Anda di halaman 1dari 161

A.

DATA ORGANISASI PERUSAHAAN

1
B. DAFTAR PENGALAMAN KERJA SEJENIS 10
(SEPULUH) TAHUN TERAKHIR

2
C. URAIAN PENGALAMAN KERJA SEJENIS 10
(SEPULUH) TAHUN TERAKHIR

3
D. TANGGAPAN DAN SARAN TERHADAP KAK
DAN PESONIL/FASILITAS PENDUKUNG DARI
PPK

Pada bagian ini konsultan menyampaikan tanggapan dan saran terhadap Kerangka
Acuan Kerja (KAK) yang diberikan oleh pengguna jasa (Kegiatan Perencanaan
Pembangunan Jalan dan Jembatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang,
Pemerintah Daerah Provinsi Banten) berikut dengan apresiasi dan inovasi yang
diusulkan tim konsultan sebagai tindak lanjut dari tanggapan dan saran yang
disampaikan.

Tanggapan dan saran yang diberikan merupakan manifestasi dari pemahaman tim
konsultan terhadap latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup pekerjaan , serta
keluaran yang diharapkan dalam KAK. Tanggapan dan saran ini memuat beberapa hal
yang perlu diklarifikasi, dibatasi, dikembangkan lebih lanjut, atau yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan pekerjaan sehingga proses kegiatan dapat menjadi
lebih tajam dan terarah sehingga menghasilkan keluaran sebagaimana diharapkan
dalam KAK.

Adapun apresiasi dan inovasi yang diusulkan oleh konsultan adalah wujud
implementasi dari tanggapan dan saran yang disampaikan di dalam proses
pelaksanaan pekerjaan, berupa usulan metoda atau pendekatan kerja, ataupun hal-hal
teknis lainnya dalam rangka mengoptimalkan sumber daya yang ada.

D.1TANGGARAN DAN SARAN TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA

Sebelum memberikan tanggapan dan saran terhadap kerangka acuan kerja,


sebelumnya dijelaskan terlebih dahulu pemahaman konsultan terhadap kerangka
acuan kerja. Berikutnya, Tanggapan dan saran yang disampaikan terhadap KAK ini
merupakan tindak lanjut dari pemahaman konsultan atas substansi dan alokasi sumber
daya untuk pelaksanaan kegiatan Studi Kelayakan Jalan Serang North Inner Ring Road
(Pakupatan-Lopang). Tanggapan dan saran ini berisi beberapa hal yang perlu
diperjelas, diklarifikasi, dibatasi, dikembangkan lebih lanjut, atau hal baru yang
diusulkan konsultan dalam rangka meningkatkan kualitas proses kegiatan.

D.1.1 TANGGAPAN TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, dalam hal ini
adalah Kegiatan Kebijakan dan Strategi Pengembangan Jaringan Jalan dan Jembatan,
Sub Direktorat Kebijakan dan Strategi, Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal
Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum.

Dalam KAK sudah menyampaikan beberapa hal pokok terkait dengan pelaksanaan
kegiatan ini yang meliputi: latar belakang, dasar hukum, maksud dan tujuan, lingkup
pekerjaan, hasil yang diharapkan, tenaga ahli, waktu pelaksanaan, dan sistem
pelaporan.

4
Seluruh rangkaian yang dijelaskan dalam KAK pada dasarnya merupakan kegiatan yang
berbasis kinerja, sehingga keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan ini
harus relevan dengan keluaran kegiatan dari unit kerja sesuai dengan tugas dan
fungsinya dalam Pemerintahan.

D.1.1.1 TANGGAPAN TERHADAP LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam KAK bagian 1 telah disampaikan latar belakang pelaksanaan pekerjaan ini,
selain itu disampaikan juga beberapa pokok permasalahan yang menjadi latar belakang
diperlukannya pelaksanaan kegiatan Studi Kelayakan Jalan Serang North Inner Ring
Road (Pakupatan-Lopang) ini.
Latar Belakang yang dikutip dari KAK adalah:
Studi kelayakan merupakan bagian akhir dari tahapan evaluasi kelayakan proyek,
untuk menilai tingkat kelayakan suatu alinyemen pada koridor yang terpilih pada pra
studi kelayakan, dan untuk menajamkan analisis kelayakan bagi beberapa alternatif
rute terpilih yang diusulkan.
Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
adalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mempunyai salah satu wewenang dan
tanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan prasarana transportasi darat
yaitu jalan dengan status Jalan Provinsi. Adanya Kemacetan disekitar kota serang
disebabkan banyaknya pengguna jalan yang melewati kota serang seperti dari daerah
utara serang yaitu orang ciruas atau cikande yang akan ke lopang atau sebaliknya,
padahal secara kebutuhan pengguna jalan ini belum tentu mempunyai kepentingan ke
kota serang tetapi secara trase jalannya mereka harus melewati kota serang terlebih
dahulu sehingga makin menambah banyaknya jumlah kendaraan, maka dari itu
diperlukan adanya jalan baru dari arah pakupatan ke lopang agar dapat memecah jalur
kendaraan dari utara kota serang agar tidak melitasi kota serang dan dengan adanya
jalan baru ini dapat sekaligus membuka kawasan baru di sekitar wilayah kota serang,
sehingga diperlukan suatu pengaturan sistem penanganan dengan memanfaatkan ROW
daerah milik Jalan yang tersedia atau membuat jalan baru agar tidak terjadi hambatan
atau sumbatan sehingga dapat menghasilkan pelayanan yang optimal.
Beberapa tahun belakanganpun banyak teknologi baru yang terus dikembangkan dan
diterapkan tidak hanya untuk mendapatkan konstruksi yang aman, ekonomis, tetapi
juga sekaligus untuk mendapatkan keamanan kekuatan, atau umur layan Jalan
seoptimal mungkin.
Identifikasi Masalah yang dikutip dari KAK adalah:
Studi Kelayakan Jalan Serang North Inner Ring Road (Pakupatan - Lopang) saat ini
dirasa sudah sangat perlu karna Adanya Kemacetan disekitar kota serang disebabkan
banyaknya pengguna jalan yang melewati kota serang seperti dari daerah utara serang
yaitu orang ciruas atau cikande yang akan ke lopang atau sebaliknya, padahal secara
kebutuhan pengguna jalan ini belum tentu mempunyai kepentingan ke kota serang
tetapi secara trase jalannya mereka harus melewati kota serang terlebih dahulu
sehingga makinmenambah banyaknya jumlah kendaraan, maka dari itu diperlukan
adanya jalan baru dari arah pakupatan ke lopang agar dapat memecah jalur kendaraan
dari utara kota serang agar tidak melitasi kota serang dan dengan adanya jalan baru ini
dapat sekaligus membuka kawasan baru di sekitar wilayah kota serang mengingat
percepatan program prioritas kepala daerah untuk menuntaskan kondisi jalan yang
berada dalam kondisi rusak dan rusak berat sehingga diperlukan penanganan segera.

5
Dari latar belakang dan identifikasi masalah yang dijabarkan di KAK, maka konsultan
dapat mengambil beberapa pokok permasalahan penting yang menjadi dasar
dilaksanakannya pekerjaan ini, diantaranya adalah:

a. Kebutuhan Studi Kelayakan Jalan Serang North Inner Ring Road (Pakupatan-
Lopang)
Permasalahan kemacetan disekitar Kota Serang disebabkan karena banyaknya
pengguna jalan yang berasal dari Ciruas atau Cikande yang hendak menuju ke wilayah
Kelurahan Lopang atau sebaliknya, yang dikarenakan trase jalan yang ada
mengharuskan untuk melewati Kota Serang terlebih dahulu, sehingga menyebabkan
terjadinya kemacetan di Kota Serang. Oleh karena itu, diperlukan adanya jalanbaru dari
arah Pakupatan ke Lopang sehingga tersedia alternatif jalur jalan baru yang dapat
digunakan pengguna jalan sehingga tidak perlu melewati Kota Serang. Selain itu
dengan adanya pembangunan jalan baru ini, dapat membuka perkembangan kawasan
baru di sekitar wilayah Utara Kota Serang.
Studi kelayakan ini dirasa sangat penting untuk menilai kebutuhan investasi dan
tingkat kepentingan pengembangan jalan di wilayah tersebut. Studi kelayakan ini akan
memberikan pilihan-pilihan alternatif dan skenario yang masing-masing mempunyai
kensekuensi yang dapat diperhitungkan, sehingga dapat disusun pemecahan masalah
yang sesuai untuk sebuah kegiatan, termasuk proyek jalan dengan berdasarkan kondisi
dan permasalahan yang sudah teridentifikasi. Hasil dari studi ini berupa rekomendasi
yang bersifat spesifik dan merupakan solusi terbaik dalam penyelesaian masalah, perlu
tidaknya proyek yang dikaji ini dilanjutkan pada tahap lebih lanjut, dan mengkaji
sejauh mana tingkat kelayakan proyek untuk dilaksanakan khususnya dari aspek
ekonomi dan finansial, aspek teknik dan aspek lingkungan.

b. Peran penting prasarana jalan dalam sistem transportasi nasional maupun


regional
Prasarana jalan dalam sistem transportasi nasional maupun regional berperan penting
antara lain sebagai pendorong bagi pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah
baik secara regional maupun nasional. Namun sering didapati kurang terpeliharanya
kondisi jalan dan jembatan secara optimal yang sering menimbulkan permasalahan
tidak optimalnya transportasi barang dan jasa, yang pada akhirnya akan
mengakibatkan biaya transportasi yang tinggi bagi para pengguna jalan.

c. Potensi jaringan jalan dalam optimalisasi pemanfaatan potensi ekonomi


Kota Serang adalah ibukota dari Provinsi Banten yang terdiri dari 6 wilayah
Kecamatan. Dimana dalam kegiatan Studi Kelayakan Jalan Serang North Inner Ring
Road (Pakupatan-Lopang) ini wilayah yang akan terhubungkan secara umum adalah
wilayah Kecamatan Serang dan Kecamatan Cipocok Jaya, yaitu wilayah Kelurahan
Lopang di Kecamatan Serang dengan wilayah Kelurahan Panancangan Kecamatan
Cipocok Jaya. Kedua wilayah ini memiliki potensi ekonomi yang apabila ditunjang
dengan kondisi infrastruktur yang memadai utamanya jalan, akan berkembang dan
dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Pada Tabel D.1 disampaikan data
awal dari kedua wilayah ini hasil kompilasi konsultan.

Tabel D.1 Karakteristik Lokasi Studi


No. Wilayah Item NILAI/BESARAN
1. Kecamatan Fisik dan  Kecamatan Serang terdiri dari 12 Kelurahan
Serang Administrasi  Luas wilayah Kecamatan Serang 25,88 km2

6
No. Wilayah Item NILAI/BESARAN
 Luas Wilayah Kelurahan Lopang 1,17 km2
Jumlah  Jumlah penduduk Kecamatan Serang adalah 224.657 jiwa
Penduduk  Jumlah penduduk Kelurahan Lopang adalah 15.749 jiwa
 Kepadatan penduduk Kecamatan Serang adalah 8.681 jiwa/km 2
 Kepadatan Penduduk di Kelurahan Lopang adalah 13.461
jiwa/km2
 Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Kelurahan Lopang
adalah perdagangan
Potensi  Luas lahan sawah di Kecamatan Serang adalah 512 Ha
Ekonomi  Luas lahan bukan sawah/lahan kering di Kecamatan Serang
adalah 2.602 Ha
 Produksi padi sawah di Kecamatan Serang adalah 2.954,75 Ton
dengan produktivitas 6 Ton/Ha
 Kecamatan Serang memproduksi sayuran kacang panjang 28
kuintal dan ketimur 29 kuintal pada tahun 2016
 Kecamatan Serang memproduksi buah-buahan, dengan produksi
mangga merupakan produksi terbesar (7.854 kuintal di 2016),
disusul produksi Jambu Air (358 kuintal tahun 2016), Pepaya
(349 kuintal tahun 2016) dan Sawo (325 kuintal tahun 2016)
 Kecamatan Serang memproduksi ternak, dimana populasi ayam
ras pedaging merupakan yang terbesar (15.572 ekor di tahun
2016), disusul ayam buras (7.186 ekor di tahun 2016), domba
(2.757 ekor di tahun 2016) dan kambing (2.177 ekor di tahun
2016)
 Jumlah Industri besar di Kecamatan Serang adalah 1 perusahaan
dengan 183 orang tenaga kerja (bergerak di industri makanan,
minuman dan rokok).
 Jumlah industri sedang di Kecamatan Serang adalah 3 perusahaan
yang bergerak di industri makanan, minuman dan rokok, dengan
126 orang tenaga kerja, dan 2 perusahaan sedang yang bergerak
di bidang tekstil, pakaian jadi dan kulit dengan 127 tenaga kerja.
2. Kecamatan Fisik dan  Kecamatan Cipocok Jaya terdiri dari 8 Kelurahan
Cipocok Administrasi  Luas wilayah Kecamatan Cipocok Jaya adalah 31,54 km2
Jaya  Luas Wilayah Kelurahan Penancangan adalah 2,35 km2
Jumlah  Jumlah penduduk Kecamatan Cipocok Jaya adalah 105.484 jiwa
Penduduk  Jumlah penduduk Kelurahan Penancangan adalah 16.400 jiwa
 Kepadatan penduduk Kecamatan Cipocok Jaya adalah 3.344
jiwa/km2
 Kepadatan Penduduk di Kelurahan Penancangan adalah 6.979
jiwa/km2
 Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Kelurahan
Penancangan adalah Tani, Dagang dan Jasa
Potensi  Luas lahan sawah di Kecamatan Cipocok Jaya adalah 835 Ha
Ekonomi  Luas lahan bukan sawah/lahan kering di Kecamatan Cipocok Jaya
adalah 2.319 Ha
 Produksi padi sawah di Kecamatan Cipocok Jaya adalah 380,64
Ton dengan produktivitas 61 Kw/Ha. Produksi padi ladang
adalah 18,35 ton, dengan produktivitas 34,63 kw/Ha.
 Produksi palawija di Kecamatan Cipocok Jaya adalah Ubi Kayu
113,4 ton dan Ubi Jalar 94 ton.
 Kecamatan Cipocok Jaya memproduksi sayuran kacang panjang
(8 kuintal), kacang kedelai (2,21 kuintal), Cabe Merah (16
kuintal), cabe rawit (4 kuintal), terung (8 kuintal) dan ketimun
(47 kuintal) pada tahun 2016
 Kecamatan Cipocok Jaya memproduksi buah-buahan, dengan
produksi rambutan merupakan produksi terbesar (4.000 kuintal
di 2016), disusul produksi mangga (3.730 kuintal tahun 2016),
pisang (1,770 kuintal tahun 2016) dan sukun ( 1,525 kuintal
tahun 2016)
 Produksi perkebunan rakyat di Cipocok Jaya tahun 2016 yang

7
No. Wilayah Item NILAI/BESARAN
terbesar antara lain adalah Kakao (14,67 ton), Melinjo (14 ton),
kencur (14 ton), kunyit (13,2 ton), jahe (3 ton).
 Jumlah industri sedang di Kecamatan Serang adalah 1 perusahaan
yang bergerak di industri makanan, minuman dan rokok, dengan
52 orang tenaga kerja, 1 perusahaan sedang yang bergerak di
industri barang dari logam, mesin dan peralatan dengan 40 orang
tenaga kerja dan 1 perusahaan sedang yang bergerak di bidang
pengolahan lainnya dengan 94 tenaga kerja.
Sumber: hasil kompilasi konsultan dari Kecamatan Di Kota Serang Dalam Angka, 2017 (BPS Kota Serang)

Potensi yang ada tersebut belum sepenuhnya dapat dioptimalkan untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, salah satunya disebabkan oleh
kendala tidak mampunya jaringan jalan yang sudah ada untuk menampung volume lalu
lintas yang semakin tinggi di wilayah Kota Serang. Hal ini menyebabkan terjadinya
kemacetan yang disebabkan baik oleh kapasitas jalan yang tidak sanggup menampung
volume lalu lintas dan oleh kondisi permukaan jaringan jalan yang rusak.

Kawasan Kota Serang mengalami kondisi perekonomian yang semakin meningkat dan
tentunya disertai volume lalu lintas yang semakin tinggi. Hal ini menyebabkan pada
ruas – ruas jalan tertentu di beberapa kawasan di Kota Serang membutuhkan
pembangunan jaringan jalan dan jembatan yang memadai diantaranya Jalan Serang
North Inner Ring Road (Pakupatan-Lopang) ini.

Memperhatikan kondisi transportasi di Kota Serang, mengarahkan pada diperlukannya


jaringan transportasi darat yang dapat menampung jumlah volume lalu lintas yang
semakin tinggi sehingga interaksi ekonomi di dalam kota maupun dengan wilayah di
luar kota dapat dilakukan dengan lebih efektif. Dan sebagaimana diketahui, peran ini
dapat dilakukan oleh jaringan jalan sehingga dengan demikian pengembangan jaringan
jalan di Kota Serang memiliki relevansi atau potensi peran yang cukup tinggi.

d. Kebutuhan pengembangan jaringan jalan dalam mendukung pengembangan


kawasan ekonomi
Pengembangan jaringan jalan, terutama pembangunan jalan Serang North Inner Ring
Road (Pakupatan-Lopang) ini tidak dapat dipisahkan dari harapan bahwa dengan
ekspansi penyediaan infrastruktur ini akan berdampak positif bagi percepatan dan
pemerataan pengembangan ekonomi dan wilayah di Kota Serang pada umumnya dan
daerah Pakupatan dan Lopang pada khususnya. Sebagaimana diketahui bahwa
Infrastruktur transportasi memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi
melalui peningkatan produktifitas (sales, jobs, wages, value added), menimbulkan effek
multiplier, meningkatnya nilai lahan/properti, dampak fiskal pemerintah dan
menyediakan kemudahan bagi upaya peningkatan kualitas hidup manusia pada
umumnya.

Pengembangan jaringan jalan, dilakukan dalam rangka mendukung kawasan-kawasan


ekonomi dan industri. Dengan tersedianya aksesibilitas dan mobilitas yang memadai
dari pusat – pusat perindustrian menuju pelabuhan dan jalur distribusi lainnya akan
memudahkan para pelaku usaha dan meningkatkan kegiatan perekonomian setempat.
Salah satu upaya untuk memperlancar arus pergerakan barang dan jasa di kawasan
perindustrian di Kota Serang adalah pembangunan jalan Serang North Inner Ring Road
(Pakupatan-Lopang) ini. Dengan adanya jalan lingkar ini diharapkan pergerakan
kendaraan dapat berjalan dengan lancar dan mengurangi kemungkinan terjadinya
kemacetan.

8
Kelurahan
Lopang

Kelurahan
Panancangan
(Pakupatan)

Gambar D.1 Peta Wilayah Kota Serang

D.1.1.2 PERKEMBANGAN FAKTOR PENGARUH (LINGKUNGAN STRATEGIS)

Selain latar belakang permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat


beberapa faktor luar yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan Studi Kelayakan Jalan
Serang North Inner Ring Road (Pakupatan-Lopang) ini. Diantaranya adalah:

a. Kebijakan pengembangan wilayah Kota Serang


Perencanaan pembangunan Jalan Serang North Inner Ring Road (Pakupatan-Lopang)
pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konteks kebijakan pengembangan wilayah
yang mengatur interaksi sosial ekonomi dalam ruang spasial baik dalam skala lokal,
nasional, regional, maupun internasional.

Dalam konteks kebijakan pengembangan wilayah dalam skala nasional dan lokal,
penetapan RTRWN melalui PP No. 26 Tahun 2007 dan perubahannya dalam PP No. 13
tahun 2017 telah menjadi dasar bagi adanya perubahan RTRW pada level Provinsi,
Kabupaten, dan Kota di seluruh Indonesia, termasuk di wilayah Banten. Perubahan
konsep, pola, dan struktur penataan ruang secara keseluruhan di Indonesia sedikit

9
banyak akan mempengaruhi kebijakan pada setiap sektor pembangunan, tidak
terkecuali prasarana jaringan jalan.

Selanjutnya, dalam skala regional, skema kerjasama negara-negara Asean merupakan


salah satu pendorong pengembangan ekonomi wilayah. Skema kerjasama ini telah
merencanakan pengembangan di sektor transportasi-infrastruktur-ICT, turisme,
sumber daya alam, usaha kecil dan menengah, serta dalam lalulintas perdagangan
antar wilayah.

Berbagai kebijakan/skema pengembangan wilayah dalam seluruh tingkatan tersebut di


atas, harus menjadi perhatian dalam pelaksanaan studi jaringan jalan ini. Pola skema
tersebut akan menentukan lokasi/titik, skala, maupun pola interaksi sosial ekonomi
yang akan dilayani oleh jaringan jalan yang akan dikembangkan di wilayah Kota
Serang.

b. Kebijakan sistem logistik nasional dalam konteks transportasi multimoda


Indonesia sebagai negara kepulauan dan Indonesia dalam percaturan perekonomian
global yang penuh dengan persaingan, di mana pergerakan barang dan jasa tidak dapat
seluruhnya dilakukan dengan satu jenis moda angkutan saja, maka solusi utama bagi
efisiensi distribusi kesejahteraan serta daya saing nasional di pasar global adalah
pengembangan sistem transportasi multi moda, di mana dalam konteks ini setiap moda
sesuai dengan keunggulan komparatifnya masing-masing dipernakan secara tersinergi
untuk menciptakan sistem logistik nasional yang handal.

Oleh karena itu, kualitas jaringan transportasi intermoda di setiap Pulau besar di
Indonesia, termasuk juga di Pulau Jawa, dan Provinsi Banten pada khususnya harus
ditingkatkan kinerjanya, salah satunya dengan mengembangkan jaringan jalan.

c. Karakteristik spesifik wilayah Provinsi Banten, Khususnya Kota Serang


Karakteristik spesifik wilayah dalm hal kondisi sosial, lingkungan, dan teknis di sekitar
lokasi kajian, sangat ditentukan oleh pemahaman terhadap kondisi spesifik wilayah.
Sebagaimana diketahui Provinsi Banten, khususnya Kota Serang memiliki karakteristik
fisik wilayah dan juga sosial ekonomi masyarakat yang khas, oleh karena itu kajian
mendalam mengenai hal ini menjadi sangat penting dalam studi kelayakan ini untuk
memudahkan dalam implementasinya nanti.

d. Perkembangan norma, standar, pedoman dan manual di bidang Jalan


Perkembangan NSPM di bidang jalan: agar studi kelayakan dan penetapan trase yang
dilakukan secara kontekstual sesuai dengan skema regulasi saat ini, maka pemahaman
terhadap perkembangan NSPM di bidang jalan sangat diperlukan. Sehingga pilihan dan
rekomendasi yang dihasilkan memiliki dasar hukum, standard dan sepsifikasi teknis
yang kuat.

D.1.1.3 TANGGAPAN TERHADAP REGULASI ACUAN

Dalam KAK bagian bab II telah disampaikan dasar hukum terkait sebagai instrumental
input yang perlu diperhatikan/diacu, yaitu sebagai berikut:
1. Undang Undang Jalan No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
2. Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

10
3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan untk Kepentingan Umum;
4. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untk Kepentingan Umum;
5. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5
Tahn 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah;
6. Permendagri No. 72 Tahun 2012 Tentang Biaya Operasional Dan Biaya
Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah Tanggal 12 November 2012;
7. Permenkeu No. 13/ PMK.02/2013 Tentang Biaya Operasional Dan Biaya
Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara Tanggal 04 Januari 2013
8. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
9. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
10. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
11. Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
12. Perencanaan struktur harus mengacu kepada :
a. Peraturan Perencanaan yang dikeluarkan oleh Kementrian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat
b. atau Standar /peraturan lain yang relevan dan disetujui oleh pemberi
tugas,
13. Perencanaan jalan mengacu kepada Norma Standar Pedoman dan Kriteria yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Kemenetrian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat
14. Untuk perhitungan atau analisa harga satuan pekerjaan mengikuti ketentuan :
Panduan Analisa Harga Satuan yang dikeluarkan oleh Kementrian Pekerjaan
Umum No. 11/PRT/M/2013 Tahun 2013 serta mengikuti spesifikasi umum
2010 Revisi 3.

Namun demikian menurut konsultan daftar dasar hukum tersebut beberapa


diantaranya perlu dilengkapi dengan regulasi lainnya yang dibutuhkan oleh melakukan
kegiatan ini.
Secara umum konsultan melihat dasar hukum tersebut dapat dipisahkan ke dalam
beberapa kategori berikut:
1. Dasar hukum terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan:
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

11
b. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
2. Dasar hukum terkait dengan penyelenggaraan jaringan jalan:
a. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Jalan Tol.
d. Peraturan Menteri PU Nomor 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan
Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan.
e. Kepmen PU No. 248/KPTS/M/2015 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan
Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Arteri
dan Jalan Kolektor - I.
f. Kepmen PU No.631/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan
sebagai Jalan Nasional.
g. Kepmen PU No.567/KPTS/M/2010 tentang Rencana Umum Jalan
Nasional, yang sudah dirubah dengan Kepmen PUPR No.
250/KPTS/M/2015.
h. Kep. Dirjen Bina Marga No.48/KPTS/Db/2011 tentang Jalan Lintas
Perpulau Di Indonesia
3. Dasar hukum terkait dengan penyelenggaraan moda transportasi lainnya:
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
d. Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan
e. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Kereta Api.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di
Perairan.
h. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2011 tentang Angkutan
Multimoda.
i. Peraturan Pemerintah Nomor. 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
4. Dasar hukum terkait dengan perencanaan pembangunan, penataan
ruang, dan logistik:
a. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, yang telah dirubah melalui PP No 13 tahun
2017.

12
c. Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011 tentang Rencana Induk
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia.
d. Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru
Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas).
e. Peraturan-Peraturan Daerah Provinsi/Kab/Kota mengenai Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kab/Kota.
f. Permen PU 06/Prt/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan
5. Dasar hukum terkait dengan investasi:
a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi
Pemerintah.
c. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
6. Dasar hukum terkait dengan dampak lingkungan:
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
c. Permeneg LH 08/2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis
mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
d. Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (No.
008/BM/2009).
7. Dasar hukum terkait pengadaan tanah:
a. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untk Kepentingan Umum;
b. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untk Kepentingan Umum;
c. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 5 Tahn 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan
Tanah;
d. Permendagri No. 72 Tahun 2012 Tentang Biaya Operasional Dan Biaya
Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Daerah Tanggal 12 November 2012;
e. Permenkeu No. 13/ PMK.02/2013 Tentang Biaya Operasional Dan
Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tanggal 04 Januari 2013
f. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
g. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang

13
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum;
h. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga
Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum;
i. Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan
Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum
8. Standar teknis studi kelayakan dan perencanaan jalan:
a. Studi Kelayakan Proyek Jalan Dan Jembatan (Pd.T-19-2005-B).
b. Standar Geometrik Jalan Bebas Hambatan Untuk Jalan Tol
(007/BM/2009).
c. Pedoman Perencanaan Drainase Jalan (Pd.T-02-2006-B).
d. Perencanaan Geometrik Antar Kota (038/TBM/1997).
e. Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen (Pd T-14-2003).
f. Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (Pt T-01-2002-B).

D.1.1.4 KONTEKS PELAKSANAAN KEGIATAN

Dalam butir-butir yang dimuat di KAK telah disampaikan mengenai beberapa hal yang
merupakan konteks dasar dari pelaksanaan kegiatan Studi Kelayakan Jalan Serang
North Inner Ring Road (Pakupatan-Lopang) ini. Hal tersebut di bahas dalam beberapa
butir berikut ini.

a. Masukan (input) sumber daya kegiatan


Adapun yang menjadi masukan (input) sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan ini,
sebagaimana dimaksud pada KAK adalah sebagai berikut:
i. Dana yang berasal dari DIPA APBD Provinsi Banten Tahun 2018 pada Kegiatan
Perencanaan Pembangunan Jalan dan Jembatan, Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang, Pemerintah Daerah Provinsi Banten.
ii. SDM adalah tenaga ahli dan tenaga pendukung yang disiapkan oleh pihak
Konsultan seperti yang disampaikan pada KAK Bagian Bab III yang terdiri dari
sebanyak 6 orang tenaga ahli dan 3 orang tenaga penunjang;
iii. Waktu adalah alokasi waktu bagi konsultan untuk melaksanakan pekerjaan ini
seperti yang disampaikan pada KAK Bagian Bab II yakni sepanjang 3 (tiga)
bulan kalender terhitung sejak dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja
(SPMK).
iv. Lokasi kegiatan sesuai dengan KAK Bagian Bab II adalah pada Kota Serang yang
berada di wilayah Provinsi Banten.
v. Peralatan, material dari penyedia jasa meliputi:

14
 Pengguna jasa akan menunjuk seorang stafnya yang bertugas sebagai
Project Officer (PO) yang membantu konsultan dalam kebutuhan
administrasi dan perizinan serta fasilitasi pertemuan pembahasan.

b. Proses (processes) pelaksanaan kegiatan


Dalam kegiatan ini, seluruh sumber daya yang dialokasikan dikerahkan untuk
melakukan beberapa pekerjaan sesuai dengan lingkup pekerjaan yang dituangkan
dalam KAK Bagian Bab II, yakni:
Secara umum pekerjan study kelayakan ini harus melakukan Pengumpulan data
Sekunder dan Primer (dengan survey yang lebih detail) dan Menganalisis secara lebih
rinci beberapa alternatif rute terpilih yang diusulkan dengan menggunakan model.
Lebih detil Lingkup kegiatan studi kelayakan, meliputi :
a. formulasi kebijakan perencanaan yang meliputi kajian terhadap kebijakan dan
sasaran perencanaan, lingkungan dan penataan ruang, serta pengadaan tanah;
i. Kajian tentang kebijakan dan sasaran perencanaan
ii. Kajian tentang lingkungan dan tata ruang
iii. Kajian tentang pengadaan tanah
iv. Formulasi alternatif solusi
b. Aspek teknis;
i. Lalulintas
ii. Topografi
iii. Geometri
iv. Geologi dan Geoteknik
v. Perkerasan Jalan
vi. Hidrologi dan drainase
vii. Struktur Jembatan
c. Aspek Lingkungan dan Keselamatan;
i. Lingkungan Biologi
ii. Lingkungan Fisika-Kimia
iii. Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya
iv. Keselamatan Jalan
d. Aspek Ekonomi;
i. Biaya-Biaya Proyek (Pengadaan tanah, Administrasi dan sertifikasi,
perancangan, konstruksi, supervisim biaya bukan proyek, nilai sisa konstruksi)
ii. Manfaat Proyek (Penghematan BOK, penghematan nilai waktu perjalanan,
penghematan biaya kecelakaan, reduksi perhitungan total penghematan biaya,
pengembangan ekonomi, penghematan dalam pemeliharaan jalan)
e. Aspek Lain-lain,
Aspek lain-lain meliputi aspek non ekonomi yang dapat mempengaruhi kelayakan
proyek secara keseluruhan. Aspek-aspek ini dapat diperhitungkan pada waktu
menentukan rekomendasi akhir dari studi ini melalui suatu metoda multi kriteria
f. Evaluasi Kelayakan Ekonomi.

15
i. Gambaran umum evaluasi kelayakan ekonomi
ii. Analisis BCR
iii. Analisis NPV
iv. Analisis EIRR
v. Analisis FIRR
vi. Analisis Kepekaan
vii. Pemilihan alternative dan rekomendasi
c. Keluaran (Output) Kegiatan
Adanya dokumen Studi Kelayakan meliputi penajaman proposal dan rekomendasi
alinyemen yang cocok serta standar-standar yang akan digunakan, rekomendasi waktu
optimum (timing optimum) dan program konstruksi, rekomendasi investigasi
lingkungan dan sosial, kerangka acuan AMDAL (jika dibutuhkan) atau UKL – UPL,
kebutuhan survai untuk detailed engineering design (DED), estimasi biaya.
d. Hasil (outcome) kegiatan
Sasaran dari kegiatan ini adalah dihasilkannya dokumen studi kelayakan yang memuat
indicator kelayakan teknik, ekonomi dan lingkungan sebagai acuan dalam perencanaan
dan pemrograman pelaksanaan pembangunan ruas jalan Serang North Inner Ring Road
(Pakupatan-Lopang).
Secara spesifik, sasaran yang ingin dicapai adalah:
1. Mengidentifikasi permasalahan di lapangan sesuai kajian dalam perencanaan.
2. Menghimpun dan menganalisis permasalahan dalam berbagai aspek dalam
perencanaan
3. Tersedianya dokumen Studi Kelayakan dengan hasil kegiatan yang meliputi:
penajaman proposal dan rekomendasi alinyemen yang cocok serta standarstandar
yang akan digunakan, rekomendasi waktu optimum (timing optimum) dan
program konstruksi, rekomendasi investigasi lingkungan dan sosial, kerangka
acuan AMDAL (jika dibutuhkan) atau UKL – UPL, kebutuhan survai untuk detailed
engineering design (DED), estimasi biaya
e. Manfaat/Dampak (Benefit/Impact) Kegiatan
Manfaat (benefit) berupa tercapainya tujuan (objective) dari kegiatan ini. Di dalam KAK
tidak tersirat tujuan secara spesifik, untuk itu konsultan mengidentifikasi manfaat dari
hasil studi ini yaitu: Tersedianya jalan lingkar yang menghubungkan antara Pakupatan-
Lopang sehingga tercapai jaringan jalan yang mampu untuk menampung volume lalu
lintas yang semakin meningkat di Kota Serang dan mengakomodasi perjalanan orang
yang berasal dari arah utara .

D.1.1.5 PEMBAHASAN SUBSTANSI PEKERJAAN


Beberapa pembahasan mengenai tanggapan dan saran konsultan terhadap substansi
kegiatan disampaikan pada beberapa butir berikut:

a. Posisi substansi studi dalam tahapan pengembangan jaringan jalan


Jaringan jalan merupakan salah satu infrastruktur penting dalam mendukung
berjalannya aktifitas suatu wilayah. Sebagai kebutuhan turunan, infrastruktur jalan
memiliki tuntutan yang berbeda pada wilayah yang berbeda, tergantung dari tingkat
aktifitas yang ada pada satu wilayah. Wilayah yang berkembang akan memiliki
tuntutan terhadap jaringan jalan yang baik, melayani lalulintas dengan kecepatan,

16
kenyamanan dan keamanan yang tinggi. Sementara pada wilayah yang belum
berkembang, kebutuhan akan prasarana jalan lebih ditujukan untuk membuka isolasi
wilayah dan merangsang tumbuhnya aktifitas di wilayah tersebut. Adanya disparitas
kondisi wilayah dan disparitas kebutuhan infrastruktur transportasi merupakan hal
yang nyata dan tidak dapat dipungkiri terjadi di Indonesia. Untuk itu adanya kebijakan
penyediaan infrastruktur transportasi pada kedua level yang berbeda tersebut perlu
dilakukan sehingga transportasi akan memberikan perannya secara optimal untuk
mendukung perkembangan wilayah.
Pengembangan jaringan jalan merupakan upaya untuk memenuhi tuntutan wilayah
yang membutuhkan adanya transportasi yang cepat, aman dan nyaman. Pelayanan
dengan tingkat yang tinggi membutuhkan biaya tinggi, yang meniscayakan adanya
’imbal balik’ yang harus dibayarkan oleh pengguna yang dalam hal ini berupa
pembayaran tol. Karena sifatnya yang high cost tersebut, maka pembangunan dan
penyelenggaraan jalan harus dilakukan dengan perhitungan yang matang terhadap
aspeksupply dan demand untuk menghitung tingkat kelayakan baik secara finansial
maupun ekonomi.

Studi Kelayakan Jalan Serang North Inner Ring Road (Pakupatan-Lopang) merupakan
kajian kebijakan dalam lingkup menengah, dimana hasil kajian akan menjadi masukan
lebih lanjut bagi pengembangan jaringan jalan lintas di Kota Serang. Hasil kajian
menurut konsultan akan menjadi penghubung antara kebijakan tingkat makro
pengembangan jaringan jalan, dengan kebijakan yang lebih implementatif yaitu
kegiatan detail engineering design (DED).

Studi kelayakan dan desain awal ini merupakan dokumen yang akan digunakan sebagai
dasar pemerintah dalam melakukan beberapa hal berikut:
a. Secara teknis dokumen studi kelayakan ini akan dijadikan sebagai dasar dalam
tahapan pelaksanaan pembangunan jalan lingkar Pakupatan-Lopang, yakni
dalam tahap perencanaan desain, pengadaan lahan, serta proses konstruksi.
b. Dalam konteks investasi maka dokumen studi kelayakan dan desain awal ini
akan menjadi dasar dalam pengembangan skema investasi, di mana Pemerintah
dapat menyusun program pendanaannya pada APBD, dan/atau menawarkan
investasi jalan ini kepada swasta jika ruas jalan yang distudi memang layak
secara keuangan/investasi.

Dua peran utama dari dokumen studi kelayakan ini menempatkan posisi pekerjaan ini
menjadi sangat strategis, karena akan menentukan langkah kegiatan pembangunan dan
investasi selanjutnya. Akurasi yang cukup tinggi diharapkan diperoleh dari hasil
analisis kelayakan ekonomi/finansial, karena secara sangat signifikan mempengaruhi
bagaimana skema pembangunan.

b. Posisi pelaksanaan studi kelayakan jalan dan jembatan


Sesuai dengan Pedoman Studi Kelayakan Proyek Jalan dan Jembatan (Pd T-19-2005-B)
posisi dari suatu studi kelayakan digambarkan sebagaimana pada Gambar D.2 berikut
ini. Studi kelayakan adalah suatu langkah kajian untuk melaksanakan suatu kebijakan
(melalui program dan proyek/kegiatan fisik) untuk mengidentifikasi kelayakan serta
menyusun pra-desain (basic design) dari suatu proyek (dalam hal ini adalah proyek
pembangunan jalan lingkar Pakupatan-Lopang yang berada di wilayah Kota Serang).

17
Gambar D.2 Posisi Studi Kelayakan Jalan Dan Jembatan
(Sumber: Pd T-19-2005-B)

c. Sintesa mengenai arahan pengembangan wilayah


Pemahaman terhadap arahan pengembangan wilayah di sekitar koridor jalan lingkar
Pakupatan-Lopang yang di studi sangat diperlukan dalam mengidentifikasi pola dan
besar permintaan perjalanan dan prediksi lalulintas yang akan menggunakan rencana
jalan lingkar yang bersangkutan.

Sebagaimana diketahui bahwa di era otonomi Daerah ini, setiap wilayah memiliki
kecenderungan untuk lebih mandiri dalam merencanakan pengembangan ekonomi dan
wilayahnya masing-masing. Arah pengembangan wilayah dalam RTRW Nasional,
Provinsi, dan Kab/Kota perlu ditelaah dan ditemukan garis merahnya. Oleh karena itu,
sintesa mengenai arah pengembangan ekonomi dan wilayah pada daerah pengaruh
dari setiap sub-koridor perlu diperhatikan secara seksama agar diperoleh gambaran
mengenai wujud interaksi ekonomi di masa datang dan bagaimana dampaknya
terhadap sistem transportasi di wilayah yang di studi.

d. Economic treshold bagi pengembangan jaringan lalan lingkar Pakupatan-


Lopang
Penilaian terhadap rencana pengembangan jaringan jalan lingkar Pakupatan-Lopang
sepertinya akan menghadapi permasalahan ini: seberapa besar skala ekonomi atau
gamblangnya seberapa besar tingkat lalulintas yang ada dan kemungkinan
pertumbuhannya? Sehingga dibutuhkan adanya jalan lingkar tersebut.

18
Oleh karena itu, dalam studi ini sebaiknya dilakukan kajian awal untuk menentukan
economic treshold dari investasi jalan lingkar, nilai minimal ini dapat digunakan untuk
melakukan benchmarking atau kualifikasi/penilaian awal dari beberapa alternatif
koridor yang diusulkan. Hal ini akan memudahkan untuk melakukan analisis lanjutan.

e. Intermodal transport approach


Sebagaimana diketahui bahwa interaksi transportasi yang terjadi di Provinsi Banten,
terutama Kota Serang sangatlah kompleks. Pergerakan orang dan barang eksternal
menuju luar kota dan luar provinsi sangatlah dominan, sehingga kebutuhan
pengembangan transportasi antar/intermoda sangatlah diperlukan.

Dalam melakukan analisis pengembangan wilayah, pemodelan transportasi 4-tahap,


dan prediksi lalulintas pengguna jalan perlu diperhatikan mengenai konsep
transportasi intermoda di Kota Serang ini. Pemahaman mengenai bagaimana hubungan
jaringan jalan dengan simpul moda transportasi laut, udara, sungai, dan penyeberangan
sangat diperlukan diperoleh sintesa mengenai kecenderungan pola dan besar
permintaan perjalanan yang lebih akurat.

Hal ini penting untuk diperhatikan karena akurasi prediksi permintaan perjalanan dan
lalulintas pengguna jalan lingkar akan sangat mempengaruhi rekomendasi kelayakan
jaringan jalan lingkar Pakupatan-Lopang.

D.2 APRESIASI DAN INOVASI DALAM IMPLEMENTASI PEKERJAAN YANG PERLU


DILAKUKAN

Apresiasi inovasi ini dilakukan dalam rencana implementasi pekerjaan, berupa usulan
metoda, pendekatan, ataupun teknik pelaksanaan lingkup kegiatan sehingga hasil
kegiatan ini dapat lebih komprehensif. Adapun beberapa inovasi yang diusulkan oleh
konsultan dalam pelaksanaan kegiatan ini diantaranya adalah:

a. Penarikan/pengusulan beberapa alternatif rute jalan


Sebelum dilakukan pengumpulan data lapangan pada alternatif rute jalan, perlu
ditetapkan terlebih dahulu usulan alternatif rute jalan yang akan ditetapkan sebagai
alternatif rute trase jalan. Penarikan usulan rute jalan ini diidentifikasi berdasarkan
data sekunder dan peta-peta pendukung seperti peta topografi, peta geologi, peta tata
guna lahan, peta transportasi dlsb.
Penarikan usulan alternatif trase dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria disain,
jarak terpendek, topografi, geologi, integrasi jaringan, serta pertimbangan teknis dan
non-teknis lainnya yang diperlukan seperti kriteria topografi, geologi, penggunaan
lahan, hambatan, potensi demand, interkoneksi simpul transportasi.
Alternatif-alternatif rute jalan yang sudah diidentifikasi digunakan sebagai dasar
dalam melakukan survey koridor untuk memperoleh kondisi riil karakteristik alternatif
rute jalan.

b. Pertimbangan Pemilihan Alternatif Trase Jalan Lingkar


Alternatif trase jalan dianalisis dan dikaji lebih lanjut secara teknis untuk menetapkan
trase jalan yang sesuai dengan mempertimbangkan faktor geologis, topografis,

19
persyaratan teknis jalan, ketentuan mengenai penataan ruang, serta fungsi hubungan
yang ditetapkan (lokasi potensi angkutan, simpul transportasi, kota-kota, dlsb).

Dari hasil pengumpulan data dan kajian literature dapat dikembangkan beberapa
alternatif trase yang memungkinkan bagi jalan lingkar Pakupatan-Lopang di Kota
Serang. Pengembangan alternatif trase ini dilakukan dengan mempertimbangkan
beberapa hal berikut:
i. Pemenuhan terhadap sasaran/kriteria fungsi dan kelas jalan akses pelabuhan
yang akan dibangun, ini terkait dengan pemenuhan persyaratan teknis jalan
diantaranya: kecepatan rencana, pembebanan jembatan, tingkat pelayanan
(kapasitas yang diinginkan), dlsb;
ii. Pemenuhan terhadap ketentuan dalam penataan ruang, khususnya
menghindari daerah konservasi, dampak lingkungan serta potensi dampak
sosial termasuk pengadaan lahan;
iii. Pemenuhan terhadap pertimbangan kondisi fisik lapangan khususnya aspek
topografi dan geologi terkait dengan geometrik dan juga daya dukung tanah;
iv. Pertimbangan lainnya yang diperlukan, khususnya yang spesifik bagi kegiatan
pembangunan jalan yang direncanakan maupun spesifik lokasi setempat.

Alternatif tersebut untuk kemudian dinilai kelayakannya secara umum dengan


berbagai kriteria yang diantaranya sebagai berikut:
a. Jarak/panjang trase: trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang sebaiknya sependek
mungkin agar efisien dalam hal waktu perjalanan dan biaya konstruksi.
b. Kondisi daya dukung tanah dan geologi: diusahakan bahwa trase jalan lingkar
Pakupatan-Lopang melewati lokasi dengan daya dukung tanah yang relatif
tinggi, menghindari daerah patahan secara geologis, menghindari daerah rawan
longsor, sehingga stabilitas konstruksi jalan dapat diperoleh dengan biaya
seminimal mungkin.
c. Kondisi topografi: diusahakan trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang melalui
daerah yang relatif datar sehingga memudahkan dalam memenuhi syarat
geometrik jalan dan volume galian timbunan dapat diminimalisir.
d. Hambatan alam: diusahakan trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang
tidak/seminimal mungkin memotong daerah aliran sungai, lembah, gunung,
sehingga kebutuhan jembatan/gorong-gorong dan terowongan dapat
diminimalkan,
e. Potensi demand dan ekonomi: diusahakan trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang
melalui sejumlah kantong demand dan daerah yang potensial untuk
dikembangkan secara ekonomi sehingga dapat dimaksimalkan utilisasi dan
manfaat ekonominya,
f. Dampak sosial: diusahakan trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang tidak melalui
daerah perumahan padat, daerah produktif dlsb sehingga dampak sosial
sebelum, selama, dan sesudah konstruksi dapat dihindarkan,
g. Pertimbangan lingkungan: diusahakan trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang
tidak melintasi daerah konservasi/resapan air, dan sesedikit mungkin
mengganggu built and nature yang ada,

20
Dengan jumlah pertimbangan atau kriteria yang kompleks seperti di atas, maka
pengambilan keputusan pemilihan trase jalan akses pelabuhan ini harus dilakukan
dengan pendekatan multi-objectives dari sisi ekonomi, sosial, lingkungan, juga sisi
teknis. Selain itu, karena publik dilibatkan dalam perencanaan partisipatif maka
perspektif stakeholders harus dilibatkan dalam pengusulan alternatif trase maupun
dalam penilaian kinerja/pilihan terhadap trase.Salah satu pendekatan analisis yang
dapat digunakan dalam mengelaborasi kompleksitas pengambilan keputusan ini adalah
dengan Analisis Multi Kriteria (AMK).

c. Metoda analisis multi kriteria untuk pemilihan trase jalan


Metoda analisis multi kriteria dilakukan untuk memilih dan menetapkan jalan sesuai
kriteria teknis yang sudah ditetapkan. Kriteria teknis memiliki satuan yang berbeda-
beda dan setiap kriteria juga memiliki tingkat kepentingan yang berbeda-beda pula
dimata stakeholders. Untuk itu setiap kriteria akan memiliki bobot kepentingan masing-
masing sesuai masukan dari stakeholders.

Untuk mengatasi masalah pengambilan keputusan dengan pertimbangan yang


kompleks tersebut, konsultan mengusulkan penggunaan pendekatan analisis multi
kriteria (AMK). Pendekatan AMK ini mampu menyederhanakan permasalahan dalam
pengambilan keputusan, dimana setiap kriteria akan diukur bobotnya berdasarkan
masukan stakeholders (weighting) dan kinerja/ profil setiap alternatif (dalam hal ini
adalah alternatif jalur KA) akan dinilai dengan sistem skor (scoring), misalnya dalam
skala 1-10. Dengan pendekatan AMK ini maka setiap akan diperoleh hasil penilaian
yang unik, dimana melalui proses weighting dan scoring akan terbentuk matriks kinerja
(performance matrix) yang secara kuantitatif akan membandingkan kinerja/profil
setiap alternatif dalam memenuhi seluruh kriteria tersebut dan dapat ditetapkan
alternatif yang lebih baik (diprioritaskan).

Dalam AMK, alternatif yang paling baik dalam memenuhi kriteria-kriteria yang disusun
itulah yang dipilih. Namun demikian judgement tetap diperlukan seandainya terdapat
beberapa kriteria yang sifatnya tidak relatif, tetapi mutlak.

D.3 TANGGAPAN DAN SARAN TERKAIT DENGAN JANGKA WAKTU


PELAKSANAAN KEGIATAN DAN SISTEM PELAPORAN

Sesuai KAK Bagian Bab II waktu yang diberikan selama 3 (tiga) bulan kalender 90
(Sembilan puluh) harii. Waktu studi ini relatif sangat singkat untuk dapat
mengumpulkan data, melakukan analisis, dan mengumpulkan laporan sesuai dengan
keluaran yang diharapkan.

Untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan disusun jadwal kerja yang merupakan


perangkat manajemen alokasi sumber daya manusia dan waktu agar kegiatan yang
direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik di mana maksud dan tujuan, keluaran
dan lingkup kegiatan tercapai secara substansi dalam kerangka waktu yang diberikan.

Beberapa tanggapan dan saran konsultan terkait dengan hal ini adalah:
1. Waktu yang disediakan sangat singkat, dan substansi yang dibahas dalam
pekerjaan ini sangat banyak (mulai dari persiapan dan mobilisasi,
pengumpulan dan pengolahan data, analisis perkiraan pertumbuhan
pergerakan dan lalu lintas, analisis teknis dan lingkungan, indentifikasi dan
pengkajian alternatif rute, pra rencana teknis (desain awal dan ROW plan),

21
analisa biaya dan manfaat, analisa kelayakan ekonomi, maka waktu yang ada
harus dimanfaatkan sebaik mungkin dengan pembuatan jadwal dan tahapan
pelaksanaan pekerjaan yang baik serta sistem kerja tim dapat efektif.
2. Untuk memudahkan mengatur progress dalam pelaksanaan kegiatan tahapan
pelaksanaan pekerjaan akan disusun ke dalam 4 tahap. Tahapan pelaksanaan
pekerjaan ini disesuaikan dengan kewajiban penyerahan laporan seperti yang
tertuang dalam KAK Bagian Bab III, yakni:
a. Tahap Persiapan dan Penyusunan Metoda Kerja, untuk melakukan:
 Persiapan/koordinasi tim.
 Pemahaman Konsultan terhadap pelaksanaan studi yang harus
dilakukan.
 Pendekatan dan metolodogi pelaksanaan dan alat analisis yang akan
dipergunakan.
 Organisasi Pelaksanaan dan tenaga pelaksana yang akan
ditempatkan dalam studi ini.
 Kajian pustaka dan peraturan perundang-undangan.
 Kajian dokumen perencanaan wilayah dan transportasi.
 Penarikan alternatif trase jalan lingkar.
 Rencana kerja dan jadual pelaksanaan studi serta pengumpulan data
yang harus dilakukan.
Hasil tahap ini disampaikan pada Laporan Pendahuluan dan diserahkan
pada bulan ke-1 (satu) bulan setelah SPMK.
b. Tahap Survey dan Pengolahan Data Serta Analisa, untuk melakukan:
 Pengumpulan data melalui pelaksanaan survei primer dan survei
sekunder di wilayah kajian yang mencakup:
o Pengumpulan data sekunder.
o Pengumpulan data primer yaitu: survey pendahuluan. survey
jaringan jalan dan lalu lintas, survey kondisi dan struktur
tanah, survey kekuatan tanah,
 Pelaksanaan wawancara stakeholers di wilayah kajian.
 Rincian semua data yang diperoleh dari kegiatan pengumpulan data
lapangan ataupun dari studi literatur.
 Hasil analisis kelayakan usulan proyek mencakup analisis lalu lintas,
biaya operasi kendaraan dan perkiraan biaya pelaksanaan proyek
rute-rute alternatif yang dianggap sesuai.
 Kajian pemilihan alternatif trase jalan lingkar untuk ditindaklanjuti
pra desain dan kelayakannya.
 Kajian lingkungan tentang kemungkinan pengaruh negatif terhadap
lingkungan, termasuk misalnya diperlukannya suatu Studi Amdal
sesuai ketentuan berlaku.
Hasil tahap ini disampaikan pada Laporan Antara dan Laporan Hasil
Survey dan diserahkan pada bulan ke-2 (dua) bulan setelah SPMK.

22
c. Tahap Preliminary Engineering Design, untuk melakukan:
 Rangkuman dan perbaikan dari temuan sebagaimana disampaikan
dalam Laporan Antara.
 Preliminary Engineering Design dan perkiraan biaya pelaksanaan
proyek pada rute sebagaimana direkomendasikan dan disepakati
pada presentasi Laporan antara.
 Hasil analisis kajian lingkungan.
 Hasil analisis kelayakan dari usulan proyek dari aspek teknik,
ekonomi dan lingkungan.
Hasil tahap ini disampaikan pada Konsep Laporan Akhir dan diserahkan
pada bulan ke-3 (tiga) bulan setelah SPMK.
3. Penyusunan dokumentasi hasil survey primer dalam bentuk gambar dan video
dan disusun laporan secara terpisah sebagai bagian dari Laporan Antara

D.4 TANGGAPAN DAN SARAN TERHADAP PERSONIL/FASILITAS PENDUKUNG


DARI PPK

Tanggapan dan saran terkait dengan alokasi sumber daya yang dibahas pada bagian ini
berkenaan dengan pengalokasian SDM, waktu, dana, dan sumberdaya lainnya untuk
melaksanakan kegiatan ini. Hal ini dilakukan agar sumber daya yang dialokasikan
dapat dimanfaatkan secara efisien dan efektif untuk melakukan seluruh ruang lingkup
kegiatan dengan baik sehingga mengeluarkan hasil sebagaimana yang diharapkan
dalam KAK.

D.3.1 TANGGAPAN DAN SARAN TERKAIT DENGAN ALOKASI PERSONIL

Tanggapan dan saran ini terkait dengan penyediaan tenaga ahli, asisten ahli, dan tenaga
pendukung yang tertuang dalam KAK Bagian Bab III. Adapun tanggapan dan saran yang
disampaikan pihak konsultan terkait dengan alokasi sumber daya manusia untuk
kegiatan ini adalah :
1) Tenaga Ahli yang dialokasikan untuk pelaksanaan kegiatan ini sebanyak 6 orang
dengan latar belakang keahlian yang beragam. Konsultan menilai bahwa alokasi
tenaga ahli ini sudah cukup memadai dari sisi jenis keahlian maupun alokasi MM
(Man Month) untuk dapat melaksanakan seluruh lingkup kegiatan ini dengan
baik dan sesuai dengan alokasi waktu yang sudah ditetapkan. Namun harus
diperhatikan bahwa kegiatan ini merupakan pekerjaan besar yang membutuhkan
adanya keterpaduan/koordinasi dalam cara pikir dan cara tindak yang sama
diantara para tenaga ahli di bawah pimpinan ketua tim. Oleh karena itu,
konsultan memandang bahwa kualifikasi dari ketua tim yang disampaikan dalam
KAK sebaiknya diisi oleh personel dengan pengalaman dan kematangan yang
sesuai dengan yang ditetapkan di KAK yaitu S2/5 tahun untuk Ketua Tim dan tim
Tenaga Ahli minimal S1/2 tahun (dan juga sebaiknya sudah mengantongi ijazah
S2). Oleh karena itu, dalam jajaran tenaga ahli yang diusulkan oleh konsultan
dipasang tenaga ahli dengan kualifikasi yang sangat senior.
2) Tenaga Pendukung yang dialokasikan untuk pekerjaan ini sebanyak 3 orang
tenaga pendukung. Konsultan menilai tenaga pendukung ini sudah sangat

23
memadai untuk dapat membantu kerja tenaga ahli secara teknis operasional
pengerjaan. Namun demikian diharapkan Asisten Tenaga Ahli tersebut juga
sudah cukup berpengalaman dan terbiasa dengan kegiatan proyek, sehingga
tenaga ahli dapat lebih fokus kepada substansi kegiatan. Oleh karena itu
konsultan memberikan tanggapan dan saran yaitu bahwa:
a. Juru Gambar yang direkrut adalah tenaga drafter yang sudah
berpengalaman di dalam penyusunan gambar desain dan peta jaringan
jalan dan fly over/underpass, sehingga proses penyampaian tugas dari
tenaga ahli untuk penggambaran tidak terlalu membutuhkan waktu.
Operator Cad ini akan direkrut dari tenaga yang sudah dimiliki oleh
perusahaan konsultan dengan kualifikasi pengalaman sesuai dengan yang
ditetapkan dalam KAK.
b. Operator komputer diharapkan sudah menguasai tata cara penulisan
laporan ilmiah, operasional tabel/perhitungan dengan komputer, dan
membuat tampilan grafis, sehingga secara optimal dapat membantu tenaga
ahli di dalam melakukan penulisan hasil kajian.
c. Juru ukur diharapkan berpengalaman dalam survey lapangan (khususnya
pelaksanaan survey geologi, lalu lintas, dan survey wawancara kepada
masyarakat) sehingga data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan.
Surveyor ini akan direkrut konsultan dari tenaga surveyor lokal yang akan
bekerjasama dengan pihak Dinas Pekerjaan Umum/Bina Marga setempat
dan/atau Konsultan/Universitas setempat.
3) Untuk mendukung kinerja tenaga ahli, tenaga pendukung, maupun tenaga
penunjang perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
a. Kualifikasi tenaga ahli, sub profesional, maupun penunjang perlu
ditunjukkan dengan referensi mengenai jenis-jenis pekerjaan yang secara
spesifik sangat terkait dengan pelaksanaan kegiatan ini.
b. Diusahakan bahwa tenaga ahli sub profesional, maupun penunjang yang
ada merupakan pegawai tetap di konsultan, sehingga memudahkan dalam
proses koordinasi maupun teknis operasional pekerjaan.
c. Untuk memanfaatkan alokasi waktu, perlu kiranya disusun jadwal alokasi
tenaga kerja (manning schedule) yang baik, efisien dan efektif agar mampu
memaksimalkan tim tenaga ahli dan tim tenaga penunjang agar tidak
mengganggu jalannya pekerjaan tim secara keseluruhan (teamwork)
sehingga mampu menyelesaikan semua pekerjaan baik secara administrasi
(laporan-laporan) maupun secara teknis.

D.3.2 TANGGAPAN DAN SARAN TERKAIT DENGAN FASILITAS PENDUKUNG DARI


PPK

Tanggapan dan saran ini terkait dengan fasilitas pendukung dari PPK, dimana pada
KAK tidak disebutkan mengenai fasiltias pendukung yaitu peralatan, material dari
penyedia jasa, oleh karena itu konsultan menambahkan mengenai fasilitas pendukung
yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik, yaitu meliputi:
a. Pengguna jasa akan menunjuk seorang stafnya yang bertugas sebagai Project
Officer (PO) yang membantu konsultan dalam kebutuhan administrasi dan
perizinan serta fasilitasi pertemuan pembahasan. Tanggapan terhadap

24
koordinasi dengan pihak pengguna jasa. Dalam KAK tidak dicantumkan secara
spesifik alokasi waktu dan jumlah/frekuensi untuk koordinasi dengan pihak
pemberi kerja. Namun terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni:
 Pengguna Jasa diharapkan pula membantu/fasilitasi dalam koordinasi
dengan pihak terkait, khususnya dalam mendapatkan data dan informasi
serta diskusi yang diperlukan.
 Pengguna Jasa diharapkan membantu menyediakan surat menyurat terkait
dengan pelaksanaan survey jika diperlukan;
 Penyedia jasa dapt menyediakan data sekunder dari instansi lain di Pusat
dan Daerah, terutama data mengenai moda transportasi lain, sosial
ekonomi, tata ruang daerah, peta topografi dan geologi, dlsb;
 Perlu disepakati mekanisme koordinasi antara tim studi dengan Project
Officer untuk pertemuan secara rutin dan berkala.
b. PO juga akan memfasilitasi penyedia jasa dengan data penunjang yaitu:
 Data dasar IRMS (Indonesian Integrated Road Management System) tahun
terbaru. Namun konsultan dapat memperoleh data untuk time series data
IRMS 10 tahun kebelakang yang akan digunakan dalam memprediksikan
pola pergerakan dan lalu lintas di wilayah kajian.
 Pedoman No. Pd. T-19-2005-B tentang Pedoman Studi Kelayakan Proyek
Jalan dan Jembatan. Pedoman ini sudah diacu oleh Konsultan sebagai dasar
dalam menyusun tahapan dan ,metodologi pelaksanaan kegiatan.
 Studi-studi terdahulu mengenai Pengembangan Jaringan Jalan di Kota
Serang perlu diinventarisasi untuk dijadikan bahan awal kebutuhan dan
lokasi trase jalan lingkar.
 Referensi hukum yang disampaikan dalam KAK masih terfokus pada aspek
penyelenggaraan jalan, belum menginventarisasi mengenai pemerintahan,
penyelenggaraan moda lainnya, perencanaan pembangunan, penataan
ruang dan logistik, investasii, dampak lingkungan dan standar teknis studi
kelayakan dan perencanaan jalan.
c. Penyedia jasa harus menyediakan dan memelihara semua fasilitas dan peralatan
yang dipergunakan untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Fasilitas dan
epralatan yang harus disediakan oleh penyedia jasa adalah: kendaraan, PC
desktop, printer, notebook, plotter, scanner, filling cabinet, camera digital,
peralatan survey. Konsultan menilai fasilitas ini cukup memadai dalam
mendukung penyelesaian pekerjaan, namun perlu diperhatikan:
 Pemeliharaan semua fasilitas dan peralatan selama kegiatan berlangsung
sehingga dapat dipergunakan secara optimal.
 Perlu dikelola secara baik prosedur administras invertarisasi barang
sehingga diketahui barang masuk dan keluar kantor.

25
E. URAIAN PENDEKATAN, METODOLOGI DAN
RENCANA KERJA

Pada bagian ini konsultan menyampaikan pendekatan teknis maupun normatif yang
berkaitan dengan penyusunan Studi Kelayakan Jalan Serang North Inner Ring Road
(Pakupatan-Lopang) ini, sehingga hasil kajian ini nantinya memiliki landasan teoretis
yang kuat dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Kemudian, dilanjutkan dengan pemaparan mengenai metodologi yang berisi tentang


bagan alir analisis (framework of analysis) yang akan digunakan untuk menjalankan
seluruh ruang lingkup pekerjaan ini secara bertahap, berikut dengan penjelasan dari
masing-masing teknik atau metoda kerja/analisis yang digunakan.

Pada bagian akhir, akan dijelaskan mengenai rencana kerja yang menjelaskan
mengenai aplikasi tahapan kerja dan tahapan analisis yang diusulkan sesuai dengan
kerangka waktu yang disediakan.

E.1 PENDEKATAN PELAKSANAAN

Pada bagian pendekatan pelaksanaan ini disampaikan beberapa hal mendasar terkait
dengan aspek normatif dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, aspek
teoretis dari literatur, maupun aspek perencanaan terkait dengan dokumen rencana
terdahulu yang berkenaan dengan perencanaan jaringan jalan lingkar Pakupatan-
Lopang.

E.1.1 PENDEKATAN DARI ASPEK NORMATIF

E.1.1.1 PENYELENGGARAAN JALAN

a. Arah dan Tujuan Penyelenggaraan Jalan


Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
disampaikan mengenai penyelenggaraan jalan umum dilakukan denganmengutamakan
pembangunan jaringan jalan di pusat-pusat produksi serta jalan-jalan yang
menghubungkan pusat-pusat produksi dengan daerah pemasaran. Penyelenggaraan
jalan umum diarahkan untuk pembangunan jaringan jalan dalam rangka memperkokoh
kesatuan wilayah nasional sehingga menjangkau daerah terpencil.

Penyelenggaraan jalan umum diarahkan untuk mewujudkan:


a. perikehidupan rakyat yang serasi dengan tingkat kemajuan yang sama, merata,
dan seimbang.
b. daya guna dan hasil guna upaya pertahanan keamanan negara.

Penyelenggara jalan umum wajib mengusahakan agar jalan dapat digunakan sebesar-
besar kemakmuran rakyat, terutama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional, dengan mengusahakan agar biaya umum perjalanan menjadi serendah-
rendahnya.

26
Penyelenggara jalan umum wajib mendorong ke arah terwujudnya keseimbangan antar
daerah, dalam hal pertumbuhannya mempertimbangkan satuan wilayah
pengembangan dan orientasi geografis pemasaran sesuai dengan struktur
pengembangan wilayah tingkat nasional yang dituju.

Penyelenggara jalan umum wajib mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah yang


sudah berkembang agar pertumbuhannya tidak terhambat oleh kurang memadainya
prasarana transportasi jalan, yang disusun dengan mempertimbangkan pelayanan
kegiatan perkotaan.

Dalam usaha mewujudkan pelayanan jasa distribusi yangseimbang, penyelenggara


jalan umum wajib memperhatikan bahwa jalan merupakan satu kesatuan sistem
jaringan jalan.

b.Klasifikasi Jalan Umum


Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan menyebutkan klasifikasi jalan umum
berdasarkan sistem, fungsi, status dan kelas. Maksud dari klasifikasi jalan umum
tersebut adalah pembagian kewenangan pembinaan jalan, sehingga jelas pihak yang
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan jalan. Bentuk kegiatan penyelenggaraan
sebagaimana yang disebutkan dalam UU tentang jalan tersebut adalah meliputi
pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan.

Pembagian kewenangan penyelenggaraan jalan antara Pemerintah Pusat dan


Pemerintah dilakukan untuk mencapai tujuan penyelenggaraan jalan sebagaimana
yang disebutkan dalam UU No. 38 Tahun 2004. Undang-undang tersebut menyebutkan
bahwa tujuan dari pengaturan penyelenggaraan jalan adalah untuk mewujudkan
ketertiban dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan jalan, mewujudkan peran
masyarakat dalam penyelenggaraan jalan, mewujudkan peran penyelenggara jalan
secara optimal dalam pemberian layanan kepada masyarakat, mewujudkan pelayanan
jalan yang andal dan prima serta berpihak pada kepentingan masyarakat, serta
mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk
mendukung terselenggaranya sistem transportasi yang terpadu.

Klasifikasi jalan umum di indonesia terbagi berdasarkan sistem, fungsi, status, dan
kelas. Klasifikasi jalan umum berdasarkan sistem terbagi atas sistem jaringan jalan
primer dan sekunder. Ciri khas dari pembagian jaringan jalan berdasarkan sistem
adalah perannya sebagai pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan
wilyah di tingkat nasional dan kawasan perkotaan. Klasifikasi jalan umum berdasarkan
fungsi terbagi atas jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan. Peranan yang didukung
oleh klasifikasi jalan umum berdasarkan fungsi adalah pelayanan terhadap angkutan
utama, pengumpul, setempat dan lingkungan dengan dukungan jarak perjalanan, rata-
rata kecepatan dan jumlah jalan yang masuk. Dukungan tersebut tergantung pada jenis
fungsi dari setiap jalan umum.

Klasifikasi menurut status terbagi atas jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota dan
desa. Penjelasan mengenai masing-masing bentuk klasifikasi jalan umum berdasarkan
UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan dapat dilihat pada Tabel E.1 berikut ini.
Sedangkan klasifikasi jalan umum berdasarkan kelas hanya meliputi jalan bebas
hambatan, dimana pengaturan mengenai kelas jalan dapat mengikuti aturan-aturan
yang diberlakukan pada LLAJ.

27
Tabel E.1 Klasifikasi Jalan Umum di Indonesia
No. Pembagian Klasifikasi Penjelasan
1. Menurut Sistem jaringan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang
sistem jalan primer dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yg berwujud
pusat kegiatan
Sistem jaringan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang
jalan sekunder dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan
2. Menurut Jalan arteri jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
fungsi perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna
Jalan kolektor jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalananjarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi
Jalan lokal jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi
Jalan lingkungan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan
ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah
3. Menurut status Jalan Nasional jalan arteri & jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol
Jalan Provinsi jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota,
atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi
Jalan Kabupaten jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk
Jalan Nasional maupun Jalan Provinsi, yang menghubungkan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal,
antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan
jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis
kabupaten
Jalan Kota jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubung-kan antarpusat pelayanan dalam kota,
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan
antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang
berada di dalam kota
Jalan Desa jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan
4. Menurut Kelas Jalan bebas a. Pengaturan mengenai kelas jalan mengikuti peraturan LLAJ
hambatan b. Spesifikasi penyediaan prasarana jalan meliputi:
o pengendalian jalan masuk
o persimpangan sebidang
o jumlah dan lebar lajur
o ketersediaan median
o pagar
Sumber: UU No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan

c.Bagian-Bagian Jalan
Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
disampaikan bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan
ruang pengawasan jalan.

28
Tabel E.2 Kegiatan Pembangunan Jalan
No. Bagian-Bagian Deskripsi
1. Ruang Manfaat  Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
Jalan pengamannya
 Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebartinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara
jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri
 Ruang manfaat jalan hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan,
jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang
pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan
bangunan pelengkap lainnya
 Trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki
2. Ruang Milik  Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu
Jalan di luar ruang manfaat jalan
 Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar,
kedalaman, dan tinggi tertentu
 Ruang milik jalan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan,
dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan
ruangan untuk pengamanan jalan
 Sejalur tanah tertentu dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang
berfungsi sebagai lansekap jalan
 Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan ruang di atasdan/atau di bawah
ruang milik jalan diatur dalamPeraturan Menteri
3. Ruang  Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luarruang milik jalan
Pengawasan yang penggunaannya ada di bawahpengawasan penyelenggara jalan
Jalan  Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi
danpengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan
 Ruang pengawasan jalan merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang
milikjalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu
Sumber: Pasal 33-44 PP No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan

Gambar E.1 Bagian-Bagian Jalan


(Sumber: PP No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan)

Bagian dari Ruang Manfaat Jalan adalah:


a. Badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.
b. Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta
pengamanan konstruksi jalan badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas.
c. Ruang bebas dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu.

29
d. Lebar ruang bebas sesuai dengan lebar badan jalan.
e. Tinggi ruang bebas bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 5 (lima)
meter.
f. Kedalaman ruang bebas bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 1,5
(satu koma lima) meter dari permukaan jalan.
g. Saluran tepi jalan hanya diperuntukkan bagi penampungan dan penyaluran air
agar badan jalan bebas dari pengaruh air.
h. Ukuran saluran tepi jalan ditetapkan sesuai dengan lebar permukaan jalan dan
keadaan lingkungan. Saluran tepi jalan dibangun dengan konstruksi yang mudah
dipelihara secara rutin.
i. Dalam hal tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh
penyelenggara jalan, saluran tepi jalan dapat diperuntukkan sebagai saluran
lingkungan.
j. Ambang pengaman jalan berupa bidang tanah dan/atau konstruksi bangunan
pengaman yang berada di antara tepi badan jalan dan batas ruang manfaat jalan
yang hanya di peruntukkan bagi pengamanan konstruksi jalan.

Bagian dari Ruang Milik Jalan adalah:


a. Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut:
 jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter.
 jalan raya 25 (dua puluh lima) meter.
 jalan sedang 15 (lima belas) meter.
 jalan kecil 11 (sebelas) meter.
b. Ruang milik jalan diberi tanda batas ruang milik jalan yang ditetapkan oleh
penyelenggara jalan.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai lebar ruang milik jalan dan tanda batas ruang
milik jalan diatur dalam Peraturan Menteri.
d. Apabila terjadi gangguan dan hambatan terhadap fungsi ruang milik jalan,
penyelenggara jalan wajib segera mengambil tindakan untuk kepentingan
pengguna jalan.
e. Bidang tanah ruang milik jalan dikuasai oleh penyelenggara jalan dengan suatu
hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
f. Setiap orang dilarang menggunakan dan memanfaatkan ruang milik jalan yang
mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.

Bagian dari Ruang Pengawasan Jalan adalah:


a. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik
jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara
jalan.
b. Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas
pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi
jalan.

30
c. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang
milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu.
d. Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan jalan
ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit denganukuran sebagai berikut:
 jalan arteri primer 15 (lima belas) meter.
 jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter.
 jalan lokal primer 7 (tujuh) meter.
 jalan lingkungan primer 5 (lima) meter.
 jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter.
 jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter.
 jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter.
 jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter.
 Jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu.

d.Pembangunan Jalan
Dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
disampaikan mengenai penyelenggaraan jalan yang terdiri dari kegiatan pengaturan,
pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan.

Berkaitan dengan kegiatan Studi Kelayakan Jalan Serang North Inner Ring Road
(Pakupatan-Lopang), Dalam penyelenggaraan jalan, kegiatan ini termasuk ke dalam
pembangunan yaitu kegiatan pemrograman dan penganggaran, perencanaan teknis,
pelaksanaan konstruksi, serta pengeoperasian dan pemeliharaan Jalan.

Kegiatan pembangunan jalan ini secara hirarki adalah penyelenggaraan jalan setelah
dilakukan kegiatan pengaturan (dalam kaitannya adalah perumusan kebijakan
perencanaan, penyusunan perencanaan umum) dan pembinaan. Untuk itu pada
dasarnya kebijakan pembangunan jalan Lingkar Pakupatan-Lopang (yang pada studi
ini akan dilakukan studi kelayakan) merupakan kebijakan pembangunan yang sudah
ada di dalam dokumen perencanaan umum jaringan jalan terutama di Provinsi Banten.

Kegiatan pembangunan jalan meliputi kegiatan: pemrograman dan penganggaran,


perencanaan teknis, pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian
dan pemeliharaan jalan.

Tabel E.3 Kegiatan Pembangunan Jalan


No. Item Deskripsi
Pembangunan
1. Pemrograman • Pemrograman:
dan o Pemrograman penanganan jaringan jalan merupakan penyusunan
penganggaran rencana kegiatan penanganan ruas jalan yang menjadi tanggung jawab
penyelenggara jalan sesuai kewenangannya
o Pemrograman penanganan jaringan jalan mencakup penetapan rencana
o tingkat kinerja yang akan dicapai serta perkiraan biaya yang diperlukan.
o Program penanganan jaringan jalan meliputi program pemeliharaan jalan,
program peningkatan jalan, dan program konstruksi jalan baru
o Program penanganan jaringan jalan disusun oleh penyelenggara jalan
o yang bersangkutan dengan mengacu pada rencana jangka menengah

31
No. Item Deskripsi
Pembangunan
jaringan jalan dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh
Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
• Penganggaran:
o Penganggaran dalam rangka pelaksanaan program penanganan jaringan
jalan merupakan kegiatan pengalokasian dana yang diperlukan untuk
mewujudkan sasaran program
o Dalam hal pemerintah daerah belum mampu membiayai pembangunan
jalan yang menjadi tanggung jawabnya secara keseluruhan, Pemerintah
dapat membantu sesuaidengan peraturan perundang-undangan
2. Perencanaan  Perencanaan teknis merupakan kegiatan penyusunan dokumen rencana
Teknis teknis yang berisi gambaran produk yang ingin diwujudkan.
 Perencanaan teknis harus dilakukan secara optimal dengan memperhatikan
aspek lingkungan hidup
 Perencanaan teknis mencakup perencanaan teknis jalan, jembatan, dan
terowongan
 Perencanaan teknis jalan sekurang-kurangnya memenuhi ketentuan teknis
mengenai:
o ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang
o pengawasan jalan
o dimensi jalan
o muatan sumbu terberat, volume lalu lintas dan kapasitas
o persyaratan geometrik jalan
o konstruksi jalan
o konstruksi bangunan pelengkap
o perlengkapan jalan
o ruang bebas
o kelestarian lingkungan hidup
 Rencana teknis jalan wajib memperhitungkan kebutuhan fasilitas pejalan
kaki dan penyandang cacat
 Perencanaan teknis jembatan sekurang-kurangnya memenuhi ketentuan
teknis beban rencana
 Ruang bebas bawah jembatan harus memenuhi ketentuanruang bebas untuk
lalu lintas dan angkutan yang melewatinya
 Ketentuan lebih lanjut mengenai beban rencana jembatandiatur
denganPeraturan Menteri setelah mendengar pendapat menteri yang
menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas danangkutan jalan
 Perencanaan teknis terowongan sekurang-kurangnya memenuhi ketentuan
teknis pengoperasian dan pemeliharaan, keselamatan, serta keadaan darurat.
 Dokumen rencana teknis harus dibuat oleh perencana teknis dandisetujui
oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan ataupejabat yang ditunjuk
 Perencana teknis bertanggung jawab penuh terhadap dokumen
rencanateknis sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang jasa
konstruksi
 Perencana teknis harus memenuhi persyaratan keahlian sesuai
denganperaturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi
3. Pengadaan  Jalan umum dibangun di atas tanah yang dikuasai oleh Negara
Tanah  Dalam hal pelaksanaan konstruksi jalan umum di atashak atas tanah orang,
pelaksanaan konstruksi jalan umumdilakukan dengan cara pengadaan tanah
 Pengadaan tanah diperlukan untuk konstruksi jalan baru,pelebaran jalan,
atau perbaikan alinemen.
 Pengadaan tanah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan
4. Pelaksanaan  Pelaksanaan konstruksi jalan merupakan kegiatan fisik penanganan jaringan
Konstruksi jalan untuk memenuhi kebutuhan transportasi jalan.
o Pelaksanaan konstruksi jalan dapat dimulai setelah pengadaan tanah
selesai dilaksanakan sekurangkurangnya pada bagian ruas jalan yang
dapat berfungsi.
o Pelaksanaan konstruksi jalan harus didasarkan atas rencana teknis
o Pelaksanaan konstruksi jalan harus diawasi oleh penyelenggara jalan atau
penyedia jasa pengawas
o Pelaksana konstruksi jalan dan penyedia jasa pengawas konstruksi jalan

32
No. Item Deskripsi
Pembangunan
harus memenuhi persyaratan keahlian sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi
 Penyelenggara jalan wajib menjaga kelancaran dan keselamatan lalu lintas
selama pelaksanaan konstruksi jalan
 Kewajiban penyelenggara jalan dilakukan dengan memperhatikan pendapat
instansi yang menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas dan angkutan
jalan
 Selama berlangsungnya pelaksanaan konstruksi jalan,penyelenggara jalan
wajib menjaga fungsi bangunan utilitas
 Dalam hal pembangunan jalan provinsi atau kabupaten/kota yang melampaui
batas daerahnya, penyelenggara jalan provinsi atau kabupaten/kota tersebut
wajib mendapat persetujuan dari pemerintah daerah yang daerahnya
dilampaui
 Persetujuan disertai persyaratan administratif dan persyaratan teknis
 Pemerintah atau pemerintah provinsi dapat memberikanfasilitas dalam
pembangunan jalan
5. Pengoperasian  Pengoperasian jalan merupakan kegiatan penggunaan jalan untuk melayani
dan lalu lintas jalan
Pemeliharaan  Pengoperasian jalan harus dilengkapi dengan perlengkapan jalan untuk
menjamin keselamatan pengguna jalan
 Penyelenggara jalan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk
memelihara jalan sesuai dengan kewenangannya
 Pemeliharaan jalan merupakan prioritas tertinggi dari semua jenis
penanganan jalan
 Pemeliharaan jalan meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, dan
rehabilitasi
 Pemeliharaan jalan dilaksanakan berdasarkan rencana pemeliharaan jalan.
 Pelaksanaan pemeliharaan jalan harus memperhatikan keselamatan
pengguna jalan dengan penempatan perlengkapan jalan secara jelas sesuai
dengan peraturan perundang–undangan.
 Pelaksanaan pemeliharaan jalan di ruang milik jalan yang terletak di luar
ruang manfaat jalan harus dilaksanakan dengantidak mengganggu fungsi
ruang manfaat jalan.
Sumber: Pasal 83-101 PP No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan

E.1.1.2 KETENTUAN PELAKSANAAN STUDI KELAYAKAN (FEASIBILITY STUDY)

Pelaksanaan suatu studi kelayakan untuk jalan dan jembatan dilakukan dengan
berpedoman kepada Pd.T-19-2005-B tentang Studi Kelayakan Proyek Jalan dan
Jembatan. Dalam Pedoman tersebut disampaikan mengenai kedudukan dan fungsi
studi kelayakan seperti yang disampaikan pada Tabel E.4.

Tabel E.4 Kedudukan Dan Fungsi Studi Kelayakan


Aspek Penjelasan
Kedudukan studi Studi kelayakan merupakan bagian akhir dari tahapan evaluasi kelayakan
kelayakan proyek, untuk menindaklanjuti hasil proses seleksi proyek jalan dan
jembatan dengan indikasi kelayakan yang tinggi, yang telah dihasilkan
dalam pra studi kelayakan
Fungsi studi Kegiatan studi kelayakan adalah untuk menilai tingkat kelayakan suatu
kelayakan alinyemen pada koridor yang terpilih pada pra studi kelayakan, dan
untuk menajamkan analisis kelayakan bagi satu atau lebih alternatif
solusi yang unggul. Apabila tahapan pra studi kelayakan belum
dilaksanakan, maka fungsi kegiatan untuk mengidentifikasi alternatif
solusi dengan menilai tingkat kelayakan, dan membandingkan kinerja
ekonomis suatu alternatif terhadap alternatif yang lain tetap dilakukan.
Hubungan antara Studi kelayakan merupakan kelanjutan dari kegiatan pra studi kelayakan

33
Aspek Penjelasan
pras studi untuk menganalisis secara lebih rinci beberapa alternatif rute terpilih
kelayakan dengan yang diusulkan. Untuk proyek-proyek yang hanya melakukan studi
studi kelayakan kelayakan, lingkup kegiatannya meliputi gabungan dari kedua studi
tersebut
Sumber: Pd.T-19-2005-B tentang Studi Kelayakan Proyek Jalan Dan Jembatan

Lebih lanjut dalam pedoman ini juga disampaikan mengenai lingkup kegiatan serta
lingkup keluaran dari suatu kegiatan studi kelayakan seperti yang disampaikan pada
Tabel E.5.

Tabel E.5 Lingkup Kegiatan Dan Lingkup Keluaran Studi Kelayakan Jalan Dan Jembatan
Aspek Penjelasan
Lingkup kegiatan a. Formulasi kebijakan perencanaan yang meliputi kajian terhadap
studi kelayakan kebijakan dan sasaran perencanaan, lingkungan, dan penataan
ruang, serta pengadaan tanah

b. Kajian terhadap kondisi eksisting pada wilayah studi

c. Pengambilan data fisik, ekonomi, dan lingkungan

d. Prediksi hasil analisis kuantitatif untuk setiap alternatif solusi

e. Kajian penggunaan alternatif terknologi dan standar yang berkaitan


dengan kebutuhan proyek

f. Studi komparasi alternatif solusi pada koridor yang terpilih dalam


pra studi kelayakan

Hasil kegiatan studi a. Formulasi sasaran proyek


kelayakan
b. Merupakan urutan unggulan, atas dasar indikator kelayakan yang
teliti dari alternatif solusi yang di studi, sebagai masukan bagi pihak
pengambil keputusan

c. Penajaman rencana dan rekomendasi alinyemen yang cocok, serta


standar-standar yang akan digunakan

d. Rekomendasi waktu optimum (timing optimum) dan program


konstruksi

e. Rekomendasi investigasi lingkungan dan sosial

f. Kerangka Acuan Kerja AMDAL, jika dibutuhkan, atau UKL dan UPL

g. Kebutuhan survei untuk detailed engineering design (DED)

h. Estimasi biaya

Sumber: Pd.T-19-2005-B tentang Studi Kelayakan Proyek Jalan Dan Jembatan

a. Pendekatan pelaksanaan studi kelayakan


Pendekatan utama dalam pelaksanaan studi kelayakan sebagaimana disampaikan pada
pedoman Pd.T-19-2005-B adalah membandingkan 2 kondisi yakni:
- Kondisi with project: suatu kondisi yang di mana dilakukan suatu investasi untuk
meningkatkan kapasitas maupun struktur jalan.

34
- Kondisi without project: suatu kondisi yang di mana tidak dilakukan suatu
investasi untuk meningkatkan kapasitas maupun struktur jalan (kecuali hanya
untuk mempertahankan fungsi pelayanan jalan berupa pemeliharaan rutin dan
berkala).

Kondisi yang diperbandingkan antara with and without project adalah kondisi:
- Biaya-biaya proyek (biaya pengadaan tanah, biaya administrasi dan sertifikasi,
biaya perancangan, biaya konstruksi, biaya supervisi).
- Manfaat proyek (penghematan biaya operasi kendaraan, penghematan nilai
waktu perjalanan, penghematan biaya kecelakaan, penghematan pemeliharaan
jalan, dlsb).

Namun demikian menurut hemat konsultan untuk menghasilkan rekomendasi studi


kelayakan yang baik diperlukan adanya upaya untuk mengkaji analisis kelayakan
dalam 4 bagian berikut:
1. Analisis kelayakan secara teknis: berupa kajian terkait pemenuhan kriteria teknis
dalam perencanaan trase dan struktur jalan dikaitkan dengan batasan kondisi
daya dukung wilayah, batasan regulasi penggunaan/penataan lahan, serta
batasan teknis lainnya (teknologi, SDM, material, dlsb).
2. Analisis kelayakan secara dampak lingkungan dan sosial: berupa kajian terhadap
potensi dampak terhadap lingkungan dan kondisi sosial masyarakat untuk
mendapatkan rekomendasi mengenai kebutuhan AMDAL ataupun aspek-aspek
dampak dan hambatan implementasi yang mungkin muncul.
3. Analisis kelayakan ekonomi: berupa kajian perbandingan with-and-without
project dikaitkan dengan kemanfaatan proyek terhadap penghematan
pengeluaran dalam bertransportasi.
4. Analisis kelayakan finansial: berupa kajian potensi pengusahaan jalan akses
seandainya dibangun dan dioperasikan oleh pihak swasta, sebagaimana halnya
seperti jalan tol.

b. Proses penetapan wilayah kajian


Hal yang penting untuk ditetapkan dalam suatu kajian kelayakan adalah identifikasi
mengenai luasan wilayah kajian yang akan terdampak dengan adanya pembangunan
jalan lingkar Pakupatan-Lopang ini. Kondisi with and without project khususnya terkait
dengan operasional lalu lintas jalan yang akan menimbulkan dampak penghematan
(biaya operasi kendaraan, nilai waktu, kecelakaan, lingkungan, dan juga pemeliharaan
jalan) harus diidentifikasi pada cakupan wilayah studi yang rasional.

Umumnya jalan lingkar Pakupatan-Lopang dikaitkan dengan dampaknya terhadap


wilayah layan dari kawasan sekitar, dimana seluruh/sebagian pergerakan dari/ke
Pakupatan-Lopang akan menggunakan ruas jalan lingkar tersebut.

c. Pengembangan dan penetapan alternatif trase terpilih


Sebagaimana disampaikan pada Pd.T-19-2005-B tentang Pedoman Pelaksanaan Studi
Kelayakan Jalan dan Jembatan, proses studi kelayakan yang terpenting adalah untuk
membandingkan dan memilih dari sejumlah alternatif usulan/solusi yang paling layak
secara teknis, ekonomis/finansial, sosial, maupun lingkungan.

35
Dalam Pd.T-19-2005-B tersebut tidak dijelaskan mengenai pertimbangan mengenai
proses pengembangan alternatif trase/solusi dari rencana pengembangan jalan di
suatu koridor, namun secara implisit terdapat beberapa arahan untuk mengembangan
alternatif solusi (atau dalam hal ini adalah trase jalan), yakni:
 Pemenuhan terhadap sasaran/kriteria fungsi dan kelas jalan akses pelabuhan
yang akan dibangun, ini terkait dengan pemenuhan persyaratan teknis jalan
diantaranya: kecepatan rencana, pembebanan jembatan, tingkat pelayanan
(kapasitas yang diinginkan), dlsb.
 Pemenuhan terhadap ketentuan dalam penataan ruang, khususnya menghindari
daerah konservasi, dampak lingkungan serta potensi dampak sosial termasuk
pengadaan lahan.
 Pemenuhan terhadap pertimbangan kondisi fisik lapangan khususnya aspek
topografi dan geologi terkait dengan geometrik dan juga daya dukung tanah.
 Pertimbangan lainnya yang diperlukan, khususnya yang spesifik bagi kegiatan
pembangunan jalan yang direncanakan maupun spesifik lokasi setempat.

Selanjutnya jika alternatif trase tersebut sudah dikembangkan, maka berdasarkan atas
hasil pengumpulan data dan analisis yang dilakukan harus ditetapkan satu alternatif
yang terbaik/terpilih untuk ditindaklanjuti dengan survei detail dan analisis kelayakan
lebih lanjut untuk mendapatkan indikator kelayakan ekonomi maupun finansial serta
detail dari upaya penanganan dampak lingkungan dan sosial yang dibutuhkan. Adapun
metoda untuk memilih satu dari beberapa alternatif tersebut dalam Pd.T-19-2005-B
tidak dijelaskan secara detail, namun secara umum disarankan menggunakan analisis
multi kriteria (AMK). Adapun kriteria pemilihannya dijelaskan sebagai berikut:
1. Kriteria teknis: panjang jalan, volume pekerjaan tanah, kemudahan pelaksanaan.
2. Kriteria lingkungan: misalnya dampak terhadap emisi gas buang, dampak
terhadap kawasan lindung, dlsb.
3. Kriteria sosial: misalnya dampak terhadap pemindahan populasi atau perubahan
dalam struktur sosial eksisting.
4. Kriteria ekonomi: khususnya dari manfaat ekonomi dai juga manfaat ecara
finansial.
5. Kriteria lainnya yang memungkinkan: misalnya kemudahan dalam pengadaan
tanah, penggunaan teknologi dalam negeri, dlsb.

Bobot dari masing-masing kriteria tersebut disesuaikan dengan hasil wawancara yang
dilakukan terhadap stakeholders terkait (Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Provinsi Banten).

d. Kajian awal dampak sosial dan lingkungan


Dalam studi kelayakan ini, sesuai juga dengan amanat dalam KAK, perlu dilakukan
kajian awal mengenai dampak sosial dan lingkungan. Adapun item dampak yang perlu
dikaji disarankan diantaranya terkait dengan:
1. Dampak lingkungan biologi, yang menyangkut pengaruh terhadap flora dan
fauna.
2. Dampak lingkungan fisika kimia, yang menyangkut dampak terhadap tanah,
kualitas air, temperatur lingkungan, polusi udara, kebisingan dan vibrasi.

36
3. Dampak lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya, yang menyangkut dampak
kependudukan, perubahan mata pencaharian, pengaruh terhadap kekerabatan,
ganti kerugian dalam pengadaan tanah, keamanan, kesehatan masyarakat,
pendidikan, cagar budaya dan peninggalan sejarah, estetika visual, perubahan
pola interaksi.

Analisis dampak sosial dan lingkungan untuk masing-masing elemen tersebut diatas
dilakukan secara umum dengan membuat tabel serta mendeskripsikan dampak yang
mungkin terjadi serta rekomendasi penanganan atau kajian lebih detailnya dalam
AMDAL.

e. Ketentuan teknis pelaksanaan studi kelayakan

Formulasi Kebijakan Perencanaan


Beberapa formulasi mengenai kebijakan perencanaan dari proyek studi kelayakan jalan
dan jembatan dapat dilihat pada Tabel E.6 berikut ini.

Tabel E.6 Kebijakan Perencanaan Dari Proyek Studi Kelayakan Jalan dan Jembatan
No Kebijakan Uraian
.
1. Kajian tentang  Kebijakan dan sasaran perencanaan umum dari proyek perlu diformulasikan kembali
kebijakan dan dengan memperhatikan hasil dari pra studi kelayakan;
sasaran  Atas dasar kebijakan dan sasaran perencanaan perlu ditetapkan fungsi dan kelas jalan
perencanaan serta ketentuan parameter perencanaan jalan (kecepatan rencana, tingkat kinerja arus
lalu lintas dan pembebanan jembatan);
 Karena ketidakpastian dan resiko tinggi, pelaksanaan pembangunan dapat dilakukan
secara bertahap;
 Awal proyek tidak harus berlangsung secepat mungkin, karena penundaan dari awal
suatu proyek dapat meningkatkan manfaat proyek dalam perhitungan kelayakan
ekonomi.
2. Kajian tentang  Alternatif rute tidak melewati daerah konservasi;
lingkungan  Alternatif rute tidak menimbulkan dampak besar pada lingkungan sekitarnya;
dan tata ruang  Dampak sosial dan pengadaan tanah perlu untuk diantisipasi;
 Identifikasi keperluan penyusunan AMDAL dan UKL-UPL, serta menyiapkan kerangka
acuan kerja;
 Mendukung tata ruang dari wilayah studi;
 Hasil dari aspek lingkungan akibat pelaksanaan jalan dan jembatan pada pra studi
kelayakan perlu diformulasikan secara lebih teliti atas dasar analisis data primer yang
lebih rinci;
 Biaya untuk menanggulangi masalah lingkungan perlu diidentifikasi dan dirinci, karena
akan menjadi salah satu komponen biaya pada analisis ekonomi;
 Kaji ulang tata ruang, harus dipenuhi dalam upaya menghasilkan rekomendasi dan
keputusan pembangunan jalan dan jembatan;
 Peran dari jalan harus mendukung tata guna lahan /tanah dari kawasan studi secara
efisien.
3. Kajian tentang  Pengadaan tanah merupakan langkah awal kegiatan pelaksanaan konstruksi jalan dan
pengaadaan jembatan;
tanah  Lahan/tanah harus dapat dibebaskan sesuai dengan kebutuhan akan Rumija pada
alternatif solusi yang terpilih;
 Luas rumija yang dibutuhkan dan estimasi biaya pengadaan tanah menurut klasifikasi
lahan/tanah dan bangunan perlu dihitung;
 Pengadaan tanah harus sudah selesai pada tahap awal pelaksanaan konstruksi;
 Tanah yang diperuntukkan bagi proyek jalan dan jembatan dibebaskan melalui
mekanisme yang sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku dengan
mempertimbangkan kriteria/faktor tata guna lahan/tanah dan kesesuaian lahan/tanah;
 Kegiatan yang berpengaruh besar terhadap pengadaan tanah antara lain adalah

37
No Kebijakan Uraian
.
penetapan tanggal permulaan yang tepat untuk pekerjaan-pekerjaan konstruksi,
penetapan dan perhitungan biaya-biaya proyek, kebijakan dan regulasi pemerintah
kaitannya dengan pertanahan dan pengadaan tanah.
4. Formulasi  Beberapa alternatif solusi dari hasil pra studi kelayakan diformulasikan untuk dilakukan
alternatif studi lebih teliti;
solusi  Alternatif solusi harus sudah memperhatikan karakteristik rancangan geometri, sesuai
dengan fungsi dan kelas jalan yang diusulkan;
 Alternatif solusi yang baik secara ekonomi adalah yang mempunyai biaya transportasi
total yang minimal;
 Untuk pembangunan yang bertahap, alinyemen horisontal dan vertikal jalan sudah harus
sesuai dengan kelas jalan dan kecepatan rencana yang diinginkan.
Sumber: Pedoman Studi Kelayakan Proyek Jalan dan Jembatan, Pd T-19-2005-B, Dept. PU

Aspek Teknis
Beberapa kriteria teknis untuk studi kelayakan proyek jalan dan jembatan dapat dilihat
pada Tabel E.7 berikut ini.

Tabel E.7AspekTeknis Untuk Studi Kelayakan Proyek Jalan Dan Jembatan


No. Aspek Uraian
Teknis

1. Lalu Lintas  Untuk perancangan geometri dan evaluasi manfaat ekonomi perlu
diketahui besarnya volume lalu lintas sekarang dan prakiraan lalu lintas
masa depan;

 Untuk perancangan tebal perkerasan perlu keterangan mengenai


jumlah dan berat dari berbagai jenis kendaraan berat yang ada dalam
arus lalu lintas;

 Jenis lalu lintas yang mungkin terjadi di jalan yang sedang ditinjau
antara lain lalu lintas normal, lalu lintas teralih, lalu lintas alih moda,
lalu lintas terbangkit, lalu lintas yang merubah tujuan dan lalu lintas
yang terpendam;

 Pertumbuhan lalu lintas dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi,


pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kepemilikan kendaraan;

 Analisis lalu lintas menghasilkan LHR tahunan, baik tahun dasar


maupun untuk tahun-tahun berikutnya selama umur rencana;

 Karakteristik dari volume jam sibuk pada hari sibuk diwakili dengan
suatu faktor k;

 Lalu lintas dalam arah sibuk pada jam sibuk turut menentukan geometri
dari penampang jalan;

 Prakiraan lalu lintas pada tahun-tahun berikutnya setelah tahun dasar


diperoleh melalui suatu model prakiraan.

2. Topografi  Peta topografi diperlukan dalam penentuan rute dan prakiraan biaya
proyek;

 Rancangan dari alternatif jalan digambar pada peta topografi dengan


skala paling kecil 1:5000 untuk jalan antar kota dan skala 1:1000 untuk

38
No. Aspek Uraian
Teknis

jalan perkotaan;

 Peta topografi untuk pekerjaan jalan antar kota berupa suatu peta jalur
yyang mencakup suatu daerah minimum selebar 100 m;

 Untuk daerah perkotaan, lebar cakupan peta dapat dikurangi sampai


seluruh ruang pengawasan jalan saja.

3. Geometri  Nilai rancangan dari elemen-elemen geometri jalan ditentukan oelh


suatu kecepatan rencana;

 Untuk memudahkan perancangan geometri dari jalan dikenal beberapa


kelas jalan;

 Penampang jalan tergantung pada volume lalu lintas yang diperkirakan


akan melewatinya dan tingkat kinerja yang ingin dicapai dalam suatu
operasi;

 Bila menurut prakiraan akan terdapat banyak kendaraan lambat


dan/atau kendaraan tidak bermotor dalam koridor yang ditinjau, dapat
dipertimbangkan untuk menambah lebar jalan;

 Jenis persimpangan jalan dan metoda pengendalian ditetapkan sesuai


hirarki jalan dan volume lalu lintas rencana yang melewatinya;

 Elevasi rencana jalan juga dipengaruhi oelh tinggi rencana banjir


sepanjang rute yang ditinjau;

 Seluruh jalan dan jaringannya harus dilengkapi dengan marka dan


rambu yang baku seperti telah diatur dalam pedoman yang berlaku.

4. Geologi dan  Konstruksi jalan dan jembatan meneruskan beban ke tanah;


geoteknik
 Sepanjang suatu koridor jalan kondisi geologi dan geoteknik dapat
bervariasi;

 Jenis tanah dasar dapat dikelompokkan menurut karakteristik geologi


agar penyelidikan geoteknik dapat dilakukan secara terstuktur dan
efisien, dengan demikian ruas jalan terbagi atas beberapa segmen yang
homogen secara geoteknik;

 Masing-masing jenis tanah perlu diteliti daya dukungnya, bila


konstuksi jalan berada pada galian, daya dukung tanah yang dipakai
adalah yang berada pada elevasi rencana, bila konstruksi akan berada
pada timbunan, maka daya dukung dari tanah timbunan perlu
ditentukan sesuai jenis tanah timbunan;

 Untuk jalan antar kota ang baru, analisis geologi dan geoteknik pelu
dilakukan lebih mendalam sehubungan dengan kondisi geologi
kawasan, pekerjaan tanah, lokasi jembatan, ketersediaan bahan
bangunan dan pertimbangan lainnya, yang akan mempengaruhi aspek
biaya pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan;

39
No. Aspek Uraian
Teknis

 Tanah dasar yang lembek perlu penanganan khusus berupa stabilisasi


dengan bahan tambahan atau melalui konsolidasi dengan
mengeluarkan air tanah;

 Untuk jalan perkotaan, analisis geologi tidak terlalu menentukan lagi


karena kondisinya sudah dikenal;

 Daya dukung tanah dasar untuk keperluan perhitungan konstruksi


perkerasan dinyatakan dalam nilai CBR;

 Untuk keperluan perhitungan pondasi jembatan, penyelidikan tanah


perlu dilakukan ke arah bawah sampai mencapai tanah keras.

5. Perkerasan  Perkerasan jalan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban


jalan lalu lintas ke tanah dasar secara ekonomis;

 Jenis konstruksi jalan meliputi perkerasan lentur dan perkerasan kaku;

 Penentuan jenis konstruksi disesuaikan dengan kondisi eksisting dan


memperhatikan aspek ekonomis, dan merupakan konstruksi terbaik
yang mungkin dilaksanakan dan tidak perlu merupakan konstruksi
terbaik secara teknis;

 Perancangan kekuatan konstruksi perkerasan jalan terutama


dipengaruhi oleh beban lalu lintas yang melewatinya selama umur
rencana, daya dukung tanah dasar serta kondisi lingkungan di
sekitarnya;

 Untuk jenis perkerasan lentur, beban lalu lintas pada lajur yang
dibebani paling besar menentukan kekuatan konstruksi dari
keseluruhan konstruksi perkerasan;

 Berat gandar yang bervariasi dari lalu lintas dikonversikan ke suatu


beban gandar standar sebesar 8,16 ton/equivalent standard axle load
(ESAL);

 Umur konstruksi perkerasan sebenarnya adalah dalam kemampuan


melewatkan sejumlah total (jutaan) ESAL selama umur rencana;

 Pembangunan bertahap dari konstruksi perkerasan dapat merupakan


alternatif yang ekonomis.

6. Hidrologi dan  Data hujan dapat diperoleh dari rekaman stasiun pengamatan hujan,
drainase data hujan yang hilang dapat diperkirakan dengan metoda perkiraan.
Hasil analisis merupakan keterangan mengenai instesitas curah hujan;

 Daerah aliran sungai merupakan daerah yang seluruh air hujannya


akan mengalir lewat permukaan ke suatu sungai tertentu, konstruksi
jalan sebaiknya tidak mengganggu pengaliran air ini;

 Pola drainasi konstruksi jalan sejauh mungkin harus berusaha untuk


mempertahankan penyerapan air ke dalam tanah seperti kondisi
sebelumya;

 Sasaran dari suatu sistek drainasi jalan yang baik adalah mengalirkan

40
No. Aspek Uraian
Teknis

air hujan yang jatuh pada permukaan jalan ke arah luar,


mengendalikan tinggi muka air tanah di bawah konstruksi jalan,
mencegah air tanah dan air permukaan yang mengarah ke konstruksi
jalan dan mengalirkan air yang melintas melintang jalur jalan secara
terkendali;

 Data hujan juga diperlukan untuk menentukan koreksi faktor regional


pada tebal perkerasan lentur analisis dengan metoda analisis
komponen;

 Data banjir didapatkan dari data yang ada pada tahun-tahun


sebelumnya;

 Melalui analisis statistik, dapat ditentukan tinggi banjir rencana yang


akan terjadi di sungai. Periode ulang untuk perhitungan banjir adalah 5
tahun untuk konstruksi jalan dan 50 tahun untuk konstruksi jembatan.

7. Struktur  Struktur jembatan terdiri dari bangunan bagian bawah dan bangunan
jembatan bagian atas;

 Struktur jembatan antara lain dipakai untuk melintasi aliran air, jalur
rel ataupun jalur jalan yang lain;

 Struktur jembatan tidak harus memotong aliran air atau alur lainnya
secara tegak lurus, tetapi juga boleh secara serong (skew), baik ke
kanan maupun ke kiri;

 Struktur jembatan tidak harus terletak pada bagian lurus dari alinemen
horisontal jalan, sehingga dapat berbentuk tikungan;

 Struktur jembatan tidak harus mendatar, sehingga struktur jembatan


dapat berada pada kelandaian jalan pada alinemen vertikal;

 Elevasi jembatan ditentukan oleh bentuk alinyemen memanjang dari


geometri jalan dan tinggi bebas di atas muka air banjir rencana yang
dihitung, serta kebutuhan ruang bebas lalu lintas yang ada
dibawahnya;

 Bangunan atas jembatan dapat dibuat dari berbagai bahan konstruksi


seperti kayu, beton bertulang, baja ataupun secara komposit;

 Jenis bangunan atas meliputi konstruksi pelat, konstruksi balok + lantai


dan konstruksi rangka baja. Pemilihan bahan konstuksi terutama
ditentukan oleh alasan ekonomi, sejauh mungkin harus diusahakan
menggunakan komponen standar untuk bangunan atas;

 Lebar dari jembatan harus disesuaikan dengan lebar dari jalur jalan di
ujungnya. Lebar bahu jalan dan/atau trotoar di atas jembatan
disesuaikan dengan kebutuhan;

 Bangunan bawah terdiri dari pondasi dan abutmen. Bangunan bawah


perlu dirancang secara khusus sesuai dengan jenis dan kekuatan tanah
dasar dan elevasi jembatan;

41
No. Aspek Uraian
Teknis

 Pondasi jembatan antara lain dapat berupa pondasi langsung, pondasi


sumuran dan pondasi tiang pancang. Masalah penggerusan pada
pondasi jembatan perlu diperhatikan secara khusus.

Sumber: Pedoman Studi Kelayakan Proyek Jalan dan Jembatan, Pd T-19-2005-B, Dept. PU

E.1.2 PENDEKATAN DARI ASPEK TEORETIS TERKAIT PERAN JARINGAN JALAN


SISTEM TRANSPORTASI

a. Peran Infrastruktur Jalan bagi Pengembangan Wilayah


Pengembangan jaringan jalan lingkar Pakupatan-Lopang tidak dapat dipisahkan dari
harapan bahwa dengan ekspansi penyediaan infrastruktur ini akan berdampak positif
bagi percepatan dan pemerataan pengembangan ekonomi dan wilayah di Provinsi
Banten khususnya wilayah Kota Serang. Sebagaimana diketahui bahwa Infrastruktur
transportasi memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui
peningkatan produktifitas (sales, jobs, wages, value added), menimbulkan effek
multiplier, meningkatnya nilai lahan/properti, dampak fiskal pemerintah dan
menyediakan kemudahan bagi upaya peningkatan kualitas hidup manusia pada
umumnya.
Gambar E.2 menampilkan cakupan dampak-dampak investasi infrastruktur
transportasi, yang dalam hal ini dicontohkan adalah pembangunan jalan lingkar
Pakupatan-Lopang. Dibangunnya infrastruktur di suatu lokasi dapat menarik sumber
daya tambahan misalnya dengan masukan investasi swasta (crowding in) yang dapat
menurunkan faktor biaya dan biaya transaksi di daerah itu. Namun, bila infrastruktur
mulai menunjukkan gejala kongesti atau mulai memberikan pengaruh yang negatif
terhadap lingkungan, lambat laun kualitas pelayanan akan menurun dan kontribusi ke
sektor produksipun akan berpengaruh. Kontribusi infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi terjadi seiring dengan menaiknya aggregat supply maupun
permintaan pasar (demand).
Proyek Transportasi
(misal: Jalan lingkar Pakupatan-
Lopang)

Pembiayaan Konstruksi, Manfaat Pengguna


Pemeliharaan dan Operasi (Waktu, biaya, keselamatan)

Pertumbuhan Aktivitas Ekonomi


Projek
(Penjualan, Transportasi
Lapangan kerja , Gaji dan Nilai
Tambah)

42
Pertumbuhan Total Aktivitas Ekonomi
(Termasuk Efek Multiplier)

Interaksi-interaksi

Pengembangan Lahan
(Nilai tanah, Tata Ruang)

Dampak Fiskal
( Pendapatan dan Anggaran Pemerintah)

Dampak Lingkungan dan Kualitas Hidup

Gambar E.2 Manfaat Ekonomi dari Pengembangan Jaringan Jalan Lingkar


Oleh karena itu untuk memberikan manfaat yang optimal diperlukan pengembangan
jaringan jalan yang memiliki kapabilitas pelayanan yang tinggi, seperti jalan lingkar
Pakupatan-Lopang, untuk mendapatkan multiplier effect yang maksimal. Namun
pengembangan jaringan ini perlu memperhatikan kaidah kelayakannya agar investasi
yang ditanamkan tidak hilang begitu saja.

b. Konsep Hubungan Jaringan Jalan dengan Pengembangan Wilayah


Dalam melakukan kajian perencanaan jaringan, dalam hal ini jaringan jalan lingkar,
perlu dipahami secara mendalam mengenai hubungan timbal-balik antara transportasi
dengan tata ruang, karena dari hubungan inilah akan muncul kebutuhan
pengembangan jaringan dan seberapa besar dampaknya yang dapat diukur. Pada
Gambar E.3 berikut ini disampaikan konsep hubungan tersebut.

Pemilihan
Moda
Pemilihan Tujuan dan
Rute kriteria
perjalanan
Volume Lalu
Keputusan
lintas
Melakukan Perjalanan

Waktu Tempuh/Jarak/Biaya Mobilitas


penduduk/barang
TRANSPORTASI
(jalan lingkar antar kota)
Aktivitas/Kebutuhan
Aksesibilitas perjalanan
TATA RUANG
(pengembangan wilayah)

Perubahan
Spasial tata ruang
competitiveness

Pemilihan Pemilihan
lokasi oleh Lokasi
Pelaku ekonomi masyarakat
(user)

Pengembangan
(development)

43
Gambar E.3 Konsep Hubungan Transportasi (Jalan) dengan Pengembangan Wilayah

E.1.3 PENDEKATAN PERENCANAAN EKSISTING

Pendekatan ini dilakukan terkait dengan kajian dari dokumen perencanaan terkait
dengan pengembangan wilayah, transportasi di wilayah kajian (umumnya di wilayah
Pulau Jawa dan khususnya di wilayah Banten). Dengan kajian terhadap dokumen
perencanaan eksisting ini diharapkan diperoleh keselarasan antar dokumen
perencanaan sebagai landasan untuk menetapkan kelayakan jalan lingkar.

E.1.3.1 KOTA SERANG DALAM KONSTELASI TATA RUANG NASIONAL

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, maka arahan penataan ruang dari RTRW Nasional yang berkaitan
dengan Kota Serang terkait dengan system perkotaan nasional, Kota Serang ditetapkan
sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional) di Provisi Banten, dimana Sistem Perkotaan
Nasional di Kota Banten selengkapnya dapat dlihat pada Tabel E.8.
Tabel E.8 Sistem Perkotaan Nasional di Provisi Banten
PKN PKW

- Serang I (I/C/1) - Pandeglang (II/B)


- Cilegon I (I/C/1) - Rangkas Bitung (II/B)
Sumber : Lampiran PP No. 26 Tahun 2008

Kawasan andalan yang terdapat di Provinsi Banten terdiri atas 2 kawasan,


sebagaimana tercantum dalam Lampiran PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, yaitu
sebagai berikut:
Tabel E.9 Kawasan Andalan
No KAWASAN ANDALAN SEKTOR UNGGULAN

1 Kawasan Bojonegara – Merak - Industri; Pariwisata; Pertanian;


Perikanan; Pertambangan
2 Kawasan Andalan Laut Krakatau dan sekitarnya - Perikanan; Pertambangan; Pariwisata

Sumber : Lampiran PP No. 26 Tahun 2008

44
Gambar E.4 Kota Serang dalam Konstelasi Tata Ruang Nasional

E.1.3.2 KOTA SERANG DALAM KONSTELASI TATA RUANG PULAU JAWA SESUAI
RTR PULAU JAWA-BALI

Sebagai tindak lanjut dari PP 26/2008 tentang RTRWN, Pemerintah telah menyusun
Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali yang ditetapkan melalui Perpres No 28 Tahun
2012.

Dalam pasal 5 Perpres 28/2012 disebutkan bahwa tujuan penataan ruang pulau Jawa-
Bali adalah untuk mewujudkan:
a. Lumbung pangan utama nasional;
b. Kawasan perkotaan nasional yang kompak berbasis mitigasi dan adaptasi
bencana;
c. Pusat industri yang berdaya saing dan ramah lingkungan;
d. Pemanfaatan potensi sumber daya mineral, minyak dan gas bumi, serta panas
bumi secara berkelanjutan;
e. Pemanfaatan potensi perikanan, perkebunan, dan kehutanan secara
berkelanjutan;
f. Pusat perdagangan dan jasa yang berskala internasional;
g. Pusat pariwisata berdaya saing internasional berbasis cagar budaya dan ilmu
pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan,
perjalanan insentif, konferensi, dan pameran (Meeting, Incentive, Convention,
and Exhibition/MICE);
h. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang memadai
untuk pembangunan;

45
i. Pulau Jawa bagian selatan dan Pulau Bali bagian utara yang berkembang
dengan memperhatikan keberadaan kawasan lindung dan kawasan rawan
bencana;
j. Jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan daya saing

Secara lebih spesifik terkait dengan tujuan j. di atas, yakni pengembangan jaringan
transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan daya saing, maka ditempuh
kebijakan dan strategi sebagaimana disebutkan pada pasal 12 Perpres 88/2011
sebagai berikut:
(1) Kebijakan untuk mewujudkan jaringan transportasi antarmoda yang dapat
meningkatkan daya saing meliputi:
a) Pengembangan dan pemantapan jaringan transportasi yang terpadu untuk
meningkatkan keterkaitan antar wilayah dan efisiensi ekonomi;
b) Pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas
kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil.
(2) Adapun strategi untuk pengembangan jaringan transportasi yang terpadu
untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah, dan efisiensi ekonomi
meliputi:
a) mengembangkan dan/atau memantapkan akses prasarana dan sarana
transportasi darat, laut, dan/atau udara yang menghubungkan
antarkawasan perkotaan nasional dan memantapkan koridor ekonomi
Pulau Jawa-Bali;
b) memantapkan akses prasarana dan sarana transportasi darat meliputi
jaringan jalan, jaringan jalur kereta api, dan jaringan transportasi
penyeberangan yang menghubungkan kawasan perkotaan nasional dengan
sentra produksi, pelabuhan, dan/atau bandar udara;
c) mengembangkan pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul di
sepanjang jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia II dan Alur Laut Kepulauan
Indonesia III yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia
untuk mendukung pelayaran internasional;
d) mengembangkan jaringan transportasi dengan memperhatikan fungsi
kawasan pertanian pangan berkelanjutan, kawasan lindung dan kawasan
rawan bencana, dan/atau penerapan prasarana dan sarana yang ramah
lingkungan.
(3) Strategi untuk pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan
aksesibilitas kawasan kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-
pulau kecil meliputi: mengembangkan jaringan transportasi yang
menghubungkan kawasan perkotaan nasional dengan kawasan perbatasan
negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil;
Adapun gambaran mengenai rencana pola dan struktur tata ruang Pulau Jawa-Bali
disampaikan pada Gambar E.4 dan Gambar E.5 sebagai gambaran sebaran indikatif
lokasi pemanfaatan ruang untuk rencana struktur ruang dan rencana pola ruang
nasional di Pulau Jawa-Bali. Untuk perwujudan struktur dan pola tata ruang tersebut
disusun sejumlah strategis operasionalisasi yang diantaranya terkait dengan sistem
jaringan transportasi nasional.

46
Gambar E.5 Rencana Struktur Ruang Pulau Jawa-Bali (Sumber: Perpres No. 28 Tahun 2012)

Gambar E.6 Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Pulau Jawa-Bali


(Sumber: Perpres No. 28 Tahun 2012)

Strategi operasionalisasi perwujudan system perkotaan nasional di wilayah Provinsi


Banten sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Pengendalian perkembangan fisik PKN dan PKW untuk menjaga keutuhan
lahan pertanian tanaman pangan, yang meliputi: PKN Serang, PKN Cilegon, PKN
Kawasan Perkotaan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek),
dan PKW Pandeglang dan PKW Rangkas Bitung.

47
b. Pengembangan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industry pengolahan
dan industry jasa hasil pertanisan tanaman pangan, yang meliputi: PKN
kawasan perkotaan jabodetabek, PKW Pandeglang, dan PKW Rangkasbitung.
c. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat penelitian dan pengembangan
pertanian tanaman pangan, yang meliputi: PKN Kawasan Perkotaan
Jabodetabek, PKN Serang, dan PKW Pandeglang.
d. Pengendalian pengembangan PKN dan PKW melalui optimalisasi pemanfaatan
ruang secara kompak dan vertical sesuai dengan daya dukung dan daya
tamping lingkungan hidup, yang meliputi: PKN Cilegon, PKN Serang, PKN
Kawasan Perkotaan Jabodetabek.
e. Pegendalian pengembangan PKN dan PKW yang berdekatan dengan kawasan
lindung, yang meliputi: PKN Kawasan Jabodetabek.
f. Pengendalian perkembangan PKN dan PKW di kawasan rawan bencana, yang
meliputi:
(1) Gerakan tanah atau tanah longsor di PKN Kawasan Perkotaan Jabodetabek.
(2) Gelombang pasang di PKN Cilegon.
(3) Banjir di PKN Serang, PKN Kawasan Perkotaan Jabodetabek, PKW
Pandeglang.
(4) Letusan gunung berapi di PKN Serang, PKN Kawasan Perkotaan
Jabodetabek, dan PKW Pandeglang.
(5) Gempa bumi di PKN Cilegon, PKN Serang, PKN Kawasan Perkotaan
Jabodetabek, dan PKW Pandeglang.
(6) Tsunami di PKN Cilegon.
(7) Abrasi do sepanjang wilayah pesisir PKN Cilegon.
g. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat kegiatan industry kreatif yang
berdaya saing dan ramah lingkungan, yang meliputi: PKN Cilegon, PKN Serang,
PKN Kawasan Perkotaan Jabodetabek.
h. Pengembangan PKN dan PKW melalui peningkatan fungsi industry pengolahan
dan industry jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan, meliputi: PKN
Cilegon, PKN Serang, PKN Kawasan Perkotaan Jabodetabek.
i. Pengembangan PKN sebagai pusat perdagangan dan jasa yang berskala
internasional sesuai dengan daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup,
yang meliputi: PKN Kawasan Perkotaan Jabodetabek.
j. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu
pengetahuan, bahari, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,
dan pameran, yang meliputi:
(1) Pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan di PKN Kawasan
Perkotaan Jabodetabek dan PKN Serang;
(2) Pusat pariwisata bahari di PKN Kawasan Perkotaan Jabodetabek, PKN
Serang, dan PKN Cilegon.
(3) Pusat penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan
pameran di PKN Kawasan Perkotaan Jabodetabek, dan PKN Serang.

48
k. Peningkatan keterkaitan antar PKN sebagai pusat pariwisata di Pulau Jawa-Bali
dalam kesatuan tujuan pariwisata dilakukan di PKN Kawasan Perkotaan
Jabodetabek.
l. Pengembangan PKN dan PKW dengan konsep kota hijau yang hemat energy,
air, lahan, dan minim limbah, yang meliputi: PKN Serang, PKN Cilegon, PKN
Kawasan Perkotaan Jabodetabek, PKW Pandeglang, dan PKW Rangkas Bitung.

E.1.3.2 KOTA SERANG DALAM KONSTELASI TATA RUANG PROVINSI BANTEN

Wilayah Kota Serang dalam struktur ruang wilayah Provinsi Banten berada dalam
kawasan Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) II yaitu Kota Serang, Kabupaten Serang
dan Cilegon. Dalam sistem perkotaan, wilayah Kota Serang merupakan salah satu PKN
yang terdapat di Provinsi Banten selain PKN Cilegon dan PKN Jabodetabek.

Tabel E.10 Wilayah Kerja Pembangunan dan Sistem Perkotaan di Provinsi Banten
No. Pengembangan Deskripsi

1. Wilayah Kerja a. WKP I: Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Tangerang


Pembangunan Selatan
(WKP) b. WKP II: Kota Serang, Kabupaten Serang dan Cilegon
c. WKP III: Kabupaten Pandeglang
d. WKP IV: Kabupaten Lebak
2. Sistem Perkotaan a. PKN Jabodetabek, PKN Cilegon , PKN Serang
b. PKW Pandeglang, PKW Rangkasbitung, PKWp Panimbang, Bayah,
Maja, Balaraja dan Teluk Naga
c. PKL Labuan, Cibaliung, Malingping, Anyar, Baros, Kragilan, Kronjo,
Tigaraksa
3. Kawasan Strategis a. Kawasan Strategis Provinsi Yang berada di Kota Serang
b. DAM Tanjung
c. Kawasan Banten Waterfront City
d. Kawasan Sport Centre
e. Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten
Sumber: Perda Provinsi Banten No. 2 Tahun 2011 tentang RTRW Provinsi Banten Tahun 2010-2030

Arahan fungsi dan peranan masing-masing Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) di


Daerah meliputi :

a. Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) I diarahkan untuk pengembangan kegiatan


industri, jasa, perdagangan, pertanian, dan permukiman/ perumahan;
b. Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) II diarahkan untuk pengembangan kegiatan
pemerintahan, pendidikan, kehutanan, pertanian, industri, pelabuhan,
pergudangan, pariwisata, jasa, perdagangan, dan pertambangan;
c. Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) III diarahkan untuk pengembangan kegiatan
kehutanan, pertanian, pertambangan, pariwisata, kelautan dan perikanan.

Kawasan Strategis Provinsi Banten yang berada di Kota Serang, meliputi:


a. DAM Tanjung
b. Kawasan Banten Waterfront City
c. Kawasan Sport Centre

49
d. Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten

Tabel E.11 Kawasan Strategis Provinsi Banten


No. Penetapan Diarahkan
Kawasan
Strategis
1. Pertahanan dan 1. Pulau Deli sebagai kawasan pulau kecil terluar;
Keamanan 2. Kawasan TNI AU Bandara Gorda di Kabupaten Serang;
3. Kawasan TNI AD KOPASUS di Taktakan Kota Serang;
4. Kawasan TNI AD komando pendidikan latihan tempur di
Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak;
5. Kawasan TNI AL di Merak Kota Cilegon; dan
6. Lapangan Terbang Pondok Cabe di Kota Tangerang
Selatan.
2. Pertumbuhan Ekonomi
Kawasan Strategis 1. Kawasan Selat Sunda;
Nasional 2. Kawasan perkotaan jabodetabekpunjur khususnya kota
tangerang, kota tangerang selatan dan kabupaten
tangerang.
Kawasan Strategis 1. Kawasan strategis ekonomi Bojonegara di Kabupaten
Provinsi Serang;
2. Kawasan strategis ekonomi Krakatau Cilegon di Kota
Cilegon;
3. Banten Water Front City di Kota Serang;
4. Kawasan Wisata Tanjung Lesung – Panimbang di
Kabupaten Pandeglang;
5. Kawasan Sport City di Kota Serang;
6. KP3B (Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten) di
Kota Serang;
7. Kawasan Malingping di Kabupaten Lebak;
8. Kawasan Cibaliung di Kabupaten Pandeglang;
9. Kawasan Bayah di Kabupaten Lebak;
10. Kawasan Balaraja di Kabupaten Tangerang;
11. Kawasan Teluknaga di Kabupaten Tangerang;
12. Kawasan Kota Kekerabatan Maja di Kabupaten Lebak;
13. Kawasan Kaki Jembatan Selat Sunda;
14. Kawasan pusat-pusat pertumbuhan.
3. Sosial dan Kawasan strategis provinsi diarahkan pada:
Budaya a. Kawasan Situs Banten Lama di Kota Serang;
b. awasan Masyarakat Adat Baduy di Kabupaten Lebak.
4. Pendayagunaan Kawasan strategis provinsi diarahkan pada:
Sumber Daya a. PLTU 1 Suralaya Kota Cilegon dengan kapasitas 600 s.d
Alam atau 700 MW;
Teknologi Tinggi b. PLTU 2 Labuan Kabupaten Pandeglang dengan kapasitas
300 s.d 400 MW;
c. PLTU 3 Lontar Kabupaten Tangerang dengan kapasitas
300 s.d 400 MW;
d. PLT Panas Bumi Kaldera Danau Banten;
e. PLTN Kawasan Pesisir Pantai Utara Provinsi Banten;
f. Bendungan Karian di Kabupaten Lebak;
g. Bendungan Pasir Kopo di Kabupaten Lebak;
h. Bendungan Cilawang di Kabupaten Lebak;
i. Bendungan Tanjung di Kabupaten Lebak;
j. Bendung Ranca Sumur di Kabupaten Tangerang;
k. Bendung Ciliman di Kabupaten Lebak;

50
No. Penetapan Diarahkan
Kawasan
Strategis
l. Bendungan Sindang Heula di Kabupaten Serang;
m. Bendung Pamarayan di Kabupaten Serang;
n. Waduk Krenceng di Kota Cilegon;
o. Puspiptek di Kota Tangerang Selatan.
5. Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup
Kawasan Strategis Taman Nasional Ujung Kulon di
Nasional Kabupaten Pandeglang;
Kawasan Startegis 1. Cagar Alam Rawa Danau (kurang lebih 2.500 Ha) di
Provinsi Kabupaten Serang;
2. Cagar Alam Gunung Tukung Gede (kurang lebih 1.700
Ha) di Kabupaten Serang;
3. Kawasan AKARSARI (Gunung Aseupan, Gunung Karang,
dan Gunung Pulosari) di Kabupaten Serang dan
Kabupaten Pandeglang;
4. Kawasan Penyangga Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Sumber : Perda RTRW Provinsi Banten 2010 -2030

Untuk lebih jelasnya mengenai struktur ruang dan kawasan strategis Provinsi Banten
maka dapat dilihat pada Gambar E.7 dan Gambar E.8.

Gambar E.7 Kota Serang dalam Konstelasi Tata Ruang Provinsi Banten
(Sumber: Perda Provinsi Banten No. 2 Tahun 2011 tentang RTRW Provinsi Banten Tahun 2010-2030)

51
Gambar E.8 Kota Serang dalam Konstelasi Tata Ruang Provinsi Banten
(Sumber: Perda Provinsi Banten No. 2 Tahun 2011 tentang RTRW Provinsi Banten Tahun 2010-2030)

E.1.3.3 KONSEP PENGEMBANGAN TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN


RENCANA TATA RUANG KOTA SERANG
1. Pengembangan Struktur Ruang
Rencana struktur ruang wilayah Kota Serang merupakan kerangka tata ruang wilayah
kota yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhierarki satu sama
lain yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kota terutama jaringan
transportasi.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pusat kegiatan
di wilayah kota merupakan simpul pelayanan sosial, budaya, ekonomi, dan/atau
administrasi masyarakat di wilayah kota, yang terdiri atas:

a. PKN yang berada di wilayah kota.


b. PKW yang berada di wilayah kota.
c. PKL yang berada di wilayah kota.
d. PKSN yang berada di wilayah kota.
e. Pusat-pusat lain di dalam wilayah kota yang wewenang penentuannya ada pada
pemerintah daerah kota, yaitu:
1) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) merupakan kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.
2) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) merupakan pusat permukiman yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.

52
Untuk lebih jelasnya struktur ruang Kota Serang dapat dilihat pada Tabel E.11
dibawah ini.

Tabel E.11 Pusat Pelayanan Kota Serang


No. Pusat Pelayanan Jangkauan Pelayanan
1. Pusat Pelayanan Kawasan pusat Kota Serang, yaitu Kecamatan Serang dan
Kota Kecamatan Cipocok Jaya dengan pusat di Kelurahan Serang
dengan fungsi primer pemerintahan, pendidikan, perdagangan,
jasa, dan fungsi sekunder perumahan, pertanian lahan kering
serta pariwisata buatan.
2. Sub Pusat Pelayanan Kota
Sub Pusat di Desa Melayani Kecamatan Kasemen, diarahkan mempunyai fungsi
Kasemen primer sebagai pariwisata religi dan pariwisata lainnya,
pertanian pangan berkelanjutan, perikanan, pergudangan dan
industri, serta fungsi sekunder perumahan
Sub Pusat di Desa Melayani Kecamatan Taktakan, diarahkan mempunyai fungsi
Taktakan primer sebagai resapan air, agropolitan, agribisnis pertanian
dan fungsi sekunder perumahan, pedagangan dan jasa, serta
militer
Sub Pusat di Desa Melayani Kecamatan Walantaka, diarahkan mempunyai fungsi
Walantaka primer perumahan skala besar, perdagangan dan jasa, industri,
dan fungsi sekunder pertanian lahan kering
Sub Pusat di Desa Melayani Kecamatan Curug, diarahkan mempunyai fungsi
Sukajaya primer sebagai pemerintahan, pendidikan, perdagangan dan
jasa, perumahan skala besar, dan fungsi sekunder agribisnis,
serta pariwisata buatan.
3. Pusat Pelayanan a. Wilayah Serang, mencakup Kelurahan Serang, Kelurahan
Lingkungan Cipare, Kelurahan Kota Baru, Kelurahan Lontar Baru,
Kelurahan Kagungan, dan Kelurahan Lopang;
b. Wilayah Cipocok Jaya, mencakup Desa Dalung, Desa
Tembong, Desa Karundang, Kelurahan Cipocok, dan
Kelurahan Penancangan;
c. Wilayah Kasemen, mencakup Desa Kasunyatan, Desa
Margaluyu, Desa Kasemen, Desa Banten, dan Desa Warung
Jaud;
d. Wilayah Curug, mencakup Desa Cilaku, Desa Sukajaya, Desa
Kemanisan, dan Desa Curug,
e. Wilayah Walantaka, mencakup Desa Walantaka, Desa
Kepuren, Desa Kalodran, Desa Kiara, dan Desa Nyapah,
f. Wilayah Taktakan, mencakup Desa Taman Baru, Desa
Drangong, Desa Panggungjati, Desa Kuranji, dan Desa
Sepang.
Sumber : Revisi Perda RTRW Kota Serang 2010 - 2030

53
Gambar E.9 Peta Struktur Ruang Kota Serang
(Sumber: Revisi Perda Kota Serang No. 6 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Serang 2010-2030)

2. Pengembangan Pola Ruang


Rencana pola ruang Kota Serang meliputi pola ruang kawasan lindung dan kawasan
budidaya.

a) Kawasan Lindung
Rencana pola kawasan lindung Kota Serang meliputi:
1) Kawasan perlindungan bawahan;
2) Kawasan perlindungan setempat;
3) Kawasan suaka alam;
4) Kawasan pelestarian alam;
5) Kawasan cagar budaya;
6) Ruang terbuka hijau; dan
7) Kawasan rawan bencana alam.

54
b) Kawasan Budidaya
Rencana pola kawasan budidaya wilayah Kota Serang meliputi:
1) Kawasan perumahan;
2) kawasan perdagangan dan jasa;
3) kawasan peruntukan industri dan pergudangan;
4) kawasan perkantoran;
5) kawasan pariwisata;
6) kawasan militer;
7) kawasan pelabuhan;
8) kawasan budidaya lainnya.

Tabel E.12 Peruntukan Kawasan Lindung Kota Serang


No. Kawasan Lindung Kawasan Peruntukan
1. Kawasan Perlindungan a. Kawasan perlindungan bawahan adalah kawasan resapan air;
bawahan b. Kawasan resapan air dengan luas total lebih kurang 1.226 hektar
terdapat di wilayah Taktakan yang melputi sebagian Kelurahan
Cilowong, Pancur, dan Sayar.
2. Kawasan perlindungan Kawasan perlindungan setempat dengan luas total lebih kurang 926
setempat hektar meliputi:
a. kawasan sekitar mata air di Kelurahan Sayar Kampung Cilandak;
b. kawasan sekitar sempadan sungai di Cibanten;
c. kawasan sekitar sempadan pantai di Karangantu dan Sawah Luhur;
d. kawasan sekitar sempadan sungai di kawasan permukiman yang
mencakup Cibanten, Kali Pembuangan Banten, Ciwatu, Ciwaka,
Cilaku, Cikadueun, Cigeplak, Kali Kubang, Kali Ciwatek, Kali Ciracas,
Cikentang, Cirengas; dan
e. kawasan pantai berhutan bakau/mangrove di Pulau Dua.
3. Kawasan suaka alam Kawasan suaka alam, meliputi:
a. cagar alam, ditetapkan di Pulau Dua seluas kurang lebih 32,85
hektar.
b. suaka marga satwa, ditetapkan di Pulau Dua seluas kurang lebih
32,85 hektar.
4. Kawasan pelestarian Kawasan pelestarian alam berupa taman wisata alam meliputi:
alam a. Bendung Gelam;
b. Situ Ciwaka;
c. Agropolitan dan Ekowisata di Kecamatan Curug,
d. Agropolitan dan Ekowisata di Kelurahan Cilowong, Kecamatan
Taktakan; dan
e. Ekowisata di Kelurahan Dalung.
5. Kawasan cagar budaya Kawasan cagar budaya dengan luas total lebih kurang 179 hektar
meliputi:
a. Lingkungan non bangunan; dan
b. Lingkungan bangunan gedung dan halamannya.
c. Lingkungan non bangunan terdapat di Pulau Dua.
d. Lingkungan bangunan gedung dan halamannya meliputi
pelestarian bangunan gedung dan/atau lingkungan cagar budaya
di Kawasan Banten Lama yang terdiri dari:
1) Masjid Agung Banten Lama
2) Keraton Surosowan
3) Keraton Kaibon
4) Vihara Avalokittesvara
5) Benteng Speelwijk
6) Masjid Pecinan Tinggi
7) Pelabuhan Karangantu
6. Ruang terbuka hijau a. Ruang terbuka hijau s dengan luas total lebih kurang 667 hektar

55
No. Kawasan Lindung Kawasan Peruntukan
meliputi ruang terbuka hijau publik dan privat seluas paling
sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah Kota Serang.
b. Ruang terbuka hijau meliputi:
1) taman kota yang tersebar di seluruh wilayah Kota Serang
yaitu pada Pusat Pelayanan Kota dan Sub Pusat Pelayanan
Kota;
2) taman lingkungan perumahan dan permukiman yang
tersebar di seluruh wilayah Kota Serang pada kawasan
perumahan yang dikembangkan oleh pengembang
(developer), dan pada kawasan permukiman penduduk;
3) taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial yang
tersebar di seluruh wilayah Kota Serang pada kawasan
perkantoran dan gedung komersial;
4) hutan kota yang terdapat di Kecamatan Cipocokjaya;
5) Cagar Alam Pulau Dua yang berada di Kecamatan Kasemen;
6) pemakaman umum yang tersebar pada Pusat Pelayanan
Kota dan Sub Pusat Pelayanan Kota;
7) lapangan olahraga yaitu Stadion Maulana Yusuf, Stadion
Brimob, dan Alun-alun;
8) jalur di bawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET) yang
tersebar di seluruh kecamatan di Wilayah Kota Serang yang
dilewati saluran listrik tegangan tinggi;
9) sempadan sungai dan sempadan pantai yang tersebar di
seluruh Wilayah Kota Serang; dan
10) jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas
dan pedestrian yang tersebar di seluruh Wilayah Kota
Serang.
7. Kawasan rawan Kawasan rawan bencana alam, meliputi:
bencana alam a. kawasan rawan banjir di Banjarsari, Cipocokjaya, Ciracas, Sumur
Pecung, Kaujon, Kota Baru, Cipare, Lopang, Kaligandu, Trondol,
Sukawana, Priyayi, Kasemen;
b. kawasan rawan gempa, gerakan tanah, longsor, dan banjir
bandang di wilayah yang mempunyai kontur tinggi sebagian
wilayah Taktakan dan Cipocokjaya; dan
c. kawasan rawan tsunami di sepanjang pantai utara (pantura).
d. Kawasan rawan banjir, gempa, gerakan tanah dan longsor,
meliputi:
1) kawasan DAS di Cibanten;
2) Kali Pembuangan Banten, Ciwatu;
3) Ciwaka;
4) Cilaku;
5) Cikadueun;
6) Cigeplak;
7) Kali Kubang;
8) Kali Ciwatek;
9) Kali Ciracas;
10) Cikentang; dan
11) Cirengas Wilayah.
Sumber : Revisi Perda RTRW Kota Serang 2010 – 2030

Tabel E.13 Peruntukan Kawasan Budidaya Kota Serang


No. Kawasan Budidaya Kawasan Peruntukan
1. Kawasan Perumahan,  Perumahan kepadatan rendah tersebar di wilayah Kota
meliputi: Serang dengan luas total kurang lebih 4.401 Hektar,
meliputi:
a. Perumahan kepadatan
rendah;  perumahan sub pusat pelayanan kota; dan
b. Perumahan kepadatan  perumahan pusat pelayanan lingkungan.
 Perumahan kepadatan sedang tersebar di wilayah Kota

56
No. Kawasan Budidaya Kawasan Peruntukan
sedang; dan Serang dengan luas total kurang lebih 4.606 Hektar,
c. Perumahan kepadatan meliputi:
tinggi.  perumahan sub pusat pelayanan kota; dan
 perumahan pusat pelayanan kota.
 Perumahan kepadatan tinggi tersebar di wilayah Kota
Serang dengan luas total kurang lebih 1.655 Hektar,
meliputi:
2. Kawasan Perdagangan dan  Kawasan perdagangan dan jasa tersebar di wilayah Kota
Jasa Serang dengan total luas kurang lebih 3.576 hektar, meliputi
perdagangan dan jasa skala wilayah, skala kota, dan
perdagangan sektor informal.
 Perdagangan skala wilayah merupakan wilayah yang
memiliki fasilitas perdagangan seperti pasar induk dan
grosir diarahkan di tiap pusat pelayanan kota.
 Perdagangan skala kotameliputi perdagangan jenis
pertokoan dan perdagangan pasar yang diarahkan di
setiap wilayah.
 Perdagangan sektor informal diarahkan pada kawasan
Royal dan Pasar Lama.
 Pada kawasan perdagangan dan jasa di sepanjang ruas jalan
tol diperbolehkan adanya kegiatan (area) pergudangan.
3. Kawasan Peruntukan  Peruntukan kawasan pernutukan industri dan pergudangan
Industri dan Pergudangan dengan luas total kurang lebih 1.086 hektar meliputi
industri dan pergudangan pendukung Kota Serang sebagai
Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
 Pengembangan kawasan peruntukan industri diarahkan
pada Kecamatan Walantaka adalah industri ringan dan
Kecamatan Kasemen dengan jenis industri non kimia
sebagai penunjang pelabuhan Bojonegara dan Kawasan
Pelabuhan Karangantu.
 Pergudangan skala wilayah merupakan wilayah di daerah
pinggiran yang mempunyai aksesibitas jalan Nasional atau
Provinsi yang diarahkan di tiap pusat wilayah.
4. Kawasan Perkantoran  Peruntukan kawasan perkantoran dengan luas total kurang
lebih 116 hektar meliputi kawasan perkantoran di pusat
Kota Serang dan kawasan pusat pemerintahan.
 Kawasan perkantoran terdiri dari perkantoran
pemerintahan dan perkantoran swasta terletak di
Kecamatan Serang dan Kecamatan Cipocok Jaya.
 Kawasan pusat pemerintahan Provinsi Banten (KP3B)
merupakan kawasan pusat pemerintahan Provinsi Banten
(KP3B) yang terletak di Kecamatan Curug yaitu di
Kelurahan Sukajaya
5. Kawasan Pariwisata  Pola Peruntukan kawasan pariwisata tersebar di beberapa
bagian wilayah Kota Serang, dengan luas kurang lebih 166
hektar, meliputi:
 kawasan pengembangan pariwisata religi dan
pariwisata lainnya di koridor utara, Kecamatan
Kasemen; dan
 kawasan pengembangan pariwisata buatan koridor
tengah, di Serang, Cipocokjaya dan Curug.
 Kawasan pariwisata yang dapat dikembangkan berdasarkan
koridor meliputi :
 kawasan pengembangan pariwisata koridor utara
meliputi potensi wisata alam, minat khusus dan budaya
antara lain : pantai berbagai peninggalan sejarah
seperti makam dan wisata khusus seperti ziarah,
gedung-gedung tua, dan situs sejarah; dan
 kawasan pengembangan pariwisata koridor tengah

57
No. Kawasan Budidaya Kawasan Peruntukan
meliputi potensi wisata alam buatan, minat khusus dan
budaya antara lain: pusat pertokoan dan perdagangan
berbagai sarana wisata buatan, dan kerajinan
cinderamata.
6. Kawasan Militer  Kawasan militer dengan luas area lebih kurang 178 hektar
berupa Kawasan Markas Kopassus Grup I terdapat di
Kecamatan Taktakan yaitu di Kelurahan Tamanbaru dan
Kel. Drangong.
 Arahan pengelolaan kawasan pertahanan dan keamanan
meliputi:
 mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif
untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; dan
 mengembangkan kawasan lindung dan kawasan
budidaya tidak terbangun sebagai zona penyangga
dengan sempadan 150 (seratus lima puluh) meter.
7. Kawasan Pelabuhan  Kawasan pelabuhan s dengan luas area lebih kurang 110
hektar terdapat di Kecamatan Kasemen yaitu di Kelurahan
Banten.
8. Kawasan budidaya lainnya,  Kawasan pertanian lahan kering tersebar di wilayah Kota
meliputi: Serang dengan luas total kurang lebih 2.920 hektar meliputi:
a. kawasan pertanian  Perkebunan, diarahkan untuk meningkatkan peran
lahan kering; serta, efisiensi, produktivitas dan keberlanjutan,
b. kawasan pertanian dengan mengembangkan kawasan peruntukan industri
lahan basah; dan masyarakat perkebunan yang selanjutnya disebut
c. kawasan perikanan; kimbun di Cilowong dan Dalung.
dan  Hortikultura diarahkan pada Kecamatan Curug dan
d. kawasan peternakan. Kecamatan Taktakan.
 Kawasan pertanian lahan basah dengan luas total kurang
lebih 3.853 hektar meliputi:
 Kawasan sawah beririgasi, merupakan sawah dengan
sistem irigasi maupun irigasi setengah teknis yang
terdapat di Wilayah Kecamatan Kasemen dan
Kecamatan Walantaka.
 Kawasan sawah tadah hujan yang tersebar di seluruh
Kota Serang.
 Sebagian dari Kawasan pertanian lahan basah di Kota
Serang bagian utara merupakan Kawasan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (LP2B) seluas 3524 Ha meliputi:
 Kawasan LP2B di Kecamatan Kasemen seluas 3301 Ha
 Kawasan LP2B di Kecamatan Walantaka seluas 223 Ha
Sumber : Revisi Perda RTRW Kota Serang 2010 – 2030

58
Gambar E.10 Peta Pola Ruang Kota Serang
(Sumber: Revisi Perda Kota Serang No.6 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Serang 2010-2030)

3. Kawasan Strategis Kota Serang


1) Kawasan strategis kota yang memiliki pengaruh penting didalam pengembangan
ekonomi ditetapkan sebagai berikut:
a. Kawasan Perdagangan Pusat Kota:
 Skala pelayanan Kota Serang
 Terdapat di Kelurahan Kota Baru dan Kelurahan Cimuncang Kecamatan
Serang
 Kawasan Pusat Perdagangan Royal dan Pasarlama
b. Kawasan Pelabuhan Perikanan Nasional (Karangantu):
 Melayani skala Regional dan Nasional
 berada di Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen
 direncanakan adanya Pusat Wisata Kuliner yang dirangkai dengan Kawasan
Wisata Banten Lama sehingga dapat menjadi suatu kawasan strategis dari
sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
c. Kawasan Cepat Tumbuh Kota Serang.
 terletak di Kecamatan Curug
 Kawasan ini ditunjang dengan banyak berkembangnya perumahan-
perumahan yang dibangun oleh developer dimana terdapat dua perumahan
skala besar yaitu Perumahan Kota Serang Baru yang saat ini telah

59
terbangun sebagian dan Rencana Pembangunan Kota Satelit oleh Bahtera
Banten Jaya
2) Kawasan strategis kota yang memiliki pengaruh penting didalam pengembangan
fungsi lingkungan dan pelestarian cagar budaya ditetapkan Kawasan Banten Lama.
3) Kawasan strategis kota yang memiliki pengaruh penting di dalam fungsi daya
dukung lingkungan meliputi Kawasan Cagar Alam Pulau Dua.
4) Kawasan Strategis Provinsi Banten yang berada di wilayah administrasi Kota
Serang, meliputi:
a. Kawasan strategis ditinjau dari sudut pandang kepentingan ekonomi provinsi
yaitu Kawasan Serang Utara Terpadu di Kecamatan Kasemen; dan
b. Kawasan strategis ditinjau dari sudut pandang kepentingan ekonomi provinsi
yaitu Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) di Kecamatan
Curug.
c. Kawasan strategis provinsi ditinjau dari sudut pandang kepentingan sosial-
budaya yaitu Kawasan Banten Lama di Kecamatan Kasemen.

Gambar E.11 Peta Kawasan Strategis Kota Serang


(Sumber: Revisi Perda Kota Serang No. 6 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Serang 2010-2030)

E.1.4 PENDEKATAN STANDAR PERENCANAAN TEKNIS JALAN DAN JEMBATAN

Pendekatan ini dilakukan terkait standar perencanaan teknis dari jalan lingkar yang
merupakan jalan antar kota.

E.1.4.1 Standar Geometrik Jalan Antar Kota

E.1.4.1.1 Ketentuan Umum

60
Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997, jalan antar kota terbagi menjadi beberapa klasifikasi fungsi jalan,
yaitu:
1. Jalan Arteri: Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak
jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien,
2. Jalan Kolektor: Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-
ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk
dibatasi,
3. Jalan Lokal: Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

Sedangkan klasifikasi berdasarkan kelas jalan, berkaitan dengan kemampuan jalan


untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST)
dalam satuan ton, seperti dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel E.14 Klasifikasi menurut kelas jalan.


Muatan Sumbu Terberat
Fungsi Kelas
MST (ton)
I >10
Arteri II 10
III A 8
III A 8
Kolektor
III B

Berdasarkan medan jalan, diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar


kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur, seperti dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel E.15 Klasifikasi menurut medan jalan.


No. Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan
(%)
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3 - 25
3 Pegunungan G > 25

Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan


keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan
perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut. Untuk
Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya adalah jalan Nasional, Jalan Propinsi,
Jalan Kabupaten/Kota, Jalan Desa, dan Jalan Khusus.

E.1.4.1.2 Kriteria Perencanaan

1. Kendaraan Rencana

Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai
sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Kendaraan Rencana dikelompokkan ke
dalam 3 kategori:

(1) Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;


(2) Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as;
(3) Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.

61
Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana ditunjukkan dalam
Tabel dan Gambar berikut ini yang menampilkan sketsa dimensi kendaraan rencana
tersebut.
Tabel E.16 Dimensi Kendaraan Rencana
Kategori Dimensi Kendaraan Tonjolan Radius Radius
Kendaraan (Cm) (Cm) Putar Tonjolan
Rencana (Cm)
Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Min Maks
Kendaraan
130 210 580 90 150 420 730 780
Kecil
Kendaraan
410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Sedang
Kendaraan
410 260 2100 120 90 290 1400 1370
Besar

Gambar E.12 Dimensi Kendaraan Kecil

Gambar E.13 Dimensi Kendaraan Sedang

62
Gambar E.14 Dimensi Kendaraan Besar

Gambar E.15 Jari-Jari Manuver Kendaraan Kecil

63
Gambar E.16 Jari-Jari Manuver Kendaraan Sedang

Gambar E.17 Jari-Jari Manuver Kendaraan Besar

2. Satuan Mobil Penumpang

SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana mobil
penumpang ditetapkan memiliki 1 (satu) SMP.

Tabel E.17 Ekivalen Mobil Penumpang


No Kendaraan Datar/Perbukitan Pegunungan
1 Sedan, Jeep, Station Wagon 1,0 1,0
2 Pick-Up, Bus Kecil, Truck Kecil 1,2-2,4 1,9-3,5
3 Bus dan Truck Besar 1,2-5,0 2,2-6,0

3. Volume Lalu Lintas rencana


Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas harian
pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari. Volume Jam Rencana
(VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas,
dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan rumus:

VJR = VLRH x K/F

di mana : K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan
F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat
jam dalam satu jam.

64
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya
yang diperlukan. Tabel berikut menyajikan faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan
VLHR-nya.
Tabel E.18 Penentuan faktor-K dan faktor-F berdasarkan Volume Lalu Lintas Harian
Rata-rata.
VHLR Faktor K (%) Faktor F (%)
> 50000 4-6 0,9-1
30000-50000 6-8 0,8-1
10000-30000 6-8 0,8-1
5000-10000 8-10 0,6-0,8
1000-5000 10-12 0,6-0,8
< 1000 12-16 <0,6

4. Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai
dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan
bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang
lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti. VR untuk masing masing
fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel di bawah. Untuk kondisi medan yang sulit, VR
suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak
lebih dari 20 km/jam.

Tabel E.19 Kecepatan Rencana, VR, sesuai klasifikasi fungsi dan kiasifikasi medan jalan.
Kecepatan Rencana, VR (km/jam)
Fungsi
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30

E.1.4.1.3 Bagian-Bagian Jalan

1. Daerah Manfaat Jalan


Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) dibatasi oleh (lihat Gambar di bawah):
a) lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan,
b) tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan, dan
c) kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.

Gambar E.18 Rumaja, Rumija dan Ruwasja di Lingkungan Jalan Antar Kota

65
2. Daerah Milik Jalan

Ruang Daerah Milik Jalan (Damija) dibatasi oleh lebar yang sama dengan Damaja
ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1.5
meter.

3 Daerah Pengawasan Jalan

Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar
Damaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sebagai
berikut:
(1) jalan Arteri minimum 20 meter,
(2) jalan Kolektor minimum 15 meter,
(3) jalan Lokal minimum 10 meter.

Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan ditentukan oleh jarak
pandang bebas.

E.1.4.1.4 Penampang Melintang

1. Komposisi Penampang Melintang

Penampang melintang jalan terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut (lihat Gambar
Gambar di bawah):
1) Jalur lalu lintas;
2) Median dan jalur tepian (kalau ada);
3) Bahu;
4) Jalur pejalan kaki;
5) Selokan; dan
6) Lereng.

Gambar E.19 Penampang melintang jalan tipikal

66
Gambar E.20 Penampang melintang jalan tipikal yang dilengkapi trotoar

Bahu Jalur Lalu Lintas, Jalur Lalu Lintas, Bahu


Trotoar Jalan Median Jalan Trotoar
Untuk 2 lajur kendaraan Untuk 2 lajur kendaraan

DAMIJA/RUMIJA
Gambar E.21 Penampang melintang jalan tipikal yang dilengkapi Median

2. Jalur Lalu Lintas

Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan
yang secara fisik berupa perkerasan jalan. Batas jalur lalu lintas dapat berupa:

(1) Median;
(2) Bahu;
(3) Trotoar;
(4) Pulau jalan; dan
(5) Separator.

Jalur lalu lintas dapat terdiri atas beberapa lajur. Jalur lalu lintas dapat terdiri atas
beberapa tipe:

(1) 1 jalur-2 lajur-2 arah (2/2 TB)


(2) I jalur-2 lajur-l arah (2/1 TB)
(3) 2 jalur-4 1ajur-2 arah (4/2 B)
(4) 2 jalur-n lajur-2 arah (n12 B), di mana n = jumlah lajur.

Keterangan: TB = tidak terbagi.


B = terbagi

Lebar Jalur:

67
(1) Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya. Tabel di
bawah menunjukkan lebar jalur dan bahu jalan sesuai VLHR-nya.
(2) Lebar jalur minimum adalah 4.5 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil saling
berpapasan. Papasan dua kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu dapat
menggunakan bahu jalan.

Tabel E.20 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu jalan.


Arteri Kolektor Lokal
Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum
VLHR
Lebar Leba Leba Leba Lebar Leba Leba Leba Leba Leba Leba Lebar
(smp/hari
Jalur r r r Jalur r r r r r r bahu
)
(m) bahu Jalur bahu (m) bahu Jalur bahu Jalur bahu Jalur (m)
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
<3000 6 1,5 4,5 1 6 1,5 4,5 1 6 1 4,5 1
3000- 7 2 6 1,5 7 1,5 6 1,5 7 1,5 6 1
10000
10000- 7 2 7 2 7 2 **) **) - - - -
25000
>25000 2nx3, 2,5 2x7,0 2 2nx3, 2 **) **) - - - -
5 *) *) 5 *)
Keterangan: **)= Mengacu pada persyaratan ideal
*) = 2 jalur terbagi, masing – masing n × 3, 5m, di mana n= Jumlah lajur
per jalur
- = Tidak ditentukan

3. Lajur

Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan,
memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan
rencana.
Lebar lajur tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, yang dalam hal ini
dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan dalam Tabel di bawah.
Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKJI berdasarkan tingkat kinerja
yang direncanakan, di mana untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai rasio antara
volume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0.80. Untuk kelancaran
drainase permukaan, lajur lalu lintas pads alinemen lurus memerlukan kemiringan
melintang normal sebagai berikut (lihat Gambar di bawah):
(1) 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton;
(2) 4-5% untuk perkerasan kerikil

Tabel E.21 Lebar Lajur Jalan Ideal.


Fungsi Kelas Lebar laju Ideal (m)
Arteri I 3,75
II, III A 3,5
Kolektor III A, III B 3
Lokal III C 3

68
Gambar E.23 Kemiringan Melintang Jalan Normal
4. Bahu

Bahu Jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas dan harus
diperkeras (lihat Gambar di bawah). Fungsi bahu jalan adalah sebagai berikut:
(1) lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan atau tempat parkir
darurat;
(2) ruang bebas samping bagi lalu lintas; dan
(3) penyangga sampai untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.

Kemiringan bahu jalan normal antara 3 - 5%. Lebar bahu jalan dapat dilihat dalam
Tabel E.20.

Gambar E.24 Bahu Jalan

5. Median

Median adalah bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur lalu
lintas yang berlawanan arah. Fungsi median adalah untuk:
(2) memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah;
(3) uang lapak tunggu penyeberang jalan;
(4) penempatan fasilitas jalan;
(5) tempat prasarana kerja sementara;
(6) penghijauan;
(7) tempat berhenti darurat (jika cukup luas);
(8) cadangan lajur (jika cukup luas); dan
(9) mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan.

Jalan 2 arah dengan 4 lajur atau lebih perlu dilengkapi median. Median dapat
dibedakan atas (lihat Gambar di bawah):
(1) Median direndahkan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang
direndahkan.
(2) Median ditinggikan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang
ditinggikan.

Lebar minimum median terdiri atas jalur tepian selebar 0,25-0,50 meter dan bangunan
pemisah jalur, ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel di bawah.

69
Gambar E.25 Median Direndahkan dan Ditinggikan

Tabel E.22 Lebar Minimum Median


Bentuk Median Lebar Minimum (m)
Median Ditinggikan 2
Median Direndahkan 7

6. Fasilitas Pejalan Kaki

Fasilitas pejalan kaki berfungsi memisahkan pejalan kaki dari jalur lalu lintas
kendaraan guna menjamin keselamatan pejalan kaki dan kelancaran lalu lintas. Jika
fasilitas pejalan kaki diperlukan maka perencanaannya mengacu kepada Standar
Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Maret
1992

E.1.4.1.5 Jarak Pandang

Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat
mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya
tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh)
dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).

1. Jarak Pandang Henti

Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan
kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik di
sepanjang jalan harus memenuhi Jh.

Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi
halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan. Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:
(1) jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti
sampai saat pengemudi menginjak rem; dan

70
(2) jarak pengereman (Jh,) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.

Jh , dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus:

di mana :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det 2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55.

Persamaan di atas disederhanakan menjadi:

Tabel berikut berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan di atas dengan
pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR.

Tabel E.23 Jarak Pandang Henti (Jh) minmum.


VR, km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16

2. Jarak Pandang Mendahului

Jd adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di


depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur semula (lihat
Gambar dibawah). Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah
105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm.

Gambar E.26 Jarak Pandang Mendahului

71
Jd, dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut:

Jd=dl+d2+d3+d4

dimana :
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m),
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula
(m),
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah
berlawanan setelah proses mendahului selesai (m),
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan, yang
besarnya diambil sama dengan 213 d2 (m).

Jd yang sesuai dengan VR ditetapkan dari Tabel di bawah.

Tabel E.24 Jarak Pandang Mendahului (Jd)


VR, km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20
Jd (m) 800 670 550 350 250 200 15 100

Daerah mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum
30% dari panjang total ruas jalan tersebut.

3. Daerah Bebas Samping Di Tikungan

Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandang
di tikungan sehingga Jh dipenuhi. Daerah bebas samping dimaksudkan untuk
memberikan kemudahan pandangan di tikungan dengan membebaskan obyek-obyek
penghalang sejauh E (m), diukur dari garis tengah lajur dalam sampai obyek
penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh dipenuhi. Daerah bebas samping di
tikungan dihitung berdasarkan rumus-rumus sebagai berikut:

(1) Jika Jh<Lt :

(2) Jika Jh>Lt:

di mana: R = Jari jari tikungan (m)


Jh = Jarak pandang henti (m)
Lt = Panjang tikungan (m)

Tabel di bawah berisi nilai E, dalam satuan meter, yang dihitung menggunakan
persamaan pertama dengan pembulatan-pembulatan untuk Jh<Lt. Tabel tersebut dapat
dipakai untuk menetapkan E.

72
Tabel E.25 E (m) untuk Jh<LI, VR (km/jam) dan Jh (m).

Tabel E.26 E (m) untuk Jh>L„ VR (km/jam) dan Jh (m), di mana Jh-Lt 25 m

73
Tabel E.27 E (m) untuk Jh>Lt, VR (km/jam) dan Jh (m), di mana J.-L,=50 m.

E.1.4.1.6 Alinemen Horisontal

1. Umum

1) Alinemen horisontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan).
2) Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk mengimbangi
gaya entrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan VR.
3) Untuk keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas samping jalan
harus diperhitungkan.

2. Panjang Bagian Lurus

Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi


kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus
ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR). Panjang bagian lurus
dapat ditetapkan dari Tabel dibawah.

Tabel E.28 Panjang Bagian Lurus Maksimum


Fungsi Panjang Bagian Lurus Maksimum
Datar Perbukitan Pegunungan
Arteri 3000 2500 2000

74
Kolektor 2000 1750 1500

3. Tikungan

1) Bentuk bagian lengkung dapat berupa:


o Spiral-Circle-Spiral (SCS);
o full Circle (fC); dan
o Spiral-Spiral (SS).

2) Superelevasi
o Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi
o mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan
o melalui tikungan pads kecepatan VR.
o Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.

3) Jari-Jari Tikungan
o Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:

di mana :
Rmin = Jari jari tikungan minimum (m),
VR = Kecepatan Rencana (km/j),
emax = Superelevasi maximum (%),
F = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,14-0,24

o Tabel dibawah. dapat dipakai untuk menetapkan Rmin.

Tabel E.29 Panjang Jari-jari Minimum (Dibulatkan)


VR, km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20
Jari-Jari Minimum R min (m) 600 370 210 110 80 50 30 15

4) Lengkung peralihan
o Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara bagian lurus
jalan dan bagian lengkung jalan berjari jari tetap R; berfungsi mengantisipasi
perubahan alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian
lengkung jalan berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada
kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara berangsur-angsur, baik
ketika kendaraan mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan.
o Bentuk lengkung peralihan dapat berupa parabola atau spiral (clothoid). Dalam
tata cara ini digunakan bentuk spiral.
o Panjang lengkung peralihan (L) ditetapkan atas pertimbangan bahwa:
a) lama waktu perjalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi untuk
menghindarkan kesan perubahan alinemen yang mendadak, ditetapkan 3
detik (pada kecepatan VR);
b) gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan dapat diantisipasi berangsur
angsur pada lengkung peralihan dengan aman; dan

75
c) tingkat perubahan kelandaian melintang jalan (re) dari bentuk kelandaian
normal ke kelandaian superelevasi penuh tidak boleh melampaui re-max
yang ditetapkan sebagai berikut:
untuk VR 􀁤 70 km/jam, re-max =0.035 m/m/detik,
untuk VR 􀁴 80km/jam, re-maz =0.025 m/m/detik.
o LS ditentukan dari 3 rumus di bawah ini dan diambil nilai yang terbesar:
a) Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan,

di mana: T = waktu tempuh pada lengkung peralihan, ditetapkan 3 detik.


VR = kecepatan rencana (km/jam).

b) Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal,

c) Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian,

di mana: VR = kecepatan rencana (km/jam),


em = superelevasi maximum,
en = superelevasi normal,
re = tingkat pencapaian perubahan kemiringan melintang jalan
(m/m/detik).

o Selain menggunakan rumus-rumus (II.8) s.d. (II.10), untuk tujuan praktis L S


dapat ditetapkan dengan menggunakan Tabel dibawah.

Tabel E.30 Panjang Lengkung Peralihan (L,) dan panjang pencapaian superelevasi (Le)
untuk jalan ljalur-2lajur-2arah

76
o Lengkung dengan R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan pada Tabel
di bawah, tidak memerlukan lengkung peralihan.

Tabel E.31 Jari-jari tikungan yang tidak memerlukan lengkungan peralihan


VR, km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20
R min (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60

o Jika lengkung peralihan digunakan, posisi lintasan tikungan bergeser dari


bagian jalan yang lurus ke arah sebelah dalam sebesar p. Nilai p (m) dihitung
berdasarkan rumus berikut:

di mana: LS = panjang lengkung peralihan (m),


R = jari jari lengkung (m).

o Apabila nilai p kurang dari 0,25 meter, maka lengkung peralihan tidak
diperlukan sehingga tipe tikungan menjadi fC.
o Superelevasi tidak diperlukan apabila nilai R lebih besar atau sama dengan
yang ditunjukkan dalam Tabel berikut.

Tabel E.32 Jari jari yang diizinkan tanpa lengkung peralihan


Kecepatan rencana (Km/Jam) R (m)
60 700
80 1250
100 2000
120 5000

5) Pencapaian superelevasi
o Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada
bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) pada
bagian lengkung.
o Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat
Gambar E.27), diawali dari bentuk normal sampai awal lengkung peralihan (TS)
yang berbentuk pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai superelevasi
penuh pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).
o Pada tikungan fC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat
Gambar E.28), diawali dari bagian lurus sepanjang 213 LS sampai dengan
bagian lingkaran penuh sepanjang 113 bagian panjang LS.
o Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian
spiral.

77
Gambar E.27 Metoda Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan SCS

Gambar E.28 Metoda Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan Tipe FC

4. Pelebaran Jalur Lalu Lintas Di Tikungan

Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan konsistensi geometrik


jalan agar kondisi operasional lalu lintas di tikungan sama dengan di bagian lurus.
Pelebaran jalan di tikungan mempertimbangkan:

78
(1) Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada lajurnya.
(2) Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan melakukan gerakan
melingkar. Dalam segala hal pelebaran di tikungan harus memenuhi gerak
perputaran kendaraan rencana sedemikian sehingga proyeksi kendaraan tetap
pada lajumya.
(3) Pelebaran di tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan rencana, dan
besarnya ditetapkan sesuai Tabel Di bawah.
(4) Pelebaran yang lebih kecil dari 0.6 meter dapat diabaikan.
(5) Untuk jalan 1 jalur 3 lajur, nilai-nilai dalam Tabel di bawah harus dikalikan 1,5.
(6) Untuk jalan 1 jalur 4 lajur, nilai-nilai dalam Tabel di bawah harus dikalikan 2.

Tabel E.33 Pelebaran Di Tikungan Lebar jalur 20.50m, 2 arah atau 1 arah

Tabel E.34 Pelebaran Di Tikungan Lebar jalur 2x3.00m, 2 arah atau 1 arah.

79
5. Tikungan Gabungan

1) Ada dua macam tikungan gabungan, sebagai berikut:


 tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua atau lebih tikungan dengan arah
putaran yang sama tetapi dengan jari jari yang berbeda (lihat Gambar E.29);
 tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah
putaran yang berbeda (lihat Gambar E.31).
2) Penggunaan tikungan gabungan tergantung perbandingan R1 dan R2:
, tikungan gabungan searah harus dihindarkan,

, tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau


Clothoide sepanjang paling tidak 20 meter (lihat Gambar
E.30).
3) Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian lurus di antara
kedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak 30 m (lihat Gambar E.32).

Gambar E.29 Tikungan Gabungan Searah

80
Gambar E.30 Tikungan Gabungan Searah dengan sisipan bagian lurus 20 m

Gambar E.31 Tikungan Gabungan Balik

Gambar E.32 Tikungan Gabungan Balik dengan sisipan bagian lurus 20 m

E.1.4.1.7 Alinemen Vertikal

1. Umum

1) Alinemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung
vertikal.
2) Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landau
positif (tanjakan), atau landai negatif (turunan), atau landai nol (datar)
3) Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung
cembung.

2. Landai Maksimum

81
1) Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan
bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
2) Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh
yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh
kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
3) Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel
berikut.

Tabel E.35 Kelandaian maksimum yang diizinkan


VR, km/jam 120 110 100 80 60 50 40 <40
Kelandaian Maks (%) 3 3 4 5 8 9 10 10

4) Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga
penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh V R. Lama perjalanan tersebut
ditetapkan tidak lebih dari satu menit.
5) Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel Berikut.

Tabel E.36 Panjang Kritis (m)


Kecepata Kelandaian (%)
n pada
awal
4 5 6 7 8 9 10
tanjakan
(km/jam)
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80

3. Lengkung Vertikal

1) Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami


perubahan kelandaian dengan tujuan:
 mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian; dan
 menyediakan jarak pandang henti.
2) Lengkung vertikal dalam tata cara ini ditetapkan berbentuk parabola
sederhana,
(a) jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal
cembung, panjangnya ditetapkan dengan rumus:

(b) jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung,
panjangnya ditetapkan dengan rumus:

3) Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus:

L=A Y

82
di mana :
L = Panjang lengkung vertikal (m),
A = Perbedaan grade (m),
Jh = Jarak pandangan henti (m),
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10 cm dan
tinggi
mata 120 cm.

4) Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan penampilan.


Y ditentukan sesuai Tabel Berikut.

Tabel E.37 Penentuan Faktor penampilan kenyamanan, Y


Kecepatan rencana (km/jam) Faktor Penampilan Kenyamanan, Y
<40 1,5
40-60 3
>60 8

5) Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel berikut vang
didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk jelasnya
lihat Gambar E.33 dan Gambar E.34.

Tabel E.38 Panjang Minimum Lengkung Vertikal


Kecepatan rencana (km/jam) Perbedaan Kelandaian Panjang Lengkung (m)
Memanjang (%)
<40 1 20-30
40-60 0,6 40-80
>60 0,4 80-150

Gambar E.33 Lengkung Vertikal Cembung

83
Gambar E.34 Lengkung Vertikal Cekung
4. Lajur Pendakian

1) Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang bermuatan


berat atau kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan kendaraan
lain pada umumnya, agar kendaraan kendaraan lain dapat mendahului
kendaraan lambat tersebut tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan
lajur arah berlawanan.
2) Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai kelandaian
yang besar, menerus, dan volume lalu lintasnya relatif padat.
3) Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) disediakan pada jalan arteri atau kolektor,
b) apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000
SMP/hari, dan persentase truk > 15 %.
4) Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana.
5) Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan
serongan sepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak
kelandaian dengan serongan sepanjang 45 meter (lihat Gambar E.35).
6) Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km (lihat Gambar E.36).

Gambar E.35 Lajur Pendakian Tipikal

84
Gambar E.36 Jarak Antara 2 Lajur Pendakian

5. Koordinasi Alinyemen

1) Alinemen vertikal, alinemen horizontal, dan potongan melintang jalan adalah


elemen elemen jalan sebagai keluaran perencanaan hares dikoordinasikan
sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik dalam arti
memudahkan pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan
nyaman. Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat
memberikan kesan atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang
akan dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih
awal.
2) Koordinasi alinemen vertikal dan alinemen horizontal harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
(a) alinemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinemen vertikal, dan
secara ideal alinemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi
alinemen vertikal;
(b) tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau
pada bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan;
(c) lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan;
(d) dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harus
dihindarkan; dan
(e) tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan.

85
Sebagai ilustrasi, Gambar E.37 s.d. Gambar E.39 menampilkan contoh-contoh
koordinasi alinemen yang ideal dan yang harus dihindarkan.

Gambar E.37 Koordinasi Yang Ideal Antara Alinyemen Horisontal dan Alinyemen
Vertikal Yang Berimpit

Gambar E.38 Koordinasi Yang Harus Dihindarkan Dimana Alinyemen Vertikal


Menghalangi Pandangan pengemudi Pada Saat Mulai Memasuki Tikungan Pertama

86
Gambar E.39 Koordinasi Yang Harus Dihindarkan Dimana Pada Bagian Lurus
Pandangan Pengemudi Terhalang Oleh Puncak Alinyemen Vertikal Sehingga
Pengemudi Sulit Memperkirakan Arah Alinyemen Di Balik Puncak Tersebut

E.1.4.2 Standar Perencanaan Drainase

Sistem drainase permukaan pada konstruksi jalan pada umumnya berfungsi sebagai
berikut :
 Mengalirkan air hujan secepat mungkin keluar dari permukaan jalan dan
selanjutnya dialirkan lewat saluran samping menuju saluran pembuang akhir.
 Mencegah aliran air yang berasal dari daerah pengaliran di sekitar jalan masuk
ke daerah perkerasan jalan.
 Mencegah kerusakan lingkungan di sekitar jalan akibat aliran air.

Secara umum kriteria perencanaan drainase haruslah bersifat antara lain :


1. Daya guna dan hasil guna (efektif dan efisien)
Perencanaan drainase haruslah sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas
drainase sebagai penampung, pembagi, dan pembuang air dapat sepenuhnya
berdaya guna dan berhasil guna.
2. Ekonomis dan aman
Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase haruslah mempertimbangkan faktor
ekonomis dan faktor keamanan.
3. Pemeliharaan
Perencanaan drainase haruslah mempertimbangkan pula segi kemudahan dan
nilai ekonomis dari pemeliharaan sistem drainase tersebut.

E.1.4.2.1 Kriteria Desain Drainase

Beberapa hal berikut perlu diperhatikan dalam perencanaan drainase:


 Daerah tangkapan (catchment area) yang direkomendasikan adalah maksimal
100 m2 dengan tujuan agar aliran permukaan yang berasal dari area tersebut
tidak melebihi kapasita dan kinerja saluran.
 Saluran drainase harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk desain aliran
permukaan, menampung kelebihan air dengan kerusakan minimum yang
ditimbulkan terhadap jalan.
 Kemiringan perkerasan dan bahu jalan mulai dari tengah perkerasan
menurun/melandai ke arah saluran drainase jalan
 Besarnya kemiringan bahu jalan diambil 2% lebih besar dari pada lemiringan
permukaan jalan.
 Kemiringan normal pada perkerasan jalan Harus mempertimbangkan
kebutuhan kemiringan jalan menurut persyaratan alinyemen horizontal jalan.
 Kemiringan perkerasan jalan harus dimulai dari sisi luar tikungan menurun
kea rah dalam.
 Bahan bangunan saluran ditentukan oleh besarnya kecepatan rencana aliran
air yang mengalir pada saluran drainase jalan tersebut.
 Kemiringan saluran ditentukan berdasarkan bahan yang digunakan.
 Pematah arus untuk mengurangi kecepatan aliran diperlukan untuk saluran
yang panjang dan mempunyai kemiringan cukup besar.
 Penampang minimum saluran 0.50 m2.
 Untuk gorong-gorong ditempatkan melintang jalan yang berfungsi untuk
menampung air dari saluran drainase dan mengalirkannya .

87
 Gorong-gorong harus cukup besar untuk melewatkan debit air secara
maksimum dari daerah pengaliran secara efisien.
 Harus dibuat dengan tipe permanent.
 Kemiringan gorong-gorong 0.5-2% dengan pertimbangan factor-faktor lain
yang dapat menyebabkan terjadinya pengendapan dan erosi di tempat
pemasukan dan tempat pembuangan air.
 jarak gorong-gorong pada daerah datar maksimum 100m, sedangkan untuk
daerah pegunungan besarnya dua kali lipatnya.
 Tipe dan bahan gorong-gorong yang permanent sesuai dengan desain banjir
rencana.
 Dimensi gorong-gorong minimum diameter 80 cm

E.1.4.2.2 Analisis Data Hujan

Data-data sekunder yang dikumpulkan untuk keperluan perencanaan hidrologi dan


sistem drainase diantaranya meliputi :
1. Peta rupa bumi yang dilengkapi dengan tata guna lahan. Peta ini digunakan
untuk menentukan luas daerah tangkapan hujan, waktu konsentrasi dan
koefisien pengaliran.
b. Data curah hujan harian maksimum. Lokasi stasiun hujan yang relatif dekat
dengan lokasi Rencana Jalan Tol. Data curah hujan harian maksimum untuk
stasiun-stasiun hujan di atas, diperoleh dari BMG Pusat, BPS untuk 20 tahun
terakhir.

Dari sejumlah stasiun hujan yang ada di sekitar lokasi pekerjan kemudian dilakukan
penentuan data dari stasiun hujan mana yang akan digunakan untuk perencanaan
pekerjaan ini. Pemilihan data stasiun yang akan digunakan dilakukan dengan
menggunakan metode Poligon Thiessen.

A. Daerah Tangkapan Hujan


Yang dimaksud dengan daerah tangkapan hujan untuk kepentingan proyek ini adalah
daerah aliran yang mana apabila air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan
menyebabkan alirannya menuju gorong-gorong yang memotong jalan tol. Peta dasar
yang digunakan dalam menghitung luas daerah tangkapan hujan adalah peta rupa bumi
yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal.

B. Jenis Data
Jenis data yang diperlukan adalah data curah hujan harian maksimum yang terletak di
lokasi stasiun hujan yang terletak di sekitar kawasan proyek. Data curah hujan
diperoleh dari Jawatan Geofisika dan Meteorologi. Data yang diperoleh terdapat
bagian-bagian yang kosong akibat tidak adanya pengamatan atau hilang sehingga perlu
dilakukan verifikasi untuk melengkapinya.

C. Pengisian Data Yang Hilang


Tahap pertama yang dilakukan dalam analisis data hujan adalah pengisian data yang
hilang. Metode yang diterapkan, yaitu metode rata-rata aljabar yang dirumuskan
sebagai berikut :
Rx = 1/n(R1 + R2 + R3 + … + Rn)
dimana :
Rx = curah hujan di stasiun yang datanya hilang (stasiun x)
R1 = curah hujan harian maksimum di stasiun 1

88
R2 = curah hujan harian maksimum di stasiun 2
R3 = curah hujan harian maksimum di stasiun 3
n = jumlah stasiun hujan

D. Uji Konsistensi
Uji konsistensi data dimaksudkan untuk mendeteksi adanya faktor-faktor luar yang
menyebabkan perbedaan yang signifikan dari pembacaan data hujan. Penyebabnya
diantaranya suhu alat, perubahan kondisi alat atau faktor kesalahan pembacaan.
Metode yang digunakan adalah metode kurva massa ganda (double-mass curve
analysis).

Dalam hal ini diplot antara akumulasi curah hujan rata-rata stasiun lainnya dengan
akumulasi curah hujan pada stasiun yang ditinjau. Apabila kurva tersebut terlihat
secara umum lurus meskipun terdapat sedikit penyimpangan, dapat dikatakan bahwa
data yang diperoleh cukup konsisten.

E. Analisis Frekuensi
Setelah diperoleh data hujan yang lengkap dan telah diverifikasi maka langkah
selanjutnya adalah melakukan analisis frekuensi, yaitu menentukan besarnya curah
hujan untuk suatu periode ulang tertentu.

F. Curah Hujan Wilayah


Curah hujan yang dianalisis frekuensi di atas adalah curah hujan titik (point rainfall),
sedangkan curah hujan yang akan digunakan dalam perencanaan drainase adalah
curah hujan wilayah. Oleh karena itu perlu dilakukan transformasi dari curah hujan
titik ke curah hujan wilayah.

G. Intensitas Curah Hujan


Intensitas hujan tergantung pada durasi hujan dan periode ulang curah hujan.
Hubungan antara durasi hujan, intensitas dan periode ulang disajikan dalam kurva IDF.
Perhitungan intensitas hujan dilakukan dengan asumsi bahwa hujan harian
terkonsentrasi selama empat (4) jam dengan jumlah hujan sebesar 90% jumlah hujan
selama 24 jam.

E.1.4.2.3 Perencanaan Sistem Drainase

A. Debit aliran
Debit aliran dihitung dengan menggunakan metode rasional. Pada perencanaan ini
tidak digunakan metode unit hidrograf, karena prinsip perencanaan bangunan silang
yang digunakan dalam perencanaan ini adalah bahwa bangunan tersebut harus mampu
mengalirkan debit rencana secara penuh tanpa adanya genangan di hulu bangunan.
Sehingga, informasi yang diperlukan adalah debit puncak dari saluran/sungai yang
bersangkutan tanpa memerlukan hubungan perubahan debit terhadap waktu. Oleh
karena itu, perhitungan cukup dilakukan dengan menggunakan metode rasional.
Sebenarnya dalam hal ini metode unit hidrograf juga dapat diaplikasikan, namun
karena besaran-besaran yang digunakan adalah besaran-besaran sintetis tanpa
pengukuran langsung atau data hubungan antara rainfall-runoff maka hasil dari kedua
metode tidak dapat diperbandingkan. Disamping itu, umumnya metode rasional akan
menghasilkan besaran debit puncak yang lebih besar dibandingkan metode unit
hidrograf, sehingga dalam hal ini Konsultan memilih metode rasional karena akan

89
menghasilkan besarnya debit puncak yang lebih aman (safe) dan juga lebih sederhana
penerapannya.

Dengan menggunakan asumsi tersebut, secara teoritis formulasi dari metode rasional
adalah sebagai berikut :
Qd = C i A
dimana : Qd = debit rencana
C = koefisien pengaliran yang tergantung pada tata guna lahan,
kondisi tanah, kemiringan dan vegetasi penutup lahan.
i = intensitas hujan
A = luas daerah tangkapan

B. Koefisien (C dan Cf)


Koefisien terdiri dari koefisien frequensi dan koefisien pengaliran. Besarnya masing-
masing koefisien untuk beberapa kondisi dapat dilihat pada Tabel Koefisien Aliran (C)
dan Tabel Koefisien koreksi frekuensi (Cf).

Koefisien frequensi untuk periode ulang 2 – 10 tahun nilainya adalah satu sedangkan
untuk periode ulang lebih besar nilainya perlu dikoreksi dan menjadi lebih besar
sebagai akibat dari menurunnya laju infiltrasi dan kehilangan-kehilangan (losses)
lainnya. Sedangkan koefisien pengaliran adalah koefisien yang digunakan untuk
memasukkan secara intrinsik pengaruh dari sifat daerah aliran, seperti kekasaran atau
laju infiltrasi. Kedua koefisien diperoleh dari beberapa penelitian baik di dalam
maupun luar negeri. Perhitungan perkalian antara C dan C f tetap menggunakan prinsip
kontinuitas sehingga CCf = 1,00.

C. Intensitas hujan (i)


Besarnya intensitas hujan rencana sangat tergantung pada waktu konsentrasi.
Hubungan antara berbagai waktu konsentrasi dengan intensitas disajikan pada kurva
intensitas (IDF). Mengenai waktu konsentrasi diuraikan pada bagian berikutnya.

90
Tabel E.39 Hubungan antara berbagai waktu konsentrasi dengan intensitas (IDF)
Kurva Basis Intensity Duration Frequency (IDF) in mm/jam
No. t (menit)
i (mm/jam) T=2 T=5 T=10 T=25 T=50 T=100
1 5 195 181.4 3421.7 6772.8 10273.7 12870.5 15448.1
2 10 176 163.5 3084.7 6105.8 9261.9 11602.9 13926.7
3 20 145 136.6 2577.1 5101.0 7737.8 9693.6 11634.9
4 30 125 117.3 2212.9 4380.2 6644.4 8323.8 9990.8
5 40 109 102.8 1938.9 3837.9 5821.7 7293.2 8753.8
6 50 98 91.4 1725.3 3415.1 5180.3 6489.7 7789.4
7 60 88 82.4 1554.1 3076.2 4666.2 5845.7 7016.4
8 70 80 74.9 1413.8 2798.5 4245.0 5317.9 6383.0
9 80 73 68.7 1296.7 2566.7 3893.5 4877.6 5854.4
10 90 67 63.5 1197.6 2370.4 3595.7 4504.6 5406.7
11 100 62 59.0 1112.5 2202.1 3340.3 4184.6 5022.7
12 110 58 55.1 1038.7 2056.0 3118.8 3907.1 4689.5
13 120 55 51.6 974.1 1928.1 2924.8 3664.0 4397.8
14 130 52 48.6 917.0 1815.2 2753.5 3449.5 4140.3
15 140 49 45.9 866.3 1714.8 2601.2 3258.6 3911.3
16 150 46.5 43.5 820.9 1624.9 2464.8 3087.8 3706.2
17 160 44 41.3 780.0 1544.0 2342.0 2934.0 3521.6
18 170 42 39.4 743.0 1470.7 2230.9 2794.8 3354.5
19 180 40 37.6 709.4 1404.1 2129.9 2668.2 3202.6
20 190 38 36.0 678.6 1343.2 2037.6 2552.6 3063.8
21 200 36.5 34.5 650.4 1287.5 1953.0 2446.6 2936.6
22 210 35 33.1 624.5 1236.1 1875.1 2349.0 2819.5
23 220 34 31.8 600.5 1188.7 1803.2 2258.9 2711.3
24 230 33.5 30.7 578.4 1144.8 1736.6 2175.5 2611.2
25 240 33 29.6 557.8 1104.0 1674.7 2098.0 2518.2
Jumlah 3005 1814.5

D. Waktu Konsentrasi (tc)


Lama waktu konsentrasi, t c, adalah waktu yang dibutuhkan oleh limpasan curah hujan
dalam pengalirannya dari bagian titik terjauh pada suatu daerah aliran sungai sampai
suatu titik pengamatan tertentu. Lama waktu konsentrasi terdiri dari lama waktu yang
diperlukan oleh limpasan air hujan untuk mengalir pada permukaan tanah ke
sungai/saluran terdekat. Aliran ini disebut overland flow dan lama waktunya disebut
lama waktu overland flow, tof. Dan lama waktu untuk mengalir dalam sungai/saluran
sampai ke titik tinjau. Aliran ini disebit ditch flow dan waktunya disebut waktu ditch
flow, td.

E. Luas daerah tangkapan (A)


Yang dimaksud dengan luas daerah tangkapan adalah daerah jatuhnya hujan yang
menyebabkan alirannya menuju titik yang ditinjau. Uraian mengenai ini dapat dilihat
uraian daerah tangkapan hujan, demikian juga luasan untuk setiap daerah tangkapan.

F. Saluran Samping
Saluran samping disediakan hanya pada daerah-daerah galian dimana aliran akan
terjebak akibat kemiringan lereng dan kemiringan jalan. Saluran tersebut berupa
saluran non-erodible yang terbuat dari pasangan batu kali dan berbentuk trapezium
dengan kemiringan sisi 1 : 1. Pemakaian saluran yang digunakan berbentuk trapezium
karena pengerjaannya mudah, lebih stabil, volume air yang dapat melewati saluran
lebih banyak.

G. Perencanaan Hidrolis
Perhitungan hidrolis untuk menentukan dimensi gorong-gorong (cross drain) yang
diperlukan dilakukan dengan menghitung kapasitas gorong-gorong untuk beberapa

91
ukuran kemudian dibandingkan dengan besarnya beban drainase yang harus dilayani
oleh gorong-gorong tersebut. Dalam hal ini beberapa gorong-gorong yang dihitung
kapasitasnya adalah :

 Gorong-gorong kotak (Box Culvert) dengan dimensi : (b x h)


1,00 m x 1,00 m
2,00 m x 2,00 m
3,00 m x 2,00 m

Tabel E.40 Kapasitas Gorong-gorong Kotak


No. B H H A P R S V Q (m3/det)
(m) (m) (m) (m2) (m) (m) (m/s) 1-barrel 2-barrel
1 1.00 1.00 0.80 0.80 2.60 0.31 0.0050 2.30 1.84 3.68
2 2.00 2.00 1.60 3.20 5.20 0.62 0.0050 3.65 11.69 23.39
3 3.00 2.00 1.60 4.80 6.20 0.77 0.0100 6.02 28.91 57.82

Gambar E.31 Box Culvert

 Gorong-gorong pipa (Pipe Culvert) dengan dimensi :


Diameter = 0,80 m
= 1,00 m
= 1,20 m

Tabel E.41 Kapasitas Gorong-gorong Pipa


No. D d X A P R S V Q (m3/det)
(m) (m) (m2) (m) (m) (m/s) 1-barrel 2-barrel
1 0.80 0.64 0.24 0.43 1.77 0.24 0.0100 2.78 1.20 2.40
2 1.00 0.80 0.30 0.67 2.21 0.30 0.0100 3.23 2.18 4.35
3 1.20 0.96 0.36 0.97 2.66 0.37 0.0100 3.65 3.54 7.09

Untuk menyederhanakan proses perhitungan hidrolis diambil kedalaman air


maksimum adalah 80% dari ketinggian gorong-gorong. Perhitungan kapasitas gorong-
gorong tersebut dilakukan dengan menerapkan persamaan Manning,

H. Gorong-gorong Median
Sebelum dihitung debit aliran terlebih dahulu ditentukan trase saluran/gorong-gorong
serta luasan daerah yang harus dilayani. Gorong-gorong median terletak di tengah-
tengah jalan tol yang akan melayani aliran dari jalur kiri atau jalur kanan jalan tol
sesuai dengan kemiringan melintang jalan akibat alinyemen horizontal. Apabila di
perencanaan jalan ini alinyemen horizontal jalan berbentuk tikungan sehingga
memerlukan gorong-gorong median untuk membuang aliran air hujan pada salah satu
jalurnya. Hal ini karena aliran air tidak diperkenankan memotong jalur jalan tol.

92
I. Drainase Bawah Permukaan (Subdrain)
Fasilitas drainase lainnya adalah sarana drainase bawah permukaan (subdrain), yaitu
fasilitas drainase yang diperlukan untuk menurunkan muka air tanah agar selalu
terkendali dibawah lapisan subgrade. Fasilitas ini kemungkinan diperlukan pada
daerah galian (cut) yang memiliki muka air tanah dangkal. Namun berdasarkan data
yang ada muka air tanahnya berada di bawah badan jalan, sehingga tidak diperlukan
subdrain. Namun demikian untuk mendapatkan data yang lebih akurat Konsultan
menyarankan agar pada daerah-daerah galian (cut) dilakukan pengamatan muka air
tanah.

J. Periode Ulang
Periode ulang curah hujan maksimum dan clearance untuk perencanaan struktur
drainase ditentukan seperti dalam Tabel berikut:

Tabel E.42 Periode Ulang dan Tinggi Jagaan Untuk Desain Saluran
Saluran Drainase Periode Ulang Tinggi Jagaan
(th) (m)
1. Sungai besar (Qp  200 m3/dt) 100 2.0
2. Sungai kecil (Qp  200 m3/dt) 50 1.0
3. Saluran drainase jalan dan saluran 5 0.3
drainase samping
4. Gorong – gorong :
- Jalan tol 25 0.5
- Jalan arteri 10 0.5
- Jalan lokal 5 0.5

E.1.4.3 Pedoman Perencanaan Perkerasan Kaku

A. Umum
Pedoman Pd T-14-2003 dimaksudkan untuk merencanakan perkerasan beton semen
untuk jalan yang melayani lalu-lintas rencana lebih dari satu juta sumbu kendaraan
niaga. Metode perencanaan didasarkan pada :
- Perkiraan lalu-lintas dan komposisinya selama umur rencana.
- Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dengan CBR (%).
- Kekuatan beton yang digunakan
- Jenis bahu jalan.
- Jenis perkerasan.
- Jenis penyaluran beban.

B. Persyaratan Teknis

 Tanah Dasar
Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai dengan SNI
03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-1989, masing-
masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila
tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka harus dipasang pondasi
bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang dianggap
mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5 %.

 Pondasi Bawah
Bahan pondasi bawah dapat berupa :

93
- Bahan berbutir.
- Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled Concrete)
- Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete).

Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan beton
semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan penentuan
lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan pengembangan yang
mungkin timbul.

Pemasangan lapis pondasi dengan lebar sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan
salah satu cara untuk mereduksi prilaku tanah ekspansif.

Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai
dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-1989. Bila
direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus
menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum yang
disarankan dapat dilihat pada Gambar E.40 dan CBR tanah dasar efektif didapat dari
Gambar E.41.

Gambar E.40 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen

Gambar E.41 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah

 Beton Semen

94
Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural strength) umur
28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan pembebanan tiga titik (ASTM
C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3–5 MPa (30-50 kg/cm2).

Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti serat baja,
aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5–5,5 MPa (50-55 kg/cm2).
Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur karakteristik yang
dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2) terdekat.

Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton dapat
didekati dengan rumus berikut :
fcf = K (fc’)0,50 dalam MPa atau
fcf = 3,13 K (fc’)0,50 dalam kg/cm2

Dengan pengertian :
fc’ : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)
fcf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K : konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat pecah.

Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah beton yang
dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 sebagai berikut :
fcf = 1,37.fcs, dalam MPa atau
fcf = 13,44.fcs, dalam kg/cm2

Dengan pengertian :
fcs : kuat tarik belah beton 28 hari

Beton dapat diperkuat dengan serat baja (steel-fibre) untuk meningkatkan kuat tarik
lenturnya dan mengendalikan retak pada pelat khususnya untuk bentuk tidak lazim.
Serat baja dapat digunakan pada campuran beton, untuk jalan plaza tol, putaran dan
perhentian bus. Panjang serat baja antara 15 mm dan 50 mm yang bagian ujungnya
melebar sebagai angker dan/atau sekrup penguat untuk meningkatkan ikatan. Secara
tipikal serat dengan panjang antara 15 dan 50 mm dapat ditambahkan ke dalam
adukan beton, masing-masing sebanyak 75 dan 45 kg/m³.

Semen yang akan digunakan untuk pekerjaan beton harus dipilih dan sesuai dengan
lingkungan dimana perkerasan akan dilaksanakan.

 Lalu Lintas
Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan dalam
jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan konfigurasi sumbu
pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu-lintas harus dianalisis berdasarkan hasil
perhitungan volume lalu-lintas dan konfigurasi sumbu, menggunakan data terakhir
atau data 2 tahun terakhir.
Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah yang
mempunyai berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri
atas 4 jenis kelompok sumbu sebagai berikut :
- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).
- Sumbu tunggal roda ganda (STRG).
- Sumbu tandem roda ganda (STdRG).
- Sumbu tridem roda ganda (STrRG).

95
 Bahu
Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau tanpa lapisan
penutup beraspal atau lapisan beton semen.

Perbedaan kekuatan antara bahu dengan jalur lalu-lintas akan memberikan pengaruh
pada kinerja perkerasan. Hal tersebut dapat diatasi dengan bahu beton semen,
sehingga akan meningkatkan kinerja perkerasan dan mengurangi tebal pelat. Yang
dimaksud dengan bahu beton semen dalam pedoman ini adalah bahu yang dikunci dan
diikatkan dengan lajur lalu-lintas dengan lebar minimum 1,50 m, atau bahu yang
menyatu dengan lajur lalu-lintas selebar 0,60 m, yang juga dapat mencakup saluran
dan kereb.

 Sambungan
Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :
a. Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh
penyusutan,pengaruh lenting serta beban lalu-lintas.
b. Memudahkan pelaksanaan.
c. Mengakomodasi gerakan pelat.

Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain :
- Sambungan memanjang
- Sambungan melintang
- Sambungan isolasi

Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer), kecuali pada
sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi (joint filler).

C. Prosedur Perencanaan
Prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas dua model kerusakan
yaitu :
1) Retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat.
2) Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh lendutan
berulang pada sambungan dan tempat retak yang direncanakan.

Prosedur ini mempertimbangkan ada tidaknya ruji pada sambungan atau bahu beton.
Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan dianggap sebagai perkerasan
bersambung yang dipasang ruji.

Data lalu-lintas yang diperlukan adalah jenis sumbu dan distribusi beban serta jumlah
repetisi masing-masing jenis sumbu/kombinasi beban yang diperkirakan selama umur
rencana.

 Perencanaan Tebal Pelat


Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung berdasarkan
komposisi lalu-lintas selama umur rencana. Jika kerusakan fatik atau erosi lebih dari
100%, tebal taksiran dinaikan dan proses perencanaan diulangi.

Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai total fatik dan
atau total kerusakan erosi lebih kecil atau sama dengan 100%. Langkah-langkah
perencanaan tebal pelat diperlihatkan pada Gambar E.42 dan Tabel E.43.

96
Gambar E.42 Sistem perencanaan perkerasan beton semen

Tabel E.43 Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan beton semen

97
 Perencanaan Tulangan

Tujuan utama penulangan untuk :


- Membatasi lebar retakan, agar kekuatan pelat tetap dapat
dipertahankan
- Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar dapat
mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga dapat meningkatkan
kenyamanan
- Mengurangi biaya pemeliharaan

Jumlah tulangan yang diperlukan dipengaruhi oleh jarak sambungan susut, sedangkan
dalam hal beton bertulang menerus, diperlukan jumlah tulangan yang cukup untuk
mengurangi sambungan susut.

E.1.4.4 Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur

A. Umum
Untuk perencanaan tebal perkerasan Jalan didasarkan SNI Pt T-01-2002-B berlaku
untuk konstruksi perkerasan yang menggunakan perkerasan lentur (flexibel pavement).

B. Kriteria Perencanaan

 Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)


Angka eivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap
kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran D pada SNI Pt T-01-2002-B.
Tabel ini hanya berlaku untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban
yang berlaku agak berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal rumus berikut
ini harus dipergunakan.

 Modulus Resilen Tanah Dasar (Mr)

 Reliabilitas
Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian (degree
of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam-macam
alternative perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan
(umur rencana). Faktor perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan
variasi perkiraan lalu-lintas (w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan karenanya
memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan bertahan selama
selang waktu yang direncanakan. Pada umumnya, dengan meningkatnya volume
lalu-lintas dan kesukaran untuk mengalihkan lalu-lintas, resiko tidak
memperlihatkan kinerja yang diharapkan harus ditekan. Hal ini dapat diatasi
dengan memilih tingkat reliabilitas yang lebih tinggi. Tabel E.44 memperlihatkan
rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan. Perlu
dicatat bahwa tingkat reliabilitas yang lebih tinggi menunjukkan jalan yang
melayani lalu-lintas paling banyak, sedangkan tingkat yang paling rendah, 50 %
menunjukkan jalan lokal.

98
Tabel E.44 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan
Rekomendasi Tingkat Reliabilitas
Klasifikasi Jalan
Perkotaan Antar Kota
Bebas Hambatan 85-99,9 80-99,9
Arteri 80-99 75-95
Kolektor 80-95 75-95
Lokal 50-80 50-80

 Lalu Lintas Pada Lajur Rencana

Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban gandar
standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan
perumusan berikut ini :
w18 = DD x DL x ŵ 18
Dimana :
DD = faktor distribusi arah.
DL = faktor distribusi lajur.
ŵ 18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.

Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat pengecualian
dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari beberapa
penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 – 0,7 tergantung arah mana yang
‘berat’ dan ‘kosong’.

Tabel E.45 Faktor Distribusi Lajur (DD)


% beban gandar standar dalam lajur
Jumlah Lajur per arah
rencana
1 100
2 80-100
3 60-80
4 50-75

Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dalam


pedoman ini adalah lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini
didapatkan dengan mengalikan beban gandar standar kumulatif pada lajur rencana
selama setahun (w18) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara
numerik rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut:

Dimana :
Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.
w18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n = umur pelayanan (tahun).
g = perkembangan lalu lintas (%).

 Koefisien Drainase

99
Tabel E.46 memperlihatkan definisi umum mengenai kualitas drainase.

Tabel E.46 Definisi kualitas drainase


Kualitas Drainase Air Hilang Dalam
Baik Sekali 2 jam
Baik 1 Hari
Sedang 1 Minggu
Jelek 1 Bulan
Jelek Sekali Air Tidak Akan Mengalir

Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam perencanaan dengan


menggunakan koefisien kekuatan relatif yang dimodifikasi. Faktor untuk memodifikasi
koefisien kekuatan relatif ini adalah koefisien drainase (m) dan disertakan ke dalam
persamaan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) bersama-sama dengan koefisien kekuatan
relative (a) dan ketebalan (D).

Tabel E.47 memperlihatkan nilai koefisien drainase (m) yang merupakan fungsi dari
kualitas drainase dan persen waktu selama setahun struktur perkerasan akan
dipengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh.

Tabel E.47 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif
material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur.
Persen waktu struktur perkerasan dipengaruhi oleh kadar air yang
Kualitas
mendekati jenuh
Drainase
< 1% 1-5% 5-25% > 25%
Baik Sekali 1,40-1,30 1,35-1,30 1,30-1,20 1,20
Baik 1,35-1,25 1,25-1,15 1,15-1,00 1,00
Sedang 1,25-1,15 1,15-1,05 1,00-0,80 0,80
Jelek 1,15-1,05 1,05-0,80 0,80-0,60 0,60
Jelek Sekali 1,05-0,95 0,08-0,75 0,60-0,40 0,40

 Indeks Permukaan (IP)


Indeks permukaan ini menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan perkerasan
yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat.Adapun
beberapa ini IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini:
- IP = 2,5: menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
- IP = 2,0: menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih
mantap.
- IP = 1,5 : menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan
tidak terputus).
- IP = 1,0 : Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
sangat mengganggu lalu-lintas kendaraan.
Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagai mana
diperlihatkan pada Tabel E.48.

Tabel E.48. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)


Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Bebas Hambatan
1,0-1,5 1,5 1,5-2,0 -
1,5 1,5-2,0 2,0 -

100
1,5-2,0 2,0 2,0-2,5 -
- 2,0-2,5 2,5 2,5

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai
dengan Tabel E.49.

Tabel E.49 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0)


Ketidakrataan *) (IRI,
Jenis Lapis Perkerasan IPo
m/km)
LASTON ≥4 ≤ 1,0
3,9-3,5 >1,0
LASBUTAG 3,9-3,5 ≤ 2,0
3,4-3,0 >2,0
LAPEN 3,4-3,0 ≤ 3,0
2,9-2,5 > 3,0

 Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Berdasarkan jenis dan fungsi material lapis perkerasan, estimasi Koefisien


Kekuatan Relatif dikelompokkan ke dalam 5 katagori, yaitu : beton aspal (asphalt
concrete), lapis pondasi granular (granular base), lapis pondasi bawah granular
(granular subbase), cement-treated base (CTB), dan asphalt-treated base (ATB).

1. Lapis Permukaan Beton Aspal (asphalt concrete surface course)


Gambar E.43. memperlihatkan grafik yang dipergunakan untuk
memperkirakan Koefisien Kekuatan Relatif lapis permukaan berbeton aspal
bergradasi rapat berdasarkan modulus elastisitas (EAC) pada suhu 68 °F
(metode AASHTO 4123). Disarankan, agar berhati-hati untuk nilai modulus di
atas 450.000 psi. Meskipun modulus beton aspal yang lebih tinggi, lebih kaku,
dan lebih tahan terhadap lenturan, akan tetapi lebih rentan terhadap retak
fatigue.

2. Lapis Pondasi Granular (granular base layer)


Koefisien Kekuatan Relatif, a2 dapat dihitung dengan menggunakan hubungan
berikut :

A2 = 0,249 (log10EBS) – 0,977

3. Lapis Pondasi Bawah Granular (granular subbase layers)


Koefisien Kekuatan Relatif, a2 dapat dihitung dengan menggunakan hubungan
berikut :
A3 = 0,227 (log10ESB) – 0,839

101
Gambar E.43 Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukan
bereton aspal bergradasi rapat (a1).

4. Lapis Pondasi Bersemen


Gambar E.44 memperlihatkan grafik yang dapat dipergunakan untuk
memperkirakan Koefisien Kekuatan Relatif, a2 untuk lapis pondasi bersemen.

Gambar E.44. Variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi beraspal (a2)

102
5. Lapis Pondasi Beraspal
Gambar E.45 memperlihatkan grafik yang dapat dipergunakan untuk
memperkirakan Koefisien Kekuatan Relatif, a2 untuk lapis pondasi beraspal.

Gambar E.45. Variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi granular (a3)

 Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan


Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan
keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan
untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis.
Dari segi keefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama
dan lapisan kedua lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan
koefisien drainase, maka perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah
apabila digunakan tebal lapis pondasi minimum. Tabel E.50. memperlihatkan n ilai
tebal minimum untuk lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat.
Tabel E.50. Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasiagregat
(inci)
Beton Aspal Lapen LASBUTAG Lapis Pondasi Agregat
Lalu Lintas (ESAL)
inci cm inci cm inci cm inci cm
< 50.000 *) 1,0*) 2,5 2 5 2 5 4 10
50.001-150.000 2,0 5,0 - - - - 4 10
150.001-500.000 2,5 6,25 - - - - 4 10
500.001-2.000.000 3,0 7,5 - - - - 6 15
2.000.000-7.000.000 3,5 8,75 - - - - 6 15
>7.000.000 4,0 10,0 - - - - 6 15

C. Konstruksi Bertahap

Konstruksi bertahap dilakukan pada keadaan tertentu, antara lain :

103
1. Keterbatasan biaya untuk pembuatan tebal perkerasan sesuai rencana
(misalnya 20 tahun). Perkerasan dapat direncanakan dalam dua tahap,
misalnya tahap pertama untuk 5 tahun dan tahap berikutnya untuk 15 tahun.
2. Kesulitan dalam memperkirakan perkembangan lalu-lintas untuk jangka
panjang (misalnya : 20 sampai 25 tahun). Dengan adanya pentahapan,
perkiraan lalu-lintas diharapkan tidak jauh meleset.
3. Kerusakan setempat (weak spots) selama tahap pertama dapat diperbaiki dan
direncanakan kembali sesuai data lalu-lintas yang ada.

D. Perancangan Awal

Setelah melakukan pengumpulan data dan melakukan perhitungan dengan


berdasarkan pada SNI Pt T-01-2002-B, maka didapatkan desain perkerasan lentur
seperti yang tercantum di bawah ini.

Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban gandar standar.
Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan perumusan berikut
ini:
w18 = DD x DL x ŵ 18
Dimana :
DD = faktor distribusi arah.
DL = faktor distribusi lajur.
ŵ 18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.

Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dalam


pedoman ini adalah lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini didapatkan
dengan mengalikan beban gandar standar kumulatif pada lajur rencana selama setahun
(w18) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara numerik rumusan
lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :
n
(1+g ) −1
W t =w18 x
g
Dimana :
Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.
w18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n = umur pelayanan (tahun).
g = perkembangan lalu lintas (%).

Perhitungan perencanaan tebal perkerasan dalam pedoman ini didasarkan pada


kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan, dengan rumus sebagai berikut :
ITP = a 1 D1 + a 2 D2 + a 3 D3
Dimana :
a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan
D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)

Jika kualitas drainase dipertimbangkan, maka persamaan di atas dimodifikasi menjadi :


ITP = a1 D1 + a2 D2 m2 + a3 D3 m3
Dimana :
a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan (berdasarkan besaran
mekanistik)
D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan

104
m2, m3 = Koefisien drainase

Angka 1, 2, dan 3, masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis
pondasi bawah. Selain menggunakan Gambar 7, ITP juga dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut ini.

ΔIP

log
10
(W
18
) = Z x S + 9.36 x log ( ITP + 1) - 0. 20 +
R 0 10
log 10
[ IP0 - IPf ] + 2.32 x log (M ) - 8 .07
10 R
1094
0 . 40 +
( ITP + 1 )5. 19
Dimana :
W18 = Perkiraan jumlah beban sumbu standar ekivalen 18-kip
ZR = Deviasi normal standar
S0 = Gabungan standard error untuk perkiraan lalu-lintas dan kinerja
IP = Perbedaan antara initial design serviceability index, IP0 dan design terminal
serviceability index, IPt
MR = Modulus resilien
IPf = Indeks permukaan jalan hancur (minimum 1,5)

Rumus untuk menghitung tebal perkerasan:


SN 1
D1 ≥
¿
SN 3 − ( SN ¿1 ¿
+ SN2 )

SN 1 ¿
a1
= a1 D ¿1 ( >SN 1 )( Kontrol)
D3
¿
= ( a 3 m3 )
SN 2 − SN ¿1 D1* = tebal Lapisan Surface
D2
¿

¿

( a 2 m2 ) D2* = tebal Lapisan Base
SN 2 = a2 D2 ¿
D3* = tebal Lapisan SubBase

¿ ¿
SN 1 +SN 2 ≥SN 2 ( Kontrol )

E.2 METODOLOGI KERJA

E.2.1 KERANGKA ANALISIS

Penyusunan metodologi kerja untuk melaksanakan seluruh ruang lingkup pekerjaan.


Proses pengembangan kerangka analisis dalam pelaksanaan kegiatan ini menjadi
penting, sebagai pedoman untuk menyusun bagan alir proses pelaksanaan analisis
serta penyusunan program kerja.

E.2.1.1 PEMAHAMAN KATA KUNCI PEKERJAAN

Sesuai dengan KAK, judul kegiatan ini adalah Studi Kelayakan Jalan Serang North Inner
Ring Road (Pakupatan-Lopang) yang mana memiliki beberapa kata kunci yang perlu
dikaji pengertian dan definisinya untuk mendapatkan pemahaman yang tepat

105
mengenai cakupan dari proses maupun hasil dari studi ini. Adapun daftar pemahaman
konsultan atas kata kunci kegiatan ini disampaikan pada Tabel E.51 berikut.

Tabel E.51 Pemahaman Atas Pengertian/Definisi Kata Kunci


No Kata Kunci Definisi Sumber
1 Studi Studi kelayakan dan analisis mengenai dampak Pasal 25 (1) PP
kelayakan lingkungan dilakukan untuk mengevaluasi 15/2005 tentang
(feasibility kelayakan proyek dari aspek teknis, ekonomi Jalan Tol
study) dan finansial serta lingkungan
2 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang Pasal 1 (4) UU
meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan 38/2004 tentang
pelengkap dan perlengkapannya yang Jalan
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel
3 Jalan Lingkar Jalan yang melingkari pusat kota, yang berfungsi -
(Serang North untuk mengalihkan sebagai arus lalu lintas
Inner Ring terusan dari pusat kota. Biasanya merupakan
Road) bagian jaringan jalan dengan pola radial
membentuk ring radial.
4 Pakupatan – Merupakan wilayah di Kota Serang (Pakupatan -
Lopang terletak di Keluarahan Panancangan, Kec.
Cipocok Jaya, Lopang terletak di Kelurahan
Lopang di kec. Serang)

E.2.1.2 SUBSTANSI MUATAN STUDI KELAYAKAN

Pada Gambar E.46 disampaikan pendekatan proses yang akan dilakukan untuk
melaksanakan kegiatan studi kelayakan dan desain awal jalan lingkar Pakupatan-
Lopang
Adapun metodologi umum pelaksanaan suatu studi kelayakan jalan yang
direkomendasikan adalah sebagaimana disampaikan pada Gambar E.46. Pada
dasarnya metodologi ini menganjurkan untuk mencari masukan dari perencanaan
umum serta dokumen dan hasil studi terdahulu untuk mengidentifikasi alternatif-
alternatif proyek berikut dengan analisis dampaknya secara lingkungan, ekonomi,
maupun teknis sedemikian sehingga dapat ditentukan pilihan yang terbaik untuk
dilaksanakan.

106
Gambar E.46 Metodologi Umum Pelaksanaan Studi Kelayakan (sumber: Pd T-19-2005-B)

E.2.1.3 METODOLOGI UMUM PELAKSANAAN PEKERJAAN STUDI KELAYAKAN

Dengan memperhatikan pendefinisian kata kunci serta posisi serta metodologi umum
pelaksanaan suatu studi kelayakan pada Bagian E.2.1.1 dan E.2.1.2 di atas, maka
konsultan menyampaikan usulan metodologi umum pelaksanaan pekerjaan studi
kelayakan sebagaimana disampaikan pada beberapa bagian berikut ini.

107
Secara prosedural teknis pelaksanaan kegiatan studi kelayakan ini akan mengikuti
proses seperti yang disampaikan pada Gambar E.47 berikut ini.

Kajian dokumen dan kebijakan pengembanganKajian


jaringan
dokumen
jalan dan kebijakan penataan ruang
Kajian tentang kebijakan transportasi

Formulasi alternatif trase

Pengumpulan data

Lalu lintas Topografi Geologi & geoteknik Hidrologi & drainase Lingkungan & keselamatan

Analisis

Transportasi Geometrik Perkerasan Jembatan Ekonomi/finansial Lingkungan

Evaluasi kelayakan

Rekomendasi

Gambar E.47 Prosedur umum pelaksanaan kegiatan

Dari Gambar E.47 terlihat bahwa proses awal dalam pelaksanaan studi kelayakan ini
adalah dengan melakukan kajian terhadap berbagai dokumen dan hasil studi terdahulu
untuk mendapatkan formulasi mengenai alternatif solusi/trase yang akan
dikembangkan.

Berdasarkan informasi alternatif trase ini maka dapat dilakukan survei pengumpulan
data untuk setiap lokasi untuk mendapatkan seluruh data terkait yang dibutuhkan
untuk melakukan analisis dan memilih alternatif yang terbaik melalui proses evaluasi
kelayakan. Hasil ini kemudian dijadikan sebagai masukan untuk penyusunan
rekomendasi tindak lanjut dalam pelaksanaaan AMDAL dan DED.

108
E.2.1.4 METODA PELAKSANAAN LINGKUP PEKERJAAN

Sesuai dengan KAK terdapat lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan konsultan
selama masa waktu pekerjaan yang diberikan. Untuk melaksanakan seluruh lingkup
pekerjaan yang diamanatkan dalam KAK tersebut konsultan mengusulkan beberapa
metoda dan pendekatan seperti disampaikan pada Tabel E.46.

Tabel E.46 Lingkup Pekerjaan dan Metoda Pelaksanaannya


Metoda pelaksanaan lingkup pekerjaan
No Lingkup pekerjaan
Masukan Proses/Metoda Hasil/Keluaran
1. Persiapan dan Mobilisasi  K Kajian Pustaka  Tahapa
AK (content n studi kelayakan
 Li analysis)  Kriteria
teratur terkait Perencanaan
kajian kelayakan,  Kebijak
jalan dan jembatan, an Untuk Perencanaan
tata ruang,  Detail
lingkungan metodologi, program serta
rencana kerja
 Persiap
an pelaksanaan survey
2. Pengumpulan dan Pengolahan Output no 1  Survey Data Sekunder:
Data (Data sekunder dan Data Instansional  RTRW di wilayah studi
Primer)  Rencana pengembangan
transportasi
 Rencana pengembangan
jaringan jalan
 Studi-studi terdahulu
 Data statistik Indonesia
yang terakhir
 Indikator ekonomi
terakhir
 statistik keuangan
pemerintah daerah edisi
terakhir
 penduduk provinsi hasil
sensus penduduk terakhir
 PDRB per provinsi asal
tiap kab/kota
 provinsi/kota/kab dalam
angka terakhir
 daftar harga bahan,
peralatan, mobil dan ban
edisi terakhir
 Indonesia energy prising
review edisi terakhir
 Data tata guna lahan
 Data citra satelit lokasi
proyek terbaru
 Peta dasar rupa bumi
lokasi proyek
 Data lalu lintas
 Data hidrologi, geologi dan
lingkungan
 Data harga satuan
pekerjaan
 Data peta topografi skala
1:50000 dari bakorsutanal
 Peta geologi skala
1:100000
 Lokasi situs sejarah
 Peta sumber material
 Survey  Data bobot kriteria
wawancara  Data usulan alternatif
trase (untuk FS jalan)

109
Metoda pelaksanaan lingkup pekerjaan
No Lingkup pekerjaan
Masukan Proses/Metoda Hasil/Keluaran
 Penetapan  Tarikan alternatif trase
awal (untuk FS jalan)
 Hinterland/wilayah studi
 Survey Tinjauan lapangan untuk
pendahuluan mengidentifikassi daerah
studi dan membandingkan
dengan data sekunder yang
diperoleh untuk
dipergunakan sebagai
bahan analisis data dan
pemilihan rute. Hasil
tinjauan lapangan antara
lain:
1. Topografi
(keadaan topografi &
kondisi lalu utilitas)
2. Geologi (Sifat-sifat
fisik tanah & ciri ciri
geologi)
3. Hidrologi (kondisi
drainase)
4. Sosial dan
ekonomi (Identifikasi ciri
ciri tata guna tanah,
kependudukan & tenaga
kerja, struktur wilayah
administratif, identifikasi
sarana dan prasarana
sosial ekonomi, persepsi
& ciri ciri kondisi
ekonomi regional)
5. Budaya dan
lingkungan (inveterisasi
situs sejarah dan
peninggalan budaya,
inventarisasi rona
lingkungan awal)
 Survey Hasil identifikasi sistem
jaringan jalan jaringan jalan di wilayah
studi
 Survey TC Data karakteristik lalu lintas
ruas pada ruas jalan yang
mewakili lingkup wilayah
studi, pada 2 hari kerja dan
1 hari libur
 Survey TC Data karakteristik lalu lintas
simpang pada simpang ruas jalan
yang mewakili lingkup
wilayah studi, pada 2 hari
kerja dan 1 hari libur
 Survey waktu Waktu tempuh suatu
perjalanan kendaraan dari satu titik ke
titik lainnya pada suatu ruas
jalan (minimal 10 ruas),
pada 2 hari kerja dan 1 hari
libur
 Survey Hasil identifikasi kondisi
kondisi dan data tanah pada wilayah
struktur studi
tanah
 Pengumpulan
Hasil data topografi wilayah
data
studi
topografi
 Survey  Hasil identifikasi dampak
lingkungan lingkungan dan

110
Metoda pelaksanaan lingkup pekerjaan
No Lingkup pekerjaan
Masukan Proses/Metoda Hasil/Keluaran
dan hidrologi ketersediaan lahan
(untuk pertimbangan
pemilihan rute)
 Hasil identifikasi jumlah
&karakteristik sungai,
catchment area, DAS
(untuk pertimbangan
pemilihan rute)
3. Analisa perkiraan Output no 2 Pemodelan  Perkiraan bangkitan
pertumbuhan pergerakan dan transportasi 4 tarikan dan distribusi
lalu lintas tahap perjalanan
 Perkiraan beban lalu
lintas jalan
4. Analisa Teknis Output no 2 Analisis teknis Hasil analisis:
 Topografi
 Geoteknik
 Hidrologi
 Kemudahan pelaksanaan
 lingkungan
5. Identifikasi dan Pengkajian Output no 2,3 dan 4 Analisis multi  Penilaian kinerja alternatif
Alternatif Rute kriteria trase (aspek teknis,
(pemilihan lingkungan, keuangan,
alternatif trase) sosial budaya)
 Pilihan trase terpilih
6. Pra Rencana Teknik (Desain Output no 2,3, 4 dan 5  Simulasi kinerja  Perkiraan dampak with and
awal + ROW plan) jaringan without project (BOK, nilai
 Pra-rencana waktu, lingkungan,
teknik alternatif keselamatan, dan
terpilih pemeliharaan jalan)
 Desain awal geometrik,
perkerasan, jembatan, dan
fasilitas lainnya
7. Analisa Biaya (Tanah, Output no 2,3, 4, 5  Analisa  Perkiraan biaya proyek
Konstruksi, operasi dan 6 perhitungan
pemeliharaan, dll) dan biaya dan
manfaat manfaat

8. Analisa kelayakan ekonomi Output no 2,3, 4, 5, 6 Analisis  Indikasi kelayakan teknis


dan analisis kepekaan dan 7 kelayakan: jalan dan transportasi
 Teknis  Indikasi dampak lingkungan
 Operasional dan KAK AMDAL
 Lingkungan  Indikasi kelayakan ekonomi
 Angkutan dan finansial
 Ekonomi dan
finansial

E.2.1.5 PENGEMBANGAN BAGAN ALIR ANALISIS (FRAMEWORK OF ANALYSIS)

Berdasarkan atas hasil pemetaan terhadap lingkup pekerjaan beserta metoda


pelaksanaannya, sebagaimana disampaikan sebelumnya, maka dapat dibuat suatu
bagan alir yang merepresentasikan proses analisis yang akan dilaksanakan yang
menunjukkan urutan kerja yang akan dilakukan. Bagan alir proses pelaksanaan analisis
atau framework of analysis untuk pekerjaan studi kelayakan jalan ini disampaikan pada
Gambar E.48.
Pada dasarnya seluruh proses analisis tersebut dimulai terlebih dahulu dengan tahap
pengumpulan data, baik dari sumber sekunder maupun primer. Sedangkan penjelasan
mengenai pendekatan/metoda yang digunakan untuk setiap proses analisis yang
digunakan dibahas bagian selanjutnya.

111
PERATURAN PERUN- DOKUMEN PERENCA- STANDAR/PEDOMAN KERANGKA ACUAN KERJA
DANGAN TERKAIT NAAN TERKAIT
 Pelaksanaan studi  Maksud, tujuan, sasaran
 Jalan dan LLAJ  RTRW, RDTR kelayakan  Lingkup pekerjaan
 Tata ruang  Tatranas/wil/lok  Perencanaan teknis  Keluaran
 Lingkungan  Studi-studi terkait di geometrik, perkerasan,  Alokasi sumber daya
 Investasi wilayah studi jembatan (SDM, waktu, biaya,
 Jasa konstruksi  Analisis dampak sosial fasilitas)
dan lingkungan

CONTENT ANALYSIS

PEKERJAAN PERSIAPAN

 Tahapan studi kelayakan


 Kriteria perencanaan
 Kajian Kebijakan Untuk Perencanaan
 Detail metodologi dan program kerja
 Persiapan pelaksanaan survei

SURVEY INSTANSIONAL SURVEY PENDAHULUAN

DATA INSTANSIONAL DATA KARAKTERISTIK LOKASI

 Laporan studi terdahulu  Keadaan topografi (sifat fisik tanah,


 Data statistik/BPS ciri geologi, dan geoteknik)
 Data peta tata ruang,  Karakteristik hidro-oceanografi
topografi, geologi  Sosial ekonomi
 Data jaringan jalan dan  Budaya dan lingkungan
transportasi  Karakteristik transportasi
 Data survei wawancara  Utilitas/prasarana lainnya
(bobot kriteria dan  Sosial budaya
usulan alternatif trase)  Lingkungan

PENETAPAN AWAL

 Tarikan trase di atas


peta tata ruang,
topografi, dan geologi
 Penetapan wilayah studi
(hinterland)

SURVEI LALU LINTAS DATA TOPOGRAFI SURVEI STRUKTUR TANAH SURVEI LINGKUNGAN

KARAKTERISTIK LALU LINTAS KARAKTERISTIK KARAKTERISTIK KARAKTERISTIK LINGKUNGAN


TOPOGRAFI TANAH DAN HIDROLOGI
 Volume lalu lintas ruas dan
simpang  Peta topograsi  Sifat fisik tanah  Identifikasi dampak
 Sistem jaringan jalan  Tata guna lahan  Ciri-ciri geologi dan lingkungan
 Kecepatan/waktu perjalanan  Utilitas geoteknik  Ketersediaan lahan
 Perilaku pengguna jalan  Hambatan  Daya dukung tanah  Karakteristik sungai, DAS, dll
112
A
A

PEMODELAN TRANSPORTASI ANALISIS TEKNIS

KAJIAN&PERAMALAN LALU LINTAS KAJIAN TEKNIS WILAYAH STUDI

Prediksi bangkitan perjalanan Topografi, Geoteknik, Hidrologi, Kemudahan Pelaksanaan dan Lingkungan
Prediksi distribusi perjalanan
Prediksi penggunaan moda
Prediksi beban lalu lintas

ANALISIS MULTI KRITERIA


SIMULASI KINERJA JARINGAN

KAJIAN PEMILIHAN TRASE


ANALISIS DAMPAK PROYEK
Penilaian kinerja alternatif trase (aspek teknis, lingkungan, keuangan, sosial budaya)
(WITH VS WITHOUT)
Pilihan trase terbaik
Perkiraan dampak transportasi (BOK, nilai waktu, keselamatan, pemeliharaan jalan)
Perkiraan dampak lingkungan
Perkiraan dampak sosial ekonomi

PRA-DESAIN

ANALISIS TEKNIS TRASE TERPILIH& ANALISA BIAYA

Preleminary-design (geometrik, perkerasan, jembatan)


Perkiraan volume biaya proyek
Kajian Pengandaan Tanah

ANALISIS KELAYAKAN

EVALUASI KELAYAKAN PROYEK (TEKNIS, OPERASIONAL, LINGKUNGAN, ANGKUTAN, EKONOMI/FINANSIAL)

Indikasi kelayakan teknis


Indikasi kelayakan operasi transportasi
Indikasi dampak lingkungan
Indikasi kelayakan ekonomi/finansial

PERUMUSAN

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Rekomendasi trase terpilih dan deskripsinya


Rekomendasi tindak lanjut dalam AMDAL dan DED

Gambar E.48 Tahapan pelaksanaan analisis (untuk Studi Kelayakan Jalan)

113
Proses pelaksanaan pekerjaan tersebut membutuhkan sejumlah data baik yang
bersumber dari data primer maupun sekunder, serta terdapat beberapa
metoda/pendekatan analisis yang diaplikasikan. Penjelasan mengenai metoda
pengumpulan data serta metoda analisis yang digunakan disampaikan pada Bagian
E.1.2.6.

Bagan alir proses ini menjadi dasar dalam menyusun program kerja, jadual
pelaksanaan kegiatan, serta jadual alokasi sumber daya yang akan dibahas pada bagian
selanjutnya dari dokumen usulan teknis ini.

E.2.1.6 PENJELASAN PENDEKATAN/METODA YANG DIGUNAKAN

Dari Gambar E.48 di atas terdapat beberapa metoda yang diusulkan konsultan untuk
diterapkan dalam rangka melaksanakan seluruh ruang lingkup kegiatan. Pada
beberapa sub bab berikut ini dijelaskan/dibahas detail dari setiap pendekatan/metoda
kerja yang digunakan tersebut.

E.2.1.6.1 METODA PENGUMPULAN DATA

Pelaksanaan pengumpulan data ini merupakan upaya untuk menjalankan amanah


dalam lingkup kegiatan. Data-data ini dikumpulkan dengan berbagai metoda
pegumpulan data. Namun untuk lebih mengefektifkan waktu dan biaya perlu
diidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan data dan disesuaikan dengan analisis yang
akan dilakukan. Dari listing kebutuhan data dapat diidentifikasi metoda pengumpulan
data yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan data tersebut.

a. Data yang dibutuhkan

Jenis data dan sumber potensial untuk setiap data yang dibutuhkan untuk kegiatan ini
disampaikan pada Tabel E.47. Data yang dibutuhkan dikelompokkan sesuai dengan
karakteristiknya seperti data dokumen perencanaan, peraturan terkait, data dan
informasi lapangan, literatur/studi terdahulu, dan lain sebagainya.

Tabel E.47 Jenis Data yang Dibutuhkan dan Potensi Sumbernya


No Kelompok Data Jenis Data Sumber Potensial
1. Data peraturan 1.a Bidang jalan (UU 22/2009, UU 38/2004, - Kementerian PU
perundangan PP 34/2006, PP 44/2009, PP 43/1993) - Kementerian Perhubungan
1.b Pengadaan barang dan jasa (PP 29/2000, - Kementerian Keuangan
Perpres 54/2010, Permen PU - Kemeneg LH
04/PRT/M/2009)
1.c Investasi (PP 1/2009, Perpres KPS)
1.d Dampak lingkungan (UU 32/2009, PP
27/1999, Permeneg LN 08/2006,
008/BM/2009)
1.e Penataan ruang (UU 26/2009, Permen PU
06/PRT/M/2007
1.f NSPM terkait (PD.T-19-2005-B,
007/BM/2009, Pd.T-02-2006-B,
038/TBM/1997, Pd T-14-2003, Pt T-01-
2002-B)
2. Data/dokumen 2.a RTRW dan RDTR wilayah kajian - Bappeda setempat
perencanaan 2.b Tatrawil/Tatralok wilayah kajian - Dinas Perhubungan
terkait 2.c Studi-studi sebelumnya setempat
2.d Rencana pengembangan transportasi - Dinas PU Bina Marga
2.e Rencana pengembangan jalan Setempat

114
No Kelompok Data Jenis Data Sumber Potensial
3. Data sistem 3.a Jaringan jalan - Dinas PU Bina Marga
transportasi 3.b Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan setempat
wilayah kajian 3.c Asal-tujuan perjalanan - Dinas Perhubungan
3.d Lalu lintas jalan (ruas dan simpang) - OD Nasional. Survei RSI
3.e Waktu tempuh (travel time) - Survey traffic count
- Survey moving-car observer
4. Data pendukung 4.a Sosial ekonomi - BPS
terkait lainnya 4.b Harga tanah dan bangunan - Survei harga tanah
4.c Harga satuan pekerjaan - Kementerian Dinas PU
4.d Data statistik pendukung - Bappeda
4.e Data Statistik Indonesia dan Peovinsi, - Instansi terkait
Kab/Kota
4.f Indikator social ekonomi
4.g Statisktik keuangan pemerintah daerah
4.h Indonesia energy pricing
4.i Data harga bahan, peralatan, mobil dan
ban edisi terakhir
4.j Indonesia energy pricing review
4.k Data tata guna lahan
5. Data karakteristik 5.a Data dan peta topografi (1:50.000) - Bakosurtanal
fisik lokasi kajian 5.b Data dan peta geologi (1:100.000) - Google earth
5.c Data dan peta citra satelit lokasi proyek - Ditjen Geologi
5.d Peta dasar rupa bumi lokasi proyek - Survei Pendahuluan
5.e Data hidrologi, geologi dan lingkungan - Survei Topografi
5.f Data harga satuan pekerjaan - Survei kondisi dan struktur
5.f Data utilitas tanah
5.g Data kondisi dan struktur tanah
5.g Lokasi situs sejarah
5.h Peta sumber material

b. Metoda survey yang digunakan


Untuk mempermudah proses mendapatkan data yang dibutuhkan di atas, maka perlu
disusun suatu metoda pengumpulan data yang komprehensif dan terstruktur sehingga
dapat memanfaatkan waktu yang disediakan sesuai arahan dalam KAK. Untuk itu
dalam kegiatan ini digunakan sejumlah metoda survey sebagai berikut:
a. Survey instansional dilakukan untuk mengumpulkan literatur serta data
sekunder di instansi terkait. Data-data sekunder ini meliputi:
 Instansi di Pusat, diantaranya:
 Kementerian Pekerjaan Umum/DJBM untuk memperoleh data
mengenai peraturan perundangan terkait dengan jalan serta
standar teknis dan pedoman (NSPM) terkait;
 Instansi Kementerian Perhubungan untuk memperoleh data
mengenai peraturan perundangan terkait dengan LLAJ;
 Bakosurtanal untuk mendapatkan peta-peta dasar terkait dengan
topografi wilayah kajian;
 Ditjen Geologi untuk mendapatkan peta-peta dasar terkait dengan
data geologi wilayah kajian;
 Instansi di wilayah kajian yakni:
 Dinas PU setempat untuk mendapatkan data mengenai kondisi dan
kinerja jaringan jalan;

115
 Dinas Perhubungan setempat untuk mendapatkan data mengenai
dokumen perencanaan transportasi kondisi lalu lintas dan angkutan
jalan;
 Bappeda setempat untuk mendapatkan data mengenai perencanaan
tata ruang setempat;
 Instansi BPS dan instansi terkait lainnya untuk mengumpulkan
data-data statistik serta data terkait yang diperlukan.
b. Survey lapangan untuk mendapatkan gambaran kondisi aktual dari
karakteristik wilayah kajian, yang meliputi:
 Survey pendahuluan menggunakan metoda reconaisance-survey untuk
mendapatkan data umum mengenai karakteristik topografi, geologi dan
geoteknik, hidrologi, transportasi, utilitas, budaya, dan lingkungan di
wilayah kajian;
 Survey lalu lintas dengan metoda pencacahan lalu lintas cara manual
(No. 016/T/BNKT/1990) untuk mendapatkan data lalu lintas ruas dan
simpang jalan, serta survei kendaraan mengambang (floating car
survey) untuk mendapatkan data travel time;
 Survei nilai harga tanah dan bangunan dengan melakukan wawancara
terhadap pemilik serta aparatur setempat;
 Survey lingkungan dan hidrologi untuk identifikasi jumlah &
karakteristik sungai, catchment area, DAS;
 Survei penyelidikan tanah dengan metoda boring, sondir, dan pengujian
sampel tanah pada lokasi-lokasi yang dibutuhkan.
 Pengambilan gambar sebagai dokumentasi kegiatan.

c. Survey wawancara/kuisioner stakeholders (Pusat, Daerah, swasta, akademisi)


yang meliputi:
 Survei untuk mendapatkan masukan terhadap usulan alternatif trase
jalan akses pelabuhan yang direncanakan;
 Survei untuk mendapatkan masukan bobot dari setiap kriteria
perencanaan yang digunakan untuk memilih alternatif terbaik.

c. Penjelasan Teknis Metoda Survey Lapangan/Primer

c.1 Metoda Survey Pendahuluan

Survei Pendahuluan dengan mengadakan peninjauan lapangan untuk melakukan


identifikasi daerah studi dan membandingkannya dengan data-data sekunder yang
diperoleh untuk dipergunakan sebagai bahan analisis data dan pemilihan rute.
Tinjauan lapangan dilakukan terhadap beberapa aspek yang meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1. Topografi: keadaan topografi dan kondisi utilitas.
2. Geologi: sifat-sifat fisik tanah dan ciri-ciri geologi.
3. Hidro-Oceanografi: kondisi drainase, kondisi pantai dan laut/gelombang
(khusus untuk wilayah pesisir), hal-hal lannya yang diperlukan.

116
4. Sosial dan Ekonomi: identifikasi ciri-ciri tata guna tanah, kependudukan dan
tenaga kerja, struktur wilayah administratif, identifikasi sarana dan prasarana
sosial ekonomi dan persepsi dan ciri-ciri kondisi ekonomi regional.
5. Budaya dan lingkungan: inventarisasi situs sejarah dan peninggalan budaya,
inventarisasi rona lingkungan awal.

c.2 Metoda Survey Jaringan Jalan dan Lalulintas

Survei Jaringan Jalan dan Lalu Lintas, sebelum survey, pekerjaan persiapan harus
dilakukan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Identifikasikan karakteristik
daerah studi, penentuan lokasi dan luas daerah survei lalu lintas serta prosedur survei
yang akan digunakan disesuaikan dengan prosedur standar Bina Marga dan harus
didiskusikan dan disetujui oleh pemberi pekerjaan sebelum dimulai Kegiatan survei
lalu lintas meliputi:

1. Survey Jaringan Jalan


Survei dilakukan untuk mengidentifikasi sistem jaringan jalan di wilayah studi
sebagai dasar dalam melaksanakan pemodelan pertumbuhan pergerakan dan lalu
lintas.

2. Survei Perhitungan Volume Lalu Lintas di Ruas


a. Jumlah titik dan lokasi survei harus dapat mewakili lingkup wilayah studi dan
disesuaikan dengan kebutuhan analisis yang diperlukan dalam studi ini.
Jumlah ruas yang disurvei minimal 10 ruas.
b. Pengumpulan data selama minimal 3 hari (2 hari kerja dan 1 hari libur).
c. Pengumpulan data dilakukan pada kedua jurusan selama 24 jam
d. Jenis kendaraan: sepeda motor, sedan/van/jeep, bus kecil (angkutan
perkotaan, angkutan perdesaan), bus sedang (metromini, kopaja, bus ¾), bus
besar, pick-up, truk ¾ ton, 2 as, truk sedang (2 as, tidak termasuk pick-up),
truk besar (3 as), truk gandengan, kontainer, trailer
3. Survei Perhitungan Volume Lalu Lintas di Persimpangan
a. Perhitungan lalu lintas di persimpangan berdasarkan jenis kendaraan dan
penunjukan waktu.
b. Dilakukan minimal 3 hari (2 hari kerja dan 1 hari libur) untuk setiap kaki
simpang selama 24 jam.
c. Jumlah titik dan lokasi survei harus dapat mewakili lingkup wilayah studi dan
disesuaikan dengan kebutuhan analisis yang diperlukan dalam studi ini.
Jumlah ruas yang disurvei minimal 7 ruas.
4. Survei Waktu Perjalanan. Pencatatan waktu tempuh suatu kendaraan dari satu titik
ke titik yang lain pada suatu ruas jalan dilakukan secara manual selama 3 hari (2
hari kerja dan 1 hari libur). Jumlah titik dan lokasi survei harus dapat mewakili
lingkup wilayah studi dan disesuaikan dengan kebutuhan analisis yang diperlukan
dalam studi ini. Jumlah ruas yang disurvei minimal 10 ruas.

117
c.3 Metoda Survey Kondisi dan Struktur Tanah

Tujuan survey kondisi dan struktur tanah (penyelidikan tanah, geologi dan geoteknik)
dalam pekerjaan ini adalah untuk melakukan pemetaan penyebaran tanah/batuan
dasar termasuk kisaran tebal tanah pelapukan, memberikan informasi mengenai
stabilitas tanah, menentukan jenis dan karakteristik tanah untuk keperluan bahan jalan
dan struktur, serta mengidentifikasi lokasi sumber bahan termasuk perkiraan
kuanlitasnya. Sangat disarankan untuk menggunakan Geoguide bilamana terdapat
suatu kondisi tanah dasar yang lunak(Soft Soil).
I. Penyelidikan Geologi
Penyelidikan meljputi pemetaan geologi permukaan detail dengan peta dasar
topografi. Pencatatan kondisi geoteknik disepanjang rencana trase jalan untuk
setiap jarak 500-1000 meter dan pada lokasi jembatan. Untuk itu diperlukan:
- Penyelidikan lapangan yang meliputi pemeriksaan sifat tanah
(konsistensi, jenis tanah, warna, perkiraan prosentase butiran
kasar/halus) sesuai dengan Metoda USCS.
- Pemetaan jenis batuan yang ada disepanjang trase jalan dipetakan, batas-
batasnya ditetapkan dengan jelas sesuai dengan data pengukuran untuk
selanjutnya diplot dalam gambar rencana. Pemetaan mencakup jenis
struktur geologi yang ada antara lain: sesar/patahan, kekar, perlapisan
batuan dan perlipatan.
II. Penyelidikan Geoteknik
Lingkup pekerjaan Penyelidikan Tanah dan Material pada Perencanaan
Teknik Jalan ini meliputi pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut:
1. Penyelidikan Test Pit
Kegiatan penyelidikan test pit ini diperlukan untuk mengetahui susunan
atau komposisi, baik yang sudah beraspal maupun belum. Jumlah titik
test pit yang dilaksanakan minimal 24 titik. Pada setiap test pit dilakukan
pengamatan/deskripsi struktur dan jenis tanah, dan diambil sampelnya
serta dilakukan pengujian laboratorium antara lain compaction dan CBR
laboratorium
Penyelidikan ini dilakukan terhadap setiap perbedaan jenis tanah
sepanjang rencana trase jalan, dengan kedalaman 1,5 meter. Pada setiap
Test Pit dilakukan pengamatan struktur dan jenis tanah, difoto dan
diambil samplenya untuk dianalisa di laboratorium setiap 5 km dari
efektif panjang jalan, untuk mengetahui :
- Identifikasi tanah.
- Atterberg Limit
- Compaction Standard.
- CBR
2. Sondir
Pekerjaan sondir harus dilakukan untuk mendapatkan gambaran
mengenai kekuatan tanah pada lokasi yang ditinjau. Jumlah titik sondir
yang dilaksanakan minimal 24 titik.

118
Sondir dilakukan untuk mengetahui kedalaman lapisan tanah keras,
menentukan lapisan-lapisan tanah berdasarkan tahanan ujung konus dan
daya lekat tanah setiap kedalaman yang diselidiki, alat ini hanya dapat
digunakan pada tanah berbutir halus, tidak boleh digunakan pada daerah
aluvium yang mengandung komponen berangkal dan kerakal serta batu
gamping yang berongga, karena hasilnya akan memberikan indikasi
lapisan tanah keras yang salah. Pelaksanaan sondir dilakukan
Ada dua macam alat sondir yang digunakan :
o Sondir ringan dengan kapasitas 2,5 ton.
o Sondir berat dengan kapasitas 10 ton.
Pembacaan dilakukan pada setiap penekanan pipa sedalam 20 cm,
pekerjaan sondir dihentikan apabila pembacaan pada manometer
berturutturut menunjukan harga >150 kg/cm2, alat sondir terangkat
keatas, apabila pembacaan manometer belum menunjukan angka yang
maksimum, maka alat sondir perlu diberi pemberat yang diletakan pada
baja kanal jangkar.
Hasil yang diperoleh adalah nilai sondir (qc) atau perlawanan penetrasi
konus dan jumlah hambatan pelekat (JHP). Grafik yang dibuat adalah
perlawanan penetrasi konus (qc) pada tiap kedalaman dan jumlah
hambatan pelekat (JHP) secara kumulatif.

3. Boring
Boring dengan kedalaman ± 30 m dilakukan setiap persimpangan jalan
dengan sungai (untuk keperluan pembangunan jembatan) dengan
perkiraan terdapat 10 titik persimpangan sungai. Standard Penetration
Test (SPT) dilakukan setiap interval 3 - 5 m.

4. Penyelidikan DCP (Dynamic Cone Penetrometer)


Untuk mendapatkan gambaran nilai CBR tanah di sepanjang rencana
trase jalan secara menyeluruh, maka penyelidikan CBR ini dilakukan
setiap 200 meter.
Pada daerah-daerah dengan rencana galian cukup tinggi diperlukan
contoh tanah murni (undisturbed sample) untuk ditest di laboratorium
guna mengetahui:
Φ = Sudut geser tanah
c = Kohesi tanah
φ = Berat isi tanah
Hasil dari parameter-parameter diatas digunakan untuk perhitungan
keamanan sudut lereng dari keruntuhan, dibuat dalam seksi-seksi (km …
s/d km …), yang menghasilkan tinggi maksimum lereng aman (FK > 1,5)
dengan berbagai variasi perbandingan sudut lereng. Perhitungan angka
keamanan lereng (sudut lereng dan tinggi maksimum yang aman),
dilakukan dengan menggunakan rumus Grafik Taylor, sebagai berikut :
C
Fk =
Na x γw x H

119
Dimana :
Na = Angka stabilitas taylor
C = Kohesi tanah (ton/m2)
w = Berat isi tanah basah (ton/m3)
Fk = Faktor keamanan (Fk > 1,251  Lereng Aman)
Angka stabilitas (Na) didapat dengan memplot nilai sudut geser dalam
tanah () dengan sudut lereng desain () kedalam grafik taylor.Bila
didapatkan :
1. Fk > 1,251  Lereng Aman
2. Fk = 1,251  Lereng dalam keseimbangan
3. Fk < 1,251  Lereng tidak aman / longsor / runtuh / sliding

Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:


• Konstruksi jalan dan jembatan meneruskan beban ke tanah. Sepanjang suatu
koridor jalan kondisi geologi dan geoteknik dapat bervariasi. Jenis tanah dasar
dapat dikelompokkan menurut karakteristik geologi agar penyelidikan geoteknik
dapat dilakukan secara terstruktur dan efisien. Dengan demikian ruas jalan terbagi
atas beberapa segmen yang homogen secara geoteknik.
• Masing-masing jenis tanah perlu diteliti daya dukungnya. Bila konstruksi jalan akan
berada pada galian, maka daya dukung tanah yang dipakai adalah yang berada pada
elevasi rencana. Bila konstruksi akan berada pada timbunan, maka daya dukung
dari tanah timbunan perlu ditentukan sesuai jenis tanah timbunan yang diusulkan.
• Untuk jalan antar kota yang baru, analisis geologi dan geoteknik perlu dilakukan
lebih mendalam sehubungan dengan kondisi geologi kawasan, pekerjaan tanah,
lokasi jembatan, ketersediaan bahan bangunan (quarry), dan pertimbangan
lainnya, yang akan mempengaruhi aspek biaya pembangunan dan/atau
pemeliharaan jalan.
• Tanah dasar yang lembek mungkin perlu penanganan khusus berupa stabilisasi
dengan bahan tambahan, atau melalui konsolidasi dengan mengeluarkan air tanah.
Tanah lembek dalam jumlah terbatas dapat dibuang dan diganti dengan tanah
urugan yang lebih baik. Pemilihan penanganan tergantung pada aspek pembiayaan.
Secara
• keseluruhan biaya pekerjaan tanah dapat merupakan bagian yang signifikan dari
biaya konstruksi total.
• Untuk jalan perkotaan, analisis geologi tidak terlalu menentukan lagi karena
kondisinya sudah dikenal.
• Daya dukung tanah dasar untuk keperluan perhitungan konstruksi perkerasan
dinyatakan dalam nilai CBR. Penyelidikan untuk nilai CBR harus dilakukan dalam
jumlah yang cukup, sehingga mewakili masing masing segmen homogen secara
signifikan.
• Untuk keperluan perhitungan pondasi jembatan, penyelidikan tanah perlu
dilakukan kearah bawah sampai mencapai tanah keras.

120
c.4 Metoda Survey Lingkungan dan Survey Hidrologi/Drainase

Survei Lingkungan dan Survei Hidrologi/Drainase. Konsultan harus mengadakan survei


lapangan untuk mengidentifikasi dampak lingkungan dan ketersedian lahan untuk
dipergunakan sebagai bahan analisis data dan pertimbangan pemilihan rute. Pada saat
bersamaan konsultan harus melakukan survei hidrologi/drainase untuk
mengidentifikasi jumlah dan karakteristik sungai, catchment area dan aliran
sungai/drainase sebgai bahan pertimbangan dalam pemilihan rute dan penentuan
struktur jalan/jembatan dalam proses pra design. Pada saat bersamaan dapat
dilakukan survey perkiraan harga pasar tanah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
• Data hujan dapat diperoleh dari rekaman stasiun pengamatan hujan. Data hujan
yang hilang atau tak terekam dapat diperkirakan dengan metoda perkiraan. Hasil
analisis merupakan keterangan mengenai intensitas curah hujan.
• Daerah aliran sungai merupakan daerah yang seluruh air hujannya akan mengalir
lewat permukaan ke satu sungai tertentu. Konstruksi jalan sebaiknya tidak
mengganggu pengaliran air ini.
• Pola drainase konstruksi jalan sejauh mungkin harus berusaha untuk
mempertahankan penyerapan air ke dalam tanah seperti kondisi sebelumnya.
Sasaran utama bukan lagi merupakan pengaliran air permukaan ke badan jalan
terdekat dengan secepatnya.
• Sasaran dari suatu sistem drainase jalan yang baik adalah :
o mengalirkan air hujan yang jatuh pada permukaan jalan ke arah luar;
o mengendalikan tinggi muka air tanah di bawah konstruksi jalan;
o mencegah air tanah dan air permukaan yang mengarah ke konstruksi jalan;
o mengalirkan air yang melintas melintang jalur jalan secara terkendali.
• Data hujan juga diperlukan untuk menentukan koreksi faktor regional pada
perhitungan tebal perkerasan lentur dengan metoda analisis komponen. Dalam
perhitungan dimensi saluran, salurannya dianggap sebagai saluran terbuka (open
channel).
• Data banjir didapatkan dari data yang ada pada tahun-tahun sebelumnya.
Konstruksi jalan pada dasarnya tidak boleh terendam banjir. Melalui analisis
statistik dapat ditentukan tinggi banjir rencana yang akan terjadi di sungai. Periode
ulang untuk perhitungan banjir adalah 5 tahun untuk konstruksi jalan, dan 50
tahun untuk konstruksi jembatan.
• Dalam perencanaan drainase dapat mengikuti pedoman teknis perencanaan
drainase jalan yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.

E.2.1.6.2 METODA KAJIAN PUSTAKA CONTENT ANALYSIS

Kajian pustaka terhadap peraturan perundangan, dokumen perencanaan terkait, serta


standar/pedoman terkait merupakan pelaksanaan dari lingkup kegiatan pada KAK.
Tujuan dari pelaksanaan kajian pustaka ini adalah untuk mengetahui tahapan umum
studi kelayakan, kriteria perencanaan jalan dan jembatan yang akan dijadikan sebagai
dasar dalam menyusun/memantapkan metodologi, program kerja, serta persiapan
pelaksanaan survei.

Proses kajian pustaka ini dilakukan dengan metoda content analysis, yakni suatu
metoda untuk menafsirkan teks yang dimuat, dalam hal ini dimuat dalam peraturan
perundangan yang berlaku, pedoman terkait, dan dokumen perencanaan yang ada.

121
Adapun deskripsi aplikasi dari proses content analysis dalam studi kelayakan ini
disampaikan pada Tabel E.48.

Tabel E.48 Ilustrasi Pelaksanaan Content Analysis Dalam Kajian Pustaka


No Isi pengaturan yang dijadikan Jenis dokumen kajian
acuan Peraturan perundangan NSPM Dokumen
terkait terkait perencanaan
A KEBIJAKAN SASARAN KINERJA
JALAN
1 Penyediaan prasarana jalan
sesuai kelas dan fungsi
2 Kinerja jalan yang diharapkan
(kapasitas, kecepatan)
B PELAKSANAAN STUDI
KELAYAKAN
3 Tahapan pelaksanaan
4 Kriteria perencanaan jalan dan
jembatan
5 Muatan/hasil dokumen kajian
kelayakan
C PELAKSANAAN KAJIAN AWAL
DAMPAK LINGKUNGAN
6 Jenis dampak yang harus
diperhatikan
7 Prosedur analisis dampak
Penjelasan: - Tabel ini hanya sebagai ilustrasi, akan diisi dengan data hasil analisis
- Setiap sel di dalam tabel akan diisi dengan pokok-pokok pengaturan berkenaan dengan substansi yang
dikaji

Untuk kajian kebijakan dan sasaran perencanaan jalan, perlu diperhatikan:


a. Kebijakan dan sasaran perencanaan umum dari proyek perlu diformulasikan
kembali dengan memperhatikan hasil dari pra studi kelayakan (bila ada), Bila ada
Pra FS maka formulasikan kembali kebijakan dan sasaran dari proyek, sebagai
penajaman dari formulasi yang dipakai dalam pra studi kelayakan;
b. Atas dasar kebijakan dan sasaran perencanaan, perlu ditetapkan fungsi dan kelas
jalan, serta ketentuan parameter perencanaan jalan, seperti kecepatan rencana,
tingkat kinerja (level of performance) arus lalulintas, dan pembebanan jembatan.
c. Dengan adanya ketidakpastian dan resiko yang tinggi, dapat diusulkan untuk
melaksanakan pembangunan secara bertahap, dengan demikian ada peluang untuk
memodifikasi ketentuan perencanaan di paruh waktu.
d. Awal suatu proyek tidak harus berlangsung secepat mungkin, karena penundaan
dari awal suatu proyek biasanya meningkatkan suatu manfaat proyek dalam
perhitungan kelayakan ekonomi.
Dalam kaitannya dengan tata rang, perlu dikaji rencana pembangunan jalan lingkar ini
di dalam dokumen perencanaan (RTRW Provinsi dan RTRW Kota), kaji kembali peran
jalan yang distudi, serta kaitannya dengan tata guna lahan/tanah di sekitarnya, peran
jalan dalam hubungan antar pusat kegiatan. Perlu dikaji jalan dan lalulintas yang
melewatinya, jalan harus dapat diterima oleh lingkungan disekitarnya, baik pada waktu
pengoperasian, maupun pada waktu pembangunan dan pemeliharaan, misalnya :
• alternatif rute tidak melalui daerah konservasi;
• alternatif rute tidak menimbulkan dampak yang besar pada lingkungan
sekitarnya;
• dampak sosial dan pengadaan tanah perlu untuk diantisipasi;
• mendukung tata ruang dari wilayah studi.

122
• Penilaian atas kesesuaian lahan/tanah dan tata guna lahan/tanah, serta
rencana pengembangan wilayah, harus dipenuhi dalam upaya menghasilkan
rekomendasi dan keputusan pembangunan jalan dan jembatan, selain itu,
kaitannya dengan pengadaan tanah yang tidak dapat terlepas dari adanya
pertimbangan kesesuaian lahan/tanah dan tata guna lahan/tanah yang telah
dituangkan dan ditetapkan dalam rencana umum tata ruang (RUTR).
• Peran dari jalan harus mendukung tata guna lahan/tanah dari kawasan studi
secara efisien, dimana :
o jalan merupakan bagian dari sistem jaringan jalan yang tersusun dalam
suatu tingkatan hirarki;
o sistem jaringan jalan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem
transportasi di wilayah studi;
o sistem jaringan jalan dan tata guna lahan/tanah dari wilayah studi
membentuk satu sistem transportasi dan tata guna lahan/tanah yang
efisien.

E.2.1.6.3 METODA PEMODELAN TRANSPORTASI

Berdasarkan kajian dan pengalaman aplikasi, maka pendekatan model transportasi


empat tahap (four stages transport model) adalah yang paling tepat digunakan untuk
melakukan kajian. Namun demikian tentu saja terdapat modifikasi khususnya dalam
mekanisme prediksi produksi dan pola pergerakan, serta penggunaan moda perjalanan
dan pemilihan/pembebanan pada jaringan jalan sesuai dengan karakteristik wilayah
setempat.

Secara umum bagan alir model transportasi empat tahap yang diaplikasikan untuk
studi ini disampaikan pada Gambar E.49. Pendekatan pemodelan transportasi dimulai
dengan menetapkan sistem zona (inter/intra zona) dan sistem jaringan jalan yang akan
dipertimbangkan dalam model. Sistem zona akan berbasis Kecamatan yang lebih detail
dari sistem zona dalam survey ATTN 2011. Matriks asal tujuan dan tingkat produksi
perjalanan setiap zona diperoleh dari hasil survei OD melalui metoda road side
interview/RSI.

Untuk setiap zona dilengkapi dengan informasi mengenai karakteristik produksi


perjalanan yang terkait dengan sistem sosial ekonomi dan penataan ruang setempat.
Dengan informasi tersebut kemudian diestimasi total perjalanan yang dibangkitkan
dan/atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu (trip ends) atau disebut dengan proses
bangkitan perjalanan (trip generation). Tahap ini menghasilkan persamaan trip
generation yang menghubungkan jumlah perjalanan dengan karakteristik sosial
ekonomi dan tata ruang di zona yang bersangkutan.

123
Base matrix Survey lapangan: Data statistik dan tata ruang: Data jaringan jalan Data perilaku /stated preference:
(OD ATTN 2011): Traffic count ruas jalan Th 2018 Sosial ekonomi (eksisting dan rencana): Kriteria perjalanan
MAT Tahun 2011 OD Survei/road side interview (RSI)Rencana
Th 2018tata ruang dan investasiSimpul+ruang lalu lintas Preferensi moda
Bangkitan/ tarikan (orang-barang) Tahun 2011 Sistem angkutan
Operasional (waktu, biaya, dll)

ME2 (Matrix Estimation from Maximum Entropy)

OD Matrix Th 2018 (base year):


MAT Th 2018
Bangkitan/ tarikan perjalanan Tahun 2018Multi linear regression

Trip generation model


Prediksi bangkitan/ tarikan perjalanan s.d 20 tahun mendatang
Gravity Model/ Furness Model

Trip distribution model Logit model


Prediksi MAT perjalanan s.d 20 tahun ke depan

Modal split model


Prediksi penggunaan moda s.d 20 tahun ke depan simulation
Network
(SATURN)

Model pembebanan jaringan jalan


Prediksi dampak kinerja jaringan jalan (biaya, waktu, energ

Gambar E.49 Bagan Alir Pendekatan Model Transportasi Empat Tahap

Selanjutnya diprediksi dari/ke mana tujuan perjalanan yang dibangkitkan atau yang
ditarik oleh suatu zona tertentu atau disebut tahap distribusi perjalanan (trip
distribution). Dalam tahap ini akan dihasilkan matriks asal-tujuan (MAT). Pada tahap
pemilihan moda (modal split) MAT tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan
moda transportasi yang digunakan para pelaku perjalanan untuk mencapai tujuan
perjalanannya. Dalam tahap ini dihasilkan MAT per moda sesuai dengan kondisi/
tingkat pelayanannya baik dalam kondisi eksisting maupun pada skenario
pengembangannya.

Terakhir, pada tahap pemilihan rute (trip assignment) MAT didistribusikan ke setiap
ruas/link yang tersedia di dalam jaringan transportasi jalan sesuai dengan kinerja rute
yang ada. Tahap ini menghasilkan estimasi arus lalu lintas dan waktu perjalanan di
setiap ruas jalan. Hasil inilah yang digunakan sebagai dasar analisis dalam
mengevaluasi dampak setiap alternatif trase jalan terhadap kinerja jaringan jalan
secara keseluruhan di wilayah studi.

124
E.2.1.6.4 METODA PENGEMBANGAN DAN PEMILIHAN ALTERNATIF TRASE
(UNTUK STUDI KELAYAKAN JALAN)

Kegiatan pengembangan dan pemilihan alternatif trase ini merupakan upaya untuk
menjalankan lingkup pekerjaan yang ditetapkan dalam KAK yakni pemilihan
alternative dan rekomendasi.

Dari hasil pengumpulan data dan kajian literature dapat dikembangkan beberapa
alternatif trase yang memungkinkan bagi ruas jalan lingkar Pakupatan-Lopang.
Pengembangan alternatif trase ini dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal
berikut:
1. Pemenuhan terhadap sasaran/kriteria fungsi dan kelas jalan akses pelabuhan
yang akan dibangun, ini terkait dengan pemenuhan persyaratan teknis jalan
diantaranya: kecepatan rencana, pembebanan jembatan, tingkat pelayanan
(kapasitas yang diinginkan), dlsb;
2. Pemenuhan terhadap ketentuan dalam penataan ruang, khususnya
menghindari daerah konservasi, dampak lingkungan serta potensi dampak
sosial termasuk pengadaan lahan;
3. Pemenuhan terhadap pertimbangan kondisi fisik lapangan khususnya aspek
topografi dan geologi terkait dengan geometrik dan juga daya dukung tanah;
4. Pertimbangan lainnya yang diperlukan, khususnya yang spesifik bagi kegiatan
pembangunan jalan yang direncanakan maupun spesifik lokasi setempat.

Alternatif tersebut untuk kemudian dinilai kelayakannya secara umum dengan


berbagai kriteria yang diantaranya sebagai berikut:
a. Jarak/panjang trase: trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang sebaiknya sependek
mungkin agar efisien dalam hal waktu perjalanan dan biaya konstruksi,
b. Kondisi daya dukung tanah dan geologi: diusahakan bahwa trase jalan lingkar
Pakupatan-Lopang melewati lokasi dengan daya dukung tanah yang relatif
tinggi, menghindari daerah patahan secara geologis, menghindari daerah rawan
longsor, sehingga stabilitas konstruksi jalan dapat diperoleh dengan biaya
seminimal mungkin,
c. Kondisi topografi: diusahakan trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang melalui
daerah yang relatif datar sehingga memudahkan dalam memenuhi syarat
geometrik jalan dan volume galian timbunan dapat diminimalisir. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan adalah:
• Peta topografi diperlukan dalam penentuan rute dan prakiraan biaya proyek,
yang berkaitan dengan kondisi eksisting, kemungkinan pengadaan tanah,
realokasi penduduk, kondisi topografi (datar, berbukit atau pegunungan),
jenis bangunan pelengkap, jembatan dan lain-lain.
• Rancangan dari alternatif jalan digambar pada peta topografi dengan skala
paling kecil sebesar 1 : 5000 untuk jalan antar kota, dan skala 1 : 1000 untuk
jalan perkotaan. Peta ini dibuat khusus untuk keperluan studi dan berisi
segala informasi yang diperlukan seperti garis tinggi, jalan air, penggunaan
lahan/tanah dan patokpatok pengukuran.
• Peta topografi untuk pekerjaan jalan antar kota berupa suatu peta jalur yang
mencakup suatu daerah minimum selebar 100 meter; bila ada pekerjaan
pendukung khusus, maka peta jalur ini harus diperluas seperlunya.

125
• Untuk daerah perkotaan, lebar jalur cakupan peta ini dapat dikurangi sampai
seluruh ruang pengawasan jalan saja. Khusus pada daerah persimpangan,
peta harus mencakup kaki persimpangan.
• Peta lokasi untuk trase jalan bisa dilihat dari atas menggunakan alat drone
hal ini berfungsi dalam melihat keadaan disekitar trase rencana jalan
d. Hambatan alam: diusahakan trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang
tidak/seminimal mungkin memotong daerah aliran sungai, lembah, gunung,
sehingga kebutuhan jembatan/gorong-gorong dan terowongan dapat
diminimalkan,
e. Potensi demand dan ekonomi: diusahakan trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang
melalui sejumlah kantong demand dan daerah yang potensial untuk
dikembangkan secara ekonomi sehingga dapat dimaksimalkan utilisasi dan
manfaat ekonominya,
f. Dampak sosial: diusahakan trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang tidak melalui
daerah perumahan padat, daerah produktif dlsb sehingga dampak sosial
sebelum, selama, dan sesudah konstruksi dapat dihindarkan,
g. Pertimbangan lingkungan: diusahakan trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang
tidak melintasi daerah konservasi/resapan air, dan sesedikit mungkin
mengganggu built and nature yang ada,

Dengan jumlah pertimbangan atau kriteria yang kompleks seperti di atas, maka
pengambilan keputusan pemilihan trase jalan akses pelabuhan ini harus dilakukan
dengan pendekatan multi-objectives dari sisi ekonomi, sosial, lingkungan, juga sisi
teknis. Selain itu, karena publik dilibatkan dalam perencanaan partisipatif maka
perspektif stakeholders harus dilibatkan dalam pengusulan alternatif trase maupun
dalam penilaian kinerja/pilihan terhadap trase.

Salah satu pendekatan analisis yang dapat digunakan dalam mengelaborasi


kompleksitas pengambilan keputusan ini adalah dengan Analisis Multi Kriteria (AMK).
Aplikasi pendekatan AMK dalam studi kelayakan ini disampaikan pada Gambar E.50.

Studi Terdahulu dan Dokumen Participatory Planning (1):


- Penataan ruang dalam RTRW/RDTRK Wawancara Stakeholders
- Hasil studi pra-kelayakan - Kriteria pemilihan trase
- Peraturan perundangan dan NSPM terkait - Preferensi/usulan trase
- Data sekunder fisik, sosek, transportasi stakeholders

Alternatif Trase
Jalan Lingkar Pakupatan-Lopang
Bobot antar Kriteria

Analisis Data Alternatif Trase


- Jarak/panjang & topografi Performance Matrix Alternatif
- Kondisi/daya dukung tanah & geologi, volume - Scoring alternatif trase
pekerjaan tanah - Kinerja kumulatif alternatif trase
- Hambatan alam (sungai, bukit, patahan, dll)
- Lokasi pusat kegiatan & konservasi/
Kemudahan pelaksanaan
- Potensi demand & aksesibilitas Preferensi Alternatif Trase
- Kondisi lingkungan air, tanah, udara - Trase terpilih
- Prasyarat trase terpilih
Gambar E.50 Pendekatan AMK dalam Pemilihan Trase

126
Proses pemilihan trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang dilakukan dengan pendekatan
AMK dilakukan dengan membentuk matriks perbandingan kinerja (performance
matrix) diantara sejumlah alternatif trase. Sebagai ilustrasi pada Tabel E.49
disampaikan contoh performance matrix dari beberapa alternatif trase jalan (trase A,
trase B, trase C, dst). Terdapat 7 kriteria yang diusulkan untuk digunakan. An, Bn, dan
Cn menunjukkan kinerja alternatif terhadap kriteria ke-n.

Tabel E.49 Matriks Perbandingan Kinerja (Performance Matrix)


Alternatif Trase Jalan Pakupatan-Lopang
Kriteria Alternatif Trase Perbandingan
Alt. A Alt. B Alt. C preferensi trase
1. Jarak/panjang rute A1 B1 C1
2. Kondisi daya dukung A2 B2 C2
tanah dan geologi
3. Kondisi topografi A3 B3 C3
4. Hambatan alam A4 B4 C4
5. Potensi demand dan A5 B5 C5
ekonomi
6. Dampak sosial A6 B6 C6
7. Dampak lingkungan A7 B7 C7

..... Dlsb An Bn Cn

Preferensi terhadap trase ditujukkan oleh kinerja kumulatif setiap alternatif terhadap
kriteria pemilihan. Trase dengan kinerja tertinggi, secara teoretis memperoleh
preferensi untuk dipilih lebih tinggi dibandingkan dengan alternatif lainnya. Namun
pemilihan trase hasil AMK ini tidak mutlak diikuti jika terdapat beberapa kriteria dasar
sebagai penentu yang harus diikuti.

Dari AMK dapat pula dilihat potensi permasalahan dari masing-masing alternatif trase
untuk ditindaklanjuti dengan analisis transportasi, analisis dampak lingkungan, analisis
teknis/preleminary design, serta analisis sosial ekonomi. Hal ini penting dilakukan
sebagai langkah antisipasi terhadap permasalahan yang mungkin akan timbul.

E.2.1.6.5 METODA PELAKSANAAN ANALISIS/SIMULASI DAMPAK PROYEK

Pelaksanaan analisis/simulasi dampak proyek ini dilakukan untuk memenuhi lingkup


kegiatan. Adapun metoda simulasi yang digunakan disampaikan pada Gambar E.51.

Pelaksanaan analisis/simulasi dampak proyek ini dilakukan untuk mengestimasi


dampak lalulintas, ekonomi/finansial, dan lingkungan dari jalan lingkar Pakupatan-
Lopang yang direncanakan. Untuk itu diperlukan perbandingan kinerja jaringan jalan
antara:
- Kondisi Do-Nothing: tanpa adanya jalan lingkar Pakupatan-Lopang;
- Kondisi Do-Something: dengan adanya jalan lingkar Pakupatan-Lopang,

127
Kondisi Do-Nothing Kondisi Do-Something

Equilibrium Assigment Prediksi permintaan perjalanan


(SATURN)

Manfaat/dampak lalulintas, ekonomi, finansial, lingkungan, sosial

Design Criteria,
Input AMDAL

Gambar E.51 Mekanisme Simulasi Jaringan

Perbandingan kinerja ini akan menghasilkan indikator manfaat/dampak dari adanya


proyek diantaranya:
- Manfaat lalulintas: Perbaikan kinerja jaringan jalan dari indikator VCR
(Volume Capacity Ratio) dan kecepatan perjalanan.
- Manfaat Ekonomi: berupa penghematan biaya operasi kendaraan (BOK),
pengurangan kebutuhan biaya penanganan jalan).
- Dampak Lingkungan: pengurangan polusi udara (emisi, kebisingan serta
analisis lanjutan terhadap).
- Dampak Sosial: berupa peningkatan aksesibilitas wilayah serta dampak dalam
hal perubahan struktur sosial akibat trase jalan).

Simulasi kinerja jaringan jalan dalam kondisi do-something vs kondisi do-nothing ini
dilakukan dengan alat bantu software SATURN (ITS-Leeds, UK). Selain manfaat dari
hasil simulasi ini dapat ditentukan juga design criteria (LHR, kecepatan rencana, dlsb)
dan input AMDAL berupa besaran dampak lingkungan dari sisi transportasi.

E.2.1.6.6 METODA PELAKSANAAN PRA-DESAIN JALAN

Pelaksanaan pra-desain jalan ini merupakan upaya untuk menjalankan amanat lingkup
kegiatan dalam KAK.

Setelah trase ditentukan dan design criteria ditentukan maka proses preleminary design
untuk trase ini dapat dilakukan dengan tahapan kerja seperti dijelaskan pada
Gambar E.52 berikut ini.

Beberapa pertimbangan utama dalam preleminary design jalan lingkar Pakupatan-


Lopang ini diantaranya adalah:
- Kondisi fisik koridor (topografi, hambatan, dan daya dukung tanah)
- Prediksi Lalulintas (LHR) dan kecepatan rencana.

128
- Peraturan desain jalan (geometrik/alinyemen, struktur perkerasan jalan,
jembatan, dan bangunan pelengkap).
- Batasan penggunaan ruang (daerah konservasi, padat penduduk, pusat
kegiatan, dlsb).

Dari hasil preleminary design ini akan diperoleh: desain tipikal, gambaran umum trase,
estimasi kasar volume dan biaya pekerjaan.

Data kondisi trase terpilih: Design Criteria: Peraturan Perencanaan Jalan:


Topografi, geologi. Lalulintas rencana
Peraturan
(LHR)
perencanaan geometrik, perkerasan, jembatan, dan bangunan pelengkap
Hambatan alam Kecepatan Rencana
Daya dukung tanah Komposisi Kendaraan
Land use dan konservasi

Pra-Desain Jalan
Lingkar Pakupatan-Lopang

Alinyemen jalan (vertikal horizontal)


Typical design (perkerasan, jembatan, bangunan pelengkap)

Gambar Pra-Desain Estimasi Kasar Biaya

Gambar E.53 Proses Pra-design Jalan

A. Kriteria Disain
Untuk merencanakan geometrik, perkerasan, dan jembatan tersebut diperlukan
beberapa data kriteria desain sebagai berikut:
a. Volume Lalu Lintas Rencana: yakni kondisi lalu lintas merupakan beban yang
harus dilayani oleh jalan. Data ini mempengaruhi pula penentuan elemen-
elemen geometrik dan perkerasan jalan. Untuk perancangan geometrik
parameter beban yang digunakan adalah volume jam perencanaan (design
hourly volume) yang merupakan persentase lalu lintas harian rata-rata (LHR,
VJP). Dan untuk perancangan tebal perkerasan parameter yang digunakan
adalah beban sumbu ekivalen kumulatif (LER).
Karakteristik dari volume jam sibuk pada hari sibuk diwakili dengan suatu
faktor k. Nilai kini tergantung pada karakteristik fluktuasi dalam waktu dari
arus lalulintas di wilayah studi, dan besarnya resiko yang diambil untuk
terlampauinya prakiraan nilai rencana ditahun rencana. Nilai k diperoleh dari
analisis data volume lalulintas per jam. Untuk pedoman umum besarnya
faktor k dapat dilihat pada pedoman yang berlaku. Volume jam perencanaan
(VJP) untuk volume lalulintas dua arah diperoleh dari hubungan empiris
sebagai berikut :
VJP = k x LHR
VJP = volume jam perencanaan ;
k = faktor volume lalulintas jam sibuk (% terhadap LHRT) ;

129
LHR= lalulintas harian rata-rata pada tahun rencana.
Lalulintas dalam arah sibuk pada jam sibuk turut menentukan geometri dari
penampang jalan. Distribusi dalam jurusan sibuk dinyatakan dengan faktor SP
yang diperoleh dari analisis data volume lalulintas. Untuk nilai patokan faktor
SP dapat dilihat pada pedoman yang berlaku.
VJP dalam arah sibuk = VJPxSP
dengan pengertian :
VJP = volume jam perencanaan ;
SP = distribusi dalam jurusan sibuk (directional split), %.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
o Pelaksanaan survai pencacahan lalulintas menurut jenis kendaraan, untuk
memperoleh data lalulintas masa sekarang yang akurat, sesuai dengan
pedoman survai yang berlaku;
o memperkirakan lalulintas masa depan untuk akhir periode rencana, yang
berupa LHR dan volume jam perencanaan, dan lakukan melalui salah satu
cara pemodelan;
 Pertumbuhan lalulintas dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kepemilikan kendaraan.
Prakiraan pertumbuhan lalulintas di awal periode rencana merupakan
kombinasi dari pertumbuhan normal dengan satu atau lebih jenis
pertumbuhan lainnya. Setelah suatu periode awal, keseluruhan
lalulintas akan tumbuh dengan suatu nilai pertumbuhan normal yang
baru, yang besarnya dapat saja lebih besar dari pertumbuhan normal
sebelumnya.
 Analisis lalulintas menghasilkan LHR tahunan, baik untuk tahun dasar
maupun untuk tahun-tahun berikutnya selama umur rencana. LHR
tahunan merupakan lalulintas harian rata-rata untuk waktu satu
tahun; nilai ini dapat berbeda jauh dari LHR hari kerja didaerah
perkotaan, atau LHR akhir minggu di jalan antar kota yang melayani
lalulintas pariwisata. LHR pada tahun dasar diperoleh dari pencacahan
lalulintas selama beberapa hari penuh. Pencacahan lalulintas dapat
dilakukan secara manual atau secara semi otomatik dengan
penggunaan detektor kendaraan, atau secara otomatik penuh dengan
alat pencacah elektronik. Kecukupan data survai akan menentukan
akurasi dari LHR tahun dasar yang dicari. Metoda penentuan LHR
diatur dalam pedoman pencacahan lalulintas yang diterbitkan oleh
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor Pd.T-19-
2004-B.
o identifikasi lalulintas normal, dan lalulintas bangkitan yang mungkin
berupa lalulintas teralih, dan/atau moda alih, dan/atau lainnya;
 Lalulintas normal adalah lalulintas yang diharapkan tumbuh secara
normal di wilayah studi yang tidak dipengaruhi dengan adanya proyek.
 Lalulintas teralih merupakan pertambahan lalulintas akibat beralihnya
lalulintas dari rute lain yang paralel. Asal dan tujuan dari perjalanan
tidak berubah. Alihan ini terjadi karena alasan ekonomis, dimana para
pelaku perjalanan akan memperoleh manfaat dari berkurangnya biaya
perjalanan akibat memanfaatkan proyek.

130
 Lalulintas moda alih merupakan lalulintas tambahan yang terjadi
akibat beralihnya perjalanan dari moda lain ke moda jalan. Asal dan
tujuan dari perjalanan tidak berubah, hanya modanya saja yang
berubah. Alihan ini terjadi karena alasan ekonomis, dimana para
pelaku perjalanan akan memperoleh manfaat dari mengalihkan moda
perjalanan akibat adanya proyek.
 Lalulintas terbangkit merupakan lalulintas baru yang belum ada
sebelumnya. Bangkitnya perjalanan ini terjadi karena turunnya biaya
perjalanan akibat adanya proyek. Perjalanan yang sebelumnya tidak
layak secara ekonomis menjadi layak untuk dilaksanakan.
 Lalulintas yang merubah tujuan merupakan lalulintas yang merubah
tujuan perjalanan akibat adanya proyek. Maksud dari perjalanan tidak
berubah, hanya tujuan yang berubah karena alasan ekonomis, dimana
pada tujuan yang baru maksud perjalanannya terpenuhi secara lebih
ekonomis. Perjalanan untuk berbelanja, berpariwisata, ataupun
memperoleh bahan baku merupakan contoh perjalanan yang dapat
berubah tujuannya.
 Lalulintas yang terpendam merupakan lalulintas yang sebelumnya
tidak dapat terjadi karena pelaku perjalanan kekurangan waktu. Akibat
adanya proyek, maka waktu perjalanan berkurang, dan sisa waktunya
dipergunakan untuk perjalanan baru.
o tentukan dimensi penampang jalan yang menghasilkan tingkat kinerja
sesuai dengan yang diformulasikan pada ketentuan perencanaan jalan.
b. Kecepatan Rencana (Design speed) adalah kecepatan yang ditentukan untuk
perencanaan dan korelasi dari bentuk fisik jalan yang mempengaruhi operasi
dari kendaraan. Design speed adalah kecepatan maksimum yang masih aman
dilakukan sepanjang jalan tertentu bila kondisi adalah baik. Bentuk-bentuk
seperti tikungan, superelevasi dan jarak pandangan berhubungan erat dengan
design speed. Bentuk yang lain seperti lebar dari perkerasan dan bahu jalan,
daerah bebas ke dinding dan rel tak langsung mempunyai hubungan dengan
design speed, tetapi mereka mempengaruhi kecepatan kendaraan.
c. Kapasitas Jalan dan Jumlah Lajur: Untuk melayani lalu lintas yang
diperkirakan akan menggunakan jalan rencana, maka jalan tersebut harus
didesain sedemikian rupa hingga memiliki kapasitas yang mencukupi.
Kapasitas jalan adalah volume maksimum kendaraan dimana lalu lintas masih
lewat sepanjang jalan tersebut pada keadaan tertentu.

B. Perencanaan Geometrik Jalan


Perencanaan geometrik jalan meliputi: perencanaan alinyemen horisontal dan vertikal,
perhitungan pelebaran pada tikungan, dan perencanaan penampang melintang.
Standar perencanaan geometrik yang digunakan mengacu kepada Tatacara
Perencanaan Geometrik Jalan antar Kota, No. 038/T/BM/1997, Departemen Pekerjaan
Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, September 1997 serta jika untuk jalan tol
menggunakan Standar Geometrik Jalan Bebas Hambatan Untuk Jalan Tol
(007/BM/2009). Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
• Nilai rancangan dari elemen-elemen geometri jalan ditentukan oleh suatu
kecepatan rencana. Kecepatan rencana ini ditentukan berdasarkan peran dari jalan
yang sedangditinjau, dan kelas jalan yang dipilih.
• Untuk memudahkan perancangan geometri dari jalan dikenal beberapa kelas jalan.
Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang

131
prasarana dan lalulintas jalan pasal 11 dan pasal 80. Adanya kelas jalan ini
mengurangi jumlah alternatif geometri jalan yang dapat dipertimbangkan.
• Penampang jalan tergantung pada volume lalulintas yang diperkirakan akan
melewatinya, dan tingkat kinerja yang ingin dicapai dalam operasi. Untuk prakiraan
darikinerja lalulintas selama operasi, harus mengacu pada metoda yang diberikan
dalam pedoman yang berlaku.
• Bila menurut prakiraan akan terdapat banyak kendaraan lambat dan/atau
kendaraan tidak bermotor dalam koridor yang ditinjau, maka dapat
dipertimbangkan untukmenambah lebar jalan, ataupun menyediakan jalur khusus
untuk kendaraan tidak bermotor/jalur lambat.
• Jenis persimpangan jalan dan metoda pengendaliannya ditetapkan sesuai dengan
hirarki jalan dan volume lalulintas rencana yang melewatinya. Jenis pengendalian
persimpangan dapat berupa pengendalian tanpa rambu, dengan rambu hak utama,
dengan alat pemberi isyarat lalulintas (APILL), dengan jalan layang (flyover) dan
underpass, atau dengan persimpangan tak sebidang lainnya. Perhitungan tentang
persimpangan didasarkan pada pedoman perencanaan persimpangan sebidang
maupun tak sebidang dan pedoman lain yang berlaku.
• Elevasi rencana jalan juga dipengaruhi oleh tinggi rencana banjir sepanjang rute
yang ditinjau.
• Seluruh jalan dan jaringannya harus dilengkapi dengan marka dan rambu yang
baku seperti telah diatur dalam pedoman yang berlaku.

C. Perencanaan Perkerasan Jalan


Perencanaan tebal perkerasan jalan dilakukan berdasarkan Perencanaan Perkerasan
Jalan Beton Semen (Pd T-14-2003) dan Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan
Lentur (Pt T-01-2002-B).

Elemen perencanaan perkerasan jalan adalah sebagai berikut:


- Volume Lalu Lintas: Perhitungan LHR untuk jalan yang direncanakan, mengacu
kepada jalan disekitar daerah yang akan direncanakan.
- lndeks Permukaan: Indeks permukaan menggambarkan kondisi permukaan
jalan, yang tergantung kepada jenis material perkerasan dan waktu. Umumnya,
untuk perencanaan lndeks Permukaan Awal (IPo) untuk lapis jenis aspal beton
ditetapkan > 4.0 dan lndeks Permukaan Akhir (IPt), yaitu IP pada akhir umur
rencana perkerasan ditetapkan 2,50. Sehingga nilai ITP dapat dihitung dengan
menggunakan Nomogram dari Manual Perkerasan Lentur.
- Daya Dukung Tanah: Yaitu dalam besaran CBR, yang nilainya diambil dari yang
mewakili suatu segmen tertentu yaitu nilai CBR 90 percentile.
- Koefisien Kekuatan Relatif: Jenis dan kualitas material yang digunakan untuk
masing-masing lapis perkerasan, akan menentukan nilai 'koefisien kekuatan'
relatif masing-masing. Kemudian nilai ITP ini diuraikan menjadi tebal untuk
masing- masing lapis perkerasan, menggunakan nilai koefisien kekuatan
relatifnya masing-masing, dan memperhitungkan tebal minimumnya.
Beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan antara lain:
• Perkerasan jalan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalulintas ke
tanah dasar secara ekonomis.
• Jenis konstruksi jalan meliputi perkerasan lentur dan pekerasan kaku. Penentuan
jenis konstruksi disesuaikan dengan kondisi eksisting dan memperhatikan aspek

132
ekonomis, dan merupakan konstruksi terbaik yang mungkin dilaksanakan, dan
tidak perlu merupakan konstruksi terbaik secara teknis.
• Perancangan kekuatan konstruksi perkerasan jalan terutama dipengaruhi oleh
beban lalulintas yang melewatinya selama umur rencana, daya dukung tanah dasar,
serta kondisi lingkungan di sekitarnya.
• Untuk jenis perkerasan lentur, beban lalulintas pada lajur yang dibebani paling
besar menentukan kekuatan konstruksi dari keseluruhan konstruksi perkerasan.
Berat gandar yang bervariasi dari lalulintas dikonversikan ke suatu beban gandar
standar sebesar 8,16 ton/equivalent standard axle load (ESAL). Dengan demikian
umur konstruksi perkerasan sebenarnya adalah dalam kemampuan melewatkan
sejumlah total (jutaan) ESAL selama umur rencana. Untuk perhitungan perkerasan
lentur menggunakan metoda analisis komponen, yang mengacu pada pedoman
perencanaan tebal perkerasan lentur Nomor Pt.T-01-2002-B. Pembangunan
bertahap dari konstruksi perkerasan dapat merupakan alternatif yang ekonomis.
Suatu pembangunan bertahap akan menyebabkan elevasi permukaan jalan
meninggi dan hal ini perlu diantisipasi sehubungan dengan keterkaitannya dengan
prasarana sekelilingnya dan berubahnya ruang bebas di atas permukaan jalan.

D. Desain Drainase Jalan


Pelaksanaan desain drainase jalan mengikuti Pedoman Perencanaan Drainase Jalan
(Pd.T-02-2006-B). Pada prinsipnya, dalam mendesain drainase diperlukan prakiraan
intensitas curah hujan maksimum yang mungkin terjadi pada periode tertentu
(berulang). Dengan ditentukannya periode hujan maksimum dan diketahuinya besar
curah hujannya, maka dapat diketahui debit air maksimum yang dapat terjadi sehingga
selanjutnya dapat ditentukan dimensi saluran sesuai dengan bentuk serta material
saluran terpilih.

E. Perencanaan Struktur Jembatan


Pada dasarnya perencanaan jembatan dalam pekerjaan ini diharapkan dapat dilakukan
secara tipikal, jika terdapat jembatan panjang, maka proses pra-desainnya akan
dibicarakan lebih lanjut, di mana dalam kegiatan ini hanya akan dibatasi dalam
memperkirakan bentang dan struktur jembatan secara umum (detailnya akan
dilakukan dalam DED). Rujukan yang dipakai untuk perencanaan struktur jembatan
baik bangunan atas dan bawah dalam pekerjaan ini adalah:
- Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya (SK.SNI
T-14 1990-0.3).
- Bridge Design Code, Volume 1 and Volume 2, Bridge Management System 1992,
Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum.
- Bridge Design Manual, Volume 1 and Volume 2, Bridge Management System
1992, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum
- Design Manual for Roads and Bridges Vol. 1 Section 3, BD 49/93, “Design Rules
for Aerodynamic Effects on Bridges”, 1993
- Standar Perencanaan Beban Gempa untuk Jembatan, Pd.T. 04-2004-B
- Peraturan Struktur Beton untuk Jembatan, RSNI T-12-2004.15
- Pembebanan untuk Jembatan RSNI T-02-2005.
- Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan, RSNI T-03-2005.16

133
E.2.1.6.7 METODA PELAKSANAAN ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI DAN
FINANSIAL

Pelaksanaan analisis kelayakan ekonomi dan finansial ini merupakan upaya untuk
melaksanaan lingkup kegiatan sebagaimana diamanahkan dalam KAK Butir 11 point 8.

Dalam investasi infrastruktur transportasi terdapat 2 pendekatan yang dapat


digunakan, yakni pendekatan finansial (untuk investasi jika swasta dilibatkan) dan
pendekatan ekonomi (untuk investasi pemerintah). Kedua pendekatan analisis
kelayakan ini akan digunakan dalam studi kelayakan dengan asumsi akan ditelusuri
kemungkinan keterlibatan swasta dalam investasi jalan lingkar Pakupatan-Lopang.

Tabel E.50 Perbandingan Pendekatan Ekonomi dan Finansial


No. Aspek Kajian Ekonomi Kajian Finansial
a. Sudut Pandang Masyarakat luas Private atau lembaga tertentu
efisiensi modal yang sudah ditanam
b. Tujuan Efisiensi ekonomi
(investasi)
c. Kriteria NPV, BCR, EIRR NPV, FIRR, BEP
Proyek untuk masyarakat, Proyek swasta untuk kepentingan
d. Aplikasi
dilakukan oleh Pemerintah swasta (profit oriented)
Komponen Biaya langsung dan tidak
e. langsung kepada proyek (return)
dan Manfaat langsung
- mekanisme pasar
- shadow prices
- pajak
f. Penetapan Harga - transfer prices
- subsidi
- tingkat bunga
- tingkat bunga (dalam/luar negeri)

Proses analisis kelayakan yang digunakan dalam studi ini mengikuti bagan alir yang
disampaikan pada Gambar E.54.

Indikator ekonomi baku yang biasa digunakan dalam evaluasi ekonomi antara lain
adalah: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (BCR),
dan Break Event Point (BEP). Secara umum semua indikator tersebut akan memberikan
suatu besaran yang membandingkan nilai manfaat dan biaya dari alternatif
pengembangan jalan akses pelabuhan peti kemas yang diusulkan, namun secara
spesifik setiap indikator tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada
umumnya semua indikator tersebut perlu diperiksa untuk menggambarkan secara
lebih jelas kejadian-kejadian ekonomi selama masa perencanaan.

134
Estimasi Biaya Estimasi Revenue-Manfaat

Pra-desain trase dan konstruksi jalan lingkar Pakupatan-Lopang Model Transportasi Jalan
Wilayah kajian

Estimasi Biaya:
- Konstruksi Dampak Jaringan Jalan Lalulintas jalan akses pelabuhan
-O&M

Financial cost Economic cost transport cost saving Revenue


(market price) (shadow price) (toll, etc)

Economic feasibility indicators

Financial feasibility
indicators

Gambar E.54 Proses Analisis Kelayakan Investasi Jalan lingkar Pakupatan-Lopang

a. Net Present Value (NPV)


Pendekatan NPV ini mencoba menilai kinerja ekonomi dari pengembangan jalan
lingkar Pakupatan-Lopang yang diusulkan dengan memperhitungkan besaranya selisih
nilai manfaat/pendapatan dan nilai biaya dari setiap alternatif, sepanjang masa
perencanaan. Selisih nilai tersebut kemudian diestimasi nilai sekarangnya (tahun dasar
proyek) dengan menurunkan nilainya akibat adanya tingkat bunga (discount rate) yang
diperkirakan akan terjadi sepanjang waktu perencanaan. Indikator NPV ini mampu
menyediakan informasi besarnya selisih (manfaat-biaya) di setiap tahun tinjauan serta
besaran nilai uangnya pada saat sekarang.
Formulasi umum dari pendekatan NPV adalah sbb:

n
B t −Ct
NPV =∑
t =1 ( 1+i )t
dimana Bt adalah manfaat/pendapatan kotor dari proyek pada tahun t, C t adalah biaya
kotor dari proyek pada tahun t, n adalah umur ekonomis proyek, dan i adalah discount
rate. Atau :

dengan pengertian :

NPV = nilai sekarang bersih ;

135
bi = manfaat pada tahun i ;
ci = biaya pada tahun i ;
r = suku bunga diskonto (discount rate);
n = umur ekonomi proyek, dimulai dari tahap perencanaan sampai akhir umur rencana
jalan.

Dalam hal ini selisih nilai manfaat dengan nilai biaya harus “positif” dalam artian
bahwa jumlah manfaat yang diperoleh lebih besar daripada biayanya. Dengan kata lain,
bila nilai NPV > 0 maka jalan akses pelabuhan tersebut layak secara ekonomis/finansial
untuk dikerjakan.

b. Internal Rate Of Return (IRR)


IRR adalah suatu nilai dari tingkat bunga (discount rate) pada saat nilai sekarang
(present value) dari manfaat/pendapatan investasi jalan lingkar Pakupatan-Lopang
sama dengan nilai sekarang (present value) dari biaya investasi, atau besarnya tingkat
bunga pada saat di mana nilai NPV = 0. Nilai ini tidak menunjukkan berapa besar
tingkat keuntungan dari investasi tersebut, tetapi jika nilai IRR >discount rate aktual
yang diperkirakan akan terjadi sepanjang masa perencanaan, maka alternatif tersebut
layak untuk dilaksanakan.

Indikator IRR ini sangat penting utamanya jika fluktuasi tingkat bunga, tingkat harga,
dan faktor ekonomi/non-ekonomi lainnya cukup signifikan mempengaruhi operasi
sistem transportasi di wilayah studi.

c. Benefit Cost Ratio (BCR)


BCR adalah perbandingan total biaya terhadap total manfaat di setiap tahun tinjauan,
yang dilakukan dengan mengkonversikan nilai tersebut ke tahun dasar dengan
mempertimbangkan besarnya tingkat bunga (discount rate) yang diprediksi akan
terjadi. Sesuai dengan definisinya BCR ini berupa indikator tanpa satuan yang
menyatakan proporsi atau signifikansi manfaat terhadap biaya pada skema investasi
jalan lingkar Pakupatan-Lopang.

Secara matematis bentuk fungsional dari indikator BCR ini adalah sbb:

BCR = (nilai sekarang total manfaat)/(nilai sekarang total biaya)

Jika investasi jalan lingkar Pakupatan-Lopang menunjukkan nilai BCR > 1, maka
investasi tersebut secara ekonomis/finansial layak untuk dilaksanakan.

d. Break Event Point (BEP)


Konsep pendekatan BEP ini didasarkan kepada keinginan untuk mengetahui titik (jam,
hari, minggu, bulan, tahun) di mana biaya investasi jalan lingkar Pakupatan-Lopang
mencapai titik impas dengan jumlah manfaat/pendapatan yang dihasilkan.

Formulasi baku dari indikator BEP ini adalah sbb:

BEP ---> ( manfaat – biaya) = 0

Penghitungan indikator BEP ini cukup penting untuk memperkirakan apakah waktu
tinjauan yang ditetapkan, sesuai untuk skema investasi yang diusulkan.

136
E.2.1.6.8 METODA PELAKSANAAN ANALISIS AWAL DAMPAK SOSIAL DAN
LINGKUNGAN

Secara umum proses analisis dampak sosial dan lingkungan ini dilakukan dengan
tahapan sebagaimana disampaikan pada Gambar E.55.

A. Rona Lingkungan Hidup


Rona lingkungan hidup yang akan terpengaruh oleh kegiatan proyek jalan lingkar
Pakupatan-Lopang ini terdiri dari:
I. Aspek Geofisik-Kimia, yang terdiri dari:
- Komponen iklim
- Komponen kualitas udara
- Komponen kebisingan dan getaran
- Komponen fisiografi dan tanah
- Komponen hidrologi
- Komponen kualitas air
- Komponen ruang dan lahan
II. Aspek Biologi, yang terdiri dari:
- Komponen hayati aquatik (biota perairan)
- Komponen hayati teresterial (flora dan fauna)
II. Aspek Sosial Ekonomi Budaya (Sosekbud), Kesehatan Masyarakat dan Hukum,
yang terdiri dari
- Komponen sosekbud
- Komponen kesehatan masyarakat.
- Komponen hukum.
-
B. Identifikasi Dampak Rencana Kegiatan
Rencana kegiatan jalan akses pelabuhan ini akan meliputi kegiatan pra-konstruksi,
konstruksi, dan pascar konstruksi yang semuanya memiliki potensi untuk
menghasilkan dampak terhadap lingkungan hidup.
Dampak pada Tahap Pra-Konstruksi diantaranya adalah:
a. Dari aspek geofisik-kimia, diantaranya adalah kerusakan tanah akibat survey
pengukuran dan penelitian tanah, gangguan aliran air, dan kondisi udara,
kebisingan dan getaran akibat alat penelitian tanah,
b. Dari aspek Biologi, diantaranya gangguan terhadap flora dan fauna akibat
survey
c. Dari aspek sosek, sosbud, kesmas, dan hukum diantaranya adalah: keresahan
pembebasan lahan, konflik sosial dan hukum
Dampak pada Tahap Konstruksi diantaranya adalah:
a. Dari aspek geofisik-kimia, diantaranya adalah:

137
- kerusakan tanah (akibat penyiapan tanah dasar, cut and fill,
pengangkutan material, pelaksanaan perkerasan, dan struktur),
- gangguan hidrologi dan kualitas air (kualitas air, permeabilitas tanah,
sistem drainase dan fasilitas air bersih,
- perubahan udara, getaran dan kebisingan akibat alat berat
- Peningkatan lalulintas yang menyebabkan rawan kecelakaan
b. Dari aspek Biologi, diantaranya gangguan terhadap flora dan fauna akibat alih
fungsi lahan dan pembangunan jalan, misalnya: gangguan bagi nekton,
plankton, dan bentos akibat pelaksanaan pembangunan,
c. Dari aspek sosek, sosbud, kesmas, dan hukum diantaranya adalah: persepsi
terhadap penyerapan tenaga kerja, gangguan keamanan dan keterlibatan
masyarakat, konflik sosial dan kesehatan masyarakat
Dampak pada Tahap Pasca Konstruksi disebabkan oleh pengoperasian jalan lingkar
Pakupatan-Lopang ini, diantaranya adalah:
a. Dari aspek geofisik-kimia terdiri dari kebisingan, emisi kendaraan, getaran,
perubahan guna lahan, masahan kemacetan,
b. Dari aspek biologi berupa gangguan terhadap flora dan fauna akibat kegiatan
operasi jalan,
c. Dari aspek sosek, sosbud, kesmas, dan hukum diantaranya adalah
permasalahan pengembangan bidang kerja, keterpaduan rencana (RTRW),
tramtib masyarakat.

Acuan Normatif
UU, PP, Keppres, Kepmen,
Pedoman terkait

Rona Lingkungan Hidup yang Terpengaruh


- Aspek Geofisika-Kimia
- Aspek Biologi
- Aspek Sosek, Sosbud, kesmas, hukum

Identifikasi Awal Dampak Rencana Proyek


Dampak besar dan penting pada:
- Tahap pra konstruksi,
- Tahap konstruksi
- Tahap Pasca konstruksi

Analisis Dampak
- Analisis Kualitatif
- Analisi Kuantitatif

Hasil Analisis
KAK
Pelaksanaan AMDAL

Gambar E.55 Tahapan Pelaksanaan Analisis Awal dampak Sosial dan Lingkungan

138
E.3 PROGRAM KERJA

Pada bagian ini disampaikan rencana kerja yang diusulkan konsultan untuk
melaksanakan seluruh lingkup pekerjaan sesuai dengan tahapan analisis seperti yang
telah disusun di atas. Rencana kerja yang disampaikan pada bab ini dalam bentuk
tahapan pelaksanaan pekerjaan merupakan suatu proses alokasi sumber daya dan
waktu dalam melakukan lingkup pekerjaan secara menyeluruh dari pekerjaan ini.
Dengan tahapan pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan target yang diharapkan
maka akan tersusun rencana kerja yang efektif sehingga proses pelaksanaan pekerjaan
dapat berjalan dengan baik sesuai dengan waktu yang tersedia dalam KAK.

Untuk memudahkan mengatur progress dalam pelaksanaan kegiatan tahapan


pelaksanaan pekerjaan akan disusun ke dalam 4 tahap. Tahapan pelaksanaan
pekerjaan ini disesuaikan dengan kewajiban penyerahan laporan.

E.3.1 TAHAPAN UMUM PELAKSANAAN PEKERJAAN

Secara umum tahapan pelaksanaan pekerjaan ini disusun dalam 4 tahapan. Adapun
penjelasan mengenai tujuan setiap tahapannya adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan dan Penyusunan Metoda Kerja, ditujukan untuk
mempersiapkan pelaksanaan seluruh pekerjaan baik secara substansi
(pengumpulan data awal, kajian pustaka dan peraturan perundangan,
pemantapan metodologi, persiapan survey, penarikan alternative trase jalan
lingkar Pakupatan-Lopang) maupun secara organisasi tim. Hasil tahap ini
disampaikan pada Laporan Pendahuluan dan diserahkan pada bulan ke-1 (satu)
bulan setelah SPMK.
2. Tahap Survey dan Pengolahan Data Serta Analisa , ditujukan untuk mendapatkan
seluruh data yang diperlukan melalui survey instansional primer dan sekunder,
pengumpulan data lapangan, survey wawancara, analisi terkait perkiraan
pertumbuhan pergerakan dan lalu lintas, analisis teknis dan identifikasi
pengkajian alternatif rute. Hasil tahap ini disampaikan pada Laporan Antara dan
Laporan Hasil Survey dan diserahkan pada bulan ke-2 (dua) bulan setelah SPMK.
3. Tahap Preliminary Engineering Design, ditujukan untuk melanjutkan proses
analisis/kajian dan perbaikan dari temuan sebagaimana disampaikan dalam
Laporan Antara. Termasuk proses analisis Preliminary Engineering Design
(perkiraan biaya pelaksanaan proyek pada rute sebagaimana direkomendasikan
dan disepakati pada presentasi Laporan antara), analisis kajian lingkungan serta
analisis kelayakan dari usulan proyek dari aspek teknik, ekonomi dan
lingkungan.

E.3.2 TAHAP PERSIAPAN PERSIAPAN DAN PENYUSUNAN METODA KERJA

Dalam tahap persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan untuk menyiapkan segala
sesuatu untuk tahap pekerjaan selanjutnya. Diantara kegiatan yang termasuk ke dalam
tahap persiapan diantaranya adalah:
1. Persiapan pelaksanaan pekerjaan berupa mobilisasi dan koordinasi tim ahli dan
tim pendukung untuk menetapkan sistem organisasi kerja dan menjelaskan
tentang job-description bagi setiap anggota tim serta tata kerja yang digunakan.

139
2. Melakukan survei pendahuluan untuk mengumpulkan data terkait dengan
karakteristik wilayah kajian, yang mencakup:
a. Keadaan topografi dan geologi: sifat fisik tanah, ciri geologi, dan geoteknik;
b. Karakteristik hidro-oceanografi: kondisi drainsse, kondisi pantaiu dan
laut/gelombang (untuk wilayah pesisir).
c. Sosial dan ekonomi: identifikasi ciri-ciri tata guna tanah, kependudukan
dan tenaga kerja, struktur wilayah administratif, identifikasi sarana dan
prasarana sosial ekonomi, persepsi dan ciri-ciri kondisi ekonomi regional
d. Budaya dan lingkungan: inventarisasi situs sejarah dan peninggalan
budaya dan inventarisasi rona lingkungan awal.
e. Karakteristik transportasi: kondisi jaringan transportasi eksisting.
f. Karakteristik utilitas/prasarana lainnya.
3. Melakukan survey instansional untuk mengumpulkan data awal mengenai data-
data/dokumen-dokumen yang diperlukan yang meliputi:
a. Rencana /laporan: rencana tata ruang di daerah studi, rencana
pengembangan transportasi, rencana pengembangan jaringan jalan, studi-
studi terdahulu.
b. Data Statistik/Publikasi.
 Statistik Indonesia yang terakhir, BPS.
 Indikator ekonomi yang terakhir, BPS.
 Statistik keuangan Pemerintah Daerah edisi terakhir, BPS.
 Penduduk Provinsi, hasil sensus penduduk terakhir, BPS.
 PDRB per Provinsi asal, tiap Kabupaten/Kota.
 Provinsi, Kota, Kabupaten dalam angka edisi terakhir.
 Daftar harga bahan, peralatan, mobil dan ban, edisi terakhir.
 Indonesia energy pricing review, edisi terakhir.
 Data tata guna lahan.
c. Data lainnya, seperti
 Data Citra Satelit lokasi proyek terbaru.
 Peta dasar rup.a bumi lokasi proyek.
 Data lalu lintas.
 Data hidrologi, geologi dan lingkungan.
 Data harga satuan pekerjaan.
 Peta topografi skala 1: 50.000 dari Bakosurtanal (untuk di Pulau
Jawa skala 1: 25.000).
 Peta Geologi skala 1: 100.000
 Lokasi situs sejarah.
 Peta Sumber material.

140
4. Menyusun serta memantapkan metodologi kerja dan rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan, terutama terkait dengan tahapan pelaksanaan pekerjaan dan
framework of analysis;
5. Menyusun rencana, metoda, dan persiapan pelaksanaan survey lapangan dan
survey instansional, termasuk perizinan/korespondensi, formulir, serta SDM
survey;
6. Melakukan kajian pustaka dengan metoda content-analysis (analisis isi) yang
berkaitan dengan:
a. Kajian peraturan perundang-undangan terkait dengan penyelenggaraan
jalan dan LLAJ serta tahapan pelaksanaaan studi kelayakan;
b. Kajian terkait dengan standar dan kriteria teknis desain untuk
perencanaan (geometrik, perkerasan, jembatan, dan bangunan pelengkap)
dan analisis dampak sosial lingkungan.
7. Melakukan tinjauan dokumen perencanaan awal dengan metoda content-analysis
(analisis isi) yang berkaitan dengan pengembangan wilayah dan transportasi di
wilayah kajian.
8. Melakukan kajian penetapan awal berupa:
a. Penetapan alternatif trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang dan
penarikannya di atas peta topografi, tata ruang, dan geologi.
b. Pemilihan awal alternatif trase jalan lingkar Pakupatan-Lopang yang dapat
ditindaklanjuti ke dalam kajian lebih detail.
c. Penetapan wilayah kajian/hinterland dari rencana jalan lingkar Pakupatan-
Lopang yang akan dijadikan sebagai batasan wilayah kajian dari studi
transportasi yang akan dilakukan.

E.3.3 TAHAP SURVEY DAN PENGOLAHAN DATA SERTA ANALISA AWAL

Dalam tahap pengumpulan data ini dilakukan beberapa kegiatan untuk mendapatkan
seluruh data dan informasi yang dibutuhkan serta melakukan kompilasi, verifikasi, dan
interpretasi terhadap data yang diperoleh untuk menyusun analisis awal sebagai bahan
untuk melakukan analisis lanjutan.

Adapun selengkapnya daftar kegiatan tersebut adalah:


1. Melaksanakan survey yang diperlukan untuk mengumpulkan data yang
diperlukan sebagai bahan analisis, yakni:
a. Survey instansional lanjutan dengan mengunjungi instansi terkait di
pusat dan daerah untuk mengumpulkan data-data terkait dengan
peraturan perundangan, dokumen perencanaan, data instansional, data
statistik untuk melengkapi data-data sekunder yang belum berhasil
dikumpulkan pada tahap survey awal.
b. Survey lapangan untuk mengetahui kondisi teknis fisik dan operasional
lalu lintas di wilayah kajian yang mencakup:
 Survei Jaringan Jalan dan Lalu Lintas, sebelum survey, pekerjaan
persiapan harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang

141
memuaskan. Identifikasikan karakteristik daerah studi,
penentuan lokasi dan luas daerah survei lalu lintas serta prosedur
survei yang akan digunakan disesuaikan dengan prosedur standar
Bina Marga dan harus didiskusikan dan disetujui oleh pemberi
pekerjaan sebelum dimulai. Kegiatan survei lalu lintas meliputi:
survey jaringan jalan, survey perhitungan volume lalu lintas di
ruas, survey perhitungan volume lalu lintas di persimpangan,
survey waktu perjalanan.
 Survey kondisi dan struktur tanah untuk mengidentfikasi kondisi
data tanah yang diperoleh untukn dipergunakan sebagai bahan
analisis data, survey yang dilakukan adalah: test pit, pekerja
sondir dan boring.
 Survey topografi untuk mengetahui karakteristik geografi,
topografi di wilayah kajian sebagai masukan dalam proses desain
geometrik jalan.
 Survey lingkungan dan survey hidrologi/drainase untuk
mengetahui karakteristik/ sifat-sifat fisik tanah, ciri-ciri geologi
dan geoteknik serta identifikasi jumlah dan karakteristik sungai,
catcment area dan aliran sungai/drainase.
c. Survey wawancara kepada stakeholders terkait (DJBM, Kemenhub,
Pelindo, Pemda, publik, akademisi, swasta, organisasi) mengenai
persepsi, usulan, penilaian kriteria, serta harapannya terkait dengan
rencana pengembangan jalan dan fly over.
2. Melakukan kompilasi dan strukturisasi data sekunder/instansional, hasil
wawancara, dan hasil survei lapangan yang diperoleh untuk memudahkan
dalam proses analisis;
3. Melakukan analisis awal berupa:
a. Analisa perkiraan pertumbuhan pergerakan dan lalu lintas bertujuan
untuk menentukan rute optimum yang dapat dijadikan sebagai dasar
bahan pertimbangan penentuan rute terpilih. Analisa pertumbuhan lalu
lintas berdasarkan trend pertumbuhan ekonomi dan sosial, kepemilikan
kendaraan, rencana tata ruang, dan perkembangan wilayah dari
wilayah studi yang ditinjau. Dalam menganalisa perkiraan
pertumbuhan pergerakan dan lalu lintas harus memperhatikan sistem
zona dan jaringan menggunakan pemodelan transportasi 4 tahap, dan
dalam pengembangan model jaringan jalan, analisa harus
memperhatikan rencana pengembangan jaringan jalan dan rencana tata
ruang dengan mempertimbangkan skenario tahun operasi.
b. Analisa teknis (topografi, geoteknik, hidrologi, kemudahan
pelaksanaan) dan lingkungan. Dari hasil pengumpulan dan pengolahan
data primer dan sekunder, melakukan analisa teknis sebagai dasar
penyusunan desain awal dan ROW plan.
c. Kajian pemilihan alternatif trase (final) dengan mengaplikasikan
analisis multi kriteria. Berdasarkan data terdahulu, diidentifikasi
beberapa alternatif rute yang dicantumkan pada peta bakosurtanal
dengan memperhatikan aspek ekonomi, teknis, sosial, lingkungan,

142
volume lalu lintas dan perkiraan pergerakan kendaraan, serta rencana
jaringan jalan sehingga dapat terpilih rute optimum.

E.3.4 TAHAP PRELIMINARY ENGINEERING DESIGN

Dalam tahap Preliminary Engineering Design ini dilakukan kegiatan analisis dampak,
pra-desain, dan evaluasi kelayakan untuk menghasilkan keluaran sesuai yang
diharapkan dalam KAK. Adapun detail dari setiap kegiatan dalam tahap analisis ini
adalah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis dampak transportasi, yang mencakup:
a. Simulasi dan analisis dari kondisi with-without project sehingga diperoleh
informasi mengenai:
i. Dampak transportasi berupa perbaikan indikator lalu lintas
(kepadatan lalu lintas, kecepatan, dan keselamatan jalan).
ii. Dampak ekonomi berupa penghematan biaya operasi kendaraan,
nilai waktu, dan biaya pemeliharaan jalan.
iii. Dampak sosial dan lingkungan berupa potensi gangguan terhadap
lingkungan binaan dan lingkungan alam di sekitar proyek.
b. Pra rencana teknik (desain awal dan ROW) disusun untuk rute optimum
(terpilih) meliputi desain awal konstruksi yang mencakup kriteria desain
geometrik dan struktur perkerasan; model operasional dan pemeliharaan;
dan ROW Plan berdasarkan hasil analisa teknik (topografi, geoteknik,
hidrologi, kemudahan pelaksanaan) dan analisa lingkungan. Pra rencana
teknik digunakan sebagai dasar penyusunan Detail Engineering Design
(DED) dan juga sebagai bahan untuk analisa biaya. ROW Plan disusun
sebagai dasar untuk pembebasan tanah. ROW Plan diplot dalam peta citra
satelit. ROW plan dapat diperoleh pada awal kegiatan untuk mempercepat
proses pengadaan tanah. Kegiatan ini diantaranya:
i. Preleminary-design (geometrik, perkerasan, jembatan, dan bangunan
pelengkap).
ii. Perkiraan volume dan biaya proyek.
c. Analisa Biaya (Tanah, Konstruksi, Operasional Pemeliharaan, dll.) dan
Manfaat. Analisa biaya dilakukan meliputi perkiraan pembebasan tanah
sesuai ROW Plan, biaya konstruksi keseluruhan, biaya operasional
pemeliharaan, dan biaya tambahan lainnya. Analisa manfaat dilakukan
untuk menentukan nilai kemanfaatan dari pembangunan
d. Pelaksanaan evaluasi kelayakan proyek, berupa:
i. Analisis kelayakan teknis terkait dengan pemenuhan persyaratan
teknis untuk setiap jenis prasarana yang direncanakan.
ii. Analisis kelayakan operasi transportasi terkait dengan pemenuhan
kriteria/persyaratan operasional fungsi dan kelas jalan serta
keselamatan jalan.
iii. Analisis dampak sosial dan lingkungan terkait dengan jenis dan
waktu dampak serta upaya-upaya penanganannya.

143
iv. Analisis kelayakan ekonomi/finansial terkait dengan potensi
implementasi investasi jika proyek didanai oleh pemerintah atau
oleh swasta.

E.3.5 TAHAP PENYEMPURNAAN

Dalam tahap penyempurnaan ini dilakukan kegiatan untuk memperbaiki hasil akhir
pekerjaan berupa laporan, gambar pra-desain, serta hasil evaluasi kelayakan.
Perbaikan tersebut dilakukan atas masukan dari pemberi kerja maupun atas hasil
diskusi terhadap pihak-pihak terkait,.

Diantara kegiatan tersebut adalah:


1. Penyempurnaan substansial terkait dengan isi dari laporan yang disusun untuk
menghasilkan materi yang sesuai dengan yang diharapkan dalam KAK.
2. Penyempurnaan editorial (teks dan gambar/peta) untuk memperbaiki
penulisan laporan sehingga memudahkan pembaca dalam memahami hasil
kegiatan.
3. Menyusun ringkasan hasil pelaksanaan kegiatan sebagai bahan bacaan bagi
para pengambil keputusan.

E.4 ORGANISASI DAN PERSONIL

Pada bagian ini disampaikan struktur organisasi Tim Konsultan yang akan terlibat
dalam pelaksanaan pekerjaan Studi Pembangunan Jalan lingkar Pakupatan-Lopang.

144
PENGGUNA JASA
Kegiatan Perencanaan Pembangunan Jalan dan Jembatan, Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Pemerintah Daerah
Provinsi Banten

PERUSAHAAN KONSULTAN
Direktur Utama/Kuasa Direktur
……………………….

Tenaga Pendukung
Sekretaris dan
Operator Komputer

TIM TENAGA
TENAGA AHLI
AHLI

TEAM LEADER
……………………………………..

Ahli Jalan Ahli Lingkungan


…………………………
…………………………
Ahli Ekonomi Ahli Geodesi
………………………….. …………………………

Ahli Planologi
………………………….

TENAGA PENDUKUNG
Juru Gambar Juru Ukur/Surveyor
………………………….. …………………………..

Administrasi/Operator Komputer
…………………………..

Gambar E.56 Struktur Organisasi Tim Konsultan

145
F. JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN

Pada bagian ini disampaikan jadwal pelaksanaan pekerjaan di sepanjang waktu yang
dialokasikan dalam KAK selama 3 (tiga) bulan. Jadwal ini menyampaikan alokasi waktu
untuk setiap kegiatan dalam rangka melaksanakan semua lingkup pekerjaan sesuai
dengan kerangka analisis serta tahapan kerja.

F.1 JADWAL PEMASUKAN PELAPORAN

Jadwal pemasukan laporan sesuai dengan KAK berikut dengan substansinya


disampaikan pada Tabel F.1. Jadwal pemasukan laporan ini terhitung semenjak
diterbitkannya setelah penandatanganan kontrak.

Tabel F.1 Jadwal Pemasukan Laporan


No Jenis Laporan Waktu Jumlah Isi/Substansi Laporan
Pelaporan Laporan
1. Laporan 30 hari 6  Pemahaman Konsultan terhadap
Pendahuluan sejak SPMK pelaksanaan studi yang harus dilakukan
(Inception Report)
 Pendekatan dan metolodogi pelaksanaan
dan alat analisis yang akan dipergunakan

 Organisasi Pelaksanaan dan tenaga


pelaksana yang akan ditempatkan dalam
studi ini

 Rencana kerja dan jadual pelaksanaan


studi serta pengumpulan data yang harus
dilakukan

2. Laporan Bulanan 30 hari 3  Laporan kemajuan pelaksanaan pekerjaan


1 sejak SPMK bulan 1

3. Laporan Bulanan 60 hari 3  Laporan kemajuan pelaksanaan pekerjaan


2 sejak SPMK bulan 2

4. Laporan 90 hari 6  Rincian semua data yang diperoleh dari


Antara (Interim sejak SPMK kegiatan pengumpulan data lapangan
Report)/Laporan ataupun dari studi literatur
Teknik
 Hasil analisis awal kelayakan usulan
proyek mencakup analisis lalu lintas,
biaya operasi kendaraan dan perkiraan
biaya pelaksanaan proyek rute-rute
alternatif yang dianggap sesuai

 Kajian lingkungan tentang kemungkinan


pengaruh negatif terhadap lingkungan,
termasuk misalnya diperlukannya suatu
Studi Amdal sesuai ketentuan berlaku

 Preliminary Engineering Design dan


perkiraan biaya pelaksanaan proyek pada
rute sebagaimana direkomendasikan dan
disepakati pada presentasi Laporan

146
No Jenis Laporan Waktu Jumlah Isi/Substansi Laporan
Pelaporan Laporan
antara

5. Laporan Data 75 hari 6  Penyajian hasil dari pengumpulan data


Ukur sejak SPMK
6. Laporan Akhir 90 hari 6  Rangkuman dan perbaikan dari temuan
(Final Report) dan sejak SPMK sebagaimana disampaikan dalam Laporan
Ringkasan Antara
Eksekutif
(Executive  Hasil analisis kajian lingkungan
Summary)
 Hasil analisis kelayakan dari usulan
proyek dari aspek teknik, ekonomi dan
lingkungan

 Hasil penyempurnaan dari laporan Draft


Final dengan memperhatikan berbagai
masukan dan hasil diskusi / pembahasan
dengan pemberi pekerjaan

 Rekomendasi Konsultan sebagaimana


kesimpulan atas temuan serta hasil
analisis yang dilakukan

7. Laporan Bulanan 90 hari 3  Laporan kemajuan pelaksanaan pekerjaan


3 sejak SPMK bulan 3

8. Laporan EE 90 hari 6  Perkiraan biaya untuk pekerjaan


sejak SPMK konstruksi

9. Buku Gambar 90 hari 6  Hasil dari gambar-gambar/peta dari


sejak SPMK pekerjaan ini

F.2 JADWAL KERJA

Jadwal kerja merupakan perangkat manajemen alokasi sumber daya manusia dan
waktu agar kegiatan yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik di mana
maksud dan tujuan, keluaran dan lingkup kegiatan tercapai secara substansi dalam
kerangka waktu yang diberikan.

Sesuai KAK waktu yang diberikan selama 3 (tiga) bulan. bulan kalender. Waktu studi
ini relatif cukup panjang untuk dapat mengumpulkan data, melakukan analisis, dan
mengumpulkan laporan sesuai dengan keluaran yang diharapkan.

Pelaksanaan studi ini terdiri dari 4 tahapan, yakni: persiapan dan penysunan metoda
kerja, survey dan pengolahan data serta analisa awal, Preliminary Engineering Design
dan tahap penyempurnaan. Setting waktu tahapan pelaksanaan studi ini disesuaikan
dengan kewajiban pengumpulan laporan (laporan pendahuluan, laporan antara, dan
laporan akhir). Pada Tabel F.2 disampaikan jadwal pelaksanaan pekerjaan ini.

147
Tabel F.2 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Alokasi Waktu (Bulan/Minggu)
No Pekerjaan Bulan I Bulan II Bulan III
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
I. Tahap Persiapan dan Penyusunan Metoda Kerja
1. Persiapan pelaksanaan pekerjaan
2. Survey pendahuluan
3. Survey instansional awal
4. Pemantapan metodologi dan rencana kerja
5. Rencana, metoda dan persiapan survey
6. Kajian pustaka (content analysis)
7. Tinjauan dokumen perencanaan (content analysis)
8. Kajian penetapan awal (penarikan trase jalan dan lokasi fly over)
Tahap Survey dan Pengolahan Data Serta Analisa Awal
9. Survey instansional
10. Survey lapangan jaringan jalan dan lalu lintas
11. Survey lapangan kondisi dan struktur tanah
12. Survey topografi
13. Survey lingkungan dan hidorologi/drainase
14. Survey wawancara
15. Kompilasi dan strukturisasi data
16. Analisis perkiraan pertumbuhan pergerakan dan lalu lintas
17. Analisis teknis (topografi, geoteknik, hidrologi, kemudahan pelaksanaan) dan lingkungan
18. Analisis pemilihan alternatif trase jalan
Tahap Preliminary Engineering Design
19. Analisis dampak transportasi
20. Pra rencana teknis (desain awal dan ROW plan)
21. Analisis biaya (tanah, konstreuksi, operasional, pemeliharaan) dan manfaat
22. Evaluasi kelayakan proyek
Tahap Penyempurnaan
23. Penyempurnaan sustansial
24. Penyempurnaan editorial
25. Ringkasan hasil pelaksanaan kegiatan
Pelaporan
26. Laporan Pendahuluan
27. Lporan Bulanan 1

148
Alokasi Waktu (Bulan/Minggu)
No Pekerjaan Bulan I Bulan II Bulan III
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
28. Laporan Bulanan 2
29. Laporan Data Ukur
30. Laporan Antara/Laporan Teknis
31. Laporan Akhir
32. Laporan EE
33. Album Gambar

149
G. KOMPOSISI TIM DAN PENUGASAN
Pada bagian ini disampaikan daftar kebutuhan tenaga ahli sebagaimana disampaikan
pada KAK serta komposisi tim yang diusulkan oleh konsultan untuk menunjukkan
kualifikasi yang tepat dari setiap tenaga yang disertakan dalam tim.

G.1 DAFTAR KEBUTUHAN TENAGA AHLI

Pada Tabel G.1 ini disampaikan daftar kebutuhan tenaga ahli dan kualifikasi
(pendidikan serta pengalaman) yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan ini
sebagaimana disampaikan dalam KAK..

Tabel G.1 Daftar Kebutuhan Tenaga Ahli dan Kualifikasinya


No. Posisi Pendidikan/ Man
Pengalaman Month
(MM/OB)
I. Tenaga Ahli
1. Team Leader S2 Sipil/5 tahun 3
2. Ahli Teknik Jalan S1 Sipil/2 tahun 3
3. Ahli Teknik Lingkungan S1 Lingkungan/2 tahun 2
4. Ahli Ekonomi S1 Ekonomi/2 tahun 1
5. Ahli Geodesi S1 Geodesi/2 tahun 2
6. Ahli Planologi S1 Planologi/2 tahun 2
II. Tenaga Pendukung
1. Operator Autocad/Juru Gambar D3/2 tahun 2
2. Juru Ukur/Surveyor D3/2 tahun 2
3. Administrasi/ Operator Komputer D3/1 tahun 2

150
G.2 KOMPOSISI TIM YANG DIUSULKAN

Dari Tabel G.2 terlihat bahwa komposisi tenaga ahli yang diusulkan sudah memenuhi
kualifikasi yang disyaratkan dalam KAK, bahkan sebagian besar telah memiliki
sertifikat ahli utama dan memiliki pengalaman kerja yang panjang di bidang masing-
masing. Adapun dari Tabel G.2 terlihat bahwa tenaga pendukung yaitu asisten ahli
yang diusulkan juga minimal telah memiliki sertifikat dan berpengalaman setidaknya 3
tahun dalam bidangnya masing-masing serta tenaga pendukung lainnya. Diharapkan
dengan komposisi tim yang diusulkan tersebut diharapkan mampu melaksanakan
pekerjaan sesuai tugasnya masing-masing sebaik-baiknya.

151
Tabel G.2 Komposisi Tim dan Penugasan (Tenaga Ahli)
Tenaga Ahli Lingkup Jumlah
No Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Lokal/Asing Keahlian Orang/Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Lokal Ahli Perencanaan Team Leader a) Mengkoordinasi dan mengarahkan seluruh 3
Transportasi Tim dalam melaksanakan tugasnya masing-
masing dari tahap persiapan sampai
selesainya seluruh pekerjaan.
b)Mendiskusikan penjadwalan, pelaksanaan
pekerjaan serta penyelesaian masalah yang
timbul selama proses pelaksanaan pekerjaan.
c) Mengkoordinir semua anggota tim dalam
penyelesaian pekerjaan serta menghubungi
instansi lain yang terkait dengan pekerjaan
tersebut.
d)Mempunyai inisiatif, inovatif, tanggung jawab
dan profesionalisme dalam menyelesaikan
hasil rancangan team.
e) Mempunyai tanggung jawab langsung atas
penyusunan dan terjaminnya penyampaian
seluruh laporan.
f) Bekerjasama dengan personil engineer lainnya
baik dalam penentuan suatu hasil analisis
yang membutuhkan multidisiplin maupun
yang membuat pertimbangan bidang
transportasi.
g) Memberikan petunjuk teknis kepada team
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
pekerjaan jalan.
h)Mengidentifikasi parameter-parameter
perencanaan dari pembangunan jalan
i) Mengembangkan alternatif jaringan jalan
dengan mempertimbangkan strategi
pentahapan konstruksi serta memberikan
rekomendasi alternatif rute jalan yang layak
termasuk dampaknya kepada pengembang
wilayah dan jaringan jalan nasional yang ada.

152
Tenaga Ahli Lingkup Jumlah
No Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Lokal/Asing Keahlian Orang/Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8
j) Melakukan pemodelan transportasi untuk
memprediksi pertumbuhan lalu lintas.
k)Melakukan analisis kelayakan perencanaan
perkiraan lokasi bangunan utama dan
pelengkap jalan termasuk sarana sarana
penunjangnya.
l) Bekerja sama dengan ahli transport
economics untuk menentukan kelayakan
ekonomi dan sensitivitas kelayakan.
2 Lokal Ahli Jalan Ahli Teknik Jalan a) Bertanggung jawab mengkoordinir 3
Raya/Lalu Lintas penyelesaian para desain yang
berhubungan dengan jalan raya seperti
geometric, kelengkapan jalan hingga
laporan perhitungan dan sebagainya.
b) Mengidentifikasikan keperluan data system
transportasi,sistem jaringan jalan dan lalu
lintas, baik data sekunder maupun data
primer.
c) Bertanggung jawab atas pembentukan tim
survei dan pelaksanaan survei lalu lintas.
d) Melakukan review atas data-data lalu lintas
sekunder serta validasi berdasar hasil
survei
e) Melakukan perkiraan pertumbuhan volume
lalu lintas yang akan digunakan dalam
pertimbangan desain akhir
f) Bertanggung jawab atas kompilasi dan
evaluasi data lalu lintas.
g) Menganalisis parameter-parameter kondisi
jaringan yang ada dan kondisi lalu lintas
serta memberikan masukan untuk
mendukung strategi dan tahapan
pelaksanaan proyek.
h) Bertanggung jawab mengkoordinir
pekerjaan yang berhubungan dengan

153
Tenaga Ahli Lingkup Jumlah
No Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Lokal/Asing Keahlian Orang/Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8
struktur seperti penentuan type,
perhitungan rekomendasi untuk metode
pelaksanaannya, dan sebagainya.
i) Memberikan rekomendasi teknis kepada
anggota tim lainnya terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan pekerjaan struktur.
j) Bekerjasama dengan personil lainnya dalam
penyelesaian masalah yang timbul.
k) Mengidentifikasi parameter-parameter
hidrologi yang perlu dipertimbangkan.
l) Bertanggung jawab atas penggumpulan
data hidrologi yang diperlukan.
m) Menentukan kriteria desain dari sistem
drainase untuk rencana jalan, baik jalan
permukaan maupun jalan laying termasuk
bangunan-bangunan struktur yang terkait.
n) Bertanggung jawab atas desain dari sistem
drainase rencana proyek secara
keseluruhan.
o) Mengidentikasi parameter-parameter
geologi dan geoteknik yang perlu
dipertimbangkan.
p) Bertanggung jawab atas pelaksanaan survei
geoteknik dan pengujian laboratorium.
q) Menganalisis hasil survei/investigasi
lapangan dan hasil hasil uji laboratorium.
r) Memberikan masukan bagi penentuan
desain jalan dan struktur dari pertimbangan
geoteknik dan geologi.
s) Memberikan dukungan teknis perbaikan
tanah bila diperlukan.
3 Lokal Ahli Lingkungan Ahli Teknik a) Bekerja sama dengan ahli lainnya dalam 2
Lingkungan mengidentifikasi parameter-parameter
lingkungan yang perlu dipertimbangkan
dalam pengembangan jalan nasional.

154
Tenaga Ahli Lingkup Jumlah
No Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Lokal/Asing Keahlian Orang/Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8
b) Menganalisis kondisi lingkungan secara
umum serta kondisi koridor-koridor yang
dipertimbangkan dan memberi masukan
dalam penentuan koridor dan trase yang
akan dipilih.
c) Melaksanakan kajian awal dampak
lingkungan dari rencana proyek yang
direkomendasikan.
d) Memperkirakan biaya langsung dari
dampak social, ekonomi, lingkungan akibat
pelaksanaan proyek seperti pembebasan
lahan, ganti rugi bangunan dan sebagainya,
biaya relokasi dan lain sebagainya.
4 Lokal Ahli Ekonomi Ahli Ekonomi a) Mengidentifikasi parameter-parameter 1
biaya dan manfaat dari pembangunan jalan
Mengembangkan metoda pendekatan untuk
memperkirakan/mengkuantifikasi dampak
penerapan jalan terutama yang menyangkut
nilai waktu dan biaya operasi kendaraan
(BOK).
b) Mengembangkan alternatif sistem
pengoperasian dengan mempertimbangkan
strategi pentahapan konstruksi.
c) Melakukan analisis kelayakan ekonomi
menurut strategi pentahapannya.
5 Lokal Ahli Geodesi Ahli Geodesi a) Mengidentifikasi data atau peta-peta yang 2
diperlukan yang berkaitan dengan kondisi
topografi.
b)Bertanggung jawab atas pengumpulan data
topografi dan peta topografi.
c) Bertanggung jawab terhadap pembuatan ROW
plan dan besaran nilai jalan raya.
d)Memberikan masukan dalam perkiraan biaya
pengadaan tanah.
6 Lokal Ahli Planologi Ahli Ahli Planologi a) Kajian tentang kebijakan dan sasaran 2

155
Tenaga Ahli Lingkup Jumlah
No Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Lokal/Asing Keahlian Orang/Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8
perencanaan
b) Kajian tentang lingkungan dan tata ruang
c) Kajian tentang pengadaan tanah
d) Formulasi alternative solusi

Tabel G.3 Komposisi Tim dan Penugasan (Tenaga Penunjang)


Tenaga Ahli Lingkup Jumlah
No Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Lokal/Asing Keahlian Orang/Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Lokal Operator Operator Autocad  Melaksanakan tugas 2
Autocad pembuatan gambar desain;
 membuat dan Memeriksa
gambar-gambar yang diperlukan sesuai
ketentuan dalam perencanaan Jembatan.
 Bertanggung jawab atas semua
pekerjaan yang ditanganinya kepada Team
Leader.
2 Lokal Operator Operator  Melaksanakan tugas Membuat 2
Komputer Komputer/Admist laporan;
rasi  Membuat dan Memeriksa hasil
yang diperlukan sesuai ketentuan dalam
perencanaan.
 Bertanggung jawab atas semua
pekerjaan yang ditanganinya kepada Team
Leader.
3 Lokal Surveyor Juru Ukur  Melaksanakan tugas 2
Pengukuran;
 Membuat dan Memeriksa hasil
yang diperlukan sesuai ketentuan dalam
perencanaan.
 Bertanggung jawab atas semua

156
Tenaga Ahli Lingkup Jumlah
No Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Lokal/Asing Keahlian Orang/Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8
pekerjaan yang ditanganinya kepada Team
Leader.

157
H. JADWAL PENUGASAN TENAGA AHLI

Pada bab ini disampaikan jadwal penugasan dari setiap tenaga di dalam pekerjaan ini.
Jadwal penugasan tenaga ahli, asisten ahli/sub professional dan tenaga pendukung
selama waktu pekerjaan ini disampaikan pada Tabel H.1. dan Tabel H.2.

Pada dasarnya penyusunan jadwal penugasan (manning schedule) dilakukan dengan


mempertimbangkan beberapa hal berikut:
1. Jadwal penugasan harus sesuai dengan tahapan pekerjaan (waktu
pelaksanaan kegiatan sesuai job-description masing-masing tenaga ahli,
asisten, dan pendukung) yang harus dilakukan oleh setiap tenaga yang
disusun sebelumnya;
2. Efisiensi alokasi waktu penugasan tenaga ahli sebaiknya tidak mengurangi
substansi yang harus dikerjakan masing-masing tenaga ahli;
3. Pelaksanaan jadwal dan agenda kerja secara baik memerlukan adanya
manajemen alokasi sumber daya manusia, khususnya kebutuhan untuk
melaksanakan survey di luar kota yang cukup panjang dengan kebutuhan desk
study di kantor;
4. Pelaksanaan koordinasi oleh team leader perlu dilakukan secara rutin melalui
rapat kerja maupun diskusi terbatas yang perlu pula dijadwalkan secara rutin.

158
Tabel H.1 Jadwal Penugasan Tenaga Ahli
Alokasi Waktu (Bulan/Minggu) Orang Bulan
No Nama Personil Bulan I Bulan II Bulan III
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Team Leader 3

2 Ahli Teknik Jalan 3

3 Ahli Teknik Lingkungan 2

4 Ahli Ekonomi 1

5 Ahli Geodesi 2

6 Ahli Planologi 2

Total Orang Bulan 13

Tabel H.2 Jadwal Penugasan Asisten Ahli dan Tenaga Pendukung

Alokasi Waktu (Bulan/Minggu) Orang Bulan


No Nama Personil Bulan I Bulan II Bulan III
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Juru Gambar 2

2 Juru Ukur 2

3 Administrasi/Operator Komputer 2

Total Orang Bulan 6

159
I. DAFTAR RIWAYAT HIDUP PERSONIL YANG
DIUSULKAN

160
J. SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN UNTUK
DITUGASKAN

161

Anda mungkin juga menyukai