Anda di halaman 1dari 5

Sumber Daya Alam Untuk Manufaktur

Konsep pemanfaatan sumber daya alam (SDA) dalam bentuk renewable material (resources)
and renewable energy menuju keberlanjutan manufaktur pada dasarnya mengacu kepada sifat
ketersediaan sumber daya alam itu sendiri. Terdapat 2 (dua) sifat mendasar yang umumnya kita temui
pada setiap sumber daya alam yang digunakan oleh manufaktur dalam setiap kegiatannya yaitu:

1. SDA habis pakai (non renewable resources); yaitu SDA yang penggunaanya secara terus menerus,
sementara ketersediaannya makin lama makin berkurang (depletion); atau SDA yang proses
regenerasinya jauh lebih lama dibanding proses penggunaannya dan atau pemanfaatannya. Contoh
SDA habis pakai yaitu sumber daya alam tak terbarukan (non renewyable resources); batubara dan
bahan bakar fosil.
2. SDA tidak habis pakai (sustainable resources / renewable resources); yaitu SDA yang
ketersediaannya selalu ada dan tidak pernah habis terpakai. Contoh SDA tak habis pakai atau
sumber daya alam terbarukan (renewable resources) adalah; energi matahari, angin, air, tanah,
udara, vegetasi, hewan, dan manusia.

Green Manufacturing

Manufaktur merupakan salah satu elemen penting dari pembangunan berkelanjutan karena
memproduksi barang-barang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Manufaktur
adalah sistem input-output, di mana sumber daya adalah input dan ditransformasikan melalui proses
manufaktur menjadi produk atau produk setengah jadi (Sangwan dan Mittal, 2015). Suatu Manufaktur
berkelanjutan pasti membutuhkan Sumber daya alam yang memadai untuk proses produksinya. Oleh
sebab itu muncullah istilah Green Manufacturing. Sustainability dapat diperoleh dengan melakukan
konsep Green (Dornfeld, 2014; Tseng, dkk., 2013). Sustainable Manufacturing sendiri diartikan sebagai
"penciptaan produk yang bernilai ekonomis melalui proses yang meminimalkan dampak negatif
terhadap lingkungan, menghemat energi dan sumber daya alam, serta melestarikan sumber daya alam
dan energi untuk menjamin ketersediaannya di masa yang akan datang. Proses yang dilakukan juga
harus aman bagi karyawan, masyarakat, dan konsumen." Sustainable Manufacturing merupakan evolusi
dari sistem manufaktur mulai dari sistem manufaktur yang tradisional, kemudian lean manufacturing
yang fokus pada pengurangan pemborosan (waste reduction based), green manufacturing dengan 3R,
hingga akhirnya pada konsep sustainable manufacturing dengan pendekatan 6R pada siklus hidup
produk (Gambar 1). Penerapan Sustainable Manufacturing mengarah pada tercapainya pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) sebagaimana dikemukakan oleh Komisi Dunia tentang
Lingkungan dan pembangunan (David A. Dornfeld, 2013) diartikan sebagai "pembangunan yang
memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan mereka sendiri.

Konsep green meliputi proses pembuatan produk dengan penggunaan material minimal dan
proses yang meminimasi dampak negatif terhadap lingkungan, hemat energi dan sumber daya alam,
aman bagi karyawan, masyarakat, dan konsumen, dengan tetap bernilai ekonomis (Dornfeld, 2013;
Rehman dkk., 2013). Istilah green juga dapat digunakan untuk menunjukkan atau mengacu pada
rangkaian kegiatan untuk mengurangi dampak dari sebuah proses atau sistem manufaktur terhadap
lingkungan jika dibandingkan dengan kondisi awal, seperti pengurangan limbah berbahaya yang
dihasilkan, mengurangi penggunaan pendingin (coolant) pada proses permesinan, atau mengubah
campuran energi yang digunakan sehingga memungkinkan untuk penggunaan sumber energi terbarukan
(Dornfeld, 2013).

Implementasi Green Manufacturing

Tujuan Green Manufacturing (GM) adalah integrasi berkesinambungan dari perbaikan


lingkungan dari proses industri dan produk untuk mengurangi atau mencegah polusi udara, air, dan
tanah, mengurangi limbah pada sumbernya, dan untuk meminimalkan resiko terhadap manusia dan
spesies lainnya (Van Berkel dkk., 1997). Tantangan berkaitan dengan implementasi GM adalah
bagaimana memenuhi permintaan konsumen /pelanggan akan produk yang ramah lingkungan,
mengembangkan skema daur ulang, meminimasi penggunaan bahan baku, dan memilih bahan baku
dengan dampak lingkungan yang minimal. Berkaitan dengan proses, GM bertujuan untuk konservasi
bahan baku dan energi, menghilangkan penggunaan zat beracun, dan mengurangi limbah yang
dihasilkan. Berkaitan dengan produk, GM mencoba untuk meminimalkan dampak lingkungan di
sepanjang siklus hidup produk. Pada perspektif proses dan produk, terjadi saling tumpang tindih karena
mengadopsi siklus hidup produk yang berarti bahwa dampak lingkungan dari proses manufaktur juga
harus dipertimbangkan. Green manufacturing mencakup sejumlah aktivitas, yaitu pencegahan polusi,
reduksi penggunaan zat beracun (Bergendahl dkk., 2005), dan desain untuk lingkungan (Johansen dkk,
2007). Pencegahan polusi fokus pada bagaimana menghindari dan meminimalkan limbah melalui
pengurangan sumber limbah atau melakukan daur ulang di tempat. Mengurangi sumber limbah dapat
dicapai dengan cara yang berbeda baik yang berhubungan dengan proses maupun dengan produk (Van
Berkel dkk., 1997), diantaranya modifikasi produk dengan mengubah bentuk dan komposisi bahan baku
produk; substitusi input sehingga penggunaan bahan baku dan bahan tambahan yang menyebabkan
polusi serta penggunaan alat bantu proses (misalnya pelumas dan pendingin) lebih sedikit; modifikasi
teknologi melibatkan perbaikan proses otomatisasi, proses optimasi, desain ulang peralatan dan
substitusi proses; serta perubahan prosedur operasional dan manajemen untuk mengurangi atau
menghilangkan limbah dan emisi. Beberapa artikel menjelaskan implementasi GM dengan melakukan
reduce, reuse dan recycle pada jenis industri yang berbeda, seperti pada industri manufaktur secara
umum (Bey, Hauschild, dan Mcaloone, 2013; Luken dan Van Rompaey, 2008; Masoumik, Abdul-rashid,
dan Olugu, 2015); industri lantai/ubin keramik dengan melakukan perubahan pada penggunaan bahan
baku, efisiensi konsumsi energi dan air (Gabaldón-estevan, Criado, dan Monfort, 2014); industri karet
(Marimin dkk., 2014); industri otomotif dengan mengimplementasikan pengolahan air yang digunakan
dalam produksi, dan pengunaan material yang lebih ramah lingkungan (Drohomeretski dkk., 2014);
mengurangi limbah makanan pada perusahaan produsen makanan dilakukan dengan remanufacture,
repackaging, penjualan dengan diskon, donasi pada lembaga-lembaga sosial, melakukan manajemen
limbah (Garrone dkk., 2016); dan industri pengecoran logam (Arulrajah dkk., 2017). Contoh
implementasi GM yang lain adalah daur ulang air limbah bekas cuci pad-batch pada industri tekstil
dengan proses oksidasi (Tezcanl, Nadeem, dan Dizge, 2016), penggunaan kembali sludge biologis pada
industri kertas dan karton (Huber dkk., 2014), dan penggunaan kembali air limbah pada industri
elektronik (Eksangsri dan Jaiwang, 2014).
7 Langkah

Berdasarkan rekomendasi OECD; Andrew Wyckoff (2012) menyatakan bahwa; terdapat 7 (tujuh)
langkah yang dapat dilakukan pada tahap persiapan, pengukuran dan perbaikan kegiatan manufaktur
menuju manufaktur berkelanjutan atau manufaktur hijau.

Tahap persiapan:

1. Melakukan pemetaan (mapping) terhadap seluruh kegiatan manufaktur yang menimbulkan


dampak negative terhadap lingkungan hidup, dan membuat prioritas pengelolaan lingkungan
hidup.
2. Memilah dan memilih indicator dampak penting lingkungan hidup yang diprakirakan akan terjadi
untuk segera dilakukan pengelolaan guna perbaikan bisnis atau usaha manufaktur dan melakukan
perbaikan kualitas lingkungan hidup secara berkelanjutan.

Tahap pengukuran:

3. Mengukur input yang digunakan dalam setiap tahapan proses-proses produksi; lakukan proses
identifikasi bagaimana material dan komponen-komponen bahan baku digunakan dalam proses
produksi yang nantinya diperkirakan dapat mempengaruhi kinerja lingkungan (environmental
performance).
4. Melakukan penilaian terhadap elisiensi pemanfaatan fasilitas dan utilitas operasional manufaktur,
termasuk dampak pencemaran udara, air dan tanah.
5. Melakukan evaluasi terhadap semua produk yang dihasilkan: lakukan identifikasi dan mengevaluasi
factor- factor konsumsi energy yang digunakan, daur ulang (recycling) material dan penggunaan
kembali (reusing) bahan-bahan berbahaya yang akan menentukan produk ramah lingkungan dan
sistem manufaktur berkelanjutan.

Tahap perbaikan:

6. Memahami data hasil pengukuran-pengukuran; membaca dan mengartikan indicator serta


memahami trend kinerja pekerja dan kinerja lingkungan manufaktur.
7. Mengambil tindakan untuk meningkatkan kinerja lingkungan manufaktur; menyeleksi peluang-
peluang untuk memperbaiki kinerja pekerja dan kinerja lingkungan manufaktur dan membuat
rencana tindak atau aksi untuk melaksanakannya,

Tujuh langkah tersebut di atas penting untuk mengapresiasi sustainable manufacturing yang bukan
menjadi tujuan akhir atau hasil akhir, namun terkait dengan pembelajaran berkelanjutan, inovasi dan
perbaikan. Selanjutnya, setelah menyelesaikan 7 langkah tersebut di atas, maka lakukan peninjauan
kembali terhadap proses-proses secara berkala (baik kurun waktu bulan atau tahun) guna perbaikan
terhadap system dan aktivitas manufaktur secara berkelanjutan.

Harus diingat pula bahwa; yang paling penting adalah sedap elemen manajer harus terlibat dalam
proses menuju manufaktur hijau. Tidak peduli seberapa banyak atau berapa lama kita terlibat di dalam
proses-proses menuju manufaktur hijau, maka 7 langlah dasar yang sama harus dilaksanakan secara
terintegrasi dan konsisten.

a. Langkah Pertama: lakulan pemetaan dampak (Impact), balk dampak positif maupun dampak
negative dan menetapkan prioritas pengelolaan manufaktur kita. Untuk setiap langkah operasional
manufaktur, kita memerlukan pemetaan yang cermat guna membantu kita untuk mencapai sasaran
dalam penanganan dampak lingkungan manufaktur
b. Pada langkah pertama, kita harus focus pada aspek di kita akan memulai di mana kita akan
mengakhirinya, dan hal yang perlu dipastikan adalah bahwa kita memiliki semua yang dibutuhan
untuk mencapai prioritas penanganan dampak lingkungan manufaktur.
c. Terdapat banyak cara untuk meminimumkan dampak lingkungan dari pengaruh pengoperasian
fasilitas dan utilitas manufaktur, dan bagaimana upaya yang bisa dilakukan Untuk meningkatkan
kinerja lingkungan manufaktur.

Langkah Kedua: Memilih Indikator dan Memahami data yang diperlukan.

a. Pada langkah kedua ini, kita harus menegaskan indicator apa yang akan kita gunakan.
b. Kita selayaknya mengacu pada indicator yang direkomendasikan OECD (18 indicator standard
OECD).
c. Beberapa perusahaan manufaktur di Eropa telah memperoleh keuntungan ekonomi yang cukup
besar setelah menerapkan 18 indicator OECD tersebut dengan menambahkan beberapa indicator
spesifik lainnya terkait tipologi manufaktur yang dioperasikannya

Langkah Ketiga: Mengukur penggunaan Input pada Proses Produksi.

a. Pada langkah ketiga ini, kita harus melakukan setting terhadap indicator yang berkaitan dengan
bahan baku dan bahan baku pembantu yang digunakan dalam proses manufaktur.
b. Kita selayaknya melihat dan mempelajari sifat fisika- kima dan karakteristik bahan baku dan bahan
pembantu (material input) yang digunakan pada perusahaan manufaktur, dan mengukur jumlah
penggunaannya.
c. Sifat fisika-kima dan karakteristik bahan baku dan bahan pembantu (material input) manufaktur
sangat menentukan entropy (limbah dan polutan yang dihasilkan
d. Input yang berkualitas akan menghasilkan produk manufaktur berkualitas dan kinerja lingkungan
yang baik.

Langkah Keempat: Menilai Operasional Fasilitas Manufaktur dan Proses Produksi


a. Pada langkah keempat ini, kita harus melihat apa yang terjadi dengan adanya kegiatan operasional
fasilitas manufaktur dan proses produksi
b. Kita selayaknya melihat dan mempelajari dampak lingkungan yang ditimbulkan dalam bentuk
limbah dan polutan.
c. Pada langkah ini kita harus focus pada kunci proses produksi dan memfungsikan manufaktur secara
efisien sehingga meminimumkan timbulnya limbah dan polutan.

Langkah Kelima: Mengukur Penggunaan Input pada Proses Produksi.


a. Pada langkah kelima ini, kita harus focus pada penggunaan input (bahan baku utama + bahan baku
pembantu) dan melakukan pencegahan pencemaran lingkungan oleh entropy kegiatan proses
produksi.
b. Pada tahap ini, manufaktur kita harus mampu menghasilkan produk manufaktur yang berkualitas
sesuai permintaan pasar global dan meningkatkan kinerja lingkungan manufaktur (melalui
minimisasi limbah dan polutan).
c. Melakukan perencanaan (berfikir) secara global (think globally) dan bertindak dengan kearifan local
(act with ecological wisdom).

Langkah Keenam: memahami hasil pengukuran, indicator dan trend kinerja manufaktur.

a. Pada langkah keenam ini, kita harus mengerti dan memahami bahwa dengan kinerja lingkungan
yang baik, maka perusahaan manufaktur kita akan menerima keuntungan ekonomi yang besar
(disamping keuntungan ekologi).
b. Pada tahap ini, kita harus mampu mengidentifikasi dan melacak indicator yang menghasilkan
Informasi penting yang dapat membantu meningkatkan pengetahuan, strategi dan hasil produk
manufaktur yang berkualitas sesuai permintaan pasar global dan meningkatkan kinerja lingkungan
manufaktur (melalui minimisasi limbah dan polutan).
c. Langkah berikutnya adalah untuk memahami cara-cara yang berbeda untuk meninjau dan
menganalisis informasi yang dihasilkan oleh indicator untuk mengidentifikasi opsi-opsi pengelolaan
guna meningkatkan kinerja lingkungan manufaktur (kinerja = efisiensi = produktivitas)

Langkah Ketujuh: Mengambil Tindakan Untuk Meningkatkan Kinerja Lingkungan dan Kinerja
Manufaktur.

a. Pada langkah ketujuh ini, kegiatan manufaktur kita harus mulai memberikan hasil nyata Kinerja
Lingkungan + Kinerja Manufaktur yang tinggi (eflsien secara ekonomi dan efisien secara ekologi =
eco-efficiency).
b. Kinerja Lingkungan = efisien memanfaatkan SDA = produktif memanfaatkan SDA = zero waste dan
zero pollutant dan zero accident).
c. Pada langkah ini kita harus memperoleh data dan informasi tentang indicator penting untuk
meningkatkan Kinerja Lingkungan dan Kinerja Manufaktur secara berkelanjutan (sustainable
manufacturing).

Anda mungkin juga menyukai