Oleh,
Rizky Ainun Sulfianti
NIM.190110019
Pembuatan Critical book report ini bertujuan untuk pemenuhan tugas mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam ( SPI ). Penulis menyadari bahwa penyusunan
Critical Book Review ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak sekali
kekurangan baik isi dan penyusunannya, sehingga dalam kesempatan ini penulis
bermaksud untuk meminta saran dan masukan dari pembaca sekalian, khususnya
dari Dosen Pengampu Mata Kuliah Sejara Peradaban Islam yaitu Bapak Indirwan,
S.Pd.I., M.Pd.I. agar dapat meningkatkan mutu dalam penyajian berikutnya.
Penulis
II
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................................II
DAFTAR ISI...................................................................................................III
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Kesimpulan............................................................................................36
B. Rekomendasi Untuk Perbaikan Buku....................................................36
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................37
III
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
Bab 1. Bangsa Arab Sebagai Ras Semit dan Semenanjung Arab sebagai
Tempat Kelahirannya
7
berwawasan dan berusia 15 tahun lebih tua, perjalanan Muhammad mulai
memasuki tahap sejarah yang jelas.
Saat itu ia sering mengasingkan diri dan merenung di gua kecil (ghar) di
bukit Hira yang terletak di luar kota Makkah. Ketika Muhammad sedang diliputi
kegelisahan, keraguan, dan harapan akan kebenaran, turunlah wahyu pertama.
Setelah wahyu pertama turun, yang menandai awal kenabian, berlangsung masa
kekosongan (fatrah). Saat itulah turun wahyu kedua. itulah awal yang menandai
kerasulan Muhammad.
Sebagai seorang penganjur, Nabi Muhammad hanya memilki sedikit
pengikut, Khadijah, Abu Bakar, Ali termasuk segelintir orang yang pertama kali
memenuhi anjurannya. Tidak lama kemudian Umar bin Khattab masuk Islam.
Sekitar tiga tahun sebelum Hijrah, Khadijah meninggal dunia dan tidak lama
kemudian disusul pamannya, Abu Thalib wafat. Dalam masa pra-hijrah ini terjadi
peristiwa dramatis, yaitu isra dan mi’raj.
Sekitar 620, beberapa orang Yastrib, menemui Muhammad pada festival
Ukaz dan merasa terkesan oleh perkataannya. Dua tahun kemudian, utusan yang
berjumlah sekitar 75 orang mengundangnya untuk tinggal di Yastrib (Madinah),
dengan harapan dapat mendamaikan dua suku yang saling bermusuhan, Aus dan
Khazraj. Muhammad mengizinkan 200 pengikutnya untuk meghindari kekejaman
Quraisy dan pergi diam-diam ke Madinah, ia sendiri menyusul dan sampai di
Madinah pada 24 September 622.
Setelah perang Badr yang terjadi pada 624 dan Islam di bawah
kepemimpinan Muhammad berhasil memenangkan pertempuran, Islam telah
berkembang bukan lagi sebuah agama melainkan Islam merupakan sebuah negara
di Madinah. Pada periode Madinah ini, arabisasi atau nasionalisasi Islam mulai
dilakukan. Nabi Muhammad memutuskan ketersambungan Islam dengan agama
yahudi dan Kristen : Jumat menggantikan shalat Sabat, adzan menggantikan suara
terompet dan gong, Ramadhan ditetapkan sebagai bulan puasa, kiblat dipindahkan
dari Yarussalem ke Makkah, ibadah haji ke Kabah dibakukan dan mencium Hajar
Aswad ditetapkan sebagai ritual Islam.
Tahun ke-9 Hijriyah (630-631) disebut ‘tahun perutusan’, sepanjang tahun
itu berbagai utusan berdatangan untuk menawarkan persekutuan dengan Nabi
Muhammad. Bangsa-bangsa Arab yang sebelumnya tidak pernah tunduk dalam
kepemimpinan satu orang, menyerah pada dominasi Islam dan ditarik ke garis
perjuangan. Setahun berikutnya, ke-10 Hijriyah, Nabi Muhammad masuk dengan
8
damai pada awal musim haji ke kota sucinya yang baru, Makkah. Perjalanan
hajinya ke Makkah pada saat itu merupakan perjalanannya yang terakhir hingga
dikenal sebagai ‘haji perpisahan’. Tiga bulan setelah haji, tanpa disangka-sangka
ia jatuh sakit dan meninggal akibat sakit kepala pada 8 Juni 632.
9
Bab 8. Periode Penaklukkan, Penyebaran, dan Kolonisasi
10
Penaklukan Mesir, Tripoli, dan Barkah
Penaklukan Mesir dilakukan dengan cara yang sistematis, tidak sporadis.
Benteng pertama yang digempur pasukan Islam adalah al-Farama (Pelusium),
kota kunci menuju Mesir timur. Setelah Heraklius meninggal dunia, cucunya
Constantine II menggantikan posisinya. Lalu Constantine mengesahkan perjanjian
Iskandariyah yang berarti penyerahan satu provinsi terkaya ke tangan bangsa
Arab. Tidak lama sebelum wafat Umar mengangkat Abdullah bin Abi Sarh
sebagai pengganti Amr bin Ash. Tidak puas dengan kebijakan baru, pada akhir
645, orang-orang Iskandariyah meminta bantuan kepada raja Contantine, yang
kemudian mengirimkan 300 armada laut untuk merebut kota itu. Saat itu 1000
pasukan Arab dibantai dan Byzantium kembali merebut Iskandariyah. Lalu Amr
bin Ash segera ditempatkan untuk berhadapan dengan pasukan musuh di Nikiu,
yang menjadi kekalahan terbesar Byzanitium. Pada awal 646, Iskandariyah utnuk
kedua kalinya berhasil dikuasai. Mesir kembali berada dalam kekuasaan Islam.
15
yang menarik minat para khalifah dan pengiringnya adalah berburu, balapan kuda,
dan dadu.
Keadaan Umum Ibukota
Bisa dikatakan bahwa irama kehidupan dan karakteristik Damaskus tidak
banyak berubah sejak menjadi ibukota Dinasti Umayyah. Di jalan-jalan sempit
dan padat, banyak ditemui orang Damaskus, yang mengenakan celana lebar,
sepatu dengan ujung berwarna merah, dan sorban besar, terlihat menepuk-nepuk
pundak orang Badui yang berbusana longgar atau ada juga orang Ifranji yang
berpakaian Eropa. Kalangan aristokrat, orang kaya, terlihat menunggang kuda.
Para penjual sirup dan manisan berteriak keras menyaingi suara para pejalan kaki,
keledai dan unta yang mengangkut barang dagangan dari gurun, juga hasil
pertanian. Seperti halnya di perkotaan, orang Arab dusun tinggal di wilayah
mereka sesuai dengan asifilasi kesukuan mereka.
Bab 14. Warisan Peradaban Dinasti Umayyah dan Akhir Kekuasaannya
Kehidupan Intelektual di Bashrah dan Kufah
Para penakluk dari padang pasir tidak memiliki tradisi belajar dan
khazanah budaya yang dapat diwariskan kepada negri-negri taklukan mereka.
Dekatnya dengan masa jahiliyah, perang sipil, perang melawan musuh Islam, dan
kondisi ekonomi yang belum stabil merupakan faktor penentu lambatnya
perkembangan intelektual pada masa awal ekspansi Islam.
Kota kembar Kufah dan Bashrah berkembang menjadi pusat aktivitas
intelektual di dunia Islam. Kajian bahasa Arab menjadi suatu keniscayaan untuk
mempelajari dan memahami al-Quran yang berbahasa Arab. Lalu, kajian al-Quran
dan penafsirannya melahirkan dua ilmu kembar yaitu filologi dan leksikografi,
dan juga aktivitas literatur yang khas Islam, yaitu ilmu hadits. Aktivitas keilmuan
lain yang bisa dikatakan sebagai embrio gerakan intelektual Islam adalah
penulisan sejarah. Kajian histiografi pada masa ini dimulai dari kajian hadits.
Perkembangan Gerakan Keagamaan
Pada paruh pertama abad ke-8, Wasil bin Atha seorang pendiri mazhab
rasionalisme yang kondang disebut Muktazilah. Selain Muktazilah, sekte
keagamaan lain yang tumbuh berkembang pada masa ini adalah kelompok
Khawarij, jika Muktazilah memelopori gerakan rasionalisme, Khawarij menjadi
gerakan pelopor dalam puritanisme Islam. Sekte lain yang muncul ialah Murjiah,
yang mengusung diktrin irja, yaitu penangguhan hukuman terhadap orang-orang
beriman yang melakukan dosa dan mereka tetap dianggap sebagai muslim.
16
Kelompok lainnya, yaitu Syiah merupakan salah satu dari kubu Islam pertama
yang berbeda pendapat dalam persoalan kekhalifahan.
Tradisi Literer pada Periode Umayyah
Perkembangan budaya literer pada masa ini diantaranya, pidato,
korespondensi, dan puisi. Ketiga aspek itu merupakan bagian dari jenis sastra
yang berkembang saat itu. Prosa (nastr) dan puisi (syi’ir) mencapai puncaknya
pada masa Dinasti Umayyah. Pidato menjadi sarana untuk membangkitkan
semangat, menyebarkan gagasan, dan membangkitkan emosi.
Perkembangan Lembaga Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Pada periode Umayyah belum ada pendidikan formal. Putra-putra khalifah
biasanya akan ‘disekolahkan’ ke badiyah, gurun Suriah untuk mempelajari bahasa
Arab murni. Nilai-nilai utama yang ditanamkan dalam pendidikan ialah,
keberanian, daya tahan ketika tertimpa musibah, menaati hak dan kewajiban
tetangga, memelihara kehormatan diri, kedermawanan, dan keramahtamahan.
Masyarakat luas menjadikan masjid untuk mempelajari al-Quran dan hadits. Ilmu
pengetahuan yang dikenal pada masa itu-dinisbatkan sebagai perkataan Nabi-
adalah ilmu agama dan ilmu pengobatan. Selain itu, banyak buku-buku tentang
kimia, kedokteran, dan astrologi yang diterjemahkan dari bahasa Yunani dan
Koptik ke dalam bahasa Arab.
Perkembangan Arsitektur
Sejauh mengenai orang Arab Islam, kesenian menemukan ekspresinya
yang tertinggi dalam arsitektur bangunan tempat ibadah. Masjid Muhammad
(Nabawi) yang sederhana di Madinah telah menjadi prototipe umum masjid-
masjid besar pada abad pertama Islam. Dalam bidang arsitektur, selain tempat-
tempat ibadah. Dinasti Umayyah hanya meninggalkan beberapa monumen
arsitektur. Bangunan paling penting diantaranya adalah istana-istana padang pasir
yang didirikan oleh putra mahkota keluarga kerajaan
Perkembangan Senirupa dan Musik
Kebanyakan teolog Islam menyatakan bahwa melukiskan manusia dan
hewan merupakan hak prerogatif Tuhan, dan menganggap orang yang melanggar
batasan itu sebagai penghina agama. Apa yang kita sebut sebagai senirupa Islam
merupakan unsur gabungan dari berbagai motif dan gaya yang kebanyakan
merupakan hasil kejeniusan artistik masyarakat taklukan yang berkembang di
kawasan Islam.
17
Mengenai perkembangan lagu dan nyanyian, bisa dikatakan bahwa pada
masa pra-Islam, orang Arab memiliki lagu: kemenangan, perang, keagamaan, dan
cinta. Masyarakat Hijaz pra-Islam sudah mengenal tambur segi empat, seruling,
dan suling rumput. Pada masa Nabi, alat musik dari luar mulai mewarnai
perkembangan musik HIjaz, seperti gambus dan seruling kayu yang diperkenalkan
dari Persia. Pada masa Dinasti Umayyah, Makkah lebih khusus lagi Madinah
merupakan tempat yang kondusif bagi perkembangan lagu dan musik. Kedua kota
itu terus memunculkan generas-generasi biduan baru yang terus meningkat dan
meneruskan karier di ibukaota kerajaa Islamn, Damaskus.
Kemunduran dan Akhir Dinasti Umayyah
Perpecahan mendahului kajatuhan dinasti ini. Di berbagai provinsi terjadi
pertumpahan darah hanya karena persoalan sepele, faktor lain yang menjadi sebab
utama jatuhnya kekhalifahan Umayyah adalah munculnya berbagai kelompok
yang memberontak dan merongrong kekuasaan mereka. Kejatuhan Dinasti
Umayah semakin dekat ketika terbentuk koalisi antara kekuatan Syiah, Khurasan,
dan Abbasiyah yang dimanfaatkan oleh kelompok terakhir untuk kepentingan
sendiri. Orang Abbasiyah berencana memusnahkan keluarga Dinasti Umayah.
Sebanyak 80 orang dari keluarga kerajaan Umayah diundang ke istana untuk
menghadiri jamuan makan dan ditengah proses jamuan itu, kesemuanya dibantai.
Dengan jatuhnya Dinasti Umayyah, kejayaan dan hegemoni Suriah telah berakhir.
Khalifah Abbasiyah
Secara teori, khalifah memegang kekuasaan. Ia dapat dan telah
melimpahkan otoritas sipilnya kepada seorang wazir, otoritas pengadilan kepada
hakim (qadhi), dan otoritas militer kepada jendral, dengan keputusan khalifah
sendiri sebagai ketetapan akhir. Proses pergantian khalifah secara turun temurun
belum didefinisikan dengan tegas, sama halnya dengan Dinasti Umayyah.
Biasanya, seorang khalifah akan menunjuk penggantinya, yaitu anak yang ia
senangi, cakap, dan menurutnya paling tepat.
Sumber Pemasukan Negara
Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Lalu, sumber
pendapatan yang lain adalah zakat, yang hanya diberlakukan untuk orang muslim.
Zakat dibebankan atas tanah produktif, hewan ternak, emas, perak, barang
dagangan, dan harta milik lainnya yang mampu berkembang. Sumber pendapatan
utama lain adalah, uang tebusan, pajak perlindungan, pajak dagangan, dan pajak
tanah. Yang terakhir merupakan sumber utama pendapatan dari non-muslim.
19
Biro-biro pemerintahan
20
Kedudukan Budak dan Mantan Budak
Para pembantu ini hampir semuanya yang direkrut secara paksa dari
kalangan non-muslim, baik yang ditawan pada masa perang atau yang dibeli pada
masa damai. Beberapa diantaranya adalah negro, dan sebagian kulit putih-Yunani,
Armenia, Slavia, dan Berber dan Turki. Budak-budak yang bekerja di keputren
adalah laki-laki yang dikebiri. Gadis-gadis muda dalam kelompok budak biasanya
menjadi penyanyi, penari,dan selir.
Perdagangan dan Industri
Kekuasaan kerajaan yang semakin meluas dan tingkat peradaban yang
cukup tinggi dicapai dengan melibatkan jaringan perdagangan internasional yang
luas. Tingkat aktivitas perdagangan yang tinggi itu hanya bisa dicapai jika
didukung oleh pengembangan industri rumah tangga yang maju. Daerah Asia
Barat menjadi pusar industri karpet, sutera, kapas, kain wol, satin, brokat, sofa,
dan kain pembungkus bantal, juga perlengkapan dapur lainnya.
Perkembangan Bidang Pertanian
Bidang pertanian maju pesat pada masa Abbasiyah karena pusat
pemerintahannya sendiri berada di daerah yang sangat subur, di tepian sungai
yang biasa dikenal dengan nama Sawad. Daerah sangat subur di tepian sungai
Sawad menumbuhkan sayuran dan beragam buah. Hortikultura tidak hanya
terbatas pada buah-buahan dan sayuran. Bunga juga dibudidayakan, bukan hanya
di pekarangan rumah, tetapi juga dalam skala besar untuk diperjualbelikan.
Warga Non-muslim di Kekhalifahan Islam
Orang Arab menganggap dirinya terlalu mulia untuk terjun dalam aktivitas
pertanian. Maka, kelompok petani dimasukkan ke dalam golongan dzimmi,
seperti halnya Yahudi, Nasrani, Zoroaster, Sabiin, dan Harran. Di kota maupun di
desa, para zimmi memegang teguh budaya dan memelihara bahasa asli mereka.
bahasa Aram dan Suriah di Suriah dan Irak, budaya dan bahasa Iran di Persia,
serta budaya Koptik di Mesir. Kebanyakan dari mereka yang masuk Islam pindah
ke kota.
Islamisasi Kerajaan
Pada kenyataannya, penaklukan berbagai daerah yang dimulai dari
pemerintahan Umayyah kini memasuki tahap baru pada zaman Abbasiyah, yaitu
tahap kemenangan Islam sebagai agama. Kebijakan hukum yang tidak toleran dari
Khalifah al-Rasyid dan al-Mutawakkil, tak pelak lagi, telah menghasilkan
sejumlah besar pemeluk baru (muallaf). Tahap ketiga dari rangkaian penaklukan
21
ini adalah penaklukan bahasa,. Kemenangan Bahasa Arab atas bahasa penduduk
asli yang ditaklukan.
25
Pendiri Dinasti Thulun yang berumur pendek (868-905) di Mesir dan
Suriah adalah Ahmad bin Thulun. Kerajaan ini mewakili kerajaan pertama Mesir
di Syiah yang memperoleh anatomi dari Baghdad. Pada tahun 254 H/868 M, Ibn
Tulun dihantar ke Mesir sebagai wakil pemerintahan. Semasa Baghdad
mengalami krisis, Ibn Tulun memanfaatkan situasi ini dan kemudian melepaskan
diri dari Baghdad. Dalam membangun negeri, beliau menciptakan stabilitas
keamanan dalam negeri. Selepas itu ia memperhatikan juga, di bidang ekonomi.
Dalam bidang keamanan, ia membangun angkatan perang, dengan kekuatan
tentaranya, memperluas wilayahnya hingga ke Syam.
Dinasti Iksidiyah
Tidak lama setelah tuntasnya pemberontakan pada penguasa Abbasiyah di
Mesir dan Suriah, muncul lagi Dinasti Turki yang masih keturunan Farghanah,
yakni Iksidiyah yang didirikan di Fusthat. Pendiri dinasti ini bernama Muhammad
Ibn Thughj(935-946). Strategi pertama ikhsidi adalah mengkokohkan angkatan
perang. Beliau diberi tanggung jawab mentadbir wilayah Syam. Ikhsidi meninggal
dunia pada tahun 936 M. Pemerintahannya di tumbangkan oleh Jauhar Siqli dari
kerajaan Fatimiah. Pada tahun 358 H/969 M, kerajaan Ikhsidi berakhir.
Dinasti Hamdaniyah
Dinasti ini didirikan pada 293 H/905 M oleh Hamdan ibn Hamdan, dari
kabilah Taghlib. Di antara keturunan Abd Allah ibn Hamdan yang paing menonjol
adalah Abu Muhamad ibn Abd Allah dengan gelar Nashir al-Daulah, sebagai wali
Mosul, dan saudaranya Abu al-Husein Ali ibn Abd Allah, bergelar Sayf al-
Daulah, sebagai wali Halb atau Aleppo. Di bawah kekuasaan kedua orang
generasi Hamdan ini, dinasti Hamdaniyah mengalami perkemangan yang sangat
signifikan. Kekuatan dinasti Hamdaniyah mulai meredup setelah kedua penguasa
terkuat wafat. Meskipun tidak lama, kekuasaan dinasti Hamdaniyah mememiliki
pe-ninggalan peradaban yang cukup baik.
26
meliputi semua daerah Khurasan di sebelah Timur Baghdad dengan pusat
pemerintahannya di Khurasan.
Dinasti Saffariyah, yang bermula di Sijistan dan berkuasa di Persia,
didirikan oleh Yakub bin al Laits al Shaffar. Al Saffar menjadikan pengrajin
tembaga sebagai pekerjaannya dan merampok sebagai kegemarannya. Al Saffar
menggantikan gubernur dan berhasil memperluas wilayah kekuasaan hampir ke
seluruh Persia dan kawasan pinggiran India. Dinasti ini mulai melemah karena
pemberontakan dan kekacauan dalam pemerintahan. Setelah penguasa terakhir
Dinasti Shaffariyah, Khalaf meninggal dunia, berakhir pula kekuasaan Dinasti
Shaffariyah di Sijistan
Berdirinya Dinasti Samaniyah bermula dari pengangkatan empat orang
cucu Saman oleh Khalifah Al-Ma’mun menjadi gubernur di daerah Samarkand.
Pendiri dinasti ini adalah Nashr bin Ahmad, cucu dari Saman, tetapi figur yang
menegakkan kekuasaan dinasti ini adalah saudara Nashr, yaitu Ismail yang pada
tahun 900 H, berhasil merebut Khurassan dari genggaman dinasti Saffarriyah.
Puncak kejayaan Dinasti Samaniyyah terjadi pada masa khalifahan Ismail.
Pendiri dinasti Ghaznawiyah adalah Sabaktakin keturunan alptakin bangsa
Turki, salah seorang pendiri kerajaan kecil di bawah naungan kerajaan bani
Saman yang sedang berjaya. Pada tahun 961 M Raja bani Saman Abd Malik bin
Nuh, mengangkat Alptakin menjadi Gubernur di Hirrah, Barat Laut Afganistan.
Jabatan ini berakhir ketika rajanya meninggal dunia dan digantikan oleh Mansur
bin Nuh. Oleh karena itu Alptakin bersama anak buahnya pergi menuju Ghazna
dan menguasai wilayah itu pada tahun 962 M, dan menjadikan Ghazna sebagai
basis perlawanan menghadapi Mansur bin Nuh.
Benih-Benih Kehancuran Dinasti Abbasiyah
Benih-benih kehancuran dinasti ini sudah terlihat pada periode pertama,
hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, sehingga benih-benih itu tidak
sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila
khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil,
tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda
pemerintahan.Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang
menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor
tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah Perebutan
Kekuasaan di Pusat Pemerintahan, Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang
27
Memerdekakan Diri, kemerosotan perekonomian, serta Munculnya Aliran-Aliran
Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Dinasti Buwaihi
Kehadiran bani Buwaihi berawal dari tiga orang putra Abu Ayuja Buwaihi
yang berprofesi sebagai pencari ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu ‘Ali ibn
Buwayh, Hasan ibn Buwaihi dan Ahmad ibn Buwaihi Dominasi kekuasaan Bani
Buwaihi di Baghdad berlangsung selama 130 tahun. Pada masa Dinasti Buwaihi,
para khalifah Abbasiyah praktis tidak mempunyai kekuasaan, hanya tinggal
namanya dasebagai lambing. Banyak kemajuan-kemajaun yang terjadi di zaman
Dianasti Buwaihi, terutama ketika kepemimpinan ‘Adud Al Dawlah (949-983 M).
Dalam perjalanan berikutnya, karena adanya peperangan antara pembesar-
pembesar dinasti Buwaihi antara lain Baha’, Syaraf dan saudara ketiga mereka,
Shamsham Al Dawlah, dan juga pertikaian antar anggota-anggota kerajaan untuk
menentukan penerus mereka, serta fakta bahwa Buwaihi berkecenderungan Syi’ah
sehingga sangat di benci oleh orang-orang Baghdad yang Sunni, menjadi sebab-
sebab penting bagi keruntuhan dinasti Buwaihi.
Dinasti Saljuk
Jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Saljuq bermula dari perebutan
kekuasaan di dalam negeri. Ketika al-Malik al- Rahim memegang jabatan Amir
al-Umara, kekuasaan itu dirampas oleh panglimanya sendiri, Arselan al-Basasiri.
Dinasti Saljuq berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun suku Ghuz di wilayah
Turkistan. Mereka dipersatukan oleh Saljuq ibn Tuqaq. Karena itu, mereka
disebut orang-orang Saljuq. Ketika dinasti Samaniyah dikalahkan oleh dinasti
Ghaznawiyah, Saljuq menyatakan memerdekakan diri. Ia berhasil menguasai
wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh dinasti Samaniyah. Setelah Saljuq
meninggal, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya, Israil.
33
Ketika islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari
keterbelakanganya. Kerajaan Turki Usmani yang merupakan kekhalifahan islam
terakhir tidak mampu meneruskan kejayaan islam.
Ketika Arab Saudi, palestina, spanyol dan Negara-negara ekss-daerah
capital Arab islam tenggelam dan berada pada posisi dan situasi yang kurang
menguntungkan dalam peraturan politik ndunia, Muhammad Ali membawa Mesir
maju melalui hubungan baik dengan Prancis dalam segi administrasi
pemerintahan dan Italia dalam bidang intelektual.
Kebangkitan Eropa bukan saja terlihat dalam bidang politik,tetapi terutama
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan-kemajuan Eropa ini
tidak bi9sa dipisahkan dari pemerintahan islam di Sisilia. Dri sanalah Eropa
banyak menimba ilmu. Sisilia merupakan berkah bagi peradaban barat. Wilayah
otonomi di selatan italia itu telahy menjadi gerbang transfer ilmuy pengetahuan
dan dunia muslim ke barat.
34
BAB III
PEMBAHASAN
35
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Philip K. Hitti melalui History of The Arabs memaparkan berbagai fakta
dan data mengenai bangsa Arab semenjak masa awal peradaban Semit (Nabatea)
hingga masa modern. Ia mengulas dengan objektif prestasi dan kegagalan yang
dicapai oleh berbagai dinasti Arab-Islam. Hitti dengan detail yang mendalam
menampilkan kekuatan utama Arab Islam di seluruh dunia sebagai pembawa
gerakan intelektual ke Eropa Abad Pertengahan yang memicu kebangkitan di
dunia Barat. Dengan jelas ia mengatakan kepada dunia internasional melalui
karyanya bahwa tidak ada satu pun bangsa pada Abad Pertengahan yang
memberikan kontribusi terhadap kemajuan manusia sebagaimana kontribusi yang
diberikan oleh Bangsa Arab dan orang-orang yang berbahasa Arab.
Walaupun begitu beberapa pemaparan Hitti perlu untuk di kroscek. Masih
terlihat keberpihakannya kepada orientalis pada pemaparan keagamaan, tidak
heran karena ia besar dan hidup dalam lingkungan yang kental dengan sudut
pandang Barat. Namun Buku ini bisa menjadi pembanding dalam kepenulisan
sejarah Islam, karena pada umumnya sejarah Islam ditulis oleh orang Islam, yang
dikhawatirkan akan subjektif. Buku ini datang sebagai penyeimbang, antara
perpekstif sejarawan Islam, dan perpekstif sejarawan barat (non muslim).
36
DAFTAR PUSTAKA
Philip K. Hitti, History of the Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin, (Jakarta:
Serambi, 2014).
37