Anda di halaman 1dari 16

Dampak Perubahan Sosial Budaya Dan Pendidikan Di Masa

Covid 19
Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Ujian
Akhir Semester padamata kuliah “Ilmu Sosiologi dan Antropologi”
Dosen Pengampu:
Cut Dhien Nourwahida M.A.

Disusun oleh:

SABRINA AULIA LESTARI (11200110000115)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh

Allhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah


memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas kelompok dari mata kuliah
Pengantar Ilmu Sosiologi dengan judul “Perubahan Sosial Budaya Dan Pendidikan Di
Era New Normal Covid 19”. Semoga makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah, sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Penulis mengakui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami


miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca
untukmemberikan masukan-masukan yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Bandar Lampung, 13 Desember 2020


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN 2
A. Dampak Perubahan Sosial Akibat Pandemi

B. Dampak Perubahan Budaya Akibat Pandemi

C. Dampak Perubahan Pendidikan Di Masa Covid 19

BAB III PENUTUP 3


A. Kesimpulan

B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Harus diakui bahwa dampak pandemi Covid-19 telah memaksa
komunitas masyarakat harus adaptif terhadap berbagai bentuk perubahan
sosial yang diakibatkannya. Ragam persoalan yang ada telah menghadirkan
desakan transformasi sosial di masyarakat. Lebih lanjut, wajah dunia pasca
pandemi bisa saja tidak akan pernah kembali pada situasi seperti awalnya.
Gegara virus corona baru pula kalangan pelaku seni dan budaya
melahirkan ciptaan barunya, seperti yang telah nampak mengemuka di
internet maupun viral di media sosial berupa karya-karya baru dan semarak
tentang musik dan lagu bernuansa COVID-19. Pendidikan di era new
normal akan membawa banyak perubahan, terutama pada proses integrasi
teknologi digital dalam proses belajar mengajar.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Dampak Perubahan Sosial Akibat Pandemi ?

2. Bagaimana Dampak Perubahan Budaya Akibat Pandemi ?

3. Bagaimana Dampak Perubahan Pendidikan Di Era New Normal ?

C. Tujuan
1. Memahami Perubahan Sosial Akibat Pandemi.

2. Memahami Perubahan Budaya Akibat Pandemi.

3. Mengetahui Perubahan Pendidikan Di Era New Normal.

D. Manfaat Penulisan
Maanfaat dari penulisan makalah ini, yakni menambah ilmu pengetahuan terkait
dengan . Semoga makalah ini dapat membuka mata dan pikiran pembaca akan
pentingnya pembelajaran tentang sejarah ilmu antropologi terhadap kehidupan sosial.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perubahan Sosial Akibat Pandemi

Harus diakui bahwa dampak pandemi Covid-19 telah memaksa komunitas


masyarakat harus adaptif terhadap berbagai bentuk perubahan sosial yang
diakibatkannya. Ragam persoalan yang ada telah menghadirkan desakan transformasi
sosial di masyarakat. Bahkan, bukan tidak mungkin peradaban dan tatanan
kemanusiaan akan mengalami pergeseran ke arah dan bentuk yang jauh berbeda dari
kondisi sebelumnya. Lebih lanjut, wajah dunia pasca pandemi bisa saja tidak akan
pernah kembali pada situasi seperti awalnya.

Dengan demikian, segala bentuk aktivitas masyarakat yang dilakukan di masa


pra-pandemi, kini harus dipaksa untuk disesuaikan dengan standar protokol kesehatan.
Tentu ini bukan persoalan yang sederhana. Sebab pandemi Covid-19 telah
menginfeksi seluruh aspek tatanan kehidupan masyarakat yang selama ini telah
diinternalisasi secara terlembaga melalui rutinitas yang terpola dan berulang.

Kedepan, masyarakat justru akan dihadapkan pada situasi perubahan yang tidak
pernah terbayangkan sebelumnya. Sejumlah tata nilai dan norma lama harus ditata
ulang dan direproduksi kembali untuk menghasilkan sistem sosial yang baru.
Munculnya tata aturan yang baru tersebut kemudian salah satunya ditandai dengan
adanya himbauan dari pemerintah untuk belajar, bekerja, dan beribadah di rumah sejak
awal kemunculan virus ini di Indonesia. Begitu pula dengan pola kebiasaan
masyarakat yang guyub, senang berkumpul dan bersalaman, kini dituntut untuk
terbiasa melakukan pembatasan sosial.

Selain itu, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di tengah


merebaknya pandemi Covid-19 juga telah mempengaruhi kebijakan-kebijakan negara
dalam mengatur perilaku dan kebiasaan masyarakat. Kebijakan psysical distancing
telah mengubah ragam bentuk perilaku masyarakat yang kemudian mengharuskan
adanya jarak fisik dalam proses interaksi sosialnya.

Dalam konteks ini, perilaku dan kebiasaan masyarakat secara konvensional di


masa pra-pandemi kemudian diatur dan ditransformasikan melalui pola interaksi
secara virtual. Kondisi ini sekaligus mempertegas bahwa fungsi teknologi menjadi
sangat penting sebagai perantara interaksi sosial masyarakat di era pandemi saat ini.

Selanjutnya, perubahan sosial di tengah pandemi Covid-19 juga telah


melahirkan kebiasaan-kebiasaan baru berupa terjadinya perubahan perilaku sosial
masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Berdasarkan hasil survei sosial
demografi dampak Covid-19 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2020 diketahui bahwa sekitar 72% responden yang selalu atau teratur menjaga jarak
fisik dalam seminggu terakhir, sebanyak 80,20% responden menyatakan mereka
sering/selalu mencuci tangan dengan sabun dan menggunakan masker, 82,52%
responden selalu menghindari transportasi umum (termasuk transportasi online), dan
sebanyak 42% responden mengaku mengalami peningkatan aktivitas belanja online
selama Covid-19.

Dalam perkembangannya, merespons situasi krisis akibat Covid-19, pemerintah


kemudian menerapkan kebijakan yang disebut sebagai kenormalan baru (new normal).
Tentu, berbagai kebijakan yang dihasilkan akan berimplikasi secara langsung terhadap
segala bentuk perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.

Kenormalan Baru

Harus diakui kondisi normal baru akan menyebabkan perubahan sosial,


termasuk pola perilaku dan proses interaksi sosial masyarakat. Sederhananya, normal
baru menekankan pada perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas secara
normal, namun tetap merujuk pada protokol kesehatan yang kemudian harus
dibiasakan. Meskipun demikian, penerapan normal baru tidak akan berjalan dengan
maksimal, bila tidak disertai kedisiplinan tinggi oleh masyarakat. Apalagi data kasus
Covid-19 hingga kini masih menunjukkan angka fluktuasi.

Oleh karena itu, masyarakat harus diedukasi secara terus-menerus untuk


menerapkan hidup normal baru dalam aktivitas sosial mereka. Masyarakat perlu
dibiasakan agar disiplin mematuhi protokol kesehatan. Sebab pandemi Covid-19 telah
memaksa kita untuk adaptif terhadap segala bentuk perubahan. Begitu juga hidup
dengan kenormalan baru bisa saja akan menjadi model budaya baru di masa
mendatang.

B. Perubahan Budaya Akibat Pandemi

Corona baru virus yang viral setelah ditemukan pertama kali menimpa warga
Wuhan, China akhir tahun lalu, kemudian merambah ke berbagai negara di dunia, dan
saat ini menjadi persoalan serius di negeri kepulauan, ini.

Virus corona baru yang kemudian ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia


(WHO) dengan sebutan COVID-19 menerpa dunia hingga tataran pandemi, bukan
hanya menerjang manusia berdaya tahan drop atau menjadi picu sakit yang diidapnya
makin parah hingga mengantar sampai ujung napas dan detak jantung kehidupan
terakhir.

Sejumlah media melaporkan tiga negara dengan kasus terbesar, yakni Amerika
Serikat, Italia, dan Spanyol. China di posisi keempat dan Indonesia ke-26 di antara 50
negara dengan kasus cukup banyak. Italia dengan korban terbesar meninggal dunia,
disusul Spanyol, China, dan Amerika Serikat.

Di antara 34 provinsi di Indonesia, lima provinsi dengan serangan terbesar,


yakni DKI Jakarta 747 orang terkonfirmasi positif, 83 meninggal dunia, 48 sembuh,
Jawa Barat 198 positif, 21 meninggal dunia, dan 11 sembuh, Banten 142 positif, empat
meninggal, dan 11 sembuh, Jawa Tengah 93 positif, tujuh meninggal, dan belum ada
yang sembuh, serta Jawa Timur 93 positif, delapan meninggal, dan 16 sembuh.
Virus corona baru memang serangan dahsyat mengarah kepada kesehatan
manusia menjalar kepada penularan. Oleh karena dahsyatnya pandemi COVID-19 itu,
perlawanannya pun mengedepankan kekuatan kesehatan sebagai panglima.

Dampak pandemi dirasakan luar biasa, meskipun dalam catatan sejarah


menunjukkan virus bukan hanya menyerang pada abad 21 ini. Sejak berabad-abad lalu
serangan, entah karena virus atau penyebab penyakit menular lainnya, dalam skala
luas dengan korban massal, hingga saat ini populer dengan sebutan wabah.

Dalam dunia kesehatan ada tingkatan serangan penyakit secara merebak, seperti
endemi, epidemi atau wabah, dan pandemi, sedangkan dalam masyarakat Jawa ada
sebutan kondang, yakni pagebluk dengan sawan sebagai sebutan untuk suatu penyakit
yang tiba-tiba menyerang dan merebak, serta mengakibatkan kematian.

Serangan masif virus corona baru bukan hanya mengakibatkan gangguan


kesehatan dan peningkatan jumlah kematian, namun dampak viralnya ke berbagai
sendi kehidupan manusia, seperti ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, dan bahkan
politik.

Popularitas kata viral kini bukan hanya tersekat dalam dunia informasi melalui
kemajuan teknologi informatika abad ini dalam wujud telepon cerdas, internet, dan
media sosial. COVID-19 viral juga hingga menyerang berbagai aspek kehidupan.

Sebut saja misalnya menyerang nilai rupiah yang melemah, pasar-pasar sepi,
pemerintah harus mengeluarkan kebijakan penanganan, seperti pembatasan sosial,
pengaturan jarak antarorang, memperluas skala pembatasan sosial, menganjurkan
ibadah berjamaah sementara waktu ditiadakan, kegiatan sekolah dan perkuliahan
dialihkan secara daring dari rumah, aparatur bekerja dari rumah, tradisi budaya
bersalaman atau cipika cipiki terhenti, tradisi budaya Jawa, "Ruwahan" (menjelang
Bulan Puasa Ramadhan) harus disetel ulang wujudnya, termasuk penundaan tahapan
pesta demokrasi.
Corona dan jejak budaya

Gegara virus corona baru pula kalangan pelaku seni dan budaya melahirkan
ciptaan barunya, seperti yang telah nampak mengemuka di internet maupun viral di
media sosial berupa karya-karya baru dan semarak tentang musik dan lagu bernuansa
COVID-19.

Begitu pula terjadinya penguatan kesadaran atas tradisi budaya masyarakat


Jawa minum jamu (berbahan baku empon-empon) yang makin dimengerti sebagai
bermanfaat memperkuat daya tahan tubuh dalam menghadapi sentuhan COVID-19.

Seorang pelukis di kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa


Tengah, Easting Medi, bahkan memperkuat olah kesenimanannya secara autodidak
selama ini, dengan penggunaan pewarna berbahan baku jamu yang telah dirintis
setidaknya sejak 2002 dengan memanfaatkan potensi empon-empon di lingkungan
desanya. Alam budaya Jawa menunjuk lampor yang diwujudkan orang-orang desa
secara berbeda-beda menggambarkan suasana horor yang tak lepas dari peristiwa
kematian.

Ada kalangan menggambarkan lampor sebagai kereta kencana dengan kuda


yang aksesorisnya berupa krincing membawa Nyai Roro Kidul (penguasa Laut Selatan
Jawa) melintasi Sungai Progo untuk menuju Gunung Merapi. Ketika orang mendengar
suara itu, maka mereka harus berdiam diri di dalam rumah masing-masing supaya
tidak mendapatkan malapetaka dan kematian.

Namun ada juga kalangan lain menggambarkan lampor sebagai sosok-sosok


sedang mengusung keranda pada malam hari dengan suasana senyap dan bergegas
melintasi desa sehingga suasana menjadi horor. Orang desa harus segera berada di
dalam rumah ketika melihat tanda-tanda lampor lewat.

Sosok banaspati dimengerti sebagai pembawa kabar kematian massal warga


desa dalam wujud kilatan-kilatan api membentuk naga, sehingga mereka harus
waspada dan berhati-hati, termasuk lebih banyak tinggal di rumah untuk sementara
waktu. Begitu seorang pemimpin salah satu kelompok seniman petani Komunitas
Lima Gunung Kabupaten Magelang, Sujono Keron, ketika mengungkapkan cara
pandang warga desanya di kawasan antara Gunung Merapi dan Merbabu tentang
banaspati. Demikian pula dengan tradisi masyarakat Jawa tentang penggunaan irisan
dlingo dan bengle teronce menjadi gelang untuk jabang bayi yang dianggap sebagai
tolak balak. Boleh jadi tradisi itu sebagai upaya orang Jawa menangkal sawan.

Penempatan berbagai sesaji dalam rumah atau lingkungan pemukiman warga


dusun dalam tradisi Jawa, barangkali tidak lepas dari kisah nyata nenek moyang Jawa
menghalau sawan secara massal. Mirisnya, tradisi itu malah dianggap sebagai klenik
yang dianggap bagian jalan perdukunan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Bukankah dunia perdukunan dan pertabiban sesungguhnya tidak lepas dari sektor
kesehatan dan pengobatan manusia dari sakit, setidaknya pada zamannya.

Letusan dahsyat Gunung Tambora pada April 1815 membuat hilangnya hampir
separuh gunung berapi di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, melenyapkan tiga
kerajaan, yakni Tambora, Pekat, serta Sanggar. Dampak letusan itu, Eropa gelap,
tanpa cahaya Matahari, dan tak ada musim panas selama 1816. Langit Eropa tertutup
abu vulkanik dari letusan Tambora. Peristiwa besar itu bukan saja mengakibatkan
krisis pangan dan penularan penyakit, serta kematian, tetapi juga melahirkan novel
"Frankenstein" (Mary Shelley) dengan kisah horor tentang vampir yang masih
dijumpai dalam berbagai variannya, hadir melalui media seni dan budaya hingga saat
ini.

Demikian pula virus corona dengan kekuatan viralnya pada era kemajuan
teknologi informasi saat ini, bukan hanya melahirkan kesedihan saat pandemi itu
menerjang, tetapi boleh jadi melahirkan karya-karya seni budaya untuk menandai
zaman milenial ini. Setidaknya, bagi Sujono Keron yang sedang bertafakur atas
inspirasi pandemi COVID-19 untuk menjadi karya baru atas eksplorasi dunia
pewayangan serangga yang diciptakan selama ini, menjadi wayang sawan serangga
atau wayang korona serangga.

Begitu juga dengan pelukis Borobudur, Easting Medi, dengan kekhasan karya
lukisnya berupa kepala Buddha dan relief candi selama ini. Boleh jadi penggunaan
pewarna empon-empon untuk lukisannya, menginspirasi pemanfaatan jamu untuk
karya dan ciptaan baru beragam seni budaya lainnya. Barangkali pula serangan
COVID-19 membuat kampanye hidup bersih dan sehat orang dalam hidup sehari-hari,
disiplin terhadap aturan, pemuliaan terhadap karakter dan nilai luhur bangsa, beroleh
momentum menjadi tradisi budaya yang mengakar secara kukuh di negeri ini.

Pandemi virus itu bukan sekadar potongan peristiwa masyarakat global, tetapi
memviralkan suatu kekuatan dahsyat bagi masa depan sendi-sendi kehidupan manusia.
Mungkin boleh diimpikan bahwa munculnya virus corona baru abad ini bakal
melahirkan jejak baru kebudayaan bangsa ini dan cara masyarakat global membangun
peradaban baru.

C. Perubahan Pendidikan Di Masa Covid 19

Pendidikan di era new normal akan membawa banyak perubahan, terutama pada
proses integrasi teknologi digital dalam proses belajar mengajar. Sebenarnya teknologi
digital sudah cukup digunakan dalam dunia pendidikan sebelum pandemi COVID-19
terjadi, namun penggunaannya tidak semasif hari ini. Berbeda dengan BINUS Online
Learning yang sudah menggunakan teknologi digital untuk proses perkuliahannya.

Jika dahulu teknologi digital di bidang pendidikan hanya digunakan sebagai alat
pendukung, saat ini teknologi digital digunakan sebagai instrumen yang utama.
Pentingnya integrasi teknologi digital dan manfaatnya pada aktivitas pendidikan kini
dapat terlihat dari bagaimana fitur-fiturnya menjawab kebutuhan di sektor pendidikan
saat ini. Apalagi di era new normal seperti ini, baik pengajar maupun mahasiswa-
mahasiswi bergantung pada perangkat teknologi digital agar dapat tetap terhubung.
Interaksi interaktif dengan teknologi

Pandemi COVID-19 membuat pertemuan langsung di dalam kelas dibatasi.


Kalaupun ada beberapa institusi pendidikan yang bersiap untuk kembali membuka
kelas biasa, ada protokol keamanan dan kesehatan yang harus diterapkan. Contohnya
seperti mengatur kursi kelas agar berjarak, menyediakan alat pembersih seperti hand
sanitizer atau disinfektan, dan mewajibkan penggunaan masker. Namun hal ini tidak
berlaku untuk BINUS Online Learning yang telah menerapkan perkuliahan online
hingga ujian online.

Sementara untuk kelas online, interaksi antar pengajar dan mahasiswi sangat
bergantung pada teknologi digital. Contohnya seperti aplikasi video conference
dengan fitur share screen untuk mempermudah berlangsungnya kelas online, termasuk
perangkat yang kompatibel dengan aplikasi yang akan dipakai yakni smartphone,
tablet, atau laptop. Kontribusi teknologi digital memungkinkan kelas online
berlangsung tanpa hambatan.

Lebih fasih beradaptasi dengan teknologi

Cepat atau lambat, setiap daerah di Indonesia akan mulai mengadaptasi


teknologi digital dalam aktivitas pendidikan mereka. Oleh sebab itu, tuntutan untuk
jadi lebih fasih dengan teknologi akan semakin besar.

Baik pengajar maupun pelajar harus berpacu untuk segera beradaptasi dengan
fitur-fitur teknologi digital yang terus menerus diperbarui. Hal ini memang tidak sulit
dilakukan bagi yang sudah terbiasa dengan teknologi, tetapi lain halnya untuk mereka
yang baru bersentuhan dengan teknologi. Mereka membutuhkan waktu yang lebih
panjang untuk paham fungsi dan cara menggunaka teknologi digital dengan baik demi
proses belajar-mengajar berjalan dengan lancar.

Terbuka dengan teknologi digital juga memberikan kesempatan untuk belajar


lebih banyak dan juga menemukan hal-hal baru, seperti mengakses sumber informasi
non-formal yang berasal dari podcast atau video dokumenter. Dari sini mahasiswa
dapat menemukan perspektif atau gagasan baru yang jarang ditemukan di buku-buku
yang ilmiah. Mengikuti perkembangan teknologi digital juga membuat Anda menjadi
lebih adaptif di era yang terus berubah ini.

Medium komunikasi

Komunikasi di era new normal akan lebih banyak menggunakan medium


perantara, baik itu berupa panggilan telepon atau video conference, karena interaksi
langsung jelas masih dibatasi. Oleh sebab itu, tidak menutup kemungkinan bahwa
akan ada inovasi lanjutan untuk memungkinkan ruang-ruang komunikasi yang terbatas
ini jadi terasa lebih riil.

Berkomunikasi via medium teknologi digital jelas berbeda saat berkomunikasi


di ruang obrolan riil. Itu sebabnya, kebiasaan ini secara tidak langsung akan mengasah
keterampilan berkomunikasi. Saat berkomunikasi langsung secara tatap muka terdapat
banyak aspek non-verbal yang dapat mendukung Anda untuk memahami konteks
percakapan itu sendiri, mulai dari ekspresi wajah, gesture tubuh, dan kondisi
lingkungan sekitar.

Sementara saat berkomunikasi dengan medium tertentu, aspek-aspek non-verbal


ini cenderung terbatas dan dapat berpotensi pada kesalahpahaman. Dengan teks, Anda
tidak dapat memastikan tone dari pernyataan di dalam pesan. Dalam panggilan
telepon, Anda tidak dapat menelaah ekspresi wajah. Lalu dalam video call, Anda
hanya mendapat visual tetapi tidak benar-benar mengetahui situasi di sana. Itu
sebabnya mereka yang berkomunikasi dengan medium teknologi cenderung harus
mengasah keterampilan komunikasi karena memiliki banyak keterbatasan.

Sumber daya

Terakhir, dengan integrasi teknologi digital pada sistem pendidikan di new


normal akses pada sumber daya informasi, literasi, atau interaksi untuk dapat
terhubung dengan akademisi dan praktisi di luar sana akan lebih meningkat. Ini
dikarenakan penyedia sumber daya yang disebutkan tadi juga beragam. Beragam fitur
juga hadir sebagai opsi pertimbangan.

Peran penting teknologi digital memang semakin dirasakan di kehidupan sehari-


hari, apalagi setelah kejadian pandemi COVID-19 ini. Tidak terkecuali bidang
pendidikan, teknologi digital membuat aktivitas pendidikan semakin dimudahkan
dengan bantuan teknologi digital. Dengan kata lain, teknologi digital dapat bertindak
sebagai one stop solution untuk kebutuhan pendidikan Anda.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Harus diakui bahwa dampak pandemi Covid-19 telah memaksa komunitas


masyarakat harus adaptif terhadap berbagai bentuk perubahan sosial yang
diakibatkannya. Ragam persoalan yang ada telah menghadirkan desakan transformasi
sosial di masyarakat. Bahkan, bukan tidak mungkin peradaban dan tatanan
kemanusiaan akan mengalami pergeseran ke arah dan bentuk yang jauh berbeda dari
kondisi sebelumnya. Lebih lanjut, wajah dunia pasca pandemi bisa saja tidak akan
pernah kembali pada situasi seperti awalnya.

Gegara virus corona baru pula kalangan pelaku seni dan budaya melahirkan
ciptaan barunya, seperti yang telah nampak mengemuka di internet maupun viral di
media sosial berupa karya-karya baru dan semarak tentang musik dan lagu bernuansa
COVID-19. Begitu pula terjadinya penguatan kesadaran atas tradisi budaya
masyarakat Jawa minum jamu (berbahan baku empon-empon) yang makin dimengerti
sebagai bermanfaat memperkuat daya tahan tubuh dalam menghadapi sentuhan
COVID-19.

Pendidikan di era new normal akan membawa banyak perubahan, terutama pada
proses integrasi teknologi digital dalam proses belajar mengajar. Sebenarnya teknologi
digital sudah cukup digunakan dalam dunia pendidikan sebelum pandemi COVID-19
terjadi, namun penggunaannya tidak semasif hari ini. Berbeda dengan BINUS Online
Learning yang sudah menggunakan teknologi digital untuk proses perkuliahannya.

B. Saran

Setelah menulis makalah ini, penulis mengharapkan setiap mahasiswa Program


Studi Pendidikan Agama Islam pada khususnya, dan pembaca lainnya untuk selalu
berusaha belajar dan menambah wawasan dalam segala bidang ilmu. Demikian
makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya, kami meminta maaf atas kesalahan dan
kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Kami harap pembaca mampu memahami
materi yang disajikan, dan memberikan manfaat serta menambah pengetahuan bagi
pembaca.

Anda mungkin juga menyukai