Anda di halaman 1dari 31

Makalah Sejarah Asia Barat

SEJARAH NEGARA ARAB SAUDI


Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Sejarah Asia Barat
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Drs. Ajat Sudrajat, M. Ag.

Disusun oleh:

Kelompok 2

Ilmu Sejarah A

1. Rizkika Asyari R. (17407141004)


2. Nana Deliawati (17407141012)

Ilmu Sejarah B

1. Nur Faizi (17407144007)


2. Levy Aryani N. (17407144020)

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH


JURUSAN ILMU SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Arab Saudi merupakan salah satu negara di dunia yang berbentuk kerajaan
atau monarki dengan menerapkan hukum Islam. Arab Saudi menjadi pusat berkembangnya
Islam dan dikenal sebagai identitas kaum muslimin terutama karena di negara tersebut
terdapat Ka’bah atau Baitullah di Mekkah yang menjadi pusat ibadah haji kaum muslimin
dari seluruh penjuru dunia. Apalagi perjalanan Islam yang tidak bisa dilepaskan dari wilayah
Arab Saudi sebab disanalah Nabi Muhammad lahir dan Islam bermula hingga menjadi
peradaban besar dunia. Arab Saudi juga sering menjadi rujukan dalam dunia pendidikan
Islam karena di negara tersebut terdapat universitas seperti King Abdul Aziz di Jeddah dan
Ummul Qura di Mekkah yang menjadi tempat belajar banyak pelajar Islam dari seluruh
dunia.

Pemerintah Arab Saudi bermula dari bagian tengah semenanjung (jazirah) Arab,
yakni pada tahun 1750 ketika Muhammad bin Sa’ud bersama dengan Muhammad bin Abdul
Wahhab bekerjasama untuk memurnikan agama Islam yang kemudian dilanjutkan oleh Abdul
Aziz Al Saud atau Abdul Aziz Ibnu Su’ud dengan menyatukan seluruh wilayah Hijaz yang
dulu dikuasai oleh Syarif Husain dengan Najd.

Dasar identitas masyarakat Saudi terletak pada agama yang menjadi ideologi politik
nasional. Kekuasaan Dinasti Saud dan kekayaan minyak, agama membentuk sistem nilai,
ideologi, dan politik Saudi. Kerajaan Arab Saudi merupakan negara Islam revivalis dan
fundamentalis yang sejak tahun 1973 dihadapkan dengan kekayaan dan perubahan baru.
Islam merupakan agama pribumi dan sangat penting bagi Arab Saudi. Mekkah dan Madinah
adalah dua kota tempat bermulanya agama tersebut. Legitimasi rezim saat ini bersandar pada
pengalaman keagamaan orang Arab yang dikaitkan dengan pembaharu keagamaan
Muhammad Ibn Abd al-Wahhab, yang dominan di Timur Tengah sejak pertengahan abad ke-
18.

Meskipun agama merupakan faktor yang penting di Arab Saudi, ia tidak sepenuhnya
terbebas dari kekuatan-kekuatan yang lain. Ketika variabel-variabel utama yang lain di Arab
Saudi berubah, pada tahap tertentu kepentingan dan peran Islam juga akan berubah.
Meningkatnya kekayaan Saudi mungkin akan memperkuat materialisme, tetapi dapat juga
menyebabkan tekanan yang diperbarui pada agama sebagai suatu cara untuk melestarikan
nilai-nilai tradisional. Pembentukan negara-bangsa yang bersatu oleh King Abd al-Aziz ibn
Saud pada tahun 1932 dan pembangunan penyulingan minyak dalam skala besar pada tahun
1950-an memberikan kesaksian terhadap pentingnya nasionalisme dan pembangunan
ekonomi.

Penentangan baik terhadap Uni Soviet maupun Israel telah menimbulkan kontradiksi
yang mendasar dalam kebijakan luar negeri Saudi, karena Amerika Serikat merupakan musuh
utama dari ekspansionisme Soviet, dan juga menjadi sekutu utama Israel. Ikatan-ikatan
militer, diplomatik, dan ekonomi yang erat antara Saudi dan Amerika, yang didasarkan pada
titik temu kepentingan bersama pada tingkat global, sejauh ini telah mempengaruhi
ketidaksenangan Saudi atas kebijakan Amerika yang pro-Israel. Pemerintahan domestik
Saudi bahkan lebih banyak dipengaruhi oleh agama dan nilai-nilai keagamaan dibanding
kebijakan luar negeri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, pada makalah ini kami mengangkat rumusan
masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang sejarah Kerajaan Arab Saudi?


2. Bagaimana sistem ekonomi Kerajaan Arab Saudi?
3. Bagaimana sistem politik Kerajaan Arab saudi?
4. Bagaimana kehidupan sosial budaya masyarakat Arab Saudi?

C. Tujuan

Dari rumusan masalah yang telah disampaikan di atas maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui latar belakang sejarah Kerajaan Arab Saudi.


2. Mengetahui sistem ekonomi Kerajaan Arab Saudi.
3. Mengetahui sistem politik Kerajaan Arab saudi.
4. Mengetahui kehidupan sosial budaya masyarakat Arab Saudi.
D. Manfaat

1. Bagi pembaca

a. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan bagaimana latar belakang sejarah


Kerajaan Arab Saudi.

b. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan bagaimana sistem ekonomi Kerajaan


Arab Saudi.

c. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan bagaimana sistem politik Kerajaan Arab


Saudi.

d. Pembaca dapat memperoleh informasi mengenai kehidupan sosial budaya


masyarakat Arab Saudi.

e. Menjadi sumber referensi untuk bidang penelitian sejenis.

2. Bagi penulis

a. Sebagai tolok ukur kemampuan dalam melakukan penelitian sejarah dan


pembuatan karya tulis sejarah.

b. Menambah wawasan dalam melakukan penulisan tentang sejarah khususnya


dalam tema perkembangan suatu peristiwa.

c. Memperoleh gambaran lebih rinci mengenai Kerajaan Arab Saudi.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Sejarah

Arab Saudi adalah negara Arab yang terletak di Jazirah Arab. Arab Saudi terletak di
antara 15˚LU - 32˚LU dan antara 34˚BT - 57˚BT. Wilayah Arab Saudi meliputi empat
perlima dari Semenanjung Arab dan berada di lokasi yang strategis yang membentang dari
Teluk Persia sampai Laut Merah. Luas tanah Arab Saudi adalah 2.149.690 km 2. Jumlah
penduduk Arab Saudi mencapai 27.345.986 jiwa. Istilah Arab digunakan untuk menyebut
daerah padang pasir “Jazirah Arab”. Sedangkan secara etnis ia digunakan untuk menyebut
penduduk yang tinggal di Timur Tengah dan Afrika Utara. Semenanjung Arab merupakan
semenanjung barat daya Asia, sebuah semenanjung terbesar dalam peta dunia. Wilayah Arab
Saudi meliputi empat perlima Semenanjung Arabia, dikelilingi oleh Laut Merah (sebelah
barat), Lautan India (sebelah selatan), dan Teluk Arabia (sebelah timur). Di utara Arab Saudi
berbatasan dengan Yordania, Irak, dan Kuwait. Di timur berbatasan dengan kawasan Teluk,
Bahrain, Qatar, dan Persatuan Emirat Arab, serta di selatan dengan kesultanan Oman, Yaman
Utara, dan Yaman Selatan. Menurut para ahli geologi bahwa wilayah semenajung Arab pada
awalnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dataran Sahara (sekarang dipisahkan
oleh Lembah Nil dan Laut Merah) dan kawasan berpasir yang menyambungkan Asia melalui
Persia bagian tengah ke Gurun Gobi.

Ahli geografi Arab membagi wilayah Arab menjadi lima bagian jika ditinjau dari
keadaan tanahnya, yaitu:

1. Tihamah, yaitu dataran rendah yang terbentang lurus di sepanjang pantai laut merah, dari
Yanbu’ sampai Najran di Yaman. Disebut Tihamah karena panas dan kelembabannya
sangat tinggi. Tihamah juga disebut dengan Ghawr karena tanahnya yang rendah jika
dibandingkan dengan kondisi tanah di Najd.
2. Hijaz, yaitu daerah yang terletak di sebelah utara Yaman dan sebelah timur Tihamah.
Hijaz terdiri dari beberapa lembah yang menembus jajaran pegunungan Saraat yang
membentang dari Syria sampai Najran di Yaman. Disebut Hijaz karena memisahkan
Tihamah dengan Najd. Hijaz mempunyai dua kota suci yaitu Mekkah dan Madinah.
3. Najd, yaitu daerah yang membentang antara Yaman di selatan dan padang pasir Syria di
sebelah utara dan antara Al-Arud dengan perbatasan Irak di sebelah timur. Dinamakan
Najd karena ketinggian tanahnya.
4. Yaman, membentang dari Najd sampai laut Hindia di sebelah selatan dan sampai laut
Merah di sebelah barat. Daerah Yaman menghubungkan Hadramaut, Shibr dengan Oman
di sebelah timur.
5. Al-Arud, terdiri dari Yamama dan Bahrein. Disebut Al-Arud karena terletak melintangi
Yaman, Najd, dan Irak.

Pada masa dahulu daerah Arab Saudi dikenal menjadi dua bagian yaitu daerah Hijaz
yakni daerah pesisir barat Semenanjung Arab yang di dalamnya terdapat kota-kota, di
antaranya adalah Mekkah, Madinah, dan Jeddah serta daerah gurun Najd, yakni daerah-
daerah gurun sampai pesisir timur Semenanjung Arab yang umumnya dihuni oleh suku-suku
lokal Arab (Badui) dan kabilah-kabilah Arab lainnya.1 Arab Saudi tidak seperti negara Arab
lainnya, yaitu tidak mengenal kehadiran kota yang sangat dominan pengaruhnya seperti
Kairo, Baghdad, maupun Tehran. Kota-kota utama di Arab Saudi, adalah Riyadh, Jeddah, dan
Makkah. Proses urbanisasi penduduk dari desa ke kota berjalan dengan cepat terutama
setelah bom minyak yang terjadi pada tahun 1974. Penduduk desa di pegunungan dan di
daerah oasis masih menjadi bagian utama dari penduduk Arab Saudi. Petani-petani dari
pusat-pusat oasis Arabia adalah pendukung politik tradisional dari kerajaan Saudi, dan
mereka juga banyak memperoleh keuntungan dari pembangunan pertanian. Begitu pula suku-
suku yang hidup mengembara adalah bagian penting dari struktur penduduk Saudi, dan juga
merupakan kekuatan politik yang patut diperhitungkan. Tetapi dalam konteks proses
modernisasi, peran mereka terasa kecil pengaruhnya.

Secara historis Raja Abd. Aziz bin Abd al-Rahman Al-Saud mempersatukan Kerajaan
Najd dan Hijaz (1932), dan membentuk Kerajaan Arab Saudi (David E. Long, 1980; 95).
Sejarah negara ini adalah sejarah mengenai Al-Saud yang telah memerintah lebih dari 200
tahun atas kawasan gurun di pusat Arabia yang dikenal dengan wilayah Najd. Pendiri dinasti
penguasa Saudi adalah Amir Muhammad bin Sa’ud (1703/04-1792) yang menjadi penguasa
di Dir’iyyah, sebuah kota oasis kecil yang berlokasi di Wadi Hanifah, dan berada di pusat
Najd. Pada tahun 1744-1745 Amir Muhammad berada di bawah pengaruh tokoh kebagkitan
keagamaan yang bersemangat, Muhammad bin Abd Wahhab dari kota tetangganya di
1
‘’Arab Saudi’’, dalam http://kemlu.go.id/riyadh/Pages/CountryProfile.aspx?l=jd,
diakses pada 20 November 2016.
Uyainah. Pada waktu Syeh Muhammad bin Abd Wahhab diusir dari Uyainah karena
keyakinan agamanya, Amir Muhammad menjadi pelindungnya. Abd al-Wahhab selalu
menekankan perlunya Islam kembali ke ajaran yang fundamentalis dan mengutuk banyak
kegiatan keagamaan yang menyimpang seperti menduakan tuhan dan bentuk-bentuk
pemujaan serta penjelmaan tuhan berupa patung dari batu. Gerakan Muhammad bin Abd al-
Wahhab dikenal sebagai mazhab Wahhabi. Namun pengikutnya menolak nama tersebut,
karena dikhawatirkan akan lebih memuja Abd al-Wahhab daripada tuhan sendiri. Gerakan ini
dimaksudkan sebagai usaha membersihkan agama Islam dari unsur yang dianggap bukan
Islam. Islam murni, ialah seperti yang diajarkan dan dipraktekan oleh Nabi Muhammad dan
para sahabat di Mekkah dan Madinah dalam abad ke-7. Pengaruh-pengaruh yang diterima
oleh ajaran Islam sesudah itu ialah berasal dari Suriah dalam abad ke-8 dan Persia dalam
abad ke-8 hingga ke-13. Islam sudah tidak murni lagi dan karena itu umat Islam harus
memurnikan lagi ajarannya, sesuai yang diajarkan Nabi Muhammad. Gerakan yang dimulai
oleh Abdul Wahhab itu sebenarnya bersumber pada gerakan yang telah dimulai oleh Ibn
Taimiyah dalam abad ke-13 M dan karangan-karangan ibn Taimiyah sangat mempengaruhi
jalan pikiran Abdul Wahhab. Biarpun gerakan pembersihan yang dicetuskan oleh ibn Wahab
dihancurkan oleh Muhammad Ali, Gubernut Khalifah Usmaniah di Mesir, tetapi semangat
yang disebarkan oleh Ibn Wahhab tidaklah lenyap (Said, 1987:327-328).

Dalam perkembangan selanjutnya (1801), aktivitas Wahhabi ini dengan dukungan Al


Saud telah memberikan arti bagi kesadaran dunia Islam khususnya. Mereka meluaskan
gerakannya sampai kota suci Sjiah di Karbala (Irak Selatan) menghancurkan makam orang-
orang suci yang dipuja termasuk makam Husain (cucu Nabi Muhammad). Selanjutnya
pendukung Wahhabi menaklukkan pasukan Ottoman di Hijaz (1806) dan merebut Makkah
dan Madinah. Di wilayah timur mereka masuk ke Oman dan memaksa sultan di Muscat
untuk membayar upeti tahunan kepada Al Saud. Dalam waktu singkat daerah kekuasaan
Saudi telah meluas dari sebuah oasis ke hampir seluruh Jazirah Arabia.

Pada tahun 1818 ibu kota Al Saud, Dir'iyyah, jatuh ke tangan Sultan Ottoman di
Istambul, dimana Sultan Ottoman Muhammad Ali menunjuk anaknya Ibrahim Pasha disertai
bantuan pasukan dari Mesir untuk untuk menguasai Najd, dan upaya tersebut baru berhasil
setelah berperang selama tujuh tahun. Pasukan Ottoman dan Mesir hanya 4 tahun menguasai
Hijaz. Kevakuman tersebut diikuti dengan tampilnya beberapa pimpinan setempat seperti
Mishari, saudara dari Amir Saudi yang terakhir, dan keponakannya Turki bin Abdallah
(1823-1824) yang mengkonsolidasikan kekuatan termasuk menciptakan undang-undang
Saudi. Begitu pula ibukotanya dipindahkan dari Dir'iyyah ke Riyadh sekitar 20 km di sebelah
selatan. Sampai kini Riyadh tetap menjadi ibukota Arab Saudi. Namun kekuasaan Turki
hanya bertahan sekitar 11 tahun, tahun 1834 ia dibunuh dan digantikan oleh anaknya Faisal
(1837). Selama Turki berkuasa telah berhasil menerapkan kembali undang-undang Saudi
yang tidak hanya berlaku di Najd tetapi sampai ke daerah timur di teluk Persia. Setelah
kematian Faisal (1865), pada tahun 1887 kembali kerajaan Saudi runtuh, yang dikuasai oleh
Muhammad Ibn Rashid, amir dari Shammar yang merebut Najd dan menguasainya sampai
Jabal Shammar dan kota al-Hayil.

Dalam sejarahnya saudara termuda dari Abdullah dan Saud, Abd al-Rahman hanya
secara singkat menjadi gubernur Rashid di Riyadh dan kemudian jatuh karena sebuah
revolusi. Barulah kemudian keluarga Saud memerintah kembali, setelah anak dari Abd al-
Rahman, yaitu Abd al-Aziz bin Abd al-Rahman Al Saud yang dikenal oleh pihak Barat
sebagai "Ibn Saud" merebut kembali kekuasaan dari Ibn Rashid. Ibn Saud melakukan
perubahan yang revolusioner. Visi kekuasaannya tidak lagi terbatas pada Najd, tetapi lebih
luas dan bersifat regional serta terlibat dalam aktivitas ekonomi-politik yang bersifat
internasional. Upaya Ibn Saud tersebut diawali dengan merebut kembali kota Riyadh (1902).
Pengaruh Ibn Rashid akhirnya berakhir juga setelah 2 dekade masa pemerintahannya, dengan
menguasai al-Hayil (1922) dan sebelah timur Jazirah Arabia dari penguasaan pihak Ottoman.

Perang Dunia I ikut mempengaruhi Jazirah Arab, yaitu keterlibatannya dengan


kekuatan-kekuatan politik besar, seperti Inggris dan Turki yang bersaing memperoleh
dukungan dari 3 penguasa utama di Jazirah Arab yaitu Abd al-Aziz dari Najd, Saud Ibn
Rashid dari Jabal Shammar, dan Sharif Husayn dari Makkah. Ibn Rashid mendukung Turki
dan Jerman, sedang dua penguasa lainnya mendukung Inggris. Dengan berakhirnya perang
tersebut, Abd al-Aziz akhirnya menaklukkan Ibn Rashid dan hubungan dengan Hijaz
memburuk. Setelah memberontak terhadap Ottoman, Sharif Husayn memproklamirkan
dirinya sebagai penguasa yang lebih tinggi dari Al Saud. Sharif Husayn sendiri merupakan
sharif di Mekkah sejak 1908. Pada waktu terjadi PD I pada 1914, Inggris membutuhkan
bantuan bangsa Arab untuk dapat mengalahkan Turki, maka Inggris mengadakan perjanjian
rahasia dengan Husayn. Perjanjian tersebut pada intinya adalah jika bangsa Arab memihak
Inggris, maka setelah PD I selesai, Inggris akan mengakui kemerdekaan Arab. Baik Husayn
maupun Inggris sebenarnya ingin memiliki tanah Palestina, Syria, dan Irak. Inggris ternyata
mengingkari perjanjian dengan Husayn, yaitu selain dengan Husayn, Inggris juga
mengadakan perjanjian dengan Perancis pada tahun 1916. Dalam perjanjian tersebut, Inggris
dan Perancis berjanji bahwa setelah PD I berakhir dan dapat mengalahkan Turki, maka
Inggris dan Perancis akan membagi daerah Palestina, Syria, dan Irak. Pada akhirnya karena
desakan Inggris, Husayn menerima perjanjian tersebut. Sikap lemah dari Husayn tersebut
menimbulkan kemarahan besar dari seluruh rakyat Arab sehingga Husayn dipaksa turun tahta
dan digantikan putranya yang bernama Ali untuk menjadi raja, tetapi Ali kemudian dapat
dikalahkan oleh kaum Wahhabi di bawah pimpinan Abdul Aziz Ibnu Su’ud, raja dari Najd.
Ali dan Husayn kemudian melarikan diri ke luar negeri. Abdul Aziz Ibnu Su’ud kemudian
menjadi raja Arab, tetapi wilayahnya tidak termasuk Palestina, Syria, dan Irak.

Sejak 1925 kondisi tersebut mengalami perubahan, Abd al-Aziz bersama 40


pasukannya memperoleh keuntungan dari warisan Saudi dengan merebut dan menjadi Amir
Najd. Setelah menaklukkan Hijaz, ia menjadi raja Najd dan Hijaz, akhirnya pada tahun 1932
ia menyatukan kedua kerajaan itu menjadi kerajaan Arab Saudi. Dengan melakukan
konsolidasi dan perbaikan kembali atas wilayah kekuasaan Saudi, maka perdamaian di
wilayah tersebut menjadi catatan penting dalam sejarah.

B. Sistem Ekonomi Arab Saudi

Perekonomian negara Arab Saudi didasarkan pada beberapa hal. Sebagain besar
didasarkan pada hasil minyak bumi, namun beberapa dari perniagaan dan juga peternakan.
Pada umumnya masyarakat negara ini banyak yang bekerja sebagai pedagang dan juga
penambang. Memang pendapatan negara Arab Saudi sangat banyak diperoleh dari kegiatan
penyelenggaraan haji dan umroh, namun juga didukung oleh banyak factor, terutama dari
sektor-sektor perekonomian di negara ini. Kemudian kita akan membahas sektor ini satu per
satu.2

1. Sektor Minyak Bumi atau Pertambangan

Pertambangan merupakan salah satu ekspor yang paling banyak digeluti oleh
masyarakat di Arab Saudi. Hasil pertambangan ini yang paling besar adalah minyak bumi dan
juga gas alam. Arab Saudi merupakan negara pengekspor minyak bumi terbesar di dunia, jadi
sudah tidak mengherankan lagi bahwa sumber daya alamnya terutama minyak dan gas
melimpah ruah. Negara Arab Saudi mendapat gelar “Petro Dollar” karena sebagian besar

Engineer, Asghar Ali, Asal Usul dan Perkembangan Islam; Analisis Perkembangan
2

Sosio-Ekonomi, terj. Imam Baehaqi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999).


sumber devisa negaranya berasal dari ekspor minyak ini. Ladang-ladang minyak yang utama
terdapat di daerah Damman, Dahran, Ghawar, Abqaq, Hassa, dan Riyadh. Sedangkan
pelabuhan minyak terbesar terdapat di kota Restanura, tepatnya berada di Teluk Persia dan
beberapa lagi di antaranya di Ad Damman dan juga Jeddah. Tambang minyak Bumi dan juga
gas alam memang merupakan hasil migas yang banyak digunakan oleh penduduk dunia
sehingga siapapun yang memiliki tambang ini pasti akan mendapatkan keuntungan. Meski
jumlah yang ekspor tidak seberapan namun suatu saat pasti meningkat.

2. Sektor Perdagangan

Selain dari sektor pertambangan, selanjutnya adalah sektor perdagangan yang


merupakan mata pencaharian masyarakat Arab pada umumnya. Bermacam-macam barang
dijual, mulai dari kain atau tekstil hingga ke wujud oleh-oleh atau cinderamata khas Arab
Saudi. Namun untuk komoditas perdagangan yang utama ini yang paling utama atau
komoditas ekspor utamanya adalah minyak bumi dan juga gas alam. Selain melakukan
ekspor, Arab Saudi juga melakukan impor dimana barang-barang yang diimpor ini meliputi
bahan makanan, bahan bangunan, senjata, tekstil, mobil atau alat transportasi dan juga kayu
lapis. Menengok keadaan alam Arab Saudi yang gersang dan tandus, tidak banyak jenis
pohon yang hidup disana. Akibatnya, bahan-bahan makanan banyak mengimpor dari negara
lain untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.

3. Sektor Peternakan

Sektor selanjutnya adalah peternakan. Masyarakat Arab Saudi juga banyak yang
memelihara ternak untuk memenuhi kebutuhan perekonomian mereka. Kegiatan berternak di
Arab Saudi ini banyak dilakukan oleh suku Badui di daerah yang berupa bioma stepa.
Adapun binatang yang banyak dipelihara adalah binatang- binatang yang bisa hidup di daerah
kering dan kekurangan air. Beberapa contoh binatang yang biasa dipelihara antara lain adalah
unta, biri-biri, kambing, keledai, kuda dan sebagian kecil berupa unggas, yaitu ayam.

4. Sektor Pertanian

Sektor pertanian juga turut andil dalam memenuhi kebutuhan perekonomian


masyarakat di Arab Saudi. Meskipun pertanian di Arab Saudi tidak seperti pertanian di
Indonesia yang jumlahnya melimpah, namun pertanian di Arab Saudi tetap membuahkan
hasil. Daerah pertanian di negara ini terdapat di Asir, yaitu sebuah daerah pegunungan di
selatan yang menghadap ke Laut Merah. Pertanian di negara Arab saudi ini tidak memiliki
hasil utama berupa padi seperti di Indonesia, namun berupa kurma. Selain itu, hasil yang
lainnya adalah gandum, padi, jagung, kopi, dan juga sayuran. Meskipun demikian, semua
hasil pertanian di Arab Saudi ini belum mampu mencukupi kebutuhan di dalam negeri karena
memang jumlahnya hanya sedikit. Dengan demikian negara ini masih banyak melakukan
impor dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

5. Sektor Perindustrian

Sektor perindustrian juga merupakan salah satu sektor yang penting di tanah Arab
Saudi. Arab Saudi juga memiliki berbagai industri besar di wilayahnya. Beberapa jenis
industri utama di Arab Saudi adalah industri minyak, industri desalinasi yakni pengolahan air
laut menjadi air tawar, industri petro kimia, industri peleburan alumunium, industri semen
metanol, industri pupuk, industri baja, industri pengolahan biji besi, dan LNG. Tidak semua
kawasan di Arab Saudi merupakan daerah industri. Adapun pusat perindustrian di negara ini
berada di kota Yanbo dan juga kota Jubail, sebuah daerah di pantai timur.

6. Turisme

Arab Saudi merupakam megara yang dikenal di seluruh dunia. Negara ini tersohor
seantero jagat raya karena ada sebuah kota yang menjadi kota suci umat Islam di seluruh
dunia. Kota Makkah, Madinah, dan Jeddah merupakan tempat-tempat suci yang setiap
tahunnya dikunjungi dalam ibadan haji dan umroh. Jutaan manusia datang ke tempat ini
setiap tahunnya untuk beribadah, hal ini tentu akan memberikan pemasukkan khusus bagi
pemerintah Arab Saudi melalui devisa. Turisme serta biaya pergi Haji lah yang menjadi
sumber devisa negara Arab Saudi ini. Hal ini juga sangat berpengaruh pada mata pencaharian
penduduk setempat. Oleh karena meledaknya jamaah dari berbagai belahan dunia, maka
banyak orang-orang yang mendirikan hotel atau penginapan, restaurant atau tempat makan
dan lain sebagainya. Hal ini tentu merupakan sebuah pemasukkan yang tidak sedikit
jumlahnya. Terlebih orang-orang tersebut selalu menyempatkan diri memborong oleh-oleh
untuk dibawa ke negara asal mereka.

7. Pertenunan

Pertentunan ternyata ada pula di Arab Saudi. Pertenunan adalah seni akan merancang
kain secara tradisional. Di Arab Saudi, tenun ini dibuat oleh orang-orang Badui yang
hidupnya tidak menetap yang memilik pekerjaan sebagai peternak. Selain berternak, orang-
orang suku Badui tersebut juga menenun kain yang dibuat menjadi selimut, jubah, dan juga
pakaian sehari-hari orang Arab. Hasil tenun dari Arab Saudi ini ternyata mutunya sudah
terkenal dan bahkan sudah diakui oleh dunia sebagai hasil karya yang baik dan khas.

8. Pengangkutan

Sektor trasportasi atai pengangkutan juga merupakan salah satu suber perekonomian
bagi negara Arab Saudi. Meskipun tidak banyak hasilnya, namun sektor ini cukup membantu.
Adapun pengangkutan di Arab Saudi ini ada yang menggunakan kendaraan seperti motor
roda dua maupun ada pula yang menggunakan binatang seperti unta. Orang-orang Arab
sering melakukan perjalanan dagang sehingga mereka memerlukan alat pengangkutan.3

Itulah beberapa sektor yang menjadi penopang perekonomian di Arab Saudi.


Kemudian mengenai keadaan masyarakat Arab Saudi, akan sangat berkaitan dengan
kesejahteraan yang dimiliki oleh masyarakat Arab Saudi. Pendapatan perkapita penduduk
Arab sendiri mencapai 8.610 Dollar Amerika yang ditopang oleh sektor-sektor diatas.

Arab Saudi melaksanakan kegiatan dan bisnis ekonomi yang bersifat liberal. Kendati
ada larangan berhubungan dengan negara komunis, namun barang-barang dari Cina dan
Eropa Timur banyak diperjualbelikan di negara itu. Di samping itu filosofi liberal yang
dikombinasikan (tetap berlandaskan) dengan nilai-nilai islami melahirkan suatu etika bisnis
yang berbeda dengan apa yang berkembang di Barat. Perpaduan kedua prinsip itu ikut
mendukung meningkatnya peran minyak dalam perekonomian Saudi. Dan minyak menjadi
aspek penting yang banyak merubah struktur ekonomi Saudi, yang di kemudian hari
menempatkan Saudi sebagai negara kaya di Timur Tengah. Di samping ciri ekonominya yang
kapitalis namun secara bersamaan Saudi menganut etika bisnis tradisional yang bebas
kesemua ciri tersebut mempermudah Saudi melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan
asing dalam mewujudkan rencana pembangunan ekonominya di berbagai sektor. Minyak
menyumbangkan pemasukan yang besar bagi pemerintah Saudi, dan lebih dari 90% produksi
kotor nasionalnya berasal dari komoditi minyak. Potensi minyak bumi Saudi tersebut paling
besar dibandingkan negara penghasil minyak lainnya. Potensi minyak Saudi inilah yang
menyebabkan peran negara itu dalam hal ekonomi dan politik di Timur Tengah tidak bisa
diabaikan, bahkan di tingkat internasional posisi Saudi menjadi begitu penting karena minyak
selama ini memang efektif sebagai leverage dalam hubungan antar bangsa.

3
Ibid, hlm 98
Skema pembangunan Saudi pada lima tahun pertama (1970-1975), pemerintah
melakukan diversifikasi atas komoditi ekonomi tunggalnya (minyak) ke berbagai bidang.
Pada tahap kedua (1975) pemerintah Saudi mengumumkan pengeluaran anggaran sejumlah
149 milyar dollar AS dengan menekankan pembangunan infrastruktur pertanian, industri
petrokimia, dan sosial-ekonomi. Keberhasilan yang dicapai dalam pelita tahap kedua itu
ternyata menimbulkan masalah baru, yaitu kurangnya dukungan tenaga-tenaga terampil, dan
ketegangan dalam proses pengambilan keputusan di tingkat birokrasi, serta tingkat inflasi
yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, pemerintah Saudi (1977) memperlambat langkah
pembangunannya, agar pembangunan ekonomi dapat dikonsolidasikan dengan keuntungan
yang diperolehnya. Pelita ketiga (1980-1985) dirancang untuk melanjutkan konsolidasi dan
legitimasi pemeliharaan nilai-nilai Islami dalam masyarakat Saudi.

Dalam pelita keempat (1985-1990) penekanan pembangunan Arab Saudi tetap


melanjutkan apa yang telah dicapai sebelumnya. Pada tahap pembangunan ini pertama-tama
lebih ditekankan dengan pencapaian operasional yang efisien atas penggunaan fasilitas dan
sumber pemasukan kerajaan dengan penemuan dan pengembangan sumber pemasukan
kerajaan dengan penemuan dan pengembangan sumber pemasukan baru. Kedua, perhatian
yang besar pada diversifikasi strategi pembangunan dari aktivitas produksi, khususnya
manufaktur, pertanian, dan keuangan. Ketiga, berupaya keras menurunkan jumlah buruh
kasar dari luar Saudi sekitar lebih dari setengah juta orang. Keempat, menekankan kebijakan
yang jelas dan tegas dalam mempromosikan keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan
ekonomi.

Dalam pelita kelima (1990-1995) tujuan pembangunan ekonomi menekankan aspek


yang lebih luas dibandingkan pelita sebelumnya dengan 13 sasaran utama, yaitu:

1. Tetap melaksanakan nilai-nilai kehidupan yang bersifat Islami.


2. Menjamin eksistensi negara, keyakinan, dan stabilitas sosial dari ancaman lainnya.
3. Menjamin terwujudnya warga negara yang produktif dan menempatkan mereka pada
basis pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
4. Meningkatkan sumber daya manusia dalam memenuhi kebutuhan akan pembangunan
ekonomi yang modern.
5. Mengembangkan informasi dan budaya yang sesuai dengan perkembangan
pembangunan.
6. Mengurangi ketergantungan pada produksi ekspor minyak bumi yang selama ini menjadi
sumber utama pendapatan nasional.
7. Melanjutkan perubahan struktural di bidang ekonomi, dengan melakukan diversifikasi
ekonomi pada aspek industri dan pertanian.
8. Mengembangkan potensi mineral lainnya dan mendorong dilahirkannya berbagai
penemuan baru.
9. Meningkatkan mutu dari penampilan penggunaan sarana dan prasarana yang telah ada
selama ini.
10. Melengkapi pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang sudah berjalan.
11. Melanjutkan partisipasi swasta dalam pembangunan sosial-ekonomi.
12. Mencapai keseimbangan pembangunan antara satu kawasan dengan kawasan lainnya
wilayah Saudi.
13. Mencapai integrasi sosial ekonomi antara negara-negara Arab anggota Dewan Kerjasama
Teluk.

Di bidang industri, sejak 1974 telah dibentuk The Saudi Industrial Development Fund
(SIDF) yang bertujuan melakukan ekspansi dalam ekonomi industri. Dalam perannya sebagai
wakil pemerintah, lembaga ini ikut bertanggung jawab untuk menyediakan dana pinjaman
bagi sektor industri swasta dan keperluan perusahaan umum. Hasil yang dicapai dalam
bidang industri menunjukkan pertumbuhan yang cepat dalam periode 1977/78-1983/84.
Realisasi komitmen pinjaman itu meliputi sektor industri produk transportasi, otomotif, dan
kebutuhan konsumen lainnya.

Berbagai sasaran utama dalam pelita kelima ini merupakan indikasi atas seriusnya
perhatian pemerintah dalam melanjutkan pembangunan ekonomi Saudi. Implementasi
pengeluaran dan investasi bagi pembangunan ekonomi pertama-tama minitikberatkan pada
penyediaan air bersih sebagai faktor utama untuk meningkatkan efisiensi pembiayaan proyek
pemerintah. Kedua, meningkatkan eksplorasi mineral dan sumber kelautan, serta pemetaan
dari lokasi tersebut sebagai kesinambungan bagi pembangunan berikutnya, di samping
meningkatkan produksi gas energi bersih sampai pada tingkat yang optimum. Ketiga,
ekspansi horizontal maupun vertikal dalam industri petrokimia melalui sektor swasta maupun
perusahaan campuran (pemerintah dan swasta) telah dibuktikan realisasinya. Keempat,
peningkatan kapasitas manufaktur penyulingan produk minyak bumi sampai pada tingkat
optimum juga menunjukkan perkembangan positif.
Tujuan pembangunan dalam Pelita IV dan V maupun sebelumnya tetap menekankan
bahwa sektor minyak adalah primadona dan akan tetap berperan di masa mendatang selain
pengembangan sektor lainnya. Semua kebijakan itu menunjukkan keunikan pembangunan
ekonomi Saudi yang merupakan kombinasi antara nilai-nilai Islam dan negara yang
merealisir pelaksanaan "sistem ekonomi kapitalis".

C. Sitem Politik Arab Saudi


1. Politik Dalam Negeri

Arab Saudi merupakan negara Islam Monarki dan konstitusinya berdasarkan hukum
Islam, yang tidak berorientasi pada peran seseorang untuk terlibat dalam
pembuatan/perumusan hukum itu. Aturan pelaksanaan dari hukum Islam tersebut diawali
dengan berperannya "Dewan Kerajaan" yang disebut Nizams. Pemberlakuan hukum Islam
tersebut dengan menempatkan Al Qur'an sebagai dasar konstitusi Arab Saudi, dan pada
prakteknya konstitusi itu tidak bisa diadaptasikan dalam situasi apapun yang bersifat modern.
Asumsi dari kebijakan itu menekankan bahwa Al-Qur’an adalah suatu kitab suci yang
sempurna dibandingkan konstitusi sekuler lainnya, dan Al-Qur’an sesuai dengan prinsip
kehidupan masyarakat Saudi.

Pada tingkat perselisihan yang melibatkan aturan administrasi akan didengar oleh
pengadilan admintratif seperti pengadilan buruh dan perdagangan dan oleh pengadilan khusus
yang disebut Dewan al-mazalim (Dewan Pengaduan) yang akan menangani masalah yang
menentang pemerintah. Masalah lainnya akan akan ditangani oleh pengadilan Islam (quda).
Pimpinan yang absah dari semua dewan adalah menteri kehakiman, yang merupakan anggota
dari dewan syekh, dan pimpinan tertinggi adalah raja yang berperan sebagai imam atau
pemimpin rohani. Di bawah kekuasaan raja terdapat dewan menteri dan berbagai lembaga
independen. Raja tidak bersifat monarki absolut.

Di samping hukum Islam, keluarga kerajaan juga berperan dalam menghalangi


tindakan-tindakan raja. Dinamika politik Saudi berkisar pada dua hal, yaitu politik keluarga
kerajaan dan politik nasional. Saudi merupakan salah satu negara yang mana militernya tidak
memainkan peran yang menentukan. Raja harus terjamin keamanannya serta mendapat
dukungan dari keluarganya. Dalam memilih seseorang yang akan diangkat menjadi raja,
dominasi keluarga kerajaan sangat kuat.
Pada tingkat politik nasional, kepala pemerintahan adalah raja yang sekaligus
merangkap sebagai perdana menteri. Dan posisi pangeran kerajaan menangani semua hal
yang berkaitan dengan keamanan. Kendati demikian tidak berarti semua keluarga kerajaan
mendominasi politik nasional. Di samping besarnya keikutsertaan keluarga kerajaan dalam
pemerintahan, kepemimpinan tetap ditekankan pada teknokrat yang berkualitas dan
ditempatkan hampir di semua bidang jasa umum dan kementerian yang menangani soal-soal
pembangunan. Karena itu pembuatan keputusan pemerintah mencerminkan suatu kombinasi
antara kepentingan keluarga kerajaan dan isu pembangunan (termasuk struktur birokrasi).

Namun dalam sejarahnya, rezim yang berkuasa di Saudi tetap memperhatikan


personalitas daripada institusi. Penguasa akan selalu memperhatikan petunjuk dari dewan
penasihat dalam menciptakan pembuatan keputusan yang bersifat konsesus. Keputusan di
tingkat kementrian yang disebut sebagai Dewan Menteri (Majlis Al Wuzara) yang mendapat
wewenang langsung dari raja menjadi dewan yang cukup berpengaruh dan dapat berperan
dalam menyelesaikan berbagai masalah. Banyak kebijakan yang terbatas sifatnya diputuskan
di tingkat kementrian, dan kebijakan tingkat tinggi dilakukan oleh individu yang cukup
berpengaruh.

Kerajaan Saudi Arabia berdiri pada tahun 1920-an, tetapi proklamasi terhadap
negaranya dilakukan pada tahun 1932 oleh raja Abdul Aziz ibn Abdul Rahman al Sa’ud. Jadi,
pendiri kerajaan ini adalah raja Abdul Aziz yang wafat pada tahun 1373 H atau 1953 M, lalu
digantikan oleh putranya  yaitu raja Raud ibn Abdul Aziz. Setelah itu, berturut-turut raja
Saudi Arabia adalah raja Faisal, raja Khaled, raja Fahd dan sekarang raja Abdullah ibn Abdul
Aziz ibn Sa’ud. Perdana menteri adalah Khadim al Haramain asy Syarifain (pelayan Dua
Kota Suci) raja Abdullah ibn Abdul Aziz ibn Sa’ud dan putra mahkota adalah Pangeran
Sultan bin Abdul Aziz al Sa’ud, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Penerbangan
dan Inspektur Jendral.

Kerajaan Arab Saudi memperingati hari nasionalnya setiap tahun pada tanggal 23
September, sesuai dengan tanggal didirikannya kerajaan tersebut oleh raja Abdul Aziz al
Sa’ud. Kalender resminya adalah kalender hijriyah, yakni berpedoman atas peristiwa
hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah yang bertepatan dengan 622 M.

Arab Saudi adalah sebuah negara yang masih menganut sistem kerajaan di kawasan
Timur Tengah. Kerajaan Arab Saudi berasal dari Dinasti Saud yang dirintis sejak abad ke-18
di daerah Najd yang terletak di bagian tengah Semenanjung Arab. Berdirinya dinasti Saud
berawal dari tokoh yang bernama Amir Muhammad bin Sa’ud (1703-1792). 4 Kerajaan Arab
Saudi dikuasai oleh keluarga Al-Saud yang berpijak pada ideologi madzab Wahhabi yang
menjadi dasar legitimasi kekuasaan dan pengembangan pengaruh pemerintah keluarga Al-
Saud di semenanjung jazirah Arab. Keputusan Arab Saudi menggunakan madzab Wahhabi
sebagai ajaran dan faham resmi berawal dari pertemuan antara Muhammad Ibn Sa’ud dengan
Muhammad Abd Al-Wahab. Al-Saud merupakan tokoh politik yang kemudian bertemu
dengan Muhammad Ibn Wahhab, seorang tokoh spiritual yang menganut faham Wahhabi.
Keduanya memutuskan untuk mengabungkan pemahamannya masing-masing untuk dapat
mewujukan Daulah Islamiyah.

Sistem pemerintahan negara-negara di jazirah Arab yang pada saat itu tidak bisa
dilepaskan dari fakta bahwa wilayah ini sampai kirakira satu abad sebelumnya merupakan
bagian dari kekuasaan Kekaisaran Utsmani5 yang menganut sistem pemerintahan yang
berbentuk kekhilafahan. Terhitung pada awal abad ke-16 hampir seluruh wilayah Arab
berada di bawah kekaisaran Utsmani Arab Saudi menganut sistem monarki absolut dengan
Raja sebagai kepala pemerintahan dan Negara. Sistem monarki (kerajaan) berasal dari kata
Mono yang berarti satu dan Archein yang berarti kekuasaan. Monarki adalah sebuah sistem
pemerintahan yang dipimpin oleh Raja atau Kaisar sebagai pemegang kekuasaan tertinggi,
dimana dalam membuat kebijakan berada ditangan Raja. Arab Saudi merupakan negara yang
murni menggunakan hukum Islam sebagai dasar untuk peraturan-peraturan di dalam
negerinya.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar yang dirilis pada tahun 1993, berisi 83 prinsip-
prinsip (atau ayat) yang menegaskan kembali landasan atau dasar kerajaan yang telah
berjalan sejak masa awal berdiri. Di antarnya pada Pasal pertama yang menyatakan bahwa
Al-Quran dan Sunnah Nabi adalah konstitusi Arab Saudi. Selanjutnya, dalam Pasal 5, sistem
politik digambarkan sebagai kerajaan. Undang-Undang Dasar juga menekankan pentingnya
nilai-nilai Islam. Pada pasal 44 disebutkan tiga kekuasaan negara, yaitu pengadilan atau
lembaga hukum, eksekutif dan kekuasaan organisasional, dan menyatakan bahwa Raja adalah
sumber utama pusat kekuasaan tersebut. Meskipun demikian, pengadilan atau lembaga

4
David E Long and Bernard Reich (eds.), The Government and Politics of The
Middle East and North Africa. Boulder, Colorado: Westview Press. 1980, hal 89.
5
Asghar Ali Enginer, Devolusi Negara Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, hal
143.
hukum dijelaskan sebagai kekuatan independen dalam Pasal 46, yang anggota-anggotanya
diangkat dan diberhentikan oleh surat keputusan kerajaan.

Hal yang sama berlaku kepada wakil perdana menteri, menteri, deputi menteri dan
pejabat senior. Selain itu, Undang-Undang Dasar juga menetapkan hak-hak yang dimiliki
oleh Raja. Raja Arab Saudi menduduki hampir semua posisi penting dalam pemerintahan,
mendominasi keluarga besar Al Saud, menguasai politik serta ekonomi Arab Saudi. Penguasa
Arab Saudi (Raja) memiliki kecenderungan yang kuat untuk membatasi sesempit mungkin
berlakunya nilai-nilai liberal dan demokratis, serta membatasi partisipasi rakyatnya untuk
masuk ke dalam lingkup politik. Kekuasaan politik amat terpusat pada Raja yang memegang
berbagai jabatan sebagai berikut6:

1. Kepala Dinasti Saudi


2. Perdana Mentri
3. Kepala Eksekutif
4. Imam Keagamaan Tertinggi
5. Komandan Angkatan Bersenjata
6. Kepala Pengadilan

Dengan melihat kekuasaan yang ada pada raja di Arab Saudi, maka dapatlah
dikatakan bahwa kerajaan Arab Saudi menekankan kembali pandangan Islam, dimana antara
agama dan negara secara historis tidak dapat dipisahkan. Rakyat Arab Saudi memperlihatkan
solidaritas yang amat besar dan dukungan bagi pemimpin politik, yaitu raja, yang membuat
tuntutan serta melaksanakan kontrol atas rakyat. Menurut Frank Tachau keadaan ini
dipengaruhi oleh lima karakteristik yang memberi kesan bahwa, (1) di Arab Saudi hanya
terdapat pola kekuasaan hirarkis, (2) terdapat eksklusivisme yang didasarkan pada kelompok
Wahhabi, (3) fleksibilitas strategis khususnya yang berkaitan pada ketidakstabilan dan
pemanfaatan sumber daya minyak, (4) terdapatnya konsentrasi kekuasaan di pusat sehingga
hampir tidak ada pendelegasian kekuasaan di daerah, dan (5) adanya neo tradisionalisme.

Dalam perkembangannya, sistem politik dan struktur politik kerajaan Arab Saudi
mengalami perubahan, yaitu di mana sebelumnya kerajaan ini menganut bentuk kekuasaan
yang di dalamnya didominasi unsur keagamaan yang lebih bercirikan tradisional primitif dan
masih dikaitkan erat dengan adat istiadat menjadi monarki absolut. Di tengah perubahan
sosial, ekonomi dan pendidikan yang sangat pesat ini, Arab Saudi tetap mempertahankan
6
Sidik Jatmika, Op Cit,. Hal 70.
otoritas keagamaan dan politik tradisionalnya. Pertalian keluarga tetap merupakan faktor
utama dalam pemerintahan Arab Saudi.7 Kerajaan Arab Saudi masih menganut pola
keterkaitan antara negara dan agama yang masih berkaitan.8 Sehingga dalam kehidupan social
politiknya, nilai-nilai agama masih sangat kental diperlihatkan. Namun di dalam
perkembangannya aktivitas politik baik di dalam negeri maupun di luar negeri, raja telah
membentuk sebuah dewan untuk membantu tugasnya. Pemerintahan dijalankan oleh sebuah
dewan keluarga yang bekerja dengan konsesus.9 Jabatan di dalam dewan yang dibentuk Raja
hanya dapat dimiliki oleh anggota keluarga kerajaan dan kepala suku yang nantinya akan
menduduki jabatan kementerian dan administratif.

Unsur nepotisme memang sangat kental di setiap urusan pemerintahan Arab Saudi.
Hampir sebagian besar yang menduduki jabatan-jabatan penting di dalam pemerintahan
adalah keluarga kerajaan atau golongan yang memiliki pengaruh, misalnya para pengusaha
dan bangsawan. Nilai-nilai demokratis sama sekali tidak ditunjukan di dalamnya. Namun satu
hal yang sama pentingnya yaitu komitmen terhadap Islam. Masyarakat Saudi hampir tidak
terpengaruh oleh nasionalisme dan sekulerisme, dan penguasa Saudi mengembangkan
keabsahan domestik mereka dengan banyak memberikan perhatian kepada urusan agama dan
memberlakukan moral Islam.10

Di tengah-tengah perubahan karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan sosial


yang sangat cepat mengharuskan pemerintah Arab Saudi untuk mampu mengatur dinamika
masyarakatnya. Konvesi lokal tradisional yang semula menjadi acuan berjalannya roda
pemerintahan, dinilai sudah tidak mampu lagi diterapkan di negara tersebut. Kepemilikan
industri minyak dan bertambahnya wilayah-wilayah menjadikan faktor terjadinya perubahan
secara signifikan. Jika kondisi seperti ini tidak segera ditangulangi, maka pemerintah akan
mengalami kesulitan jika tidak dibantu badan-badan administrasi yang fleksibel. Oleh
karenanya, Raja membentuk dewan menteri guna bertanggung jawab atas anggaran dan
urusan pemerintah lokal maupun regional.11 Struktur pemerintahan Arab Saudi diantarnya:

1. Raja (Kepala Pemerintahan)

7
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jkarta: Raja Grafindo Persada, 1999.,
hal 187.
8
Sidik Jatmika, Op,Cit., hal 158.
9
Ira M. Lapidus, Op,Cit., hal 187.
10
Ibid.
11
Sidik Jatmika, Op.cit. hal 158
Raja Arab Saudi saat ini adalah Raja Salman bin Abdul Aziz Al-Saud. Raja
merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di Arab Saudi, tapi kekuasaannya dibatasi oleh
hukum Islam. Sistem kerajaan Arab Saudi sifatya turun temurun, jika Raja meninggal maka
digantikan oleh keturunannya. Di Arab Saudi, Raja tidak membuat undang-undang, hanya
mengeluarkan dekrit kerajaan yang sesuai dengan syariah. Tugas yang paling sulit adalah
mempertahankan konsensus di antara keluarga Kerajaan, para ulama dan suku-suku yang
berpengaruh dalam masyarakat. Berikut ini daftar raja yang memimpin Arab Saudi:

1.1. Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud

Raja Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud, lahir di Riyadh pada 1880 dan wafat
pada 1953. Dia memerintah Kerajaan Arab Saudi pada 22 September 1932 hingga 9
November 1953. Raja yang juga dikenal sebagai Ibn Saud ini membangun kerajaannya
berlandaskan Syariah Islam. Raja Ibn Saud berhasil mengubah Arab Saudi menjadi negara
Islam modern serta kaya akan tradisi dan budaya. Abdul Aziz juga dikenang sebagai
negarawan besar, yang pandai berpolitik, dan tahu bagaimana cara memanfaatkan sumber
daya alam untuk kepentingan rakyat.

1.2. Raja Saud bin Abdul Aziz

Raja kedua Arab Saudi ini lahir pada 1902 dan wafat pada 1969. Saud ditahbiskan
sebagai Putra Mahkota pada 1933 dan memimpin kerajaan pada 1953 hingga 1964. Selama
memerintah, Raja Saud mendirikan berbagai kementerianseperti Kementerian Perdagangan,
Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kesehatan Anak tertua dari Ibn Saud ini dikenal
sebagai raja yang suka menghambur-hamburkan uang. Saud juga memberikan anak-anaknya
jabatan tinggi dalam pemerintahannya. Kebiasaan ini membuat sang raja digulingkan oleh
keluarganya sendiri. Sang adik, Faisal bin Abdul Aziz, pun naik takhta menggantikan Saud.

1.3. Raja Faisal bin Abdul Aziz

Raja Faisal lahir di Riyadh pada 1906 dan wafat pada 1975. masa pemerintahannya
dimulai pada 1964 dan berakhir ketika dia wafat. Sebelum menggantikan Saud, Faisal
diangkat menjadi Menteri Luar Negeri oleh ayahnya, Abdul Aziz. Pemimpin inovator ini
dikenal sebagai raja yang saleh dan amat memerhatikan kesejahteraan rakyatnya. Faisal
menjunjung tinggi program penghapusan perbudakan. Bahkan, dia membeli seluruh budak di
Arab dengan uang pribadinya hingga tak ada satu pun budak di negara itu. Kemudian dia
membebaskan budak yang dibelinya tersebut dan memberlakuan larangan perbudakan di
Arab Saudi untuk selamanya.

1.4. Raja Khalid bin Abdul Aziz


Raja yang memerintah pada 1975 hingga 1982 ini naik takhta ketika Raja Faisal
wafat. Khalid sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Hijaz pada 1932 dan ditunjuk menjadi
Menteri Dalam Negeri pada 1934. Raja Khalid banyak membuat kebijakan dalam
pemerintahannya baik itu kebijakan dalam ataupun luar negeri. Pada 1982, Khalid berhasil
memperbaharui persenjataan kerajaan dengan mendatangkan 16 pesawat tempur dari
Amerika. Khalid wafat pada 1982 karena serangan jantung.
1.5. Raja Fahd bin Abdul Aziz
Raja Kelima Arab Saudi ini dilantik menjadi Menteri Pendidikan pada 1953.
Kemudian pada 1962, dia menduduki jabatan Menteri Dalam Negeri. Fahd naik takhta
setelah Raja Khalid wafat pada Juni 1982. Fahd berkontribusi besar dalam bidang diplomasi
internasional Kerajaan Arab Saudi. Kerja kerasnya mampu membuat perekonomian Arab
Saudi berkembang pesat. Pria yang lahir di Riyadh pada 1921 ini wafat pada 1995 karena
terserang stroke.
1.6. Raja Abdullah bin Abdul Aziz
Penjaga Dua Masjid Suci ini lahir di Riyadh pada 1924. Abdullah naik menjadi Raja
pada 2005 setelah sebelumnya menjabat sebagai Perdana Menteri. Pemimpin yang dikenal
murah hati tersebut sudah memiliki banyak pengalaman dan memberikan pengaruh besar
pada kerajaan ketika masih menjadi Putera Mahkota di masa Raja Fahd. Sejak 1995,
Abdullah sudah mewakili peran Raja Fahd yang terserang stroke. Abdullah dikenal sangat
kuat memegang ajaran agama dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap rakyat
dan Tanah Air. Pada masa pemerintahannya Raja Abdullah banyak membuat kebijakan yang
menjadikan Arab Saudi disegani di kancah Internasional hingga saat ini. Raja Abdullah wafat
pada Jumat, 23 Januari 2015 karena penyakit yang dideritanya.
1.7. Raja Salman bin Abdul Aziz
Raja yang lahir pada 1935 ini sebelumnya berhasil mengubah wajah Riyadh. Kota
yang awalnya hanya memiliki 200 ribu penduduk kini menjelma menjadi kota kosmopolitan
dengan lebih dari 7 juta penduduk dan menjadi rumah bagi puluhan perguruan tinggi
berkualitas tinggi. Raja ketujuh Arab saudi ini dikenal sebagai sosok yang memiki semangat
besar khususnya dalam reformasi dan perubahan sosial untuk negaranya. Salman pertama kali
diangkat menjadi gubernur ketika usianya baru 19 tahun. Raja Salman sebelumnya juga
pernah menjabat sebagai menteri pertahanan dan banyak berkontribusi untuk negaranya di
masa Raja Abdullah.
Seiring dengan terjadinya sejumlah perubahan sebagai akibat dari meningkatnya
pertumbuhan ekonomi dan sosial yang sangat cepat. Mengharuskan pemerintah Arab Saudi
untuk mampu mengatur dinamika masyarakatnya. Konvensi lokal tradisional yang semula
menjadi acuan berjalannya roda pemerintahan dinilai sudah tidak mampu lagi diterapkan di
negara tersebut. Kepemilikan industri minyak dan bertambahnya wilayah-wilayah
menjadikan faktor terjadinya perubahan secara signifikan. Jika kondisi seperti ini tidak segera
ditanggulangi, maka pemerintah akan mengalami kesulitan jika tidak dibantu badan-badan
administrasi yang fleksibel. Oleh karenanya, Raja membentuk dewan menteri guna
bertanggung jawab atas anggaran dan urusan pemerintah lokal maupun regional.12
2. Dewan Menteri
Hampir semua keputusan kebijakan utama memerlukan masukan dari kedua pangeran
dan para ulama senior Arab Saudi. Ulama senior dan pemimpin bisnis memiliki pengaruh
yang cukup besar, baik sebagai penasihat utama Raja dan sebagai pengambil keputusan
operasional. Pengambilan keputusan bukan hanya masalah politik semata, melainkan dalam
hal tradisi dan agama, hal ini merupakan salah satu sumber kekuatan politik yang kuat di
Arab Saudi dan di dalam keluarga kerajaan. Kabinet Arab Saudi ini merupakan sesuatu yang
cukup praktis dan mencerminkan komposisi distribusi kekuasaan dalam jajaran keluarga
kerajaan Arab Saudi yang senior dan para ulama. Kabinet adalah sebuah lembaga yang besar
yang dipimpin oleh Raja, dengan lebih dari dua puluh anggota, termasuk enam menteri
negara. Kabinet juga mencakup dan didukung oleh berbagai ulama.
3. Departemen dan Key Personnel
Di antara 22 departemen yang terpisah, departemen-departemen penting dan strategis
dikendalikan oleh anggota-anggota senior keluarga kerajaan. Departemen tersebut seperti
Wakil Perdana Menteri, Kepala Garda Nasional, Wakil II Perdana Menteri, Menteri
Pertahanan dan Penerbangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan. Penunjukan ini memberikan anggota senior dari keluarga
kerajaan kendali atas pemerintah, pertahanan, keamanan internal, anggaran dan pendapatan
minyak, dan melindungi area penting lainnya. Untuk memerangi pengembangan resistensi
kelembagaan di beberapa departemen, pada tahun 1992 Raja mengeluarkan Keputusan yang

12
Mohammed Ayoob, The Political of Islamic Reassertion, New Delhi: Vikas
Publishing Home PFT LTI. hal 11
menyatakan bahwa seseorang tidak dapat menempati pos menteri atau kabinet selama lebih
dari lima tahun tanpa surat keputusan khusus dari Raja.
4. Majlis Al-Shura (Majelis Permusyawaratan)
Majlis Al-Shura pada awalnya terdiri dari 61 anggota, termasuk pembicara dari dewan
konsultatif. Semua anggota yang ditunjuk oleh Kerajaan untuk masa jabatan empat tahun.
Secara teori tugasnya adalah untuk memeriksa rencana pembangunan ekonomi dan sosial,
menanyakan anggota kabinet dan memeriksa rencana tahunan yang diajukan oleh masing-
masing kementerian, dan mengusulkan atau mengamandemen undang-undang baru. Namun,
pada awalnya peran utamanya adalah sebagai penasihat.
Pada tahun 1997 delapan komite ad hoc didirikan sebagai hasil dari kegiatan
peningkatan dewan (saat ini ada dua belas dari mereka). Komite beroperasi di sepanjang jalur
demokratis dengan masing-masing anggota memiliki satu suara, seperti yang dilakukan oleh
dewan secara keseluruhan. Empat tahun kemudian, pada tahun 2001, jumlah anggota telah
meningkat menjadi 150 dan peran komite diperluas, yang meliputi masalah-masalah seperti
keuangan, rencana lima tahunan, Islam dan urusan sosial, dan pendidikan. Para anggota
dewan sekarang dinominasikan oleh gubernur provinsi, masing-masing nominasi diperiksa
oleh lembaga pengadilan kerajaan. Sejak 2002, Majelis juga memiliki hak untuk meminta
setiap anggota Kabinet atau Dewan Menteri hadir dan menjawab pertanyaan. Meskipun tidak
memainkan peran secaralangsung dalam permasalahan keamanan dan kebijakan pertahanan
dan meninjau rancangan anggaran, tetapi mereka meninjau Rencana Pembangunan.

2. Politik Luar Negeri

Persepsi Saudi mengenai dunia khususnya mengacu pada pandangan dunia Islam
yang klasik. Menurut konsep itu posisi utama harus ditempati oleh masyarakat Muslim.
Orang-orang Saudi yang berperan sebagai penjaga kota suci umat Islam seperti kota Makkah
dan Madinah mempunyai tanggung jawab khusus dalam melindungi masyarakat muslim dan
pandangan hidup Islam. Pandangan tersebut menjadi komitmen utama dari prioritas Saudi
dalam kebijakan luar negerinya.

Faktor kedua yang cukup menentukan adalah persatuan Arab (Pan Arabism). Tidak
seperti bangsa Arab lainnya, orang-orang Saudi memiliki keyakinan yang cukup besar bahwa
mereka mewakili identitas dari keturunan Arab yang asli. Isu persatuan Arab Saudi sangat
berkaitan dengan persatuan Islam (Pan Islamism), dan keduanya saling memperkuat satu
sama lain. Arab Saudi memandang komunisme dan zionisme merupakan ancaman yang hebat
terhadap pandangan hidup kaum muslimin. Komunisme dianggap sebagai anti agama dan
Israel dianggap sebagai bagian dari zionisme.

Peran Arab Saudi dalam masalah dunia berasal dari kedudukannya sebagai negara
kunci dalam memenuhi impor minyak dunia, maka kebijakan ekonomi luar negeri dan
minyaknya akan memberikan dampak besar bagi penyelesaian masalah regional dan dunia.
Pemerintah Saudi juga mempunyai perhatian yang besar atas pembangunan di negara-negara
berkembang. Hal itu dapat kita lihat ketika Saudi memberikan bantuan kepada negara-negara
Arab yang tidak menjadi produsen minyak, lalu kepada negara-negara Islam di luar Arab,
kemudian kepada negara-negara miskin.

Prioritas hubungan Arab Saudi ditekakan pada dunia Arab. Pada 25 Mei 1981,
dibentuk Dewan Kerjasama Teluk yang beranggotakan negara-negara di sekitar teluk, antara
lain Bahrain, Kuwait, Qatar, Arab Saudi, Kesultanan Oman, dan persatuan Emirat Arab.
Tujuan pembentukan organisasi itu adalah untuk meningkatkan solidaritas antar negara Arab,
dengan menekankan koordinasi, integrasi, dan kerjasama di bidang ekonomi, sosial, dan
budaya. Dalam hubungannya yang lebih luas dengan dunia Arab lainnya, Saudi
melaksanakan program bantuan bagi pembangunan ekonomi sosial di negara-negara miskin.
Arab Saudi juga mempelopori perdamaian di negara-negara Arab yang berselisih. Saudi
sebagai salah satu negara pendiri Liga Arab, yang dibentuk pada tahun 1945, juga berupaya
menyelesaikan situasi anarkis di Lebanon dan juga masalah Palestina dan Israel. Penekanan
kebijakan Saudi lebih mengutamakan upaya diplomasi secara diam-diam, tidak konfrontatif
maupun menggunakan tindakan ancaman militer. Dalam kerangka itulah peran politik dan
diplomasi Saudi di tingkat regional cukup menentukan dan diperhitungkan.

Pemerintah Saudi menganggap bahwa Mesir adalah pioner dari ideologi radikal yang
berujung pada demokratisasi. Negara ini benar-benar menghindari ideologi yang radikal,
yang mana menurut pandangan Arab Saudi bahwa ideologi islam radikal itu akan berujung
pada gerakan-gerakan revolusi.
Dalam perang dingin Arab, pemerintah Arab Saudi mencoba mengimbangi pan
Arabisme dan solidaritas Islam. Arab Saudi berupaya untuk menjalin hubungan persahabatan
dengan negara-negara Islam non-Arab, seperti Irak. Dimana pada tahun 1965 timbul reaksi
dari Kairo yang menuduh bahwa Arab Saudi dan Irak berkeinginan untuk membentuk pakta
Islam sebagai alat untuk menghancurkan persatuan Arab.
Di bawah Raja Faisal, politik luar negeri Arab Saudi terhadap negara-negara Arab
dapat dikategorikan sebagai politik yang konservatif. Arab Sauditidak menginginkan adanya
perubahan status quo serta adanya perubahan-perubahan teritorial negara-negara Arab akibat
adanya usaha federasi atauintegrasi seperti apa yang telah dilakukan oleh negara-negara Arab
pada waktu itu. Selain itu, Arab Saudi selalu berupaya untuk menangkal ideologi yang
revolusioner sebagaimana yang disebarkan oleh negara-negara pan Arab yang berpusat di
Kairo. Untuk mengimbangi arus revolusioner negara-negara republik Arab, Arab Saudi
berusaha menjalin persahabatan dengan negara monarki Arab lainnya seperti Yordania,
Kuwait, Maroko, Yaman royalis dan Libya sebelum revolusi Qaddafi 1969.
Adanya perang saudara di Yaman kian memperuncing pertentangan kubu konservatif
dan kubu revolusioner. Dalam hal ini Mesir membantu kaum republik yang menginginkan
terjadinya pergulingan terhadap sistem monarki, sedangkan Arab Saudi melakukan counter
intervensi dengan membantu kaum royalissehingga mengakibatkan kegagalan intervensi
Mesir di Yaman, tetapi pada hakikatnya perang merupakan arena konfrontasi antara kekuatan
revolusioner dan kekuatan status quo di dunia Arab. Dan dengan adanya perang tersebut,
Mesir dan Syria menjadi terkucil dari dunia Arab, sedangkan keretakan ideologi di dunia
Arab makin berkurang. Pecahnya perang Arab-Israel merupakan perang kilat, yakni terjadi
selama enam hari, yang terjadi pada tanggal 5 Juni 1967 dimana Mesir, Syria, dan Yordania
mengalami kekalahan.
Tentunya hal ini mengakibatkan posisi negara Arab Saudi semakin kuat sehingga
mampu mempengaruhi setiap momen penting yang terjadi di dunia Arab. Seusai perang
Arab-Israel, sengketa Yaman dapat diselesaikan dengan adanya konferensi Khortum dimana
Arab Saudi menawarkan bantuan kepada Mesir untuk menarik pasukannya dari Yaman dan
Arab Saudi menyetujui berdirinya suatu republik di Yaman. Dengan demikian Arab Saudi
menganggap Mesir bukan lagi sebagai sebuah ancaman bagi kepentinggannya di kawasan
Teluk. Selanjutnya Arab Saudi kemudian menghimbau Mesir dan negara-negara yang berada
di garis depan untuk lebih memfokuskan perhatian kepada Israel, Palestina maupun
Yerussalem yangdianggap sebagai lawan yang radikal di kawasan Teluk.
Pecahnya perang Arab-Israel tahun 1973 menyebabkan Arab Saudi melakukan
embargo minyak ke negara-negara terkemuka yang mempunyai pengaruh besar dalam
percaturan politik dunia. Pengaruh Arab Saudi yang semakin meningkat secara efektif
menunjang bagi kepemimpinannya di dunia Arab. Berkat kekayaan yang digunakan untuk
menunjang politik luar negerinya, maka pada tahun 1970an sampai dengan sekarang, Arab
Saudi mempunyai peran penting dalam politik regional dan internasional, sesuai dengan arah
politik luar negerinya yang liberal dan pro-Barat. Hubungan Arab Saudi dengan negara-
negara Barat menunjukkan pentingnya dimensi ekonomi-politik bagi masing-masing pihak.
Bagi Saudi ketergantungan kepada tenaga ahli dari Barat dalam mengelola potensi
minyaknya dan kebutuhan akan produk barang modal dan jasa masih cukup besar. Sedangkan
negara-negara Barat sangat tergantung pada suplai minyak Saudi. Hubungan Saudi dengan
negara-negara komunis secara politik tetap menerapkan perannya sebagai pembela tempat-
tempat suci Islam dan eksistensi umat Islam dunia pada umumnya. Berbagai kebijakan Saudi
tersebut memperlihatkan pentingnya visi negara tersebut mengenai kesatuan Dunia Arab,
citra yang positif mengenai solidaritas umat Islam pada umumnya, dan pengakuan eksistensi
umat Islam di seluruh dunia.
Sebagai negara berorientasi non blok, Arab Saudi juga mempunyai hubungan dengan
negara-negara yang sehaluan, khususnya dengan negara-negara di benua Asia dan Afrika
terutama dengan Islam. Hal ini dikarenakan Arab Saudi ingin menggalang solidaritas Islam
internasional. Arab Saudi yang bergabung dalam OKI juga berusaha meningkatkan kerjasama
dengan negara-negara anggota OKI lainnya. Kemudian, hubungan Arab Saudi dengan
negara-negara Teluk yang tergabung dalam The Gulf Coorperation Council (GCC) juga
ditingkatkan. Terbukti dengan meningkatnya konsepsi pertahanan kawasan oleh negara-
negara itu sendiri, sedang pihak luar hanya boleh membantu dengan memberikan senjata-
senjata yang diperlukan. Hal ini dilakukan karena adanya kekhawatiran akan campur tangan
pihak asing yang dinilai dapat memperkeruh konflik di kawasan Timur Tengah.

D. Kehidupan Sosial Budaya Arab Saudi

Sesuai dengan perkembangan sejarahnya, hampir semua orang Saudi adalah Muslim
Sunni, dan umumnya mengikuti ajaran kebangkitan kembali (revivalis) Muhammad bin Abd
al-Wahhab. Namun di provinsi sebelah Timur terdapat beberapa kelompok muslim Syiah.
Pengaruh Islam nampak dalam berbagai kehidupan masyarakat Saudi. Seperti penggunaan
kalender bertarikh Islam dan berlakunya norma sosial Islami, seperti toko-toko yang tutup
pada waktu ibadah sholat, wanita menggunakan kerudung di tempat-tempat umum, dan
pencuri dipotong tangannya, serta minuman alkohol dan bioskop adalah perbuatan yang tidak
diperbolehkan secara legal. Dalam hal latar belakang sosial budayanya Arab Saudi memiliki
ikatan kesukuan dan keluarga besar dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Struktur sosial
Arab Saudi cukup homogen dibandingkan dengan negara lainnya di Timur Tengah. Mereka
juga mempunyai rasa kebanggaan yang sangat kuat atas keturunannya.
Perubahan lingkungan sosial terjadi dengan cepat, hal itu ditandai dengan makin
banyaknya orang asing yang tinggal di Riyadh. Kendati demikian, persepsi dan nilai-nilai
tradisional berubah sangat lambat. Khususnya mazhab Wahhabi telah 2 abad lamanya
mewarnai hakikat kehidupan masyarakat dan kekuatan moral, serta menciptakan kesatuan di
dalam masyarakat Saudi. Salah satu kelebihan dari aspek revivalis itu, adalah kemampuan
melakukan adaptasi sosial di satu pihak, dan di pihak lain tetap mempertahankan prinsip-
prinsip yang konservatif. Hal itu juga mencerminkan kuatnya orientasi nilai-nilai Islami dan
sangat kuatnya ikatan persaudaraan dalam masyarakat Saudi.

Mayoritas penduduk Arab Saudi adalah Bangsa Arab yang menggunakan bahasa Arab
sebagai bahasa nasional. Secara umum bahasa Arab yang digunakan oleh masyarakat Arab
Saudi ada dua macam, yaitu bahasa Arab fushah (bahasa Arab standar/baku) dan bahasa Arab
amiyyah (bahasa arab pasaran).13 Bahasa Arab fushah umumnya digunakan dalam
komunikasi resmi, misalnya di sekolah, kantor, dan ruang publik formal lainnya. Sementara
bahasa Arab amiyyah digunakan untuk keperluan komunikasi atau percakapan sehari-hari.
Budaya/tradisi Arab sangat mementingkan keramahtamahan terhadap tamu, kemurahan hati,
keberanian, kehormatan, dan harga diri. Dalam hal kesenian dan warisan tradisional, Arab
Saudi memiliki berbagai koleksi seni tradisional yang menunjukkan adanya keragaman
budaya, seperti lagu-lagu yang bercorak kelautan dan lagu-lagu yang bernuansa padang pasir
dan pedesaan, sampai adanya bermacam kesenian panggung dan tarian tradisional. Wilayah
Arab Saudi terbagi atas 13 Provinsi, yaitu : Bahah, Hududusy Syamaliyah, Jauf, Madinah,
Qasim, Riyadh, Syarqiyah (Provinsi Timur), 'Asir, Ha'il, Jizan, Makkah, Najran, Tabuk.
Ibukota Arab Saudi adalah Riyadh.

Pendidikan di Arab Saudi pada umumnya terbagi dalam dua periode dan dua masa
yang berbeda. Periode yang dimaksud di sini adalah periode ketika Islam sedang disyiarkan
dan periode berikutnya adalah ketika Islam telah menyebar di seluruh Jazirah Arab. Masa
pendidikan juga terbagi menjadi dua yaitu masa kuno dan masa modern. Pada masa kuno
periode pendidikan pada mulanya dimualai dengan pola tradisional dan berpijak pada ajaran
agama Islam. Periode ini kemudian berkembang menjadi pola pendidikan empiris raisonal
dengan mengedepankan akal pikiran. Kemudian kedua pola dari priode yang berbeda tersebut
berkembang seiring dengan berjalannya waktu dan saling melengkapi. Madrasah pertama kali
lahir di Mekkah pada abad ke – 17 dengan nama Madrasah Al – Urshufiyah. Sedangkan pada

13
Hitti, Philip K., Sejarah Ringkas Dunia Arab, (Yogyakarta: Pustaka Iqra, 2001).
masa modern ini pendidikan terbagi dalam 4 jenjang yaitu Roudhotul Athfal (PAUD),
Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah.

1. Roudhotul Athfal (PAUD)

Murid dari Roudhotul Athfal (PAUD) merupakan anak – anak dengan rentang usia 4
– 5 tahun. Dalam sistem pengajarannya masih menerapkan sistem koeduksional dimana anak
laki – laki dan perempuan belum dipisahkan. Program yang disajikan merupakan program
pedagosis.

2. Madrasah Ibtidaiyah

Murid dari Madrasah Ibtidaiyah merupakan anak – anak dengan rentang usia 6 – 12
tahun. Pada taraf pendidikan ini anak mulai dikenalkan dengan mata pelajaran umum seperti
pendidikan seni, geografi, sejarah, ekonomi rumah (untuk anak perempuan), matematika,
pendidikan jasmani (untuk anak laki-laki), studi Islam, dan sains.

3. Madrasah Tsanawiyah

Murid dari Madrasah Tsanawiyah merupakan anak – anak dengan rentang usia 12-14
tahun. Pada taraf pendidikan ini anak mulai dikenalkan dengan mata pelajaran umum beserta
mata pelajaran tambahan (penunjang) seperti pendidikan seni, geografi, sejarah, ekonomi
rumah (untuk anak perempuan), matematika, pendidikan jasmani (untuk anak laki-laki), studi
Islam, sains, dan bahasa Inggris.

4. Madrasah Aliyah

Pada taraf ini terdapat 3 jenis pendidikan lanjutan yaitu:

1) Pendidikan Lanjutan Umum  


2) Pendidikan Lanjutan Agama
3) Pendidikan Lanjutan Teknik
Pendidikan merupakan suatu tekanan yang utama dalam pembangunan Saudi.
Dibukanya perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan meningkatkan jumlah
mahasiswa dan masyarakat yang terpelajar. Kementrian pendidikan dan Kementrian
pendidikan tinggi menekankan bahwa tujuan dari ditingkatkannya pendidikan itu adalah
untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan. Kompetisi antara lulusan Saudi dari universitas-
universitas Amerika yang sekuler dengan lulusan dari lembaga-lembaga Saudi, yang
memiliki kelebihan dalam pendidikan keagamaan, semakin meningkat karena desakan-
desakan ekonomi telah menurunkan jumlah pekerjaan yang tersedia di pemerintah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerajaan Arab Saudi merupakan negara Islam dimana dasar identitas masyarakat
Saudi terletak pada agama yang menjadi ideologi politik nasional. Secara historis Raja Abd.
Aziz bin Abd al-Rahman Al-Saud mempersatukan Kerajaan Najd dan Hijaz (1932), dan
membentuk Kerajaan Arab Saudi. Keagamaan orang Arab dikaitkan dengan pembaharu
keagamaan Muhammad Ibn Abd al-Wahhab, yang dominan di Timur Tengah sejak
pertengahan abad ke-18.
Arab Saudi melaksanakan kegiatan dan bisnis ekonomi yang bersifat liberal. Semua
kebijakan ekonomi Arab Saudi menunjukkan keunikan pembangunan ekonomi Saudi yang
merupakan kombinasi antara nilai-nilai Islam dan negara yang merealisir pelaksanaan "sistem
ekonomi kapitalis".
Arab Saudi merupakan negara Islam Monarki dan konstitusinya berdasarkan hukum
Islam, yang tidak berorientasi pada peran seseorang untuk terlibat dalam
pembuatan/perumusan hukum itu. Pada tingkat politik nasional, kepala pemerintahan adalah
raja yang sekaligus merangkap sebagai perdana menteri. Dan posisi pangeran kerajaan
menangani semua hal yang berkaitan dengan keamanan. Peran Arab Saudi dalam masalah
dunia berasal dari kedudukannya sebagai negara kunci dalam memenuhi impor minya dunia,
maka kebijakan ekonomi luar negeri dan minyaknya akan memberikan dampak besar bagi
penyelesaian masalah regional dan dunia. Prioritas hubungan Arab Saudi ditekakan pada
dunia Arab.
Hampir semua orang Saudi adalah Muslim Sunni, dan umumnya mengikuti ajaran
kebangkitan kembali (revivalis) Muhammad bin Abd al-Wahhab. Arab Saudi memiliki ikatan
kesukuan dan keluarga besar dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Pada masa modern ini
pendidikan di Arab Saudi terbagi dalam 4 jenjang yaitu Roudhotul Athfal (PAUD), Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. Kementrian pendidikan dan
Kementrian pendidikan tinggi menekankan bahwa tujuan dari ditingkatkannya pendidikan itu
adalah untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan.

DAFTAR PUSTAKA

Barakat, Halim. 2012. Dunia Arab: Masyarakat, Budaya, dan Negara(terj.).


Bandung: Nusa Media.

Hunter, Shireen T. 2001. Politik Kebangkitan Islam(terj.). Yogyakarta: Tiara Wacana


Yogya.
Sihbudi, Riza, dkk. 1995. Profil Negara-Negara Timur Tengah. Jakarta: IKAPI.

teachmideast.org/country-profiles/

Anda mungkin juga menyukai