Anda di halaman 1dari 6

BAB I

DEFINISI

A. DEFINISI
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya
kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan
emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan. (International
Association for the Study of Pain).
Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki
hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri
kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering
sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.

B. ASSESMEN NYERI
Asesmen nyeri dapat menggunakan :
1. Numeric rating scale digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 3 tahun
yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakan yaitu :
a. Nyeri ringan yaitu penilaian skor nyeri dengan nilai 1-3 (secara obyektif pasien
dapat berkomunikasi dengan baik).
b. Nyeri sedang yaitu penilaian skor nyeri dengan nilai 4-6 (secara obyektif pasien
mendesis, menyeringai, dapat mendiskripsikan, dapat mengikuti perintah dengan
baik)
c. Nyeri berat yaitu penilaian skor nyeri dengan nilai 7-9 ( secara obyektif pasien
terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat
diatasi dengan alih posisi panjang dan distraksi ).
d. Nyeri sangat berat yaitu penilaian skor dengan 10 (pasien sudah tidak mampu
berkomunikasi, memukul)
2. Wong Baker Faces pain scale ( pasien dewasa dan > 3 tahun yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyeri dengan angka disuruh menunjuk gambar yang
sesuai dengan nyeri yang dirasakan ).

0 2 4 6 8 10

Dengan penilaian skor :


a. 0 -1 = tidak merasa nyeri
b. 2-3 = sedikit merasa nyeri
c. 4-5 = cukup nyeri , agak mengganggu
d. 6 -7 = nyeri mengganggu aktifitas
e. 8 -9 = nyeri sangat mengganggu
f. 10 = tidak tertahankan

3. Visual Analog Scale pada pasien di kamar operasi dan post operasi dengan
menanyakan derajat nyeri pasien yang diwakili dengan angka 0 sampai 10. Angka 0
(tidak ada nyeri ) sampai 10 ( nyeri sangat hebat).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nyeri ringan : VAS < 4


Nyeri sedang : VAS 4-6
Nyeri berat : VAS > 7
BAB II

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup managemen nyeri meliputi semua pasien yang mendapat pelayanan dari
UPTD. RS Nyitdah baik di pelayanan Unit Gawat Darurat, Unit Rawat Jalan, Unit Pelayanan
Kebidanan, Unit Rawat Inap, Unit Kamar Operasi.
BAB III

TATA LAKSANA

1. Pasien yang mengalami nyeri di unit pelayanan akan dikaji oleh perawat,
dokter atau dokter penanggung jawab pasien (DPJP) yang di dokumentasikan
di rekam medis pasien.
2. Pengkajian nyeri dilakukan secara komprehensif yaitu PQRST meliputi :
a. Provokatif yaitu penyebab timbulnya nyeri, apakah karena benturan atau
ruda paksa.
b. Qualitas yaitu seberapa berat keluhan nyeri terasa, apakah seperti tertusuk,
tertekan benda berat, diiris atau disayat.
c. Region yaitu lokasi nyeri, apakah juga menyebar ke daerah lain.
d. Skala yaitu ukuran yang berkaitan dengan keluhan nyeri.
e. Time yaitu kapan keluhan tersebut mulai dirasakan, seberapa sering
keluhan dirasakan, apakah mendadak atau bertahap atau terus-menerus.
3. Sistem scoring yang digunakan di assesmen yaitu Wong Baker Faces Pain
Scale, Numeric Rating Scale, dan Visual Analog Scale (VAS). Untuk bayi
yang berusia 0-3 tahun menggunakan skala Wong Baker Faces Pain Scale.
4. Bila pasien mengalami nyeri ringan (skala nyeri 1-3) terapi farmakologi nyeri
akan diberikan oleh dokter jaga serta diberikan edukasi manajemen nyeri oleh
dokter dan perawat. Pemantauan derajat nyeri dilakukan setiap pergantian
jaga dan didokumentasikan di rekam medis pasien.
5. Bila pasien mengalami nyeri sedang (skala nyeri 4-6) terapi farmakologi akan
diberikan oleh dokter jaga untuk pasien ugd jika nyeri tidak teratasi maka
konsul ke DPJP dan untuk pasien rawat inap dokter akan lapor DPJP
sehingga terapi nyeri sesuai tata laksana penanganan nyeri DPJP, apabila
penanganan nyeri ini teratasi maka perawat, dokter atau DPJP melakukan
pemantauan derajat nyeri setiap pergantian jaga dan di dokumentasikan serta
diberikan edukasi manajemen nyeri.
6. Apabila terapi penanganan nyeri oleh DPJP tidak teratasi atau tergolong
mengalami nyeri berat (7-10) maka DPJP akan melakukan konsul ke tim
penanganan nyeri atau dokter anastesi.
7. Bila pasien nyeri post operasi penanganan nyeri diberikan oleh dokter
anastesi. Apabila nyeri tidak teratasi lebih dari 3 hari, maka penanganan nyeri
dilimpahkan kembali ke DPJP.
8. Assesmen ulang nyeri dilakukan jika pasien yang dirawat lebih dari beberapa
jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri sebagai berikut:
a. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien.
b. Dilakukan pada pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tata
laksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar atau bangun),
pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien,
dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
c. Pada nyeri akut/kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit - 1 jam
setelah pemberian obat nyeri.
d. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila
sampai menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya
diagnosis medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-
pembedahan, nyeri neuropatik)
9. Jika terapi sudah teratasi tetap dilakukan pemantauan derajat nyeri setiap
pergantian jaga dan diberikan edukasi manajemen nyeri seperti teknik
relaksasi nafas dalam.
BAB IV
DOKUMENTASI

Pengkajian pasien dengan nyeri dicatat di lembar penilaian awal medis UGD, di lembar
penilaian awal medis dan keperawatan rawat inap, lembar catatan perkembangan terintegrasi dan
lembar form edukasi terintegrasi A dan B.

Anda mungkin juga menyukai