Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

SKI
(Negeri-Negeri di Jazirah Arab, Bentuk Kepercayaan Suku Arab Pada
Jaman Jahiliyah, Sejarah Khulafaur Rasyidin Pada Dinasti Umayah)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran SKI

MTs. MA’RIFA PASANGGRAHAN


Tahun Pelajaran 2018/2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada guru Bahasa Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis
makalah ini.

Cigalontang, Agustus 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................... 1
D. Manfaat Penulisan .................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Kehidupan Pada Masa Kerajaan Mataram Kuno .................... 3
B. Kejayaan Dan Keruntuhan Mataram Kuno ............................ 8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................. 9
B. Saran ....................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jazirah Arab merupakan suatu daerah berupa pulau yang berada di
antara benua Asia dan Afrika, seolah–olah daerah Arab itu sebagai hati bumi
(dunia). Sebelah Barat daerah Arab di batasi oleh laut Merah, sebelah timur di
batasi oleh teluk Persia dan laut Oman atau sungai–sungai Dajlah (Tigris) dan
Furat (Euphrat). Sebelah Selatan di batasi oleh laut Hindia dan sebelah utara
oleh Sahara Tiih (lautan pasir yang ada di antara negeri Syam dan sungai
Furat). Itulah sebabnya daerah Arab itu terkenal sebagai pulau dan dinamakan
Jaziratul-Arabiah.
Bangsa Arab yang bermukim di Jazirah Arab disebut Jahiliyah bukan
semata karena mereka tidak meyakini atau menganut suatu agama. Bahkan
realitanya, bangsa Arab adalah bangsa yang sudah berinteraksi dengan aneka
keyakinan keagamaan. Keberadaan agama-agama itu meskipun tidak
meninggalkan pengaruh yang berarti, namun telah membantu mereka untuk
mengenal agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu agama
Islam.
Secara umum, agama dan keyakinan yang dianut masyarakat Arab
sebelum Islam dapat dibagi kepada agama Samawi (langit), yaitu agama yang
bersumber dari wahyu dan agama Ardhi (bumi) yaitu agama yang
dikonstruksi oleh masyarakat setempat melalui sumber-sumber alam dan
lingkungannya.
Bani Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan
Islam pertama setelah masa Khulafa’ ar-Rasyidin yang memerintah dari tahun
661 sampai 750 Hijriyah di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta di Kordoba
(Spanyol). Nama dinasti ini diambil dari nama tokoh Umayyah bin ‘Abdu
asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu
Muawiyah I.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja negeri – negeri di Jazirah Arab ?
2. Bagaimana bentuk keprcayaan Suku Arab pada zaman jahiliyah ?
3. Bagaimana kepercayaan bangsa arab pada masa khulafaur rasyidin ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui negeri-negeri di jazirah Arab.
2. Mengetahui bagai mana kepercayaan susku arab pada zaman jahiliyah.
3. Mengetahui kepercayaan bangsa arab pada masa khulafaur rasyidin.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Negeri – Negeri Di Jazirah Arab


Jazirah Arab merupakan suatu daerah berupa pulau yang berada di
antara benua Asia dan Afrika, seolah–olah daerah Arab itu sebagai hati bumi
(dunia). Sebelah Barat daerah Arab di batasi oleh laut Merah, sebelah timur di
batasi oleh teluk Persia dan laut Oman atau sungai–sungai Dajlah (Tigris) dan
Furat (Euphrat). Sebelah Selatan di batasi oleh laut Hindia dan sebelah utara
oleh Sahara Tiih (lautan pasir yang ada di antara negeri Syam dan sungai
Furat). Itulah sebabnya daerah Arab itu terkenal sebagai pulau dan dinamakan
Jaziratul-Arabiah.
Luas Jazirah Arab kurang lebih 1,100,000 mil persegi atau 126.000
farsakh persegi atau 3,156,558 km persegi. Tanah yang luasnya sekian itu
sepertiganya tertutupi lautan pasir, yang di antaranya yang paling besar
adalah yang terkenal dengan nama ar-Rabi’ al-Khaly. Bukan dengan pasir
saja, tetapi dipenuhi pula oleh batu-batu yang besar atau gunung-gunung batu
yang tinggi. Di antaranya yang paling besar serta yang paling tinggi adalah
yang terkenal adalah dengan nama Jabal as-Sarat. Di dalam pulau pasir ini
tidak ada sungai yang mengalir karena lembah-lembahnya sebentar berair dan
sebentar kering, airnya sebagian mengalir masuk ke dalam padang-padang
pasir saja dan sebagian masuk kedalam lautan. Daerah seluas itu, pada saat itu
didiami oleh 12 juta jiwa, tetapi ada yang mengatakan 10 juta jiwa.
Jazirah Arab terbagi atas 8 bagian yaitu; Hijaz,Yaman, Hadramaut,
Muhrah, Oman, al Hasa, Najd dan Ahqaf. Adapun letak lokasi daerah-daerah
tersebut yaitu,
1. Hijaz terletak di sebelah tenggara dari Tunisia di tepi laut Merah. Daerah
tersebut dinamakan Hijaz karena menutupi daerah antara daerah Tihamah
dan daerah Najd. Dalam daerah Hijaz itulah letaknya kota yang terkenal
dengan nama Makkah, tempat lahir Nabi Muhammad SAW. Di tengah-
tengah kota ini terletak sebuah Masjidil Haram. Di tengah-tengah masjid

3
besar itu terletak rumah suci yang terkenal dengan nama Ka’bah atau
baitullah.
2. Yaman terletak di sebelah selatan Hijaz, dinamakan Yaman karena
daerah itu terletak di kanan Ka’bah. Apabila kita menghadap ke timur, di
sebelah kiri daerah itu terletak negeri Asier. Di dalam daerah itu ada
beberapa kota yang besar-besar seperti kota Saba (Ma’rib) Shan’a,
Hudaidah, dan Adn. Tanah Yaman merupakan suatu daerah yang menjadi
bagian barat daya dari Jazirah Arab, disebelah barat dibatasi oleh laut
Merah, di sebelah selatan oleh samudra Hindia, di sebelah utara oleh
Hijaz, dan di sebelah timur oleh Hadramaut.
3. Hadramaut terletak di sebelah timur dari daerah Yaman dan di tepi
samudra Hindia.
4. Muhrah terletak di sebelah timur Hadramaut.
5. Oman terletak di sebelah utara bersambung dengan teluk Persia dan di
sebelah tenggara dengan Samudra Hindia.
6. Al-Hasa terletak di pantai Teluk Persia dan panjangnya sampai ke tepi
sungai Furat.
7. Najd terletak di tengah-tengah antara Hijaz, al-Hasa, sahara negeri Syam
dan negeri Yamamah.Tanah Najd merupakan dataran yang tinggi dan
luas, dan bersambung di utara dengan negeri Syam, di timur dengan
negeri Irak di barat dengan Hijaz dan di selatan dengan Yamamah.
8. Ahqaf terletak di daerah Arab sebelah selatan dan di sebelah barat daya
dari Oman. Daerah Ahqaf merupakan dataran yang rendah.
Kondisi wilayah yang demikian itu dapat melindunginya dari
serangan, dan penyerbuan penjahat juga penyebaran agama. Dalam daerah
yang seluas itu sebuah sungai pun tak ada, hujan yang akan dapat dijadikan
pegangan dalam mengatur suatu usaha juga tak menentu, kecuali daerah
Yaman yang terletak di sebelah selatan yang sangat subur daerahnya dan
cukup banyak hujan turun, wilayah Arab lainnya terdiri dari gunung-gunung
dataran tinggi lembah-lembah tandus serta alam yang gersang. Wilayah yang
sangat kering dan sangat gersang itu dikarenakan uap air laut yang ada di

4
sekitarnya (laut Merah, Hindia dan Arab) tidak dapat memenuhi kebutuhan
untuk mendinginkan daratan yang seluas itu.
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa sebagian besar daerah
Jazirah adalah padang pasir sahara yang terletak ditengah dan memiliki
keadaan dan sifat yang berbeda-beda, karena itu ia bisa dibagi menjadi tiga
bagian, di antaranya
Sahara Langit memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil
dari timur ke barat, disebut juga sahara Nufud. Oase dan mata air sangat
jarang, tiupan angin seringkali menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan
daerah ini sukar ditempuh.
1. Sahara selatan yang membentang menyambung Sahara Langit ke arah
timur sampai selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras,
tandus dan pasir bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan al-Rabi
al- Khaly (bagian yang sepi).
2. Sahara Harat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam
bagaikan terbakar. Gugusan batu-batu hitam itu menyebar di keluasan
sahara ini, seluruhnya mencapai 29 buah.
Setelah kita mengetahui kondisi Geografis Jazirah Arab, dapat
dibayangkan bahwa begitu luasnya wilayah tersebut, selain itu karena
letaknya yang strategis tidak mengherankan apabila wilayah tersebut menjadi
tempat persinggahan para khafilah dagang yang datang dan pergi menuju ke
kota pusat perniagaan, juga sekaligus menjadi pusat kegiatan pertukaran
barang-barang antar para saudagar dari Asia tengah, Yaman, Mesir, Irak,
Etiophia, Persia, dan Ruum .
Sedangkan Pada Masa Rasululah dan para Sahabat Jazirah Arab pada
waktu itu diapit oleh dua negara besar yaitu Persia di Timur dan Romawi di
barat dan kota makkah sebagai sentral pemerintahannya. dipandang dari segi
geografis, kota Makkah hampir terletak di tengah – tengah Jazirah Arabia.
Jazirah ini terletak di sebelah barat daya Asia. Di sebelah utara dibatasi oleh
daratan Syam, sebelah timur oleh Teluk Parsi dan Oman, sebelah selatan oleh
Lautan India, dan di sebelah barat dibatasi oleh laut Merah. Sebagian besar

5
daerahnya merupakan daerah tandus, tidak ada sungai yang mengalir dengan
tetap dan hanya terdapat beberapa yang kadang–kadang di genangi air, tetapi
kerap kali kering. Di sana–sini hanya merupakan daerah padang pasir yang
berupa fatamorgana sepanjang mata memandang.
Melihat letak geografisnya yang amat strategis, Makkah menjadi
tempat persinggahan para kafilah dagang yang datang dan pergi menuju ke
kota pusat perniagaan. Di Makkah telah tersedia pasar–pasar sebagai tempat
pertukaran barang–barang antar para saudagar dari Asia Tengah, Syam,
Yaman, Mesir, India, Irak, Ethiopia, Persia, dan Rum.
Secara geologi,[8] daerah ini lebih tepat disebut Anak Benua Arab
sebab memiliki plat tektonik tersendiri, Plat Arab. Negara Arab Saudi
meliputi hampir seluruh Jazirah Arab. Kebanyakan penduduk jazirah ini
tinggal di Arab Saudi dan Yaman. Jazirah ini mengandung sejumlah besar
minyak bumi dan merupakan tempat kota suci Islam, Mekkah dan Madinah,
keduanya di Arab Saudi. Uni Emirat Arab dan Qatar merupakan tempat
stasiun televisi berbahasa Arab utama seperti Al-Jazeera.
Secara geografis, jazirah ini terdiri dari:
1. plato tengah dengan padang rumput untuk ternak, dan lembah subur;
2. cincin gurun, Nefud di utara, berbatu, Arab Besar, pelengkap Sahara, di
selatan, berpasir, dikatakan sedalam 600 kaki, dan Dahna antara; dan
3. terbentang dari tanah pesisir, umumnya subur di barat dan selatan.
Arab tak memiliki danau atau sungai, hanya wadi, paling sering
kering; iklim menjadi panas dan gersang, tak berhutan, dan oleh karena itu
sedikit binatang liar; negara perdagangan dengan tanpa jalan atau jalur kereta
api, hanya rute karavan, masih tempat kelahiran ras yang untuk meluas di
globe, dan dari agama yang telah menjadi petunjuk hidup pada ribuan
manusia yang tersebar luas selama sekitar abad ke-13 hingga ke-14.
Terkadang istilah Timur Tengah digunakan pada jazirah saja, namun
biasanya merujuk pada daerah yang lebih besar; istilah Arab, bagaimanapun,
sering digunakan merujuk hanya pada Arab Saudi. Di waktu lain istilah Arab

6
bisa berarti seluruh Dunia Arab, terbentang dari Maroko di barat sampai
Oman di timur. arab sebagai tempat awalnya agama islam berkembang.
B. Bentuk Kepercayaan Suku Arab Pada Zaman Jahiliyah
Bangsa Arab yang bermukim di Jazirah Arab disebut Jahiliyah bukan
semata karena mereka tidak meyakini atau menganut suatu agama. Bahkan
realitanya, bangsa Arab adalah bangsa yang sudah berinteraksi dengan aneka
keyakinan keagamaan. Keberadaan agama-agama itu meskipun tidak
meninggalkan pengaruh yang berarti, namun telah membantu mereka untuk
mengenal agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu agama
Islam.
Secara umum, agama dan keyakinan yang dianut masyarakat Arab
sebelum Islam dapat dibagi kepada agama Samawi (langit), yaitu agama yang
bersumber dari wahyu dan agama Ardhi (bumi) yaitu agama yang
dikonstruksi oleh masyarakat setempat melalui sumber-sumber alam dan
lingkungannya.
Berikut akan diuraikan agama dan keyakinan bangsa Arab sebelum
kedatangan Islam
1. Agama Majusi
Majusi adalah istilah Al Qur’an untuk menyebut penganut
Zoroaster. Penganut ajaran ini berkembang di Iran dan sekitarnya,
wilayah kebudayaan dan peradaban bangsa Persia. Ajaran ini telah
menjadi agama resmi selama kekuasaan Dinasti Sassaniah sebelum
kedatangan ajaran Islam. Islam mengakui agama ini sebagai agama agama
wahyu dan pengikutnya sebagai Ahlul Kitab dengan status ahlu al zimmi.
Ajaran atau agama Majusi (Zoroaster) ini lahir sekitar 700 atau
800 SM, didirikan oleh Zarathustra. Zarathustra menciptakan himne-
himne gatha yang kemudian disusun dalam kitab penganut Zoroaster
yaitu Zend Avesta.
Ajaran-ajarannya mempengaruhi beberapa agama yang muncul
setelahnya, yaitu doktrin tentang kebangkitan postmortem, keberadaan
jiwa, surge dan neraka, akhir dunia, dunia yang mengikuti sebuah

7
peperangan antara kekuatan kebaikan dan kejahatan, serta kepercayaan
atas hari kiamat.
Penganut ajaran Majusi tersebar di daerah timur jazirah Arab yaitu
Oman, Bahrain dan Yamamah. Daerah-daerah ini sebelumnya berada di
bawah pengaruh politik dan kebudayaan bangsa Persia.
Sejak zaman Umar bin Khattab dan penguasa muslim sesuadahnya
mengakui penganut ajaran zoroastrianise sebagai “ahli kitab” yang
diberkati dengan sebuah agama wahyu (samawi). Status mereka adalah
kafir Zimmi. Tetapi, umat Islam dilarang mengawini perempuan dari
kalangan Majusi dan memakan sembelihan mereka, karena kitab suci
mereka telah diangkat dan tidak diakui lagi.
Kedekatan konsepsi dan ajaran Zoroaster/ Majusi ini dengan
ajaran Islam diduga kuat menjadi faktor kunci alih keyakinan (konversi)
penganutnya kepada agama Islam. Kodifikasi ajaran Islam yang lebih
sistematis dan landasan ajaran Islam yang bersumber dari kitab suci yang
jelas membuat penganut Majusi lebih mudah memahami ajaran Islam.

2. Agama Yahudi
Istilah Yahudi berasal dari dari kata hada yang berarti kembali dan
bertobat. Nama ini diberikan karena Nabi Mua pernah mengatakan;
sesungguhnya kami kembali (bertobat( kepada engkau…” (QS Al
A’raf:156). Agama Yahudi diakui sebagai agama wahyu dan pengikutnya
deisebut sebagai ahlu al kitab dengan status ahlu al zimmi.
Ajaran Yahudi bersumber dari kitab suci yang diturunkan kepada
Nabi Musa AS. Orang Yahudi menganggap bahwa syari’at itu hanya satu.
Syari’at bermula dari syari’at nabi Musa AS dan mencapai kesempurnaan
pada zaman Musa AS. Tidak ada syari’at-syariat sebelumnya kecuali
hukum-hukum yang diperoleh dari akal dan hukum-hukum yang lahir
berdasarkan kemaslahatan hidup manusia. Menurut mereka syari’at Musa
AS tidak mungkin dihapus (Nasakh). Melakukan nasakh berarti

8
perubahan dan pembatalan terhadap perintah Allah yang sudah ada
sebelumnya.

Konsepsi ajaran Yahudi inilah yang menjadi dasar kaum Yahudi


Arab menolak kehadiran Syariat Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. Penolakan ini menjadi sumber awal konflik diikuti
oleh-konflik berikutnya yang bersumber dari eksistensi penganut Yahudi
Arab yang merupakan kaum imigran di jazirah Arab. Imigran Yahudi ini
kemudian membentuk komunitas yang kuat di daerah Yatsrib (kelak
menjadi Madinah), Taima’, Fadak dan Wadi al Qura’
Pemukiman pertama Yahudi di sekitar Madinah adalah daerah
Khaibar (+ 160 km dari Yatsrib). Muhammad Ibrahim al Fayumi
sebagaimana dikutip Khalil Abdul Karim menyebutkan bahwa agama
Yahudi masuk ke Yatsrib bukan untuk menyebarkan misi, melainkan
karena beberapa sebab, di antaranya; 1) jumlah mereka yang besar di
Palestina ampai mencapai 4 juta jiwa, 2) tekanan yang dilancarkan kepada
mereka oleh pemerintah Romawi pada abad ke-1, 3) peruntuhan terhadap
rumah ibadah mereka.
Shalih Ahmad al Aly berpendapat, bahwa orang-orang Yahudi itu
berasal dari Syam setelah penaklukan Romawi atas Syam diiringi usaha
menghancurkan kelompok pengikut Yahudi. Kelompok suku yang pindah
ke tanah Hijaz adalah Bani Quraidzah, Bani Nadir dan Bani Hadal.
Kelompok suku inilah nantinya yang akan dominan penyebutannya dalam
sejarah Islam di Yastrib atau Madinah.
Pada prinsipnya tidak perbedaan syariat agama Yahudi dan Islam.
Tetap syari’at Islam datang mengkoreksi ajaran Yahudi yang telah banyak
diselewengkan dan ditakwilkan untuk kepentingan bangsa Yahudi.
Misalnya dalau Taurat yang telah ditakwilkan itu disebukan bahwa Bani
Ismail (keturunan Nabi Ismail) bukanlah bagian dari Bani Israil. Bani
Israil dalam konsepsi mereka adalah keluarga Ya’kub, Musa dan Harun.
Karena alas an itu pula lah mereka menolak kenabian Nabi Muhammad

9
SAW yang notabene keturunan Nabi Ismail dianggap tidak punya otoritas
yang sah sebagai nabi, karena bukan bagian dari bangsa Israil.
3. Agama Nasrani (Kristen)
Agama Nasrani atau di Indonesia secara resmi disebut agama
Kristen pada masa sebelum kedatangan Islam disebut sebagai agama
samawi yang banyak dianut oleh Bangsa Arab. Salah satu tokoh Nasrani
yang terkenal dalam sejarah Islam adalah Waraqah bin Naufal bis Asad
bin Abdul Uzza bin Qushay al Quraisyi. Ia adalah sepupu tertua dari jalur
ayah Khadijah, istri nabi Muhammad SAW. Waraqah bin Naufal adalah
seorang imam Nestorian yang dikenal sebagai salah seorang Kristen yang
membenarkan berita kedatangan nabi baru yaitu Nabi Muhammad SAW.
Agama Nasrani atau sering juga disebut agama Masehi ini tersebar
luas di jazirah Arab karena beberapa faktor seperti geografis, hitoris,
politik dan ekonomi. factor yang mendasari perkembangan agama ini
secara baik diuraikan oleh Khalil Abdul Karim dalam bukunya Hegemoni
Quraisy: Agama, Budaya, Kekuasaan.
Factor geografis: saat itu, nasrani udah hampir mnyerupai agama
resmi di wilayah Syiria, Iraq, Yaman dan Habsyi. Di wilayah uung jazirah
Arab juga pernah berdiri kerajaan Ghassan yang emua pimpinannya
beragama Nasrani. Demikian juga disekeling jazirah Arab juga ditemui
beberapa kerajaan baik kerajaan besar atau kecil yang ecara resmi
menganut ajaran Nasrani.
Faktor politis: Agama Nasrani merupakan upaya perpanjangan
kekuasaan Romawi melalui penyebaran agama kepada masyarakat Jazirah
Arab. Pemerintah Romawi (Byzantium) menggunakan agama demi
kelangsungan kekuasaannya dan me-Nashrani-kan suku-suku Arab untuk
kelangsungan kekuasaannya.
Faktor ekonomi: karena adanya hubungan perniagaan antara
orang-orang Arab dengan negeri Syam yang menganut Nasrani. Pada
musim-musim perdagangan dan haji, pedagang Nasrani Syam juga
banyak yang tinggal di Makkah dan turut mengembangkan ajaran

10
Nasrani. Selain itu, pada awal kemunculan Islam, Makkah dibanjiri oleh
budak-budak imigran dan budak yang diperoleh dari proses perdagangan
budak. Kebanyakan budak itu berasal dari Habsy dan mayoritas mereka
beragama Nasrani.
Ketiga agama yang disebut di atas dapat dikategorikan sebagai
agama wahyu dan pengikutnya diakui sebagai pengikut ahlul kitab dan
berstatus sebagai ahlu al zimmi. Keberadaan agama-agama samawi itu
sebagaimana disebut di awal tidak meninggalkan pengaruh yang berarti.
Bahkan pada umumnya masyarakat Arab sekitar Hijaz justru masih
banyak menganut keyakinan yang diwariskan secara turun temurun.
Konstruksi keyakinan keagamaan masyarakat Arab sesungguhnya
sangat sederhana, sesederhana cara hidup masyarakat gurun yang
menyukai kesederhanan, ketidakrumitan dan serba instan. Menurut Syafiq
A Mughni, kepercayaan masyarakat Arab pra-Islam adalah gabungan
antara kultus nenek moyang, fetisisme, totemisme dan animisme dan lain-
lain.
Adapun beberapa keyakinan yang disebut sebagai agama ardhi
antara lain sebagai berikut:
1. Pengkultusan terhadap nenek moyang
Keyakinan ini terwujud dalam sikap penghormatan berlebihan
terhadap pahlawan. Sikap ini berawal dari penghormatan terhadap
pemimpin dan pahlawan peperangan ketika mereka hidup. Pemimpin
bagi masyarakat Arab terutama Arab Semitik amat berkuasa
kehidupan masyarakat. Kekuasaan ini bahkan berlanjut hingga
pemimpin dan pahlwan itu meninggalnya. Begitu pula penghormatan
berubah menjadi pengkultusan. Pengkultusan itu termanifestasi dalam
bentuk kuburan, bangunan atau berhala yang dinisbahkan kepada
mereka. Demikian juga sya’ir-syair dalam karya sastra.
2. Fetisisme
Fetisisme termanifestasi dalam bentuk pemujaan terhadap
benda seperti batu dan kayu. Mereka meyakini batu dan kayu yang

11
mereka sembah mempunyai roh yang memberi kekuatan. Roh itu lah
yang mereka sembah dan roh itu dianggap dapat memberi kebaikan
dan menolak kejahatan.
3. Totemisme
Totemisme adalah pengkultusan dan penyembahan hewan
atau tumbuhan yang dianggap suci. Hal ini disebabkan
ketergantungan hidup mereka terhadap hewan dan tumbuhan. Oleh
sebab itu mereka melarang dan mengharamkan memburu, membunuh
dan memakan hewan atau tumbuhan jenis tertentu.
Kultus ini juga muncul dalam pemberian nama diri. Pada masa
itu banyak sekali orang member nama diri dan gelar kepada anak dan
kerabatnya dengan nama binatang, seperti Asad, Fahd (singa), Namir
(harimau), Kalb (anjing), Tsa’labah (kancil), Handalah (timun pahit)
dan nama-nama lainnya. Pemberian nama itu selain untuk
menghormati binatang dan tumbuhan sekaligus untuk penisbahan
watak dan tabiat seseorang sesuai dengan ciri-ciri binatang dan
tumbuhan yang dikultuskan itu.
4. Animisme
Animisme (ruhaniyyah) adalah kepercayaan akan adanya roh
baik dan roh ahat yang berpengaruh dalam kehidupan manusia. Air,
batu, api dan kayu diyakini memiliki roh dan dipercaya berpengaruh
terhadap manusia. Sebagian yang lain mempercayai bahwa roh itu
dapat berwujud darah, udara atau burung/hewan-hewan tertentu.
5. Kepercayaan lainnya
Kepercayaan lain yang berkembang di antaranya kepercayaan
terhadap jin yang dapat berwujud atau merupakan bentuk tertentu,
seperti binatang berbulu lebat dan panjang. Bahkan bisa berbentuk
manusia. Dalam masyarakat lain, keyakinan ini bisa disebut dengan
keyakinan akan adanya hantu yang dapat berubah wujud apa saja.
Keyakinan ini berdampak kepada keyakinan lainnya yaitu keyakinan
akan daerah angker yang dihuni oleh jin-jin tersebut. Tidak jarang,

12
menghadapi keyakinan seperti itu masyarakat Arab bersedia memberi
persembahan ke tempat angker tersebut.
Secara umum, untuk menggambarkan secara ringkas seluruh
keyakinan bangsa Arab pra Islam itu sebagai keyakinan penyembahan
berhala karena menjadikan benda yang dibentuk menjadi rupa
manusia atau binatang sebagai media penyembahan terhadap roh
nenek moyang, jin dan sebagainya. Maka berhala sebagai wujud
keyakinan mereka dapat disebut sebagai kebudayaan dan peradaban
yang terbentuk dari cara pandang mereka terhadap kekuatan lain di
luar dirinya.

C. Sejarah Hulafaurrosidin Dinasti Umayah


Bani Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan
Islam pertama setelah masa Khulafa’ ar-Rasyidin yang memerintah dari tahun
661 sampai 750 Hijriyah di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta di Kordoba
(Spanyol). Nama dinasti ini diambil dari nama tokoh Umayyah bin ‘Abdu
asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu
Muawiyah I.
Masa Kekhilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu
dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan –radhiyallaahu
‘anhu, dimana pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah menjadi
monarchiheridetis (kerajaan turun temurun), yaitu setelah Hasan bin ‘Ali –
radhiyallaahu ‘anhuma- menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada
Mu’awiyah bin Abu Sufyan –radhiyallaahu ‘anhu-, dalam rangka
mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat
terbunuhnya ‘Utsman bin Affan –radhiyallaahu ‘anhu-, perang Jamal dan
pengkhianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi’ah.
Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika
Muawiyah bin Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhu mewajibkan seluruh rakyatnya
untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid bin Muawiyah. Muawiyah
bin Abu Sufyan –radhiyallaahu ‘anhu- bermaksud mencontoh monarchi di

13
Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah,
namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk
mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “khalifah Allah” dalam
pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.
1. Proses Perpindahan kekuasaan dari al Khulafa’ ar Rasyidin Kepada Bani
Umayyah
Pengertian kata Bani menurut bahasa berarti anak, anak cucu atau
keturunan. Dengan demikian yang dimaksud Bani Umayah adalah anak,
anak cucu atau keturunan Bani Umayah, yaitu Umayyah bin Abdu
Syams dari satu keluarga. Kata Dinasti berarti keturunan raja-raja yang
memerintah dan semuanya berasal dari satu keturunan. Dengan demikian,
Dinasti Umayah adalah keturunan raja-raja yang memerintah yang
berasal dari Bani Umayah.
Adapun istilah lain yang sering digunakan adalah kata Daulah,
yang berarti kekuasaan, pemerintahan, atau negara. Dengan kata lain,
Daulah Bani Umayah adalah negara yang diperintah oleh Dinasti
Umayah yang raja-rajanya berasal dari Bani Umayah.
Ketika Ali bin Abi Tholib menjadi khalifah Muawiyyah menolak
mengakui kehalifahan Ali, dan ketika Ali tidak meghukum para
pembunuh Utsman, Muawiyah menyatakan diri sebagai penuntut balas
darah Utsman dan sekaligus sebagai pewaris jabatannya, maka terjadilah
persaingan antara Bani Umayyah dan Bani Hasyim, konfrontasi kontak
senjata antar keduanya itu terjadi di Siffin diperbatasan antara Suriah dan
Iraq. Dalam pada itu , Ali disamping mengalami penderitaan karena
perlawanan dan kekuatan kaum khawarij dan juga perlawanan dari para
pengikutnya di Iraq yang bersifat murtad dan munafik kepadanya serta
enggan memberikan pertolongan.
Ketika kemenangan hampir berada dipihak Ali Amr bin As
tangan kanan Muawiyah untuk bernegoisasi dengan mengangkat al-
Qur’an untuk berdamai, perdamain dilakukan dengan cara Tahkim, Amr
bin As diangkat sebagai perantara dari fihak Muawiyah dan Abu Musa

14
al-Asyari dari fihak Ali. Mereka bermufakat untuk menurunkan
kepemimpinan mereka masaing-masing, akan tetetapi keputusan dari
fihak muawiyah ternyata merugikan fihak Ali sehingga Ali menolaknya.
Namun Ali sangat sibuk menenteramkan bagian-bagian wilayah yang
mengakuinya sehingga tidak sempat memerangi Muawiyah. Sementara
itu Muawiyah berhasil mengusir gubernur yang diangkat Ali dari Mesir
yang kemudian mengirim pasukan untuk menyerbu Irak. Sebelum Ali
bertindak untuk menghukum pembangkangan Muawiyah terhadap
kepemimpinanya, salah satu lawan politiknya berhasil membunuh Ali
dalam suatu tindakan menuntut balas.
Muawiyah mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan bin Ali bin
Abu Thalib berdamai dengannya pada tahun 41 Hijriyah. Umat Islam
membaiat Hasan setelah ayahnya itu wafat. Namun ia menyadari
kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan
umat Islam kepada Muawiyah sehingga tahun itu dinamakan ‘ Amul
Jama’ah ( Tahun Persatuan ) . Muawiyah menerima kekhalifahan di
Kufah dengan syarat – syarat yang diajukan oleh Hasan, yakni :
a. agar Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap seorangpun
penduduk Iraq
b. menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka
c. agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan kepadanya dan
diberikan tiap tahun
d. agar Muawiyah membayar kepada saudaranya Husain 2 Juta dirham
e. pemberiaan kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari
pemberiaan kepada Bani Abdis Syam.
Muawiyah dibaiat oleh umat Islam di Kufah, sedangkan Hasan
dan Husain dikembalikan ke Madinah. Hasan wafat dikota Nabi itu pada
tahun 50 Hijrah .

2. Mekanisme Pergantian Khalifah Bani Umayyah

15
Muawiyah bin Abu Sofyan dilahirkan sekitar 15 tahun sebelum
hijriah, dan masuk Islam pada saat penaklukkan kota Makkah bersama-
sama penduduk kota Mekkah lainnya. Setelah masuk Islam, Nabi
Muhammad mengangkatnya sebagai anggota siding dari penulis wahyu.
Dalam perjalanan sejarah hidupnya, ia diangkat sebagai gubernur
Syam pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Dari sinilah karier politik
Muawiyah bin Abu Sofyan di mulai. Setelah kemenangannya dalam
peristiwa “Tahkim Daumatul Jandal” dan proses perdamaian yang
dilakukan Hasan bin Ali dalam peristiwa “Ammul Jama’ah”
mengantarkan Muawiyah bin Abu Sofyan menjadi khalifah dalam
pemerintahan Islam.
Adapun langkah pertama yang dilakukannya adalah
memindahkan ibu kota pemerintahan Islam dari Madinah ke kota
Damaskus di wilayah Suriah. Disamping itu ia juga mengatur tentara
dengan cara baru dengan meniru aturan yang ditetapkan oleh tentara di
Bizantium, membangun administrasi pemerintahan dan juga menetapkan
aturan kiriman pos. Muawiyah meninggal Dunia dalam usia 80 tahun dan
dimakamkan di Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.
Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh Muawiyah bin Abi
Sofyan sangat bertolak belakang dengan sistem kepemimpinan pada
masa Khulafaurrosyidin. Pada masa ini sistem kepemerintahan yang
digunakan adalah sistem demokrasi, yaitu sistem pemerintahan yang
berazaskan musyawarah dalam mengambil keputusan dan pemilihan
pemimpin dilakukan oleh rakyat.
Dengan meninggalnya khalifah Ali Bin Abi Thalib dari Khulafaur
Rasyidin, maka bentuk pemerintahan Islam yang dirintis Nabi
Muhammad SAW berubah dari system demokrasi menjadi monarkhi
(kerajaan) yaitu seorang pemimpin yang menjadi raja diwariskan secara
turun temurun berdasarkan jalur nasab atau keturunan . Daulah Bani
Umayyah didirikan oleh Muawiyah Bin Abi Sufyan bin Harb bin
Umayyah.

16
Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi
dan tipu daya tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak . Suksesi
kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya
Yazid. Muawiyah (memerintah 661-750) adalah orang yang
bertangungjawab atas sistem suksesi kepemimpinan dari yang bersifat
demokratis dengan cara pemilihan dengan cara pemilihan kepada yang
bersifat keturunan. Hal demikian ditentang oleh Husein bin Ali dan
Abdullah bin Zubair yang kemudian meninggalkan madinah,
pertentangan ini melahirkan perang saudara kedua.
Secara geneologis (garis keturunan) Muawiyah bin Abi Sofyan
bertemu dengan silsilah keluarga Nabi Muhammad SAW pada Abdul
Manaf. Keluarga Nabi Muhammad SAW dikenal dengan sebutan Bani
Hasyim, sedangkan keluarga Umayah disebut dengan Bani Umayyah.
Nama-nama khalifah Bani Umayah yang berkuasa selama kurang lebih
91 tahun, terdiri dari empat belas khalifah, yaitu:
1. Muawiyah bin Abi Sofyan (41-60 H/661-680 M)
2. Yazid bin Muawiyah (60-64 H/680-683 M)
3. Muawiyah bin Yazid (64-64H/683-683 M)
4. Marwan bin Hakam (64-65 H/683-685 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M)
6. Al-Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/715-716 M)
8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/716-720 M)
9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724 M)
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/ 724-743 M)
11. Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)
12. Yazid bin Walid (126-127 H/744-744 M)
13. Ibrahim bin Walid (127-127 H/ 744-745 M)
14. Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-750 M)

17
Di antara 14 orang khalifah Bani Umayah yang berkuasa selama
lebih kurang 91 tahun, terdapat beberapa orang khalifah yang dianggap
berhasil dalam menjalankan roda pemerintahan. Adapun nama-nama
khalifah Bani Umayah yang menonjol karena prestasinya adalah:
1. Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan
2. Khalifah Abdul Malik bin Marwan
3. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik
4. Khalifah Umar bin Abdul Aziz
5. Khalifah Hisyam bin Abdul Malik

3. Wewenang Khalifah
Wewenang Khalifah begitu luas, selain memimpin, mengatur,
mengawasi roda pemerintahan juga mengatur dan menguasai Baitul
Mal. Pada masa Khulafaurrosidin Baitul Mal ini berfungsi sebagai harta
kekayaan rakyat, dimana setiap warga negara memiliki hak yang sama
terhadap harta tersebut. Akan tetapi berbeda dengan masa Bani Umayah
yang mana Baitul Mal ini beralih kedudukan menjadi harta kekayaan
keluarga raja.
Selain itu seorang khalifah mempunyai wewenang untuk
membentuk, dan menentukan seorang figur pemimpin dalam sebuah
lembaga – lembaga. Adapun lembaga-lembaga itu adalah:
a. Membentuk Diwanul Hijabah, yaitu sebuah lembaga yang bertugas
memberikan pengawalan kepada kholifah
b. Membentuk departemen pencatatan atau Diwanul Khatam, yaitu
lembaga yang bertugas untuk mencatat semua peraturan yang
dikeluarkan oleh kholifah di dalam berita acara pemerintahan
c. Membentuk Dinas pos atau Diwanul Barid,yaitu departemen pos dan
transportasi, yang bertugas menjaga pos-pos perjalanan dan
menyediakan kuda sebagai alat transportasi.
d. Membentuk Shohibul Kharraj (pemungut pajak).

18
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, masih banyak lagi
wewenang seorang khalifah yaitu menentukan, mengawasi dan
mendapatkan bagi hasil dari setiap wilayah ( Gubernur ) dibawah
kekuasaan kekhalifahannya. Khalifah juga berwenang mengangkat
Majlis Penasehat sebagai pendamping , juga mengangkat beberapa orang
sekretaris.
4. Struktur Pemerintahan
Struktur pemerintahan Bani Umayah diantaranya terdiri dari
Majlis Penasehat sebagai pendamping , juga terdapat beberapa orang
sekretaris untuk membantu pelaksanaan tugas seorang khalifah, yang
meliputi :
a. Katib Ar Rasail, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
administrasi dan surat menyurat dengan para pembesar setempat.
b. Katib Al Kharraj, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
penerimaan dan pengeluaran negara.
c. Katib Al Jundi, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan berbagai
hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
d. Katib As Syurtah, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
e. Katib Al Qudat, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib
hukum melalui badan peradilan dan hakim setempat.
Untuk memperkuat pemerintahannya maka seorang khalifah juga
mengangkat seorang Gubernur yang handal, dan jujur kepadanya
diantaranya Amru bin Ash diangkat menjadi Gubernur Mesir, Mughirah
bin Syu’bah menjadi guberbur di kufah, Ziyad bin Abihi diangkat
menjadi Gubernur Bashrah.
5. Hubungan antara Pusat dan Daerah .
Diawal kekhalifahan Bani Umayah mengalami kemajuan yang
pesat salah satu sebabnya adalah daerah-daerah dibawah kekuasaan
khalifah yang tetap taat dan mematuhi segala aturan yang dibuat oleh
seorang khalifah, hubungan antara pusat dan daerah berjalan dengan

19
kondusif. Namun hubungan antara Pusat dan daerah menjadi lemah ,
wibawa seorang khalifah menjadi hilang dan tidak lagi dihargai dimata
bawahannya disebabkan gaya hidup mewah para khalifah, kebiasaan
pesta dan berfoya-foya .
Pengelolaan Baitul Mal ( harta kekayaan rakyat ), dimana setiap
warga negara memiliki hak yang sama terhadap harta tersebut. Akan
tetapi berbeda dengan masa Bani Umayah yang mana Baitul Mal ini
beralih kedudukan menjadi harta kekayaan keluarga raja . Kecemburuan
masyarakat yang mengakibatkan hilangnya kepercayaan kepada seorang
khalifah.
6. Sebab-sebab kemunduran dan Kehancuran Daulah Bani Umayyah
Diantara yang menyebabkan kemunduran Daulah Bani Umayyah
adalah :
a. Khalifah memiliki kekuasaan yang absolut, tidak mengenal
kompromi, pergantiaan Khalifah hanya melalui garis keturunan .
b. Gaya hidup mewah para khalifah, kebiasaan perta dan berfoya-foya
dikalangan istana yang menyebabkan rendahnya moralitas.
c. Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan
Khalid, yang menyebabkan perebutan kekuasaan diantara para calon
Khalifah.
d. Banyaknya gerakan-gerakan pemberontakan selama masa
pertengahan sampai dengan akhir pemerintahan Bani Umayyah.
e. Pertentangan antara arab utara dan arab selatan semakin meruncing,
sehingga pemerintahan Bani Umayyah kesulitan mempertahankan
keutuhan negaranya.
Keruntuhan Bani Umayyah ditandai dengan kekalahan Marwan
Bin Muhammad dalam pertempuran Zeb Hulu melawan pasukan Abu
Muslim al-Kurasani pada tahun 748 M. pada peristiwa itu terjadi
pembersihan etnis terhadap anggota keluarga Bani Umayyah.
Sebab-sebab keruntuhannya sebagai berikut :
a. Terjadinya persaingan kekuasaan didalam anggota keluarga kerajaan

20
b. Tidak ada pemimpin politik dan militer yang handal yang mampu
mengendalikan kekuasaan dan menjaga keutuhan negara
c. Munculnya berbagai gerakan perlawanan yang menentang kekuasaan
Bani Umayyah, antara lain gerakan kelompok Syi’ahSerangan
pasukan Abu Mulim al-Khurasani dan pasukan Abdul Abbas kepusat-
pusat pemerintahan dan mengahancurkannya.

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jazirah Arab merupakan suatu daerah berupa pulau yang berada di
antara benua Asia dan Afrika, seolah–olah daerah Arab itu sebagai hati bumi
(dunia). Sebelah Barat daerah Arab di batasi oleh laut Merah, sebelah timur di
batasi oleh teluk Persia dan laut Oman atau sungai–sungai Dajlah (Tigris) dan
Furat (Euphrat). Sebelah Selatan di batasi oleh laut Hindia dan sebelah utara
oleh Sahara Tiih (lautan pasir yang ada di antara negeri Syam dan sungai
Furat). Itulah sebabnya daerah Arab itu terkenal sebagai pulau dan dinamakan
Jaziratul-Arabiah.
Secara umum, agama dan keyakinan yang dianut masyarakat Arab
sebelum Islam dapat dibagi kepada agama Samawi (langit), yaitu agama yang
bersumber dari wahyu dan agama Ardhi (bumi) yaitu agama yang
dikonstruksi oleh masyarakat setempat melalui sumber-sumber alam dan
lingkungannya.
Masa Kekhilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu
dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan –radhiyallaahu
‘anhu, dimana pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah menjadi
monarchiheridetis (kerajaan turun temurun), yaitu setelah Hasan bin ‘Ali –
radhiyallaahu ‘anhuma- menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada
Mu’awiyah bin Abu Sufyan –radhiyallaahu ‘anhu-, dalam rangka
mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat
terbunuhnya ‘Utsman bin Affan –radhiyallaahu ‘anhu-, perang Jamal dan
pengkhianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi’ah.
Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah
bin Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhu mewajibkan seluruh rakyatnya untuk
menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu
Sufyan –radhiyallaahu ‘anhu- bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan
Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia
memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan

22
tersebut. Dia menyebutnya “khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa”
yang diangkat oleh Allah.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan
makalah dalam kesimpulan di atas.

23
DAFTAR PUSTAKA

http://ukonpurkonudin.blogspot.com/2011/08/jazirah-arab.html
http://nasirsalo.blogspot.com/2017/10/kepercayaan-bangsa-arab-sebelum-
islam_92.html

24

Anda mungkin juga menyukai