Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

ARAB PRA ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas Sejarah Pendidikan Islam


Dosen pembimbing : Dr. Fahmi Irfani,.S.Hum.,M.Hum.

Disusun oleh : Kelompok 1

Abdurrasyid Nasrullah : 221105011391


Muhammad Dafa Alhaq : 221105011485
Muhammad Raffi Aliyullah : 221105011421

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBNU KHALDUN BOGOR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala Rahmat dan
Hidayah-Nya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Sholawat beriring salam
semoga tercurah limpahkan kepada Baginda Alam, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga,
sahabat, dan ummatnya yang teguh memegang ajaran dan sunnahnya hingga hari yang
dijanjikan.

Terima kasih juga terucap kepada Dosen pembimbing dan rekan-rekan serta pihak
yang telah banyak berkontribusi dalam penyusunan makalah ini, semoga senantiasa diberikan
kemudahan oleh Allah atas segala urusan.

Makalah ini disusun sebagai tugas Mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam
, dengan judul: “Arab Pra Islam.”. Kami mengharapkan makalah ini bisa bermanfaat untuk
menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi kita semua, khusus untuk penyusun
maupun mahasiswa PAI 2E pada umumnya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kemajuan pada tugas-tugas
selanjutnya di masa mendatang. Atas perhatiannya, penyusun ucapkan terima kasih.

Bogor, 2 April 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................................1
C. TUJUAN............................................................................................................................1
BAB II.......................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
A. SEJARAH BANGSA ARAB............................................................................................2
B. KONDISI GEOGRAFIS JAZIRAH ARAB......................................................................2
C. KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA BANGSA ARAB...................................................3
D. KONDISI EKONOMI BANGSA ARAB.........................................................................6
E. KONDISI POLITIK BANGSA ARAB.............................................................................7
F. AGAMA BANGSA ARAB PRA-ISLAM.........................................................................8
BAB III....................................................................................................................................10
PENUTUP...............................................................................................................................10
A. Kesimpulan......................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masa sebelum kedatangan Islam dikenal dengan zaman jahiliyah. Dalam Islam,
periode jahiliyah dianggap sebagai suatu kemunduran dalam kehidupan beragama. Pada saat
itu masarakat Arab jahiliyah mempunyai kebiasaan-kebiasaan buruk seperti meminum
minuman keras, berjudi, dan menyembah berhala.
Ketika nabi Muhammad SAW lahir 570 (M). Mekah adalah sebuah kotayang sangat
penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karenatradisinya maupun karena
letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramaimenghubungkan &aman di selatan
dan Syiria di utara. Dengan adanya Ka’bah ditengah kota. Mekah menjadi pusat keagamaan
Arab. Ka’bah adalah tempatmereka berziarah. Didalamnya terdapat 360 berhala mengelilingi
berhala utama, Hubal. Mekah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab
ketika mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu jutamil
persegi.
Biasanya, dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa Arab sebelum
Islam, orang membatasi pembicaraan hanya pada jazirah Arab, padahal bangsa Arab juga
mendiami daerah-daerah di sekitar Jazirah. Jazirah Arabmemang merupakan kediaman
mayoritas bangsa Arab kala itu.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang kondisi bangsa Arab sebelum
kedatangan agama Islam. Khususnya mengenai letak geografisnya, asal-usulnya, agamanya,
serta peradabannya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kehidupan bangsa Arab sebelum datangnya Islam?
2. Bagaimana kondisi bangsa Arab dalam hal letak geografi dan budayanya?
3. Seperti apa sejarah kehidupan dan keberagamaan bangsa Arab sebelum Islam?

C. TUJUAN
1. Mengkaji lebih dalam kehidupan bangsa Arab sebelum datangnya Islam.
2. Melihat kondisi Bangsa Arab dalam hal letak geografi dan budayanya
3. Mengetahui sejarah kehidupan dan keberagamaan bangsa Arab sebelum Islam

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH BANGSA ARAB


Bangsa Arab adalah salah satu entitas yang berasal dari keturunan Sam, putra tertua
Nabi Nuh.Entitas lainnya adalah Romawi dan Persia.Mereka berdomisili disekitar wilayah
barat daya benua Asia (al-Janub al-Gharbi min Asia), atau yang biasa dikenal dengan
Semenanjung Arabia. Semenanjung Arabia sebagian besar terdiri dari gurun pasir dan stepa
(padang rumput luas di gurun pasir). Sedikit sekali menyisakan wilayah yang layak ditinggali
di sekitar pinggirnya, dan daerah itu semuanya dikelilingi laut. Ketika jumlah penduduk kian
bertambah, mereka harus mencari lahan baru guna dijadikan tempat tinggal.

Mayoritas sejarawan dan peneliti sejarah mencatat, ada dua komunitas bangsa Arab
yang pernah tinggal di wilayah Semenanjung Arabia ini, yaitu:

1. Komunitas pertama adalah bangsa Arab yang datang jauh hari sebelum datangnya
islam, sehingga referensi dan fakta sejarah tentang mereka sangat sulit diungkap. Hal
ini cukup beralasan, mengingat jauhnya rentang waktu serta tidak ditemukannya
indikasi eksistensi mereka dalam panggung sejarah kehidupan manusia. Sejarah
mereka hanya dapat diketahui dari keterangan kitab-kitab samawi, terutama al-
Qur’an, Injil, Taurat, dan syair-syair jahiliyah. Bangsa ini selanjutnya dikenal dengan
istilah Baidah. Arab baidah adalah orang Arab yang kini tidak ada lagi dan musnah.
Di antaranya adalah A’ad, Tsamud, Thasm, Jadis, Ashab ar-Rass, dan penduduk
Madyan.
2. Komunitas kedua adalah bangsa Baqiyah (yang masih ada). Terdiri dari dua suku
besar, yaitu Adnaniyin dan Qahthaniyin. Kabilah Adnaniyin berasal dari keturunan
Ismail ibn Ibrahim as. Dinamakan Adnaniyin karena nenek moyang dari kabilah ini
bernama Adnan, yaitu salah satu keturunan Nabi Ismail. Suku kedua dari bangsa
Baqiyah adalah kabilah Qahthan.Garis keturunan Qahthan sampai pada Yaqthan yang
dalam kitab taurat disebut Yaqzan. Nassabun (pakar genealogi) mengatakan, bahwa
Qahthan adalah nenek moyang suku-suku di negeri Yaman (Ab al-Yamaniyin). Pada
mulanya wilayah utara diduduki golongan Adnaniyin, dan wilayah selatan didiami
golongan Qahthaniyin. Akan tetapi, lama kelamaankedua golongan itu membaur
karena perpindahan-perpindahan dari utara ke selatan atau sebaliknya.

B. KONDISI GEOGRAFIS JAZIRAH ARAB


Semenanjung Arab adalah semenanjung yang terletak di sebelah barat daya Asia.
Wilayahnya memiliki luas 1.745.900 kilometer persegi.1 Semenanjung ini dinamakan jazirah
karena tiga sisinya berbatasan dengan air, yakni sebelah timur berbatasan dengan teluk Oman

1
Philip K. Hitti, History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riadi, 2010, Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta, hal. 16

2
dan teluk Persi, disebelah selatan berbatasan dengan laut merah. Hanya di sebelah utara,
jazirah ini berbatasan dengan daratan atau padang pasir Irak dan Syiria.2

Secara geografis, daratan jazirah Arab didominikasikan padang pasir yang luas, serta
memiliki iklim yang panas dan kering. Hampir lima per enam daerahnya terdiri dari padang
pasir dan gunung batu.3 Luas padang pasir ini diklasifikasikan Ahmad Amin sebagai berikut:
1. Sahara Langit, yakni yang memanjan 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari
timur ke barat. Sahara ini disebut juga Sahara Nufud. Di daerah ini, jarang sekali
ditemukan lembah dan mata air. Angin disertai debu telah menjadi ciri khas suasana
di tempat ini. Hal itulah yang menyebabkan daerah ini sulit dilalui.
2. Sahar Selatan, yakni yang membentang dan menyambung Sahara langit ke arah timur
sampai selatan persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran kerasa, tandus, dan
pasir bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan daerah saepi (al-Rub`al-Khali).
3. Sahara Harrat, yakni sautu daerah yang terdiri dari tanah liat berbatu hitam. Gugusan
batu-batu hitam itu menyebar di seluruh sahara ini.4

Secara garis besar, jazirah Arab dibedakan menjadi dua, yakni daerah pedalaman dan
pesisir. Daerah pedalaman jarang sekali mendapatkan hujan, namun sesekali hujan turun
dengan lebatnya. Kesempatan demikian biasa dimanfaatkan penduduk nomadik dengan
mencari genangan air dan padang rumput demi keberlangsungan hidup mereka. Seperti juga
ditempat-tempat lain, di sini pun (Tihama, Hijaz, Najd, dan sepanjang dataran luas yang
meliputi negri-negri Arab) dasar hidup pemgembaraan itu ialah kabilah. Kabilah-kabilah
yang selalu pindah dan pengembara itu tidak mengenal suatu peraturan atau tata cara seperti
yang kita kenal. Mereka hanya menganl kebebasan pribadi, kebebasan keluarga, dan
kebebasan kabilah yang penuh.
Sedangkan daerah pesisir, hujan turun dengan teratur, sehingga para penduduk daerah
tersebut relatif padat dan sudah bertempat tinggal tetap. Oleh karena itu, didaerah pesisir ini,
jauh sebelum Islam lahir, sudah berkembang kota-kota dan kerajaan-kerajaan penting, seperti
kerajaan Himyar, Saba`. Hirah dan Ghassan.5

C. KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA BANGSA ARAB


Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah. Mereka termasuk ras atau
rumpuan bangsa kaukasoid, sebagaimana ras-ras yang mendiami daerah Mediteranian,
Nordic, Alpine dan indie.6
Bangsa Arab hidup berpindah-pindah (nomad). Demikian ini karena kondisi tanah
tempat mereka hiduo terdiri dari gurun oasir kering dan minum turun hujan. Peroindahan
mereka dari satu tempat ke tempat lainya mengikuti tumbuhanya stepa (padang rumput) yang

2
Fadil, SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah, 2008, Malang: UIN Malang Press, hal. 26
3
Ibid, 43-44
4
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, 1975, Kairo: Maktabah Najdah al Misriyyah, hal, 1-2.
5
Ahmad Mujahidin, Maret 2003, “Arab Pra Islam: Hubugan Ekonomi dan Politik dengan Negara-Negara
Sekitarnya”. Jurnal Akademi , Volume 12. Nomor 2, Hal 4.
6
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan arab, 1997, Jakarta: Logos, hal.5 Ras lain ialah Mungoloid,
Negroid dan ras-ras khusus.

3
muncul secara sporadis di sekitar oasis atau genangan air setelah turun hujan. Padang rumput
diperlukan badui Arab untuk kebutuhan makan binatang ternak seperti kuda, onta dan domba.
Berbeda halnya dengan penduduk Arab perkotaan terutama penduduk pesisir,
pertanian, perternakan, dan perdagangan, dapat berkembang dengan baik didaerah tersebut.
Hal inilah tentunya yang membuat kehidupan masyarakat pesisir lebih makmur dari pada
masyarakat pedalaman (badui). Dari realitas ini, maka timbulah reaksi antara penduduk kota
atau pesisir dengan penduduk pedalaman atau badui.
Aksi dan reaksi antara penduduk kota dengan masyarakat gurun dimotivasi oleh
desakan kuat untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Orang-orang nomad bersikeras
mendapatkan sumber-sumber tertentu pada orang-orang kota terhadap apa yang tidak mereka
miliki dari lingkungan mereka tinggal. Hal itu dilakukan baik melalui kekerasan (penyerbuan
kilat) atau jalan damai (barter). Orang-orang badui nomaden dieknal sebagai perampok darat
dan makelar. Gurun pasir, yang merupakan daerah operasi mereka sebagai perampok,
memiliki kesamaan karakteristik dengan laut.7
Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukuan.
Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas
yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk suku (trible) dan dipimpin oleh Shaikh. 8
Keadaan itu menjadikn loyalitas mereka terhadap kabilah diatas segalanya. Ciri-ciri ini
merupakan fenomena universal yang berlaku disetiap tempat dan waktu. Bila bersama
kabilah mereka loyal karena masih kerabat sendiri, maka berbeda dengan antara kabilah.
Interaksi antar kabilah tidak menganut konsep kesetaraan yang kuat diatas dan yang lemah
dibawah. Ini tercermin, misalnya, dari tatanan rumah diMekah kala itu. Rumah-rumah
Quraysh sebagai suku penguasa dan terhormat paling dekat dengan ka`bah lalu dibelakang
mereka menyusul pula-pula rumah kabilah yang agak kurang penting kedudukanya dan
diikuti oleh yang lebig rendah lagi, sampai kepada tempat-tempat tingal kaum budak dan
sebangsa kaum gelandanganya. Semua itu bukan berarti mereka tidak mempunyai
kebudayaan sama sekali.
Para wanita dan laki-laki begitu bebas bergaul, malah untuk berhubungan yang lebig
dalam pun tidak ada batasan. Yang lebih parah lagi, wanita bisa bercampur dengan lima
orang atau lebih laki-laki sekaligus. Hal itu dinamakan hubungan poliandri. Perzinahan
mewarnai setiap lapisan masyarakat. Sesama itu, perzinahan tidak dianggap aib yang
mengotori keturunan.

Banyak hubungan antara wanita dan laki-laki yang diluar kewajaran, seperti:
1. Pernikahan secara spontan, seorang laki-laki mengajukan lamaran kepada laki-laki
lain menjdi wali wanita, lalu dia bisa menikahinya setelh menyerahkan mas kawin
seketika itu pula.
2. Para laki-laki bisa mendatangi wanita sekehendak hatinya. Yang disebut wanita
pelacur.
3. Pernikahan Istibdha`. Seorang laki-laki menyuruh istrinya bercampur kepada laki-
laki lain hingga mendapat kejelasan bahwa istrinya hamil. Lalu sang suami
7
Philip K. Hitti, History of The Arabs, hal. 28.
8
Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, 2010, Jakarta: Rajawal Press, Hal. 11.

4
mengambil istrinya kembali bila menghendaki, karena sang suami menghendaki
kelahiran seorang anak yang pintar dan baik.
4. Laki-laki dan wanita bisa saling berhimpun dalam berbagai medan peperangan.
Untuk pihak yang menang, bisa menawan wanita dari pihak yang kalah dan
menghalalkan menurut kemaunya.

Banyal lagi hal-hal uang menyangkut hubungan wanita dengan laki-laki yang diluar
kewajaran. Diantara kebiasaan yang sudah dikenal akrab pada masa jahiliyah ialah
poligamitanpa ada batasan maksimal, beberapa banyaknya istri yang dikehendaki. Bahkan
mereka bisa menikahi janda bapaknya, entah karena dicerai atau karena ditinggal mati. Hak
perceraian ada ditangan kaum laki-laki tanpa ada batasan.

Maka tidak heran, jika peperangan antar suku menjadi ciri khas masyarakat ini,
bahan-bahan sejarah Arab pra Islam langka didapatkan didunia Arab dan dalam bahasa Arab.
Ahmad Shalibi menyebutkan, sejarah karena mereka hanya dapat diketahui dari masa kira-
kira 150 tahun menjelang lahirnya agama Islam. Pengetahuan itu diperoleh melalui syair-
syair yang beredar dikalangan para perawi syair. Dengan begitulah sejarah dan sifat
masyarakat arab dapat diketahui, yang antara lain bersemangat tinggi dalam mencari nafkah,
sabar menghadapi kekerasan alam, dan juga dikenal sebagai masyarakt yang cinta kebebasan.

Dengan kondisi alami yang seperti tidak pernah berubah itu, masyarakat badui pada
dasarnya tetap berada dalam fitrahnya. Kemurnianya terjaga jauh lebih murni dari bangsa-
bangsa lain. Dasar-dasar kehidupan meeka mungkin dapat disejajarkan perkembangan
budaya. Bedanya dengan bangsa lain, hampir seluruh penduduk badui adalah penyair.9

Lain halnya dengan penduduk kota yang memiliki kemajuan peradaban, sejarah
mereka dapat diketahui lebih jelas. Mereka selalu mengalami perubahan seiring dengan
perubahan situasi dan kondisi yang melingkupinya. Mereka tekah mampu berkarya seperti
membuat alat-alat dari bes, bahkan sampai mendirikan kerajaan-kerajaan. Sampai pada
lahirnya Nabi Muhammad, daerah-daerah tersebut masih merupakan kota-kota periangaan,
sebagaimana diketahui bahwa daerah tersebut merupakan jalur perdagangan antara Eropa dan
Asia. Biasanya, syair-syair dibacakan dipasar-pasar, semacam pergelaran pembacaan syair,
seperti terjadi dipasar ukaz. Bahasa mereka kaya dengan ungkapan, tata bahasa dan kiasan.

Fakta diatas menunjukan bahwa pengertian jahiliah yang tersebar luas di antara kita
perlu diluruskan agar tidak terulang kembali salah pengertian, pengertian yang tepat untuk
masa Jahiliah bukanlah masa kebodohan dan kemunduran, tetapi masa yang tidak mengenal
agama tauhid yang menyebabkan minimnya mayoritas.

D. KONDISI EKONOMI BANGSA ARAB


Perdagangan merupakan unsur penting dalam perekonomian masyarakat Arab dan pra
Islam. Mereka telah lama mengenai perdagangan bukan saja denga orang Arab, tetapi juga
9
Gustav Leboun, Hadarat al-Arab, kairo: Matba`ah `Isa al-babi al-halabi, hal 72.

5
dengan non-Arab. Kemajuan perdagangan bangsa Arab pra Islam dimungkinkan antara lain
karena pertanian yang telah maju. Kemajuan ini ditandai dengan adanya kegiatan ekspor-
impor yang mereka lakukan. Para pedagang Arab selatan dan yaman pada 200 tahun
menjelang Islam lahir telah mengadakan transaksi dengan Hindia, Afrika, dan Persia.
Komoditas ekspor Arab Selatan dan Yaman adala dupa, kemenyan, kayu gaharu, minyak
wangi, kulit binatang, buah kismis, dan anggur. Sedangkan yang mereka impor dari Afrika
adalah kayu, logam, budak dari Hindia adalah gading, sutra, pakaian dan padang dari persia
adalah intan. 10
Perekonomian orang Arab pra-Islam yang sangat bergantung pada perdangan dari
pada pertenakan apalagi pertanian. Mereka dikenal sebagai pengembara dan pedangan
tangguh. Mereka juga telah mengetahui jalan-jalan politik yang dilakukan memang dalam
rangka mengamankan jalur pedagang ini.
Faktor-faktor yang mendorong kemajuan perdagangan arab pra Islam sebagaimana
dikemukakan Burhan al-Din adalah sebagai berikut:
1. Kemjuan produksi lokal serta kemajuan aspek pertanian.
2. Adanya anggapan bahwa pedagang merupakan profesi yang paling bergengsi.
3. Terjalinya suku-suku dalan politik dan perjanjian perdagangan lokal maupun regional
antara pembesar dan Ethiopia dipihak lain.
4. Mundurnya perekonomian dua impreum besar, Byzantium dan Sasaniah. Karena
keduanya terlibat peperangan terus menerus.
5. Letak geografis Hijaz sangat strategis di jazirah Arab.

6. Jatuhnya Arab selatatn dan Yaman secara politis ketangan orang Ethopia pada tahun
505 Masehi dan kemudian ke tangan Persia pada tahun 25 M.

7. Dibangunnya pasar lokal dan pasar musiman di Hijaz seperti, ukaz, Majna, Zu al-
Majaz pasar bani Qainuna Dumat al-jandal, Yamamah dan pasar Wahat.

8. Terblokadenya lalu lintas perdagangan Byzantium di utara Hijaz dan laut merah.

9. Terisolasinya perdagangan orang Ethopia di laut merah karena diblokade tentara &
aman pada tahun 575 M.11

Data-data yang dikemukakan Dallu menunjukkan bahwa antara ekonomi dan politik
tidak dapat dipisahkan dalam konteks kehidupan masyarakat Arab pra-Islam. Kehiidupan
politik Byzantium dan sasaniah turut memberikan sumbangan dalam memasukan proses
perdagangan yang berlangsung di Hijaz karena kedua kerajaan ini sangat berkepentingan
terhadap salur perdagangan ini.

Dilain sisi, Mekkah dimana terdapat ka`bah yang padawaktu itu sebagai pusat kegiatan
agama, telah menjadi jalur perdagangan internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya
yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan yang menghubungkan jalur

10
Syafiq A. Mughi , “Masyarakat Arab Pra Islam”, dalam Enslikopedia Tematis
11
Burhan al-Din Dallu, Jazirat al-Arab Qabl al-Islam, 1989, Beirut , Hal. 129-130

6
perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria, dari Abysinia ke Irak. Pada mulanya
Mekkah didirikan sebagai pusat perdagangan lokal di samping juga pusat kegiatan agama,
Karena Mekkah merupakan tempat suci, maka para pengunjung merasa terjamin keamanan
jiwanya dan mereka harus menghentikan segala permusuhan selama masih berada di daerah
tersebut, untuk menjamin keamanan dalam perjalanan suatu sistem keamanan di bulan-bulan
suci, ditetapkan oleh suku-suku yang ada di sekitarnya. Keberhasilan sistem ini
mengakibatkan berkembangnya perdagangan yang pada gilirannya menyebabkan munculnya
tempat-tempat perdagangan baru.

Dengan posisi Mekkah yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan bertaraf
internasional, komoditas-komoditas yang diperdagangkan tentu saja barang-barang megah
seperti emas, perak, sutra, rempah-rempah, minyak wangi, kemenyan, dan lain-lain.
Walaupun kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah pada mulanya para pedagang
Quraish merupakan pedagang eceran, tetapi dalam perkembangan selanjutnya orang-orang
Mekkah memperoleh sukses besar, sehingga mereka menjadi pengusaha di berbagai bidang
bisnis.

E. KONDISI POLITIK BANGSA ARAB


Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa sebagian besar daerah Arab adalah
daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur. Ditambah lagi dengan
kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab, bengisnya alam, sulitnya transportasi, dan
merajarelanya badui yang merupakan faktor-faktor penghalang bagi terbentuknya sebuah
negara kesatuan serta adanya tatanan politik yang benar. Mereka tidak mungkin menetap.
Mereka hanya bisa loyal ke kabilahnya. Oleh karena itu, mereka tidak akan tunduk ke sebuah
kekuatan politik di luar kabilahnya yang menjadikan mereka tidak mengena lkonsep negara.

Sementara menurut Nicholson, tidak terbentuknya negara dalam struktur masyarakat


Arab pra Islam, disebabkan karena konstitusi kesukuan tidak tertulis. Sehingga pemimpin
tidak mempunyai hak memerintah dan menjatuhkan hukuman pada anggotanya. Namun
dalam bidang perdagangan, peran pemimpin suku sangat kuat. Hal ini tercermin dalam
perjanjian-perjanjian perdagangan yang pernah dibuat antara pemimpin suku di Mekkah
dengan penguasa Yaman, Yamamah, Tamim, Ghassaniah, Hirah, Suriah, dan Ethiopia.

Kadang persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang memakai sistem


keturunan paman kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis dihadapan orang
banyak, seperti bermurah hati, menjamu tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan
keberanian, membela diri dari serangan orang lain, hingga tak jarang mereka mencari-cari
orang yang siap memberikan sanjungandan pujian tatkala berada dihadapan orang banyak,
terlebih lagi para penyair yang memang menjadi penyambung lidah setiap kabilah pada masa
itu, hingga kedudukan para penyair itu sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang
bersaing mencari simpati.

7
Model organisasi politik bangsa Arab lebih didominasi kesukuan (model kabilah).
Kepala sukunya disebut Shaikh, yakni seorang pemimpin yang dipilih antara sesama anggota.
Shaikh dipilih dari suku yang lebih tua, biasanya dari anggota yang masih memiliki hubungan
famili. Fungsi pemerintahan Shaikh ini lebih banyak bersifat penengah (arbitrasi) dari pada
memberi komando. Shaikh tidak berwenang memaksa, serta tidak dapat membebankan
tugas-tugas atau mengenakan hukuman-hukuman. Hak dan kewajiban hanya melekat pada
warga suku secara individual, serta tidak mengikat pada warga suku lain.

F. AGAMA BANGSA ARAB PRA-ISLAM


Faktor alam merupakan satu hal yang dapat mempengaruhi kehidupan beragama pada
suatu bangsa. Hal itu dapat dibuktikan oleh penyelidik-penyelidik ilmiah yang menunjukkan
bahwa Jazirah Arab dahulunya subur dan makmur. Karena faktor alam itu pula boleh jadi
rasa keagamaan telah timbul pada bangsa Arab semenjak lama. Semangat keagamaan yang
amat kuat pada bangsa Arab itulah yang menjadi dorongan mereka untuk melawan dan
memerangi agama Islam di saat Islam datang. Mereka memerangi agama Islam karena
mereka amat kuat berpegang dengan agama mereka yang lama yaitu kepercayaan yang telah
mendarah daging pada jiwa mereka. Andai kata mereka acuh tak acuh dengan agama, tentu
mereka membiarkan agama Islam berkembang, tetapi kenyataannya tidak demikian. Agama
Islam mereka perangi mati-matian sampai mereka kalah.

Sampai saat ini pun bangsa Arab, baik dia seorang ulama atau tidak, terhadap
agamanya mereka sangat bersemangat. Agama itu disiarkan serta dibela dengan sekuat
tenaganya. Semangat beragama mereka umumnya bersifat kulitnya saja. Adapun ibadah dan
praktik-praktik keagamaan sering ditinggalkan oleh Arab Badui. Watak mereka yang amat
mencintai hidup bebas dari keterikatan menjadi sebab mereka ingin bebas dari aturan agama.
Mereka sudah lama merasa bosandan kesal terhadap agamanya karena dianggap sebagai
pengikat kemerdekaannya sehingga selalu menyelewengkan agama mereka sendiri.

Penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam. Paganisme, Yahudi, dan


Kristen merupakan ragam agama orang Arab pra Islam. Pagan adalah agama mayoritas
mereka. ratusan berhala dengan bermacam-macam bentuk adadi sekitar Ka'bah. Setidaknya
ada empat sebutan bagi berhala-hala itu, sanam, wathan, nusub, dan hubal.

Sanam berbentuk manusia dibuat dari logam atau kayu. Wathan juga dibuat dari batu.
Susub adalah batu karang tanpa suatu bentuk tertentu. Hubal berbentuk manusia yang dibuat
dari batu akik. Dialah dewa orang Arab yang paling besar dan diletakkan dalam Ka'bah di
Mekah. oang-orang dari semua penjuru jazirah datang berziarah ke tempat itu. Beberapa
kabilah melakukan cara-cara ibadahnya sendiri-sendiri. Ini membuktikan bahwa paganisme
sudah berumur ribuan tahun. Sejak berabad-abad penyembahan patung berhala tetapi tidak
terusik, baik pada masa kehadiran permukiman Yahudi maupun upaya-upaya kristenisasi
yang muncul di Syiria dan Mesir.

Agama Yahudi dianut oleh para imigran yang bermukim di Yathrib dan Yaman.
Tidak banyak data sejarah tentang pemeluk dan kejadian penting agamaini di JazirahArab,

8
kecuali di zaman. Dzu Nuwas merupakan penguasa Yaman yang condong ke Yahudi. Dia
tidak menyukai penyembahan berhala yang telah menimpa bangsanya. Dia meminta
penduduk Najran agar masuk agama &ahudi.sehingga kalau mereka menolak, maka akan
dibunuh. 5amun yang terjadi justru menolak, maka digalilah sebuah parit dan dipasang api di
dalamnya. Mereka dimasukkan ke dalam parit itu, serta dibunuh dengan pedang atau dilukai
sampai cacat bagi yang selamat dari api tersebut. Korban pembunuhan itu mencapai dua
puluh ribu orang. Tragedi berdarah dengan motif fanatisme agama ini diabadikan dalam al-
Furan dalam kisah Lorang-orang yang membuat parit" (Ashab al-Ukhdud).

Sedangkan Agama Kristen di jazirah Arab dan sekitarnya sebelum kedatangan Islam
tidak ternodai oleh tragedi yang mengerikan semacam itu. Yang tampak hanyalah pertikaian
di antara sekte-sekte Kristen. Menurut Muhammad Abid al-Al-Qur`an, al-Furan
menggunakan istilah Nasara bukan Lal-Masihiyah dan Al-Masihi bagi pemeluk agama
Kristen. Bagi pendeta Kristen resmi Katolik, ortodoks, dan evengelish istilah Nasara adalah
sekte sesat, tetapi bagi ulama Islam mereka adalah Hawariyun. Para misionaris Kristen
menyebarkan doktrinnya dengan bahasa Yunani yang waktu itu madhab-madhab filsafat dan
aliran-aliran gnostik dan hermes menyerbu daerah itu. Inilah yang menimbulkan pertentangan
antara misionaris dan pemikir yunani yang memunculkan usaha-usaha mendamaikan antara
filsafat yunani yang bertumpu pada akal dan doktrin Kristen yang bertumpu pada iman. Inilah
yang melahirkan sekte-sekte Kristen yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru, termasuk
jazirah Arab dan sekitarnya.

Sekte Arius menyebar di bagian selatan jazirahArab, yaitu dari Suria dan Palestina ke
Irak dan Persia. Misionaris sekte ini telah menjelajahi penjuru- penjuru jazirah Arab yang
memastikan bahwa dakwah mereka telah sampai diMekah, baik melalui misionaris atau
pedagang Furaish yang berhubungan terus-menerus dengan Syam, Yaman, dan Habashah.
Tetapi salah satu sekte yang sejalan dengan tauhid murni agama samawi adalah sekte
Ebionestes.

Salah satu corak beragama yang ada sebelum Islam datang selain tiga agama di atas
adalah Haniliyah, yaitu sekelompok orang yang mencari agama Ibrahim yang murni yang
tidak terkontaminasi oleh nafsu penyembahan berhala- berhala, juga tidak menganut agama
Yahudi ataupun Kristen, tetapi mengakui keesaan Allah. Mereka berpandangan bahwa agama
yang benar di sisi Allah adalah Haniliyah, sebagai aktualisasi dari "illah Ibrahim. Gerakan ini
menyebar luas ke berbagai penjuru Jazirah Arab khususnya di tiga wilayah Jijaz, yaitu
Yathrib, Taif, dan Mekah.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan diatas, dapat kita simpulkan bahwa :

1. Masa sebelum kedatangan Islam dikenal dengan zaman jahiliyah. Dalam Islam,
periode jahiliyah dianggap sebagai suatu kemundurandalam kehidupan beragama.
2. Sebelum Islam datang, bangsa Arab telah menganut berbagai macam agama, adat
istiadat, akhlak dan peraturan-peraturan hidup.
3. Negeri Yaman adalah tempat tumbuh kebudayaan yang amat penting yang pernah
berkembang di Jazirah Arab sebelum Islam datang.
4. Perekonomian orang Arab pra-Islam yang sangat bergantung pada perdagangan
daripada peternakan apalagi pertanian.
5. Masa Jahiliyah bukan berarti masa dimana bangsa Arab yang belummengetahui
apapun. namun masa ketika kemajuan peradaban bangsa Arab tanpa disertai
kemajuan moralnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Shalabi, A. (1983). Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.


Amin, A. (1975). Fajr al-Islam. Kairo: Maktabah Najdah al-Misriyyah.
Emhaserangan. (2014). rahasia-sukses-dakwah-rasulullah.
http:emhasemarangan.blogspot.com/2010/02/rahasia-sukses-dakwah-rasulullah.htm,,
Blogspot.com.
Fadil, S. (2008). Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah. Malang: UIN Malang
Press.
Hitty, P. K. (2010). History of The Arabs. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Mufrrodi, A. (1997). Islam dikawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos.
Mujahidin, A. (2003). Arab Pra Islam. Jurnal Akademika, Volume 12.
Yatim, B. (2010). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press.

11

Anda mungkin juga menyukai