vaskuler dari
lapisan media menuju intima, proliferasi, dan pembentukan plak. Migrasi sel otot
MMP-9 (Johnson 2017). Selain itu, beberapa sitokin dan faktor pertumbuhan
seperti interleukin 1 (IL-1) dan TNF yag disekresi oleh perbatasan antara sel otot
polos dan endotel juga diduga berperan dalam memfasilitasi migrasi sel otot
Sel otot polos yng bermigrasi ini akan memproduksi matriks ekstraseluler
ekstraseluler (Gisterå & Hansson 2017). Hal ini bertujuan untuk mempertahankan
stabilitas plak melalui pembentukan kepala fibrosus yang akan melapisi inti
lemak (Johnson 2017). Kepala fibrosus terdiri dari jaringan serat kaya kolagn, sel
yang matang dan menonjol ke dalam lumen vaskuler (Johnson 2017; Lim & Park
memproduksi TNF-α yang mencegah sintesis kolagen di sel otot polos vaskuler.
dengan aliran darah yang akan berkontribusi terhadap akumulasi dan perlekatan
21
trombosit dan pembentukan gumpalan darah yang dapat secara tiba-tiba
Tabel 2.1
striksi
kuat dan lama yang disekresikan oleh sel endotel. Pertama kali diidentifikasi oleh
Yanasigawa dkk pada tahun 1988 (Unic et al. 2011; Yanagisawa et al. 1988). Terdiri dari
tiga kelompok isopeptida yaitu Endothelin-1, Endothelin-2, dan Endothelin-3 yang memiliki
22
rantai peptida 21 asam amino homolog dan mirip secara structural (Chester & Yacoub
2014). Gen-gen dari ET-1, ET-2, dan ET-3 berlokasi pada kromosan yang berbeda, dimana
gen ET-1 berada pada kromosom 6, gen ET-2 pada kromosom 1, dan gen ET-3 pada gen
Gambar 2.4: Struktur susunan asam amino masing-masing endothelin (Chester & Yacoub
2014)
Endothelin 1 adalah hormon peptida dengan berbagai peran biologi. Pada awal
ditumukannya, ET-1 dikenal sebagai faktor vasokonstriktor yang kuat dan dapat
meningkatkan tekanan darah. Sifat vasoaktif dari ET-1 ini telah diketahui perannya dalam
hipertensi. Namun, penelitian selanjutnya telah menjelaskan berbagai peran fisiologis yang
23
penting lainnya dari ET-1, seperti pada fungsi neurologis, fisiologi paru, transport electron
dan cairan, penyakit autoimun dan bilogi kanker (Kawanabe & Nauli 2011).
Gambar 2.5: Peran Fisiologis ET-1 di masing-masing organ (Kawanabe & Nauli 2011)
Pada awalnya, ET-1 diketahui diproduksi pada sel endotel, lapisan dalam dinding
vaskuler. Namun, beberapa tipe sel lain ternyata dapat juga memproduksi ET-1, seperti
sel otot polos vaskuler, sel epitel ginjal dan neuron. Gen ET-1 berasal dari kromosom 6
24
yang mengandung 5 exon yang mengkode 2026 nuklotida mRNA (Houde et al. 2016;
Yanagisawa et al. 1988). ET-1 tidak tersimpan di dalam sel endotel, dimana produksinya
tergantung pada kecepatan transkripsi gen yang dipengaruhi oleh faktor perangsang
kekuatan mekanik (shear stress), angiotensin II, transforming growth faktor-β, thrombin,
bradikinin, hipoksia, LDL (baik yang teroksidasi maupun yang tidak), sislosporin, insulin,
kortisol, dan epinefrin. Di lain pihak, NO, prostanoid dilator, estrogen dan peptida
natriuretik adalah penghambat dari ekspresi gen ET-1 (Houde et al. 2016; Kawanabe &
Gen endotelin mengkode sejumlah 203 asam amino yang dikenal sebagai
asam amino oleh furin-like endopeptidase (furin convertase). Big ET-1 belum aktif
secara biologi. Mereka selanjutnya akan dimodifikasi oleh salah satu dari ET converting
enzyme (ECE) menjadi bentuk ET-1 yang hanya memiliki 21 peptida asam amino
25
Gambar 6: Proses biosintesis ET-1 (Kohan et al. 2011; Chester & Yacoub 2014)
ET-1 bekerja pada dua jenis reseptor untuk menjalankan fungsi fisiologisnya, yaitu
endotelin reseptor a (ETa) dan endotelin reseptor b (ETb). Reseptor ETa berlokasi
terutama di sel otot polos pada pembuluh darah, dan bertanggungjawab untuk respon
kontraktil dan proliferasi. Peran dari reseptor ETb pada regulasi vaskuler lebih kompleks.
Sebagai contoh, reseptor ETb yang berlokasi di sel endotel memediasi vasodilatasi
dengan melepaskan faktor ralaksasi seperti Nitric Oxide (NO) dan Prostacyclin (PG12)
(Ergul 2011).
pada sel otot polos pembuluh darah tertentu, seperti aorta, arteri koroner, arteri dan
vena mesenterika. (Chalovich & Eisenberg 2005). Lebih lanjut, reseptor ETb juga
menghambat pertumbuhan sel dan vasokonstriksi pada sistem vaskuler dan berfungsi
26
sebagai reseptor pembersih dari ET-1. Peran reseptor ETb untuk membersihkan ET-1
dari tubuh khususnya pada paru yang akan mengeluarkan sekitar 80% dari sirkulasi ET-
dengan pelepasan kalsium yang berasal dari simpanan intraseluler dan diikuti oleh
masuknya kalsium dari cairan ekstraseluler. Setelah ET-1 beriktan dengan reseptornya,
mengaktivasi protein kinase C (PKC), yang akan memfosforilasi berbagai protein yang
ditargetkan termasuk myosin light-chain kinase (MLCK). MLCK di sel otot polos vaskuler
kemudian akan memfosforilasi rantai berat myosin dan akan berinteraksi dengan aktin
dan myosin untuk memulai kontraksi (Unic et al. 2011; Houde et al. 2016).
dan akan memfosforilasi PKC. PKC kemudian akan merangsang kerja eNOS,
dan prostasiklin. Selain itu, PKC yang berpindah lokasi menuju ke membran plasma
akibat dari stimulasi ET-1, dapat memfosforilasi protein spesifik yang lain dan
menghasilkan berbagai efek bologi lainnya (Unic et al. 2011; Houde et al. 2016).
27
Gambar 2.7: Efek ET-1 terhadap reseptornya (Houde et al. 2016)
berat badan dan obesitas. Weil dkk (2011) melaporkan bahwa pada kondisi obesitas,
terjadi peningkatan kadar ET-1. Lebih lanjut mereka menemukan bahwa ET-1 juga
menurunkan kerja vasodilatasi yang bergantung pada sel endotel. Selain itu, Catar dkk
(2015) melaporkan bahwa terjadi peningkatan ekspresi gen sistem endotelin yang pada
28
akhirnya akan meningkatkan kadar ET-1 plasma dimana peningkatannya diduga berperan
Penyebab peningkatan kadar ET-1 pada obesitas masih belum sepenuhnya difahami,
namun diduga beberapa kondisi pada obesitas berkaitan erat dengan peningkatan ET-1
(Campia et al. 2014; Weil et al. 2011). Pada beberapa dekade terakhir telah diketahui
bahwa jaringan adiposa bukan hanya bekerja sebagai tempat penyimpanan sel lemak
tetapi juga berfungsi sebagai organ endokrin yang mensekresi beberapa molekoul bioaktif
yang dikenal sebagai adipokin (Blüher 2013). Perbuahan yang terjadi pada sel adiposa ini
diduga kuat berkaitan dengan perubahan metabolik pada obesitas termasuk pada
29
Pada obesitas, terdapat peningkatan aktivitas dari sel adiposa untuk mensekresi
mediator-mediator inflamasi yang dapat meningkatkan produksi ET-1 seperti TNF-α, IL-1,
dan IL-6 (Blüher 2013). Perivascular adiposa tissue (PVAT) telah diketahui memiliki peran
yang penting terhadap peningkatan kadar ET-1. Pada kondisi sehat, PVAT mensekresi
adiponektin yang akan merangsang pembentukan NO pada sel endotel. Namun sebaliknya
pada obesitas, PVAT justru melepaskan mediator-mediator inflamasi seperti TNF-α dan IL-
6 yang akan mengaktivasi sistem ET-1 sehingga akan menyebabkan vasokonstriksi dan
Selain itu, TNF-α bersama dengan non-esterefied fatty acid (NEFA) yang juga
merupakan molekul adipokin berperan penting terhadap terjadinya resistensi insulin pada
obesitas, dimana NEFA melemahkan PI3-kinase dan TNF-α menghambat fosforilasi IRS-1,
yang pada gilirannya ikut berpartisipasi dalam meningkatkan kadar insulin plasma (Tesauro
& Cardillo 2011). Ferri C. dkk (1995) menemukan bahwa insulin merangsang sel endotel
untuk mensekresi ET-1 pada percobaan in vitro dan in vivo. Serupa dengan itu, peneltian
yang dilakukan Oliver, J.F.dkk, transkripsinya (1991) menunjukkan bahwa insulin dapat
Sebenarnya pada kondisi fisiologis, insulin tetap dapat meningkatkan kadar ET-1
plasma seperti yang dilaporkan oleh cardillo dkk, dimana penginfusan insulin pada subjek
sehat diikuti oleh peningkatan kadar ET-1. Tetapi, selain ET-1, bioavaibilitas NO juga
terganggu dan menyebabkan peningkatan ET-1 tetapi dengan penurunan NO (Tesauro &
Cardillo 2011).
30
Telah banyak penelitian menyatakan bahwa terjadi peningkatan aktivitias renin-
angiotensin-aldosteron pada obesitas (Rahmouni et al. 2005), dimana sel-sel adiposa telah
Cassis, L.A dkk (1988) berhasil menginvestigasi keberadaan mRNA angiotensinogen pada
pembuluh darah aorta tikus dan terutama berada pada jaringan adiposa periaorta.
meningkatkan afinitas antara ET-1 dan ETaR pada sel otot polos vascular (Lin et al. 2014).
Peningkatan kada LDL dan oxLDL pada obesitas juga memiliki peran dalam
meningkatkan produksi ET-1. Boulanger dkk menemukan bahwa oxLDL dapat merangsang
produksi ET-1 yang diobservasi pada hyperlipidemia dan aterosklerosis. Hal tersebut
diperkuat dalam penilitian lain yang menyatakan bahwa pemberian statin, berdasarkan
durasi dan dosisnya, dapat menurunkan secara signifikan kadar ET-1 plasma (Boulanger et
species (ROS) dan antioksidan tubuh (Husain 2015). ROS merupakan molekul yang tidak
stabil dan memiliki efek oksidatif yang sangat kuat terhadap zat-zat penyusun sel seperti
protein, lemak, dan DNA sehingga dapat merusak berbagai fungsi sel. Pada beberapa
penelitian, baik pada manusia maupun tikus, menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif
antara berbagai marker oksidatif stres dengan peningkatan akumulasi massa lemak
Peningkatan produksi ROS telah dikatikan dengan produksi ET-1. Cheng dkk
melaporkan bahwa ROS dapat menstimulasi ekspresi gen ET-1 di sel endotel (Cheng et al.
2001). Sejalan dengan itu, penelitian yang dilakukan oleh Kahler dkk (2002) menunjukkan
31
bahwa ROS dapat meningkatkan sintesis dari ET-1 baik pada sel otot polos vaskuler
maupun di sel endotel melalui aktivasi dari promotor preproET-1 dan peningkatan
konsentrasi mRNA. Selain pada sel endotel, ROS juga dapat menstimulasi produksi ET-1
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar ET-1 pada lesi
aterosklerosis. Borton dkk (1998) melaporkan bahwa terdapat peningkatan ekspresi ET-1
pada aterosklerosis yang selanjutnya menurunakan kerja NO. Hal tersebut dapat
menyatakan bahwa ET-1 disintesis di sel otot polos vaskuler pada pasien aterosklerosis.
Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan dashwood dan Tsui (2011) pada pasien critical lamb
ischemia (CLI) memperlihatkan bahwa ET-1 disekresikan pada daerah aterosklerosis oleh
sel-sel infamasi.
Perubahan ekspresi ET-1 pada aterosklerosis ini terjadi pada sel endotel, sel otot
polos vaskuler, dan sel inflamasi. Peningkatan kadar ET-1 akan menyebabkan aktivasi sel
endotel untuk menghasilkan molekul adhesi, merangsang aktivasi dan migrasi monosit
yang diregulasi oleh MCP-1. Selain itu, ET-1 juga menstimulasi proliferase sel otot polos
vaskuler, sitokin, dan produksi superoksida di makrofag. Setelah pembentukan foam sel,
terjadi peningkatan inflamasi lokal dan ROS yang kemudian akan memperarah
perkembangan lesi. Foam sel juga dapat memproduksi ET-1 yang melalui ikatannya
dengan ETb akan bekerja pada sel makrofag (Wu et al. 2017).
Pada proses aterogenesis, terdapat interaksi yang penting antara LDL dan oxLDL
dengan ET-1. oxLDL dan LDL, sebagaimana dibahas diatas, dapat menstimulasi produksi
dari ET-1 dan begitu juga sebaliknya (Wu et al. 2017). Morawietz dkk (2001) pertama kali
melaporkan bahwa ET-1, tergantung pada dosis dan durasi, dapat menstimulasi mRNA
32
lectin-like oxLDL receptor-1 (LOX-1) yang dimediasi oleh resptor ETb. Aktivasi LOX-1
kemudian akan memfasilitasi ambilan oxLDL di sel endotel. Selain itu, melalui reseptor ET a,
ET-1 juga memediasi peningkatan ikatan antara proteoglikan dengan LDL dengan
ET-1 juga telah diketahui sebagai salah satu zat yang menstimulasi aktivasi sel
endotel yang akan mensekresi molekul adhesi seperti ICAM-1 dan VCAM-1. Studi yang
dilakukan oleh McCarron dkk (1993) pada isolasi sel endotel mikrovaskuler otak manusia
menumukan bahwa ET-1 dapat menstimulasi produksi molekul adhesi pada sel tersebut.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Li L.dkk (2003) yang lebih jauh
melaporkan bahwa mekanisme stimulasi dari VCAM-1 oleh ET-1 adalah melalui produksi
Peningkatan kadar ET-1 akan berefek pada peningkatan produksi ROS. Penelitian
yang dilakukan pada tikus knockout apolipoprotein E oleh Melissa dkk (2013) menunjukkan
bahwa ekspresi yang berlebihan dari ET-1 akan meningkatkan produksi ROS bukan hanya
pada dinding vascular tetapi juga pada plak aterosklerosis dan PVAT aorta. Pada penelitian
lain disebutkan bahwa pemberian ETa reseptor antagonis pada tikus dapat menurunkan
produksi oksidatif stress (Pu et al. 2003). Beberapa penelitian menujukkan bahwa
peningktan produksi ROS di sel endotel disebabkan oleh aktivasi NADPH oksidase oleh
Interaksi antara ET-1 dan NO memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya
aterosklerosis. Peningkatan kadar ET-1 dapat menekan sintesis dan kerja dari NO, hal
tersebut dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barton M dkk (1998) yang
menemukan bahwa pemberian secara kronik antagonis reseptor ETa dapat memperbaiki
disfungsi endotel yang dimediasi oleh NO dan menurunkan pembentukan atheroma yang
33
independen terhadap kolesterol plasma atau tekanan darah. ET-1 juga berperan dalam
oleh ET-1 (Zheng et al. 2003; Duerrschmidt et al. 2000; Wu et al. 2017).
ET-1 juga terlibat dalam proses inflamasi di dalam dinding vaskuler. Wilson dkk,
faktor transkripsi proinflmasi NF-kB pada manusia melalui reseptor ETb. hal tersebut
TNF-α, IL-1, IL-6,IL-8, dan Metalloproteinase (MMP), yang berperan dalam pertumbuhan
aterosklerosis dan tidak stabilnya plak aterosklerosis (Wilson et al. 2001; Böhm & Pernow
2007). Selain itu, sebuah studi yang dilakukan pada sel endotel otak menunjukkan bahwa
ET-1 bersama dengan TNF-α dan IL-1b meningkatkan produksi IL-8 yang berperan dalam
migrasi PMN ke dalam sel endotel (F.M. Hofman, P. Chen, R. Jeyaseelan, F. Incardona, M.
Fisher 1998).
ET-1 juga diduga kuat terlibat dalam proliferasi dan migrasi sel otot polos vaskuler.
Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Yoshizumi dkk (1998).
Mereka menemukan bahwa ET-1 menstimulasi proliferasi sel otot polos vaskuler manusia
melalui aktivasi ERK ½ tergantung PKC. Selain itu, ET-1 juga terlibat dalam menyebabkan
migrasi sel otot polos vaskuler melalui reseptor ETa (Kyotani et al. 2016).
34
2.5 Kerangka Teori
35
Keterangan:
: Aktivasi/Menstimulasi
: Menghambat
2.8.1 Obesitas
Kadar ET-1 yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Konsentrasi ET-1
36
ELISA.
aterosklerosis yang ditandai dengan jumlah dan jumlah diameter sel busa
(HE).
2.8.4 Usia
Usia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah umur tikus wistar pada saat
dilakukan pengamatan.
2.9 Hipotesis
4.1 Terdapat peningkatan kadar ET-1 plasma pada tikus wistar obesitas
4.2 Terdapat lebih banyak sel busa pada aorta tikus wistar obesitas
dibandingkan nonobesitas.
4.3 Terdapat hubungan yang signifikan antara kadar ET-1 dengan lesi
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Kontrol Design, dengan mengamati tikus yang diberi makan pakan biasa dan
pakan tinggi lemak hingga usia 120-150 hari kemudian diterminasi dan diukur
3.3 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua tikus wistar obesitas dan non
3.4.1 Sampel
a. Tikus wistar dengan nilai indeks rohrer < 30 untuk kelompok non
obesitas.
obesitas.
38
d. Jenis kelamin jantan
e. Usia tikus wistar saat dipisahkan dari induk adalah 3 minggu lalu
f. Bergerak aktif
setiap kelompok.
1. Kandang Tikus
2. Reader ELISA
5. Tabung EDTA
6. Spoit 1 dan 3 cc
7. Ependorf Tube
8. Alat Centrifuge
39
1. Tikus Wistar (Rattus Norvegicus) jantan
1. Tikus wistar yang telah berusia 21 hari akan dipisah dari induknya
adaptasi.
3. Tikus kelompok obesitas diberi diet tinggi karbohidrat dan lemak pada usia
4. Setelah berusia 90 hari, dikur nilai indeks obesitas Lee pada kelompok yang
diberi diet tinggi karbohidrat dan lemak. Jika nilai Indeks rohrer ≥ 30, maka
tikus kelompok non obesitas tetap diberikan diet standar hingga usia 180
hari.
5. Pada usia 180 hari kedua kelompok tikus kemudian diterminasi. Untuk
Universitas Hasanuddin.
40
Universitas Hasanuddin.
menghangatkan sampel.
kosong/kontrol.
dengan closure plate membrane dan inkubasi selama 60 menit pada suhu
37oC.
41
9. Baca hasil Optical density (DO) pada 450 nm dengan menggunakan ELISA
10. Gunakan software untuk membuat kurva standar (biasanya dalam bentuk
kurva linear dan beberapa berbentuk kurva quadratic atau cubic) dan hitung
6. Masukkan ke dalam larutan Eosin selama 1-2 menit, lalu cuci dengan air
42
3.8 Alur Penelitian
data numerik dan kategori lalu dilakukan uji statistik yang sesuai dengan
menilai perbedaan kadar ET-1, dan lesi aterosklerisis pada kelompok obesitas
dan kelompok non obesitas. Uji hubungan (Uji Pearson/Spearmann) juga akan
43
dilakukan untuk mengamati hubungan ET-1, lesi aterosklerosis pada tikus
BAB IV
putih (Rattus Norvegicus) galur wistar, jantan, sehat, dengan usia 150-180 hari
Pemeriksaan kadar ET-1 serum dilakukan dengan metode ELISA melalui darah
Hematoxelyn Eosin.
44
Tabel 4.1
Hasil Pemeriksaan Indeks Obesitas Kontrol
Indeks Obesitas
Kontrol (K)
No Subjek Panjang Badan
Berat Badan (gr) Indeks Rohrer Interpretasi
(cm)
Hari- Hari-
Hari-45 Hari-45 Hari-45 Hari-150 Hari-45 Hari-150
150 150
1 Tikus 1 Non-
157 190 18 20 26.92 23.75 Non-obese
obese
2 Tikus 2 Non-
167 236 18 20.5 28.64 27.40 Non-obese
obese
3 Tikus 3 Non-
170 264 18.5 21 26.85 28.51 Non-obese
obese
4 Tikus 4 Non-
151 186 17.5 19 28.17 27.18 Non-obese
obese
5 Tikus 5 Non-
154 219 18 20 26.41 27.38 Non-obese
obese
Tabel 4.2
Hasil Pemeriksaan Indeks Obesitas Perlakuan
Indeks Obesitas
Perlakuan (K)
No Subjek Panjang Badan
Berat Badan (gr) Indeks Rohrer Interpretasi
(cm)
Hari- Hari-
Hari-45 Hari-45 Hari-45 Hari-150 Hari-45 Hari-150
150 150
1 Tikus 1 315 413 20.5 22 36.56 38.79 Obesitas Obesitas
2 Tikus 2 335 460 21 23 36.17 37.82 Obesitas Obesitas
3 Tikus 3 342 460 21 23 36.93 37.81 Obesitas Obesitas
4 Tikus 4 298 413 20 22 37.25 38.79 Obesitas Obesitas
5 Tikus 5 367 459 21.5 23 36.93 37.72 Obesitas Obesitas
45
Berdasarkan pada tabel 4.1, setelah pemberian pakan biasa (AD-2)
kurang dari 30. Hal tersebut bermakna bahwa keseluruhan tikus wistar yang
Sedangkan pada tabel 4.2, keseluruhan tikus wistar yang diberikan pakan tinggi
lemak dan tinggi karbohidrat (CP-551 dan susu Dancow Fortigro Instant)
menunjukkan indeks rohrer yang lebih dari 30. Hal tersebut bermakna bahwa
keseluruhan tikus wistar yang digunakan sebagai perlakuan dalam penelitian ini
Tabel 4.3
Hasil Pemeriksaan Kadar ET-1 Serum
Subjek Kadar ET-1 Subjek Kadar ET-1
Kontrol (pg/ml) Obesitas (pg/ml)
1 14.71 1 17.89
2 12.58 2 12.06
3 22.77 3 12.40
4 19.97 4 35.54
5 10.21 5 19.61
Mean 16.05 Mean 19.50
Sumber: Data Primer 2018
Tabel 4.4
Hasil Analisis Deskriptif Data Kadar ET-1 antar Kelompok
Rerata
Kelompok Uji n ET-1 SD Maks Min
(pg)
Kontrol 5 16.05 5.21 22.77 10.21
Perlakuan 5 19.5 9.56 35.54 12.06
Sumber: Data Primer 2018
46
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa rerata kadar ET-1 serum pada tikus non
obese adalah 16.05 ± 5.21 pg/ml dengan nilai maksimal 22.77 pg/ml dan nilai
minimal 10.21 pg/ml, sedangkan pada tikus obesitas adalah 19.5 ± 9.56 pg/ml
dengan nilai maksimum 35.54 pg/ml dan nilai minimum 12.06 pg/ml.
Tabel 4.5
Hasil Analisis Pengaruh Obesitas Terhadap Kadar ET-1
Kelompok n Kadar ET-1 (pg/ml)
Kontrol
5 16.05 (5.21)
(SD)
Obesitas
5 19.5 (9.56)
(SD)
Nilai p = 0.498
Uji Unpaired T-Test
serum. Kadar ET-1 serum pada tikus kontrol adalah 16.05 ± 5.21, sedangkan
47
Gambar 4.1 Histologi Kontrol 1 Gambar 4.2 Histologi Obesitas 1
48
Gambar 4.7 Histologi Kontrol 4 Gambar 4.8 Histologi Obesitas 4
Tabel 4.6
Hasil Penilaian Aterosklerosis
Variabel Aterosklerosis Variabel Aterosklerosis
Subjek Subjek
Kontrol Jumlah Diameter Obesitas Jumlah Sel Diameter Sel
Sel Busa Sel Busa Busa Busa (cm)
1 0 1 10
0 2.6
2 0 2 15
0 4.9
3 5 3 30
1.2 6.4
49
4 3 4 43
1 9.6
5 0 5 37
0 10.2
Sumber: Data Primer 2018
aorta tikus kontrol dan obesitas dengan menghitung jumlah dan diameter
sel busa pada aorta. Pada tikus kontrol terlihat bahwa tikus kontrol 1, 2, dan
ditemukannya 5 sel busa pada kontrol 3 dan 3 buah sel busa pada kontrol
4 dengan jumlah diameter total sel busa 1.2 cm pada kontrol 3 dan 1 cm
sel busa dengan jumlah diameter 2.6 cm, tikus obesitas 2 terdapat 15 sel
busa dengan jumlah diameter 4.9 cm, tikus obesitas 3 terdapat 30 sel busa
dengan jumlah diameter 6.4 cm, dan yang terbanyak pada tikus obesitas 4
dengan 43 sel busa dengan jumlah diameter 9.6 cm, serta yang terakhir
Tabel 4.7
Hasil Analisis Uji T Independen Obesitas dan Aterosklerosis
Kelompo Rerata Signifikans Diameter Signifikans
n SD SD
k Uji Jumlah Sel Busa i Sel Busa i
14.1
Perlakuan 5 27 6.74 3.19
2 p 0.004 p 0.002
Kontrol 5 1.6 2.3 0.44 0.6
Uji MANOVA
Dari hasil uji MANOVA yang ditunjukkan pada tabel 4.7 diperoleh nilai
p untuk jumlah dan diameter sel busa berturut-turut adalah 0.004, dan
50
statistik antara obesitas dan keseluruhan variabel yang kami gunakan untuk
Aterosklerosis
Tabel 4.8
Hasil Analisis Pearson Hubungan Kadar ET-1 dengan Lesi Atarosklerosis
Variabel Aterosklerosis
Jumlah Sel Busa Diameter Sel Busa
Kadar r= 0.558 r= 0.493
ET-1 P=0.094 (>0.5) p= 0.148 (>0.05)
N=10 N=10
Gambar 4.11
Grafik Korelasi Antara Jumlah Sel Busa dan Kadar ET-1 Serum
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pada tabel 4.8 menunjukkan hasil uji korelasi pearson antara jumlah dan
diameter sel busa dengan kadar ET-1 serum. Uji korelasi pearson antara
jumlah sel busa aorta dengan kadar ET-1 serum menunjukkan nilai r 0.558 yang
berarti bahwa terhadap korelasi positif yang cukup kuat antara kedua variabel
dengan nilai p 0.094 yang menunjukkan bahwa korelasi antara kadar ET-1
dengan jumlah sel busa aorta tidak begitu bermakna secara statistik. Untuk uji
51
korelasi pearson antara jumlah diameter sel busa aorta dengan kadar ET-1
serum menunjukkan nilai r 493 yang berarti bahwa terhadap korelasi positif
yang cukup kuat antara kedua variabel dengan nilai p 0.148 yang menunjukkan
bahwa korelasi antara kadar ET-1 dengan jumlah sel busa aorta tidak begitu
4.2 Pembahasan
Untuk mengetahui hubungan antara kadar ET-1 serum dengan jumlah sel
Posttest Only Control Group Desaign dengan menggunakan 10 ekor tikus putih
kelompok kontrol yang diberikan pakan biasa yaitu ad 2 sebanyak 15 gr/hari dan
kelompok perlakuan yang diberikan pakan tinggi lemak dan tinggi karbohidrat
yaitu cp-551 sebanyak 20gr/hari dan susu dancow fortigro sebanyak 9 gr/hari
kontrol memiliki indeks rohrer yang kurang dari 30 dan untuk kelompok
perlakuan memiliki indeks rohrer yang lebih dari 30. Pemberian pakan
Pada hari ke-150, seluruh tikus diterminasi untuk diambil darah dari jantung
untuk memeriksa kadar ET-1 serumnya dan pengambilan pembuluh darah aorta
52
Untuk menganalisis hubungan antara obesitas dengan kadar ET-1 serum
dilakukan dengan uji Independent T-Test yang menunjukkan nilai p>0.05 yang
artinya, secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan pengaruh obesitas
kadar ET-1 serum pada tikus kelompok obesitas. Temuan kami sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Da Silva A. dkk (2004) yang menemukan bahwa,
peningkatan kadar ET-1 yang signifikan pada subjek tikus yang diberikan pakan
Tetapi, Hal ini sedikit berbeda dengan beberapa penelitian lainnya seperti
yang dilakukan oleh Shancez A. dkk (2014) yang menemukan bahwa terjadi
peningkatan kadar ET-1 pada arteri penile pada tikus obesitas. Traupe T dkk
vasokonstriktor yang berasal dari sel endotel, seperti ET-1, pada subjek tikus
resistenis insulin.
Tidak signifikannya hasil yang kami temukan diduga akibat belum terjadiya
disfungsi endotel yang berat pada tikus kami (da Silva et al. 2004). Hal tersebut
dapat disebabkan oleh faktor usia tikus yang kami gunakan sebagai subjek
penelitian. Kami menggunakan subjek tikus usia 21-30 hari yang setara kira-kira
2-4 tahun pada usia manusa hingga usia 150-180 hari yang setara dengan 17-
20 tahun usia pada manusia (Quinn 2005; Sengupta 2014), sedangkan subjek
53
penelitian yang digunakan pada beberapa penelitian pada manusia di atas
berkisar antara 50-60 tahun . Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Gery P. dkk (2007), Donato J.A. dkk ( 2009), dan Goettsch dkk (2001) yang
Selain itu, sampel yang kami gunakan adalah serum hasi sentrifus dari
darah tikus. Sedangkan diketahui bahwa ET-1 adalah sebuah peptida yang
bekerja sebagai autokrin atau parakrin dengan organ target sel endotel dan sel
otot polos. Hal tersebut menyebabkan ET-1 lebih banyak disekresikan ke sel
endotel atau sel otot polos vaskuler dibandingkan ke bagian lumen vaskuler
(Fan et al. 2000). Maka penggunaan sampel serum, terutama pada usia tikus
yang masih muda, kurang dapat menunjukkan kadar ET-1 yang sebenarnya
diameter sel busa aorta pada penelitian ini, kami menggunakan uji MANOVA.
Nilai p dari semua variabel tersebut menunjukkan nilai < 0.05 yang
obesitas dengan dengan jumlah dan diameter sel busa aorta sebagai variabel
lesi aterosklerosis. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mcgill H.C. dkk (2002), Berenson G.S. dkk ( 1998), dan McGill H.C dan
McMahan C.H ( 1998) yang menyatakan bahwa obesitas yang dialami pada
usia remaja dan dewasa muda berkaitan erat dengan kejadian lesi permulaan
aterosklerosis.
54
Untuk melihat hubungan antara kadar ET-1 serum dengan dengan jumlah
dan diameter sel busa aorta dilakukan dengan uji korelasi pearson. Nilai korelasi
pearson yang kami peroleh yaitu 0.558 yang berarti bahwa terdapat korelasi
positif dengan kekuatan yang cukup antara kadar ET-1 plasma dengan kejadian
lesi aterosklerosis aorta, sedangkan nilai p > 0.05 menunjukkan bahwa secara
statistik, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kadar ET-1
serum pada tikus obesitas dengan jumlah sel busa aorta. Nilai korelasi pearson
yang kami peroleh yaitu 0.494 yang juga menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif dengan kekuatan yang cukup antara kadar ET-1 plasma
terhadap jumlah sel busa aorta (Wang & Bennett 2012; Kopaei et al. 2014; Fan
et al. 2000).
Hal yang menarik dari penelitian ini adalah walaupun tidak terdapat
dibandingkahn tikus kontrol, tetapi terdapat jumlah sel busa pada aorta yang
lebih banyak pada tikus obesitas dibandingkan dengan tikus kontrol. Hal
yang kami duga dapat berperan pada proses pembentukan aterosklerosis pada
55
Sacks 2011), inflamasi (Rocha & Libby 2009), dan terjadinya stres oksidatif
dan vasodilator masih baik. Hal tersebut menyulitkan kami untuk menilai
56
BAB V
5.1 Kesimpulan
3) Terdapat hubungan yang cukup kuat antara antara kadar ET-1 serum
statistik.
5.2 Saran
dewasa.
makromolekul.
obesitas.
57
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, R.L., 2014. Current status of the field of obesity. Trends in Endocrinology &
Metabolism, pp.1–2. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.tem.2014.03.003.
Ballinger, M.L. et al., 2009. Endothelin-1 activates ETA receptors on human vascular
smooth muscle cells to yield proteoglycans with increased binding to LDL. , 205,
pp.451–457.
Bandeali, S. & Farmer, J., 2012. High-Density Lipoprotein and Atherosclerosis : The
Role of Antioxidant Activity. , pp.101–107.
Bernson, G.S. et al., 1998. Association between multiple cardiovascular risk factors
and atherosclerosis in children and young adults. The New England Journal of
Medicine, 338(23), pp.1650–1656.
Blüher, M., 2013. Best Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism
Adipose tissue dysfunction contributes to obesity related metabolic diseases.
Best Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism, pp.1–15.
Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.beem.2013.02.005.
Böhm, F. & Pernow, J., 2007. The importance of endothelin-1 for vascular
dysfunction in cardiovascular disease. , 76, pp.8–18.
Boulanger, C.M. et al., 1992. Oxidized low density lipoproteins induce mRNA
expression and release of endothelin from human and porcine endothelium.
Circulation Research, 70, pp.1191–1197.
Campia, U. et al., 2014. The vascular endothelin system in obesity and type 2
diabetes: Pathophysiology and therapeutic implications. Life Sciences, 118(2),
pp.149–155. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.lfs.2014.02.028.
58
116. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.atherosclerosis.2014.08.041.
Cassis, L.A., Lynch, K.R. & Peach, M.J., 1988. Localization of angiotensinogen
messenger RNA in rat aorta. Circulation research, 62, pp.1259–1262. Available
at: http://circres.ahajournals.org/content/circresaha/62/6/1259.full.pdf.
Catar, R.A. et al., 2015. Increased gene expression of the cardiac endothelin system
in obese mice. Hormone and Metabolic Research, 47(7), pp.509–515.
Chalovich, J.M. & Eisenberg, E., 2005. NIH Public Access. Biophysical Chemistry,
257(5), pp.2432–2437.
Cheng, T.-H. et al., 2001. Reactive Oxygen Species Mediate Cyclic Strain-induced
Endothelin-1 Gene Expression via Ras/Raf/extracellular Signal-regulated
Kinase Pathway in Endothelial Cells. Journal of Molecular and Cellular
Cardiology, 33(10), pp.1805–1814. Available at:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0022282801914440.
Chester, A.H. & Yacoub, M.H., 2014. The role of endothelin-1 in pulmonary arterial
hypertension.
Comuzzie, A.G. et al., 2012. Novel Genetic Loci Identified for the Pathophysiology of
Childhood Obesity in the Hispanic Population. , 7(12).
Dashwood, M.R. & Tsui, J.C.S., 2011. Further evidence for a role of endothelin-1
(ET-1) in critical limb ischaemia. Journal of Cell Communication and Signaling,
5(1), pp.45–49.
Desvergne, B., Feige, J.N. & Casals-casas, C., 2009. Molecular and Cellular
Endocrinology PPAR-mediated activity of phthalates : A link to the obesity
epidemic ? , 304, pp.43–48.
Donato, A.J. et al., 2009. Vascular endothelial dysfunction with aging : endothelin-1
and endothelial nitric oxide synthase. , 80309.
Ergul, A., 2011. Endothelin-1 and diabetic complications : Focus on the vasculature. ,
63, pp.477–482.
59
endothelial cells and modulates its circulating levels in vivo . Journal of Clinical
Endocrinology and Metabolism, 80(February), pp.829–835.
Glass, C.K. & Witztum, J.L., 2001. Atherosclerosis : The Road Ahead Review. , 104,
pp.503–516.
Hinney, A., Vogel, C.I.G. & Hebebrand, J., 2010. From monogenic to polygenic
obesity : recent advances. , pp.297–310.
Husain, K., 2015. Inflammation, oxidative stress and renin angiotensin system in
atherosclerosis. World Journal of Biological Chemistry, 6(3), p.209. Available at:
http://www.wjgnet.com/1949-8454/full/v6/i3/209.htm.
Hussain, S.S. & Bloom, S.R., 2012. The regulation of food intake by the gut-brain
axis : implications for obesity. , (December 2011), pp.1–9. Available at:
http://dx.doi.org/10.1038/ijo.2012.93.
Johnson, J.L., 2017. Emerging regulators of vascular smooth muscle cell function in
the development and progression of atherosclerosis. , (September), pp.452–
460.
Jr, M.A.G. & García-cardeña, G., 2016. Endothelial Cell Dysfunction and the
Pathobiology of Atherosclerosis. , pp.620–637.
60
Kadouh, H.C. & Acosta, A., 2016. Author ’ s Accepted Manuscript. Techniques in
Gastrointestinal Endoscopy. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.tgie.2016.12.001.
Kadouh, H.C. & Acosta, A., 2017. Techniques in Gastrointestinal Endoscopy Current
paradigms in the etiology of obesity. Techniques in Gastrointestinal Endoscopy,
19(1), pp.2–11. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.tgie.2016.12.001.
Kahler, J. et al., 2002. Endothelin-1 mRNA and protein in vascular wall cells is
increased by reactive oxygen species. Clin.Sci.(Lond), 103, p.176S–178S.
Kawanabe, Y. & Nauli, S.M., 2011. Cellular and Molecular Life Sciences. , pp.195–
203.
Kayser, B. & Verges, S., 2013. Hypoxia , energy balance and obesity : from
pathophysiological mechanisms to new. , pp.1–14.
Kearney, J., 1999. Physical inactivity , sedentary lifestyle and obesity in the
European Union.
Kelishadi, R., Poursafa, P. & Jamshidi, F., 2013. Role of Environmental Chemicals in
Obesity : A Systematic Review on the Current Evidence. , 2013.
Kemper, H.C.G. et al., 1999. Lifestyle and obesity in adolescence and young
adulthood : results from the Amsterdam Growth And Health Longitudinal ...
Lifestyle and obesity in adolescence and young adulthood : results from the
Amsterdam Growth And Health Longitudinal Study ( AGAHLS ). , (May).
Kohan, D.E. et al., 2011. Regulation of Blood Pressure and Salt Homeostasis by
Endothelin. , pp.1–77.
Kopaei, M.R. et al., 2014. Atherosclerosis : Process , Indicators , Risk Factors and
New Hopes. , 5(8), pp.927–946.
Kubota, T., Kubota, N. & Kadowaki, T., 2017. Imbalanced Insulin Actions in Obesity
and Type 2 Diabetes : Key Mouse Models of Insulin Signaling Pathway. Cell
Metabolism, 25(4), pp.797–810. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.cmet.2017.03.004.
Lafontan, M., 2014. Adipose tissue and adipocyte dysregulation. Diabetes and
Metabolism, 40(1), pp.16–28. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.diabet.2013.08.002.
Li, L. et al., 2003. Endothelin-1 Stimulates Arterial VCAM-1 Expression Via NADPH
Oxidase – Derived Superoxide in Mineralocorticoid Hypertension. , pp.997–
1004.
61
Thrombosis, and Vascular Biology, 33(10), pp.2306–2315.
Liao, J.K., 2013. Linking endothelial dysfunction with endothelial cell activation. ,
123(2).
Lim, S. & Park, S., 2014. Role of vascular smooth muscle cell in the inflammation of
atherosclerosis. , 47(1), pp.1–7.
Lovren, F., Teoh, H. & Verma, S., 2015. Obesity and Atherosclerosis: Mechanistic
Insights. Canadian Journal of Cardiology. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.cjca.2014.11.031.
Mcgill, H.C. et al., 2002. Clinical Investigation and Reports Obesity Accelerates the
Progression of Coronary Atherosclerosis in Young Men. , pp.2712–2719.
Mcgill, H.C. & Mcmahan, C.A., 1998. Determinants of Atherosclerosis in the Young. ,
9149(98).
Mitra, S., Goyal, T. & Mehta, J.L., 2011. Oxidized LDL, LOX-1 and atherosclerosis.
Cardiovascular Drugs and Therapy, 25(5), pp.419–429.
Mudau, M. et al., 2012. Review Article Endothelial dysfunction : the early predictor of
atherosclerosis. , 23(4), pp.222–231.
62
Nasri, H., 2013. education and prevention ; a nephrology point of view. , 2(2), pp.31–
32.
P. Gary et al., 2007. Endothelin-1 vasoconstrictor tone increases with age in healthy
men but can be reduced by regular aerobic exercise. Hypertension, 50(2),
pp.403–409.
Perez, A.L. et al., 2016. Increased mortality with elevated plasma endothelin- 1 in
acute heart failure : an ASCEND-HF biomarker substudy. European Society of
Cardiology, pp.290–297.
Pernow, J., Shemyakin, A. & Böhm, F., 2012. New perspectives on endothelin-1 in
atherosclerosis and diabetes mellitus. Life Sciences, 91(13–14), pp.507–516.
Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.lfs.2012.03.029.
Pirillo, A., Norata, G.D. & Catapano, A.L., 2013. LOX-1 , OxLDL , and
Atherosclerosis. , 2013(Figure 1).
Quinn, R., 2005. Comparing rat’s to human’s age: How old is my rat in people years?
Nutrition, 21(6), pp.775–777.
Rocha, V.Z. & Libby, P., 2009. obesity , inflammation , and atherosclerosis. Nature
Publishing Group, 6(6), pp.399–409. Available at:
http://dx.doi.org/10.1038/nrcardio.2009.55.
Rooy, M.-J. & Pretorius, E., 2014. Obesity, Hypertension and Hypercholesterolemia
as Risk Factors for Atherosclerosis Leading to Ischemic Events. Current
Medicinal Chemistry, 21(19), pp.2121–2129. Available at:
http://www.eurekaselect.com/openurl/content.php?genre=article&issn=0929-
8673&volume=21&issue=19&spage=2121.
Rosenbaum, M., Knight, R. & Leibel, R.L., 2015. The gut microbiota in human
63
energy homeostasis and obesity. Trends in Endocrinology & Metabolism, pp.1–
9. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.tem.2015.07.002.
Sciences, M., Building, L. & Tower, C., 2006. Obesogenic environments : exploring
the built and food environments. , 126(6), pp.262–267.
Sengupta, P., 2014. The Laboratory Rat : Relating Its Age With Human ’ s.
International Journal of Preventive Medicine, 4(6), pp.624–630.
Serra-majem, L. et al., 2013. Etiology of obesity : two “ key issues ” and other
emerging factors. , 28, pp.32–43.
Singh, U. & Jialal, I., 2006. Oxidative stress and atherosclerosis. , 13, pp.129–142.
Swirski, F.K. & Nahrendorf, M., 2013. Leukocyte Behavior in. , 161.
Tabas, I., García-cardeña, G. & Owens, G.K., 2015. Recent insights into the cellular
biology of atherosclerosis. , 209(1), pp.13–22.
Talayero, B.G. & Sacks, F.M., 2011. The role of triglycerides in atherosclerosis.
Current Cardiology Reports, 13(6), pp.544–552.
64
Tesauro, M. & Cardillo, C., 2011. Obesity, blood vessels and metabolic syndrome.
Acta Physiologica, 203(1), pp.279–286.
Uzogara, S.G., 2017. Obesity Epidemic , Medical and Quality of Life Consequences :
A Review. , 5(1), pp.1–12.
V.M.R.a, C.A.. · B.F.. · Q.P.. · D.E.. · B.S.. · F.R.. · P.R.. · S., Non-Lipid-Related
Effects of 3-Hydroxy-3-Methylglutaryl Coenzyme A Reductase Inhibitors.
Wang, J.C. & Bennett, M., 2012. Aging and Atherosclerosis Mechanisms , Functional
Consequences , and Potential Therapeutics for Cellular Senescence.
Weil, B.R. et al., 2011. Enhanced endothelin-1 system activity with overweight and
obesity. Am J Physiol Heart Circ Physiol, 301(3), pp.H689-95.
Williams, I.L. et al., 2002. Obesity, atherosclerosis and the vascular endothelium:
Mechanisms of reduced nitric oxide bioavailability in obese humans.
International Journal of Obesity, 26(6), pp.754–764.
Williams, K.J. & Bore, J., 2016. The central role of arterial retention of cholesterol-
rich apolipoprotein-B-containing lipoproteins in the pathogenesis of
atherosclerosis : a triumph of simplicity.
Wilson, S.H., Simari, R.D. & Lerman, A., 2001. The Effect of Endothelin-1 on Nuclear
Factor Kappa B in Macrophages. , 972, pp.968–972.
Wu, M.-Y. et al., 2017. New Insights into the Role of Inflammation in the
Pathogenesis of Atherosclerosis. International Journal of Molecular Sciences,
18(10), p.2034. Available at: http://www.mdpi.com/1422-0067/18/10/2034.
65
Yoshizumi, M. et al., 1998. Effect of endothelin-1 ( 1-31 ) on extracellular signal-
regulated kinase and proliferation of human coronary artery smooth muscle
cells. , 1, pp.1019–1027.
66
67