Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

“WAHAM”

PROFESI NERS 9

RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO

DISUSUN OLEH

LILIK MUHIBATUL MILA

690160331

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2017
A. PENGERTIAN
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikir yang tidak sesuai
dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang
kebudayaan, biarpun dibuktikan kemustahilan hal itu. [ CITATION Kel06 \l
1057 ]
Waham sebagai salah satu perubahan proses khususnya isi pikir yang
ditandai dengan keyakinan tanpa ide-ide, pikiran yang tidak sesuai dengan
kenyataan dan sulit diubah dengan logika atau bukti-bukti yang ada.
[ CITATION Har06 \l 1057 ]
B. ETIOLOGI
1. Faktor Biologis
1) Latar belakang genetik. Adanya riwayat keturunan (diturunkan
melalui kromosom orang tua)
2) Sensitivitas biologis: riwayat penggunaan obat dan radiasi
2. Faktor Psikodinamika
Menurut teori Sigmund Frued suatu gangguan jiwa muncul akibat
terjadinya konflik internal (dunia dalam) yang tidak dapat beradaptasi
dengan dunia luar. Gangguan jiwa dapat terjadi apabila ego (akal) tidak
berfungsi dalam mengontrol id (keinginan/kehendak nafsu atau insting).
Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akal (ego) untuk
mematuhi tata tertib, peraturan, atau norma (yaitu super-ego), akan
mendorong terjadinya penyimpangan perilaku.
3. Faktor psikososial
1) Kepribadian: mudah kecewa, putus asa, tidak mampu membuat
keputusan, menutup diri dan cemas yang tinggi.
2) Pengalaman masa lalu: trauma, teraniaya, broken home dan pilih kasih
3) Konsep diri: ideal diri tidak realistis, krisis peran dan gambaran diri
negatif
4) Pertahanan psikologis: riwayat koping tidak efektif dan gangguan
perkembangan
5) Self kontrol: tidak mampu berkonsentrasi
6) Usia: riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai [ CITATION
Mul09 \l 1057 ]
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Sering mengunkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan
2. Merasa tidak ada yang mau mengerti
3. Merasa orang lain menjauhi
4. Menunjukkan permusuhan
5. Curiga pada orang lain
6. Banyak kata atau banyak bicara dan berulang ulang
7. Tampak takut. Kadang panik dan sangat waspada
D. AKIBAT
Klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai dengan
pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-
kata yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang
ditimbulkannya adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
E. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
Salah satunya pemberian Anti Psikotik, jenis- jenis obat antipsikotik
antara lain :
a) Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan
mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25
mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis
tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.
b) Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik
diri. Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50
mg/hari.
c) Haloperidol
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan
mania. Dosis awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg.
2. Psikoterapi
Dengan menegakkan hubungan saling percaya. Terapi individu lebih
efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung
ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan
tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat
perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah
hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang
berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena
disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu
menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan
menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan konstruktif.
Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan
tes realitas. Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman
internal klien, dan harus mampu menampung semua ungkapan perasaan
klien, misalnya dengan berkata : “Anda pasti merasa sangat lelah,
mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui setiap mis persepsi
wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini
tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap
persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan
inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien
membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan
terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.
3. Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien,
sebagai sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh
manfaat dalam membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien.
[ CITATION Kus10 \l 1057 ]
F. POHON MASALAH
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Masalah Keperawatan yang Muncul
a. Resiko menciderai orang lain
b. Kerusakan komunikasi : verbal
c. Gangguan proses pikir: waham
d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
2. Data yang Perlu Dikaji
a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada
seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai / merusak
barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri.
Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara
menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan melempar
barang-barang.
b. Kerusakan komunikasi : verbal
Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang
didengar dan kontak mata kurang
c. Perubahan isi pikir : waham (..)
Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan. Pertanyaan yang
dapat digunakan untuk mengkaji waham:
1) Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang
diungkapkan dan menetap?
2) Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau
apakah pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau
kesehatannya?
3) Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya
aneh dan tidak nyata?
4) Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada diluar
tubuhnya?
5) Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang
lain?
6) Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol
oleh orang lain atau kekuatan dari luar?
7) Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau
kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat
membaca pikirannya?
Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat
waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung
d. Gangguan harga diri rendah
Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri
Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan proses pikir: waham
4. Fokusintervensi Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Diagnosa Rencana Tindakan &Rasional
Hasil
Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Melakukan SP I pasien
isi piker: keperawatan selama ...... a. Membina hubungan saling
waham. diharapkan klien tidak percaya
mengalami gangguan isi Rasional : BHSP
pikir dengan kriteria hasil : memudahkan perawat untuk
1. Klien dapat mengeksplor perasaan dan
berorientasi kepada permasalahan klien
realitas secara bertahap b. Membantu orientasi realita
2. Klien dapat memenuhi Rasional : klien dengan
kebutuhan dasar waham memiliki keyakinan
3. Klien mampu yang salah yang perlu
berinteraksi dengan diluruskan kebenarannya
orang lain dan c. Mengidentifikasi kebutuhan
lingkungan yang tidak terpenuhi dan
4. Pasien menggunakan cara memenuhi kebutuhan
obat dengan prinsip 5 Rasional : klien yang tinggal
benar di rumah sakit sering kali
merasa bosan dan beberapa
kebutuhan klien tidak
terpenuhi
d. Membanatu klienmemenuhi
kebutuhan yang tidak
terpenuhi
Rasional : memotivasi klien
untuk memenuhi kebutuhan
secara pribadi
e. Menganjurkan klien
memasukkan dalam jadwal
harian
Rasional : mengingatkan
klien agar terus melakukan
kegiatan ketika tidak
didampingi oleh perawat
2. Melakukan SP II pasien
a. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian klien
Rasional : mengetahui
apakan intervensi
sebelumnya dilaksanakan
dengan baik oleh klien
b. Berdiskusi tentang
kemampuan yang dimiliki
Rasional : mengeksplor hal
positif yang dimiliki oleh
klien
c. Melatih kemampuan yang
dimiliki
Rasional : meningkatkan
kepercayaan diri klien
3. Melakukan SP III pasien
a. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian klien
Rasional : mengetahui
apakan intervensi
sebelumnya dilaksanakan
dengan baik oleh klien
b. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
penggunaan obat secara
teratur
Rasional : meminum obat
secara rutin mengurangi
gejala kekambuhan dan
mempercepat proses
penyembuhan
c. Menganjurkan klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Rasional : mengingatkan
klien agar terus melakukan
kegiatan ketika tidak
didampingi oleh perawat

4. Melakukan SP I keluarga
a. Mendiskusikan masalah
yang dirasakan keluarga
dalam merawat klien
Rasional : mengetahui
permasalahan untuk
selanjutnya diberikan
intervensi
b. Menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala waham, dan
jenis waham yang dialami
klien beserta proses
terjadinya
Rasional : konsep waham
penting agar keluarga dapat
menyesuaikan diri untuk
merawat pasien
c. Menjelaskan cara-cara
merawat klien waham
Rasional : klien dengan
waham memerlukan
perawatan dan perhatian
khusus keluarga
5. Melakukan SP II keluarga
a. Melatih keluarga
mempraktekkan cara
merawat klien dengan
waham
Rasional : mengerti sejauh
mana penjelasan dapat
dipahami oleh keluarga
klien
b. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung
kepada pasien waham
Rasional : melatih
kemandirian keluarga untuk
merawat klien ketika sudah
tidak di rumah sakit
6. Melakukan SP III keluarga
a. Membantu keluarga
membuat jadwal aktivitas di
rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
Rasional : agar keluarga
dapat mengingatkan klien
untuk minum obat secara
teratur
b. Menjelaskan follow up klien
setelah pulang
Rasional : agar keluarga
memahami apa yang harus
dilakukan setelah pasien
pulang (jadwal control, cara
merawat, dll)

DAFTAR PUSTAKA

Harawi, D. (2006). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, edisi 2.


Jakarta: Gaya Baru.

Keliat, B. A. (2006). Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta: FIK,


UI.

Kusumawati, & Hartono. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Mulyani, Y. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Progsus PKM Rantau.


LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

“HALUSINASI”
PROFESI NERS 9

RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO

DISUSUN OLEH

LILIK MUHIBATUL MILA

690160331

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2017

A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. [ CITATION Kus10 \l 1057 ]
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi sensori
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
[ CITATION Kel06 \l 1057 ]
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
1) Biologi
Faktor biologis halusinasi berfokus pada faktor genetika, faktor
neuroanatomi dan neurokimia (struktur dan fungsi otak), serta
imunovirologi (respon tubuh terhadapsuatu virus).
2) Psikologis
Intelegensia kemampuan individu dalam menyelesaikan konflik diri
dengan menggunakan berbagai upaya koping yang sesuai untuk
mengurangi ketegangan menuju keseimbangan kontinum.
3) Respon fisiologis
Stimulasi sistem saraf otonom dan simpatik serta peningkatan
aktivitas hormon, tremor, palpitasi, peningkatan motilitas.
4) Respon perilaku
Bervariasi tergantung pada tingkat kecemasan, dapat berupa isolasi
diri atau agresif.
2. Faktor Presipitasi
1) Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
2) Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang sering menimbulkan
episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasanya terdapat pada
respon neurologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan,
lingkungan, sikap, dan perilaku individu.
3) Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurologis maladaptif meliputi: regresi, proyeksi, dan menarik diri.
(Putra, 2016)
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Bicara atau tertawa sendiri
2. Marah-marah tanpa sebab
3. Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4. Menutup telinga
5. Menunjuk-nunjuk kearah tertentu
6. Mulut komat-kamit
7. Ada gerakan tangan
8. Mendengar suara atau kegaduhan
9. Mendengar suara yang mencakup bercakap-cakap
10. Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
11. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau suara
lain yang membahayakan.
D. AKIBAT
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend,
M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
1. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
2. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
1. Wajah tegang, merah
2. Mondar-mandir
3. Mata melotot rahang mengatup
4. Tangan mengepal
5. Keluar keringat banyak
6. Mata merah
E. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia
yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun
penyakit. Neuroleptika dengan dosis tinggi bermanfaat pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan yang menimbulkan kejang secara
sepontan dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang
dipasang pada satu atau dua temple, terapi kejang listrik dapat diberikan
pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi. Dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individu atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan mempersiapkan pasien kembali ke masyarakat.
Selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien bergaul dengan
orang lain, pasien lain, perawat, maupun dokter. Maksudnya supaya pasien
tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang tidak
baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama
seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
1) Terapi Musik
yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien. Fokus:
mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi.
2) Terapi Seni
Fokus: untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan
seni.
3) Terapi menari
Fokus pada ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
4) Terapi relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional: untuk koping atau perilaku maladaptif/deskriptif,
meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.
5) Terapi Sosial
Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain
6) Terapi Kelompok
a) Terapi group (kelompok terapeutik)
b) Terapi aktivitas kelompok (TAK)
c) TAK Stimulus Persepsi : Halusinasi
- Sesi 1 : Mengenal halusinasi
- Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
- Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
- Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
- Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan minum obat
7) Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga
[ CITATION Iyu09 \l 1057 ]
F. POHON MASALAH
Resiko Perilaku Kekerasan effect

Gangguan persepsi sensori: Care problem


Halusinansi

Isolasi Sosial causa

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama, usia, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan,
alamat, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nomor CM, diagnosa
medis.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Konsep diri
2)  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
3) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
2)  Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
3)  Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
4) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
h. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
j. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
k. Aspek medis
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
2. Masalah keperawatan yang Muncul
a)  Risiko perilaku kekerasan
b) Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c) Isolasi sosial : menarik diri
3. Diagnosa keperawatan
Gangguan Persepsi sensori : Halusinasi
4. Fokus Intervensi Keperawatan
DIAGNOS
TUJUAN INTERVENSI
A
Gangguan Setelah dilakukan Tindakan Psikoterapeutik
persepsi tindakan keperawatan1. Klien
sensori: selama ......... klien a. Bina hubungan saling percaya
halusinasi mampu mengontrol - Adakan kontak sering dan singkat
halusinasi dengan secara bertahap
kriteria hasil: - Observasi tingkah laku klien
- Klien dapat terkait halusinasinya
membina - Tanyakan keluhan yang dirasakan
hubungan saling klien
percaya - Jika klien tidak sedang
- Klien dapat berhalusinasi klarifikasi tentang
mengenal adanya pengalaman halusinasi,
halusinasinya; diskusikan dengan klien tentang
jenis, isi, waktu, halusinasinya meliputi :
dan frekuensi
b. SP I
halusinasi, - Identifikasi  jenis halusinasi Klien
respon terhadap - Identifikasi isi halusinasi Klien
halusinasi, dan - Identifikasi waktu halusinasi
tindakan yang Klien
sudah dilakukan - Identifikasi frekuensi halusinasi
- Klien Klien
dapat menyebut - Identifikasi situasi yang
kan dan menimbulkan halusinasi
mempraktekan - Identifikasi  respons Klien
cara mengntrol terhadap halusinasi
halusinasi yaitu - Ajarkan Klien menghardik
dengan halusinasi
menghardik, - Anjurkan Klien memasukkan cara
bercakap-cakap menghardik halusinasi dalam
dengan orang jadwal kegiatan harian
lain, terlibat/ SP II
melakukan - Evaluasi jadwal kegiatan harian
kegiatan, dan Klien
minum obat - Latih Klien mengendalikan
- Klien dapat halusinasi dengan cara bercakap-
dukungan cakap dengan orang lain
keluarga dalam - Anjurkan Klien memasukkan
mengontrol dalam jadwal kegiatan harian
halusinasinya SP III
- Klien - Evaluasi jadwal kegiatan harian
dapat minum Klien
obat dengan - Latih Klien mengendalikan
bantuan halusinasi dengan melakukan
minimal kegiatan (kegiatan yang biasa
- Mengungkapka dilakukan Klien di rumah)
n halusinasi - Anjurkan Klien memasukkan
sudah hilang dalam jadwal kegiatan harian
atau terkontrol
SP IV
- Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien
- Berikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
- Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
- Beri pujian jika klien
menggunakan obat dengan benar.
- Menganjurkan Klien
mendemonstrasikan cara control
yang sudahdiajarkan
- Menganjurkan Klien memilih
salah satu cara control halusinasi
yang sesuai
2. Keluarga
a. Diskusikan masalah yang
dirasakn keluarga dalam merawat
Klien
b. Jelaskan pengertian tanda dan
gejala, dan jenis halusinasi yang
dialami Klien serta proses
terjadinya
c. Jelaskan dan latih cara-cara
merawat Klien halusinasi
d. Latih keluarga melakukan cara
merawat Klien halusinasi secara
langsung
e. Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat

T TindakanPsikofarmako
- Berikan obat-obatan sesuai
program Klien
- Memantau kefektifan dan efek
samping obat yang diminum
- Mengukur vital sign secara
periodic

Tindakan Manipulasi Lingkungan


- Libatkan Klien dalam kegiatan di
ruangan
- Libatkan Klien dalam TAK
halusinasi

DAFTAR PUSTAKA

Iyus, Y. (2009). Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Adira.

Keliat, B. A. (2006). Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta: FIK,


UI.

Kusumawati, & Hartono. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Asril, N. (2012). ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DEFISIT


PERAWATAN DIRI ( DPD ), 1–23.

Putra, D. A. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN


GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN.
Retrieved from http://www.e-skripsi.stikesmuh-pkj.ac.id/e-
skripsi/index.php?p=fstream&fid=1230&bid=1292
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

“RISIKO BUNUH DIRI”

PROFESI NERS 9

RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO

DISUSUN OLEH

LILIK MUHIBATUL MILA

690160331

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2017
A. PENGERTIAN
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan
pasien melakukan bunuh diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri,
yaitu:
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-anak
karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya.”
2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien
telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri.
3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai
diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif
mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong
urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. ( Jenny, dkk.
2010)
B. ETIOLOGI
1. Faktor Biologis
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya: Stroke,
Gangguuan kerusakan kognitif (demensia), Diabetes, Penyakit arteri
koronaria, Kanker, HIV / AIDS
2. Faktor Psikososial & Lingkungan:
1) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan
negatif thd diri, dan terakhir depresi.
2) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri
3) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnya sistem pendukung sosial. [ CITATION Iyu09 \l 1057 ]
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Mengancam akan bunuh diri, misalnya ”aku berharap mati saja”;
”keluargaku pasti akan lebih baik kalau aku tidak ada”; ”aku tidak punya
apa-apa yang membuatku tetap hidup.”
2. Sudah pernah mencoba bunuh diri sebelumnya, sekecil apapun empat dari
lima orang yang melakukan bunuh diri sebelumnya telah melakukan
sedikitnya satu percobaan bunuh diri.
3. Tersirat unsur-unsur kematian dalam musik, seni dan tulisan-tulisan
pribadinya.
4. Kehilangan anggota keluarga, binatang peliharaan, atau pacar akibat
kematian, diabaikan, atau putusnya suatu hubungan.
5. Gangguan dalam keluarga, seperti tidak memiliki pekerjaan, penyakit
yang serius, pindah, perceraian.
6. Gangguan tidur, kebersihan diri dan kebiasaan makan.
7. Perasaan murung, tidak berdaya dan putus asa yang mendalam.
8. Menarik diri dari anggota keluarga dan teman, merasa disingkirkan oleh
orang yang berarti bagi dirinya.
9. Membuang atau memberikan semua hadiah-hadiah miliknya dan
sebaliknya mulai menata kerapihan.
10. Serangkaian kecelakaan atau tingkah laku beresiko yang tidak terencana
seperti penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, mengabaikan
keselamatan diri, menerima tantangan yang berbahaya. (dalam
hubungannya dengan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, telah
terjadi peningkatan yang drakmatis selama beberapa tahun belakangan ini
sehubungan dengan jumlah remaja yang melakukan bunuh diri pada saat
sedang dibawah penggaruh alkohol dan obat-obatan terlarang).
[ CITATION Har06 \l 1057 ]
D. AKIBAT
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :
1. Keputusasaan
2. Menyalahkan diri sendiri
3. Perasaan gagal dan tidak berharga
4. Perasaan tertekan
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan berat badan
7. Berbicara lamban, keletihan
8. Menarik diri dari lingkungan social
9. Pikiran dan rencana bunuh diri
10. Percobaan atau ancaman verbal
E. PENATALAKSANAAN
1. Pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bia dilakukan jika dicurigai
adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.
2. Psikofarmako
1) Haloperidol (HLP)
2) Trihexyphenidiyl (THP)
3) Chlorpromazine (CPZ)
3. Psikoterapi
1) Terapi perilaku
Terapi perilaku adalah penerapan secara sistematis teknik yang
diambil dari prinsip belajar (pengkondisian dan teori belajar sosial)
untuk membantu orang-orang melakukan tingkah laku yang adaptif
2) Token ekonomi
Sistem token ekonomi berdasarkan prinsip reinforsmen secara umum.
Asumsi yang mendasari token ekonomi adalah dimana kunci harapan
utama dalam terapi kesehatan jiwa adalah menginginkan klien dapat
berperilaku atau berperan sesuai dengan harapan sosial atau keadaan
sosial. [ CITATION Dal09 \l 1057 ]

F. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Resiko Bunuh Diri

Harga diri rendah

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
1) Masalah keperawatan
 Gangguan konsep diri : harga diri rendah
 Resiko bunuh diri
 Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2) Data yang perlu dikaji
a) Resiko bunuh diri
Data subjektif : Menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak
ada gunanya hidup.
Data objektif : Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah
mencoba bunuh diri.
b) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subjektif :
 Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
 Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
 Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
 Mengungkapkan dirinya tidak berguna
 Mengkritik diri sendiri
Data objektif :

 Merusak diri sendiri


 Merusak orang lain
 Menarik diri dari hubungan sosial
 Tampak mudah tersinggung
 Tidak mau makan dan tidak tidur
3) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Data subyektif :
 Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak
lingkungannya.
Data obyektif :
 Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,
melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Diagnosa keperawatan
a) Resiko bunuh diri
3. Fokus intervensi keperawatan
Tujuan umum            : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus           :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Perkenalkan diri dengan klien
2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4) Bersifat hangat dan bersahabat.
5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
1) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat
oleh perawat.
3) Awasi klien secara ketat setiap saat.
c) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
1) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
3) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
4) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain-lain.
5) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.
d) Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
1) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
2) Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
3) Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama,    keyakinan, hal hal untuk
diselesaikan).
e) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
1) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman
yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan,
membaca buku favorit, menulis surat dll.)
2) Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
3) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama
dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi
masalah tersebut dengan koping yang efektif
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E., & dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Jiwa. Jakarta: Trans Info Medika.

Harawi, D. (2006). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, edisi 2.


Jakarta: Gaya Baru.

Iyus, Y. (2009). Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Adira.

Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah


Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

“DEFISIT PERAWATAN DIRI”

PROFESI NERS 9

RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO

DISUSUN OLEH

LILIK MUHIBATUL MILA

690160331

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2017

A. PENGERTIAN
Kurangnya perawatan diri pada klien dengan gangguan jiwa terjadi
akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri menurun.
Defisit perawatan diri pada klien dengan gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri
secara mandiri, dan toileting (Buang Air Besar (BAB)/Buang Air
Kecil(BAK)) secara mandiri.(Asril, 2012)
B. ETIOLOGI
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri
adalah sebagai berikut : kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien
laki-laki tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan
makan tidak pada tempatnya.
4. Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB/BAK
tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah
BAB/BAK
(Nurjanah, 2001)
D. AKIBAT
Klien yang kurang merawat kebersihan dirinya akan beresiko integritas kulit,
karena kotor kulit akan mudah terkena luka
E. PENATALAKSANAAN
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
2. Membimbing dan menolong klien merawatan diri
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
F. POHON MASALAH
Resiko integritas kulit : akibat

Defisit perawatan diri : core problem

Isolasi soaial : menarik diri : sebab


G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data Yang Harus Dikaji
DS :
- Pasien merasa lemah
- Malas untuk beraktifitas
- Merasa tidak berdaya
DO :
- Rambut kotor, acak – acakan
- Badan dan pakaian kotor sekaligus mengeluarkan bau yang tidak sedap
- Mulut dan gigi bau
2. Masalah Keperawatan yang
Muncul
- Defisit perawatan diri
- Resiko integritas kulit
- Isolasi sosial : menarik diri
3. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri
4. Fokus Intervensi
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri
Intervensi :
a. Strategi Pelaksanaan pada pasien
1) Strategi Pelaksanaan 1 (SP1)
- Bina hubungan saling percaya
- Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
- Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.
- Menbantu klien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
- Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
2) Strategi Pelaksanaan 2 (SP2)
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
- Menjelaskan cara berdandan.
- Tindakan melatih klien berdandan/berhias : klien laki-laki harus
dibedakan dengan wanita. Untuk klien laki-laki latihan meliputi:
Berpakaian, menyisir rambut, bercukur. Untuk klien wanita
latihan meliputi: Berpakaian, menyisir rambut, berhias.
- Membantu klien mempraktekkan cara berdandan.
- Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
3) Strategi Pelaksanaan 3 (SP3)
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
- Menjelaskan cara makan yang baik.
- Membantu klien mempraktekkan cara makan yang baik.
- Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan.
4) Strategi Pelaksanaan 4 (SP4)
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
- Menjelaskan cara eliminasi yang baik.
- Membantu klien mempraktekkan cara eliminasi yang baik dan
memasukkan dalam jadwal.
- Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
b. Strategi Pelaksanaan pada keluarga
1) Strategi Pelaksanaan 1 (SP1)
- Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
- Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri
dan jenis defisit perawatan diri yang dialami klien beserta proses
terjadinya.
- Menjelaskan cara-cara merawat klien defisit perawatan diri.
2) Strategi Pelaksanaan 2 (SP2)
- Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan
defisit perawatan diri.
- Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien
defisit perawatan diri.
3) Strategi Pelaksanaan 3 (SP3)
- Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat.
- Menjelaskan follow up dan rujukan.
DAFTAR PUSTAKA

Iyus, Y. (2009). Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Adira.

Dalami, E., & dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Jiwa. Jakarta: Trans Info Medika.

Nurjanah, Intansari. (2001). Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.


Yogyakarta: Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

“PERILAKU KEKERASAN”

PROFESI NERS 9

RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO

DISUSUN OLEH

LILIK MUHIBATUL MILA

690160331

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2017
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di
mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan
motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007). Perilaku kekerasan merupakan
suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik
maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk 
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
B. ETIOLOGI
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga
diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
(mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
2. Gangguan hubungan sosial (menarik
diri)
3. Percaya diri kurang (sukar
mengambil keputusan)
4. Mencederai diri (akibat dari harga
diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan
mengakiri kehidupannya.
5. Muka merah dan tegang
6. Pandangan tajam
7. Mengatupkan rahang dengan kuat
8. Mengepalkan tangan
9. Jalan mondar-mandir
10. Bicara kasar
11. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
12. Mengancam secara verbal atau fisik
13. Melempar atau memukul
benda/oranglain
14. Merusak barang atau benda
15. Tidak mempunyai kemampuan
mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan.
D. AKIBAT
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang
lain dan lingkungan.
E. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis        : Phenotizin
b. Obat anti depresi         : Amitriptyline
c. Obat anti ansietas        : Diazepam, Bromozepam, Clobozam
d. Obat anti insomnia      : Phneobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah
klien dengan memberikan perhatian :
1. BHSP
2. Jangan memancing emosi klien
3. Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
4. Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat
5. Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan
masalah yang dialami
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau
aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan
dan tingkah laku pada orang lain.

c. Terapi musik
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien.
F. POHON MASALAH
Risiko mencederai diri sendiri,orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : HDR

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data yang perlu dikaji
1) Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
 Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain,
ingin membunuh, dan ingin membakar atau mengacak-acak
lingkungannya.
 Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,
melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang
disekitarnya.
2) Perilaku kekerasan / amuk
 Data Subyektif :
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa
lainnya.
 Data Obyektif
a. Mata merah, wajah agak merah.
b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
d. Merusak dan melempar barang-barang.
3) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
 Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa- apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri
 Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin
mengakhiri hidup.
2. Masalah keperawatan yang Muncul
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan / amuk
3. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
3. Diagnosa keperawatan
1) Perilaku kekerasan
4. Fokus intervensi keperawatan

Diagnosa Strategi pelaksanaan


Perilaku SP I P
kekerasa 1. Mendiskusikan penyebab PK
n 2. Mendiskusikan tanda dan gejala PK
3. Mendiskusikan PK yang dilakukan
4. Mendiskusikan akibat PK
5. Mendiskusikan cara menontrol PK
6. Melatih cara mengontrol PK dengan cara fisik 1: nafas
dalam
7. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

SP II P
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dgn cara
fisik 1
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II (pukul
bantal/kasur)
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
SP III P
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dengan
cara fisik I dan II
2. Melatih pasien mengotrol PK dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
SP IV P
1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dengan
cara fisik I,II dan verbal
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
SP V P
1. Mengevaluasi kemampuanmengontrol PK dengan cara fisik
I,II, verbal dan spiritual
2. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan patuh minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003

Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Kaplan, H.I., Sadock, B.J.. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan).
Jakarta: Widya Medika

Keliat, B.A.. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2. Jakarta: EGC

Yosep. 2009. Keperawatan jiwa edisi refisi. Bandung: PT.Refika Aditama


LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

“ISOLASI SOSIAL”

PROFESI NERS 9

RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO

DISUSUN OLEH

LILIK MUHIBATUL MILA

690160331

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2017
A. PENGERTIAN
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran,
prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009).Isolasi social adalah keadaan ketika
seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009).
Menurut Dalami, dkk. (2009), isolasi sosial adalah gangguan dalam
berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang
mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
B. ETIOLOGI
Terjadinya faktor ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan perkembangan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya dengan orang lain,
ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain,
tidak mampu merumuskan keinginan, keadaan menimbulkan perilaku tidak
ingin berkomunikasi dengan orang lain.
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Menyendiri dalam ruangan
2. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata
3. Sedih, afek datar
4. Perhatian dan tindakan tidak sesuai dengan usia
5. Mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain
6. Menggunakan kata – kata simbolik
7. Menggunakan kata – kata yag tidak berarti
8. Kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara
D. AKIBAT
Perilaku isolasi sosial: menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi atau bahkan perilaku kekerasan menciderai diri
( akibat dari harga diri rendah disertai dengan harapan yang suram, mungkin
klien akan mengakhiri hidupnya ).
E. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
2. Terapi fisik ECT (Elektro Compution Teraphy)
3. Terapi psikologi
4. Terapi social
F. POHON MASALAH

Perubahan sensori/persepsi Akibat

Isolasi sosial : menarik diri Masalah utama

Gangguan konsep diri : harga diri Penyebab


rendah kronis

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Pada umumnya identitas klien yang dikaji pada klien dengan masalah
utama Kerusakan Interaksi Sosial Menarik Diri adalah biodata yang
meliputi:
1) Nama
2) Umur terjadi pada umur atara 15 – 40 tahun
3) Bisa terjadi pada semua jenis kelamin
4) Status perkawinan
5) Tangggal MRS
6) Informan
7) Tangggal pengkajian
8) No rumah klien dan alamat klien
9) Agama
10) Pendidikan
11) Pekerjaan dapat menjadi faktor untuk terjadinya penyakit
kerusakan interaksi sosial pada kasus menarik diri.
b. Alasan masuk rumah sakit
Keluhan biasanya adalah kontak mata kurang, duduk sendiri lalu
menunduk, menjawab pertanyaan dengan singkat, menyediri
(menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada,
berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang lain, tidak
melakukan kegiatan sehari – hari, dependen (Kusumawati,2010).
c. Faktor predisposisi
Pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha
pengobatan bagi klien yang telah mengalami gangguan jiwa trauma
psikis seperti penganiayaan, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan
keturunan yang mengalami gangguan jiwa serta pengalaman yang
tidak menyenangkan bagi klien sebelum mengalami gangguan jiwa.
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan / frustrasi berulang, tekanan dari kelompok
sebaya; perubahan struktur social (Dalami,2009).
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi ,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena
sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan, di tuduh KKN, dipenjara tiba
– tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan
negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama (Dalami,2009).
d. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD: cenderung meningkat, Nadi:
cenderung meningkat, suhu: meningkat, Pernapasan : bertambah, TB,
BB: menurun).
e. Keluhan fisik
Biasanya mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga bisa
terjadi penurunan berat badan. Klien biasanya tidak menghiraukan
kebersihan dirinya.
f. Aspeks psikososial
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
g. Konsep diri
Konsep diri merupakan satu kesatuan dari kepercayaan, pemahaman
dan keyakinan seseorang terhadap dirinya yang memperngaruhi
hubungannya dengan orang lain. Pada umumnya klien dengan
Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri mengalami
gangguan konsep diri seperti (Kelliat,2010) :
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif
tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan .
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya ;
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri. Klien mempunyai
gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan social dengan
orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam
masyarakat. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk
ibadah ( spritual)

6) Hubungan social
Hubungan sosial merupakan kebutuhan bagi setiap manusia,
karena manusia tidak mampu hidup secara normal tanpa bantuan
orang lain. Pada umumnya klien  dengan Isolasi Sosial pada kasus
Menarik Diri mengalami gangguan seperti tidak merasa memiliki
teman dekat, tidak pernah melakukan kegiatan kelompok atau
masyarakat dan mengalami hambatan dalam pergaulan.
h. Status mental
1) Penampilan
Pada klien dengan Isolasi Sosial : Menarik Diri berpenampilan
tidak rapi, rambut acak-acakan, kulit kotor, gigi kuning, tetapi
penggunaan pakaian sesuai dengan keadaan serta klien tidak
mengetahui kapan dan dimana harus mandi.
2) Pembicaraan
Pembicaraan klien dengan Isolasi sosial Menarik Diripada
umumnya tidak mampu memulai pembicaraan, bila berbicara topik
yang dibicarakan tidak jelas atau kadang menolak diajak bicara.
3) Aktivitas motorik
Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktifitas, kadang
gelisah dan mondar-mandir.
4) Alam perasaan
Alam perasaan pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada
kasus Menarik Diri biasanya tampak putus asa dimanifestasikan
dengan sering melamun.
5) Afek
Afek klien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi terhadap rangsang
yang normal.
6) Interaksi selama wawancara
Klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang-kadang
menolak untuk bicara dengan orang lain.
7) Persepsi
Klien dengan Isolasi Sosial pada kasus Menarik Diri pada
umumnya mengalami gangguan persepsi terutama halusinasi
pendengaran, klien biasanya mendengar suara-suara yang
megancam, sehingga klien cenderung sering menyendiri dan
melamun.
8) Isi piker
Klien dengan Isolasi Sosial pada kasus Menarik Diri pada
umumnya mengalami gangguan isi pikir : waham terutama waham
curiga.
9) Proses piker
Proses pikir pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada
kasus Menarik Diri akan kehilangan asosiasi, tiba-tiba terhambat
atau blocking serta inkoherensi dalam proses pikir.
10) Kesadaran
Klien dengan Isolasi Sosial pada kasus Menarik Diri tidak
mengalami gangguan kesadaran.
11) Memori
Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien mampu
mengingat hal-hal yang telah terjadi.
12) Konsentrasi dan berhitung
Klien dengan Isolasi Sosial pada kasus Menarik Diri pada
umumnya tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi dan
berhitung.
13) Kemampuan penilaian
Klien tidak mengalami gangguan dalam penilaian
14) Daya tilik diri
Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan
mengingkari penyakit yang dideritanya.
i. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan
mengingkari penyakit yang dideritanya.
2) BAB / BAK
Kemampuan klien menggunakan dan membersihkan WC kurang.
3) Mandi
Klien dengan Isolasi Sosial pada kasus Menarik Diri bisanya tidak
memiliki minat dalam perawatan diri (mandi)
4) Istirahat dan tidur
Kebutuhan istirahat dan tidur klien biasaya terganggu
5) Mekanisme koping
Koping yang digunakan klien adalah proyeksi, menghindar dan
kadang-kadang mencedrai diri. Klien apabila mendapat masalah
takut atau tidak mau menceritakannya pada orang orang lain (lebih
sering menggunakan koping menarik diri). Mekanisme koping
yang sering digunakan pada klien menarik diri adalah regresi,
represi, dan isolasi.
j. Masalah psikososial dan lingkungan
Klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan seperti
klien direndahkan atau diejek karena klien menderita gangguan jiwa.
k. Pengetahuan
Klien dengan Isolasi Sosial pada kasus Menarik Diri, kurang
mengetahuan dalam hal mencari bantuan, faktor predisposisi, koping
mekanisme dan sistem pendukung dan obat-obatan sehingga penyakit
klien semakin berat.
l. Aspek medic
Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang digunakan  oleh
klien selama perawatan.
2. Masalah keperawatan yang Muncul
a. Resiko perubahanm persepsi sensori: halusinasi
b. Isolasi sosial : menarik diri
c. Gangguan konseps diri: harga diri rendah

3. Diagnosa keperawatan
1) Isolasi sosial
4. Fokus intervensi keperawatan

Diagnosa Strategi pelaksanaan


Isolasi SP I P
sosial 1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi
dengan orang lain
3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain
4. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan
berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan
harian
SP II P
1. Mengevalusai jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mempraktikkan cara berkenalan dengan satu orang
3. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang –
bicang dengan orang lain dalam jadwal harian
SP III P
1. Mengevalusai jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan berkenalan dengan dua orang
atau lebih
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika
Herman, Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika
Keliat, B.A, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHM (Basik
Course). Jakarta: EGC
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Purba, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial
Dan Gangguan Jiwa. Medan : USU Press.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa : Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Penerbit Andi

Dalami, E. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:


Trans Info Media.
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

“HARGA DIRI RENDAH”

PROFESI NERS 9

RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO

DISUSUN OLEH

LILIK MUHIBATUL MILA

690160331

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2017
A. PENGERTIAN
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri
sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri,
merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai dengan ideal
diri (Keliat, 2011).
Gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang
terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun
tidak langsung.
B. ETIOLOGI
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua ang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pda orang lain dan
ideal diri yang tidak realistik.
Stressor pencetus munkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal, seperti: trauma fisik maupun psikis, ketegangan peran, transisi
peran situasi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui
kelahiran atau kematian, serta transisi peran sehat sakit sebagai transisi dari
keadaan sehat dan keadaan sakit.
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya: malu dan sedih karena rambut jadi botak
setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika
saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri
sendiri.
Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu,
saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa. Gangguan hubungan sosial,
seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih
suka sendiri.
3. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
4. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
D. AKIBAT
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak
mampu bergaul dengan orang     lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik
diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial.
Tanda dan gejala :
Data Subyektif :
1. Mengungkapkan untuk memulai hubungan/ pembicaraan
2. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain
Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
Data Obyektif :
1. Kurang spontan ketika diajak bicara
2. Apatis
3. Ekspresi wajah kosong
4. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal
5. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara
E. PENATALAKSANAAN
a. Psikofarmako
Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2
golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya:
Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), dan
Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone
(Risperdal, Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine
(Seroquel), dan Clozapine (Clozaril).
b. Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan apabila
klien dengan terapi psikofarma sudah mencapai tahapan dimana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri
sudah baik.
F. POHON MASALAH
Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri

Gangguan citra tubuh


G. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
1) Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
harga diri rendah adalah:
a) Harga diri rendah kronik
b) Gangguan Citra Tubuh
c) Isolasi sosial
2) Data yang perlu dikaji
Data yang perlu dikaji pada pasien dengan harga diri rendah (Fitria,
2009 dan Yosep, 2009), adalah:
Data subyektif:
a. Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna.
b. Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu
c. Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau
bekerja.
d. Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi,
berhias, makan atau toileting).
Data obyektif:
a) Mengkritik diri sendiri
b) Perasaan tidak mampu
c) Pandangan hidup yang pesimistis
d) Tidak menerima pujian
e) Penurunan produktivitas
f) Penolakan terhadap kemampuan diri
g) Kurang memperhatikan perawatan diri
h) Berpakaian tidak rapi
i) Berkurang selera makan
j) Tidak berani menatap lawan bicara
k) Lebih banyak menunduk
l) Bicara lambat dengan nada suara lemah.
b. Diagnosa keperawatan
Harga diri rendah
c. Fokus intervensi keperawatan
a. Harga diri rendah.
Tujuan umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
optimal.
Tujuan khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
 Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik:
 Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
 Perkenalkan diri dengan sopan
 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
 Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki.
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien.
 Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu
klien.
 Utamakan memberi pujian yang realistik.
3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
 Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
 Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
4) Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi
klien.
 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
 Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
 Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
mearwat klien dengan harga diri rendah.
 Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien
dirawat.
 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E., Suliswati., Rochimah., Suryati, K.R,. Lestari, W (2009). Asuhan


keperawatan klien dengan gangguan jiwa.Ed.1. Jakarta: TIM

Hawari. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa. Jakarta: Balai Penerbit

Keliat, B.A, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHM (Basik
Course). Jakarta: EGC
Stuart, Gail W. 2007. Buku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai