PRA-ISLAM
MAKALAH
Oleh:
Mochamad Saeful Rachmat Maulana F
(2386070002)
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON PRODI SEJARAH PERADABAN ISLAM (SPI) TAHUN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa dipanjatkan atas rahmat Tuhan yang Maha Esa karena penulis
dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul makalah “Peradaban Arab Pra-Islam Dan
Kerajaan-Kerajaan Pra-Islam”.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kelemahan untuk itu kami sangat mengharapkan adanya masukan dan
kritikan yang bersifat membangun untuk membuat makalah ini menjadi lebih baik.
Akhir kata semoga makalah ini bisa memberikan ilmu yang bermanfaat terkait dengan
teori belajar. Izinkan penulis mengutip sebuah kalimat “Teruslah membuat karya, karena
karya itulah yang akan berbicara ketika penulisnya sudah tiada”.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
B. Kerajaan-Kerajaan Pra-Islam......................................................................................9
1. Kerajaan Ma'in...................................................................................................................9
2. Kerajaan Saba...................................................................................................................10
3. Kerajaan Himyar..............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Secara geografi Jazirah Arab terletak di Barat-Daya Benua Asia. Di bagian Utara
berbatasan dengan Sahara Negeri Syam, bagian Timur berbatasan dengan Teluk Persia dan
Laut Oman, bagian Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia dan bagian Baratnya dengan
Laut Merah. Secara politik, Jazirah Arab terdiri dari negara Arab Saudi, Kuwait, Yaman,
Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Bahrain. Sedangkan secara geologi, daerah ini lebih tepat
disebut Anak Benua Arab sebab memiliki plat tektonik tersendiri, Plat Arab.
Datarannya yang tertinggi terletak di bagian barat membujur ke Timur hingga Negeri
Oman. Di Jazirah Arab tidak terdapat sungai yang mengalir terus-menerus, di sana hanya
terdapat beberapa lembah yang kadang berair dan kadang kering. Di bagian tengah Jazirah
Arab terdapat Gurun Sahara yang paling luas dan keadaan alamnya di masing-masing
kawasan tidaklah sama (Husaini,1992:18).
Sejarah bangsa Arab telah mengalami kemajuan dalam metode penelitiannya. Sejarah
demografi bangsa Arab telah diselidiki dengan berbagai pedekatan ilmu pengetahuan.
Penyelidikan pada perbandingan dan keterkaitan antara bahasa Ibrani, Asyur, Babil, dan
Punisia ternyata memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Data ini juga diperkuat dengan
penyelidikan penelitian yang bersandarkan pada ilmu biologi dan antropologi yang
menegaskan bentuk dan perawakan seperti rambut hitam, janggut tebal, warna kulit dan
lainnya. Penelitian ini menegaskan bahwa bangsa Arab tergolong bangsa semit (bangsa
Seam). (Hamka,2005:15).
Masyarakat Arab pra-Islam diorganisir dalam sistem suku yang kuat. Suku-suku ini
memiliki kepemimpinan yang otonom dan berfungsi sebagai unit politik, ekonomi, dan
1
sosial. Kepala suku atau Sheikh memegang kekuasaan tertinggi dan dihormati oleh anggota
suku. Di dalam suku, terdapat hubungan erat antara anggota, dan kehormatan serta
kepercayaan menjadi prinsip utama dalam interaksi sosial. Sebelum Islam, masyarakat Arab
mempraktikkan berbagai bentuk agama politeistik yang memuja berbagai dewa dan roh.
Ka'bah di Mekah adalah pusat keagamaan penting bagi banyak suku Arab, tempat di mana
patung-patung dewa-dewa dipuja. Namun, kepercayaan dan praktik keagamaan berbeda-beda
di setiap suku dan klan.
Salah satu kekaisaran yang paling signifikan di wilayah Arab pra-Islam adalah
Kekaisaran Nabatea. Berpusat di Petra, kekaisaran ini menguasai jalur perdagangan penting
yang menghubungkan Timur Tengah dengan Laut Merah. Kerajaan Saba, yang berpusat di
Yaman modern, dikenal karena kekayaannya yang besar, terutama berkat kontrol mereka atas
perdagangan rempah-rempah, terutama kemenyan. Kerajaan Himyar menguasai wilayah
selatan semenanjung Arab, dan mereka memiliki peran penting dalam jalur perdagangan
karavan yang menghubungkan Arabia dengan negeri-negeri sekitarnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kehidupan arab Pra-Islam?
2. Bagaimana kerajaan-kerajaan Pra-Islam?
C. Tujuan Pembahasan
Adapan tujuan dari makalah ini berdasarkan pada rumusan masalah yaitu:
1. Untuk mengetahui kehidupan arab Pra-Islam
2. Untuk mengetahui kerajaan-kerajaan Pra-Islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
6
Gambar 2. Sistem Sosial di Makkah
Kekuatan solidaritas tersebut telah melahirkan kedamaian bagi masyarakatnya, sehingga
perkembangan kehidupan terjaga. Rasa aman dari ancaman memberikan aspek positif bagi
komunitas masyarakat tertentu untuk menjalankan roda kehidupannya masingmasing. Salah
satu bukti yang nyata adalah adanya pasar tempat mereka berkumpul untuk melakukan
transaksi jual beli dan membacakan syair. Di antara pasar-pasar yang utama terletak di dekat
Makkah dan yang terpenting adalah pasar Ukadh, Majinnah dan Dzul Majaz. Letak pasar-
pasar tersebut sangatlah strategis yaitu jalur perdagangan utama Yaman-Hijaz-Syiria..
4. Kondisi Politik
Sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman
yang terkenal subur. Ditambah lagi dengan kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab,
bengisnya alam, sulitnya transportasi, dan merajalelanya badui yang merupakan faktor-faktor
penghalang bagi terbentuknya sebuah negara kesatuan serta adanya tatanan politik yang
benar. Mereka tidak mungkin menetap. Mereka hanya bisa loyal ke kabilahnya. Oleh karena
itu, mereka tidak akan tunduk ke sebuah kekuatan politik di luar kabilahnya yang menjadikan
mereka tidak mengenal konsep negara (Al-Dawri,2007:41).
Hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri sendirisendiri. Satu sama lain kadang-
kadang saling bermusuhan. Mereka tidak mengenal rasa ikatan nasional. Yang ada pada
mereka hanyalah ikatan kabilah. Dasar hubungan dalam kabilah itu ialah pertalian darah.
Rasa asyabiyah (kesukuan) amat kuat dan mendalam pada mereka, sehingga bila mana terjadi
salah seorang di antara mereka teraniaya maka seluruh anggota-anggota kabilah itu akan
bangkit membelanya. Semboyan mereka “ Tolong saudaramu, baik dia menganiaya atau
dianiaya “.Pada hakikatnya kabilah-kabilah ini mempunyai pemuka-pemuka yang memimpin
7
kabilahnya masingmasing. Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi
politiknya adalah kesatuan fanatisme, adanya manfaat secara timbal balik untuk menjaga
daerah dan menghadang musuh dari luar kabilah.
Sementara menurut Nicholson, tidak terbentuknya Negara dalam struktur masyarakat
Arab pra Islam, disebabkan karena konstitusi kesukuan tidak tertulis. Sehingga pemimpin
tidak mempunyai hak memerintah dan menjatuhkan hukuman pada anggotanya (Nicholson,
1997:81). Namun dalam bidang perdagangan, peran pemimpin suku sangat kuat. Hal ini
tercermin dalam perjanjian-perjanjian perdagangan yang pernah dibuat antara pemimpin suku
di Mekkah dengan penguasa Yaman, Yamamah, Tamim, Ghassaniah, Hirah, Suriah, dan
Ethiopia.
Kadang persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang memakai sistem keturunan
paman kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis dihadapan orang banyak,
seperti bermurah hati, menjamu tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan keberanian,
membela diri dari serangan orang lain, hingga tak jarang mereka mencari-cari orang yang
siap memberikan sanjungan dan pujian tatkala berada dihadapan orang banyak, terlebih lagi
para penyair yang memang menjadi penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu, hingga
kedudukan para penyair itu sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang bersaing
mencari simpati.
8
B. Kerajaan-Kerajaan Pra-Islam
1. Kerajaan Ma’in
Kerajaan Ma’in berdiri sekitar tahun 1200-650 SM yang terletak di Yaman Utara dengan
ibukota Karna, Qarnawu atau Qarnaw yang kemudian oleh ahli geografi Arab pertengahan
disebut Sayhad. Kata Ma’in berasal dari beberapa bahasa yaitu dalam bahasa Inggris disebut
Minea; bahasa Arab Al-Ma’iiniyyuun atau Ma’iin, Ma’iniyah atau diucapkan Ma’in yang
berarti ‘mata air’. Juga terdapat dalam Injil disebut Ma’on, Me’un atau Me’in. Beberapa
peninggalan Kerajaan Ma’in yang masih tersisa yaitu reruntuhan kota Shirwah dan Baraqisy.
Selain itu, terdapat beberapa prasasti yang berisikan dua puluh enam raja yang pernah
memimpin Kerajaan Ma’in serta ulisan terpahat mengenai komunikasi orang-orang Ma’in
dengan bangsa Mesir, Gazza, Ionia, Siddon,AmmondanMoabYatrib.
2. Kerajaan Saba
Kerajaan-kerajaan pertama yang berhasil diketahui, yang berdiri di wilayah Arab Selatan
pada zaman kuno adalah kerajaan Saba dan Minea, yang selama beberapa abad hidup pada
masa yang sama. Kedua kerajaan itu pada awal berdirinya merupakan kerajaan teokrasi
(pemerintahan yang berlandaskan langsung pada hokum tuhan/agama)dan kemudian berubah
menjadi kerajaan sekuler. (Hitti, 2002 : 66).
Kerajaan Saba berdiri di antara masa kerajaan Ma’in dan Quthban yang mulai tampak
kekuasaannya di akhir masa kerajaan Ma’in, ditandai dengan berpindahnya kekuasaan
kerajaan tersebut kepada penguasa Saba. Wilayah kekuasaannya meliputi pantai Teluk
Persia di sebelah timur sampai ke Laut Merah di sebelah barat. Dengan berpindahnya
9
kekuasaan kepada penguasa Saba, maka secara otomatis wilayah bagian selatan Jazirah Arab
yang sebelumnya menjadi wilayah kekuasan Ma’in menjadi wilayah kekuasan Saba.
Kerajaan ini menjadi terkenal disebabkan dua hal. Pertama, adanya Ratu Bilqis. Kisah
tentang ratu ini dengan nabi Sulaiman disebutkan dalam surah an-Naml. Kedua, Bendungan
Ma’rib yang besar. Bendungan ini menjadikan Yaman menjadi sebuah negeri yang makmur
dan sejahtera. (Al-Usayri, 2010 : 64) Orang-orang Saba menurunkan seluruh keluarga Arab
Selatan. Tanah Saba, atau Sheba dalam Injil, yang merupakan tanah air mereka terletak di
sebelah Selatan Najran di daerah Yaman. Menurut sekelompok ahli tentang Arab yang
menggunakan system kronologi singkay, orang-orang Saba hidup dari 750 hingga 115 S.M.,
dengan satu kali perubahan gelar raja sekitar 610 S.M. Mukarri adalah gelar raja-pendeta
yang diberikan kepada kepala Negara. Dua mukarrib Saba terdahulu, yaitu Yatsa’mar dan
Kariba-il, disebutkan dalam catatan sejarah Assyiria dari Sargon II dan Sennacherib,
memerintah pada akhir abad kedelapan dan awal abad ke-7 S.M.
Pada periode ke dua kerajaan Saba, (sekitar 610-115 SM), penguasa tampaknya mulai
menghilangkan karakteristik kependetaanya. Ma’rib yang berjarak 6 Mil di sebelah timur
San’a dijadikan sebuah ibu kotanya. Kota itu berada 3.900 kaki diatas permukaan laut. Ia
pernah di kunjungi oleh beberapa gelintir orang Eropa yang pertama di antaranya adalah
Arnaud Halevy dan Glaser. Kota itu merupakan titik temu berbagai rute perjalanan dagang
yang menghubungkan antara negeri penghasil wewangian dengan pelabuhan-pelabuhan di
Mediterania, terutama Gaza.
Al-hamdani dalam karyanya Iklil menyebutkan tiga benteng di Ma’rib, namun konstruksi
yang membuat kota itu terkenal adalah bendungan besar Sadd Ma’rib. Karya arsitektur yang
menakjubkan berikut sarana publik lainnya yang di bangun oleh orang-orang Saba’
10
memberikan gambaran kepada kita tentang sebuah masyarakat cinta damai yang sangat maju
bukan saja dalam bidang perdagangan tetapi juga dalam bidang teknik. Bagian yang lebih
tua dari bendungan itu pada pertengahan abad ke 7 SM. Berbagai tulisan menyebutkan
Sumhu ‘alaiy Yanuf dan putranya Yatsa’amr Bayyin sebagai dua pembangun utamanya juga
menyebutkan pemugaran pada masa Sharahbi-Il Ya’fur (449-450) dan Abrahah dari
Abissinia (543 M). Tapi al-Hamdani dan para penulis setelahnya yaitu alMas’udi, al-
Ishfahani, dan Yaqut menyatakan bahwa yang membangunnya adalah Luqman ibn ‘Ad
seorang ahli mistik. (Hitti, 2002 :67).
3. Kerajaan Himyar
Kerajaan Ma’in berdiri sekitar tahun 1200-650 SM yang terletak di Yaman Utara dengan
ibukota Karna, Qarnawu atau Qarnaw yang kemudian oleh ahli geografiArab pertengahan
disebut Sayhad. Kata Ma’in berasal dari beberapa bahasa yaitu dalam bahasa Inggris disebut
Minea; bahasa Arab Al- Ma’iiniyyuun atau Ma’iin, Ma’iniyah atau diucapkan Ma’in yang
berarti ‘mata air’. Juga terdapat dalam Injil disebut Ma’on, Me’un atau Me’in. Beberapa
peninggalan Kerajaan Ma’in yang masih tersisa yaitu reruntuhan kota Shirwah dan Baraqisy.
Selain itu, terdapat beberapa prasasti yang berisikan dua puluh enam raja yang pernah
memimpin Kerajaan Ma’in serta ulisan terpahat mengenai komunikasi orangorang Ma’in
dengan bangsa Mesir, Gazza, Ionia, Siddon, Ammon dan Moab Yatrib.Zafar,(pada masa
kasik di sebut sappar dan separ/ sevar, dalam kitab kejadian. 10;30), kota di bagian dalam
semenanjung, sekitar 100 Mil di sebelah timur laut Moha di atas jalan menuju San’a adalah
11
ibukota dinasti Himyar. Kota itu menggantikan posisi Ma’rib, kota orang-orang Saba dan
Qarnaw, kota orang-orang minea. Reruntuhannya masih dapat dilihat di puncak bukit dekat
kota yarib.pada masa penyusunan teh parripess rajanya adalah Kariba-il Watar (Charibael,
dalam The Periplus).
Raja dari periode Himyar pertama ini adalah seorang raja feodal yang tinggal di puri,
memiliki tanah luas dan mencetak uang emas, perak dan perunggu, dengan menampilkan
gambar wajahnya pada salah satu sisinya dan seekor burung hantu (lambang orang-orang
aten) atau kepala banteng disisi lainnya. Beberapa logam yang lebih tua memuat gambar raja
Atena-menunjukkan ketergantungan Arab selatan kepada model-model Atena sejak abad
keempat sebelum masehi. Disamping uang logam, ditemukan juga sejumlah patung
perunggu karya pengrajin Yunani dan Sasaniyah dalam penggalian di Yaman.(Hitti,2002:70-
71).
Kerajaan Himyar pada permulaan berdirinya adalah suatu kerajaan yang kuat. Raja-
rajanya telah dapat memperbaiki system pertanian dan pengairan, dengan memperbaiki
kembali bendungan dan dam-dam air. Kekuasaan merekapun telah menjadi besar.
Diceriterakan bahwa balatentara mereka telah menjelajah sampai ke IrakdanBahrain. Akan
tetapi kerajaan ini akhirnya mengalami kelemahannya pula. Mereka alpa memperbaiki dan
mengawasi bendunganbendungan dan dam-dam air itu. Oleh karena itu
bendunganbendungan dan dam-dam air dirobohkan pula oleh air bah dan banjir. Bendungan
Ma’rib tidak dapat dipertahankan lagi. Dam raksasa itu roboh. Kerobohan bendungan Ma’rib
mengakibatkan sebagian dari bumi mereka tidak mendapat air yang diperlukannya lagi,
sementara sebahagian yang lain karam di dalam banjir. Malapetaka ini menyebabkan mereka
berduyun-duyun mengungsi kebagianutaraJazirahArab.
Oleh sebab itu Yaman menjadi lemah. Dan kelemahannya itu membukakan jalan bagi
kerajaan- kerajaan Persia dan Romawi untuk campur tangan dalam negeri Yaman dengan
maksud hendak memilikinegeriyangsuburdanmakmur itu.(Syalabi,1990:38).
12
BAB III
KESIMPULAN
Peradaban Arab Pra-Islam dan kerajaan-kerajaan pra-Islam membentuk landasan kuat bagi
kemunculan Islam dan peradaban Islam yang megah di wilayah Arab. Dalam periode ini,
berbagai elemen budaya, sosial, dan politik membentuk karakteristik masyarakat Arab,
menciptakan fondasi yang kuat untuk perkembangan selanjutnya. Faktor-faktor penting
seperti sistem suku yang kuat, keberagaman kepercayaan agama, dan perdagangan yang aktif
memainkan peran sentral dalam membentuk masyarakat Arab pra-Islam. Sistem suku
membentuk dasar dari struktur sosial mereka, mempengaruhi cara mereka berinteraksi dan
mengelola kehidupan sehari-hari. Kepercayaan agama yang beraneka ragam mencerminkan
keragaman kepercayaan spiritual di antara berbagai suku dan klan. Perdagangan memainkan
peran penting dalam menghubungkan Arab dengan dunia luar, memungkinkan pertukaran
budaya dan ekonomi yang kaya. Rute perdagangan dan karavan yang melintasi padang pasir
dan wilayah oasis membantu menghubungkan berbagai daerah di semenanjung Arab.
Kerajaan-kerajaan pra-Islam seperti Ma'in, Saba, dan Himyar menunjukkan kekayaan dan
kompleksitas politik yang ada di wilayah ini sebelum munculnya Islam. Kekaisaran Nabatea,
dengan pusatnya di Petra, menjadi kekuatan ekonomi yang dominan, mengontrol rute
perdagangan yang penting. Saba, di Yaman modern, dikenal karena kekayaannya yang besar,
terutama karena perdagangan rempah-rempah. Himyar, dengan pengaruhnya di selatan
semenanjung Arab, memegang peran penting dalam jaringan perdagangan karavan. Dengan
memahami peradaban Arab Pra-Islam dan kerajaan-kerajaan pra-Islam, kita dapat melihat
akar-akar dari peradaban yang luar biasa ini. Ini membantu kita memahami konteks sejarah
yang membentuk Islam dan peradaban Islam yang mengikuti, serta menghargai warisan kaya
dari masa pra-Islam di wilayah Arab.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yusri Abdul Ghani. Historiografi Islam: Dari Klasik Hingga Modern. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004.
Al-Buthi, Muhammad Sa’id Ramadhan. Fikih Sirah: Hikmah Tersirat dalam Lintas Sejarah
Hidup Rasulullah Saw. Jakarta: Hikmah, 2010.
Faruqi, Nisar Ahmed. Early Muslim Historiography. Delhi: Idarah Adabiyat, 1979.
Hitti, Philip K. History of the Arabs: Rujukan Paling Otoritatif Tentang Sejarah Peradaban
Islam. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008.
Mughn, Syafiq A. Dinamika Intelektual Islam Pada Abad Kegelapan. Surabaya: LPAM,
2002.
Su’ud, Abu. Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia.
Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Wilaela, Sejarah Islam Klasik. Riau: Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Kasim, 2016.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Depok: Rajawali Press, 2017.
14