Anda di halaman 1dari 18

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT NAILI DBS
NOMOR:
TENTANG
PANDUAN MANAJEMEN NYERI

BAB I
DEFINISI
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan
jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang
merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan.
2. Nyeri Akut adalahnyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki
hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
3. Nyeri Kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri kronik
adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering sekali
tidak diketahui penyebabnya yang pasti.
4. Asesmen nyeri adalah suatu tindakan melakukan penilaian rasa nyeri pada pasien di
rumah sakit yang terdiri dari asesmen awal dan asesmen ulang nyeri.
5. Asesmen nyeri awal adalah suatu tindakan melakukan penilaian rasa sakit/nyeri pada
saat pasien dilayani pertama kali di IGD, rawat jalan, maupun rawat inap.
6. Asesmen nyeri ulang adalah suatu tindakan melakukan penilaian ulang terhadap rasa
sakit/nyeri pada pasien yang telah dilakukan asesmen nyeri awal maupun yang telah
dilakukan pengelolaan nyeri baik di rawat jalan, IGD, rawat inap, rawat khusus ICU,
sampai pasien terbebas dari rasa nyeri.
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Panduan managemen nyeri ditetapkan kepada semua pasien baik rawat inap, rawat jlan,
UGD, dan pelayanan penunjang lainnya.
2. Pelaksanaan panduan adalah para tenaga kesehatan dan seluruh staff yang bekerja di
Rumah Sakit Naili DBS.
3. Rumah sakit menetapkan proses untuk melakukan skrinig, asesmen, dan pelayanan
untuk mengatasi nyeri meliputi
a. Identifikasi pasien untuk rasa nyeri pada asesmen awal dan asesmen ulang.
b. Memberi informasi kepada pasien bahwa nyeri dapat disebabkan oleh tindakan
ataupemeriksaan.
c. Melaksanakan pelayanan untuk mengatasi nyeri terlepas dari mana nyeri itu berasal.
d. Melakukan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga perihal pelayanan
untuk mengatasi nyeri sesuai dengan latar belakang agama, budaya, nila-nilai pasien,
dan keluarga.
e. Melatih PPA tentang asesmen dan pelayanan nyeri.
4. Prinsip
a. Petugas RS harus mempunyai respon dan kepedulian terhadap pasien rawat jalan,
rawat inap, dan yang merasakan/mengalami nyeri akibat dari suatu penyakit.
b. Tujuan : dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan menghindari keadaan
yang lebih fatal.
c. Putugas RS menghargai setiap mekanisme yang dilakukan oleh pasien dalam
merespon rasa nyeri sesuai dengan norma dan kepercayaan yang dianutnya.
5. Kewajiban dan tanggung jawab
a. Staf RS
Memahami dan dapat menerapkan prosedur managemen nyeri sehingga dapat segera
melaporkan kepada perugas medis yang berwenang.
b. Paramedis
1) Mempunyai respon dan kepeduliaan yang tinggi kepada seluruh pasien yang
ada di wilayah kerjanya.
2) Cepat tanggap terhadap keluhan pasien khususnya nyeri.
3) Segera melaporkan keadaan nyeri pasien kepada dokter penganggung jawab
pasien.
c. Dokter
1) Segera merespon laporanmedis.
2) Segera memberikan tindakan sesuai standar terapi.
3) Adakan pemantauan dan pastikan pasien berkurang dan rasa nyeri.
BAB III
TATA LAKSANA

A. CARA MELAKUKAN ASESMEN NYERI


1. Rumah sakit menetapkan proses untuk melakukan skrining, asesmen, pelayanan untuk
mengatasi nyeri meliputi
a. Identifikasi pasien untuk rasa nyeri pada asesmen awal dan asesmen ulang
b. Memberi informasi kepada pasien bahwa nyeri dapat disebabkan oleh tindakan atau
pemeriksaan
c. Melaksanakan pelayanan untuk mengatasi nyeri terlepas dari mana nyeri berasal
d. Melakuan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga perihal pelayanan
untuk mengatasi neri sesuai dengan latar belakang agama, budaya, nila-nilai pasien,
dan keluarga
e. Melatih PPA tentang asesmen dan pelayanan untuk mengatasi nyeri
2. Asesmen awal nyeri dilakukan dengan cara anamnesa kepada pasien, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaantanda-tanda vital.
3. Anamnesa terhadap keluhan nyeri pada pasien, hal-hal yang ditanyakan pada pasien saat
melakukan anamnesa adalah sebagai berikut :
a. Onset
Kapan mulai terjadi nyeri?, Berapa lama nyeri dirasakan? (menit, jam, hari, bulan,
dll), seberapa sering terjadi?
b. Quality (kualitas)
Kualitas nyeri?
Seperti apa nyeri yang dirasakan?
Apakah seperti tertusuk? terbakar?
Kena benda tupul?
Seperti tertekan benda berat? kram?
4. Asesmen ulang nyeri dilakukan kepada pasien yang telah dilakukan penanganan/
pengelolaan nyeri atau dilakukan setiap 30 menit s/d 1 jam setelah pemberian obat nyeri.
5. Asesmen ulang nyeri dilakukan :
a. Shift dinas untuk nyeri ringan
b. Nyeri sedang dilakukan saban 3 jam
c. Nyeri berat dilakukan saban 1 jam
d. Pada saat pengukuran tanda-tanda vital pasien
e. 1 jam setelah pengelolaan nyeri atau sesuai jenis dan onset obat
f. Setelah pasien menjalani prosedur operasi/ tindakan lain yang menimbulkan rasa
sakit.
g. Sebelum transfer pasien antar ruang
h. Setelah transfer pasien antar ruang
i. Sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
6. Untuk pasien yang mengalami nyeri cardiac (jantung), dilakukan asesmen ulang tiap 5
menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena.

B. METODE PENILAIAN SKOR NYERI


RS Naili DBS padang menetapkan 4 metode yang dapat dipakai untuk menilai skor nyeri
yaitu :
1. Numeric Rating Scale (NRS)
a. Indikasi :
Digunakan untuk umur > 6 tahun dan pasien dewasa, dapat menggunakan angka
untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakan.
b. Cara :
Pasien ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan, yang dilambangkan dengan
angka 0-10.
c. Gambar :

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan (pasien dapat berkomunikasi dengan baik)
4-6 : Nyeri sedang (pasien nampak mendesis, menyeringai, dapat menunjukan
lokasi nyeri, dapat mendiskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan
baik)
7-10 : Nyeri berat (kadang-kadang pasien tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak
dapat mendiskripsikannya, sudah tidak dapat diatasi dengan alih posisi,
nafas panjang dan distraksi.

2. Wong Baker Face Pain Scale (WBFPS)


a. Indikasi :
Digunakan untuk pasien dewasa dan anak > 3 tahun yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.
b. Cara :
Dokter, Perawat, Bidan menilai intensitas nyeri ynag dirasakan pasien dengan cara
mencocokan skala nyeri dengan ekspresi wajah pasien.
c. Gambar :

Keterangan :
Wajah 0 : Pasien tidak merasakan nyeri sama sekali
Wajah 2 : Pasien hanya sedikit merasakan nyeri
Wajah 4 : Pasien merasa lebih nyeri (agak mengganggu)
Wajah 6 : Pasien merasa jauh lebih nyeri (mengganggu aktivitas)
Wajah 8 : Pasien merasa sangat nyeri tetapi tidak sampai menangis(sangat
menggangu)
Wajah 10 : Pasien merasa sangat nyeri sampai menangis (tak tertahankan)

3. FLACC (Face, Leg, Activity, Cry, Consolability)


a. Indikasi :
Digunakan pada anak usia < 1-3 tahun yang belum dapat berkomunikasi, atau pada
pasien ICU yang tidak dalam pengaruh sedasi.
b. Cara :
Pasien diukur nyerinya dengan cara mengkaji ekspresi wajah pasien, gerakan kaki,
aktifitas pasien, menangis dan suara pasien dengan di cocokan pada tabel dan
ilakukan scoring.
c. Skala :
kategori Score Nilai
0 1 2
Score
Face Tidak ada ekspresi Menyeringai, Dagu gemetar,
(wajah) khusus, senyum mengerutkan dahi, gerutu berulang
tampak tidak tertarik (sering)
(kadang-kadang)
Leg (kaki) Posisi normal atau Gelisah, tegang Menendang,
santai kaki tertekuk
Activity Berbaring tenang, Menggeliat, tidak bias Kaku atau
(aktifitas) posisi normal, diam, tegang tegang
gerakan mudah
Cry Tidak menangis Merintih, merengek, Terus
(menangis) kadang-kadang menangis,
mengeluh berteriak
Consolabilit rileks Dapat ditenangkan Sering
y dengan sentuhan, mengeluh, sulit
(kemampua pelukan, bujukan, dapat dibujuk
n consol) dialihkan
Skala 0 = Nyaman
Skala 1-3 = Kurang nyaman
Skala 4-6 = Nyeri sedang
Skala 7-10 = Nyeri hebat
Total Score

4. PENGKAJIAN NYERI MENURUT INFANTS PAIN SCALA (NIPS) USIA 0-1


SKOR : 0 : Tidak Nyeri, 1-2 : Nyeri ringan, 3-4: Nyeri sedang, > 4 : Nyeri hebat
PARAMETER FINDING POINTS
Ekspresi wajah Santai 0
Meringis 1
Menangis Tidak menangis 0
Merengek 1
Menangis kuat 2
Pola bernafas Santai 0
Perubahan 1
bernafas
Lengan Santai 0
Fleksi/Ekstensi 1
Kaki Santai 0
Fleksi/Ekstensi 1
Keadaan Tertidur/bangun 0
Rewel 1
rangsangan
Total Skor

PADA BAYI PREMATUR DITAMBVAHKAN DUA PARAMETER LAGI YAITU HEART


RATE DAN SATURASI OKSIGEN
Heart Rate ≤150x/menit 0
151-17x/menit 1
>170x/menit 2
Saturasi oksigen Tidak diperlukan oksigen 0
tambahan
Penambahan oksigen 1
diperlukan
Total Skor
Tanda tangan petugas
C. KRITERIA NYERI
Berdasarkan skala nyeri atau berat ringannya nyeri, kriteria nyeri dibagi menjadi 3 yaitu
nyeri ringan, nyeri sedang, dan nyeri berat.
a. Nyeri Ringan
Nyeri ringan dalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang ringan dimana pada
pengukuran skala nyeri ada pada skala 1-3. Pada nyeri ringan biasanya pasien secara
obyektif masih dapat berkomunikasi dengan baik.
b. Nyeri Sedang
Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan insensitas yang sedang, dimana pada
pengukuran skala nyeri ada pada skala 4-6. Pada nyeri sedang secara obyektif pasien
Nampak mendesis, menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri dan dapat
mendiskripsikan nyeri yang dirasakan serta masih dapat mengikuti perintah dengan baik.
c. Nyeri Berat
Nyeri berat dalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat, dimana pada
pengukuran skala nyeri pada skala 7-10. Pada nyeri berat secara obyektif pasien
terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih merespon terhadap tindakan, dapat
menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikan dan tidak dapat diatasi dengan alih
baring dan nafas panjang.

D. PENANGANAN NYERI
Sebelum melakukan penanganan nyeri, dokter/perawat terlebih dahulu melakukan
asesmen nyeri yang dirasakan pasien karena nyeri merupakan pengalaman interpersonal dari
pasien sendiri.
Penanganan terhadap nyeri secara umum dilakukan dengan cara Non Fsrmskologis dan
Farmakologus. Dibawah ini cara penanganan nyeri berdasarkan tingkat berat ringannya nyeri
yang dirasakan.

1. Nyeri Ringan (skala 1-3)


Pada pasien dengan nyeri ringan aau skala 1-3, secara umum penanganannya dilakukan
melalui tindakan non farmakologi yang disesuaikan menurut kemampuan pasien seperti
tindakan dibawah ini :
a. Stimulasi Kulit
Tehnik ini mendistraksi pasien dan menfocuskan perhatian pada stimulas taktil jauh
dari sensai yang menyakitkan sehingga mengurangi prises nyeri. Beberapa tindakan
yang dapat mengurangi rasa nyeri adalah :
1. Massage :
Suatu tindakan untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien sehingga dapat
membanttu relaksasi dan menurunkan ketegangan otot dan dapat mengurangi
kecemasan.
Caranya : Mengusap, menekan, gesekan, getaran dan menepuk
2. Kompres panas atau dingin
Melakukan kompresan pada daerah yang nyeri
Seperti : mandi hangat, bantalan pemanas, kompres panas atau dingin, rendam air
hangat atau dingin, secara umum dapat meredakan nyeri dan meningkatkan
pemulihan area cidera.
b. Immobilisasi
Pembatasan gerak bagian tubuh yang sakit dapat membantu mengatasi nyeri akut.
Dapat juga diberi bebat atau alat penyangga untuk nyeri akut pada area persendia.
c. Tekhnik Distraksi
Untuk mengalihkan perhatian pasien ke dalam hal lain yang dapat menurunkan atau
mengurangi rasa nyeri bahkan sampai dengan mampu meningkatkan toleransi terhadap
nyerinya sehingga pasien merasa berada dalam suasana yang nyaman dan
menyenangkan
Contoh : pada pasien anak dapat diarahkan untuk melihat gambar pada buku, bermain
puzzle, meniup gelembung..
Pada pasien dewasa dengan membaca Koran, nonton tv (visual) dan mendengarkan
music, humor (audiometri) sesuai degan selera dan tingkat volume yang dapat
ditoleransi oleh pasien
d. Relaksasi
Merupakan bagian dari terapi perilaku kognitif yang bertujuan untuk mengendalikan
nyeri dengan menurunkan ketegangan fisiologis tubuh.
5 hal utama yang diperlukan un tuk relaksasi :
1. Posisi yang nyaman berbaring ataupun duduk
2. Fikiran tenang/beristirahat
3. Kepala ditopang
4. Lingkungan yang tenang
5. Relaksasi nafas dalam
e. Guided imagery
Tehnik menggunakan imajinasi seseorang untuk mencapai efek positif tertentu dapat juga
dikombinasikan dengan tehnik relaksasi nafas dalam sehingga mengahasilkan ketenangan
dan kedamaian.
(Smeltzer, bare, Hinkle&Cheever, 2010)
2. Nyeri Sedang(skala 4-6)
Pada pasien dengan nyeri sedang atau skala 4-6, penanganannya dapat dilakukan melalui
tindakan non farmakologi dan dikombinasi dengan farmakologi. Pada nyeri tingkat
sedang ini perawat haru melakukan klaborasi dengan DPJP
3. Nyeri Berat (skal 7-10)
Pada pasien dengan nyeri berat atau skla 7-10, penanganannya secara umum
menggunakan farmakologis.
Pada nyeri tingkat berat ini jika obat yang diberikan oleh DPJP tidak dapat mengatasi
nyerinya maka DPJP perlu untuk melakukan kolaborasi dengan dokter syaraf/dokter
anestesi.
Penggunaan obat-obatan yang sesuai dengan diagram based on the 3 step WHO
analgestic Ladder, yaitu :
a. Nyeri ringan-sedang diberikan Analgesik Non Opiod (Aspirin,
paracetamol/ibuprofen)
b. Nyeri sedang diberikan Weak Opiod, Non Opiod, dan analsik adjuvant (codein,
tramadol, and buprenorphine) used combination with a non opiod, e.g aspirin,
paracetaol or ibuprofen)
c. Nyeri berat diberikan Strong Opiod (Morphin, hydromorphonr, oxycodone or
buprenorphine) may be caused alone or in combination with a non opioid

Dibawah ini diagram based on the 3-step WHO Analgesi Ladder


Pemberian obat-obatan dalam pengelolaan pasien dengan nyeri harus berdasarkan advis dokter.
Beberapa obat yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri adalah :
a. Paracetamol
1. Efek analgesik untuk nyeri ringan – sedang dan anti piretik. Dapat dikombinasikan
dengan opiod untuk memberikan efek analgesikyang lebih besar.
2. Dosis 10mg/kg BB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk dewasa dapat diberikan
dosis 3-4 kali 500mg/hari
b. Obat Anti Inflamasi Non Streroid (OAINS)
1. Efek analsik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-sedang, antipiretik.
2. Kontra indikasi : pasien dengan Triad Franklin (polip hidung, angioedema dan urtikaria)
karena sering terjadi reaksi anafilaktik)
3. Efek samping : gastrointestinal (erosi/ulkus gaster), disfungsi renal, pengingkatan enzyme
hati.
Ketorolak
Merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk perenteral. Efektif untuk nyeri
sedang-berat.
4. Bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opiod atau dikombinasikan dengan opiod untuk
mendapatkan efek sinergesik dan meminimalisasi efek samping opiod (depresi
pernafasan, sedasi, statis gastrointestional). Sangat baik untuk terapi multianalgesik.
c. Tramadol
1. Merupakan analgetik yang lebih paten dari OAINS oral, efek samping lebih
sedikit/ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi OAINS
2. Indikasi : efektif untuk nyeri akut dan kronik untensitas sedang (nyeri kanker,
osteoarthritis, nyeri punggung bawah, neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia pasca
herpetic, nyeri pasca operasi.
3. Efek samping : pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi
4. Pemberian : IV, epidural, rektal, oral
5. Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100mg perhari
Dosis maxsimal : 400mg dalam 24 kjam
d. Opiod
1. Merupakan alangetik paten (tergantung dosis) dan efeknya dapat ditiadakan oleh
nalokson.
2. Contoh opiod yang sering digunakan adalah : morfin, fentanyl, meperidin,.
3. Dosis opiod yang diberikan disesuaikan tiap individual untuk mendapatkan dosis yang
tepat, pemberian melalui titrasi.
4. Adiksi terhadap opiod sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan nyeri
akut.
5. Efek samping :
a. Depresi pernafasan, dapat terjadi bila :
1. Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian secara infus, opiod
long acting.
2. Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepine, antihistamin, antiemetic tertentu)
3. Adanya kondisi tertentu seperti : gangguan elektrolit, hipovilemi, uremia, gangguan
respirasi dan peningkatan TIK.
4. Obstruksi dalan nafas intermiten.
b. Sedasi.
c. System saraf pusat : Euforia, halusinasi, miosis, kekakuan otot dan coma (pemberian
petidin)
d. Toksisitas metabolit :
1. Petidin (norpetidin) menimbulkan tremor, twitching, multifocal, kejang.
2. Petidin tidak boleh digunakan >72 jam untuk penatalaksanaan nyeri pasca bedah
3. Pemberian morfin kronik : menimbulkan gangguan fungsi ginjal terutama pada
pasien usia >70 th.
e. Efek kardiovaskuler :
1. Tergantung jenis, dosis dan cara pemberian, status volume intravascular serta level
aktifitas simpatetik.
2. Morfin menimbulkan vasodilatasi.
3. Petidin menimbulkan kakikardi.
f. Gastrointestinal : mual, muntah.
e. Efek analgesic pada Antidepresan
1. Mekanisme kerja : memblok pengambilan kembali norepinefrin dan serotonin
sehingga meningkatkan efek neurotransmitter tsb dan meningkatkan aktivasi neuron
inhibisi nosiseptif.
2. Indikasi : nyeri neuropatik (neuropati DM, neuralgia pasca-herpetik, cedera saraf
perifer, nyeri sentral)
f. Anti-konvulsan
1. Carbamazepine : efektik untuk nyeri neuropatik
2. Efek samping : somnolen, gangguan berjalan, pusing
3. Gabapentin : merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri neuropati.
g. Antagonis kanal natrium
Lidocain dan Prokain : myeri neuropatik dan pasca operasi.
BAB IV
DOKUMENTASI

A. DOKUMENTASI
1. Asesmen awal nyeri
2. Asesmen ulang nyeri
3. SPO Penanganan nyeri
4. Spo asesmennyeri
5. Spo pengelolaan nyeri

B. PENUTUP
Dengan ditetapkannya Panduan Manajemen Nyeri, maka setiap personil Rumah Sakit
Naili DBS dapat memahami dan menghormati Hak Pasien dan melayani pasien dengan
baik dan memuaskan.

Ditetapkan di : Padang

Pada Tanggal :

DIREKTUR RUMAH SAKITNAILI DBS

dr. SUSI RAHMAWATI, MARS


LEMBAR PENGESAHAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT NAILI DBS
Nomor :052a/Per/Dir/RS-NDBS/VI/2016

TENTANG

PANDUAN PELAYANAN PASIEN SERAGAM


RUMAH SAKIT NAILI DBS

Disusun Oleh :

Ns. Melly Annisa, S.Kep

Disetujui oleh :

dr. Try Wulan Sari,MARS


authorized person

Ditetapkan oleh :

dr. Susi Rahmawati, MARS


Direktur

Anda mungkin juga menyukai