Anda di halaman 1dari 21

Arab Pra-Islam

Disusun Untuk Memenuhi Salah satu Tugas Mata Kuliah : Sejarah Peradaban
Islam Teori

DOSEN PENGAMPU :
Khairun Nita Aulia, M.Pd.I

DISUSUN OLEH :
Kelompok 4

1. Agung Setiawan 2171020044


2. Arinda Ika Romadhona 2171020121
3. Fitri Nurullita 2171020067
4. Kartika Sari Nurjannah 2171020133

KELAS B
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT yang Maha Kuasa atas
segala penciptaan-Nya. Selayaknya kita panjatkan rasa syukur atas kehadirat-Nya
yang telah melimpahkan segala bentuk kenikmatan kepada kita semua yang tiada
terhingga. Dan atas segala rahmat dan izin-Nya, maka saya dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Arab Pra-Islam” ini.

Meskipun dalam pengerjaan makalah ini, saya selaku penyusun


mengalami kesulitan. Tetapi saya berhasil menyelesaikan makalah ini, oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada. Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta kemudahan-Nya kepada saya.
Saya sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangannya dan jauh dari sempurna dan juga banyak kesalahan. Oleh karena
itu, kritik dan saran sangat diharapkan dalam proses perbaikan pembuatan
makalah ini selanjutnya.

Bandar Lampung, 01 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Geografis Jazirah Arab...................................................................... 4
3.1. Sistem Politik an Kemsyarakatan Bangsa Arab Pra-Islam................. 5
3.1.1. Kondisi Politik.......................................................................... 6
3.1.2. Kondisi Masyarakat.................................................................. 8
4.1 Kemsyarakatan Bangsa arab................................................................ 11
5.1 Sistem Kepercayaan dan Kebudayaan bangsa Arab Pra-Islam........... 13

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 17
3.2 Saran ................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Agama Islam yang merupakan agama yang paling sempurna
tentunya tidak dapatdipisahkan dari bangsa Arab.Mengapa demikian ,salah
satu faktornya adalah karenaagama Islam diturunkan oleh Allah SWT ke
muka bumi ini melalui perantara NabiMuhammad SAW yang berasal dari
Arab.Sebelum kedatangan Islam bangsa Arab initelah memiliki peradaban
sendiri,mulai dari sistem pemerintahan sampai kepadakepercayaan mereka
masing masing.Peristiwa peristiwa yang terjadi sebelum datangnyaIslam
sangat penting untuk kita pelajari karena nantinya akan memiliki
kesinambungandengan peradaban Islam itu sendiri.Suatu peristiwa yang
terjadi sekarang tentunya tidaklepas dari histori histori dengan apa yang
terjadi sebelumnya,bahkan kita dapatmembandingkan keadaan dua zaman
yang berbeda.Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab, disebut
masa jahiliyyah. Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh
terbelakangnya moral masyarakat Arab khususnya Arab pedalaman (badui)
yang hidup menyatu dengan padang pasir dan area tanah yang gersang.
Mereka pada umumnya hidup berkabilah. Mereka berada dalam lingkungan
miskin pengetahuan. Situasi yang penuh dengan kegelapan dan kebodohan
tersebut, mengakibatkan mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai
kemanusiaan, membunuh anak dengan dalih kemuliaan, memusnahkan
kekayaan dengan perjudian, membangkitkan peperangan dengan alasan harga
diri dan kepahlawanan. Suasana semacam ini terus berlangsung hingga
datang Islam di tengah-tengah mereka.
Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada waktu itu sama
sekali tidak memiliki peradaban. Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal
sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Makkah misalnya
pada waktu itu merupakan kota dagang bertaraf internasional. Hal ini
diuntungkan oleh posisinya yang sangat strategis karena terletak di

1
persimpangan jalan penghubung jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari
Yaman ke Syiria.
Dilihat dari silsilah keturunan dan cikal bakalnya, para sejarawan
membagi kaum-kaum Bangsa Arab menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sejarahnya
tidak bisa dilacak secara rinci dan komplit, seperti Ad, Tsamud,
Thasn, Judais, Amlaq dan lain-lainnya.
2. Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan
Ya’rub bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab
Qahthaniyah.
3. Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari
keturunan Isma’il, yang disebut pula Arab Adnaniyah.

Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan


hal yang sangat penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu
pun peristiwa di dunia yang terlepas dari konteks historis dengan
peristiwa-peristiwa sebelumnya. Artinya, antara satu peristiwa dengan
peristiwa lainnya terdapat hubungan yang erat dalam berbagai aspek
kehidupan, termasuk hubungan Islam dengan situasi dan kondisi Arab pra-
Islam.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana politik masyarakat Arab sebelum datangnya agama Islam ?
2. Bagaimana kondisi masyarakat Arab sebelum datangnya Islam ?
3. Bagaimana agama kepercayaan masyarakat Arab sebelum Islam ?
4. Bagaimana kebudayaan masyarakat Arab sebelum Islam ?

1.3. Tujuan Penelitian


1. Menjelaskan bagaimana sistem politik dan kemasyarakatan bangsa Arab
pra-Islam.
2. Menjelaskan bagaimana sistem kepercayaan dan kebudayaan bangsa
Arab pra-Islam.
3. Mengetahui kondisi masyarakat arab sebelum datangnya Islam.

2
4. Mengetahui kebudayaan masyarakat Arab sebelum datangnya Islam.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.
2.1. Geografis Jazirah Arab
Jazirah Arab mempnyai luas satu juta mil persegi atau sekitar
1.745.900 km yang mendiami mayoritas bangsa arab. Akan tetapi bangsa
arab juga mendiami daerah daerah sekitar jazirah. Tanah arab kadang juga
dinamai pulau gundul karena merupakan suatu tanah semenanjung yang
kesuburannya agak kurang dan terdapat banyak gunung batu. Beberapa
sungai yang mendiami wadi dengan aliran yang tidak tetap dan lembah
berair di musim hujan. 1
Jazirah dari sisi etimologi asalnya dari bahasa arab yang memiliki
arti “kepulauan”, Arab dari sisi etimologi berasal dari kata Arabia yang
berarti “gurun pasir”. Sebenarnya arab bukanlah kepulauan karena dilihat
dari semua pembatasannya adda satu sisi yang tidak berbatasan dengan
laut2. Di barat, Arab berbatasan dengan Laut Merah dan Gurun Sinai,
sebelah Selatan berbatasan dengan Laut India, sebelah Utara berbatasan
dengan gurun (padang pasir) Irak dan Syiria dan dibagian Timur
berbatasan dengan Teluk arab (Persia). Jazirah Arab adalah salah satu
tempat yang paling kering yang berada di muka bumi ini 3. Daerah ini
merupakan salah satu darah yang paling jarang dituruni hujan sehingga
suhu disana pun terasa sangat panas.
Berbicara tentang Arab pra Islam tentunya tidak dapat dipisahkan
dari dua kekuasaan yang sangat besar pada waktu itu yaitu Kerajaan
Romawi dan Kerajaan Persia. Kerajaan Romawi adalah sebuah kerajaan
besar yang terletak di Italia dengan ibukotanya yaitu Roma. Kerajaan
Persia menurut sejarah adalah kerajaan yang berkuasa di Iran. Sebelum
1
Khoiriyah, Reorientasi Sejarah Peradaban Islam : Dari Arab Sebelum Islam Sehingga Dinasti-
Dinasti Islam. (Yogyakarta : Teras,2012), hlm.6.
2
Fatah syukur NC, Sejarah Peradaban Islam (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm.13
3
Khoiriyah, op.cit, hlm.5-6

4
datangnya Islam kedua kerajaan inilah yang terkenal pada waktu itu,
keduanya saling bersaing untuk menunjukkan siapakah yang terbaik
diantara keda kerajaan ini. Mereka sibuk berperang, memperluas wilayah
kekuasaan demi untuk kerajaannya masing-masing. Akibat dari
persaingan kedua kerajaan besar ini sehingga Jazirah Arab agak kurang
diperhatikan.4
Jazirah Arab di masa itu jauh dari hirak-hiruk pertentangan politik
dan kekacauan peradaban. Negara-negara dikawasan itu terpencil bahkan
terbelakang dari sisi peradaban. Karena jauh dari peradaban Romawi dan
Persia akhirnya mereka dengan leluasa untuk mengembangkan peradaban
mereka.

3.
3.1. Sistem Politik dan Kemasyarakatan bangsa arab Pra-Islam
Kondisi orang Arab sebelum datangnnya Islam mereka mereka
hidup berkelompok atau yang biasa disebut dengan kalibah atau suku.
Karena diantara kalangan masyarakat arab terdapat banyak kelompok-
kelompok maka kemungkinan terjadinya peperangan atau permusuhan
antara kelompok antara kelompok sangat rentan terjadi. Selain banyaknya
kabilah kabilah ini salah satu penyebab seringnya muncul perpecahan
dikalangan masyarakat arab karena mereka sangat tinggi rasa fantasinya
terhadap kelompoknya masing-masing. Sehingga pada nantinya jika ada
diantara mereka yang bertikai maka anggota yang lain akan terjun
langsung membela atau menolong anggota kelompoknya tersebut tanpa
melihat terlebih dahulu apakah anggota kabilahnya bersalah ataupun
bukan dia yang salah.
Diantara kabilah-kabilah ini, masing-masing mempunyai
permukaan ketua kabila yang akan memimpin kabilah tersebut.
Merupakan sebuah system pemerintahan kecil yang eksitensi politiknya
adalah kesatuan fanatisme, yang adanya hubungan itmbal balik untuk
4
Said Ramadhan Al-Buthy, The Great Episode of Muhammad (Jakarta : Noura Books,2015),
hlm.30

5
menjaga daerah dan nama baik kabilahnya masing-masing. Kedudukan
ketua kabilah mirip dengan kedudukan seorang raja yang dimana semua
anggota dalam kabilah tersebut harus patuh dan taat pada peritah rajanya
baik itu perintah untuk berperang melawan kabilah lain ataukah berdamai
dengan kabilah lain. Ketua kabilah memiliki kewenangan mutlak seperti
seorang dictator yang gagah perkasa.
Sistem yang berlaku pada waktu itu adalah system diktaktor siapa
yang paling kuat maka dialah yang paling berkuasa. Sistemnya mirip
dengan apa yang ada dalam rimba, yang paling kuatlah yang akan
berkuasa tanpa memperhatiikan rakyat lemah yang ada di bawah.
Biasannya masyarakat bawah akan disuruh untuk mengumpulkan hasil
dan memberikan pemasukan dari pemerintah. Dari hasil masyarakat inilah
yang digunakan para pemimpin pemimpin untuk berpesta, bersenang-
senang, melampiaskan hawa nafsu dan berfoya foya sedangkan rakyat
yang ada dibawah semakin melarat dan semakin menderita karena ulah
dari pemimpin pemimpin yang tidak bertanggung jawab. Intinya
kekuasaan politik zaman jahhiliyyah mengakibatkan yang berada di
bawah kekuasaannya hancur dan menjadi tidak tentram, keadaan politik
dan ekonomi menjadi tergoncang baik di desa desa sampai kepada system
pemerintahannya mereka sendiri.
Bangsa arab memiliki solidaritas antar sesame anggota kebilah
sangat kuat, sedangkat perasaan dengan kabilah sama sekali tidak ada.
Tenaga mereka selalu habis berperang untuk memperebtkan sarana
penghidupan dan memperebutkan kehormatan. Lebih jauh bahwa
masyarakat arab tidak mengenal yang namanya pemindahan kekuasaan
yang ada hanyalah menurut tradisi siapa yang paling banyak harta dan
pengikutnya maka dialah yang paling layak menjadi pemimpin5.

3.1.1. Kondisi Politik


Bangsa Arab tidak memiliki sistem pemerintahan seperti yang kita kenal
sekarang ini. Model organisasi politik bangsa Arab lebih didominasi

5
Hasan Ibrahim , Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta : Kalam Mulia, 1979), hlm.11

6
kesukuan (model kabilah). Kepala sukunya disebut Shaikh, yakni seorang
pemimpin yang dipilih antara sesama anggota. Shaikh  dipilih dari suku yang
lebih tua, biasanya dari anggota yang masih memiliki hubungan famili.
Shaikh tidak berwenang memaksa, serta tidak dapat membebankan tugas-
tugas atau mengenakan hukuman-hukuman. Hak dan kewajiban hanya
melekat pada warga suku secara individual, serta tidak mengikat pada warga
suku lain.
Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi
politiknya adalah di satuan fanatisme, adanya manfaat secara timbal balik
untuk menjaga daerah dan menghadang musuh dari luar kabilah.
Kedudukan pemimpin kabilah ditengah kaumnya, seperti halnya seorang
raja. Anggota kabilah harus mentaati pendapat atau keputusan pemimpin
kabilah. Baik itu seruan damai ataupun perang. Dia mempunyai
kewenangan hukum dan otoritas pendapat, seperti layaknya pemimpin
dictator yang perkasa. Sehingga adakalanya jika seorang pemimpin murka,
sekian ribu mara pedang ikut bicara, tanpa perlu bertanya apa yang
membuat pemimpin kabilah itu murka.
Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah sistem dictator. Banyak hak
yang terabaikan, rakyat bisa diumpamakan sebagai ladang yang harus
mendatangkan hasil dan memberikan pendapatan bagi pemerintah. Lalu
para pemimpin menggunakan kekayaan itu untuk foya-foya mangumbar
syahwat, bersenang-senang, memenuhi kesenangan dan kesewenangannya.
Sedangkan rakyat dengan kebutaan semakin terpuruk dan dilingkupi
kezhaliman dari segala sisi. Rakyat hanya bisa merintih dan mengeluh,
ditekan dan mendapatkan penyiksaan dengan sikap harus diam, tanpa
mengadakan perlawanan sedikitpun.
Menurut Nicholson, tidak terbentuknya Negara dalam struktur
masyarakat Arab pra-Islam, disebabkan karena konstitusi kesukuan tidak
tertulis. Sehingga pemimpin tidak mempunyai hak memerintah dan
menjatuhkan hukuman pada anggotanya. Namun dalam bidang
perdagangan, peran pemimpin suku sangat kuat. Hal ini tercermin dalam
perjanjian-perjanjian perdagangan yang pernah dibuat antara pemimpin

7
suku di Mekkah dengan penguasa Yaman, Yamamah, Tamim, Ghassaniah,
Hirah, Suriah, dan Ethiopia.

3.1.2. Kondisi Masyarakat

Dengan keadaan alamnya yang gurun (padang pasir), penduduknya


memiliki keistimewaan yaitu mereka memiliki nasab murni, karena Jazirah
Arab tidak pernah dimasuki oleh orang asing. Bahasa mereka pun murni
dan terpelihara dari kerusakan bahasa yang disebabkan oleh percampuran
dengan bangsa-bangsa lain seperti yang terjadi pada bahasa penduduk
negeri. Oleh karena itu, padang pasir dijadikan sekolah tempat
mempelajari dan menerima bahasa Arab yang fasih ketika bahasa Arab
telah mengalami kerusakan di kota-kota dan negeri.

Sifat yang menonjol dari penduduk padang pasir adalah pemberani,


yang ditimbulkan oleh keadaan mereka yang saling sendirian di
pesawangan atau di padang pasir. Mereka selamanya membawa senjata
sebagai alat untuk menjaga dirinya sendiri, karena tidak ada yang
melindunginya selain keberanian mereka sendiri. Mereka selalu
mengganggu dan menyerang penduduk negeri yang disebabkan sulitnya
kehidupan di padang pasir.

Ibnu Khaldun yang di kutip Syalabi mengatakan bahwa, penduduk


Arab padang pasir dipandang sebagai orang-orang biadab yang tidak dapat
ditaklukkan atau dikuasai. Perang dan kekerasan adalah hal yang biasa
untuk dapat bertahan hidup. Dengan sifat-sifatnya itu, mereka tidak
dikenal oleh kaum pelancong dan penulis-penulis. Setelah agama Islam
tersebar di Jazirah Arab mereka berdatangan ke kota-kota dan
menceritakan peri kehidupan mereka di padang pasir.

Lebih lanjut, Ahmad Hashari menjelaskan bahwa, penduduk Arab


kuno adalah penduduk fakir miskin yang hidup di pinggiran desa terpencil,
mereka senang berperang, membunuh, dan kehidupannya bergantung pada

8
bercocok tanam dan turunnya hujan. Mereka berpegang pada aturan
kabilah atau suku dalam kehidupan sosial.

Kondisi kehidupan Arab menjelang kelahiran Islam secara umum


dikenal dengan sebutan zaman jahiliyah. Hal ini dikarenakan kondisi
sosial politik dan keagamaan masyarakat Arab saat itu. Hal itu disebabkan
karena dalam waktu yang lama, masyarakat Arab tidak memiliki nabi,
kitab suci, ideologi agama dan tokoh besar yang membimbing mereka.
Mereka tidak mempunyai sistem pemerintahan yang ideal dan tidak
mengindahkan nilai-nilai moral. Pada saat itu, tingkat keberagamaan
mereka tidak berbeda jauh dengan masyarakat primitif.

Masyarakat Arab terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu


penduduk kota (Hadhary) dan penduduk gurun (Badui). Penduduk kota
bertempat tinggal tetap. Mereka telah mengenal tata cara mengelola tanah
pertanian dan telah mengenal tata cara perdagangan. Bahkan hubungan
perdagangan mereka telah sampai ke luar negeri. Hal ini menunjukkan
bahwa mereka telah memiliki peradaban cukup tinggi.

Sementara masyarakat Badui hidupnya berpindah-pindah dari satu


tempat ke tempat lainnya guna mencari air dan padang rumput untuk
binatang gembalaan mereka. Di antara kebiasaan mereka adalah
mengendarai unta, mengembala domba dan keledai, berburu serta
menyerang musuh. Kebiasaan ini menurut adat mereka adalah pekerjaan
yang lebih pantas dilakukan oleh laki-laki. Oleh karena itu, mereka belum
mengenal pertanian dan perdagangan. Karenanya, mereka hidup berpindah
dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari kehidupan, baik untuk diri
dan keluarga mereka atau untuk binatang ternak mereka. Dalam perjalanan
pengembaraan itu, terkadang mereka menyerang musuh atau menghadapi
serangan musuh. Di sinilah terjadi kebiasaan berperang di antara suku-
suku yang ada di wilayah Arabia.

Sebenarnya sejak zaman jahiliyah, masyarakat Arab memiliki


berbagai sifat dan karakter yang positif, seperti sifat pemberani, ketahanan

9
fisik yang prima, daya ingat yang kuat, kesadaran akan harga diri dan
martabat, cinta kebebasan, setia terhadap suku dan pemimpin, pola
kehidupan yang sederhana, ramah tamah, mahir dalam bersyair dan
sebagainya. Namun sifat-sifat dan karakter yang baik tersebut seakan tidak
ada artinya karena suatu kondisi yang menyelimuti kehidupan mereka,
yakni ketidakadilan, kejahatan, dan keyakinan terhadap tahayul.

Keadaan masyarakat semacam ini telah berjalan cukup lama, yakni


bermula dari kebiasaan masyarakat yang sudah tidak mau lagi menjadikan
ajaran para nabi sebagai pedoman hidupnya. Di samping mempunyai sifat
dan karakter yang tidak baik, di sisi lain bangsa Arab sangat ahli dalam
bahasa dan kesusastraan, terutama dalam bersyair dan berpidato. Dua hal
tersebut menjadi kebanggaan sekaligus sebagai sarana untuk bersaing
dalam meraih kehormatan di antara kabilah-kabilah yang ada.

Secara garis besar, kondisi masyarakat mereka bisa dikatakan


lemah dan buta. Kebodohan mewarnai segala aspek kehidupan, manusia
hidup layaknya binatang. Wanita diperjual-belikan dan kadang-kadang
diperlakukan layaknya benda mati. Hubungan ditengah umat sangat rapuh
dan gudang-gudang pemegang kekuasaan dipenuhi kekayaan yang berasal
dari rakyat, atau sesekali rakyat dibutuhkan untuk menghadang serangan
musuh.

Ada salah satu riwayat yang menyebutkan bahwa watak dan tabiat
buruk yang banyak dilakukan oleh masyarakat Arab sebelum Islam datang
adalah sebagai berikut:

1. Minum-minuman keras
2. Berzina dan memperkosa
3. Memperlakukan wanita sebagai barang yang diperjualbelikan
4. Membunuh anak perempuan karena malu dan takut miskin
5. Mencuri, merampok, dan merampas hak orang lain, dan masih banyak
lagi.

10
Kemudian juga dimunculkan adat kebiasaan bangsa Arab sebelum
Islam datang yang dinilai positif antara lain sebagai berikut:

1. Sangat menghormati tamu


2. Bersikap pemberani
3. Dapat dipercaya
4. Mengutamakan kesetiakawanan
5. Rajin bekerja
6. Pandai berpidato dan bersyair.

4.
4.1. Kemasyarakatan Bangsa Arab

Zaman sebelum datangnya islam disebut zaman jahliyyah yang


memiliki arti zaman kebodohan. Akan tetapi jika dilihat dari dilihat dari satu
sisi penyebutan zaman jahiliyyah kontradiksi dengan apa yang ada pada
masyarakat arab waktu itu , bahkan msyarakat arab sangat terkenal dengan
kecerdasanya dalam menyusun syair-syair. Dikatakan jahiliyyah bukan berarti
karena masyarakat arab pada waktu itu bodoh tetapi salah satu alasannya
karena mereka memiliki moral yang sangat buruk. Masa jahiliyyah ini adalah
masa dimana bangsa arab tidak mengenal agama tauhid yang membuat akhlak
dan moral mereka menjadi hancur. Mereka memiliki kebiasaan yang sangat
buruk seperti berjudi, minum minuman keras, menyembah berhala, berjudi
dan masih banyak lagi yang lainnya. Salah satu hal yang sangat menonjol
pada zaman jahiliyyah adalah perbedaan derajat antara laki laki dan
perempuan. Pada zaman itu wanita dianggap sebagai mahluk yang sangat
lemah dan asangat tidak berguna bahkan bias dikatakan derajat seekor
kambing lebih tinggi dibandingkan derajat seorang wanita. Perempuan
perempuan hanya dijadikan tempat untuk melampiaskan hawa nafsu dan
seringkali dijadikan sebagai alat judi. Ketika perempuan sedang hamil laki laki
bertaruh apakah wanita itu mengandung anak laki laki atau perempuan dan
untuk membuktikannya perut si wanita tadi langsung dibelah tidak menunggu

11
lahirnya secara normal. Hal yang seperti ini merupakan hal yang sangat
dikecam di dalam agama islam diikarenakan tidak mengandung rasa
kemanusiaan. Laki laki tetap dianggap sebagai pemimpin dalam keluarganya
sehingga semua kemauanya harus dituruti dan tidak boleh dibantah tanpa
melihat apakah keinginannya itu benar atau salah.

Masyarakat jahiliyyah juga terkenal dengan tingkah laku mereka yang


suka poligami tanpa batasan sesuai keinginan hawa nafsu mereka. Mereka bisa
saja menikahi janda dari bapaknya sendiri atau langsung menikahi dua
perempuan yang bersaudara bahkan bebas untuk menceraikan perempuan
tanpa aturan aturan. Perzinahan mewarnai setiap lapisan dari pejabat sampai
masyarakat biasa kecuali hanya beberapa orang yang memang benar benar
kesucian jiwanya.

Mata pencaharian masyrakat arab pada waktu itu adalah kebanyakan


pedagang, memang bangsa arab adalah bangsa yang sangat terkenal dengan
kepiawainnya dalam perdagang. Bahkan mereka menguasai sebagian besar
jalur jalur perdagangan yang ada di daerah itu mengalahkan bangsa bangsa
yang lainnya. Perdagangan memang merupakan salah satu pekerjaan yang
paling bagus ntuk bias mencukupi kebutuhan kebutuhan finansial yang ada.
Perjalanan dagang yang sering dilakukan bangsa arab pada waktu itu yaitu
pada musim panas mereka ke negeri Syam dan pada musim dingin mereka ke
negeri Yaman.6

Tetapi dibalik perilaku yang amoral dari masyarakat jahiliyyah,


mereka masih mempunyai sifat sifat yang terpuji diantaranya adalah
kedermawanan mereka, sikap yang tidak mudah menyerah dan mematuhi janji
janji yang telah mereka ucapkan.

Kata jahiliyyah memiliki konotasi jahil (bodoh) khususnya pada


persoalan moralitas, yaitu pergaulan antar satu dengan yang lainnya saling
berebut hagemoni dan menimbulkan permusuhan. Sama halnya pada

6
Fatikhah, Sejarah Peradaban Islam (Pekalongan : STAIN Pekalongan Press, 2012), hlm.11.

12
persoalan hak asasi manusia pada perempuan yang kuat memperbudak yang
lemah dan yang kaya memperbudak yang miskin.7

Secara garis besar kondisi mesyarakat sangat lemah dan buta sehingga
kebodohan merajalela mewarnai aspek aspek kehidupannya membuat manusia
manusia seperti binatang yang ada di rimba. Setelah kedatangan Islam yang
mengkat derajat perempuan dan membawa kedamaian dan ketenangan barulah
keadaan masyarakat arab menjadi damai dan sejahtera. Tetapi kedamaian dan
kesejahteraan tidak langsung terjadi dengan datangnya islam tetapi tidak lepas
dibalik perjuangan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat sahabatnya yang
tidak pernah putus asa memperjuangkan Agama Islam. Kemajuan peradaban
bangsa arab tidak dapat dipisahkan dari agama islam yang membawa
kedamaian dan ketentreaman.

5.
5.1. Sistem Kepercayaan dan Kebudayaan Bangsa Arab Pra-Islam
Dalam hal kepercayaan (Aqidah), bangsa Arab pra-Islam percaya
kepada Allah sebagai pencipta. Mereka sudah memahami keesaan Allah
dan mengikuti agama yang menuhankan Allah. Sebelum Nabi Muhammad
saw diutus, mereka sudah kerap kali kedatangan dakwah dari para nabi
utusan Allah, yang menyampaikan seruan agar menyembah kepada Tuhan
Yang Maha Esa semata-mata, jangan sampai mempersekutukan sesuatu
dengan-Nya.
Nabi-nabi utusan Allah yang datang dan berdakwah kepada bangsa
Arab diantaranya Nabi Nuh as diutus untuk kaum ‘Ad dan Nabi Shaleh
diutus untuk kaum Tsamud. Mereka tidak mau menerima seruan para nabi
Allah itu hingga diutusnya Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Seruan
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail diterima baik di sekitar Jazirah Arab.
Namun beberapa puluh tahun kemudian, kesucian agama Nabi Ibrahim
dan Nabi Ismail diputarbalikkan, diubah, direka, ditambah, dan dikurangi
oleh para pengikutnya.

7
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : Sinar GrafikaOfset, 2010). Hlm.47

13
Menurut Munawar Chaili, yang dikutip oleh Maslani dan Ratu
Suntiah, bangsa Arab percaya dan yakin bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan
itu Maha Esa. Dia yang menciptakan segenap makhluk, yang mengurus,
yang mengatur, dan pemberi sesuatu yang dihajatkan oleh segenap
makhluk. Akan tetapi, dalam menyembah (beribadah) kepadanya, mereka
membuat atau mengadakan berbagai perantara, dengan tujuan untuk
mendekatkan diri mereka kepada Tuhan.
Berkaitan dengan agama, Arab pra-Islam memeluk agama Ibrahim.
Namun nantinya ketauhidan mereka akan terkontaminasi dengan
menyembah berhala. Mereka menganggap bahwa berhala-berhala tersebut
merupakan perantara antara mereka dengan Tuhan.  Adapun keadaan
masyarakat sebelum datangnya Islam mereka tenggelam dalam adat
jahiliyah. Seperti membunuh anak perempuan, sistem jual beli yang
banyak mengandung unsur tipu dan merugikan, percaya akan sebuah
ramalan dan lain-lain. Meskipun demikian bangsa Arab dikenal bangsa
pemberani yang memiliki rasa kesukuan tinggi.
Pada saat itu, ada tiga berhala yang paling besar yang ditempatkan
mereka ditempat-tempat tertentu, seperti:
1. Manat, mereka tempatkan di Musyallal ditepi laut merah dekat
Qudaid.
2. Lata, mereka tempatkan di Tha’if.
3. Uzza, mereka tempatkan di Wady Nakhlah.
Setelah itu, kemusyrikan semakin merebak dan berhala-berhala yang
lebih kecil bertebaran disetiap tempat di Hijaz. Yang menjadi fenomena
terbesar dari kemusyrikan bangsa Arab kala itu yakni mereka menganggap
dirinya berada pada agama Ibrahim.
Selain itu, orang-orang Arab juga mempercayai dengan pengundian
nasib dengan anak panah dihadapan berhala Hubal. Mereka juga percaya
kepada perkataan peramal, orang pintar dan ahli nujum.
Sekalipun masyarakat Arab jahiliyah seperti itu, namun masih ada
sisa-sisa dari agama Ibrahim dan mereka sama sekali tidak
meninggalkannya, seperti pengagungan terhadap Ka’bah, Thawaf

14
disekelilingnya, haji, umrah, Wufuq di Arafah dan Muzdalifah. Memang
ada hal-hal baru dalam pelaksanaannya.
Masyarakat Arab pra-Islam memeluk berbagai macam agama, di
antaranya Paganisme, Yahudi, Kristen dan Hanifiyah. Agama-agama ini
merupakan agama warisan dari pendahu-pendahulunya. Keadaan tersebut
masih terus berlangsung sampai datangnya Islam sebagai agama yang hak,
serta penyempurna dari agama-agama sebelumnya.
Orang-orang Yahudi berubah menjadi orang-orang yang angkuh dan
sombong. Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah.
Para pemimpin inilah yang membuat hukum ditengah manusia dan
menghisab mereka menurut kehendak yang terbetik didalam hati mereka.
Ambisi mereka hanya tertuju kepada kekayaan dan kedudukan, sekalipun
berakibat musnahnya agama dan menyebarnya kekufuran serta pengabaian
terhadap ajaran-ajaran yang telah ditetapkan Allah kepada mereka, dan
yang semua orang dianjurkan untuk mensucikannya.
Sedangkan agama Nasrani berubah menjadi agama paganisme yang
sulit dipahami dan menimbulkan pencampuran antara Allah dan Manusia.
Kalaupun ada bangsa Arab yang memeluk agama ini, maka tidak ada
pengaruh yang berarti. Karena ajaran-ajarannya jauh dari model kehidupan
yang mereka jalani, dan yang tidak mungkin mereka tinggalkan.
Semua agama dan tradisi bangsa Arab pada masa itu, keadaan para
pemeluk dan masyarakatnya sama dengan keadaan orang-orang Musyrik.
Musyrik hati, kepercayaan, tradisi dan kebiasaan mereka hampir serupa.
Lahirnya peradaban Islam menumbangkan peradaban jahiliyah yang
ada. Lahirnya peradaban Islam dimulai sejak lahirnya Rasulullah saw.
Berita tentang lahirnya seorang nabi akhir zaman yang dijanjikan
terdengar di seluruh negeri Arab. Dikatakan oleh Qâdli ‘Iyâd bahwa,
menjelang lahirnya nabi yang dikatakan Isa as dengan nama Ahmad,
banyak sekali orang Arab yang memberi nama anaknya yang baru lahir
dengan nama Ahmad dan Muhammad, dengan harapan kelak dia yang
akan menjadi nabi yang dinantikan.

15
Negara Arab adalah tempat pertama kali Islam disyiarkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Sejarawan menuliskan bahwa ketika Nabi
melaksanakan dakwah Islam di Arab banyak sekali tantangan dan
rintangan dan bahkan sampai terjadinya peperangan.
Ada sebuah pengamatan menarik yang dilakukan oleh seorang penulis
tanah air, Mansour Fakih melalui tulisannya yang berjudul “Mencari
Teologi untuk Kaum Tertindas”. Ia beranggapan bahwa perlawanan
Quraisy Mekkah terhadap Muhammad saw tidak sebatas karena teologi,
akan tetapi perlawanan akan paham egalitarianisme yang dibawakan oleh
Rasulullah saw untuk menandingi dan membebaskan masyarakat Makkah
dari sistem kapitalis. Karena saat itu Makkah merupakan pusat
perekonomian kapitalis yang terbangun atas koorporasi suku-suku
penguasa perdagangan kawasan Bizantium.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari semua pembahasan diatas maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa :
Sistem politik bangsa arab sebelmm datangnya islam seperti hokum rimba,
siapa yang paling kuat maka dialah yang akan berkuasa. Dari sisi ekonomi
bangsa arab sebagian besar mata pencahariannya adalah pedagang. Sebelum
datangnya agama islam, bangsa arab mempnyai beberapa agama kepercayaan
yang merupakan agama warisan nenek moyangnya. Bangsa arab adalah bangsa
yang kental dengan budaya dan salah satu yang paling mencolok adalah
kepiwaian mereka dalam menyusn syair.

3.2 saran

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan masih


jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan lebih berhati-hati dalam
menjelaskan tentang makalah dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan
dapat lebih dipertanggung jawabkan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta :


Sinar Grafika Offset, 2010.

Al-Buthy, Said Ramadhan, The Great Episode og


Muhammad. Jakarta : Noura Books, 2015.

Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam. Jakarta :Akbar Media,


2011.

Fatikhah, Sejarah Peradaban Islam.Pekalongan : STAIN


Pekalongan Press, 2012.

Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta : Kalam Mulia,


1979.

Khoiriyah. Reorientasi Sejarah Peradaban Islam.


Yogyakarta : Teras, 2012.

NC, Fatah Syukur. Sejarah Peradaban Islam. Semarang :


PT Pustaka Rizki Putra, 2002.

18

Anda mungkin juga menyukai