Analisis Areal Luapan dan Kualitas Air Pasang di Lahan Rawa Pasang Surut
dalam Rangka Meningkatkan Luas dan IP Padi ~ 200% [Identifikasi Dinamika
Luas Areal Luapan dan Kualitas Air Pasang di Lahan Pasang SUM di Kalimantan Selatan Menggunakan Data Citra Satelit di Mendukung Peningkatan Luas Areal Ta Ketersediaan air dan pengendaliannya sesuai kebutuhan tanaman dan tanah merupakan kunci keberhasilan usahatani di lahan rawa pasang surut dan merupakan dasar dalam penyusunan pola tanam dalam rangka meningkatkan produktivitas dan indeks pertanaman. Kemampuan pasang air laut masuk ke kawasan hulu rawa surut sangat bervariasi tergantung berbagai faktor, antara lain, pola pasang surut air laut (pasang tunggal dan ganda), besarnya curah hujan daerah hulu yang mengalir ke kawasan hilir (kawasan rawa pasang surut), karakteristik tanah, penggunaan lahan, kelancaran gerakan air irigasi dan drainase kawasan hulu-hilir (sistem jaringan saluran air, dimensi saluran dan gulmalhambatan di saluran); dan topografi kawasan hulu-hilir. Bervariasinya kemampuan pasang air laut masuk ke kawasan lahan pertanian di daerah rawa memunculkan pembagian kawasan rawa menjadi rawa pasang surut dan lebak (non pasang surut), dan terbaginya lahan rawa pasang surut menjadi 4 tipe luapan (A, B, C, dan D). Adanya variasi tinggi pasang air laut setiap hari sesuai daya tarik bulan terhadap permukaan air laut dan bervariasinya curah hujan kawasan hulu yang akan mengalirkan air ke daerah hilir rawa pasang surut menyebabkan bervariasinya luas dan tingggi genangan kawasan rawa pasang surut setiap waktu. Untuk memudahkan dalam pengelolaan rawa pasang surut maka perlu: mempelajari dinamika luas lahan yang terluapi pada berbagai tipe luapan menggunakan citra sateHt untuk menduga potensi perluasan areal tanam dan IP > 200%. Air pasang membawa hara-hara, bila meluapi lahan secara terus menerus, maka ada hara yang masuk dan ada pula hara yang tercuci disaat surut. Bervariasinya lama lahan terluapi, besarnya air yang meluapi dan kualitas aimya serta karakteristik tanah memunculkan perbedaan pengkayaan dan pencucian hara. Untuk mengetahui hal tersebut, dilakukan penelitian secara sistematis, sesuai type luapan air, kualitas air pasang dan kararteristik lahan. Emisi gas CH4 dan C02 yang muncul dalam budidaya padi di lahan gam but dan sulfat masam dapat dikurangi dengan menggunakan varietas padi emisi rendah, dan pengaturan air untuk memperkecil terbentuknya gas metan, serta ameliorasi dengan kation polyvalen yang akan menghambat perombakan bahan organic. Dilain pihak, adanya pertanaman padi, secara otomatis padi akan menyerap C02 dari udara untuk dijadikan bagian tubuh tanaman, hal ini akan mengurangi C02 di udara. Perlu diketahui factor apa (dari ketiga factor diatas) yang paling menentukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca tersebut sehingga dapat dibuat formula untuk meningkatkan pengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan rosot karbon tersebut. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi dinamika luasan dan tinggi muka air sebagai dasar dalam membuat model prediksi tinggi muka air kawasan rawa pasang surut guna menunjang peningkatan indeks pertanaman serta untuk mendapatkan paket teknologi ameliorasi, pengelolaan air dan varietas guna meningkatkan produktivitas lahan rawa pasang surut dan menekan emesi gas rumah kaca telah dilaksanakan pada tanah gambut dan sulfata masam di, Kabupaten Barito Kuala, Kalsel, dan kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Penelitian terdiri dari 3 kegiatan, yaitu (1) Dinamika Luas lahan yang terluapi pada berbagai tipe luapan untuk menduga potensi perluasan areal tanam dan IP > 200%, (2) Zonase Type Luapan Air dan Dinamika Kualitas Air Pasang yang Mampu Memperkaya Hara (N,P,dan K) > 20% di Lahan Pasang Surut, dan (3) Analsisi Faktor Penentu yang Mampu Menurunkan Emisi CH4 dan C02 > 15%,peningkatan rosot karbon> 20 % dengan Peningkatan Produktivitas Gabah > 20% pada Budidaya Padi di Lahan Gambut dan Sulfat Masa Hasil penelitian menunjukkan (1) semakin jauh jarak saluran primer/sekunder dari muara sungai Barito/laut, semakin kedl kemampuan air pasang masuk ke hulu saluran. Pada saluran UPT Tabunganen, air pasang mampu masuk ke ujung saluran (7 km), Jelapat 6 km, Bambangin 4 km, Barambai 2 km, dan Talaran 0 km. Kemampuan tersebut dapat berubah sesuai curah hujan kawasan. Secara potensial, luas lahan yang terluapi meningkat saat air pasang pumama, lahan terluapi hanya bila ada saluran masuk ke patak sawah tersebut, (2) air pasang sungai Barito mempunyai kualitas yang cukup baik sebagai bahan pencuci asam, mempunyai pH > 6, membawa hara. Kualitas air drainase pada saluran sekunder berbeda mengikuti kemapuan pasang masuk. Air drainase pada saluran Tabunganen mempunyai pH yang relatif sama dengan pH air pasang, sedangkan air drainase pada saluran lainnya mempunyai pH antara 3,0 sd 4,0. Pengkayaan hara dari air pasang sungai sangat keeil, karena dibarengi oleh pencucian hara disaat surut, (3) pada fase vegetatif, pemberian bahan amelioran mampu menurunkan konsentrasi sebesar 22,6% dan 14.7% CH4 (kompos jerami), dan 28,8% CO2 (terak baja) 10,4% CH4 (terak baja). Perlakuan tata air dengan pemberian air berselang (intermeten) tidak mampu menurunkan konsentrasi CO2.dan CH4.. (4) Pada fase generatif, pemberian kompos jerami pada tanah gam but mampu menurunkan 15,2% CH4, pemberian terak baja mampu menurunkan konsentrasi sebesar 13,7% CO2 dan 21,78% CH4, dan 9,4% CO2 dan 41,8% CH4 pada tanah sulfat masam. Perlakuan tata air dengan pemberian air berselang (intermeten) mampu menurunkan kosentrasi 12,5% CO2 dan 4,3% CH4 pada tanah gam but dan sebesar 12,66% CO2 dan 69,5% CH4 pada tanah sulfat masam, (5) Pengaruh pemberian bahan amelioran dan pengaturan air tidak mampu mempengaruhi rosot karbon melebihi > 15%.