Anda di halaman 1dari 46

MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.

Hum

MODUL

SEJARAH PERADABAN
ISLAM
PRIODE ARAB PRA-ISLAM

RAVICO, M.Hum

1
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

LEMBAR PENGESAHAN

MODUL PEMBELAJARAN
SEJARAH PERADABAN ISLAM; PRIODE ARAB PRA-ISLAM

Oleh
RAVICO, M.Hum
NIP.198808132018011001

Modul ini disusun sebagai pedoman dan acuan dalam pelaksanaan


Pembelajaran Sejarah Peradaban Islam

Dinyatakan Dapat Digunakan

Disahkan Pada Tanggal ….Januari 2022

Mengetahui,
Ketua Jurusan SPI Dosen Pengampu

Ravico, M,Hum Ravico, M.Hum


NIP.198808132018011001 NIP.198808132018011001

2
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt.


Alhamdulillahi Rabbil ’Aalamin, atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan modul ini.
Shalawat dan salam dengan ucapan Allahumma sholli ’ala
Muhammad wa ’ala ali Muhammad penulis sampaikan untuk
junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw.
Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan
mahasiswa IAIN Kerinci pada mata kuliah Sejarah Peradaban
Islam. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengulangan
sebuah topik hanya karena penyajian yang berbeda berdasarkan
jenjang pendidikan. Dengan demikian pengguna modul ini secara
mandiri dapat mengukur tingkat ketuntasan yang dicapainya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa modul ini tentu
punya banyak kekurangan. Untuk itu penulis dengan
berlapang dada menerima masukan dan kritikan konstruktif
dari berbagai pihak demi kesempurnaannya di masa yang akan
datang. Akhirnya kepada Allah jualah penulis bermohon semoga
semua ini menjadi amal saleh bagi penulis dan bermanfaat bagi
pembaca.
Sungai Penuh, Januari 2022
Penulis,

Ravico, M.Hum

3
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ................................................................................................ 3
DAFTAR ISI................................................................................................................. 4
BAB I SEMENANJUNG ARAB PRA-ISLAM
A. Geografi Semenanjung Arab .................................................... 5
B. Iklim di Semenanjung Arab ...................................................... 11
C. Demografi Arab ............................................................................. 13
D. Pembagian Masyarakat Arab .................................................. 16
1. Arab Bai’idah ............................................................................ 16
2. Arab Al-Arabiah ....................................................................... 17
3.Arab Mustari’bah ..................................................................... 19
E. Suku Masayarakat ....................................................................... 22
1. Suku Baduwi ............................................................................. 22
2. Suku Hadlar ............................................................................... 24
BAB II KEHIDUPAN ARAB PRA ISLAM
A. Kehidupan Agama ....................................................................... 27
B. Kehidupan Ekonomi .................................................................. 31
C. Kehidupan Sosial ......................................................................... 33
D. Kehidupan Politik ........................................................................ 35
BAB III KERAJAAN-KERAJAAN ARAB PRA ISLAM
A. Kerajaan Ma’in .............................................................................. 38
B. Kerajaan Saba ............................................................................... 39
C. Kerajaaan Himyar ....................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................46

4
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

BAB
SEMENANJUNG ARAB PRA-ISLAM
I

A. Geografi Semenanjung Arab


Secara bahasa Arab memiliki arti padang pasir, tanah gundul dan
gersang yang tiada air dan tanamannya. Sebutan dengan istilah ini
sudah diberikan sejak dahulu kepada Jazirah Arab (Al-
Mubarakfuri,1997:25). Hampir semua orang Arab bermukim di
Semenanjung Arab, kalaupun ada yang bermukim di luar kawasan
tersebut jumlahnya sangat sedikit. (Husaini,1992: 18). Semenanjung
atau jazirah adalah formasi geografis yang terdiri atas pemanjangan
daratan dari badan daratan yang lebih besar (misalnya pulau atau
benua) yang dikelilingi oleh air pada 3 sisinya. Secara umum,
semenanjung adalah tanjung yang (sangat) luas. Sedangkan tanjung
sendiri adalah daratan yang menjorok ke laut, atau daratan yang
dikelilingi oleh laut di ketiga sisinya.
Secara geografi Jazirah Arab terletak di Barat-Daya Benua Asia. Di
bagian Utara berbatasan dengan Sahara Negeri Syam, bagian Timur
berbatasan dengan Teluk Persia dan Laut Oman, bagian Selatan
berbatasan dengan Samudera Hindia dan bagian Baratnya dengan
Laut Merah. Secara politik, Jazirah Arab terdiri dari negara Arab
Saudi, Kuwait, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Bahrain.
Sedangkan secara geologi, daerah ini lebih tepat disebut Anak Benua
Arab sebab memiliki plat tektonik tersendiri, Plat Arab.
Datarannya yang tertinggi terletak di bagian barat membujur
ke Timur hingga Negeri Oman. Di Jazirah Arab tidak terdapat sungai
yang mengalir terus-menerus, di sana hanya terdapat beberapa
lembah yang kadang berair dan kadang kering. Di bagian tengah
Jazirah Arab terdapat Gurun Sahara yang paling luas dan keadaan

5
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

alamnya di masing-masing kawasan tidaklah sama


(Husaini,1992:18).

Gambar 1. Peta Semenanjung Arab

6
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

Gambar 2. Kondisi Alam di Semenanjung Arab

Kawasan sahara yang bernama “Badiyatus Samawah”, saat ini


dikenal dengan “Sahara Nufud” terletak di bagian utara, membentang
dari Utara ke Selatan sepanjang 140 mil, dan dari Timur ke Barat
sepanjang 180 mil (Amin, 1975:1). Kawasan sahar ini sangat sulit
dilalui, karena kawasan ini tidak ada sumur dan mata air. Selian itu
kondisi alam yang sangat ekstrim.
Kawasan Sahara yang terletak di bagian Selatan dan
berbatasan dengan sahara “Badiyatus-Samawah membentang dari
timur hingga ke Teluk Persia dan luasnya diperkirakan 50.000 mil
persegi. Kondisi geologi Sahara ini pada umumnya keras, terdapat
banyak bebatuan kecil dan pasirnya bergelombang. Pada umumnya
wilayah ini gersang, namun beberapa bagian saja terdapat
pepohonan seperti semak belukar, hutan dan pohon kurma. Orang
Arab menyebut kawasan Sahara ini dengan berbagai nama. Bagian
yang terletak antara Yaman Utara dan Hadramaut mereka menamai
“Al-Ahqaf”, dan yang tinggal di bagian Utara Maharah mereka
menamai “Ad-Dahna”, kawasan tersebut kini lebih dikenal dengan
nama “Ar-Rub’ul Khalil”.
Sahara selanjutnya yaitu “al-Harrat”, jamak dari kata
“Harrah” yang berarti tanah yang penuh dengan batu-batuan hitam
pekat seolah-olah terbakar api. Di kawasan Harrat ini terdapat

7
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

banyak batu-batu vulkanik yang berserakan dari Timur Hauran


hingga ke Madinah. Kota Madinah sendiri terdapat dua Harrah. Di
jazirah Arab banyak terdapat harrah. Menurut perhitungan Yaqur di
dalam “Mujam”-nya berjumlah 29 harrah, yang paling terkenal di
antaranya ialah Harrah Waqim (Husaini,1992:19)
Al-Dahna (tanah merah), dataran berpasir merah yang membentang
dari Nufud besar di utara hingga al-Rab’al-Khalildi selatan. Hamparan
gurun pasir ini membentuk pola busur besar mengarah ke sebelah
tenggara, dengan panjang lebih dari 1020 km. Ketika musim hujan
al-Dahna diselimuti oleh bentangan padang rumput hijau yang
menarik orang-orang Badui danternaknya selama beberapa bulan
dalam setahun (Hitti,2010;18).

Gambar 3. Kawasan Gurun Sahara yang membentang di Jazirah Arab

8
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

Berdasarkan kondisi alam yang dimukimi masyarkat Arab,


Jazirah Arab dibagi menjadi lima bagian wilayah yaitu Tihamah,
Hijaz, Najd dan al-Arudh. Tihamah yaitu wilayah yang membentang
sejajar dengan pantai Laut Merah mulai Yanbu sampai Najran di
Yaman. Hijaz yaitu wilayah yang terletak di sebelah Utara Yaman dan
sebelah Timur Tihamah. Najd yaitu wilayah yang membentang di
antara Yaman di sebelah Selatan dan Sahara di sebelah Utara. Yaman
yaitu wilayah yang membentang dari Neajd sampai Samudera Hindia
di sebelah Selatan dan Laut Merah di sebelah Barat. Sedangkan al-
Arudh yaitu wilayah yang meliputi Yamamah, Oman dan Bahrain.
Gustav Le Bon yang dikutip oleh Hasan Ibrahim Hasan
memberikan penjelasan lebih rinci bahwa Hijaz adalah daerah
pergunungan berpasir yang terletak di bagian tengah dari wilayah
strategis di bagian Utara dari arah Laut Merah. Wilayah tersebut
terdiri dari beberapa lembah yang terletak di celah-celah
pergunungan as-Surah yang membentang mulai dari Syam sampai ke
Najran di Yaman. Dari beberapa lembah tersebut kemudian
dimanfaatkan oleh orang-orang Arab untuk membagun tempat
tinggal seperti Makkah, Yatsrib (saat ini Madinah), dan Thaif.
Hijaz termasuk ibu kota negeri Arab. Dibandingkan dengan
wilayah lainnya Hijaz memiliki kelebihan yang tidak pernah dijajah.
Walaupun pasukan Habasyah dan Persia pernah menginjakan kaki di
negeri Yaman atau pasukan Persia dan Romawi juga pernah
menjajah sampai ke Harrat dan Gassan, namun kekuatan asing itu
tidak mampu menembus sampai ke pusat Jazirah Arab atau Hijaz.
Dari catatan di atas melahirkan statemen baru dari sisi watak sosial,
masyarakat Hijaz memiliki keperibadian yang keras dan tidak mau
terjajah, setiap penjajah yang tiba disana memperoleh perlawanan
yang sangat gigih. Masyarakat Hijaz terus melakukan perlawanan
untuk mempertahankan wiayahnya dari serangan pasukan asing dan
menjaga kota suci Nabi Ibrahim. Selain itu, Hijaz bukanlah negeri
yang kaya sehingga tidak menjadi impian bagi orang-orang untuk
tinggal di sana.

9
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

Walaupun bukan negeri yang kaya dengan sumber kekayaan


alam, kondisi alam yang gersang, tandus dan tidak bersahabat
wilayah Hijaz terkhususnya wilayah Makkah, ternyata memiliki daya
tarik tersendiri bagi para pelancong. Wilayah Makkah menyimpak
kekudusan yang menciptakan ketenangan batin. Hal ini telah
diungkapkan oleh Al-Azraqi dalam karyanya Akhbar Makkata wa Ma
Jaa fiha min al-Atsar menurutnya:

“Meskipun wilayah ini –Makkah- tidak memiliki kekayaan


alam, tetapi harus diakui ia dapat mengisi ruang spiritual
masyarakat Arab. Kecenderungan beribadah merupakan
suatu yang bersifat manusiawi dan Illahi, sehingga setiap
orang akan mencari tempat untuk mengisis ruang bathin
mereka.”

Hal ini menunjukan bahwa jauh sebelum Islam, wilayah Hijaz


merupakan wilayah dengan spiritual yang tinggi yang menjadi poros
Illahiah. Kajian mengenai Kota Makkah sebagai poros spiritual juga
dibuktikan dengan hasil penelitian modern yang menyatakan
Makkah sebagai pusat bumi.
Dataran di Semenanjung Arab menurun dari barat ke Teluk Persia
dan dataran rendah Mesopotamia. Tulang punggung semenanjung
ini merupakan gugusan pegunungan yang berbaris sejajar denga
pantai sebeah barat dengan ketinggian lebih dari 9.000 kaki di
Madyan di sebelah utara dan 14.000 kaki di Yaman di sebelah
selatan. Gunung al-Sarah di Hijaz mencapai ketinggian 10.000 kaki.
Dari bagian tulang punggung ini, kaki gunung sebelah timur
menurun dan panjang, sedangkan sebelah barat mengarah ke Laut
Merah, curam dan pendek. Sisi selatan Semenanjung Arab, tempat air
laut terus mengalami penusutan rata-rata 72 kaki per tahun,
dibingkai oleh dataran-dataran rendah, Tihamah (Hitti,200217).
Najd atau Nejd dalam bahasa Arab secara harfiah berarti “dataran
tinggi” yang ketinggiannya 762 hingga 1.525 meter di atas

10
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

permukaan laut. Najd dibatasi oleh pegunungan Hijaz dan Yaman ,


sebelah timur oleh wilayah historis Bahrain serta di utara oleh
Suriah dan Irak. Batas Selatan Najd adalah Hamparan padang pasir
terluas di dunia yang bernama Rub al-Khali, sedangkan batas barat
daya ditandai oleh lembah Wadi Ranyah, Wadi Bisha, dan Wadi
Tathlith. Bagian timur wilayah ini ditandai dengan perkampungan-
perkampungan oasis, seda di daerah lainnya sedikit didiami oleh
suku nomaden Badui. Orang yang berasal dari Najd disebut Najdi.
Al-Arudh secara geografinya termasuk wilayah Jamamah dan
Bharaen. Al-Arudh memiliki makna membentang, wilayah ini
dinamakan al-Arudh karena ia membentang antara tanah Yaman,
Najd, dan Iraq.

B. Iklim di Semenajung Arab


Iklim di Jazirah Arab pada umumnya sangat panas. Pada
musim kemarau udara di daerah-daerah dataran tinggi cukup
sedang, tetapi pada musim dingin airnya membeku. Hembusan angin
timur yang sejuk sering dinamai “as-shaba”. Sejuknya iklim di musim
dingin sering dijadikan tema dalam syair-syair bangsa Arab
(Husaini,1992:20).
Meskipun diapit oleh lautan di sebelah barat dan timur, laut
tersebut terlalu kecil untuk dapat mempengaruhi kondisi cuaca Afro-
Asia yang jarang turun hujan. Laut di sebelah Selatan memang
membawa partikel air hujan tapi badai gurun (samum) musiman
menyapu wilayah tersebut dan hanya menyisakan sedikit
kelembaban di wilayah daratan (Hitti, 2010:20).
Di Hijaz, tempat kelahiran Islam, musim kering yang
berlangsung selama tiga tahun lebih merupakan hal yang lumrah.
Hujan badai yang singkat dan banjir yang cukup besar kadang-
kadang menimpa Makkah dan Madinah, dan pernah beberapa kali
hampir meruntuhkan bangunan Ka’bah. Setelah hujan turun,
tanaman gurun untuk makanan ternak bertumbuhan. Rata-rata suhu
pertahun di dataran rendah Hijaz mendekati 90° F. Kota Madinah

11
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

terasa lebih segar jika dibandingkan denga Kota Makkah, suhu di


Madinah sedikit di bawah 70° F.
Secara iklim negeri Yaman dan Asir mendapatkan curah hujan
yang cukup untuk bercocok tanam. Shan’a ibu kota Moderen Yaman
memiliki ketinggian lebih dari 7.000 kaki di atas permukaan laut
yang menjadikannya sebagai kota terbaik dan terindah di
Semenanjung. Walaupun tidak merata kesuburannya, bisa dijumpai
di sekitar pesisir. Permukaan tanah Hadramaut dicirikan dengan
perbukitan landai yang cukup mengandung air bawah tanah. Oman,
wilayah paling Timur mendapat curah hujan yang cukup. Daerah –
daerah yang sangat panas dan kering adalah Jedah, Hudaidah dan
Maqsat.

Gambar 4. Kondisi Mekkah Saat Musim Hujan

Semenanjung Arab sama sekali tidak memiliki satu pun sungai besar
yang mengalir sepanjang dua musim dan bermuara di laut. Ia juga
tidak memiliki aliran sungai yang bisa dilalui kapal. Sebagai ganti
sungai, Semenanjung Arab memeiliki jaringan wadi (danau) yang
menampung limpahan curah hujan yang cukup deras. Wadi-wadi ini
juga memiliki peran lain. Mereka menjadi penentu rute perjalan
khalifah dan Jemaah Haji.

12
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

Seorang ahli geografi abad ke-10, al-Istakhari, menyebutkan


haya satu tempat di Hijaz yaitu bukit di dekat Thaif yang airnya
membeku. Al_hamdani juga menyebutkan adanya iar dingin
membeku di Shan’a. selain tempat-tempat tersebut, Gleser juga
menambahkan tempat lain seperti Bukit Hadhur al-Syaih di Yaman,
tempat slaju turun hampir setiap Musim dingin. Embun es juga lebih
banyak di jumpai di sana (Hitti,1994:22)

C. Demografi Arab
Banyak ahli penelitian menyimpulkan, bahwa orang-oarang Arab
penduduk di Jazirah Arab berasal dari satu keturunan. Pada
ghalibnya mereka adalah orang-orang Badawi (nomaden) dan
sebagian besar hidup sebagai kabilah-kabilah pengembara, tidak
bermukim tetap dan tidak terikat dengan tanah pemikimannya
sebagaimana yang lazim berlaku di kalangan kaum tani. Mereka
menantikan kedatangan musim hujan (Husaini,1992:21).
Sejarah bangsa Arab telah mengalami kemajuan dalam
metode penelitiannya. Sejarah demografi bangsa Arab telah
diselidiki dengan berbagai pedekatan ilmu pengetahuan.
Penyelidikan pada perbandingan dan keterkaitan antara bahasa
Ibrani, Asyur, Babil, dan Punisia ternyata memiliki keterkaitan yang
sangat kuat. Data ini juga diperkuat dengan penyelidikan penelitian
yang bersandarkan pada ilmu biologi dan antropologi yang
menegaskan bentuk dan perawakan seperti rambut hitam, janggut
tebal, warna kulit dan lainnya. Penelitian ini menegaskan bahwa
bangsa Arab tergolong bangsa semit (bangsa Seam). (Hamka,2005:15).

Sebagai tempat kelahiran bangsa Semit, semenanjung Arab


menjadi tempat menetap orang-orang yang kemudian berimigrasi ke
wilayah Bulan Sabit Subur -kini wilayah Timur Tengah yang
membentang dari Israel hingga Teluk Persia, termasuk di dalamnya
Sungai Tigris dan Efrat di Irak sekarang-, yang kelak dikenal dalam

13
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

sejarah sebagai bangsa Babilonia, Assyria, Phonesia, dan Ibrani.


Sebagai tempat munculnya tradisi Semit sejati.

Gambar 5 .Wilayah Bulan Sabit Subur

Istilah Semit berasal dari kata syem yang tertera dalam


Perjajian Lama (Kitab Kejadian,10:1) melalui bahasa Latin dalam
Vulgate (Injil berbahasa Latin yang ditulis oleh St. Jerome pada abad
ke-4 (Hitti,2002:10). Pernyataan bangsa Arab tergolong sebagai
bangsa semit masih menjadi kontadiktif, istilah “semit” sering
dikonotasikan sebagai bangsa Yahudi. “Karakteristik Semit” yang
sering kali dirujuk, termasuk bentuk hidung yang khas, sama sekali
tidak ada hubungannya dengan Semit. Karakteristik itu merupakan
karakteristik yang membedakan orang Yahudi dari rumpun Semit
lainnya.
Banyak ahli merujuk pada peta perkembangan bahasa Asia
Barat, bahwa Suriah, Palestina, Arab Saudi dan Irak, saat ini didiami
oleh orang-orang yang berbahasa Arab. Jika kembali merujuk pada

14
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

sejarah kuno, mulai pertengahan millennium keempat sebelum


Maseh, orang-orang Babilonia (pada awalnya disebut orang-orang
akadia, sesuai dengan nama ibu kota mereka, Akkadu di Agade),
Assyiria dan berikutnya orang-orang Khaldea menduduki lembah
Tigris-Efrat; setelah 2500SM, orang-orang Aramia dan Kana
(termasuk orang-orang Phonesia) menempati Suriah; dan sekitar
1500 SM orang-orang Aramia tinggal di Suriah, sedangkan orag-
orang Ibrani mendiami daerah Palestina. Dengan berhasilnya
disebutkan di atas tulisan Arab kuno pada pertengahan abad ke 19
dan dilakukan kajian kompratif tentang bahasa Assyria-Babilonia,
Ibrani, Aramik, Arab dan Etiopia, menemuka bahwa bahasa-bahasa
itu memiliki kesamaan yang menakjubkan dan karenanya semuanya
dianggap berasal dari rumpun yang sama (Hitti,2002:11). Dengan
demikian, kesamaan bahasa itu tidak lain merupakan manifestasi
dari kesamaan karakter kebangsaan mereka. Hal itu misalnya bisa
dilihat dari kedalaman naluri keagamaan, kegamblangan imajinasi,
ketegasan individualitas dan kekerasan sikap mereka.
Selanjutnya mengenai tempat asal bangsa ini, para sarjana
memiliki hipotesis yang berbeda. Ada beberapa sarjana
mempertimbangkan hubungan etnis yang demikian luas antara
rumpun Semit Hamit, berpendapat bahawa tempat asal mereka
adalah di Afrika sebelah timur; yang lainnya karena terpengaruh
oleh tradisi Perjanjian Lama, menyimpulkan bahwa Mesopotamia
adalah tempat tinggal pertama mereka; tetapi pandangan yag
memeilih Semenanjung Arab –didasarkan dampak kumulatif
mereka- sebagai tempat asal mereka lebih masuk akal. Teori
Mesopotamia dengan sendirinya gugur karena mengasumsikan
sebuah bangsa yang muncul dari tahapan kehidupan pertanian di
pinggir sungai menuju tahap kehidupan nomad, teori yang
berlawanan dengan hukum sosiologi yang terkait dengan priodisasi
sejarah. Teori Afrika justru memunculkan banyak pertanyaan, bukan
jawaban (Hitti,2002:12).

15
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

D. Pembagian Masyarakat Arab


1. Arab Ba’idah
Menurut Jirji Zaidan seorang tokoh sejarawan Arab
membagi masyarakat Arab pada tiga priode. Masyarakat yang
hidup pada priode pertama adalah kaum Ad, kaum Tsamud,
kaum Amaliqah, kaum Thasan, kaum Jadis, Kaum Amim, kaum
Jurhum I dan masyarakat Hadramaut serta kelompok-
kelompok yang mengabungkan diri dengan mereka.
(Husaini,1994:63). Kaum-kaum pada priode pertama ini juga
dikenal dengan sebutan Arab ba’idah (punah) yaitu bangsa
Arab yang riwayatnya sudah tidak dapat diterangkan lagi.
Keterangan kaum ini juga dijelaskan dalam kitab suci Al-
Qur’an pemusnaan mereka dikarena kedurhakaannya yang
terus menerus sehingga mereka ditimpakan bencana
(Hamka,2002:10).

Kaum Tsamud Ad Madyan dan


A’ikah
Tempat Antara Madinah- Terletak antara di maghayir
Tinggal Tabuk dan Rubu’al Khalil (rumah gua)
perbatasan dan Hadramaut Syu’aib, wilayah
sebelah utara (“Ingatlah (Hud) yang luas di Teluk
Lembah al-Qura’ saudara-sudara Aqabah hingga ke
(al-Hijr). Kini Kaum Ad ketika Tabbuk di sebelah
dikenal dengan ia mengingatkan Utara Hijaz
nama Mada-in kaumnya tentang
Saleh bukit pasir
(QS.Al-Ahqaf:21)
Nabi Shalih bin Ubaid Hud bin Syu’aib bin Mikail
bin ‘Asif juga Abdullah bin bin Yasjar bin
keturunan Sam Rabah bin al- Madyan bin
bin Nuh. “Kepada Khalud termasuk Ibrahim al- Khalil.
Tsamud (Kami salah satu “kepada
utus) saudara keturunan Sam (penduduk )

16
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

mereka Shalih” bin Nuh. Madyan (kami


(QS.Hud:61) “kepada kaum Ad utus) saudara
(kami utus) mereka Syu’aib.”
saudara Hud (QS.Hud:84)
(QS.Hud 50)
Waktu Sekitar 4.400 SM Sekitar 4.600 SM Sekitar 3.600 SM
Pengutusan
Sembahan Berhala Berhala Shuda’, Pohon besar
Mereka Shamud, Hiba A’ikah dan berhala
Azab yang Gempa bumi, Suara yang Suara yang sangat
ditimpakan suara yang sangat sangat keras, keras, gempa
keras, siksa yang kebinasaan dan bumi, gumpalan
sangat dasyat, angin kencang awan gelap
penghacuran dan yang sangat
sambaran petir dingin
Sumber: Ensiklopedi The Great Story of Muhammad

2. Arab Al-Arabiah
Masyarakat priode kedua ialah masyarakat penghuni
negeri Yaman. Dalam sejarah kuno orang Yunani meneyebut
mereka Arabia felix yang berarti masyarakat Arab yang
bahagia. Semua masyarakat Arab yang hidup pada priode ini
umumnya disebut “al-Arab al-Aribah” (Arab asli atau sejati).
Mengingat kondisi alam yang subur. Yang termasuk dalam
wilayah Negeri Yaman adalah Hadramaut, Syahr, Oman,
Arudh, sebagian besar Hijaz, Tihamah, Najd dan lainnya.
Arab Aribah merupakan keturunan Qathan yang nasab
mereka berakhir pada Sam bin Nuh. Mereka terbagi ke dalam
beberapa kabilah yang terkenal yaitu kabilah Himyar dan
Kahlan. Kabilah Haimyar terdiri atas beberapa suku yaitu Zaid
al-Jumhur, Qudha’ah, dan Sakasik. Kabilah Himyar hijrah dari
Yaman dan tinggal di pinggiran Iraq (Hatta,201218). Di sisi
lain mengenai suku Qudha’ah masih menjadi perdebatan bagi
sejarawan.

17
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

Selanjutnya Kabilah Kahlan yang berhijrah terbagi ke


dalam empat golongan, pertama suku Uzd, suku ini hijrah dari
Yaman menuju utara yang dipimpin langsung oleh Imran bin
Amru Muziquba. Setelah lama berjalan mereka berpencar ke
beberapa tempat. Tsa’labah bin Amru menuju Hijaz dan
tinggal sementara di daerah yang diapit Tsa’labiyah dan Dzu
Qar. Kemudian mereka memutuskan untuk hijrah menuju
Yastrib dan menetap di sana. Di antara keturunan Tsa’labah
adalah suku Aus dan Khazraj.
Keturunan Tsa’labah yang bernama Haritsah bin Amr
atau Khuza’ah dan anak keturunannya berpindah ke Hijaz
sehingga mereka menetap di Murr Azh-Zahran yang tak jauh
dari Makkah, dalam perkembangannnya suku ini menguasai
dan mendiami Makkah. Sedangkan saudaranya Imran bin
Amr yang masih bersisilah kepada Haritsah bin Tsa’labah
menuju Oman dan menetap di sana bersama keturunanya ,
yang kemudian mereka di kenal dengan Uzd Oman.
Sedangkan Kabilah-kabilah Nash bin Uzd menetap di
Tihamah, mereka dikenal Uzd Syanu’ah.
Keturunan Tsa’labah yang lainnya, Jafnah bin Amr
pergi ke Ghassan, Hijaz bersama keturunannya. Dia diberi
gelar “Abul-Muluk Al-Ghassasanah” (Bapak Raja-Raja Ghasan).
Setelah beberapa lama menetap mereka hijrah menuju Syam
(Al-Mubarafury,2007,26-27).
Kedua, suku Lakham dan Judzam, tokoh kalangan ini
yag terkenal adalah Nashr bin Rabi’ah, pemimpin raja-raja Al-
Mindzir di Hairah. Ketiga, Bani Tha’I. dari Yaman mereka
pergi ke utara dan menetap di antara dua gunung yaitu
Gunung Aja dan Gunung Salma. Kemudian kedua gunung ini
dikenal dengan dua gunung Tha’i. Keempat, Suku Kindah,
setelah Hijrah dari Yaman, mereka singgah dan menetap
sementara di Bahrain dan kemudian hijrah kembali menuju
Hadramaut. Di Hadramaut, mereka tidak bertahan lama

18
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

kemudaian mereka kembali hijrah ke Najd, di tempat terakhir


inilah masyarakat Kindah akhirnya menetap dan membuat
pemerintahan yang kuat (Hatta,2012, 19 dan lijat juga Al-
Mubarafury,2007, 27). Tetapi peradaban yang mereka tidak
berlangsung lama.
Bangsa Arab Aribah sama sekali tidak meninggalkan
jejak peradaban yang dapat dijadikan pelajaran dan bukti
mengenai keberadaan mereka. Oleh karena itu, sejarawan
kesulitan untuk mengunkapkan lebih banyak fakta sejarah
seputar bangsa ini.

3. Arab Musta’ribah (Adnan)


Masyarakat Arab priode ketiga ialah mereka yang
menjadi penghuni kawasan Utara. Pada umumnya mereka
adalah orang-orang Ismailiyah atau Adanniyah (keturunan
Ismail atau Adnan). (Husaini,1994:63). Nabi Ibrahim berasal
dari Ar, wilayah di Mesopotamia (Iraq) di sebelah barat
Sungai Furat. Nabi Ibrahim hijrah ke Harran dan Palestina
hingga ke Mesir.
Di Mesir, Fir’aun berusaha menghalangi dakwa Nabi
Ibrahim dengan cara tipu daya kepada Sarah (istri Nabi
Ibrahim). Tatapi usaha Ibrahim mengalami kegagalan, tipu
muslihat tersebut berbalik menyerang Fir’aun. Setelah
peristiwa tersebut Fir’aun mengetahui kedekatan Sarah
dengan Allah SWT. kemudian Fir’aun memberikan hadiah
seorang budak yang bernama Hajar. Karena belum memiliki
anak, Sarah menawarkan Hajar untuk menjadikan Istri Nabi
Ibrahim. Tawaran itu kemudian diterima Nabi Ibrahim
(Hatta,2012:20).
Setelah lama di Mesir kemudian Ibrahim dan
keluarganya kembali ke Palestina. Di sinilah Nabi Ismail di
lahirkan dari rahim Hajar. Sarah istri pertama Nabi Ibrahim
dilanda rasa cemburu terhadap Hajar dan Nabi Ismail,

19
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

kemudian ia meminta kepada Nabi Ibrahim untuk


memisahkan mereka darinya. Permintaan sarah kemudian
dituruti oleh Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim membawa Hajar dan
Ismail ke Hijaz dan meninggalkan ke duanya di Makkah yang
kondisi alamnya sangat tandus dan gersang.
Nabi Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail dengan
pembekalan seadanya, dalam beberapa hari kemudian
pembekalan keduanya habis, sehingga Hajar harus mencari
sumber mata air untuk bertahan hidup, Hajar berlari-lari kecil
dari Safa menuju Marwa -kemudian dalam ibadah haji untuk
mengenai peristiwai ini lebih dikenal sa’i-, namun tidak
menemukan air. Atas pertolongan Allah, dekat tempat Ismail
dibaringkan memacarlah sumber mata air yang kemudian
dikenal dengan air zam-zam. Orang-orang pun beduyun-
duyun mendatangi Makkah.
Kabilah dari Yaman (Jurhum kedua) datang ke Makkah
dan dengan izin ibu Ismail mereka menetap di sana. Ismail
kemudian menikah dengan wanita dari Jurhum saat Hajar
telah tiada. Pernikahannya dengan putrid dari Madhadh
melahirkan 12 anak laki-laki mereka adalah Nabit, Qaidar
(Kedar), Adbail (Adbeel), Mibsyam, Misyma, Duma’. Misya,
Hadad, Yatma, Yathur, Nafis, dan Qaidaman. Dari sinilah
kemudian terbentuk 12 kabilah, ksemuanya menentap di
Makkah untuk sekian lama.
Peradaban anak keturunan Nabit bersinar di Hijaz
Utara. Mereka membagun pemerintahan yang cukup kuat dan
menguasai daerah-daerah di sekitarnya, dan menjadikan
Bathra’ sebagai ibu kotanya. Sedangkan anak keturunan
Qaidar bin Ismail tetap menetap di Makkah, beranak pinak di
sana hingga menurunkan Adnan dan anaknya Ma’ad. Dari
dialah keturunan Arab Adnaniyah masih bisa dipertahankan.
Keturunan Ma’ad dari anaknya Nizar telah berpencar,
Nizar memiliki empat anak yang kemudian berkembang

20
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

menjadi empat kabilah besar yaitu Iyad, Anmar, Rabi’ah dan


Mudhar. Dan dua kabilah terakhir inilah yang paling banyak
marga dan sukunya. Dari Rabiah ada Asad bin Rabiah, Anzah,
Abdul Qais, dua anak Wa’il, Bakr dan Taghlib, Hanafiah dan
lain-lainnya.
Kabilah Mudhar berkembang menjadi dua suku besar
yaitu QaisAilan bin Mudhar dan marga-marga Ilyas bin
Mudhar. Dari Qais Ailan ada Bani Sulaim, Bani Hawazin, Bani
Ghathafan. Dari Ghathafan ada Abs, Dzibyan, Asyja’ dan
Ghany bin A’shar. Dari Bani Ilyas bin Mudhar ada Tamim Bin
Murrah, Hudzail bin Mudrikah, Bani Asad bin Khuzaimah, dan
marga-marga Kinanah bin Khuzaimah. Dari Kinanah ada
Quraisy, yaitu anak keturuanan Firh bin Malik bin An-Nadhar
bin Kinanah (Al-Mubarakfury,2007:30).
Quraisy terbagi menjadi bebarapa kabilah, yaitu
Jumuh, Sahm, Ady, Makhzum, Taim, Zuhrah, dan suku-suku
Quraisy bin Kilab yaitu, Abdur- Dar bin Qusay, Asad bin Abdul
Uzza bin Qusay, dan Abdi Manaf bin Qusay. Abdi Manaf
memiliki empat anak yaitu, Abdi Syams, Naufal, Al- Muthalib
dan Hasyim. Bani Hasyim merupakan silsilah dari Rasulullah.
Anak-anak Adnan menyebar ke berbagai Jazirah Arab,
Abdul Qais dan anak-anak Bakr bin Wail serta anak-anak
Tamim pindah ke Bahrain dan menetap di sana. Bani Hanafiah
bin Sha’h bin Ali bin Bakr pindah ke Yamamah dan menetap di
Hijr, ibukota Yamamah. Semua keluarga Bakr bin Wa’il
menetap di berbagai penjuru Yamamah, membentang hingga
Bahrain.
Taghlib menetap di Jazirah Eufrat. Bani Tamim
menetap di Bashrah. Bani Sulaim menetap di dekat Madinah,
dari lembah-lembah di pinggiran Madinah hingga ke Khaibar,
di bagia timur Madinah dan penghujung Hurrah. Tsaqif
menetap di Tha’if, Hawazin di timur Makkah, antara Makkah,
antara Makkah dan Basrah. Bani Asad menetap di Timur

21
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

Taima’ dan barat Kufah. Di antara mereka dan Taima’ ada


perkampungan Buhtur dari Thai’. Di Tihamah ada beberapa
suku Kinanah, sedangkan di Makkah ada suku Quraisy.
Mereka berpencar-pencar dan tidak ada yang bisa
menghimpunnya hingga muncul Qusay bin Kilab (Al-
Mubarakfury,2007:32).

E. Kehidupan Masyarakat
1. Suku Baduwi
Pada dasarnya masyarakat Arab berdasarkan pemukiman
yang mereka huni dibagi menjadi dua kategori utama yaitu: Al-
Baduwi dan Al-Hadlar. Kaum badawi adalah penduduk padang
pasir, mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap tetapi hidup
secara nomaden yang berpindah-pindah dari satu tempat ke
tampat yang lain untuk mencari sumber mata air dan padang
rumput baru. Mata penghidupan mereka adalah beternak
kambing, biri-biri, kuda dan unta. Kehidupan masyarakat
nomaden tidak banyak memberikan perluang untuk membangun
sebuah peradaban.
Menurut Goustav le Bon yang dikutip oleh Hamka (2005:20)
dalam bukunya “Sejarah Umat Islam” menegaskan bahwa “Badwi
Jazirah Arab memantangkan bercocok tanam, terutama
memananm gandum atau kayu yang berbuah, dan pantang pula
membuat rumah, mereka memandang perbuatan itu akan
mengokongkan kemerdekaan mereka.”
Orang Baduwi membatasi hidup menurut kebutuhan, dalam
hal makanan, pakaian, tempat tinggal dan berbagai ihwal
kebiasaan. Mereka tidak melampaui lebih dari yang dibutuhkan
dan tidak mencari hidup yang enak ataupun mewah. Mereka
membuat kemah-kemah dari bulu binatang dan wol, atau
membuat rumah-rumah dari kayu, lempung atau batu, yang tidak
dihiasi. Tujuannya hanya tempat bernaung dan tempat tinggal,

22
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

tak lebih dari itu. Mereka juga mencari tempat tinggal di gua-gua
(Khaldun, 1986:142-143).

Gambar 6. Suku Badawi

Suku Baduwi hidup liar di tempat-tempat yang jauh dari kota


dan tak pernah mendapat pengawasan tentara. Mereka tidak
memeiliki tembok atau gerbang. Oleh karena, mereka
mempertahankan diri sendiri dan tidak memeinta bantuan dari
orang lain. Mereka selalu membawa senjata. Mereka hidup
memencilkan di tengah padang pasir, ditemani keteguhan jiwa
dan kepercayaan kepada diri sendiri. Keteguhan jiwa menjadi
sifat mereka dan keberanian menjadi tabiat. Gambaran umum
tabiat orang Baduwi yaitu pemberani, keberanian tersebut
membuat mereka dikenal kejam, suka menyerang dan
pendendam, akan tetapi hormat terhadap tamu, merdeka,
mengharagai kemulian diri dan sabar menanggung siksa.

23
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

2. Al-Hadlar (Masyarakat Kota)


Berbeda dengan suku Baduwi, masyarakat al-hadlar
ialah penduduk yang sudah bertempat tinggal menetap di
kota-kota atau daerah-daerah pemukiman yang subur.
Mereka hidup berdagang, bercocok tanam, dan industri dan
mereka memiliki peluang besar untuk membentuk sebuah
peradaban. Orang kota di Arab telah bercampur dengan
berbagai bangsa seperti bangsa Zanji, Ibrani, Punisia dan
lainnya.
Dalam struktur masyarakat Arab terdapat kabilah
sebagai inti dari sebuah komunitas yang lebih besar. Kabilah
merupakan organisasi keluarga besar yang memiliki
keterikatan hubungan berdasarkan pertalian darah (Nasab),
tetapi terdapat juga hubungan yang didasarkan pada ikatan
perkawinan, suaka politik atau karena sumpah setia. Kabilah
dalam kehidupan masyarakat Arab merupakan ikatan
keluarga sekaligus sebagai ikatan politik yang dipimpin oleh
seorang kepala yang disebut syaikh al-qabilah.
Di samping itu, masyarakat Arab sebelum Islam
memiliki sebuah solidaritas sosial yang sangat kuat.
Solidaritas yang didasarkan pada ikatan kesukuan atau
ashabiyah qabaliyah sebagai wadah politik setelah nasab.
Solidaritas tersebut diwujudkan dalam bentuk proteksi
kabilah atas seluruh anggota kabilahnya. Kesalahan anggota
kabilah terhadap kabilah lain menjadi tanggung jawab
kabilahnya. Selain itu bentuk solidaritas ini memiliki peran
sebagai upaya untuk mewujudkan suatu komunitas yang kuat
yang mampu mengalahkan para penghalang dalam kehidupan
mereka. Suatu bentuk solidaritas sosial untuk mewujudkan
kedaulatan yang kuat. Solidaritas di sini juga bertujuan untuk
mencegah adanya bahaya yang mengancam di mana ia
membutuhkan seorang pemimpin yang yang bisa mencegah
adanya sifat kebinatangan manusia yang berusah untuk

24
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

menyakiti antar sesama. Pemimpin inilah yang akan


membawa pada kedaulatan suatu solidaritas suatu
masyarakat tertentu.

Gambar 7. Kehidupan Masyarakat Kota

Kekuatan solidaritas tersebut telah melahirkan


kedamaian bagi masyarakatnya, sehingga perkembangan
kehidupan terjaga. Rasa aman dari ancaman memberikan
aspek positif bagi komunitas masyarakat tertentu untuk
menjalankan roda kehidupannya masing-masing. Salah satu
bukti yang nyata adalah adanya pasar tempat mereka
berkumpul untuk melakukan transaksi jual beli dan
membacakan syair. Di antara pasar-pasar yang utama terletak
di dekat Makkah dan yang terpenting adalah pasar Ukadh,
Majinnah dan Dzul Majaz. Letak pasar-pasar tersebut
sangatlah strategis yaitu jalur perdagangan utama Yaman-
Hijaz-Syiria.
Kehidupan moral bangsa Arab sebelum Islam
merupakan sebuah potret kehidupan yang jauh dari cahaya.

25
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

Mereka mencatat periode tersebut sebagai al-ayyam al-


jahiliyah / the days of the darkness. Periode di mana mereka
tidak mengetahui agama, tata cara kemasyarakatan, politik,
pengetahuan tentang ke-Esaan Allah SWT sehingga
penduduknya dikatakan sebagai penduduk Jahiliyah.
Walaupun pada dasarnya mereka memiliki agama yang
mereka yakini dan juga sistem sosial politik.

26
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

BAB KEHIDUPAN ARAB PRA-ISLAM


II

A. KEHIDAUPAN BERAGAMA
1. Paganisme
Paganisme, Yahudi, Majusi dan Nasrani adalah agama
orang Arab pra-Islam (Abu Su'ud,2003:17). Pagan adalah
agama mayoritas mereka. Ratusan berhala dengan
bermacam-macam bentuk ada di sekitar Ka’bah. Ada sekitar
360 berhala yang mengelilingi berhala utama, Hubal, yang
terdapat di Ka’bah (Yatim,1997:9). Orang yang pertama kali
memasukan berhala dan mengajak menyembah adalah Amr
bin Luhayyi bin Qam’ah, nenek moyang bani Khuza’ah (Al-
Buthi,2005:20).

Gambar 8. Berhala di Sekitar Ka’bah

27
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

Mereka berkeyakinan bahwa berhala-berhala itu dapat


mendekatkan mereka pada Tuhan sebagaimana yang tertera
dalam al-Quran. Agama pagan sudah ada sejak masa sebelum
Ibrahim. Setidaknya ada beberapa sebutan bagi berhala-hala
itu: Sanam, Wathan, Nuṣub, Latta, Uzza, Manat dan
Hubal. Ṣanam berbentuk manusia dibuat dari logam atau
kayu. Wathan juga dibuat dari batu. Nuṣub adalah batu karang
tanpa suatu bentuk tertentu. Lata Dewa tertua,
Uzza bertempat di Hijaz, Manat bertempat di Yatsrib
dan Ḥubal berbentuk manusia yang dibuat dari batu akik yang
dianggap dewa terbesar (Yatim,1997:9).

2. Agama Yahudi
Agama Yahudi dianut oleh para imigran yang
bermukim di Yathrib dan Yaman. Tidak banyak data sejarah
tentang pemeluk Yahudi di Jazirah Arab, kecuali di Yaman.
Dzū Nuwās adalah seorang penguasa Yaman yang condong ke
Yahudi. Dia tidak menyukai penyembahan berhala yang telah
menimpa bangsanya. Dia meminta penduduk Najran agar
masuk agama Yahudi, kalau tidak akan dibunuh. Karena
mereka menolak, maka digalilah sebuah parit dan dipasang
api di dalamnya. Mereka dimasukkan ke dalam parit itu dan
yang tidak mati karena api, dibunuh dengan pedang atau
dibuat cacat. Korban pembunuhan itu mencapai dua puluh
ribu orang. Tragedi berdarah dengan motif fanatisme agama
ini diabadikan dalam al-Quran dalam kisah “orang-orang yang
membuat parit”.

3. Agama Kristen
Adapun Kristen di Jazirah Arab dan sekitarnya
sebelum kedatangan Islam tidak ternodai oleh tragedi yang
mengerikan semacam itu. Yang ada adalah pertikaian di
antara sekte-sekte Kristen yang meruncing. Menurut

28
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

Muḥammad ‘Ᾱbid al-Jābirī, al-Quran menggunakan istilah


“Naṣārā” bukan “al-Masīḥīyah” dan “al-Masīḥī” bagi pemeluk
agama Kristen. Bagi pendeta Kristen resmi (Katolik, Ortodoks,
dan Evangelis) istilah “Naṣārā” adalah sekte sesat, tetapi bagi
ulama Islam mereka adalah “Ḥawārīyūn”.
Para misionaris Kristen menyebarkan doktrinnya
dengan bahasa Yunani yang waktu itu madhhab-madhhab
filsafat dan aliran-aliran gnostik dan hermes menyerbu
daerah itu. Inilah yang menimbulkan pertentangan antara
misionaris dan pemikir Yunani yang memunculkan usaha-
usaha mendamaikan antara filsafat Yunani yang bertumpu
pada akal dan doktrin Kristen yang bertumpu pada iman.
Inilah yang melahirkan sekte-sekte Kristen yang kemudian
menyebar ke berbagai penjuru, termasuk Jazirah Arab dan
sekitarnya. Sekte Arius menyebar di bagian selatan Jazirah
Arab, yaitu dari Suria dan Palestina ke Irak dan Persia.
Misionaris sekte ini telah menjelajahi penjuru-penjuru Jazirah
Arab yang memastikan bahwa dakwah mereka telah sampai
di Mekah, baik melalui misionaris atau pedagang Quraysh
yang mana mereka berhubungan terus-menerus dengan
Syam, Yaman, da Ḥabashah. Tetapi salah satu sekte yang
sejalan dengan tauhid murni agama samawi adalah sekte
Ebionestes.

4. Agama Hanifiyah
Salah satu corak beragama yang ada sebelum Islam
datang selain agama di atas adalah Ḥanīfīyah, yaitu
sekelompok orang yang mencari agama Ibrahim yang murni
yang tidak terkontaminasi oleh nafsu penyembahan berhala-
berhala, juga tidak menganut agama Yahudi ataupun Kristen,
tetapi mengakui keesaan Allah. Mereka berpandangan bahwa
agama yang benar di sisi Allah adalah Ḥanīfīyah, sebagai
aktualisasi dari millah Ibrahim. Gerakan ini menyebar luas ke

29
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

pelbagai penjuru Jazirah Arab khususnya di tiga wilayah


Hijaz, yaitu Yathrib, Ṭaif, dan Mekah. Di antara mereka adalah
Rāhib Abū ‘Ámir, Umayah bin Abī al-Ṣalt, Zayd bin ‘Amr bin
Nufayl, Waraqah bin Nawfal, ‘Ubaydullah bin Jaḥsh, Ka’ab bin
Lu`ay, ‘Abd al-Muṭallib, ‘As’ad Abū Karb al-Ḥamīrī, Zuhayr bin
Abū Salma, ‘Uthmān bin al-Ḥuwayrith (Al-Buthi,2005:21).
Tradisi-tradisi warisan mereka yang kemudian
diadopsi Islam adalah: penolakan untuk menyembah berhala,
keengganan untuk berpartisipasi dalam perayaan-perayaan
untuk menghormati berhala-berhala, pengharaman binatang
sembelihan yang dikorbankan untuk berhala-berhala dan
penolakan untuk memakan dagingnya, pengharaman riba,
pengharaman meminum arak dan penerapan vonis hukuman
bagi peminumnya, pengharaman zina dan penerapan vonis
hukuman bagi pelakunya, berdiam diri di gua hira sebagai
ritual ibadah di bulan ramaḍan dengan memperbanyak
kebajikan dan menjamu orang miskin sepanjang bulan
ramaḍan, pemotongan tangan pelaku pencurian,
pengharaman memakan bangkai, darah, dan daging babi, dan
larangan mengubur hidup-hidup anak perempuan dan
pemikulan beban-beban pendidikan mereka.
Karena ajaran agama Nabi Ibrahim masih membekas
dikalangan bangsa Arab, maka diantara mereka masih ada
yang tidak menyembah berhala. Mereka adalah Waraqah ibn
Naufal dan Usman ibn Huwaris, yang mengnut agama Kristen,
Abdullah ibn Jahsy yang ragu-ragu( ketika Islam dating ia
m,menganutnya tetapi kemudian ia menganut agama Masehi).
Zaid ibn umar tidak tertarik kepada agama Masehi, tetapi juga
enggan menyembah berhala dan tidak mau memakan bangkai
dan darah. Umayah ibn Abi as-Salt dan Quss ibn As’ida al-
Iyadi juga berbuar demikian. Agama masehi (Kristen) banyak
dipeluk oleh penduduk Yaman, Nazram dan Syam, sedangkan
agama Yahudi dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran yang

30
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

tinggal di Yaman dan Yastrib (Madinah) yang besar


jumlahnya, serta dipeluk oleh kalangan orang-orang Persia.

B. KEHIDUPAN EKONOMI
Dengan posisi Mekkah yang sangat strategis sebagai pusat
perdagangan bertaraf internasional, komoditas-komoditas yang
diperdagangkan tentu saja barang-barang mewah seperti emas,
perak, sutra, rempah-rempah, minyak wangi, kemenyan, dan lain-
lain. Walaupun kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah pada
mulanya para pedagang Quraish merupakan pedagang eceran, tetapi
dalam perkembangan selanjutnya orang-orang Mekkah memperoleh
sukses besar, sehingga mereka menjadi pengusaha di berbagai
bidang bisnis (Mujahiddin,2003:13-14).
Perdagangan merupakan unsur penting dalam perekonomian
masyarakat Arab pra Islam. Mereka telah lama mengenal
perdagangan bukan saja dengan orang Arab, tetapi juga dengan non-
Arab. Kemajuan perdagangan bangsa Arab pra Islam dimungkinkan
antara lain karena pertanian yang telah maju. Kemajuan ini ditandai
dengan adanya kegiatan ekspor-impor yang mereka lakukan. Para
pedagang Arab selatan dan Yaman pada 200 tahun menjelang Islam
lahir telah mengadakan transaksi dengan Hindia, Afrika, dan Persia.
Komoditas ekspor Arab selatan dan Yaman adalah dupa, kemenyan,
kayu gaharu, minyak wangi, kulit binatang, buah kismis, dan anggur.
Sedangkan yang mereka impor dari Afrika adalah kayu, logam,
budak; dari Hindia adalah gading, sutra, pakaian dan pedang; dari
Persia adalah intan (Mughni,2002:15). Data ini menunjukkan bahwa
perdagangan merupakan urat nadi perekonomian yang sangat
penting sehingga kebijakan politik yang dilakukan memang dalam
rangka mengamankan jalur perdagangan ini.
Di lain sisi, Mekkah di mana terdapat ka’bah yang pada waktu
itu sebagai pusat kegiatan Agama, telah menjadi jalur perdagangan
internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya yang sangat

31
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

strategis karena terletak di persimpangan jalan yang


menghubungkan jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman
ke Syiria, dari Abysinia ke Irak. Pada mulanya Mekkah didirikan
sebagai pusat perdagangan lokal di samping juga pusat kegiatan
agama. Karena Mekkah merupakan tempat suci, maka para
pengunjung merasa terjamin keamanan jiwanya dan mereka harus
menghentikan segala permusuhan selama masih berada di daerah
tersebut. Untuk menjamin keamanan dalam perjalanan suatu sistem
keamanan di bulan-bulan suci, ditetapkan oleh suku-suku yang ada
di sekitarnya (Mujahidin,2003:13)

Gambar 9. Pasar Ukazh

Konsekuensi dari arus perdagangan ini, maka orang-orang


Arab zaman jahiliyah memiliki pasar-pasar sebagai pusat
perdagangan. Pusat perdagangan yang terkenal, yaitu:

32
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

Ukazh, Mijannah, dan Zul Majaz. Di antara tiga pasar ini, yang paling
besar dan paling banyak pengunjungnya ialah Ukazh. Pasar ini
dikunjungi orang-orang Arab dari berbagai daerah di seluruh Arab.
Pengunjung terbanyak berasal dari Qabilah (suku) Mudhar, karena
memang pasar ini terletak di daerah mereka (Tim
Kalimasda,2009:39).

Pusat perdagangan ini bukan hanya sebagai tempat transaksi


perdagangan, tetapi juga menjadi pusat pertemuan para pakar
sastra, syair, dan para orator. Mereka berkumpul untuk saling
menguji. Sehingga, sebagaimana pertumbuhan kota-kota modern
saat ini, maka konsep pasar pada masa jahiliyah tersebut tidak
sekedar sebagai pusat perbelanjaan, tetapi juga menjadi pusat
peradaban, kekayaan bahasa dan transaksi-transaksi global
(Amin,2010:45).

C. KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT ARAB PRA-ISLAM


Dalam struktur masyarakat Arab terdapat kabilah sebagai inti dari
sebuah komunitas yang lebih besar. Kabilah merupakan organisasi
keluarga besar yang memiliki keterikatan hubungan berdasarkan
pertalian darah (Nasab), tetapi terdapat juga hubungan yang
didasarkan pada ikatan perkawinan, suaka politik atau karena
sumpah setia. Kabilah dalam kehidupan masyarakat Arab
merupakan ikatan keluarga sekaligus sebagai ikatan politik yang
dipimpin oleh seorang kepala yang disebut syaikh al-qabilah.
Di samping itu, masyarakat Arab sebelum Islam memiliki
sebuah solidaritas sosial yang sangat kuat. Solidaritas yang
didasarkan pada ikatan kesukuan atau ashabiyah qabaliyah sebagai
wadah politik setelah nasab. Solidaritas tersebut diwujudkan dalam
bentuk proteksi kabilah atas seluruh anggota kabilahnya. Kesalahan
anggota kabilah terhadap kabilah lain menjadi tanggung jawab
kabilahnya. Selain itu bentuk solidaritas ini memiliki peran sebagai
upaya untuk mewujudkan suatu komunitas yang kuat yang mampu

33
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

mengalahkan para penghalang dalam kehidupan mereka. Suatu


bentuk solidaritas sosial untuk mewujudkan kedaulatan yang kuat.
Solidaritas di sini juga bertujuan untuk mencegah adanya bahaya
yang mengancam di mana ia membutuhkan seorang pemimpin yang
yang bisa mencegah adanya sifat kebinatangan manusia yang
berusah untuk menyakiti antar sesama. Pemimpin inilah yang akan
membawa pada kedaulatan suatu solidaritas suatu masyarakat
tertentu.

Gambar 10. Sistem Sosial di Makkah

Kekuatan solidaritas tersebut telah melahirkan kedamaian


bagi masyarakatnya, sehingga perkembangan kehidupan terjaga.
Rasa aman dari ancaman memberikan aspek positif bagi komunitas
masyarakat tertentu untuk menjalankan roda kehidupannya masing-
masing. Salah satu bukti yang nyata adalah adanya pasar tempat
mereka berkumpul untuk melakukan transaksi jual beli dan
membacakan syair. Di antara pasar-pasar yang utama terletak di
dekat Makkah dan yang terpenting adalah pasar Ukadh, Majinnah

34
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

dan Dzul Majaz. Letak pasar-pasar tersebut sangatlah strategis yaitu


jalur perdagangan utama Yaman-Hijaz-Syiria.

D. KONDISI POLITIK
Sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang dan tandus,
kecuali daerah Yaman yang terkenal subur. Ditambah lagi dengan
kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab, bengisnya alam,
sulitnya transportasi, dan merajalelanya badui yang merupakan
faktor-faktor penghalang bagi terbentuknya sebuah negara kesatuan
serta adanya tatanan politik yang benar. Mereka tidak mungkin
menetap. Mereka hanya bisa loyal ke kabilahnya. Oleh karena itu,
mereka tidak akan tunduk ke sebuah kekuatan politik di luar
kabilahnya yang menjadikan mereka tidak mengenal konsep negara
(Al-Dawri,2007:41).
Hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri sendiri-
sendiri. Satu sama lain kadang-kadang saling bermusuhan. Mereka
tidak mengenal rasa ikatan nasional. Yang ada pada mereka hanyalah
ikatan kabilah. Dasar hubungan dalam kabilah itu ialah pertalian
darah. Rasa asyabiyah (kesukuan) amat kuat dan mendalam pada
mereka, sehingga bila mana terjadi salah seorang di antara mereka
teraniaya maka seluruh anggota-anggota kabilah itu akan bangkit
membelanya. Semboyan mereka “ Tolong saudaramu, baik dia
menganiaya atau dianiaya “.Pada hakikatnya kabilah-kabilah ini
mempunyai pemuka-pemuka yang memimpin kabilahnya masing-
masing. Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas
eksistensi politiknya adalah kesatuan fanatisme, adanya manfaat
secara timbal balik untuk menjaga daerah dan menghadang musuh
dari luar kabilah.
Sementara menurut Nicholson, tidak terbentuknya Negara
dalam struktur masyarakat Arab pra Islam, disebabkan karena
konstitusi kesukuan tidak tertulis. Sehingga pemimpin tidak
mempunyai hak memerintah dan menjatuhkan hukuman pada
anggotanya (Nicholson, 1997:81). Namun dalam bidang

35
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

perdagangan, peran pemimpin suku sangat kuat. Hal ini tercermin


dalam perjanjian-perjanjian perdagangan yang pernah dibuat antara
pemimpin suku di Mekkah dengan penguasa Yaman, Yamamah,
Tamim, Ghassaniah, Hirah, Suriah, dan Ethiopia.
Kadang persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang
memakai sistem keturunan paman kerap membuat mereka bersikap
lemah lembut, manis dihadapan orang banyak, seperti bermurah
hati, menjamu tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan
keberanian, membela diri dari serangan orang lain, hingga tak jarang
mereka mencari-cari orang yang siap memberikan sanjungan dan
pujian tatkala berada dihadapan orang banyak, terlebih lagi para
penyair yang memang menjadi penyambung lidah setiap kabilah
pada masa itu, hingga kedudukan para penyair itu sama dengan
kedudukan orang-orang yang sedang bersaing mencari simpati.

Gambar 11. Sistem Politik Di Arab Pra-Islam

36
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

Model organisasi politik bangsa Arab lebih didominasi


kesukuan (model kabilah). Kepala sukunya disebut Syekh, yakni
seorang pemimpin yang dipilih antara sesama anggota. Syekh dipilih
dari suku yang lebih tua, biasanya dari anggota yang masih memiliki
hubungan famili. Fungsi pemerintahan Syekh ini lebih banyak
bersifat penengah (arbitrasi) daripada memberi
komando. Syekh tidak berwenang memaksa, serta tidak dapat
membebankan tugas-tugas atau mengenakan hukuman-hukuman.
Hak dan kewajiban hanya melekat pada warga suku secara
individual, serta tidak mengikat pada warga suku lain
(Lewis,1994:10).

37
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

BAB KERAJAAN-KERAJAAN BESAR DI


III SEMENANJUNG ARAB

A. KERAJAAN MA’IN
Kerajaan Ma’in berdiri sekitar tahun 1200-650 SM yang
terletak di Yaman Utara dengan ibukota Karna, Qarnawu atau
Qarnaw yang kemudian oleh ahli geografi Arab pertengahan
disebut Sayhad. Kata Ma’in berasal dari beberapa bahasa yaitu
dalam bahasa Inggris disebut Minea; bahasa Arab Al-Ma’iiniyyuun
atau Ma’iin, Ma’iniyah atau diucapkan Ma’in yang berarti ‘mata
air’. Juga terdapat dalam Injil disebut Ma’on, Me’un atau Me’in.
Beberapa peninggalan Kerajaan Ma’in yang masih tersisa yaitu
reruntuhan kota Shirwah dan Baraqisy. Selain itu, terdapat
beberapa prasasti yang berisikan dua puluh enam raja yang pernah
memimpin Kerajaan Ma’in serta ulisan terpahat mengenai
komunikasi orang-orang Ma’in dengan bangsa Mesir, Gazza, Ionia,
Siddon, Ammon dan Moab Yatrib.

Gambar 12. Reruntuhan Kerajaan Ma’in

38
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

B. KERAJAAN SABA
Kerajaan-kerajaan pertama yang berhasil diketahui, yang
berdiri di wilayah Arab Selatan pada zaman kuno adalah kerajaan
Saba dan Minea, yang selama beberapa abad hidup pada masa yang
sama. Kedua kerajaan itu pada awal berdirinya merupakan kerajaan
teokrasi (pemerintahan yang berlandaskan langsung pada hokum
tuhan/agama)dan kemudian berubah menjadi kerajaan sekuler.
(Hitti, 2002 : 66)

Gambar 13. Jejak Arkeologi Peninggalan Kerajaan Saba

Kerajaan Saba berdiri di antara masa kerajaan Ma’in dan


Quthban yang mulai tampak kekuasaannya di akhir masa kerajaan
Ma’in, ditandai dengan berpindahnya kekuasaan kerajaan tersebut
kepada penguasa Saba. Wilayah kekuasaannya meliputi pantai Teluk
Persia di sebelah timur sampai ke Laut Merah di sebelah barat.
Dengan berpindahnya kekuasaan kepada penguasa Saba, maka
secara otomatis wilayah bagian selatan Jazirah Arab yang

39
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

sebelumnya menjadi wilayah kekuasan Ma’in menjadi wilayah


kekuasan Saba.
Kerajaan ini menjadi terkenal disebabkan dua hal. Pertama,
adanya Ratu Bilqis. Kisah tentang ratu ini dengan nabi Sulaiman
disebutkan dalam surah an-Naml. Kedua, Bendungan Ma’rib yang
besar. Bendungan ini menjadikan Yaman menjadi sebuah negeri
yang makmur dan sejahtera. (Al-Usayri, 2010 : 64)
Orang-orang Saba menurunkan seluruh keluarga Arab
Selatan. Tanah Saba, atau Sheba dalam Injil, yang merupakan tanah
air mereka terletak di sebelah Selatan Najran di daerah Yaman.
Menurut sekelompok ahli tentang Arab yang menggunakan system
kronologi singkay, orang-orang Saba hidup dari 750 hingga 115 S.M.,
dengan satu kali perubahan gelar raja sekitar 610 S.M. Mukarri
adalah gelar raja-pendeta yang diberikan kepada kepala Negara.
Dua mukarrib Saba terdahulu, yaitu Yatsa’mar dan Kariba-il,
disebutkan dalam catatan sejarah Assyiria dari Sargon II dan
Sennacherib, memerintah pada akhir abad kedelapan dan awal abad
ke-7 S.M.
Pada masa kejayaannya, raja-raja Saba memperluas
hegemoni mereka ke seluruh kawasan Arab Selatan dan menjadikan
kerajaan Arab tetangganya, yaitu Minea, sebagai negara
protektoratnya. Sirwah, sehari perjalanan ke barat Ma’rib, adalah
ibukota Saba. Bangunan utamanya adalah kuil Almaqah-Sang Dewa
Bulan. Reruntuhan bangunannya yang paling penting, kini disebut al-
Kharibah, bisa menampung tak kurang dari 100 orang. Sebuah
tulisan menyebutkan bahwa dinding di sekitarnya dibangun oleh
Yada’il, seorang mukarrib terdahulu. Tulisan lain menyebutkan
expedisi gilang gemilang yang dilancarkan oleh Kariba-il Watar
(sekitar 450 S.M), yang pertama kali memperoleh gelah “MLK (mulk,
raja) Saba”.

40
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

Gambar 14. Tampak Istana Kerajaan Saba

Pada periode ke dua kerajaan Saba, (sekitar 610-115 SM),


penguasa tampaknya mulai menghilangkan karakteristik
kependetaanya. Ma’rib yang berjarak 6 Mil di sebelah timur San’a
dijadikan sebuah ibu kotanya. Kota itu berada 3.900 kaki diatas
permukaan laut.
Ia pernah di kunjungi oleh beberapa gelintir orang Eropa
yang pertama di antaranya adalah Arnaud Halevy dan Glaser. Kota
itu merupakan titik temu berbagai rute perjalanan dagang yang
menghubungkan antara negeri penghasil wewangian dengan
pelabuhan-pelabuhan di Mediterania, terutama Gaza.
Al-hamdani dalam karyanya Iklil menyebutkan tiga benteng
di Ma’rib, namun konstruksi yang membuat kota itu terkenal adalah
bendungan besar Sadd Ma’rib. Karya arsitektur yang menakjubkan
berikut sarana publik lainnya yang di bangun oleh orang-orang Saba’
memberikan gambaran kepada kita tentang sebuah masyarakat cinta
damai yang sangat maju bukan saja dalam bidang perdagangan
tetapi juga dalam bidang teknik. Bagian yang lebih tua dari

41
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

bendungan itu pada pertengahan abad ke 7 SM. Berbagai tulisan


menyebutkan Sumhu ‘alaiy Yanuf dan putranya Yatsa’amr Bayyin
sebagai dua pembangun utamanya juga menyebutkan pemugaran
pada masa Sharahbi-Il Ya’fur (449-450) dan Abrahah dari Abissinia
(543 M). Tapi al-Hamdani dan para penulis setelahnya yaitu al-
Mas’udi, al-Ishfahani, dan Yaqut menyatakan bahwa yang
membangunnya adalah Luqman ibn ‘Ad seorang ahli mistik. (Hitti,
2002 :67)

Gambar 15. Bendungan Ma’rib

Kerajaan Saba’ berakhir ditandai dengan jebolnya


bendungan Ma’rib yang menjadi tumpuan utama ekonomi pertanian
masyarakat Saba’ dan sumbangan terbesar kemajuan bangsanya.
Peristiwa bobolnya bendungan Ma’rib ini bagi para sejarawan,
khususnya sejarawan Arab merupakan faktor utama penyebab
runtuhnya kerajaan Saba’. Sedangkan menurut sebagian orientalis,
sebagaimana dikutip Hasan Ibrahim Hasan, bobolnya bendungan
Ma’rib justeru merupakan akibat dari kelalaian suatu bangsa yang

42
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

sedang mengalami kemunduran. Tidak masuk di akal suatu


peradaban yang begitu besar akan lenyap dalam seketika hanya
karena bobolnya suatu bendungan.
Berkenaan dengan bobolnya bendungan Ma’rib yang
merupakan peristiwa bersejarah yang terjadi pada kerajaan Saba’ ini,
Al Quran mendeskripsikannya sebagai siksa yang diturunkan Allah
Swt kepada penduduk Saba’.

C. KERAJAAN HIMYAR
Kerajaan Ma’in berdiri sekitar tahun 1200-650 SM yang
terletak di Yaman Utara dengan ibukota Karna, Qarnawu atau
Qarnaw yang kemudian oleh ahli geografi Arab pertengahan disebut
Sayhad. Kata Ma’in berasal dari beberapa bahasa yaitu dalam
bahasa Inggris disebut Minea; bahasa Arab Al- Ma’iiniyyuun atau
Ma’iin, Ma’iniyah atau diucapkan Ma’in yang berarti ‘mata air’. Juga
terdapat dalam Injil disebut Ma’on, Me’un atau Me’in. Beberapa
peninggalan Kerajaan Ma’in yang masih tersisa yaitu reruntuhan
kota Shirwah dan Baraqisy. Selain itu, terdapat beberapa prasasti
yang berisikan dua puluh enam raja yang pernah memimpin
Kerajaan Ma’in serta ulisan terpahat mengenai komunikasi orang-
orang Ma’in dengan bangsa Mesir, Gazza, Ionia, Siddon, Ammon
dan Moab Yatrib.Zafar,(pada masa kasik di sebut sappar dan separ/
sevar, dalam kitab kejadian. 10;30), kota di bagian dalam
semenanjung, sekitar 100 Mil di sebelah timur laut Moha di atas
jalan menuju San’a adalah ibukota dinasti Himyar. Kota itu
menggantikan posisi Ma’rib, kota orang-orang Saba dan Qarnaw,
kota orang-orang minea. Reruntuhannya masih dapat dilihat di
puncak bukit dekat kota yarib.pada masa penyusunan teh
parripess rajanya adalah Kariba-il Watar (Charibael, dalam The
Periplus).
Raja dari periode Himyar pertama ini adalah seorang raja
feodal yang tinggal di puri, memiliki tanah luas dan mencetak uang
emas, perak dan perunggu, dengan menampilkan gambar wajahnya

43
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

pada salah satu sisinya dan seekor burung hantu (lambang


orang-orang aten) atau kepala banteng disisi lainnya. Beberapa
logam yang lebih tua memuat gambar raja Atena-menunjukkan
ketergantungan Arab selatan kepada model-model Atena sejak
abad keempat sebelum masehi. Disamping uang logam, ditemukan
juga sejumlah patung perunggu karya pengrajin Yunani dan
Sasaniyah dalam penggalian di Yaman. (Hitti, 2002 : 70-71)

Gambar 16. Peta Kerajaan Himyar

Kerajaan Himyar pada permulaan berdirinya adalah suatu


kerajaan yang kuat. Raja-rajanya telah dapat memperbaiki system
pertanian dan pengairan, dengan memperbaiki kembali bendungan
dan dam-dam air. Kekuasaan merekapun telah menjadi besar.
Diceriterakan bahwa balatentara mereka telah menjelajah sampai
ke Irak dan Bahrain.
Akan tetapi kerajaan ini akhirnya mengalami kelemahannya

44
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

pula. Mereka alpa memperbaiki dan mengawasi bendungan-


bendungan dan dam-dam air itu. Oleh karena itu bendungan-
bendungan dan dam-dam air dirobohkan pula oleh air bah dan
banjir. Bendungan Ma’rib tidak dapat dipertahankan lagi. Dam
raksasa itu roboh. Kerobohan bendungan Ma’rib mengakibatkan
sebagian dari bumi mereka tidak mendapat air yang diperlukannya
lagi, sementara sebahagian yang lain karam di dalam banjir.
Malapetaka ini menyebabkan mereka berduyun-duyun mengungsi
ke bagian utara Jazirah Arab.
Oleh sebab itu Yaman menjadi lemah. Dan kelemahannya itu
membukakan jalan bagi kerajaan- kerajaan Persia dan Romawi
untuk campur tangan dalam negeri Yaman dengan maksud hendak
memiliki negeri yang subur dan makmur itu. (Syalabi, 1990 : 38)

45
MODUL: SEJARAH ARAB PRA ISLAM Ravico, M.Hum

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Yusri Abdul Ghani. Historiografi Islam: Dari Klasik Hingga


Modern. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.

Abdurrahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah Islam. Yogyakarta:


Ombak, 2011.

Faruqi, Nisar Ahmed. Early Muslim Historiography. Delhi: Idarah Adabiyat,


1979.

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013.

Tarhini, Muhammad Ahmad. al-Mu’arrikhûn wa al-Tarîkh al-‘Arab. Beirut:


Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1991.

Thohir, Ajid. “Bio-biografi dan Perkembangan Mazhab Fikih dan Tasawuf”,


dalam Miqot Vol. XXXVI No. 2, (Sumatera: Juli-Desember, 2012).

Umar, Muin. Historiografi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 1978.

Wilaela, Sejarah Islam Klasik. Riau: Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Kasim,
2016.

Yatim, Badri. Historiografi Islam. Jakarta: Logos, 1997.

__________. Sejarah Peradaban Islam: Dirasat Islamiyah II. Jakarta:


RajaGrafindo Persada, 2000.

46

Anda mungkin juga menyukai