Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN PRA-ISLAM


Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu :
Wasito, M.Pd.I

Oleh :

Wildan Mulia Adi Wijaya (2301011095)


Ahmad Burhanudin
Amirudin

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM TRIBAKTI LIRBOYO KEDIRI
FEBRUARI 2024
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya-Nya, yang telah melimpahkan Rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Teknik Penentuan Topik, Subtopik dan Penyusun Kerangka Ilmiah .

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manafaat terhadap para
pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ⅱ
DAFTAR ISI............................................................................................................................ⅲ
BAB 1.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................................2
BAB 2.........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
A. Kehidupan Bangsa Arab sebelum datangnya Islam..............................................3
B. Kondisi Bangsa Arab dalam hal letak geografis dan budayanya.........................4
C. Keadaan politik Bangsa Arab sebelum Islam.........................................................5
D. Perkembangan Agama Bangsa Arab sebelum Islam.............................................6

BAB Ⅲ.....................................................................................................................................10
PENUTUP............................................................................................................................10
A. Kesimpulan..............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................11
BAB Ⅰ

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa sebelum kedatangan Islam dikenal dengan zaman jahiliyah. Dalam


Islam, periode jahiliyah dianggap sebagai suatu kemunduran dalam kehidupan
beragama. Pada saat itu masarakat Arab jahiliyah mempunyai kebiasaan-kebiasaan
buruk seperti meminum minuman keras, berjudi, dan menyembah berhala.

Ketika nabi Muhammad SAW lahir (570 M). Mekah adalah sebuah kota yang
sangat penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya
maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai
menghubungkan Yaman di selatan dan Syiria di utara. Dengan adanya Ka’bah di
tengah kota. Mekah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka
berziarah. Didalamnya terdapat 360 berhala mengelilingi berhala utama, Hubal.
Mekah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu
mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil
persegi.

Biasanya, dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa Arab


sebelum Islam, orang membatasi pembicaraan hanya pada jazirah Arab, padahal
bangsa Arab juga mendiami daerah-daerah di sekitar Jazirah. Jazirah Arab memang
merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu.

Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang kondisi Bangsa Arab
sebelum kedatangan agama Islam. Khususnya mengenai letak geografisnya, asal-
usulnya, agamanya, serta peradabannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kehidupan Bangsa Arab sebelum datangnya Islam?
2. Bagaimana kondisi Bangsa Arab dalam hal letak geografi dan budayanya?
3. Bagaimana kondisi politik Bangsa Arab?
4. Bagaimana perkembangan agama Bangsa Arab sebelum Islam?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengkaji lebih dalam kehidupan Bangsa Arab sebelum datangnya Islam
2. Meninjau kondisi Bangsa Arab dalam hal letak geografis dan budayanya
3. Mengetahui keadaan politik Bangsa Arab sebelum Islam
4. Mengetahui seperti apa perkembangan Agama Bangsa Arab sebelum Islam
BAB Ⅱ

PEMBAHASAN

1. KEHIDUPAN BANGSA ARAB SEBELUM DATANGNYA ISLAM

Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab, disebut masa


jahiliyyah.1 Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh terbelakangnya moral
masyarakat Arab khususnya Arab pedalaman (badui) yang hidup menyatu dengan
padang pasir dan area tanah yang gersang. Mereka pada umumnya hidup berkabilah
dan nomaden. Mereka berada dalam lingkungan miskin pengetahuan. Situasi yang
penuh dengan kegelapan dan kebodohan tersebut, mengakibatkan mereka sesat jalan,
tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan, membunuh anak dengan dalih kemuliaan,
memusnahkan kekayaan dengan perjudian, membangkitkan peperangan dengan
alasan harga diri dan kepahlawanan. Suasana semacam ini terus berlangsung hingga
datang Islam di tengah-tengah mereka.

Bangsa Arab pada umumnya berwatak berani, keras, dan bebas. Mereka telah
lama mengenal agama. Nenek moyang mereka pada mulanya memeluk agama Nabi
Ibrahim. Akan tetapi, akhirnya ajaran itu pudar. Untuk menampilkan keberadaan
Tuhan mereka membuat patung berhala dari batu, yang menurut perasaan mereka
patung itu dapat dijadikan sarana untuk berhubungan dengan Tuhan.2

Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada waktu itu sama sekali
tidak memiliki peradaban. Kebudayaan mereka yang paling menonjol adalahbidang
sastra bahasa Arab, khususnya syair Arab. Perekonomian penduduk negeri Mekah
umumnya baik karena mereka menguasai jalur darat di seluruh Jazirah Arab.

1
Al-Qur-an Surat al-Ahzab: 33
2
http://emhasemarangan.blogspot.com/2010/02/rahasia-sukses-dakwah-rasulullah.html, diunduh 2 Februari
2024.
Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah
memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis yang cukup strategis, terutama kawasan
pesisir yang pada waktu itu ramai dilalui kapal-kapal pedagang Eropa yang hendak
menuju India, Asia Tenggara, Cina dan sekitarnya, telah membuat kawasan ini lebih
maju dari pada kawasan Arab yang lain. Makkah pada waktu itu merupakan kota
dagang bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya yang sangat
strategis karena terletak di persimpangan jalan penghubung jalur perdagangan dan
jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria.

Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal yang
sangat penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun peristiwa di dunia
yang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya. Artinya,
antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat hubungan yang erat dalam
berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam dengan situasi dan kondisi Arab
pra Islam.

2. KONDISI GEOGRAFIS JAZIRAH ARAB

Semenanjung Arab adalah semenanjung yang terletak di sebelah barat daya


Asia. Wilayahnya memiliki luas 1.745.900 kilometer persegi. 3 Semenanjung ini
dinamakan jazirah karena tiga sisinya berbatasan dengan air, yakni di sebelah timur
berbatasan dengan teluk Oman dan teluk Persi, di sebelah selatan berbatasan dengan
Samudra Hindia dan teluk Aden, di sebelah barat berbatasan dengan laut merah.
Hanya di sebelah utara, jazirah ini berbatasan dengan daratan atau padang pasir Irak
dan Syiria.4

Secara geografis, daratan jazirah Arab didominasi padang pasir yang luas,
serta memiliki iklim yang panas dan kering. Hampir lima per enam daerahnya terdiri
dari padang pasir dan gunung batu.5 Luas padang pasir ini diklasifikasikan Ahmad
Amin sebagai berikut:

1) Sahara Langit, yakni yang memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil
dari timur ke barat. Sahara ini disebut juga sahara Nufud. Di daerah ini, jarang
3
Philip K. Hitti, History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riadi, 2010, Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta, hal. 16.
4
Fadil, SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah, 2008, Malang: UIN Malang Press, hal. 26.
5
Ibid, 43-44.
sekali ditemukan lembah dan mata air. Angin disertai debu telah menjadi ciri khas
suasana di tempat ini. Hal itulah yang menyebabkan daerah ini sulit dilalui.
2) Sahara Langit, yakni yang memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil
dari timur ke barat. Sahara ini disebut juga sahara Nufud. Di daerah ini, jarang
sekali ditemukan lembah dan mata air. Angin disertai debu telah menjadi ciri khas
suasana di tempat ini. Hal itulah yang menyebabkan daerah ini sulit dilalui.
3) Sahara Harrat, yakni suatu daerah yang terdiri dari tanah liat berbatu hitam.
Gugusan batu-batu hitam itu menyebar di seluruh sahara ini.6

Secara garis besar, jazirah Arab dibedakan menjadi dua, yakni daerah
pedalaman dan pesisir. Daerah pedalaman jarang sekali mendapatkan hujan, namun
sesekali hujan turun dengan lebatnya. Kesempatan demikian biasa dimanfaatkan
penduduk nomadik dengan mencari genangan air dan padang rumput demi
keberlangsungan hidup mereka. Seperti juga di tempat-tempat lain, di sini pun
[Tihama, Hijaz, Najd, dan sepanjang dataran luas yang meliputi negeri-negeri Arab]
dasar hidup pengembaraan itu ialah kabilah. Kabilah-kabilah yang selalu pindah dan
pengembara itu tidak mengenal suatu peraturan atau tata-cara seperti yang kita kenal.
Mereka hanya mengenal kebebasan pribadi, kebebasan keluarga, dan kebebasan
kabilah yang penuh.7

Sedangkan daerah pesisir, hujan turun dengan teratur, sehingga para penduduk
daerah tersebut relatif padat dan sudah bertempat tinggal tetap. Oleh karena itu, di
daerah pesisir ini, jauh sebelum Islam lahir, sudah berkembang kota-kota dan
kerajaan-kerajaan penting, seperti kerajaan Himyar, Saba’, Hirah dan Ghassan.8

3. KONDISI POLITIK BANGSA ARAB


Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa sebagian besar daerah Arab
adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur.
Ditambah lagi dengan kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab, bengisnya
alam, sulitnya transportasi, dan merajalelanya badui yang merupakan faktor-faktor
penghalang bagi terbentuknya sebuah negara kesatuan serta adanya tatanan politik
yang benar. Mereka tidak mungkin menetap. Mereka hanya bisa loyal ke kabilahnya.

6
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, 1975, Kairo: Maktabah Najdah al-Misriyyah, hal. 1-2.
7
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode.html, diunduh 2 Februari 2024
8
Ali Mufrrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, 1997, Jakarta: Logos, hal. 5. Ras lain ialah Mongoloid,
Negroid dan ras-ras khusus.
Oleh karena itu, mereka tidak akan tunduk ke sebuah kekuatan politik di luar
kabilahnya yang menjadikan mereka tidak mengenal konsep negara.9
Sementara menurut Nicholson, tidak terbentuknya Negara dalam struktur
masyarakat Arab pra Islam, disebabkan karena konstitusi kesukuan tidak tertulis.
Sehingga pemimpin tidak mempunyai hak memerintah dan menjatuhkan hukuman
pada anggotanya.10 Namun dalam bidang perdagangan, peran pemimpin suku sangat
kuat. Hal ini tercermin dalam perjanjian-perjanjian perdagangan yang pernah dibuat
antara pemimpin suku di Mekkah dengan penguasa Yaman, Yamamah, Tamim,
Ghassaniah, Hirah, Suriah, dan Ethiopia.
Kadang persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang memakai sistem
keturunan paman kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis dihadapan
orang banyak, seperti bermurah hati, menjamu tamu, menjaga kehormatan,
memperlihatkan keberanian, membela diri dari serangan orang lain, hingga tak jarang
mereka mencari-cari orang yang siap memberikan sanjungan dan pujian tatkala
berada dihadapan orang banyak, terlebih lagi para penyair yang memang menjadi
penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu, hingga kedudukan para penyair itu
sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang bersaing mencari simpati

Model organisasi politik bangsa Arab lebih didominasi kesukuan (model


kabilah). Kepala sukunya disebut Shaikh, yakni seorang pemimpin yang dipilih antara
sesama anggota. Shaikh dipilih dari suku yang lebih tua, biasanya dari anggota yang
masih memiliki hubungan famili. Fungsi pemerintahan Shaikh ini lebih banyak
bersifat penengah (arbitrasi) daripada memberi komando. Shaikh tidak berwenang
memaksa, serta tidak dapat membebankan tugas-tugas atau mengenakan hukuman-
hukuman. Hak dan kewajiban hanya melekat pada warga suku secara individual, serta
tidak mengikat pada warga suku lain.11

4. AGAMA BANGSA ARAB SEBELUM ISLAM

Faktor alam merupakan satu hal yang dapat mempengaruhi kehidupan


beragama pada suatu bangsa. Hal itu dapat dibuktikan oleh penyelidik-penyelidik
ilmiah yang menunjukkan bahwa Jazirah Arab dahulunya subur dan makmur. Karena

9
‘Abd al-‘Azīz al-Dawrī, Muqaddimah fī Tarīkh Ṣadr al-Islam, 2007, Beirut: Markaz Dirāsah al-Waḥdah
al-‘Arabīyah, hal. 41.
10
R.A Nicholson, A Literary History of The Arabs, 1997, Cambridge: Cambridge University Press, hal. 83.
11
Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah dari Segi Geografi, Sosial, Budaya dan Peranan Islam,
terj. Said Jamhuri, 1994, Jakarta: Ilmu Jaya, hal. 10.
faktor alam itu pula boleh jadi rasa keagamaan telah timbul pada bangsa Arab
semenjak lama. Semangat keagamaan yang amat kuat pada bangsa Arab itulah yang
menjadi dorongan mereka untuk melawan dan memerangi agama Islam di saat Islam
datang. Mereka memerangi agama Islam karena mereka amat kuat berpegang dengan
agama mereka yang lama yaitu kepercayaan yang telah mendarah daging pada jiwa
mereka. Andaikata mereka acuh tak acuh dengan agama, tentu mereka membiarkan
agama Islam berkembang, tetapi kenyataannya tidak demikian. Agama Islam mereka
perangi mati-matian sampai mereka kalah.

Sampai saat ini pun bangsa Arab, baik dia seorang ulama atau tidak, terhadap
agamanya mereka sangat bersemangat. Agama itu disiarkan serta dibela dengan
sekuat tenaganya. Semangat beragama mereka umumnya bersifat kulitnya saja.
Adapun ibadah dan praktik-praktik keagamaan sering ditinggalkan oleh Arab Badui.
Watak mereka yang amat mencintai hidup bebas dari keterikatan menjadi sebab
mereka ingin bebas dari aturan agama. Mereka sudah lama merasa bosan dan kesal
terhadap agamanya karena dianggap sebagai pengikat kemerdekaannya sehingga
selalu menyelewengkan agama mereka sendiri.12

Penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam. Paganisme, Yahudi,


dan Kristen merupakan ragam agama orang Arab pra Islam. Pagan adalah agama
mayoritas mereka. Ratusan berhala dengan bermacam-macam bentuk ada di sekitar
Ka’bah. Setidaknya ada empat sebutan bagi berhala-hala itu: sanam, wathan, nusub,
dan hubal.

Sanam berbentuk manusia dibuat dari logam atau kayu. Wathan juga dibuat
dari batu. Nusub adalah batu karang tanpa suatu bentuk tertentu. Hubal berbentuk
manusia yang dibuat dari batu akik. Dialah dewa orang Arab yang paling besar dan
diletakkan dalam Ka’bah di Mekah. Orang-orang dari semua penjuru jazirah datang
berziarah ke tempat itu. Beberapa kabilah melakukan cara-cara ibadahnya sendiri-
sendiri.13 Ini membuktikan bahwa paganisme sudah berumur ribuan tahun. Sejak
berabad-abad penyembahan patung berhala tetap tidak terusik, baik pada masa

12
http://sejarahperadabanislam77.blogspot.com/2013/05/kehidupan-bangsa-arab-sebelum-datangnya.html,
diunduh 2 Februari 2024
13
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, 2011. Jakarta; Litera Antar Nusa,
hal. 19-20.
kehadiran permukiman Yahudi maupun upaya-upaya kristenisasi yang muncul di
Syiria dan Mesir.14

Agama Yahudi dianut oleh para imigran yang bermukim di Yathrib dan
Yaman. Tidak banyak data sejarah tentang pemeluk dan kejadian penting agama ini di
Jazirah Arab, kecuali di Yaman. Dzū Nuwās merupakan penguasa Yaman yang
condong ke Yahudi. Dia tidak menyukai penyembahan berhala yang telah menimpa
bangsanya. Dia meminta penduduk Najran agar masuk agama Yahudi. sehingga kalau
mereka menolak, maka akan dibunuh. Namun yang terjadi justru menolak, maka
digalilah sebuah parit dan dipasang api di dalamnya. Mereka dimasukkan ke dalam
parit itu, serta dibunuh dengan pedang atau dilukai sampai cacat bagi yang selamat
dari api tersebut. Korban pembunuhan itu mencapai dua puluh ribu orang. Tragedi
berdarah dengan motif fanatisme agama ini diabadikan dalam al-Quran dalam kisah
“orang-orang yang membuat parit” (Ashab al-Ukhdud).15

Sedangkan Agama Kristen di jazirah Arab dan sekitarnya sebelum kedatangan


Islam tidak ternodai oleh tragedi yang mengerikan semacam itu. Yang tampak
hanyalah pertikaian di antara sekte-sekte Kristen. Menurut Muhammad ‘Abid al-
Jābirī, al-Quran menggunakan istilah “Nasara” bukan “al-Masihiyah” dan “al-Masihi”
bagi pemeluk agama Kristen. Bagi pendeta Kristen resmi (Katolik, Ortodoks, dan
Evangelis) istilah “Nasara” adalah sekte sesat, tetapi bagi ulama Islam mereka adalah
“Hawariyun”. Para misionaris Kristen menyebarkan doktrinnya dengan bahasa Yunani
yang waktu itu madhab-madhab filsafat dan aliran-aliran gnostik dan hermes
menyerbu daerah itu. Inilah yang menimbulkan pertentangan antara misionaris dan
pemikir Yunani yang memunculkan usaha-usaha mendamaikan antara filsafat Yunani
yang bertumpu pada akal dan doktrin Kristen yang bertumpu pada iman. Inilah yang
melahirkan sekte-sekte Kristen yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru,
termasuk jazirah Arab dan sekitarnya.16

Sekte Arius menyebar di bagian selatan jazirah Arab, yaitu dari Suria dan
Palestina ke Irak dan Persia. Misionaris sekte ini telah menjelajahi penjuru-penjuru
jazirah Arab yang memastikan bahwa dakwah mereka telah sampai di Mekah, baik
melalui misionaris atau pedagang Quraish yang berhubungan terus-menerus dengan
14
M.M. al-A‘zamī, Sejarah Teks al-Quran dari Wahyu sampai Kompilasi, 2005. Jakarta: Gema Insani, hal. 23.
15
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, hal. 10-11. Lihat: Al-Qur-an, 85 (al-Buruj): 4-6.
16
Muhammad ‘Abid Al-Jābirī, Madkhal ila al-Qur`ān al-Karīm, 2007. Beirut: Markaz Dirāsah al-Waḥdah
al-‘Arabīyah, hal. 38-46.
Syam, Yaman, dan Habashah.17 Tetapi salah satu sekte yang sejalan dengan tauhid
murni agama samawi adalah sekte Ebionestes.18

Salah satu corak beragama yang ada sebelum Islam datang selain tiga agama
di atas adalah Hanifiyah, yaitu sekelompok orang yang mencari agama Ibrahim yang
murni yang tidak terkontaminasi oleh nafsu penyembahan berhala-berhala, juga tidak
menganut agama Yahudi ataupun Kristen, tetapi mengakui keesaan Allah. Mereka
berpandangan bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah Hanifiyah, sebagai
aktualisasi dari millah Ibrahim. Gerakan ini menyebar luas ke berbagai penjuru
Jazirah Arab khususnya di tiga wilayah Hijaz, yaitu Yathrib, Taif, dan Mekah.19

BAB Ⅲ

PENUTUP

17
Ibid, 58.
18
Ibid, 41-42.
19
Khalil Abdul Karim, Syari’ah: Sejarah, Perkelahian, Pemaknaan, 2003. Yogyakarta: LKiS, hal. 15-16.
A. KESIMPULAN

Sejarah peradaban bangsa Arab sebelum kedatangan Islam mencakup


pemahaman mendalam tentang kehidupan, kondisi budaya, politik, dan agama pada
masa tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
masyarakat Arab pra-Islam hidup dalam kondisi yang beragam, dari kehidupan
nomaden di padang pasir hingga perkembangan kota-kota perdagangan yang makmur
seperti Mekah dan Yathrib (Madinah). Budaya Arab pada masa itu sangat dipengaruhi
oleh tradisi lisan, dengan puisi dan cerita menjadi bagian integral dari kehidupan
sehari-hari. Secara politik, bangsa Arab terbagi menjadi beberapa suku yang bersaing
satu sama lain, meskipun kadang-kadang terbentuk aliansi untuk tujuan tertentu.
Sistem agama pada masa pra-Islam didominasi oleh politeisme, di mana banyak tuhan
dan dewa disembah dan dipuja oleh berbagai suku Arab. Meskipun demikian, ada
juga kelompok minoritas yang mempraktikkan agama Yahudi dan Kristen.
Kesimpulannya, masyarakat Arab sebelum Islam menunjukkan keragaman dalam
kehidupan, budaya, politik, dan agama mereka, yang menjadi landasan penting untuk
pemahaman perkembangan lebih lanjut ketika Islam akhirnya tiba di wilayah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin, Fajr al-Islam, 1975, Kairo: Maktabah Najdah al-Misriyyah


Al-Qur-an Surat al-Ahzab: 33
Ali Mufrrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, 1997, Jakarta
‘Abd al-‘Azīz al-Dawrī, Muqaddimah fī Tarīkh Ṣadr al-Islam, 2007, Beirut: Markaz Dirāsah
al-Waḥdah al-‘Arabīyah
Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah dari Segi Geografi, Sosial, Budaya dan
Peranan Islam, terj. Said Jamhuri, 1994, Jakarta: Ilmu Jaya
Fadil, SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah, 2008, Malang: UIN Malang
Press
Ibid
Khalil Abdul Karim, Syari’ah: Sejarah, Perkelahian, Pemaknaan, 2003. Yogyakarta: LKiS
M.M. al-A‘zamī, Sejarah Teks al-Quran dari Wahyu sampai Kompilasi, 2005. Jakarta: Gema
Insani
Muhammad ‘Abid Al-Jābirī, Madkhal ila al-Qur`ān al-Karīm, 2007. Beirut: Markaz Dirāsah
al-Waḥdah al-‘Arabīyah
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, 2011. Jakarta;
Litera Antar Nusa
Philip K. Hitti, History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riadi,
2010, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta
R.A Nicholson, A Literary History of The Arabs, 1997, Cambridge: Cambridge University
Press

Anda mungkin juga menyukai