Anda di halaman 1dari 36

2020

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM

KELAS B

KELOMPOK 1

Rania Khalisa 2006480420

Rizki Ananda Ragil 2006600116

M Faisal Shaleh 2006600192

Sheila Oktaviani 2006600406

PROGRAM VOKASI

PRODI AKUNTANSI

UNIVERSITAS INDONESIA
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alah SWT. Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami mampu untuk menyelesaikan karya tulis ini
yang berjudul “Sejarah dan Perkembangan Agama Islam”. Walaupun dalam proses
pembuatan karya tulis ini penulis mendapat beberapa hambatan tapi dengan bantuan
beberapa pihak dan dengan seizin Dzat yang maha kuasa akhirnya penulis bisa
menyelesaikan karya tulis ini.

Karya tulis ini dibuat sebagai pelengkap tugas pelajaran studi islam semester
satu dan sebagai bukti bahwa penulis mengerti teori dari materi.

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami menyadari
bahwa dalam karya tulis ini masih banyak kekurangan dan terdapat banyak kelemahan.
Oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat diharap kan dan akan
diterima dengan senang hati demi penyempurnaan karya tulis ini dimasa mendatang.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................................... 1
BAB II ...................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 2
A. Sejarah Turun dan Perkembangan Agama Islam Pada Masa Nabi Muhammad SAW. 2
1. Geografis dan Sejarah Masyarakat Arab................................................................... 2
2. Latar Belakang dan Tujuan Turunnya Agama Islam Kepada Nabi Muhammad saw.
5
3. Proses Turunnya Agama Islam Kepada Nabi Muhammad SAW ............................. 7
4. Hubungan Agama Islam Dengan Agama Para Nabi Sebelumnya ............................ 8
5. Metode Dakwah Rasulullah Saw ............................................................................ 11
6. Tantangan dan Hambatan Dakwah Rasulullah Saw ............................................... 12
7. Nabi Muhammad Saw Diutus Untuk Seluruh Umat Manusia ................................ 15
B. Sejarah masuk dan Perkembangan Agama Islam di Indonesia ................................... 16
I. Asal Mula Islam Masuk ke Indonesia ..................................................................... 16
2. Kegiatan Dakwah di Indonesia ............................................................................... 19
3. Dakwah Islam di Indonesia dari Zaman Kerajaan Sampai Zaman Penjajahan....... 21
4. Dakwah di Era Kemerdekaan ................................................................................. 27
BAB III................................................................................................................................... 31
PENUTUP .............................................................................................................................. 31
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 33

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan
rasul sebagai utusan-Nya yang terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh
umat manusia hingga akhir zaman. Yang berintikan tauhid atau keesaan Tuhan
dimanapun dan kapanpun dan dibawa secara berantai (estafet) dari satu generasi
ke generasi selanjutnya dari satu angkatan keangkatan berikutnya, yaitu sebagai
rahmat, hidayat, dan petunjuk bagi manusia dan merupakan manifestasi2 dari sifat
rahman dan Rahim Allah SWT.

Agama Islam adalah satu-satunya agama yang di akui di sisi Allah swt.
Ajaran dan ketentuan-Nya yaitu Al-qur’an dan sunnah. Sehingga beruntunglah
bagi mereka yang telah menjadi pengikutnya kemudian dapat pula melaksanakan
dan mengamalkan ajaran Islam secara baik dan benar

Islam lahir di Jazirah Arab, bermula pada tahun 611 ketika wahyu pertama
diturunkan kepada rasul yang terakhir yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua
Hira', Arab Saudi. Sepeninggal Nabi Muhammad Saw, Agama Islam terus
berkembang dan menyebar ke seluruh dunia dari masa ke masa hingga saat ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana agama islam turun kepada Rasulullah Saw?
2. Apa saja metode dakwah Rasulullah Saw?
3. Apa yang menjadi tantangan Rasulullah Saw dalam berdakwah?
4. Bagaimana perkembangan agama islam di Indonesia?

C. Tujuan
Untuk mengetahui sejarah serta perkembangan agama islam di Indonesia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Turun dan Perkembangan Agama Islam Pada Masa Nabi


Muhammad SAW.
1. Geografis dan Sejarah Masyarakat Arab
Jazirah Arab dibentuk oleh empat persegi panjang yang amat luas, meliputi
kurang lebih seperempat juta mil persegi. Di sebelah utara dibatasi oleh mata rantai
daerah-daerah yang terkenal dalam sejarah dengan sebutan daerah Bulan sabit yang
subur (Fertile Crescent), yaitu daerah Mesopotania, Syiria, dan Palestina, dengan
tanah perbatasan yang berpadang pasir; di sebelah timur dan selatan dibatasi oleh
Teluk Parsi dan Samudera Hindia; sebelah barat dibatasi Laut Merah. Daerah barat-
daya dari Yaman terdiri dari kota-kota pegunungan yang mengandung banyak air,
yang sejak dulu kala memungkinkan pertumbuhan pertanian dan perkembangan
kebudayaannya yang relatif maju. Sisanya terdiri dari stepa (tanah datar yang luas dan
kering) yang tidak mengandung air dan merupakan padang pasir, diselingi oleh oasis
(tanah subur di tengah gurun pasir) yang secara kebetulan ada; dan dari beberapa jalan
kafilah dan jalan perniagaan. Penduduknya terutama terdiri dari orang desa nomaden,
yang hidup dari peternakan, perniagaan ke daerah oasis dan daerah tetangganya yang
sudah menggarap tanah (Lewis:1994: 1).

Sejak zaman dahulu kala, negeri Arab telah tumbuh menjadi daerah transit
antara negeri-negeri di Laut Merah dan Timur Jauh, dan sejarahnya berkembang
semakin meluas disebabkan oleh kesibukan lalu-lintas antara Timur dan Barat.
Komunikasi ke dalam dan ke luar jazirah Arab didukung oleh bentuk geografisnya,
melewati jalur-jalur tertentu yang terjaga dengan baik. Yang pertama dari jalur-jalur
itu ialah jalan raya Hijaz, mulai dari pelabuhan-pelabuhan Laut Merah dan pos-pos
perbatasan Palestina dan Transyordania, menelusur bagian tengah pantai-pantai Laut
Merah terus menuju ke Yaman. Jalan inilah yang dari masa ke masa ramai oleh

2
deretan kafilah, antara kerajaan Alexandria dan pengganti-penggantinya di Timur
Dekat dengan negeri-negeri Asia Jauh. Di daerah itu pulalah terletak jalan kereta api
Hijaz (Lewis:1994: 2).

Jalur kedua melewati Wadi’d Dawasir, mulai dari penghujung timur-laut Yaman
ke pusat negeri Arab, yang menghubungkannya dengan jalur-jalur lain, yaitu Wadi’s
Rumma, ke selatan Mesopotamia. Jalur tersebut adalah penghubung (medium) yang
utama pada masa dulu antara Yaman dengan kebudayaan-kebudayaan Asyiria dan
Babilonia. Akhirnya wadi’s Sirhan yang mengaitkan Arab Tengah dengan tetangga
Syria via oasis Jawf (Lewis:1994: 2).

Para ahli geografi purba membagi Jazirah Arabia sebagai berikut:

a. Arabia Petrix, yaitu daerah-daerah yang terletak di sebelah barat daya Lembah
Syiria.
b. Arabia Deserta, yaitu daerah Syiria sendiri.
c. Arabia Felix, yaitu negeri Yaman yang terkenal dengan nama Bumi Hijau
(Amin: 2010: 55).

Ahli sejarah membagi penduduk Jazirah Arab sebagai berikut:

1. Arab Baidah (bangsa Arab yang telah punah), yaitu orang-orang Arab yang
telah lenyap jejaknya dan tidak diketahui lagi, kecuali karena tersebut dalam
kitab-kitab suci, seperti kaum Ad, dan Tsamud. Di antara Kabilah mereka yang
termasyhur, yaitu Ad, Tsamud, Thasam, Jadis, dan Jurhum
2. Arab Baqiyah (bangsa Arab yang masih lestari), dan mereka terbagi dalam dua
kelompok, yaitu sebagai berikut.
a. Arab Aribah
yaitu kelompok Qathan, dan tanah air mereka yaitu Yaman. Di antara
kabilah-kabilah mereka yang terkenal, yaitu Jurhum, Ya’rab, dan dari
Ya’rab ini lahirlah suku-suku Kahlan dan Himyar.

3
b. Arab Musta’ribah
Mereka adalah sebagian besar penduduk Arabia dari dusun sampai ke
kota, yaitu mereka yang mendiami bagian tengah jazirah Arabia dan negeri
Hijaz sampai Lembah Syria. Mereka dinamakan Arab Musta’ribah karena
pada waktu Jurhum dari suku Qahtaniyah mendiami Mekah, mereka tinggal
bersama Nabi Ibrahim as. serta ibunya, di mana kemudian Ibrahim dan
putra-putranya mempelajari bahasa Arab. Dari merekalah kemudian timbul
bermacam kaum dan suku Arab, termasuk kaum Quraisy yang tumbuh dari
induk suku Adnan Amin: 2010: 56).

Diantara suku-suku yang hidup dan berpengaruh di jazirah Arab adalah suku
Quraisy, dan suku Quraisy terbagi menjadi beberapa kabilah, diantaranya yang
terkenal adalah Jumh, Sham, Ady, Makhzum, Taim, Zuhroh, dan marga-marga
Qushay bin Kilab, yaitu: Abdud Dar bin Qushay, Asad bin Abdul Uzza bin Qushay
dan Abdu Manaf bin Qushay. Abdu Manaf memiliki 4 anak: Abdu Syams, Naufal,
al-Muththalib, dan Hasyim. Dari keluarga Hasyim inilah Nabi Muhammad saw lahir.
Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdul
Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murroh bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihir bin
Malik bin Nadhor bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhor
bin Nizar bin Ma’ad bin ’Adnan (setelah ’Adnan tidak ada riwayat yang shahih
sampai Nabi Adam AS) (Al- Bajuri: 12). Sedangkan keturunan Nabi Muhammad dari
garis ibu adalah Muhammad bin Aminah binti Wahab bin Abdul Manaf bin Zuhroh
bin Kilab. Dari Kilab garis keturunan Nabi Muhammad saw dari garis ibunya Aminah
bertemu dengan garis keturunan ayahnya Abdullah. (Al- Bajuri: 12 dan Al-
Mubarakfuri: 2013: 24).

Hasyim merupakan pembesar kabilah pada zamannya. Ia disebut dengan


panggilan Hasyim (penghancur), karena dia rutin meremukkan (hasyama) roti kering
untuk dicampur dengan daging, lalu dijadikan bubur. Bubur itu ia tinggalkan sehingga
bisa dimakan banyak orang hingga kemudian dia dijuluki Hasyim. Adapun nama
aslinya adalah ’Amr. Hasyim-lah orang yang mencetuskan dua perjalanan musim

4
panas ke Syam. Dia juga dikenal dengan panggilan Sayyid Al- Bathha’ (pemimpin
Al- Bathha) (Al- Mubarakfuri: 2013:25).

2. Latar Belakang dan Tujuan Turunnya Agama Islam Kepada Nabi Muhammad
saw.
Nabi Muhammad saw dilahirkan di tengah-tengah Bani Hasyim di Makkah
pada hari Senin pagi, 9 Rabi’ul Awwal (Al-Mubarakfuri: 2013: 27). Ada pula yang
mengatakan tanggal 12 Rabi’ul Awwal Tahun Gajah, yang bertepatan dengan 22
April 571 M. Bidan yang membantu kelahiran beliau adalah Al- Syifa binti ’Amr,
ibunda Abdurrahman ibn ’Auf. Ketika melahirkan Rasulullah saw, terpancarlah
cahaya dari Aminah yang menerangi istana-istana yang ada di Syam. Kemudian Al-
Shifa datang mengabarkan kepada Abdul Muththalib tentang kelahiran Rasulullah
saw. Abdul Muththalib lalu datang dengan sumringah dan bergembira. Dia membawa
dan memasukkan bayi Aminah ke Ka’bah, bersyukur kepada Allah, lalu mendoakan
dan menamainya Muhammad, dengan harapan cucunya itu menjadi orang yang
terpuji dimasa yang akan datang (Al- Mubarakfuri: 2013: 27). Abdul Muththalib
selanjutnya mengadakan aqiqah dan mengkhitan Muhammad pada hari ketujuh
setelah kelahiran, dan memberi makan kepada orang-orang sebagaimana kebiasaan
bangsa Arab ketika dikaruniai anak (Al- Mubarakfuri: 2013: 27). Muhammad kecil
kemudian di asuh oleh Ummu Aiman, seorang wanita berkebangsaan Habsyah
(Etiopia) yang merupakan hamba sahaya ayahnya, Abdullah. Ummu Aiman tetap
menjadi hamba sahaya sampai dia masuk Islam, lalu turut berhijrah, dan meninggal
dunia lima atau enam bulan setelah Nabi Muhammad saw. wafat (Al- Mubarakfuri:
2013:27).

Sejak kecil Nabi Muhammad saw. tumbuh dewasa menjadi seorang yang
berakal sehat, energik, dan berperangai baik. Beliau tumbuh dewasa dengan
menghimpun segenap sifat-sifat terpuji dan adab yang mulia. Beliau menjadi teladan
utama bagi manusia dalam hal pemikiran yang benar dan pandangan yang lurus.
Sebagaimana beliau menjadi contoh terbaik dalam hal akhlak mulia, perangai baik,
keistimewaan dalam kejujuran, sifat amanah, kepribadian, keberanian, keadilan,

5
kebijaksanaan, kewaspadaan (dari hal-hal tidak baik), sikap hidup zuhud, qana’ah,
kesabaran, syukur, malu, memenuhi janji, rendah hati, dan sikap untuk saling
menasihati (Al- Mubarakfuri: 2013:38).

Muhammad saw. juga dikenal sebagai orang yang gemar menyambung


silaturahim (tali kekerabatan), sanggup menanggung beban berat dalam hidup
manusia, mau membantu orang yang kesulitan dalam menyambung hidup dengan
menunjukkan lapangan pekerjaan, memuliakan tamu, dan membenci hal-hal yang
sifatnya khurafat (mitos atau takhayul) dan keburukan yang tengah merebak di
kaumnya. Muhammad saw. tidak pernah ikut merayakan berbagai hari perayaan
untuk menyembah berhala dan perayaan-perayaan kemusyrikan. Beliau juga tidak
mau memakan daging yang dipersembahkan untuk berhala atau disembelih dengan
menyebut nama-nama selain nama Allah. Hampir-hampir beliau tidak sanggup
menahan emosi ketika seseorang bersumpah dengan nama Lata dan Uzza, apalagi
menyentuh patung-patung sembahan tersebut atau mendekatkan diri kepada mereka.
Muhammad saw. tidak pernah meminum khamr dan masuk ketempat-tempat hiburan.
Beliau tidak pernah menghadiri acara-acara hiburan dan pesta, atau mendatangi klub-
klub malam yang menjadi tempat bersenang-senang para pemuda dan tempat
berkumpulnya para pecinta pesta di Mekkah (Al- Mubarakfuri: 2013: 38).

Sejak masih muda Muhammad saw telah menunjukkan sifat yang istimewa.
Umur 6 tahun diajak berziarah oleh ibunya dan pembantunya Ummu Aiman ke
kuburan ayahnya di Madinah dan juga berziarah kepada keluarganya yang ada di
Madinah, ketika beliau kembali dari Madinah bersama Aminah dan Ummu Aiman,
Aminah wafat di tengah perjalanan saat kembali ke Mekah. Sejak itulah Muhammad
menjadi yatim piatu dan kembali ke Mekah dengan Ummu Aimah (Syamrakh: 2010),
kemudian dia ikut kakeknya, Abdul Mutthalib. Dua tahun kemudian kakeknya
meninggal, dan dia diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika umur 12 tahun,
Muhammad dibawa pamannya turut serta dengan kafilah dagang ke Syam (Suriah).
Seorang pendeta Kristen bernama Buhairah, bergetar hatinya ketika memandang dari
atas biaranya. Awan yang bergumpal menaungi kafilah mengendarai unta di dalam

6
kafilah yang sedang menuju kota, inilah roh kebenaran yang dijanjikan itu, pikirnya.
Berdasarkan petunjuk Taurat dan Injil, Pendeta itu mengetahui ciri-ciri seorang Nabi
yang akan datang di akhir zaman. Maka ia berpesan kepada Abu Talib agar menjaga
anak tersebut, jangan sampai diketahui orang-orang yang dengki.

Umur 25 tahun Muhammad saw menikah dengan Khadijah dan dikaruniai 6


orang anak: 2 putra: Qasim dan Abdullah, dan 4 putri: Zainab, Ruqaiyah, Ummu
Kalsum, dan Fatimah. Pada umur 35 tahun Muhammad SAW dapat menyelesaikan
suatu peristiwa yang hampir menimbulkan perselisihan antar suku, ketika para suku
itu masing-masing merasa lebih berhak untuk meletakkan Hajar Aswad di tempatnya.
Muhammad saw mengambil surbannya dan meletakkan batu itu di atasnya, dan
mempersilakan secara bersama setiap kepala suku membawanya. Atas keputusannya
yang melegakan semua pihak itu ia dijuluki Al-Amin, artinya orang yang terpercaya.
Menjelang umur 40 tahun ia sering mengasingkan diri ke Gua Hira', sekitar 6 km dari
Kota Mekah.

Dengan latar belakang kondisi bangsa Arab yang telah diuraikan di atas maka
masa dimana Muhammad dilahirkan disebut dengan zaman Jahiliah, masa kegelapan
dan kebodohan dalam hal agama, sehingga keadaan seperti ini mendorong nabi untuk
bertahanus di Gua Hira, untuk mendapat ketenangan dan petunjuk dari Allah swt.
Beliau merasa prihatin atas kondisi bangsa Arab yang menyembah berhala. Di tempat
inilah beliau menerima wahyu pertama, yang berupa Surah al-‘Alaq ayat 1-5. Dengan
wahyu pertama ini, maka beliau telah diangkat menjadi Nabi, utusan Allah (Amin:
2010: 65).

3. Proses Turunnya Agama Islam Kepada Nabi Muhammad SAW


Pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-40 dari usianya (tahun Gajah)/6 Agustus
611 M, ia melihat cahaya terang benderang memenuhi ruang gua Hira'. Tiba-tiba
suatu makhluk unik berada di depannya lalu memerintah: “Iqra”! (bacalah).
Muhammad menjawab, “Saya tak pandai membaca.” Setelah tiga kali diulang, dan
Muhammad menjawab serupa, makhluk unik yang kemudian diketahui sebagai Jibril

7
itu memeluk Muhammad saw erat-erat, lalu menyampaikan wahyu sebagaimana
tertera dalam QS. 96 (Al-'Alaq): 1-5.

Dengan turunnya wahyu pertama ini resmilah Muhammad SAW sebagai Nabi
dan Rasul. Beberapa minggu kemudian Jibril datang kembali dan menyampaikan
wahyu sebagaimana tertera dalam QS. 68 (Al-Qalam).

Dalam hal ini dakwah Nabi Muhammad SAW dibagi menjadi dua periode yaitu:

1) Periode Mekah, ciri pokok dari periode ini adalah pembinaan dan
pendidikan tauhid (dalam arti luas);
2) Periode Madinah, ciri pokok dari periode ini adalah pendidikan sosial dan
politik (dalam arti luas) (Amin: 2010: 65).

4. Hubungan Agama Islam Dengan Agama Para Nabi Sebelumnya


Para Nabi dan Rasul sepanjang sejarah kehidupan manusia dari manusia
pertama, Adam as sampai ke nabi terakhir, Muhammad saw cukup banyak. Namun
secara pasti jumlahnya tidak diketahui. Dalam QS. 35 (Fathir) : 24 Allah berfirman
yang artinya:

“ Tidak satu umat (kelompok masyarakat) pun kecuali telah pernah diutus
kepadanya seorang pembawa peringatan”. (QS. 35:24).”

Pada dasarnya setiap manusia telah ada hidayah yang menyertai kelahirannya, yaitu
instink (naluri) untuk mempertahankan hidupnya, kemudian dilengkapi dengan
panca-indera, akal atau fitrah dan qolbu untuk menerima kebenaran. Dan dengan
akal sehatnya seseorang akan memahami apa yang baik dan apa yang buruk,
sebagaimana firman Allah dalam QS. 17 (Al-Isra') : 15. Allah berfirman:

8
َ‫ل ت ِزرَ و ِازرةَ ِو ْزر‬ ََّ ‫ن ٱ ْهتدىَ فإِنَّما ي ْهتدِى ِلن ْف ِس ِهۦَۖ ومن ض‬
ِ ‫ل فإِنَّما ي‬
َ ‫ضلَ عليْهاَۚ و‬ َِ ‫َّم‬
ً‫ول‬
َ ‫ى نبْعثَ رس‬ َّ
َ ‫أ ْخرَىََۗ وما كنا مع ِذبِينَ حت‬
َّ

“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya


dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat
maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang
berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab
sebelum Kami mengutus seorang rasul.”

Allah SWT menurunkan wahyu kepada para nabi dan rosul untuk
menyampaikan agama tauhid. Mulai dari nabi Adam as sampai Nabi Muhammad
SAW dan dakwah para Nabi Sebelumnya, Dakwahnya berjalan dengan prinsip
ta’kid (penegasan) dan tatmim (penyempurnaan).

Dakwah para Nabi didasarkakn pada dua asas. Pertama, akidah. Kedua, syariat
dan akhlak. Akidah mereka sama; dari Nabi Adam as sampai kepada penutup para
Nabi Muhammad saw. Esensi akidah mereka adalah iman kepada wahdaniyah
Allah. Menyucikan Allah dari segala perbuatan dan sifat yang tidak layak bagi-
Nya. Beriman kepada hari akhir, hisab, neraka dan syurga. Setiap Nabi mengajak
kaumnya untuk mengimani perkara tersebut. Masing-masing mereka datang sebagai
pembenaran atas dakwah yang sebelumnya sebagai kabar gembira akan diutus Nabi
sesudahnya. Inilah yang dijelaskan Allah swt dengan firman-Nya.

“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-
Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah
Kami wasiatkan kepada Ibarhim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan
janganlah kamu berpecah belah tentangnnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik
agama yang kamu seru merka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang
yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang
kembali (kepada-Nya).” (QS. Asy-Syura [42] : 13)

9
Jadi, dalam masalah akidah semua nabi berada dalam satu jalur. Sama sekali
tidak ada perbedaan diantara dakwah-dakwah mereka. Sebab, masalah akidah
termasuk bagian dari ikhbar (pengabaran). Pengabaran tentang sesuatu tidak
mungkin berbeda antara satu pengabar dengan pengabar lain jika kita yakini
kebenaran khabar yang dibawa.

Lain halnya dalam masalah syari’at, yaitu penetapan hukum yang bertujuan
mengatur kehidupan masyarakat pribadi, telah terjadi perbedaan menyangkut cara
dan jumlah antara satu Nabi dengan Nabi yang lain, oleh karena syariat termasuk
dalam ketegori insya’ bukan ikhbar sehingga berbeda dengan masalah akidah. Fator
lainnya adalah perkembangan syariat dan perbedaannya, karena prinsip penetapan
hukum didasarkan pasa tuntutan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Di tambah, para
Nabi sebelumnya diutus kepada kaum tertentu, bukan kepada semua manusia,
hingga hukum-hukum syariatnya terbatas pada umat tertentu, sesuai dengan kondisi
umat tersebut.

Maka dari itu, teranglah bahwa agama semua Nabi hanya satu, Islam. Para Ahli
kitab mengetahui kesatuan agama ini. Mereka mengetahui bahwa para Nabi diutus
untuk saling membenarkan dalam hal agama. Mereka juga mengetahui dalam
masalh akidah para Nabi tidak peernah berbeda. Akan tetapi, mereka enggan
memeluk Islam dengan berdusta atas nama para Nabi setelah datangnya
pengetahuan sasn karena kedengkian diantara mereka.

Allah berfirman, “Sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah hanyalah


Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, Kecuali sesudah
datangnya pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) diantara
mereka. (QS. Ali Imran [3}:19]

10
5. Metode Dakwah Rasulullah Saw
Wahyu-wahyu pertama sampai ketiga turun dengan tema-tema yang sesuai
dengan masa pemantapan, yaitu perintah:
1. Membaca, iqra’ (sebagai sarana yang paling penting dalam menuntut ilmu)
2. Dalam menuntut ilmu (mencari dan menggali ilmu pengetahuan) hendaklah
atas dasar iman kepada Pencipta, sehingga segala ilmu yang diperoleh
senantiasa berorientasi untuk mengabdi kepada-Nya, dan untuk menggapai
keridhaan-Nya.
3. Pentingnya alat (sarana) mencari dan menyebarkan ilmu pengetahuan: Iqra’
(membaca), perlunya menulis dan alat tulis (‘allama bil-qalam) dan Nun
(ada yang menafsirkan dengan tinta).
4. Sebelum adanya kewajiban shalat 5 waktu, telah ada perintah kepada Nabi
shalat malam (tahajud), dan agar Nabi banyak membaca Alqur'an.
5. Keseimbangan antara memperbanyak ibadah (di waktu malam) dan bekerja
keras (di siang hari) untuk kehidupan dan perjuangan di jalan Allah.

Wahyu ke-empat adalah QS. 74 (Al-Muddatstsir) : 1-7 yang memerintah Nabi


untuk bangkit menyampaikan dakwah:

Dengan turunnya Surah Al-Muddatstsir ayat 1-7 tersebut, mulailah Rasulullah


saw berdakwah. Pertama-tama, ia melakukannya secara diam-diam di lingkungan
rumah dan keluarganya sendiri serta di kalangan rekan-rekannya. Dengan demikian,
maka orang yang pertama kali menyambut dakwahnya adalah Khadijah, istrinya.
Dialah wanita yang pertama kali masuk Islam, menyusul setelah itu adalah Ali bin
Abi Thalib, dialah pemuda muslim pertama. Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya
sejak masa kanak-kanak. Ia merupakan pria dewasa yang pertama masuk Islam. Lalu
menyusul Zaid bin Haritsah, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya, dan
Ummu Aiman, pengasuh Nabi Muhammad saw sejak ibunya masih hidup.

11
Dakwah yang dilakukan Nabi secara sembunyi-sembunyi, adalah dakwah yang
terjadi pada periode Mekkah, pada tiga tahun pertama (Amin: 2010: 65). Abu Bakar
dikenal dengan tonggak mata rantai masuk Islamnya sahabat yang mendapat julukan
Assabiqunal Awwalun (orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam), mereka adalah
Utsman bin Affan, Zubair bin Awwan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdul Rahman bin
‘Auf, Talhah bin Ubaidillah, Abu ‘Ubaidillah bin Jarrah, dan al- Arqam bin Abil
Arqam, yang rumahnya dijadikan markas untuk berdakwah (rumah Arqam) (Amin:
2010: 66).

Setelah beberapa lama Nabi SAW menjalankan dakwah secara diam-diam,


turunlah perintah agar Nabi saw melakukan dakwah secara terang-terangan.
Turunnya ayat 94 Surat Al- Hijr, adalah perintah kepada Nabi Muhammad saw untuk
memulai berdakwah secara terang-terangan (Amin: 2010: 66) . Hal tersebut
difirmankan Allah dalam QS.15 (Al- Hijr): 94.

Mula-mula dia mengundang kerabat karibnya dalam sebuah jamuan. Namun,


dakwah yang dilakukan Nabi tidak mudah karena mendapat tantangan dari kaum kafir
Quraisy.

6. Tantangan dan Hambatan Dakwah Rasulullah Saw


Ketika Rasulullah mulai melakukan kegiatan dakwah, terutama saat
dakwah secara terang-terangan orang-orang kafir yang tidak suka dengan ajaran
Islam semakin membenci ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Lalu,
kaum kafir Quraisy menghambat dan menghalangi dakwah Rasulullah melalui
berbagai cara diantaranya:

A. Penghinaan, Ancaman dan Siksaan terhadap Rasulullah


Rasulullah dihina sebagai orang gila, tukang sihir, dan lain-lain dengan
sebutan penghinaan. Suatu saat Rasulullah pernah dilempari kotoran domba,
rumah beliau juga dilempari sampah dan kotoran. Untuk mencelakakan beliau,

12
pernah diletakkan duri yang tajam di depan rumahnya, juga tindakan-tindakan
lain yang sangat menyakitkan.

B. Penghinaan, Ancaman dan Siksaan terhadap Pengikut Rasulullah


Misalnya penghinaan dan penyiksaan yang ditimpakan kepada Bilal
oleh majikannya. Ia dijemur di tengah terik matahari sambil dilempari batu.
Tidak puas, majikannya pun mencambuknya dan menimpakan batu yang besar
di tubuh bilal. Bilal kemudian diselamatkan oleh Abu Bakar dengan cara
dibelinya dari majikannya dengan harga yang sangat tinggi.

C. Bujukan Harta, Kedudukan dan Wanita


Langkah ini dilakukan oleh kafir Quraiys dengan mengutus Utbah bin
Rabi’ah untuk membujuk Rasulullah SAW dengan harta dengan janji
berapapun Nabi meminta maka akan diberikan. Bahkan mereka membujuknya
untuk menjadikan Nabi sebagai raja dan diiming-imingi wanita-wanita yang
tercantik di seluruh Arab asalkan Rasulullah menghentikan kegiatannya
menyebarkan agama Islam. Namun semuanya ditolak oleh Rasulullah.

D. Membujuk Nabi untuk Bertukar Sesembahan


Kafir Quraiys menawarkan kepada Nabi untuk saling bertukar
sesembahan. Dimana mereka meminta Nabi untuk menyembah tuhan Latta dan
Uzza dalam beberapa hari, untuk kemudian mereka bersedia menyembah Allah.
Namun usaha ini ditolak Nabi.

E. Membujuk dan Memprovokasi Abu Thalib


Tindakan langsung terhadap Nabi selalu menghadapi kegagalan, maka
kafir Quraisy mulai beralih untuk mempengaruhi dan membujuk paman Nabi
(Abu Thalib) agar memerintahkan Nabi berhenti berdakwah. Mereka
memprovokasi dengan memberikan ganti Rasulullah dengan seorang pemuda
yang gagah, dengan syarat Abu Thalib tidak menghalangi mereka membunuh

13
Nabi. Namun usaha mereka ditolak mentah-mentah oleh Abu Thalib. Provokasi
lainya adalah membujuk Abu Thalib dengan pernyataan bahwa Nabi telah
membawa ajaran yang bertentangan dengan ajaran para pendahulu dan nenek
moyang bangsa Arab. Taktik ini juga gagal. Bahkan Nabi mengatakan:
“Senadainya matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan
kiriku, aku tidak akan berhenti menyampaikan dakwah sehingga berhasil atau
aku mati karenanya”.

F. Memprovokasi Masyarakat Mekkah


Upaya lain yang dilakukan kafir Quraisy untuk merintangi dakwah Nabi
adalah dengan mempengaruhi masyarakat Quraisy untuk tidak mendengarkan
dakwah atau bacaan-bacaan al-Qur’an, karena disebutkan oleh mereka sebagai
jampi-jampi yang membuat mereka tertenung. Selain itu, mereka juga
mengancam untuk tidak segan-segan membuat mereka sengsara atau bahkan
dibunuh jika mengikuti ajaran Nabi

G. Pengasingan dan Pemboikotan Bani Hasyim dan Bani Muthallib


Upaya ini merupakan upaya yang sangat menyengsarakan kaum
Muslimin. Kafir Quraisy melarang siapapun untuk berinteraksi dengan Bani
Hasim dan Bani Muthallib, melakukan transaksi jual beli, menikahi atau
dinikahi, menengok yang sakit atau menolong mereka. Pemboikotan ini
dituliskan dalam selembar pengemumuman yang ditempelkan di pintu gerbang
masuk Ka’bah, sehingga semua orang tahu dengan ancaman berat bagi mereka
yang melanggarnya.

H. Mempengaruhi Pemimpin Bangsa lain untuk menolak Islam


Ini dilakukan misalnya ketika sebagian sahabat Nabi hijrah ke Habsy.
Kafir Quraisy datang menghadap raja mereka yang beragama Nashrani dan
menjelaskan tentang ajaran Islam dengan tidak benar. Namun, ketika
dikonfrontir dengan umat Islam yang dijurubicarai Ja’far, akhirnya mereka

14
kalah dan raja Habysi memberikan jamainan keamanan kepada umat Islam
untuk hidup tentram di negaranya

7. Nabi Muhammad Saw Diutus Untuk Seluruh Umat Manusia


Ada sementara orientalis yang menduga bahwa Nabi Muhammad SAW
mulanya hanya bermaksud mengajarkan agamanya kepada orang-orang Arab,
tetapi setelah beliau berhasil di Madinah, beliau memperluas dakwahnya untuk
seluruh manusia. Pendapat ini keliru, karena bertentangan dengan firman Allah
dalam QS. 34 (Saba') : 28.

Mengenai kesempurnaan agama Islam yang diterima oleh Nabi Muhammad


SAW dijelaskan oleh Allah dengan firman-Nya dalam QS. 5 (Al-Maidah) :3.

Semua ulama bersepakat, bahwa rangkaian nabi-nabi berakhir pada Nabi


Muhammad. Beliau adalah nabi dan rasul penutup sebagaimana yang dinyatakan oleh
Allah di dalam kitab suci Al Qur’an. Keyakinan ini berimplikasi kepada keyakinan
lainnya bahwa rentetan wahyu yang Allah turunkan sejak Nabi Adam juga berakhir
pada Nabi Muhammad. Dan ini masih mempunyai implikasi selanjutnya, yaitu bahwa
agama (dîn) yang berevolusi berakhir dengan mengambil bentuk agama yang dibawa
oleh Nabi Muhammad, yaitu agama Islam. Agama yang paling memadai dan
sempurna. Muhammad, pembawa risalah ini, adalah seorang manusia yang jejak
hidupnya terekam dengan baik oleh masyarakat Arab. Di dalam masyarakat yang
terkenal dengan prilaku yang kurang baik, Muhammad tumbuh dan tetap dapat
mempertahankan dirinya untuk menjadi manusia yang sangat baik, bahkan ia
mempunyai predikat al-âmin. Tempaan hidup yang tidak mudah pada waktu muda,
membuat ia mempunyai kepekaan yang sangat tinggi terhadap lingkungannya. Hal
inilah yang membuatnya selalu memikirkan keadaan masyarakat di lingkungannya
yang jauh tertinggal dibanding dengan bangsa-bangsa lain yang sudah sangat maju,
sebagaimana yang ia saksikan saat bertemu dengan mereka dalam aktivitas

15
perdagangannya. Untuk itu, Muhammad mengambil jalan yang tidak biasa, ia sering
berpuasa, menyepi, merenung, dan memohon petunjuk dari Tuhan. Selanjutnya
beliau ber-tahannus di gua Hira. Di gua inilah do’a Muhammad dikabulkan Tuhan
dan beliau ditasbih menjadi rasul dengan wahyu pertama yang beliau terima, yang
selajutnya beliau terima berturut-turut hingga akhir hayat. Wahyu-wahyu itulah yang,
selanjutnya disebut dengan al-Qur’an, yang menjadi pedoman pengikut Nabi
Muhammad (kaum Muslimin) dalam segala aktivitas keagamaan dan lain sebagainya.
Nabi Muhammad adalah Nabi, sebagaimana pendahulunya, penyampai peringatan
dan kabar gembira. Misinya yaitu menyampaikan dan menyebarkan wahyu Allah
secara terus-menerus tanpa henti, putus asa, dan pantang mundur. Hal ini karena
ajaran yang harus disampaikan tersebut bersumber dari Allah dan sangat penting bagi
keselamatan dan keberhasilan manusia, karenanya ajaran tersebut harus diterima dan
dilaksanakan oleh manusia. Kalau nabi gagal dan manusia tidak menerima ajaran itu,
maka umat manusia akan dapat celaka. Melalui Islam, agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad dan kitabnya Al-Qur’an, manusia telah mencapai kedewasaan rasional,
dan karenanya, setelah kewafatan Nabi Muhammad, tidak diperlukan lagi adanya
wahyu Tuhan. Namun karena umat manusia masih mengalami krisis moral dan
mereka tidak dapat mengimbangi derap kemajuan ilmu pengetahuan yang
berkembang sangat cepat, maka setiap orang agar tercapai kedewasaan moral, selalu
tergantung kepada perjuangannya yang terus menerus untuk mencari petunjuk dari
kitab-kitab Allah, khususnya al-Qur’an, yang di dalamnya seluruh wahyu Allah sudah
disempurnakan turunnya.

B. Sejarah masuk dan Perkembangan Agama Islam di Indonesia


I. Asal Mula Islam Masuk ke Indonesia
Para sejarawan berbeda pendapat tentang awal mula masuknya Islam ke
Indonesia apakah pada abad ke-7 (abad 1 Hijriah)?. Pendapat yang umum
mengatakan Islam baru berkembang di nusantara pada abad ke 13 M. Mereka

16
berpatokan pada bukti-bukti keberadaan pemerintahan Islam. Bukti perkembangan
Islam di Indonesia yang cepat pada abad ke 15-16 M dan pendapat yang menyatakan
bahwa Islam baru ada di Indonesia pada abad ke 13, bukan berarti sebelum itu Islam
belum masuk ke Indonesia. Di Jawa Timur, Leran (Gresik), telah ditemukan batu
nisan bertanggal 1082 M dari Fatimah Binti Maimun yang menunjukkan adanya
penganut Islam pada abad ke 11 M. Selain itu, catatan perjalanan yang dibuat orang
Cina dari zaman dinasti T’ang, menunjukkan bahwa telah ada komunitas muslim,
khususnya di Utara Sumatera, pada abad ke 7 Masehi (Thomas W. Arnold, tt.)
Ironisnya, tidak ada catatan dari orang Arab tentang komunitas mereka di Asia
Tenggara. Catatan orang Arab tentang Islam di Indonesia baru ada pada abad ke 14
M dari Ibnu Batutah.

Terkait dengan polemik kapan masuknya Islam ke Indonesia untuk pertama


kalinya, berdasarkan historiografi klasik terdapat empat grand pointer (Mubarak:
2014: 149):

1) Islam dibawa langsung dari Arab


2) Islam diperkenalkan oleh para guru dan juru dakwah professional (yaitu
mereka yang khusus bertugas menyebarkan ajaran Islam semisal zending).
3) Penduduk yang mula-mula masuk Islam berasal dari kalangan penguasa, dan
4) Mayoritas para juru dakwah professional datang pada abad ke- 12 dan ke-13.

Selanjutnya untuk memperkuat grand pointer di atas, Mubarak dalam bukunya


mengambil pendapat Azra yang mengatakan bahwa meskipun mungkin Islam telah
diperkenalkan ke Nusantara sejak abad pertama Hijrah (abad ke-7 M), tetapi hanya
setelah abad ke-12 pengaruh Islam kelihatan lebih nyata dan proses Islamisasi baru
mengalami akselerasi antara abad ke- 12 dan abad ke- 16 (Mubarak: 2014: 149).

Mengenai tempat asal datangnya Islam ke Indonesia atau Asia Tenggara secara
umum, menurut Azra, sedikitnya ada tiga teori besar (Azra: 2005: 17-19):

17
1. Teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab, atau
tepatnya Hadramaut . Teori ini dikemukakan Crawfurd, Keyzer, Niemann, De
Hollander, dan Veth. Crawfurd menyatakan bahwa Islam datang langsung dari
Arab, meskipun ia menyebut adanya hubungan dengan orang-orang
Mohammedan di India Timur. Keyzer beranggapan bahwa Islam datang dari
Mesir yang bermadzhab Syafi’i. Teori semacam ini dikemukakan juga oleh
Hamka dalam seminar Sejarah Masuknya Islam di Indonesia, pada 1962.
Menurutnya, Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab, bukan melalui India,
dan bukan pula pada abad ke-11, melainkan pada abad I Hijriyah/ abad VII
Masehi.
2. Teori yang mengatakan bahwa Islam datang dari India. Teori ini
dikemukakan Pijnapel tahun 1872. Ia menyimpulkan, dari catatan perjalanan
Sulaiman, Marco Polo dan Ibnu Batutta, bahwa orang-orang Arab bermadzhab
Syafi’i dari Gujarat dan Malabar di India yang membawa Islam ke Asia Tenggara
melalui jalur perdagangan. Teori ini dikembangkan oleh Snouck Hurgronje yang
melihat para pedagang kota pelabuhan Dakka di India Selatan sebagai pembawa
Islam ke wilayah ini. Kemudian teori Snouck ini dikembangkan oleh Morrison
pada 1951. Ia menunjukkan pantai Koromandel di India sebagai tempat
bertolaknya para pedagang muslim dalam pelayaran mereka menuju Nusantara.
3. Teori yang dikembangkan Fatimi menyatakan bahwa Islam datang dari
Benggali (kini Bangladesh). Dia mengutip Tome Pures yang mengungkapkan
bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang Benggali atau
keturunan mereka. Di samping itu, Islam muncul pertama kali di Semenanjung
Malaya, dari arah pantai timur, bukan dari Barat ( Malaka), pada abad ke-11,
melalui Kanton, Phanrang (Vietnam), Leran, dan Trengganu. Ia beralasan bahwa
secara doktrin, Islam di Semenanjung lebih mirip dengan Islam di Phanrang;
elemen-elemen prasasti di Trengganu juga lebih mirip dengan prasasti yang ada
di Leran. Kemungkinan besar teori yang ketiga ini hanya perkiraan belaka, sebab
mazhab yang dominan di Benggala adalah madzhab Hanafi, sementara mayoritas
muslim di Semenanjung dan Nusantara secara keseluruhan bermadzhab Syafi’i.

18
2. Kegiatan Dakwah di Indonesia
Secara etimologis, kata dakwah merupakan bentuk masdar dari kata yad'u (fi'il
mudhari ') dan da'a (fi'il madli) yang artinya adalah memanggil (to call), mengundang
(to invite), mengajak (to summer), menyeru (to propo), mendorong (to urge) dan
memohon (to pray). Selain kata dakwah, Alqur’an juga menyebutkan kata yang
memiliki pengertian yang hampir sama dengan dakwah, yakni kata tabligh yang
berarti penyampaian, dan bayan yang berarti penjelasan. (Pimay, 2006: 2).

Sedangkan pengertian dakwah secara terminologi dapat dilihat dari pendapat


beberapa ahli antara lain:

a. Samsul Munir Amin (2009: 6) menyebutkan bahwa dakwah merupakan


bagian yang sangat esensial dalam kehidupan seorang muslim, dimana
esensinya berada pada ajakan, dorongan (motivasi), rangsangan serta
bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran agama Islam dengan
penuh kesadaran demi keuntungan dirinya dan bukan untuk kepentingan
pengajaknya.
b. Wahidin Saputra (2011: 2) menyebutkan dakwah adalah menjadikan
perilaku muslim dalam menjalankan Islam sebagai agama rahmatan lil
'alamin yang harus didakwahkan kepada seluruh manusia.

Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW agar berlaku lembut kepada


setiap orang, dan perlakuan lemah lembut itulah yang melapangkan jalan serta
membukakan hati orang untuk menerima Islam, sebagaimana dinyatakan dalam QS.
3 (Ali Imran).

Dakwah yang dilakukan oleh para ulama' di Indonesia sangat memperhatikan


kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia. Karena itu metode yang dipergunakan
dalam berdakwah adalah:

a. Keteladanan

19
Para ulama' menunjukkan contoh yang konkrit dalam menjalani
kehidupan sehari-hari sebagai manusia teladan. Praktik kehidupan yang
mereka tampilkan menjadi daya tarik betapa indahnya hidup dalam Islam,
seperti kesantunan dalam berbicara, kejujuran, murah hati dengan suka
menolong orang yang kesusahan, dll.
b. Ceramah
Ceramah agama Islam merupakan dakwah model klasik dengan
mengajak orang untuk diberikan pencerahan tentang ajaran Islam.
c. Perkawinan
Perkawinan menjadi metode dakwah yang sangat efektif dalam
berdakwah hingga saat ini, hanya saja jangkauannya yang sangat terbatas,
biasanya terbatas pada istri dan keluarganya.
d. Menggunakan kesenian sebagai daya tarik massa;
Pada masa awal perkembangan Islam di Indonesia ketika media massa
belum berkembang seperti saat ini, kesenian mempunyai daya tarik yang kuat
untuk memanggil massa. Melalui pagelaran kesenian tersebut dakwah
dimasukkan dalam substansi kesenian atau disajikan disela-sela pagelaran
kesenian.
e. Pendekatan tasawuf (mistisisme dalam Islam).
Ketika Islam masuk ke Indonesia, sebagian besar masyarakat Indonesia
menganut agama Hindu dan Buddha. Titik temu antara ajaran agama Islam
dengan ajaran Hindu dan Buddha adalah melalui ajaran tasawuf, seperti
dzikir, doa, i'tikaf, dll.

Diantara para ulama' yang sangat berperan dalam dakwah Islam di Indonesia
adalah yang dikenal dengan sebutan Wali Songo, yaitu:

1) Sunan Gresik (w. 12 Rabi'ul Awal 822 H)


2) Sunan Ampel (w. 1481)
3) Sunan Bonang (w.1525 M)
4) Sunan Drajat (w. abad ke-16)

20
5) Sunan Kudus (w. 1550 M)
6) Sunan Giri (w. 1506)
7) Sunan Kalijaga (w. prtengahan abad ke-15)
8) Sunan Muria
9) Sunan Gunung Jati

3. Dakwah Islam di Indonesia dari Zaman Kerajaan Sampai Zaman Penjajahan


Dalam waktu yang relatif sangat cepat, ternyata agama Islam dapat diterima
dengan baik oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, mulai dari rakyat jelata
hingga raja-raja. Penganut agama Islam pada akhir abad ke-6 H (abad ke- 12 M), dan
tahun-tahun selanjutnya, berhasil menjadi suatu kekuatan muslim Indonesia yang
ditakuti dan diperhitungkan. Ada beberapa hal yang menyebabkan agama Islam cepat
berkembang di Indonesia (Amin: 2010: 316-317). Menurut Dr. Adil Muhyiddin Al-
Allusi, seorang penulis sejarah Islam dari Timur Tengah, dalam bukunya Al- Urubatu
wal Islamu fi Janubi Syarqi Asia al-Hindu wa Indonesia (Al-Allusi: 1988), ada tiga
faktor yang menyebabkan Islam cepat berkembang di Indonesia, yaitu :

1) Faktor Agama
2) Faktor Politik
3) Faktor Ekonomi

Kerajaan-kerajaan Islam yang berdiri di Indonesia dan mempunyai peran besar


dalam meletakkan dasar agama Islam di Indonesia dalam proses penyebaran agama
Islam di Indonesia adalah:

1. Kerajaan Perlak
2. Kerajaan Samudra Pasai
3. Kerajaan Aceh Darussalam
4. Kerajaan Siak

21
5. Kerajaan Islam Palembang Darussalam
6. Kerajaan Demak
7. Kerajaan Pajang
8. Kerajaan Mataram Islam
9. Kerajaan Cirebon
10. Kerajaan Banten
11. Kerajaan Sukadana (Kalimantan Barat)
12. Kerajaan Banjar (abad ke-16)
13. Kerajaan Goa (Makasar)
14. Kerajaan Bugis
15. Kerajaan Ternate
16. Kerajaan Tidore
17. Kerajaan Bacan
18. Kerajaan Jailolo
19. Kesultanan Buton (Abad ke-16)
20. Kesultanan Kutai (Abad ke-16)
21. Kesultanan Bima (Abad ke-17)

Kedatangan Belanda dan Portugis atau orang-orang Eropa Barat sedikit banyak
mengubah peta dakwah di Indonesia, dari yang tadinya damai menjadi bertambah
dengan unsur kekerasan dan perang. Terdapat sejumlah faktor yang menjadi pemicu
kedatangan bangsa Barat ke Indonesia dan kemudian melakukan penjajahan, yaitu:

• Pertama, pengalaman perjalanan Marcopolo yang dipublikasikan dalam


sebuah buku berjudul Le Livre de Marco Polo. Di dalam buku tersebut
Marcopolo menceritakan keindahan Dunia Timur dan menyatakan bahwa
Dunia Timur lebih maju dari Dunia Barat.
• Kedua, sebagai dampak renaissans. Eropa mengalami kemajuan dalam sains
dan teknologi. Orang Barat tidak percaya lagi pada dogma gereja bahwa dunia
ini seperti meja. Mereka mulai percaya bahwa bumi ini bulat seperti bola.

22
Oleh karena itu, mereka berani berlayar di lautan yang sebelumnya tidak
pernah mereka jelajahi.
• Ketiga, suplai kebutuhan Eropa dari Timur berupa rempah-rempah menjadi
berkurang dan mahal sebagai dampak lanjut dari penaklukan Turki terhadap
Konstantinopel. Hal ini memicu mereka untuk mendapatkan kebutuhannya
langsung dari sumbernya.(Sarotono Kartodirdjo dkk., III, 1975: 327-380)

Bentuk perlawanan kaum muslimin Indonesia terhadap kolonialisme Belanda


terbagi menjadi 2, yaitu: sebelum abad ke 19 yang berbentuk perlawanan fisik dan
perlawanan pada abad ke 19 dengan menggunakan metode baru. Terdapat perbedaan
bentuk perlawanan muslim Indonesia abad ke 19 dengan abad sebelumnya. Sebelum
abad ke 19, yang berperang adalah kerajaan Islam di Indonesia menghadapi
persekutuan para pedagang Belanda yang dipersenjatai (VOC). Pada Abad ke 19,
seluruh wilayah Indonesia sudah ditaklukkan dan dikuasai Belanda, kecuali Aceh.
Pada masa ini muncul pertempuran-pertempuran besar di berbagai wilayah. Di
Sumatera muncul perang Paderi (1821-1838), Perang Aceh (1873-1912); di Jawa
timbul perang Diponegoro (1825-1830); di Kalimantan ada perang Banjar (1859-
1862); di Indonesia Timur berkobar perang yang dipimpin Patimura (1817). Di
samping perang besar, muncul pula perlawanan dengan skala kecil seperti:
pemberontakan petani Cilegon di Banten (1888), gerakan Baujaya di Semarang
(1841), gerakan Haji Jenal Ngarip di Kudus (1847), Peristiwa Ciomas, Bogor (1886),
gerakan Cikandi Udik (1845) yang kesemuanya itu dapat dipatahkan Belanda. Ajaran
Islam menjadi inspirator munculnya perlawanan itu.(Sartono Kartodirdjo dkk., IV,
1975: 239-307)
Setidaknya ada 5 aspek dari Islam yang mendorong munculnya semangat
perlawanan yaitu:

1. Izin berperang (QS, 22:39),


2. Ideologi Jihad,
3. Cinta tanah air,

23
4. Gema takbir,
5. Doktrin amar ma’ruf nahi munkar.

Berkaitan dengan belum ditaklukkannya Aceh hingga awal abad ke-20, maka
ditugaskanlah Christian Snouck Hurgronje untuk menyelidiki kekuatan dan
kelemaham umat Islam. Dalam kerangka tugas tersebut, Dr. Snouck pergi ke Mekah
dan mengaku telah beragama Islam dengan nama Abdul Gafar. Dia sempat meneliti
pola perilaku orang Indonesia yang bermukim di Mekah selama 6 bulan hingga
akhirnya diusir setelah terbukti hanya berpura-pura Islam. Dari hasil pengamatan
Snouck, kemudian menjadi buku berjudul De Atjehers, dia menasehati Belanda jika
ingin memenangkan pertempuran dengan kaum Muslim Aceh adalah:
1) dirikan sekolah sekuler sebanyak mungkin,
2) adu domba antara muslim abangan dengan putihan,
3) adu domba antara tokoh adat dengan ulama,
4) tindas gerakan politik Islam,
5) bantu umat Islam dalam melaksanakan ritual agama.

Awal Pembaharuan Islam di Indonesia bermula pada abad ke-19. Fenomena


dan dampak pembaharuan Islam ini muncul pertama kali di Minangkabau (Sumatera
Barat). Perang Paderi (Paderi sebutan Belanda terhadap perang tersebut yang berasal
dari bahasa Portugis, Pader yang berarti Bapak/Pendeta) adalah konsekuensi logis
dari adanya pembaharuan pemikiran tentang Islam. Kaum Paderi adalah orang-orang
Minang yang bermukim di Mekah dan belajar Islam dari kaum Wahabi (pengikut
Syekh Muhammad bin Abdul Wahab). Mereka membawa paham Wahabi ke
Indonesia. Oleh karena itu, kaum Adat yang juga beragama Islam, dianggap oleh
kaum Paderi tidak melaksanakan Islam dengan sungguh-sungguh. Hal itu terlihat dari
peri kehidupan mereka sehari-hari yang suka mengadu ayam, berjudi dan mabuk-
mabukan. Persoalan itulah yang kemudian menimbulkan perang besar di
Minangkabau. Dari Minangkabau muncul pembaharu bernama Syekh Ahmad Khatib
yang kemudian berpengaruh pada gerakan pembaharuan Islam di abad ke-20. Puncak

24
karirnya adalah menjadi imam mazhab Syafii di Masjidil Haram. Ia dikenal sebagai
tokoh yang menentang pola pembagian waris di Minangkabau yang berdasarkan
keturunan dari pihak ibu dan tarekat Naqsabandiyah. Walaupun menjadi imam
mazhab Syafii, tetapi ia tidak pernah melarang murid-muridnya membaca tulisan
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Murid-muridnya tidak hanya dari orang
Minang seperti Mohammad Jamil Jambek, Haji Abdul Karim Amrullah (Ayahnya
Hamka, Ketua MUI pertama), tetapi ada juga orang Jawa seperti KH Ahmad Dahlan,
pendiri Muhammadiyah.

Di tanah Jawa muncul pembaharuan Islam. Di belahan Barat Jawa terdapat


Syekh Nawawi al- Bantani. Syeikh Nawawi Al- Bantani di lahirkan di Tanara,
Serang, Banten, pada 1230 H/ 1813 M. Ayahnya bernama Kyai Umar bin Kyai Arabi
bin Kyai Ali bin Ki Jamal bin Ki Janta bin Ki Masbuqi bin Ki Maqsum bin Ki Maswi
bin Tajul Arsy (Pangeran Sunyararas) bin Sultan Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati.
Sedangkan ibunya bernama Nyai Zubaidah binti Singaraja. Kedua orang tua Syeikh
Nawawi al-Bantani adalah keturunan darah biru yang selalu mengedepankan imu
agama (Ulum: 2015: 50).

Dari salah satu keturunannya yang masih ada sampai sekarang adalah KH. Dr.
(HC) Ma’ruf Amin yang saat ini menjabat sebagai ketua umum Majlis Ulama
Indonesia (MUI), Syeikh Muhammad Arsyad Al- Banjari, seorang ulama yang
menjadi mufti besar Kalimantan (Amin: 2010: 340). Beliau dikenal juga sebagai
Tuanku Haji Besar dan Datu Kelampayan (Ariani:2010: 378). Saghir Abdullah,
seorang peneliti Kalimantan, menjulukinya sebagai Matahari Islam Nusantara
(Abdullah: 1983:2). Kiprah Syekh Arsyad tidak saja dikenal di daerah Kalimantan
Selatan dan Indonesia tetapi juga pada negeri-negeri jiran seperti Kamboja, Thailand,
Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Hal ini disebabkan karya yang
monumental, kitab Sabilal al-Muhtadin (Ariani:2010: 378) banyak dipelajari oleh
umat Islam di negara-negara tersebut. Lebih dari itu, kitab ini tersimpan rapi di

25
beberapa perpustakaan besar dunia, seperti Mekkah, Mesir, Turki dan Beirut
(Humaidy: 2004: 5).

Sementara itu, di Jawa Tengah ada Ahmad Ripangi. Ia mengarang buku dalam
bahasa Jawa dalam bentuk puisi yang meliputi ushuluddin, fikih dan tasawuf. Ia
sangat militan dalam mengkritik perilaku umat Islam di Jawa yang dianggapnya tidak
sesuai dengan Alquran dan Sunnah. Oleh karena para pemimpin agama di Jawa yang
diangkat Belanda merasa terganggu dengan ajaran Ahmad Ripangi, maka kemudian
Belanda mengasingkannya ke Ambon.
Pada awal abad ke 20, perlawanan kaum muslimin terhadap penjajahan tidak
lagi dalam bentuk militer. Para tokoh perlawanan menyadari perlunya
pengorganisasian dalam melawan kolonialisme. Oleh karena itu, munculah pada
masa ini organisasi-organisasi yang bergerak menyadarkan umat tentang pentingnya
kemerdekaan dan bebas dari penjajahan.
Di samping itu, pengajaran agama Islam umumnya masih menggunakan bahasa
atau tulisan Arab tanpa memperdulikan apakah masyarakat umum dapat mengerti dan
memahaminya. Pada masa ini Alquran diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
sehingga lebih dipahami. Bahkan, khutbah Jumat yang pada abad sebelumnya
menggunakan bahasa Arab, diganti dengan bahasa Indonesia kecuali dalam menukil
ayat Alquran atau Hadis. Hal lain yang menambah kemajuan umat Islam Indonesia
pada masa ini adalah adanya kajian fiqih kontemporer yang sesuai dengan
perkembangan yang ada. Di bidang ekonomi dan politik, pada masa ini muncul
Jami’atul Khair 1905, Sarekat Islam tahun 1911 M. Organisasi ini awalnya bernama
Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi. Sejarawan berbeda
pendapat mengenai tahun berdirinya. Deliar Noer menyebut tahun 1911; Ahmad
Mansur Suryanegara menyebut tahun 1906. Warna politik organisasi ini semakin
kental dengan masuknya tokoh yang bernama HOS Cokroaminoto tahun 1912. Pada
tahun 1915 Haji Agus Salim ikut menjadi aktivis organisasi tersebut. Organisasi ini
berhasil merekrut anggota dalam jumlah yang besar sehingga diproklamasikannya
kemerdekaan RI. Di bidang sosial dan pendidikan muncul organisasi

26
Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), Al Irsyad,
Sumatra Thawalib, Jamiatul Wasshliyah dan Persatuan Umat Islam (PUI).
Muhammadiyah berdiri tahun 1912 yang pendiriannya sebagai reaksi atas gerakan
kristenisasi. Aktivitas kristenisasi yang meningkat dengan banyak dibangunnya
sekolah dan rumah sakit, merangsang tokoh-tokoh Islam di Yogya melakukan hal
serupa. Berdirinya NU pada tahun 1926 sebagai suatu usaha untuk melestarikan
pendidikan pesantren di seluruh Indonesia, yang mengembangkan ajaran Islam
Ahlussunah wal Jama’ah. Organisasi ini mengarahkan umat Islam agar memiliki
pemahaman yang bersifat wasathiyah (moderat), tawazun (seimbang), i’tidal (adil
dan lurus) dan tasamuh (toleran). Oragnisasi ini dibentuk untuk melanjutkan
perjuangan para wali dan para ulama yang mengembangkan pemahaman Islam
melalui sanad yang jelas, dari Nabi Muhammad saw, khulafaurrasyidin, para sahabat,
tabi’in dan seterusnya.

Persatuan Islam (Persis) dan Al Irsyad sebenarnya juga termasuk ke dalam


kelompok pembaharu, namun fokus kerja mereka berbeda. Persis cenderung lebih
menekankan pada pemurnian ibadah (khas) sesuai dengan sunnah Nabi tanpa harus
berpegang kaku pada mazhab. Sementara Al Irsyad cenderung khusus untuk
mengenbangkan kehidupan sosial, pendidikan dan dakwah pada masyarakat
keturunan Arab di Indonesia.

4. Dakwah di Era Kemerdekaan


Awalnya, Kerajaan Jepang berjanji akan membantu Indonesia bebas dari
penjajahan Belanda. Akan tetapi, yang terjadi kemudian adalah eksploitasi Indonesia
untuk kepentingan industri Jepang dan Perang Dunia II dimana Jepang terlibat di
dalamnya. Setelah Jepang mengalami kemunduran dalam PD II, mereka menjanjikan
kemerdekaan Indonesia dan mewadahinya dengan membentuk Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan) dan Dokuritsu Zyunbi Inkai
(Panitia Persiapan Kemerdekaan). Badan tersebut menghasilkan Konstitusi (UUD)

27
yang di dalamnya ada peraturan tentang “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Peraturan ini disepakati, termasuk golongan
Kristen yang diwakili Mr. Maramis, tanggal 22 Juni 1945 dan dikenal dengan Piagam
Jakarta. Dalam perkembangan berikutnya pada tanggal 18 Agustus 1945, peraturan
tersebut ada sedikit perubahan dengan menghapus Ketuhanan dengan Kewajiban
menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, diganti dengan Ketuhanan
yang Maha Esa.
Perubahan ini dilakukan untuk menghindari perpecahan dikalangan
masyarakat Indonesia, yang baru merdeka. Perubahan ini dalam rangka mengantisipasi
beberapa usul yang disampaikan dari wilayah Indonesia bagian Timur. Perubahan
tersebut diatas disetujui juga oleh wakil ummat Islam seperti Wahid Hayim dan Abdul
Kahar Mudzakkir. Menurut Ki Bagus Hadikusumo, orang terakhir yang dibujuk
mengubah Piagam Jakarta, yang dimaksud Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tauhid;
dan Tuhan yang dimaksud adalah Allah seperti tertera di alinea pertama Pembukaan
UUD 1945.

Betapapun ada perbedaan antara kaum tradisional dengan modernis dalam


masalah pemahaman keagamaan, namun sikap mereka terhadap kolonialisme Belanda
sama. Hal ini terbukti setelah proklamasi kemerdekaan 1945, mereka bahu-membahu
berjihad mempertahankan kemerdekaan. Tokoh dan pendiri NU, KH.Hasyim Asy‘ari,
bahkan mengeluarkan fatwa yang menyatakan wajib hukumnya memerangi tentara
sekutu termasuk Belanda dengan mengeluarkan Resolusi Jihad tanggal 22 Oktober
1945. Resolusi itu mewajibkan umat Islam membela tanah air Indonesia, dan apabila
meninggal menjadi syahid. Resolusi Jihad itu (22 Oktober 1945) sekarang ditetapkan
menjadi Hari Santri Nasional. Sementara itu, Sudirman, salah seorang anggota
Muhammadiyah dan mantan komandan tentara Pembela Tanah Air (PETA) semacam
milisi bentukan Jepang untuk melawan sekutu di Jawa Tengah, diangkat menjadi
Panglima Angkatan Bersenjata Indonesia.

28
Keterlibatan kaum muslimin dalam mengelola pemerintahan Indonesia
merdeka sebenarnya telah dimulai sejak terbentuknya berbagai organisasi seperti
Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), NU (Nahdlatul Ulama), PSII, dan
PERTI.
Era Demokrasi Terpimpin dimulai pada tanggal 5 Juli 1959, yaitu sesaat setelah
dikeluarkannya Dekrit Presiden yang membubarkan parlemen. Karena parlemen
setelah berkali-kali sidang tidak dapat memutuskan dasar negara RI, karena masing-
masing kelompok tidak bisa memenuhi persyaratan. Zaman ini diwarnai dengan
pembubaran partai politik yang menentang kebijakan Presiden Sukarno, termasuk di
dalamnya partai Masyumi. Partai Islam yang bertahan di masa ini dan ikut terlibat
dalam pemerintahan Sukarno adalah Nahdhatul Ulama. Setelah bubarnya Masyumi,
partai NU menjadi wakil umat Islam di kancah pemerintahan untuk melanjutkan
persaingan dengan PKI. Selanjutnya setelah PKI terlibat dalam gerakan 30 September
1965 maka partai NU-lah yang pertama kali mengusulkan pembubaran PKI pada 5
Oktober 1965. Dimasa pemerintahan Bung Karno selain dikalangan NU juga ada
beberapa tokoh yang masuk kabinet dari kalangan Ormas Islam lain. Sebagai contoh
KH. Idham Kholid (Menkokesra) dari NU, M. Dahlan (Menag) dari NU, dan dari
Ormas Islam yang lain adalah Mulyadi Joyomartono, dan Said Sukanto Cokroatmojo
dari Muhammadiyah dan Sarikat Islam.
Presiden Sukarno akhirnya harus turun dari kursi kekuasaan dan kemudian
digantikan Suharto. Pertama, karena Sukarno memberikan mandat politis kepada
Suharto dalam bentuk Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) tahun 1966 M.
Kedua, karena Suharto dianggap sebagai pemimpin yang berhasil menumpas gerakan
Komunis. Pada mulanya, perubahan rezim kekuasaan dari Sukarno ke Suharto
dianggap sebagai peluang untuk berperannya kembali Islam dalam panggung politik.
Hal ini dibuktikan dengan dibebaskannya tokoh-tokoh penentang Sukarno dari penjara
seperti M. Natsir, Hamka, KH. Imron Rosyadi dsb. Kebijakan Suharto setelah resmi
diangkat sebagai Presiden tahun 1967, adalah mengorbitkan Golongan Karya (Golkar)
sebagai mesin politiknya. Pada pemilu pertama zaman Orde Baru tahun 1971, terdapat
sepuluh partai yang bersaing berebut kursi parlemen. Namun, pada pemilu berikutnya

29
tahun 1977, terjadi penggabungan partai sehingga hanya ada tiga partai yang bersaing,
yaitu:
1. PPP, yang dianggap mewakili Islam
2. Golkar, partainya pemerintah yang berkuasa dan
3. PDI, yang dianggap mewakili Nasionalis.
Pada pemilu 1987, tidak ada lagi partai Islam. PPP telah mengubah simbol
partai dari Ka’bah menjadi Bintang dan mengganti asasnya dari Islam menjadi
Pancasila. Dekade 1980-an terjadi fenomena deislamisasi politik dan kampanye negatif
terhadap Islam yang dilakukan besar-besaran oleh pemerintah. Tahun 1982, Pancasila
ditetapkan sebagai satu-satunya azas (atau dikenal juga dengan azas tunggal) yang
dianggap sebagian tokoh muslim sebagai kampanye anti Islam. Meskipun demikian
ternyata dakwah Islam terus berkembang tidak melalui jalur politik, tetapi melalui jalur
pendidikan, pengembangan pesantren, birokrasi, dakwah di sekolah-sekolah umum,
dan di perguruan tinggi. Dengan demikian Islam tetap menjadi pedoman bagi bangsa
Indonesia.

Di Era Reformasi muncul kembali peran Islam, terutama di lapangan politik.


Masa reformasi bermula dari kebijkan depolitisasi Islam pada zaman Suharto. Ketika
Islam dilarang dijadikan label politik tahun 1980-an, sebagaimana air yang dibendung,
ia mencari format dan bentuk baru sebagai manifestasinya. Oleh karena itu, pada tahun
1990-an muncul gerakan mengartikulasikan Islam dalam kehidupan sehari-hari yang
lebih personal seperti: semangat mengkaji Islam dalam bentuk grup-grup halaqoh,
penerjemahan dan penerbitan buku-buku dan majalah-majalah yang lebih
komprehensif dan mendetil dalam membahas Islam, fenomena semakin banyaknya
wanita yang menggunakan jilbab, dsb. Disamping itu, gerakan Islam tahun 1990-an
mempunyai perhatian dan keterkaitan dengan perkembangan isu-isu Islam
Internasional seperti Palestina, Afghanistan dan Irak.

30
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Nabi Muhammad saw dilahirkan di tengah-tengah Bani Hasyim di Makkah
pada hari Senin pagi, 9 Rabi’ul Awwal. Ada pula yang mengatakan tanggal 12
Rabi’ul Awwal Tahun Gajah, yang bertepatan dengan 22 April 571 M. Nabi
Muhammad Saw diutus oleh Allah SWT untuk memberi peringatan kepada kaum
yang berbuat maksiat kepada-Nya serta membawa kabar gembira bagi orang-
orang yang beriman.
Dalam misi dakwah nya untuk menyebarkan agama islam, nabi
Muhammad Saw menggunakan dua metode, yang pertama yaitu secara sembunyi-
sumbunyi kepada para keluarga dan sahabat terdekat. Kemudian yang kedua
dilanjutkan dengan berdakwah secara terang-terangan kepada masyarakat kota
mekah.
Perjalanan nabi ketika berdakwah tak jarang mendapati banyak sekali
hambatan dan masalah, terutama dengan suku yang paling berpengaruh di jazirah
arab, yakni suku Quraisy. Meskipun demikian, dakwah Rasulullah tetap berlanjut
hingga setelah beliau wafat.
Agama Islam berkembang dan menyebar di seluruh dunia hingga sampai
ke nusantara. Islam di Indonesia disebarkan oleh para Sembilan wali atau disebut
walisongo. Metode yang digunakan adalah melalui media seni budaya yaitu
dengan wayang. Cara ini dianggap cukup baik dan dapat diterima oleh
masnyarakat daerah setempat khusunya di Pulau Jawa.
Peranan islam di nusantara cukup signifikan terutama dalam melawan
penjajahan. Organisasi islam berperan penting hingga berhasil masuk ke dalam
Volksraad atau semacam Dewan Perwakilan Rakyat pada masa pemerintahan
Kolonial Belanda. Tak hanya itu, organisasi Islam juga turut andil dalam
memajukan Pendidikan di Indonesia, salah satunya yaitu Muhammadiyah.

31
Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat muslim, pun harus turut serta
dalam menjaga dan menyebarkan Agama Islam yang di ridhai Allah Swt hingga
akhir zaman.

32
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Jabbar, M, Seni di dalam Peradaban Islam. Bandung: Pustaka, 1988


Abdullah, Abdul Gani. Badan Hukum Syara’ Kesultanan Bima 1947-1957, Disertasi
,Jakarta: IAIN SyarifHidayatullah, 1987.
Abdullah, Taufik (editor), Ensiklopedi Tematik Dunia Islam, Ichtiar Baru van Hoeve,
Jakarta, 2002.
Abdul Mujib, M.Ag. dan Jusuf Mudzakir, M.Si., Nuansa-nuansa Psikologi Islam,
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001
Abdurrahman, Asjmuni, H., Pengantar kepada Ijtihad ,Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Abdushshamad, Muhammad Kamil, Penerjemah Alimin, Lc., M.Ag. dkk., Mukjizat
Ilmiah dalam Alqur’an, Jakarta : Akbar, 2003.
Achmad Gholib, Teologi dalam Perspektif Islam (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),
hlm. 47
Adabi Darban, Peranserta Islam Dalam Perjuangan Indonesia, Yogyakarta: UII, 1990.
Adams, Charles J. “Islam” dalam The Great Religions, New York: The Free Press,
1965.
Aghnides, Nicholas, P. Pengantar Ilmu Hukum Islam, Solo: SitiSyamsiah, 1984.
Drs. Mujilan, M.Ag. 2020. BRP Vokasi 2020. Depok, Jawa Barat
Gilling, Mustamin. 2018. Nabi Muhammad dan Strategi Dakwahnya. Terdapat pada :
http://journal.iain-ternate.ac.id/index.php/altadabbur/article/view/91
Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1982.
Laffan, Muhammad. 2016. Sejarah Islam di Nusantara

33

Anda mungkin juga menyukai