Anda di halaman 1dari 32

WRAP UP SKENARIO 3

BLOK NEOPLASIA
PERDARAHAN PERVAGINAM

Kelompok: B-12
Ketua : Lulu Mursyidah Azis (1102017130)
Sekretaris : Nabila Ashila Fathya (1102017161)
Lulu Ah Janah (1102017129)
Melissa Berina Mulkanaz (1102017134)
Muhammad Aulia Rachman (1102017147)
Putri Cempaka (1102017178)
Rifqi Hafidh (1102017195)
Rika Alivia Agustin (1102017196)
Shafira Rachmawati (1102017214)
Siti Aisyah Safitri Simatupang (1102017220)

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM


UNIVERSITAS YARSI
2019/2020
JL.Letjend Suprapto, Cempaka Putih Jakarta 10510
Telp (021) 4244574 Fax (021) 4244574
DAFTAR ISI
Daftar Isi................................................................................................................................ 2
Skenario................................................................................................................................. 3
Kata Sulit............................................................................................................................... 4
Pertanyaan............................................................................................................................. 4
Jawaban................................................................................................................................. 4
Hipotesis................................................................................................................................ 7
Sasaran Belajar...................................................................................................................... 8
LI.1 Mempelajari dan Memahami Kanker Serviks............................................................... 9
LO.1.1 Menjelaskan Definisi............................................................................................ 9
LO.1.2 Menjelaskan Etiologi............................................................................................ 9
LO.1.3 Menjelaskan Epidemiologi................................................................................... 9
LO.1.4 Menjelaskan Klasifikasi....................................................................................... 10
LO.1.5 Menjelaskan Patofisiologi.................................................................................... 14
LO.1.6 Menjelaskan Manifestasi Klinis........................................................................... 16
LO.1.7 Menjelaskan Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding.......................................... 16
LO.1.8 Menjelaskan Tatalaksana...................................................................................... 21
LO.1.9 Menjelaskan Pencegahan...................................................................................... 27
LO.1.10 Menjelaskan Komplikasi.................................................................................... 28
LO.1.11 Menjelaskan Prognosis....................................................................................... 29
LI.2 Mempelajari dan Memahami Etika Pemeriksaan Genitalia
Menurut Pandangan Islam..................................................................................................... 29
Daftar Pustaka........................................................................................................................32

SKENARIO 3

2
PERDARAHAN PERVAGINAM
Seorang wanita umur 45 tahun berobat ke rumah sakit dengan keluhan
keluar darah dari vagina terutama setelah berhubungan seksual, disertai riwayat
keputihan. Pasien mempunyai lima orang anak, terkecil umur 10 tahun.
Dari pemeriksaan fisik, tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, TD
130/80 mHg, temperatur 36,5⸰C. Haid tidak teratur, riwayat nyeri haid disangkal.
Dokter meminta perawat untuk mempersiapkan dan mendampingi pemeriksaan.
Pasien belum pernah melakukan pemeriksaan papsmear. Pemeriksaan perut,
inspeksi, palpasi dan perkusi dalam batas normal. Begitupula vulva tidak ada
kelainan. Inspekulo: dinding vagina dalam batas normal, servik membesar
berbenjol, dinding rapuh dan mudah berdarah. Tampak leukorea warna putih
kekuningan, tidak berbau. Vaginal toucher: servik membesar, berbenjol, contact
bleeding (+), uterus sebesar telor bebek, mobile, ovarium tidak membesar. Untuk
menegakkan diagnosis, dokter melakukan pemeriksaan penunjang.

Catatan : pengajuan skill lab. pemeriksaan inspekulo dan vaginal toucher

KATA SULIT

3
1. Contact bleeding: perdarahan yang terjadi akibat terkena benda keras (misalnya karna
vaginal toucher).
2. Pap smear: metode skrining ginekologi untuk menemukan proses-proses pre-
malignansi dan malignansi pada ektoserviks dan endoserviks.
3. Inspekulo: pemeriksaan dengan menggunakan spekulum untuk melihat keadaan
dinding vagina, serviks, dan forniks.
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Mengapa pasien keluar darah setelah berhubungan seksual?
Jawab: karena sering melahirkan, dinding rahim menjadi lebih rapuh (epitel mulai
menipis). Ketika berhubungan seksual terkena benda keras, epitel yang mulai menipis
menjadi gampang berdarah.
2. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis?
Jawab:
 Radiologi (USG, BNO) untuk melihat pembesaran
 Pemeriksaan laboratorium: tumor marker, hemoglobin, trombosit
 Kolposkopi dan pemeriksaan sitologi
 MRI dan CT Scan untuk pasien yang sedang hamil
 IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) untuk melihat kelainan pada daerah
yang diolesi asam asetat jika ada perubahan warna berarti ada infeksi.
3. Mengapa dokter menyarankan pemeriksaan pap smear?
Jawab: untuk skrining. Pada pemeriksaan pap smear, akan diambil sedikit sampel dari
leher rahim kemudian di tes untuk melihat bagaimana keadaan sel, apa normal atau
abnormal atau bisa juga radang.
4. Apa saja faktor risiko dari skenario diatas?
Jawab: aktivitas seksual pada anak muda, berhubungan seksual dengan multipartnerm
merokok, mempunyai banyak anak, penyakit menular seksual, sosial ekonomi yang
rendah, gangguan imunitas, pemakaian kontrasepsi oral jangka panjang, trauma kronis
pada serviks, usia > 35 tahun.
5. Apa hubungan memiliki 5 anak dengan keluhan yang dialami pasien?
Jawab: salah satu faktor risiko dari memiliki banyak anak yaitu jika sering melahirkan
> 3 kali menyebabkan trauma pada jalan lahir sehingga mudah terinfeksi HPV.
6. Apa etiologi dari kasus ini?

4
Jawab: HPV subtipe onkogenik (16,18,31, dan 33). Pada 75% kasus disebabkan oleh
subtipe 16 dan 18.
7. Mengapa terdapat benjolan pada dinding serviks?
Jawab: karena sel-sel normal berubah menjadi sel epitel karsinoma imatur yang
melakukan degradasi sehingga sel normal hilang. Sel imatur akan bereplikasi ke atas
tanpa apoptosis. Ketika ada trauma, dinding epitel menjadi lebih mudah berdarah
yang disebabkan oleh sel imatur.
8. Mengapa serviks terus membesar dan bagaimana cara membedakan serviks, uterus,
dan ovarium?
Jawab: cara membedakan dengan menggunakan vaginal toucher. Jika permukaan
berbenjol dan bleeding menunjukkan ca servix. Jika ada pembesaran yang terfiksir
dan mengikuti arah uterus menunjukkan mioma.
9. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan dari kasus ini?
Jawab: saat tumor membesar, bagian yang dihimpit uterus yaitu saluran kemih dan
rectal. Yang paling parah jika menekan saluran kemih dapat menyebabkan obstruksi
sehingga cairan urin refluks dan mengakibatkan gagal ginjal yang merupakan
penyebab kematian. Jika menekan rectal dapat menyebabkan konstipasi.
10. Bagaimana cara pencegahan pada kasus ini?
Jawab: vaksinasi HPV, lakukan pencegahan sekunder untuk deteksi dini lesi pre-
kanker dengan pemeriksaan pap smear, IVA, inspeksi visual lugoliodin, tes DNA
HPV.
11. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?
Jawab: setelah melakukan kolposkopi, jika hasilnya LSIL maka dapat dilakukan
biopsi dan diobservasi selama 1 tahun (pengambilan biopsi 1 kali dan diobservasi
sampai pascapartum). Jika hasilnya HSIL maka dilakukan eksisi bedah atau cone
biopsi dan diobservasi selama 6 bulan (biopsi diambil setiap 12 minggu). Biopsi pada
wanita hamil dilakukan sampai menunggu janin berusia 20 minggu. Jika karsinoma
invasif satdium 1 dan 2 maka dapat dilakukan radioterapi atau pembedahan
(histerektomi). Terapi lanjutan apabila tumor sudah membesar dapat diberikan
radioterapi.
12. Apa diagnosis sementara dari kasus tersebut?
Jawab: ca serviks, dilihat berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada pasien, vaginal
toucher, dan riwayat faktor risiko.
13. Apa yang menyebabkan haid tidak teratur pada pasien ini?

5
Jawab: perdarahan terjadi karena kerusakan epitel mukosa akibat sel-sel imatur.
14. Bagaimana gambaran keputihan pada kasus tersebut?
Jawab: keputihan berbau, gatal, panas, tidak sembuh jika diobati.
15. Bagaimana etika seorang dokter muslim pada pemeriksaan genitalia?
Jawab: sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan didampingi perawat perempuan
untuk menghindari fitnah (jika dokter yang memeriksanya laki-laki), mengawali
pemeriksaan dengan membaca basmalah dan mengakhiri dengan hamdalah, meminta
persetujuan kepada pasien atau keluarganya untuk diperiksa.

6
HIPOTESIS
Pada pasien dengan perdarahan pervaginam dengan faktor risiko seperti usia > 35
tahun, mempunyai banyak anak, aktivitas seksual pada usia muda, trauma kronis pada serviks
dan etiologi berupa infeksi human papilloma virus (HPV) dapat menyebabkan ca servix.
Maka pada pasien diperlukan pemeriksaan penunjang seperti radiologi berupa USG dan
BNO, pemeriksaan laboratorium, IVA, MRI dan CT Scan. Tatalaksana yang dapat dilakukan
seperti pembedahan, radioterapi. Pencegahan yang dapat dilakukan pada ca servix adalah
vaksinasi HPV, skrining dengan pap smear, tes IVA, inspeksi visual lugoliodin, dan tes BNA
HPV. Etika dokter muslim dalam melakukan pemeriksaan ginekologi yaitu pada pemeriksaan
hendaknya didampingi perawat perempuan untuk menghindari fitnah (jika dokter yang
memeriksa laki-laki), mengawali pemeriksaan dengan membaca bismillah dan mengakhiri
dengan hamdalah, meminta persetujuan kepada pasien atau keluarganya untuk diperiksa.

7
SASARAN BELAJAR
LI.1 Mempelajari dan Memahami Kanker Serviks
LO.1.1 Menjelaskan Definisi
LO.1.2 Menjelaskan Etiologi
LO.1.3 Menjelaskan Epidemiologi
LO.1.4 Menjelaskan Klasifikasi
LO.1.5 Menjelaskan Patofisiologi
LO.1.6 Menjelaskan Manifestasi Klinis
LO.1.7 Menjelaskan Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding
LO.1.8 Menjelaskan Tatalaksana
LO.1.9 Menjelaskan Pencegahan
LO.1.10 Menjelaskan Komplikasi
LO.1.11 Menjelaskan Prognosis
LI.2 Mempelajari dan Memahami Etika Pemeriksaan Genitalia Menurut Pandangan Islam

8
LI.1 Mempelajari dan Memahami Kanker Serviks
LO.1.1 Menjelaskan Definisi
Karsinoma serviks adalah keganasan di daerah leher rahim, umumnya
mempunyai gejala perdarahan per vagina yang abnormal (Sudoyo dkk, 2014). Serviks
merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan
berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum (Kemenkes RI).

LO.1.2 Menjelaskan Etiologi


Human Papilloma Virus (HPV) memicu perubahan pada sel-sel leher rahim, yang
dapat mengarah pada perkembangan neoplasia intraepitelial serviks dan dapat
menyebabkan kanker. Wanita yang memiliki banyak pasangan seksual memiliki risiko
lebih tinggi terinfeksi HPV. Sebanyak 15 dari 150 subtipe HPV yang diakui ada yangg
diklasifikasikan sebagai HPV jenis risiko tinggi subtipe (16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51,
52, 56, 58, 59, 68, 73, dan 82). Terdapat 3 subtipe kemungkinan berisiko tinggi (26, 53,
dan 66) dan 12 subtipe sebagai berisiko rendah (6,11, 40, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, 81,
dan CP108). HPV 16 dan 18 menyebabkan 70% kasus kanker serviks. Bersama dengan
subtipe 31, faktor risiko utama untuk kanke serviks (Sudoyo dkk, 2014)
Faktor risiko lain seperti aktivitas seksual pada usia muda (< 16 tahun), hubungan
seksual dengan multipartner, menderita HIV atau mendapat penyakit/penekanan
kekebalan (immunosuppressive) bersamaan dengan infeksi HPV, dan perempuan
perokok (Sarwono, 2011). Selain itu, adapun faktor risiko lain seperti paparan terhadap
hormon obat dietilstilbestrol, infeksi Chlamydia, genetik terkait dengan HLA-B7, dan
riwayat keluarga kanker serviks (Sudoyo dkk, 2014).

LO.1.3 Menjelaskan Epidemiologi


Pada tahun 2010, estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus.
Data ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital,
dan data otopsi verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden
dari kanker serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan
sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita
usia 15-49 tahun yang hidup di negara sedang berkembang (Kemenkes RI).

9
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke7 secara
global dalam segi angka kejadian (urutan ke urutan ke6 di negara kurang berkembang)
dan urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama
dengan angka mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi
di negara berkembang, dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara
global. Di Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak
berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%
(Kemenkes RI).
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita penderita
baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun
terjadi 40 ribu kasus kanker serviks (Kemenkes RI).

LO.1.4 Menjelaskan Klasifikasi

10
11
Karsinogenesis terkait HPV dimulai dengan perubahan epitel prakanker yang disebut
CIN, yang mendahului perkembangan kanker yang jelas beberapa tahun sebelumnya, kadang-
kadang puluhan tahun sebelumnya. Sejalan dengan gagasan ini, insidens CIN mencapai
puncak pada usia sekitar 30 tahun, sedangkan karsinoma invasif mencapai puncak insidens
pada usia 45 tahun.

CIN biasanya dimulai sebagai displasia ringan (CIN I) dan mengalami progresi
menjadi displasia sedang (CIN II) dan kemudian menjadi displasia berat (CIN III) dengan
berjalannya waktu; walaupun demikian, kekecualian telah dilaporkan, beberapa penderita
telah mengidap CIN III ketika kondisinya pertama kali ditegakkan diagnosis. Secara umum,
makin tinggi derajat CIN, makin tinggi kemungkinan untuk terjadinya progresi; perlu dicatat,
bahwa, pada banyak kasus, bahkan lesi derajat tinggi gagal untuk mengalami progresi
menjadi kanker dan bahkan dapat mengalami regresi.
Sistem pemberian derajat yang semula tiga dibuat lebih sederhana menjadi sistem dua
derajat, di mana CIN I diubah menjadi lesi intra epitel skuamosa derajat rendah/lowgrade
squamous intraepithelial lesion (LSIL) dan CIN II dan CIN III digabung menjadi satu
kategori disebut lesi intra-epitel skuamosa derajat tinggi/high-grade squamous
intraepithelial lesion (HSIL).

Perjalanan Penyakit Alami dari Lesi Intraepitel Skuamosa (SIL)


Lesi Regresi Menetap Progresi
LSIL (CIN I) 60% 30% 10% (menjadi
HSIL)
HSIL (CIN II, III) 30% 60% 10% (menjadi
karsinoma)*
Ket:
LSIL: Low Grade SIL, HSIL: High Grade SIL
*Progresi terjadi dalam 10 tahun

Morfologi :
 CIN I : ditandai oleh perubahan displastik pada bagian bawah sepertiga epitel
skuamosa dan perubahan koilositik pada lapisan permukaan epitel
 CIN II : displasia mencapai sepertiga tengah epitel dan memberikan gambaran
sebagai maturasi keratinosit yang terlambat. Variasi ukuran sel dan inti, heterogenitas

12
kromatin inti, dan adanya mitosis diatas lapisan basal yang meluas hingga mencapai
sepertiga tengah epitel. Lapisan superfisial sel menunjukkan diferensiasi dan kadang
dijumpai perubahan koilositik
 CIN III : ditandai oleh kehilangan maturasi yang hampir lengkap (Kumar dkk, 2015).

Jenis karsinoma yang paling lazim pada serviks adalah karsinoma sel skuamosa (75%),
diikuti oleh adenokarsinoma dan campuran karsinoma adenoskuamosa (20%) dan karsinoma
sel kecil neuroendokrin (kurang dari 5%).
Karsinoma sel skuamosa menunjukkan insidens tertinggi pada usia sekitar 45 tahun,
yaitu 10 hingga 15 tahun setelah deteksi prekursor CIN. Seperti pembahasan terdahulu,
progresi CIN menjadi karsinoma invasif bervariasi dan tidak dapat diprediksi dan dibutuhkan
infeksi HPV serta mutasi pada gen seperti LKB (Kumar dkk, 2015).

Klasifikasi histologik kanker serviks ada beberapa, di antaranya :


1. Skuamous carcinoma
• Keratinizing
• Large cell non keratinizing
• Small cell non keratinizing
• Verrucous
2. Adeno carcinoma
• Endocervical
• Endometroid (adenocanthoma)
• Clear cell - paramesonephric
• Clear cell - mesonephric
• Serous

13
• Intestinal
3. Mixed carcinoma
• Adenosquamous
• Mucoepidermoid
• Glossy cell
• Adenoid cystic
4. Undifferentiated carcinoma
5. Carcinoma tumor
6. Malignant melanoma
7. Maliganant non-epithelial tumors
• Sarcoma : mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma
• Lymphoma

LO.1.5 Menjelaskan Patofisiologi


Patogenesis
Serotipe HPV yang dikenal dapat diklasifikasikan sebagai tipe risiko tinggi atau tipe
risiko rendah bergantung kepada kemampuan untuk menginduksi karsinogenesis. Infeksi
HPV risiko tinggi merupakan faktor risiko paling penting untuk perkembangan CIN dan
karsinoma. Dua strain HPV risiko tinggi, tipe 16 dan 18, meliputi sekitar 70% kasus CIN dan
karsinoma serviks. Pada umumnya, infeksi dengan serotipe risiko tinggi HPV lebih
cenderung bersifat menetap (persisten), sehingga merupakan risiko untuk progresi menjadi
karsinoma. Subtipe HPV ini juga menunjukkan kecenderungan untuk berintegrasi ke dalam
genom sel pejamu, suatu kejadian yang dikaitkan dengan progresi. Sebaliknya, galur risiko
rendah (misalnya, tipe 6 dan 11), berkaitan dengan pertumbuhan kondiloma pada saluran
genital daerah bawah dan tidak berintegrasi ke dalam genom sel pejamu, tetapi justru tetap
sebagai virus DNA yang bebas sebagai episom. Walaupun ada hubungan kuat antara infeksi
HPV dengan kanker serviks, HPV tidak cukup untuk melaksanakan proses neoplastik (Kumar
dkk, 2015).
Beberapa lesi prekursor derajat tinggi yang terinfeksi HPV tidak mengalami progresi
menjadi kanker invasif. Progresi displasia serviks menjadi kanker serviks dimungkinkan
terjadi karena berbagai faktor seperti status imun dan hormonal, atau ko-infeksi dengan faktor
yang ditularkan melalui hubungan seks lain. Baru-baru ini, mutasi somatik yang didapat pada
gen supresor tumor LKBI ditetapkan pada lebih dari 20% kanker serviks. LKBI pertama kali
ditetapkan sebagai gen yang mengalami mutasi pada sindrom Peutz Jeghers, kondisi autosom

14
dominan dengan ciri-ciri polip hamartoma dari saluran cerna dan peningkatan risiko yang
bermakna terhadap keganasan epitel pada berbagai tempat anatomik termasuk serviks. LKBI
juga sering mengalami inaktivasi pada kanker paru. Protein LKBI merupakan serine
threonine kinase yang berfungsi fosforilasi dan aktivasi AMPK, suatu sensor metabolit.
AMPK kemudian mengatur pertumbuhan sel melalui kompleks mTOR (Kumar dkk, 2015).

Patofisiologi
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan
displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas
regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus
atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun
perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma
serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka,
pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke
forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau
vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona
transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital
yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel
normal sehingga terjadi keganasan. Berbagai jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada
dasarnya merupakan pendukung siklus hidup alami virus tersebut. Protein tersebut adalah E1,
E2, E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan segmen open reading frame (ORF). Di tingkat
seluler, infeksi HPV pada fase laten bersifat epigenetic.
Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus ekspresi
terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan perakitan virus baru. Virus
baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di samping itu, pada infeksi fase laten
ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang
mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2. Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah
HPV lebih dari ± 50.000 virion per sel dapat mendorong terjadinya integrasi antara DNA
virus dengan DNA sel penjamu untuk kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif (Djoerban,
2000). Ekspresi E1 dan E2 rendah hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi
onkoprotein E6 dan E7. Selain itu, dalam karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV,
protein 53 (p53) sebagai supresor tumor diduga paling banyak berperan. Fungsi p53 wild type
sebagai negative control cell cycle dan guardian of genom mengalami degradasi karena

15
membentuk kompleks p53-E6 atau mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah
stabil, sedangkan p53 wild type adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit.
Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan tanpa
kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai indikator prognosis
molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker maupun keberhasilan terapi
kanker serviks (Kaufman et al, 2000). Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa pada
kanker serviks terinfeksi HPV terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan pernyataan lain,
terjadi penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan, seharusnya p53 dapat
dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis kanker serviks. Bila pembuluh
limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan
parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening
hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada
aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah
bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak.

LO.1.6 Menjelaskan Manifestasi Klinis


Tanda-tanda dini kanker serviks mungkin tidak menimbulkan gejala. Tanda-tanda dini
yang tidak spesifik yaitu sekret vagina yang agak berlebihan dan kadang disertai bercak
perdarahan. Gejala umum yang sering terjadi berupa perdarahan pervaginam
(pascasenggama, perdarahan di luar haid) dan keputihan (Sarwono, 2011).
Pada penyakit lanjut keluhan berupa keluar cairan pervaginam yang berbau busuk,
nyeri panggul, nyeri pinggang dan pinggul, sering berkemih, buang air kecil atau buang air
besar yang sakit. Gejala penyakit yang residif berupa nyeri pinggang, edema kaki unilateral,
dan obstruksi ureter (Sarwono, 2011).
Pada penyakit stadium lanjut, metastasis dapat ditemukan di abdomen, paru atau di
tempat lain. Gejala kanker serviks stadium lanjut meliputi hilangnya nafsu makan, penurunan
berat badan,kelelahan, nyeri panggul, nyeri punggung, nyeri kaki, pembengkakakan kaki,
perdarahan vagina, fistel vagina, dan fraktur (Sudoyo dkk, 2014).

LO.1.7 Menjelaskan Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding


Cara Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinik.
1) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

16
Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah menjadi kanker
invasif, gejalan yang paling umum adalah perdarahan (contact bleeding,perdarahan saat
berhubungan intim) dan keputihan.Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang mejladi
nyeri pinggang atau perut bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke arah
lateral sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala lanjutan bisa
terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ yang terkena, misalnya: fistula
vesikovaginal, fistula rektovaginal, edema tungkai (Kemenkes RI).
2) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan klinik ini meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi serviks, sistoskopi,
rektoskopi, USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan, CT scan atau MRI, PET scan.
Kecurigaan metastasis ke kandung kemih atau rektum harus dikonfirmasi dengan biopsi
dan histologik. Konisasi dan amputasi serviks dianggap sebagai pemeriksaan klinik.
Khusus pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi dilakukan hanya pada kasus dengan
stadium IB2 atau lebih (Kemenkes RI).
Stadium kanker serviks didasarkan atas pemeriksaan klinik oleh karena itu
pemeriksaan harus cermat kalau perlu dilakukan dalam narkose. Stadium klinik ini tidak
berubah bila kemudian ada penemuan baru. Kalau ada keraguan dalam penentuan maka
dipilih stadium yang lebih rendah (Kemenkes RI). Pemeriksaan radiologik berupa foto
paru-paru, pielografi intravena atau CT-scan untuk melihat perluasan penyakit, serta
menyingkirkan adanya obstruksi ureter. Pemeriksaan laboratorium klinik berupa
pemeriksaan darah tepi, tes fungsi ginjal, dan tes fungsi hati untuk mengevaluasi fungsi
organ serta menentukan jenis pengobatan yang diberikan (Sarwono, 2011).
Konfirmasi diagnosis kanker serviks atau pra-kanker memerlukan tindakan biopsi.
Hal ini sering dilakukan melalui kolposkopi, inspeksi visual leher rahim diperbesar dengan
dibantu menggunakan cairan asam asetat encer (misalnya cuka) untuk melihat sel-sel
abnormal pada permukaan serviks. Perangkat medis yang biasa digunakan untuk biopsi
serviks termasuk punch forceps atau spirabrush CX (Sudoyo dkk, 2014).
Prosedur diagnostik lebih lanjut dan pengobatan lingkaran eksisi prosedur listrik
(LEEP) dan konisasi, yaitu lapisan bagian dalam leher rahim akan dihapus untuk diperiksa
patologis. Prosedur ini dilakukan jika biopsi menegaskan keganasan intraepitel serviks
derajat berat (Sudoyo dkk, 2014).
Tes pap merupakan alat skrining yang diandalkan. Tes pap direkomendasikan aat
mulai melakukan aktivitas seksual atau setelah menikah. Setelah tiga kali pemeriksaan tes
pap tiap tahun, interval pemeriksaan dapat lebih lama (tiap 3 tahun sekali). Perempuan

17
berisiko tinggi (infeksi HPV, HIV, kehidupan seksual yang berisiko) dianjurkan
pemeriksaan tes pap setiap tahun. Pemastian diagnostik dengan biopsi serviks (Sarwono,
2011).

Deteksi dini
Deteksi lesi pra kanker terdiri dari berbagai metode :
1) Papsmear (konvensional atau liquid-base cytology/LBC ),
2) Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA),
3) Inspeksi Visual Lugoliodin (VILI),
4) Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture) (Panduan penatalaksanaan kanker serviks).

Pemeriksaan Pap-Smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yang
tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil dari porsi
serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah
melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap
tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smeardapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker
leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian
akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif
secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila
selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan
pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali.
Bahan Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Bahaan pemeriksan apusan Pap Smear terdiri atas secret vaginal, secret serviks (eksoserviks),
secret endoserviks, secret endometrium, secret forniks posterior (Lestadi, 2009).
Alat Pemeriksaan Pap smear
Menurut Lestadi (2009) Dalam membuat pemeriksaan Pap Smear diperlukan alat sebagai
berikut:
a) Kaca objek
b) Bahan fiksasi basah berupa cairan fiksasi alcohol 95% dalam tabung atau bahan fiksasi
kering berupa cytotrep, dryfix, atau hair spray
c) Pensil gelas atau pensil intan (diamond pencil)
d) Spatula Ayre dari kayu model standar atau model modifikasi

18
e) Lidi kapas, ecouvillon rigide atau cytobrush
f) Sapu endometrium (balai endomatre)
g) Spekulum vagina cocor bebek (speculum cusco).
Syarat Pengambilan Bahan sitologi Pap smear
Menurut Lestadi (2009) Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan
pengambilan bahan pemeriksaan Pap Smear yaitu:
1) Sekret vaginal harus berasal dari dinding lateral vagina seperti bagian atas.
2) Pengambilan secret harus dilaksanakan pada keadaan vagina normal tanpa infeksi dan
tanda pengobatan local, paling sedikit dalam waktu 48 jam terakhir.
3) Untuk penilaian hormonal siklus menstruasi pada infertilitas, pengambilan secret harus
dilaksanakan pada hari siklus tertentu, sesuai dengan fase-fase pada siklus haid. Sediaan
vaginal biasanya harus diambil pada hari siklus ke-8, 14,19, dan 22 atau hari siklus ke-8,
15 dan 22.
Prosedur Pap Smear
Menurut Bustan (1997) prosedur Pap Smear dilakukan dengan prosedur :
1) Pemeriksa akan menjelaskan prosedur yang akan dilakukan. Tidur telentang dengan kedua
kaki berada pada penyangga kaki di kiri dan kanan tempat tidur.
2) Pemeriksa akan memeriksa memeriksa apakah ada pembengkakan, luka, inflamasi, atau
gangguan lain pada alat kelamin bagian luar.
3) Memasukan instrumen metal atau plastic yang disebut spekulum ke dalam vagina.
Tujuannya agar mulut rahim dapat leluasa terlihat.
4) Dengan swab atau spatula kayu, atau semacam sikat, operator mengambil sel pada seluruh
saluran mulut rahim, pada puncak mulut rahim, dan pada daerah peralihan mulut rahim
dan vagina
5) Operator akan meletakan sel-sel tersebut pada kaca obyek yang kemudian akan dikirim ke
laboratorium untuk di periksa
6) Spekulum kemudian dilepaskan
7) Operator biasanya akan melanjutkan memeriksa ovarium, uterus, vagina, tuba fallopi, dan
rectal (anus) dengan tangannya
Pemeriksaan Pap Smear tidak membutuhkan pembiusan, baik bius lokal maupun bius
umum. Jika pada Pap Smear ditemukan gambaran sel yang tidak normal maka akan
dilakukan biopsi (pengambilan sedikit jaringan mulut rahim) untuk pemeriksaan mikroskop
lebih lanjut. Pemeriksaan biopsi berguna untuk menginformasikan hasil pemeriksaan Pap
Smear (Bustan, 1997).

19
Hasil Pap Smear
a. Hasil pap smear normal menunjukkan hasil negatif, yaitu tidak adanya sel-sel serviks yang
abnormal,
b. Interpretasi hasil (menurut Papanicolaou)

Klasifikasi menurut Papanicolau


Kelas I  Negatif (tidak ditemukan sel-sel ganas)
Kelas II  Negatif, tidak ditemukan tanda-tanda ganas, ditemukan beberapa sel
atipik 
Kelas III  Ada sel-sel atipik yang sugestif tetapi tidak diagnostik untuk keganas
an maka hanya displasia (ringan,sedang,berat)
Kelas IV  Positif, ditemukan beberapa sel atipik, carcinoma in situ

Kelas V  Positif, ditemukan banyak sel atipik, dengan inti prominent,


hiperkromatik, pleomoerfik, maka carsinima invasive

Tes IVA
Inspeksi Visual dengan Asam asetat (IVA) merupakan metode pemeriksaan dengan
mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati ada tidaknya
kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap
tidak ada infeksi pada serviks. Tes ini dapat dilakukan hanya ntuk deteksi dini. Jika terlihat
tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut harus dilakukan.
Interpretasi IVA:

Klasifikasi IVA Temuan Klinis


Hasil Tes-Positif Plak putih yang tebal atau epitel acetowhite, biasanya dekat
SSK
Hasil Tes-Negatif Permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu,
ektropion, polip, servisitis, inflamasi, Nabothian cyst.

20
Kanker Massa mirip kembang kol atau bisul

Jika hasil tes Pap Smear atau IVA tidak normal, maka dianjurkan melakukan tes lain untuk
membuat diagnosis. Tes lain yang dapat dilakukan antara lain:
1) Kolposkopi
Dalam tes ini, dokter menggunakan sebuah alat yang disebut kolposkopi untuk
memeriksa leher rahim. Kolposkopi menggabungkan suatu cahaya yang terang dengan
lensa pembesar untuk membuat jaringan rahim mudah dilihat. Alat ini tidak dimasukkan
ke dalam vagina. Kolposkopi biasanya dilakukan di tempat praktek dokter atau klinik.
2) Biopsi Metode
Biospi dilakukan dengan pengangkatan jaringan untuk mencari selsel sebelum
bersifat kanker atau sel-sel kanker. Lalu seorang ahli patologi memeriksa jaringan di
bawah mikroskop untuk memeriksa adanya sel-sel abnormal.
3) USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan , CT scan atau MRI, PET scan.

Diagnosis Banding
1. Adenokarsinoma endometrial
2. Polip endoservikal
3. Chlamydia trachomatis atau infeksi menular seksual lainnya pada wanita dengan:
 Keluhan perdarahan vagina, duh vagina serosanguinosa, nyeri pelvis
 Serviks yang meradang dan rapuh (mudah berdarah, terutama setelah berhubungan
seksual). (Kemenkes RI)

LO.1.8 Menjelaskan Tatalaksana


Tatalaksana lesi pra kanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan kesehatan, sesuai
dengan kemampuan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang ada.
Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat dilakukan
program skrining atau deteksi dini dengan tes IVA. Skrining dengan tes IVA dapat dilakukan
dengan cara single visit approach atau see and treat program, yaitu bila didapatkan temuan
IVA positif maka selanjutnya dapat dilakukan pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh
dokter umum atau bidan yang sudah terlatih.
Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal direkomendasikan untuk
konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan kolposkopi. Bila diperlukan maka dilanjutkan
dengan tindakan Loop Excision Electrocauter Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of

21
the Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan diagnostik maupun sekaligus
terapeutik. Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas sayatan, maka bisa dilanjutkan
dengan tindakan konisasi atau histerektomi total.
Temuan abnormal hasil setelah dilakukan kolposkopi :
 LSIL (low grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan observasi 1 tahun.
 HSIL(high grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan observasi 6 bulan

Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks:


1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal
Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O dan CO2,
elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut ditujukan untuk destruksi lokal
lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian pada fase
penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.
a. Krioterapi
Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan metode
pembekuan atau freezing hingga sekurangkurangnya -20oC selama 6 menit (teknik
Freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan gas N2O atau CO2. Kerusakan bioselular
akan terjadi dengan mekanisme: (1) sel‐ sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; (2)
konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok termal dan denaturasi kompleks
lipid protein; (4) status umum sistem mikrovaskular.
b. Elektrokauter
Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi dengan
melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi prakanker pada zona
transformasi. Jaringan spesimen akan dikirimkan ke laboratorium patologi anatomi
untuk konfirmasi diagnostik secara histopatologik untuk menentukan tindakan cukup
atau perlu terapi lanjutan.
c. Diatermi Elektrokoagulasi
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif jika
dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan anestesi umum.
Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai kedalaman 1
cm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas.
d. Laser

22
Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu muatan
listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen,
dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai panjang
gelombang 10,6u. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat dibedakan
dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari mukosa
serviks menguap karena cairan intraselular mendidih, sedangkan jaringan yang
mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap atau
sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran.

Tatalaksana Kanker Serviks Invasif


 Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ)
Konisasi (Cold knife conization). Bila margin bebas, konisasi sudah adekuat pada
yang masih memerlukan fertilitas. Bila tidak tidak bebas, maka diperlukan re-konisasi.
Bila fertilitas tidak diperlukan histerektomi total Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi
sesuai tatalaksana kanker invasif.
 Stadium IA1 (LVSI negatif)
Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi adekuat) apabila fertilitas
dipertahankan. Bila tidak free margin dilakukan rekonisasi atau simple histerektomi.
Histerektomi Total apabila fertilitas tidak dipertahankan.
 Stadium IA1 (LVSI positif)
Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila fertilitas
dipertahankan. Bila operasi tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi medik dapat
dilakukan Brakhiterapi.
 Stadium IA2,IB1,IIA1
Pilihan :
1. Operatif.
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik. (Tingkat evidens 1 /
Rekomendasi A) Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi bila terdapat faktor risiko
yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium, batas sayatan tidak bebas tumor, deep
stromal invasion, LVSI dan faktor risiko lainnya. Hanya ajuvan radiasi eksterna
(EBRT) bila metastasis KGB saja. Apabila tepi sayatan tidak bebas tumor / closed
margin, maka radiasi eksterna dilanjutkan dengan brakhiterapi.
2. Non operatif

23
Radiasi (EBRT dan brakiterapi) Kemoradiasi (Radiasi : EBRT dengan kemoterapi
konkuren dan brakiterapi).
 Stadium IB 2 dan IIA2
Pilihan :
1. Operatif
Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi Tata laksana selanjutnya
tergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi anatomi untuk dilakukan ajuvan
radioterapi atau kemoterapi.
2. Neoajuvan kemoterapi
Tujuan dari Neoajuvan Kemoterapi adalah untuk mengecilkan massa tumor
primer dan mengurangi risiko komplikasi operasi. Tata laksana selanjutnya tergantung
dari faktor risiko, dan hasil patologi anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau
kemoterapi.
 Stadium IIB
Pilihan :
1. Kemoradiasi (Rekomendasi A)
2. Radiasi (Rekomendasi B)
3. Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C) Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal
histerektomi dan pelvik limfadenektomi.
4. Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy (dalam penelitian)
 Stadium III A --> III B
1. Kemoradiasi (Rekomendasi A)
2. Radiasi (Rekomendasi B)
 Stadium IIIB dengan CKD
1. Nefrostomi / hemodialisa bila diperlukan
2. Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin atau
3. Radiasi
 Stadium IV A tanpa CKD
 Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, direkomendasi terlebih dahulu
dilakukan kolostomi, dilanjutkan :
1. Kemoradiasi Paliatif, atau
2. Radiasi Paliatif
 Stadium IV A dengan CKD, IVB

24
1. Paliatif
2. Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi paliatif dapat
dipertimbangkan.

Dukungan Nutrisi
Pasien kanker serviks berisiko mengalami malnutrisi dan kaheksia kanker, sehingga
perlu mendapat terapi nutrisi adekuat, dimulai dari skrining gizi, dan apabila hasil skrining
abnormal (berisiko malnutrisi), dilanjutkan dengan diagnosis serta tatalaksana nutrisi umum
dan khusus. Tatalaksana nutrisi umum mencakup kebutuhan nutrisi umum (termasuk
penentuan jalur pemberian nutrisi), farmakoterapi, aktivitas fisik, dan terapi nutrisi operatif
(lihat lampiran). Pasien kanker serviks dapat mengalami gangguan saluran cerna, berupa
diare, konstipasi, atau mual-muntah akibat tindakan pembedahan serta kemo- dan atau radio-
terapi. Pada kondisi-kondisi tersebut, dokter SpGK perlu memberikan terapi nutrisi khusus,
meliputi edukasi dan terapi gizi serta medikamentosa, sesuai dengan masalah dan kondisi gizi
pada pasien. Penyintas kanker sebaiknya memiliki BB ideal dan menerapkan pola makan
yang sehat, tinggi buah, sayur dan biji-bijian, serta rendah lemak, daging merah, dan alkohol
dan direkomendasikan untuk terus melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan secara teratur
dan menghindari gaya hidup sedenter (Rekomendasi tingkat A).

Rehabilitas Medik
Rehabilitasi medik bertujuan untuk mengoptimalkan pengembalian kemampuan fungsi
dan aktivitas kehidupan sehari-hari serta meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara
aman & efektif, sesuai kemampuan fungsional yang ada. Pendekatan rehabilitasi medik dapat
diberikan sedini mungkin sejak sebelum pengobatan definitif diberikan dan dapat dilakukan
pada berbagai tahapan & pengobatan penyakit yang disesuaikan dengan tujuan penanganan
rehabilitasi kanker: preventif, restorasi, suportif atau paliatif.

25
Pengamatan Lanjut
Pemeriksaan berkala setiap 2 bulan selama 2 tahun, setiap 4 bulan pada tahun ke-3 dan 6
bulan sekali sesudahnya.
 Tes pap setiap kunjungan
 Foto toraks setiap 12 bulan
 PIV 6 bulan dan 2 tahun sesudah pengobatan
 Penanda tumor :SCC
Pemeriksaan fisik melalui perabaan kelenjar getah bening (supra klavikula dan inguinal),
dengan perhatian khusus pada vaginal distal dan daerah sub uretra (Sudoyo dkk, 2014).
Penatalaksanaan untuk jenis adenokarsinoma
Adenokarsinoma 5% dari kanker serviks, baru terdeteksi setelah tumor tumbuh besar
dan cenderung tumbuh endofitik. Pengobatan sama dengan jenis skuamosa, tapi operasi lebih
diutamakan pada stadium awal.
Penatalaksanaan kanker serviks pada kehamilan
Kejadian kanker serviks invasif selama kehamilan 0,02%-0,9%. Kejadian kehamilan
pada pasien dengan kanker serviks invasif berkisar antara 0,5%-5%. Hacker et al.
Melaporkan kejadian karsinoma serviks in situ sebesar 0,013% pada wanita hamil.
Diagnosis sering ditunda karena perdarahan dikaitkan dengan komplikasi. Semua
pasien hamil harus menjalani pemeriksaan panggul dan pap smear pada kunjungan antenatal
pertama mereka. Setiap lesi yang mencurigakan harus dibiopsi. Jika pap smear positif untuk
sel-sel ganas dan diagnosis kanker invasif tidak dapat dibuat dengan kolposkopi dan biopsi,
tindakan konisasi diagnostik diperlukan. Karena konisasi dapat menyebabkan komplikasi
pada ibu dan janin, maka harus dilakukan hanya pada trisemester kedua dan hanya pada
pasien dengan kolposkopi tidak memadai dan punya bukti kuat sitologi kanker invasif.

26
Konisasi pada trisemester pertama dikaitkan dengan tingkat aborsi hingga 33% dan konisasi
konservatif dibawah bimbingan kolposkopi mengurangi risiko tersebut.
Penundaan pengobatan definitif pasien dengan karsinoma in situ atau stadium penyakit
IA cukup aman sampai janin telah matang. Histerektomi vagina dilakukan 6 minggu setelah
melahirkan jika tidak diinginkan kesuburan.
Pengobatan pasien dengan tahap lanjut bergantung pada tahap kehamilan dan keinginan
pasien. Perawatan neonatal modern, tingkat kelangsungan hidup 75% untuk bayi hingga usai
kehamilan 28 minggu, dan 90% yang usia kehamilan 32 minggu. Kematangan paru janin
ditentukan dengan amniosentesis, dan tatalaksana yang tepat diberikan berdasarkan
perhitungan waktu kematangan paru. Pada stadium kanker IB1, pengobatan dengan bedah
kaisar klasik diikuti histerektomi radikal dengan diseksi KGB panggul. Pasien dengan
stadium IIA dan stadium kanker kanker serviks IB diobati dengan radioterapi. Jika janin
dapat dipertahankan, bayi dilahirkan dengan bedah kaisar klasik dan radioterapi dimulai
pasca operasi. Jika kehamilan di trisemester pertama,externalbeam radiation dilakukan
dengan aborsi spontan yang terjadi sebelum penyinaran 40 Gy. Pada trisemester kedua,
penundaan terapi untuk meningkatkan peluang kelangsungan hidup janin. Jika pasien
menunda terapi, pastikan kematangan paru janin sebelum kelahiran dilakukan (Sudoyo dkk,
2014).
Kemoterapi neo-adjuvan untuk stadium awal
Ukuran tumor merupakan faktor prognosis negatif dan berhubungan dengan survival
rate dan waktu untuk sembuh. Tumor primer dengan massa bulky (diameter ≥ 4 cm) pasien
dengan stadium FIGO IB atau IIA berhubungan dengan insidens yang lebih tinggi terhadap
metastasis nodul, kekambuhan sentral, regional dan jauh.
Sisplantin efisien pada pasien dengan kanker serviks lanjut, berulang, atau metastasis.
Pembedahan awal pada pasien kanker serviks dengan massa bulky tidak
direkomendasikan kanker tingginya insidens metastasis ke KGB. Sardi dkk mengusulkan
kemoterapi kombinasi terdiri dari regimen sisplantin, vinkristin, dan bleomisin (PVB) dalam
interval 10 hari. Hasil yang diperoleh adalah berkurangnya ukuran tumor, toksisitas dapat
diterima, dapat reseksi pembedahan kasus yang tidak dapat dioperasi sebelumnya dan juga
survival rate pasien lebih tinggi daripada kelompok kontrol dengan terapi konvensional
(Sudoyo dkk, 2014).

LO.1.9 Menjelaskan Pencegahan


a. Pencegahan Primer

27
Pencegahan primer kanker serviks adalah mencegah terjadinya infeksi HPV
onkogenik karena infeksi onkogenik berpotensi menjadi infeksi HPV persisten yang
merupakan salah satu faktor terjadinya karsinogenesis kanker serviks. Pencegahan primer
meliputi pendidikan kehidupan yang higienis, asupan gizi yang baik untuk meningkatkan
daya imun, pola kehidupan seksual yang normal, menghindari faktor-faktor risiko
 Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami
akan mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan
 Penggunaan kontrasepsi barrier, meningkatkan daya proteksi serviks terhadap infeksi
HPV onkogenik ataupun meningkatkan regresi spontan infeksi HPV.
 Penggunaan vaksinasi HPV
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah menemukan kelainan sel dalam tahap infeksi HPV
ataupun lesi prakanker. Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining.
 Pasien dengan risiko sedang
Hasil pap smear yang negatif sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selisih
waktu antar pemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk
pasien (atau partner) hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui,
dianjurkan untuk melakukan pap smear tiap tahun.
 Pasien dengan risiko tinggi
Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun dan wanita yang
mempunyai banyak partner (multipel partner) seharusnya melakukan pap smear tiap
tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat
diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan risiko khusus, seperti yang
mempunyai riwayat penyakit seksual berulang.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier termasuk komponen natural atau sintetik untuk menekan atau
melawan proses terjadinya kanker. Pencegahan tersier meliputi pelayanan di rumah sakit
(diagnosa dan pengobatan) dan perawatan paliatif. Pencegahan tersier biasanya diarahkan
pada individu yang telah positif menderita kanker serviks. Penderita yang menjadi cacat
karena komplikasi penyakitnya atau karena pengobatan perlu direhabilitasi untuk
mengembalikan bentuk dan/atau fungsi organ yang cacat itu supaya penderita dapat hidup
dengan layak dan wajar di masyarakat (Rasjidi dkk, 2009).

28
LO.1.10 Menjelaskan Komplikasi
Komplikasi Kanker Serviks akibat Penngobatan, meliputi:
 Menopause dini
Menopause dini dapat terjadi jika rahim dan ovarium diangkat lewat operasi, atau
bisa juga karena rahim dan ovarium yang rusak saat menjalani radioterapi. Beberapa
gejala yang bisa muncul akibat kondisi ini adalah:
- Vagina kering.
- Menstruasi berhenti atau tidak teratur.
- Kehilangan nafsu seksual.
- Sensasi rasa panas dan berkeringat.
- Berkeringat berlebihan di malam hari.
- Kehilangan kemampuan menahan buang air kecil (inkontinensia urin)
- Penipisan tulang yang bisa menyebabkan osteoporosis atau tulang rapuh
 Penyempitan vagina
 Munculnya limfedema
Limfedema adalah kondisi pembengkakan tangan atau kaki karena sistem limfatik
yang terhalang atau nodus limfatik diangkat sebagai bagian dari prosedur operasi.

LO.1.11 Menjelaskan Prognosis


Faktor utama yang menimbulkan residif termasuk invasi limfo-vaskuler, metastasis ke
kelenjar getah bening, kedalaman invasi stroma,batas sayatan operasi, dan ukuran tumor.
Jenis karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma tidak berbeda prognosisnya (Sarwono,
2011).
Faktor lain untuk timbulnya residif termasuk ploidi DNA tumor dan ekspresi
onkogen khusus (HER2/neu) (Sarwono, 2011).

29
LI.2 Mempelajari dan Memahami Etika Pemeriksaan Genitalia Menurut Pandangan
Islam
Islam memberikan aturan tentang aurat perempuan yang boleh dilihat dalam hubungan
antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Aurat perempuan adalah seluruh badan
kecuali muka dan telapak tangan. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT Al-Ahzab
(33) : 59

Artinya : Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-
isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya19 ke seluruh tubuh
mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Di dalam ayat tersebut Allah SWT memerintahkan agar laki-laki maupun perempuan
untuk menutupi anggota tubuhnya dan menahan pandangan agar mereka tidak diganggu.
Dengan menutup aurat manusia akan terjaga kehormatannya. Allah SWT juga berfirman
yang artinya “katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya…”21 Ayat ini cakupannya sabda Rasulullah saw
“Palingkanlah wajahmu“. Di sini terdapat pengecualian dari pandangan ini yaitu pada waktu-
waktu yang terpaksa untuk urusan-urusan mendesak seperti, melihat dengan tujuan
pengobatan; Seorang dokter boleh melihat aurat wanita pada tempat-tempat yang
memerlukan pengobatan.
Pengobatan dokter laki-laki terhadap wanita diperbolehkan kecuali dengan beberapa
syarat:
1. Dokter haruslah orang yang bertakwa, dapat dipercaya, adil, mempunyai keistimewaan
dan ilmu pengetahuan pada bidangnya.
2. Jangan membuka bagian-bagian tubuh pasien wanitanya kecuali sesuai dengan keperluan
pemeriksaan.
3. Selama pengobatan harus didampingi mahramnya, suami atau wanita yang dapat
dipercaya seperti ibunya atau saudara wanitanya.
4. Seorang dokter tidak boleh non muslim selama masih ada yang muslim.

30
Selain ke empat syarat di atas juga disyaratkan tidak ada dokter wanita yang mampu
menangani penyakit yang dialami oleh wanita tersebut. Apabila syaratsyarat tadi terpenuhi
maka dokter boleh melihat atau menyentuh bagian-bagian aurat tersebut karena Islam adalah
agama yang tidak memberikan umatnya kesukaran namun mengutamakan mashlahat dan
kemudahan untuk umatnya.

Kewenangan seorang dokter dalam menangani seorang pasien termasuk ke dalam


masalah dharuriyyah, karena pembentukan hukum ini semata-mata dimaksudkan untuk
tujuan pemeliharaan agama (hifz ad-din), pemeliharaan keturunan (hifz an-nasl),
pemeliharaan jiwa (hifz an-nafs), dan pemeliharaan akal (hifz al-‘aql), pemeliharaan harta
(hifz al-mal).
Adapun syarat-syarat untuk bisa dijadikan hujjah adalah
1. Haruslah merupakan suatu kemaslahatan yang hakiki, dan bukan suatu kemaslahatan yang
bersifat dugaan saja.
2. Kemaslahah itu bersifat umum, bukan bersifat perorangan atau kelompok.
3. Pembentukan hukum dengan mengambil kemaslahatan ini tidak berlawanan dengan tata
hukum atau dasar ketetapan nash dan ijma’.
Pada intinya ada kesamaan pandangan ulama, diperbolehkan melihat bagian tubuh
pasien yang mana saja untuk kepentingan pengobatan, dan untuk menghindari adanya fitnah,
disarankan didampingi mahram atau orang yang dapat dipercaya. ‘Illat pengharamannya
karena akan mengundang fitnah, atau akan terjadi perzinaan, merupakan upaya preventif (sad
al-dzari’at). Berdasarkan kaidah fiqhiyyat bahwa pengharaman karena sad al-dzari’at
dibolehkan untuk kemaslahatan (Zulhamdi, 2017).

31
DAFTAR PUSTAKA
Bustan, M.N, 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
Kemenkes. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. Komite Penanggulangan Kanker
Nasional.
Kumar, V., Abbas, A.K.., Aster, J.C., 2015. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 9, Singapura:
Elsevier Saunders.
Lestadi,L. 2009. Sitologi Pap Smear. Jakarta: EGC.
Prawiroharjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.
Rasjidi, Imam. 2009. Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer.
Tangerang: Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Vol.3 (3); 103-108.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. 2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid III. VI. Jakarta: Interna Publishing.
Zulhamdi. 2017. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perempuan Melahirkan Pada Dokter
Kandungan Laki-laki. Al-Qadha Jurnal Hukum Islam dan Perundang-undangan. Vol
(4):2.

32

Anda mungkin juga menyukai