Anda di halaman 1dari 15

PERADABAN ARAB PRA ISLAM

(Kondisi Geografis, Kondisi Politik, Kondisi


Kepercayaan, Kondisi Sosial)
Dosen Pembimbing :
Hasyim Amrullah, M.Pd

Disusun Oleh :
Ahmad Fathur Rozi (230104110101)
Adil Aidi Mustofainal Akhyar (230104110099)
Rizka Auliya (230104110061)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
2023
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Peradaban Arab Pra
Islam (Kondisi Geografis, Kondisi Politik, Kondisi Kepercayaan, Kondisi Sosial”. Sholawat
serta salam tak lupa selalu tercurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW, semoga
syafaatnya mengalir kepada kita semua di hari akhir kelak. Aamiin ya rabbal ‘alamin.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas dari
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih terutama
kepada dosen pengampu yaitu bapak Muhammad Muhsin Arumawan yang telah
membimbing penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman seperjuangan yang telah memberikan informasi, semangat
serta saran sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang
membangun dari pembaca untuk makalah ini agar nantinya penulis dapat membuat makalah
yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan baik bagi
para pembaca maupun penulis.

Malang, 25 Februari 2024

Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
BAB I...................................................................................................................................3
Pendahuluan....................................................................................................3
1.1 Latar belakang............................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................................3
BAB II.................................................................................................................................4
PEMBAHASAN..................................................................................................................4
2.1 Kondisi geografis Jazirah Arab pada masa pra-islam..............................................5
2.2 Kepercayaan apa masyarakata arab pada masa pra-islam.......................................8
2.3 Kehidupan sosial masyarakat arab pada masa pra-islam.........................................10
2.4 Dinamika politik masyarakat arab pada masa pra-islam..........................................11
BAB III................................................................................................................................14
PENUTUP...........................................................................................................................14
Simpulan..........................................................................................................................14
Saran ...............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kita sebagai umat muslim seharusnya mengetahui atau memahami asal usul ajaran agama
islam yang sedang kita anut, dimana ajaran agama islam yang kita ketahui sekarang hanya
yang sudah valid kebernarannya, akan tetapi sebelum ajaran islam ini di bernarakan atau di
teteapkannya sesuatu hukumnya, ternyata banyak peristiwa yang memebuat suatu hukum itu
menjadi berubah, di mana pada masa itu umat arab yang belum mengerti tentang hukum –
hukum (ajaran islam) yang pada saat itu sudah di bawakan atau di dakwahkan oleh para nabi
atau rasul sebelum nabi Muhammad SAW di lahirkan, sampai-sampai pada masa itu di bilang
masa kebodohan, karena umatnya yang melakukan perbuatan yang tidak baik (buruk) atau
tidak masuk akal sama sekali maka dari itu kita sebagai umat islam harus paham dengan apa
yang kita pelajari sekarang, bahwasannya setiap yang dia lakukan pasti sangkutannya dengan
ajaran islam yang sekarang kita pelajari, dengan begitu kita mengenal agama islam lebih
dalam lagi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kondisi geografis Jazirah Arab pada masa pra-islam?
2. Kepercayaan apa saja yang dianut masyarakata arab pada masa pra-islam?
3. Bagaimana kehidupan sosial masyarakat arab pada masa pra-islam?
4. Bagaimana dinamika politik masyarakat arab pada masa pra-islam?

1.2 Tujuan
1. Kita dapat mengetahui kehidupan social masyarakat arab pada masa pra islam
2. Kita dapat memahami kondisi geografis jazirah arab pada masa pra islam
3. Kita dapat mengetahui kepercayaan apa saja yang dianut oleh masyarakat arab
pada masa pra islam
4. Kita dapat mengetahui dinamika politik pada masa pra islam
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Kondisi geografis jazirah arab pada masa pra-islam
Jazirah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang berarti kepulauan. Menurut
Nuldeke, seorang Orientalis (Ahli Ketimuran) dari Jerman, Arab secara etimologi berasal dari
kata arabia berarti gurun pasir atau sahara, karena sebagian besar wilayah Arab terdiri dari
gurun pasir. Tetapi menurut Muhammad Hasyim Athiyah, kata Arab berasal dari kata abar
artinya rahlah atau kembara, sebab bangsa Arab adalah bangsa yang suka berpindah (A. W.
Munawir, 1997). Dari segi geografis sebenarnya Arab bukanlah sebuah kepulauan, sebab
dari empat penjuru perbatasannya masih ada satu yang tidak berbatasan dengan laut, yaitu di
sebelah Utara Jazirah Arab berbatasan dengan gurun Iran dan gurun Syiria, di sebelah Selatan
berbatasan dengan samudera Hindia, di sebelah Barat berbatasan dengan laut Merah, dan di
sebelah Timur berbatasan dengan teluk Persia. Jazirah Arab terletak di sebelah Barat daya
Asia, terbagi atas dua bagian, yaitu bagian tengah dan bagian tepi (Muhammad Husain
Haekal, 2008).

Menurut Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam Pra Kenabian Hingga Islam di
Nusantara, Jazirah Arab terbagi ke dalam lima bagian, yaitu:

1) Tihamah, yaitu daerah yang terbentang di sepanjang pesisir laut merah, dinamakan
Tihamah menurut bahasa Arab dapat diartikan sangat panas.

2) Hijaz, adalah wilayah di sebelah barat laut Arab Saudi. Wilayah ini terletaknya kota suci
Islam Mekkah dan Madinah, Hijaz berarti penghambat, karena yang menghambat tanah
rendah Tihamah dengan tanah tinggi Najd.

3) Najd, terletak di tengah Jazirah Arab. Sebelah Selatan dimulai dari ujung Negeri Yaman,
dan berakhir di Samawah. Bagian timurnya, adalah Tihamah dan di pinggir tanah Irak. Najd
artinya Tinggi karena merupakan bagian yang tertinggi. Najd terbagi dua, yaitu bagian utara
ialah Negeri Hail dan sekitarnya (Najd al Hijaz) dan bagian Selatan Tanah Negeri Arudh
(Najd al-Yaman).
4) Arudh, yaitu negeri-negeri Yamamah, Bahrain dan sekitarnya, termasuk sedikit bagian
Najd dan Ghur. Kata Arudh artinya berhadapan, karena ia terhampar di antara negeri Yaman,
Najd, dan Irak. Arudh berada di dekat tepi laut, dan pada beberapa daerah tanahnya rendah.

5) Yaman, terletak di sebelah Selatan Najd sampai ke tepi pantai Laut Hindia, dan
memanjang timur sampai ke batas Hadramaut, Shihab dan Oman, termasuk sedikit bagian
dari Najd dan Tihamah. (Hamka, 2016) Jazirah Arab (Jazirat al-Arabiyyah), adalah sebuah
jazirah (semenanjung besar) di Asia Barat Daya pada persimpangan benua Asia dan Afrika.
Wilayah perbatasan jazirah di barat daya, adalah Laut Merah dan Teluk Aqabah; di sebelah
tenggara Laut Arab; dan di timur laut Teluk Oman dan Teluk Persia. Secara politik moderen,
Jazirah Arab meliputi negara: Arab Saudi, Kuwait, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar,
Bahrain.

Dari uraian di atas, pertama kita akan membahas tentang keadaan Jazirah Arab bagian
tengah.

Bagian tengah Jazirah Arab terdiri dari tanah pegunungan yang tandus, karena itulah
penduduknya nomaden, yakni hidup berpindah-pindah, mencari daerah yang subur, untuk
memberi makan ternak mereka. Penduduk daerah ini dinamakan suku Badui yang mendiami
daerah gurun pasir. Orang Badui ini senang hidup bebas, mereka enggan menetap dan enggan
bercocok tanam. Wilayah ini termasuk di dalamnya adalah daerah Najed dan al-Ahqaf.
Karena penduduknya berpindah-pindah maka mereka tidak tenang untuk menciptakan
kebudayaan dan peradabannya. Penduduk padang pasir, karakteristiknya memiliki sifat
pemberani, karena terdorong oleh kondisi alam dan keadaan yang mereka hadapi. Tetapi
keberanian ini sering disalahgunakan, di antaranya untuk menguasai penduduk dan daerah
yang subur. Sebab itu, sering terjadi konflik untuk memperebutkan tempat-tempat subur di
antara bangsa yang mendiami daerah tersebut.

Adapun keadaan Jazirah Arab bagian tepi, terdiri dari tanah yang subur karena curah
hujan cukup, dan penduduknya bukanlah pengembara. Wilayah ini adalah Yaman, Hijaz,
Oman, Hadramaut. Karena mereka menetap, maka mereka berhasil menciptakan berbagai
bentuk kebudayaan, mendirikan kerajaan-kerajaan, di antaranya adalah kerajaan Saba’ yang
terkenal dengan kepemimpinannya, yaitu Ratu Bilqis, kerajaan Himyar Manadhirah, dan
kerajaan Chassniyah. Mengenai Negeri Saba’, dijelaskan dalam Al-Qur’an:“Sesungguhnya
bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tepi tempat kediaman mereka, yakni dua
buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri (kepada mereka dikatakan), “Makanlah
olehmu dari rezeki yang (Dianugerahkan) Tuhan-mu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) dan sedang (Tuhan-mu) adalah Tuhan Yang
Maha Pengampun.” (QS. Saba’ [34]: 15). Penduduk Yaman sudah memiliki sistem pengairan
dengan membuat bendungan air untuk mengairi kebun-kebun dan tanah pertanian. Karena
bangsa ini sebagian besar penduduknya adalah pedagang, maka mereka juga berkunjung ke
daratan lain seperti Hindia, Tiongkok dan Sumatra.Gurun pasir sekitar Makkah, tempat
kelahiran Islam adalah tempat yang tidak ramah, dan memperlihatkan cara hidup yang
primitif. Philip K. Hitti dalam karyanya yang terkenal, History of The Arabs, dengan jelas
menggambarkan, permukaan Arab hampir seluruhnya gurun pasir dengan daerah sempit yang
dapat dihuni di sekitar pinggiran. Ketika jumlah penduduknya bertambah melampaui
kapasitas tanah yang dapat menampungnya mereka harus mencari tanah yang luas. Tetapi
mereka tidak dapat bergerak ke dalam karena gurun pasir atau keluar karena adanya laut.
Keduanya merupakan batas-batas yang diklaim masa pra Islam hampir tidak dapat dilalui.
Mereka kemudian menemukan satu jalan terbuka menuju Tepi Barat semenanjung Arab dan
terus menuju Arab Utara 3dan semenanjung Sinai dan berakhir di lembah sungai Nil (Phillip
K. Hitti, 2013).

Sebagian besar daerah Arab adalah padang pasir sahara yang terletak di Tengah dan memiliki
keadaan dan sifat yang berbeda-beda, karena itu ia masih bisa dibagi menjadi tiga bagian:

1. Sahara Langit, memanjang 225 kilometer dari Utara ke Selatan dan 289 km dari Timur ke
Barat, disebut juga Sahara Nufud, Oase dan mata air sangat jarang. Tiupan angin sering kali
menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan daerah ini sukar ditempuh.

2. Sahara Selatan, yang membentang, menyambung Sahara Langit ke Timur sampai ke


Selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan daratan yang keras, tandus dan pasir
bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan ar-Rub al-Khali (bagian yang sepi)

3. Sahara Harrat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berdebu hitam bagaikan
terbakar gugusan batu-batu hitam yang menyebar di keluasan Sahara ini yang jumlahnya
mencapai 29 buah.

Makkah tempat kelahiran Islam berada di pinggiran gurun pasir yang sangat luas. Gurun pasir
ini dihuni oleh penduduk yang disebut Badui. Sebagaimana keturunan Semit (bangsa yang
merupakan keturunan Sam bin Nuh as), mereka adalah kelompok suku nomad, hanya
beberapa yang tinggal di dekat Oase dan menjalani kehidupan yang menetap. Bagi
kebanyakan suku Badui, nomadisme(berpindah tempat) adalah watak mereka. Seperti halnya
masyarakat industri yang telah menghasilkan kebiasaan dan cara hidup tertentu, masyarakat
nomad juga mempunyai lembaga, kebiasaan dan kebudayaan mereka sendiri. Mungkin kita
setuju dengan Philip K. Hitti yang menyatakan bahwa nomadisme gurun pasir Arab itu sama
dengan industrialisme di Detroit atau Manchester, yakni dalam menjalani realitas kehidupan
sosial yang mereka pahami (Philip K. Hitti, 2013).

2.2 Kepercayaan masyarakat arab pada masa pra-islam


Agama bangsa Arab sebelum kedatangan Islam sangat beragam, ada yang
menyembah Allah, ada yang menyembah Matahari, Bulan, Bintang, bahkan ada pula yang
menyembah patung dan api. Ada pula yang beragama Nasrani dan Yahudi. Dan Ka’bah
menjadi pusat tempat mereka beribadah. Di pembahasan kali ini kami akan membahas
setidaknya 4 agama yakni paganisme, Yahudi, Kristen, dan hanafiyah.

1. Paganisme(kepercayaan memuja alam dan menyembah banyak dewa)

Paganisme, Yahudi, Majusi dan Nasrani adalah agama orang Arab pra-Islam (Abu
Su'ud,2003:17). Pagan adalah agama mayoritas mereka. Ratusan berhala dengan bermacam-
macam bentuk ada di sekitar Ka’bah. Ada sekitar 360 berhala yang mengelilingi berhala
utama, Hubal, yang terdapat di Ka’bah (Yatim,1997:9). Orang yang pertama kali memasukan
berhala dan mengajak menyembah adalah Amr bin Luhayyi bin Qam’ah, nenek moyang bani
Khuza’ah (AlButhi,2005:20). Mereka berkeyakinan bahwa berhala-berhala itu dapat
mendekatkan mereka pada Tuhan sebagaimana yang tertera dalam al-Quran. Agama pagan
sudah ada sejak masa sebelum Ibrahim. Setidaknya ada beberapa sebutan bagi berhala-hala
itu: Sanam, Wathan, Nuṣub, Latta, Uzza, Manat dan Hubal. Ṣanam berbentuk manusia dibuat
dari logam atau kayu. Wathan juga dibuat dari batu. Nuṣub adalah batu karang tanpa suatu
bentuk tertentu. Lata Dewa tertua,Uzza bertempat di Hijaz, Manat bertempat di Yatsrib dan
Ḥubal berbentuk manusia yang dibuat dari batu akik yang dianggap dewa terbesar
(Yatim,1997:9).

2. Agama Yahudi

Agama Yahudi dianut oleh para imigran yang bermukim di Yathrib dan Yaman.
Tidak banyak data sejarah tentang pemeluk Yahudi di Jazirah Arab, kecuali di Yaman. Dzū
Nuwās adalah seorang penguasa Yaman yang condong ke Yahudi. Dia tidak menyukai
penyembahan berhala yang telah menimpa bangsanya. Dia meminta penduduk Najran agar
masuk agama Yahudi, kalau tidak akan dibunuh. Karena mereka menolak, maka digalilah
sebuah parit dan dipasang api di dalamnya. Mereka dimasukkan ke dalam parit itu dan yang
tidak mati karena api, dibunuh dengan pedang atau dibuat cacat. Korban pembunuhan itu
mencapai dua puluh ribu orang. Tragedi berdarah dengan motif fanatisme agama ini
diabadikan dalam al-Quran dalam kisah “orang-orang yang membuat parit”.
3. Agama Kristen

Adapun Kristen di Jazirah Arab dan sekitarnya sebelum kedatangan Islam tidak
ternodai oleh tragedi yang mengerikan semacam itu. Yang ada adalah pertikaian di antara
sekte-sekte Kristen yang meruncing. Menurut Muḥammad ‘Ᾱbid al-Jābirī, al-Quran
menggunakan istilah “Naṣārā” bukan “al-Masīḥīyah” dan “al-Masīḥī” bagi pemeluk agama
Kristen. Bagi pendeta Kristen resmi (Katolik, Ortodoks, dan Evangelis) istilah “Naṣārā”
adalah sekte sesat, tetapi bagi ulama Islam mereka adalah “Ḥawārīyūn”.Para misionaris
Kristen menyebarkan doktrinnya dengan bahasa Yunani yang waktu itu madhhab-madhhab
filsafat dan aliran-aliran gnostik dan hermes menyerbu daerah itu. Inilah yang menimbulkan
pertentangan antara misionaris dan pemikir Yunani yang memunculkan usahausaha
mendamaikan antara filsafat Yunani yang bertumpu pada akal dan doktrin Kristen yang
bertumpu pada iman. Inilah yang melahirkan sekte-sekte Kristen yang kemudian menyebar
ke berbagai penjuru, termasuk Jazirah Arab dan sekitarnya. Sekte Arius menyebar di bagian
selatan Jazirah Arab, yaitu dari Suria dan Palestina ke Irak dan Persia. Misionaris sekte ini
telah menjelajahi penjuru-penjuru Jazirah Arab yang memastikan bahwa dakwah mereka
telah sampai di Mekah, baik melalui misionaris atau pedagang Quraysh yang mana mereka
berhubungan terus-menerus dengan Syam, Yaman, da Ḥabashah. Tetapi salah satu sekte yang
sejalan dengan tauhid murni agama samawi adalah sekte Ebionestes.

4. Agama Hanifiyah

Salah satu corak beragama yang ada sebelum Islam datang selain agama di atas
adalah Ḥanīfīyah, yaitu sekelompok orang yang mencari agama Ibrahim yang murni yang
tidak terkontaminasi oleh nafsu penyembahan berhalaberhala, juga tidak menganut agama
Yahudi ataupun Kristen, tetapi mengakui keesaan Allah. Mereka berpandangan bahwa agama
yang benar di sisi Allah adalah Ḥanīfīyah, sebagai aktualisasi dari millah Ibrahim. Gerakan
ini menyebar luas ke berbagai penjuru Jazirah Arab khususnya di tiga wilayah Hijaz, yaitu
Yathrib, Ṭaif, dan Mekah. Di antara mereka adalah Rāhib Abū ‘Ámir, Umayah bin Abī al-
Ṣalt, Zayd bin ‘Amr bin Nufayl, Waraqah bin Nawfal, ‘Ubaydullah bin Jaḥsh, Ka’ab bin
Lu`ay, ‘Abd al-Muṭallib, ‘As’ad Abū Karb al-Ḥamīrī, Zuhayr bin Abū Salma, ‘Uthmān bin
al-Ḥuwayrith (Al-Buthi,2005:21). Tradisi-tradisi warisan mereka yang kemudian diadopsi
Islam adalah: penolakan untuk menyembah berhala, keengganan untuk berpartisipasi dalam
perayaan-perayaan untuk menghormati berhala-berhala, pengharaman binatang sembelihan
yang dikorbankan untuk berhala-berhala dan penolakan untuk memakan dagingnya,
pengharaman riba, pengharaman meminum arak dan penerapan vonis hukuman bagi
peminumnya, pengharaman zina dan penerapan vonis hukuman bagi pelakunya, berdiam diri
di gua hira sebagai ritual ibadah di bulan ramaḍan dengan memperbanyak kebajikan dan
menjamu orang miskin sepanjang bulan ramaḍan, pemotongan tangan pelaku pencurian,
pengharaman memakan bangkai, darah, dan daging babi, dan larangan mengubur hidup-
hidup anak perempuan dan pemikulan beban-beban pendidikan mereka. Karena ajaran agama
Nabi Ibrahim masih membekas dikalangan bangsa Arab, maka diantara mereka masih ada
yang tidak menyembah berhala. Mereka adalah Waraqah ibn Naufal dan Usman ibn Huwaris,
yang mengnut agama Kristen, Abdullah ibn Jahsy yang ragu-ragu( ketika Islam dating ia
m,menganutnya tetapi kemudian ia menganut agama Masehi). Zaid ibn umar tidak tertarik
kepada agama Masehi, tetapi juga enggan menyembah berhala dan tidak mau memakan
bangkai dan darah. Umayah ibn Abi as-Salt dan Quss ibn As’ida alIyadi juga berbuar
demikian. Agama masehi (Kristen) banyak dipeluk oleh penduduk Yaman, Nazram dan
Syam, sedangkan agama Yahudi dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran yang tinggal di
Yaman dan Yastrib (Madinah) yang besar jumlahnya, serta dipeluk oleh kalangan orang-
orang Persia.

2.3 Kehidupan sosial masyarakat arab pada masa pra-islam

Dalam struktur masyrakat arab terdapat kabilah sebagai inti dari sebuah
komunitas yang lebih besar. Kabilah merupakan organisasi keluarga besar yang memiliki
keterkaitan hubungna berdasarkan pertalian darah (Nasab). Masyarakat arab memiliki
karakter yang positif seperti pemberani, kekuatan fisik, kekuatan daya ingat, ramah, pola
hidup sehat, dan sebagainya, tapi di samping sifat kebaikan masyarakat ternyata mereka
juga melakukan kebiasan- kebiasan yang buruk seperti meminumkhmar, berjudi, menyembah
berhala, percaya pada takhayul dan setan, merampok, suka riba, apabila ada bayi lahir
peremepuan terkadang mereka membunuhnya dengan cara menguburnya hidup-hidup Sikap
baik bangsa Arab yaitu dermawan, mereka sangat bangga jika disebut dermawan, apabila
seseorang kedatangan tamu, sementara ia tidak memiliki harta apa pun kecuali seekor unta,
karena sifat dermawannya, ia rela menyembelih untunya itu untuk menghormati tamunya,
suka menepati janji, bagi mereka janji merupakan hutang yan harus dibayar, memiliki tekad
yang kuat, apabila bertekad melakukan sesuatu, mereka sangat gigih berusaha untuk
mencapai tekad yang dicita-citakannya itu, menjaga harga diri, mereka rela berkorban untuk
membela kehormatan diri, keluarga, dan kelompoknya, sifat ini menyebabkan mereka
menjadi pemberani, teguh pendirian, mereka sangat teguh dalm pendiriannya dan tidak
mudah dipengaruhi orang lain, dapat dipercaya, pada umumnya bangsa Arab jujur dan suka
berkata benar. Tidak hanya itu saya masyarakat arab juga memiliki rasa solidaritas yang
sangat tinggi, Solidaritas tersebut diwujudkan dalam bentuk proteksi kabilah atas seluruh
anggota kabilahnya. Kesalahan anggota kabilah terhadap kabilah lain menjadi tanggung
jawab kabilahnya. Selain itu bentuk solidaritas ini memiliki peran sebagai upaya untuk
mewujudkan suatu komunitas yang kuat yang mampu mengalahkan para penghalang dalam
kehidupan mereka. Suatu bentuk solidaritas sosial untuk mewujudkan kedaulatan yang kuat.
Solidaritas di sini juga bertujuan untuk mencegah adanya bahaya yang mengancam di mana
ia membutuhkan seorang pemimpin yang yang bisa mencegah adanya sifat kebinatangan
manusia yang berusah untuk menyakiti antar sesama. Pemimpin inilah yang akan membawa
pada kedaulatan suatu solidaritas suatu masyarakat tertentu.

2.4 Dinamika politik masyarakat arab pada pra-islam


Masyarakat arab pada masa pra Islam terbagi menjadi dua bagian berdasarkan atas
batas territorial yaitu masyarakat negeri (Ahl al-Hadhar) dan masyarakat pedalaman atau
badui (Ahl al-Badwi). Penduduk kota adalah penduduk yang tinggal di Kota Jazirah Arab,
seperti Kota Makkah dan Kota Madinah. Kota Makkah adalah kota penghubung perniagaan
Utara dan Selatan. Para pedagang dengan kabilah-kabilah yang berani membeli barang
dagangan dari India dan China di Yaman dan menjualnya ke Syiria di Utara. Sedangkan
penduduk pedalaman mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Cara hidup mereka adalah
berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain. Mereka tidak memiliki tempat
tinggal atau perkampungan yang tetap dan mata pencaharian utama mereka adalah
mengembala ternak, seperti domba dan unta.

Dalam bidang politik, penduduk Arab Badui tidak memiliki sistem pemerintahan
resmi. Beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah
membentuk suku (tribe).1 Mereka hidup bersuku-suku dan dipimpin oleh seseorang yang
biasa dipanggil dengan syaikh. Untuk menjadi pemimpin kabilah harus memiliki beberapa
kriteria tertentu, diantaranya adalah pemberani, berwibawa, karismatik, dan lain-lain.
Masyarakat badui tidak terlebur menjadi satu golongan, akan tetapi terpecah menjadi
beberapa kabilah dan setiap kabilah fanatik dengan kabilahnya masing-masing. 2 Prinsip
solidaritas dan kesetiawanan sangat dijunjung tinggi oleh mereka dalam menjalankan hak dan
1
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm
11
2
Tabrani Ahmad dkk. Kondisi Bangsa Arab Pra Islam dan Awal Islam. (Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam, 2023), hlm 12
kewajibannya. Dan undang-undang adat inilah yang kemudian mereka pegang teguh dalam
mengatur kehidupan politik dan sosial mereka (Muhammad Qal’aji, 1988). Apabila salah
seorang warga atau pengikutnya dianiaya atau dilanggar haknya, maka kewajiban kabilah
atau suku menuntut bela. Karenanya sering terjadi peperangan antar suku yang kadang
berkelanjutan sampai beberapa turunan.

Sebagai konsekuensinya, seorang pemimpin kabilah memiliki tanggung jawab dan


kewajiban, diantaranya adalah pada masa damai seorang pemimpin kabilah dituntut agar
bersikap dermawan dan murah hati, pada saat perang dia berada di garda terdepan. Dia juga
memiliki tugas untuk memutuskan genjatan senjata dan mengagendakan perjanjian.

Sementara itu, penduduk negeri telah berbudaya dan selalu mengalami perubahan
sesuatu dengan perubahan situasi dan kondisi yang mengitarinya. Mereka mendirikan kota-
kota dan kerajaan kerajaan seperti Yaman, negeri tempat tumbuh kebudayaan paling penting
Jazirah Arab pra Islam. Misalnya, di Yaman pernah didirikan Kerajaan Saba’dan Kerajaan
Himyar. Pada masa kejayaannya Saba’ di bidang kebudayaan dan peradaban, kerajaan Saba’
membangun bendungan Ma’arib yang membendung air di antara dua gunung serta bangsa
Arab menjadi penghubung perdagangan antar Eropa dan dunia timur jauh. Setelah kerajaan
mengalami kemunduran, muncul Kerajaan Himyar menggantikannya. Kerajaan baru ini
terkenal dengan kekuatan armada niaga yang menjelajah mengarungi India, Cina, Somalia,
dan Sumatera ke pelabuhan-pelabuhan Yaman. Perniagaan ketika itu dapat dikatakan
dimonopoli Himyar.

Terutama setelah bendungan Ma’arib runtuh, masa gemilang kerajaan Himyar sedikit
demi sedikit memudar. Banyak bangunan roboh dibawa air dan sebagian besar penduduk
mengungsi ke bagian Utara Jazirah. Meskipun begitu, karena daerahnya yang subur, daerah
ini tetap menjadi incaran kerajaan besar Romawi dan Persia yang selalu bersaing untuk
menguasainya.

Hirah dan Ghassan, dua kerajaan yang berada di sebelah utara jazirah Arab,
merupakan kerajaan protektorat yang didirikan untuk kepentingan kerajaan Romawi dan
Persia. Hal ini terjadi karena kafilah-kafilah Romawi dan Persia sering diganggu oleh suku-
suku Arab dengan memeras dan merampoknya. Untuk melindungi itu, mereka berinisiatif
untuk mendirikan kerajaan Hirah dibawah perlindungan Persia dan kerajaan Ghassan
dibawah perlindungan Romawi.
Berbeda dengan negeri-negeri yang ada di Jazirah arab, Hijaz yang mencakup
Makkah, Madinah, Thaif dan lain-lain, tidak pernah dijajah, atau dipengaruhi oleh bangsa
lain. Karena sulit dijangkau, ketandusan dan kemiskinan di negeri tersebut, menyebabkan
negara-negara lain enggan untuk menduduki daerah tersebut. Kota terpenting didaerah ini
adalah Makkah, kota suci tempat Ka’bah berdiri yang didirikan pada zaman Nabi Ibrahim
dan Nabi Ismail yang kini menjadi kiblat seluruh umat Islam. Ka’bah pada saat itu tidak
hanya disucikan dan dikunjungi oleh umat Islam saja, tetapi saja, oleh orang-orang Yahudi
yang bermukim di sekitar sana. Ikatan politiknnya dipegang oleh sebuah suku, dikepalai
kepala suku yang berfungsi untuk mengamankan para peziarah yang datang ke kota itu.
Selanjutnya didirikan suatu pemerintahan yang pada mulanya di tangan dua suku yang
berkuasa, yaitu Jurhum (pengusir Amaqilah) sebagai pemegang kekuasaan politik dan
peperangan serta Ismail (keturunan Nabi Ibrahim as) sebagai pemegang atas kekuasaan
Ka’bah dan urusan-urusan keagamaan.

Kekuasaan politik selanjutnya berpindah ke tangan suku Khuza’ah dan akhirnya ke


suku Quraish di bawah pimpinan Qushai. Suku terakhir inilah yang kemudian mengatur
urusan-urusan politik dan urusan yang berhubungan dengan Ka’bah. Semenjak itu, suku
Quraisy menjadi suku yang mendominasi masyarakat Arab. Ada sepuluh jabatan tinggi yang
dibagi-bagikan kepada kabilah-kabilah asal suku Quraisy yaitu hijabah, penjaga kunci-kunci
Ka’bah; Siyaqah, pengawas mata air zamzam untuk dipergunakan oleh para peziarah; Diyat,
kekuasaan hakim kriminal; Sifarah, kuasa usaha negara atau duta; liwa’, jabatan ketentaraan;
Rifadah, pengurus pajak orang miskin; nadwah, jabatan ketua dewan; khaimmah, pengurus
balai musyawarah; khazinah, jabatan administrasi keuangan; dan Azlam, penjaga panah
peramal untuk mengetahui pendapat dewa-dewa.
BAB 3

PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas penulis bisa menyimpulkan bahwa peradaban Arab pra-
islam di bagi kedalam beberapa kondisi. Yakni, kondisi geografis, kondisi politik, kondisi
kepercayaan dan kondisi sosial. Dimana kondisi geografis jazirah Arab dibagi menjadi dua
yakni bagian tengah dan bagian tepi. Tetapi menurut hamka dibagi menjadi lima bagian
yakni, tihamah, hijaz, najd, arudh dan yaman.

Ditinjau dari kondisi kepercayaan, masyarakat Arab pra-islam menganut beragam


agama ada yang menyembah allah, menyembah matahari, bulan, bintang, bahkan patung dan
api.

Jika ditinjau dari segi kehidupan sosial, masyarakat pra-islam dalam struktur
masyarakatnya terdapat kabilah sebagai inti dari sebuah komunitas yang lebih besar.
Masyarakat Arab pra-islam memiliki karakter positif seperti pemberani, kuat fisik, kuat daya
ingat, ramah, pola hidup sehat, dan sebagainya. Tetapi mereka juga mempunyai banyak
kebiasaan buruk seperti meminum khamar, berjudi, menyembah berhala, membunuh bayi
perempuan dan lain sebagainya.

Sedangkan dari segi kondisi politik masyarakat Arab pra-islam terbagi menjadi dua
bagian yakni, masyarakat negeri dan masyarakat pedalaman atau badui. Dimana masyarakat
badui tidak memiliki sistem pemerintahan yang resmi sedangkan masyarakat negeri sudah
berbudaya dan selalu mengalami perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi di sekitarnya.

Saran
Menurut saya, Hasil paling penting setelah belajar sejarah adalah dapat mengambil
ibrah. Oleh karena itu, setelah mengetahui kondisi masyarakat Arab pra islam, kita perlu
belajar dengan mengambil sisi positif dan menghindari sisi negatif dari kebiasaan kebiasaan
masyarakat jazirah Arab pra-islam
Daftar Pustaka
Ravico, M.Hum. 2022. Sejarah Peradaban Islam: Periode Arab Pra-Islam.
Nasution Abdul Gani Jamora. 2023. Mengenal Keadaan Alam, Keadaan
Sosial, Dan Kebudayaan Masyarakat Arab Sebelum Islam .
Yatim Badri. (2013). Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Tabrani Ahmad dkk. (2023). Kondisi Bangsa Arab Pra Islam dan Awal Islam.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.

Anda mungkin juga menyukai