Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SKIZOFRENIA

OLEH :

I Gede Abdi Arta Wiguna

20089142085

PROGRAM STUDI FROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

2021
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Skizofrenia

A. Konsep Dasar Skizofrenia


1. Definisi
Skizofrenia berasal dari kata (pecah-belah) dan (otak). Istilah skizofrenia
yang secara tepat menonjolkan gejala utama dari gangguan ini, yaitu otak yang
terpecah belah. Artinya, ada keretakan atau pemisahan antara proses pikir,
respon-respon perasaan atau afektif dan perilaku. Penyebab yang dapat
menimbulkan patofisiologis dari skizofrenia sampai saat ini belum dapat
diketahui, namun ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan munculnya
skizofrenia kemungkinan merupakan suatu kelompok gangguan dengan
penyebab yang berbeda dan secara pasti memasukkan pasien yang gambaran
klinis, respon pengobatan, dan perjalanan penyakitnya bervariasi
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal serta kesulitan dalam memecahkan
masalah (Stuart dalam Prabowo, 2014). Skizofrenia adalah gangguan jiwa atau
gangguan otak kronis yang mempengaruhi individu sepanjang kehidupanya yang
ditandai dengan penurunan kemampuan berkomunikasi, gangguan realitas
(halusinasi dan waham), afek tidak wajar, gangguan kognitif (tidak mampu
berfikir abstrak) dan mengalami kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari
National Institute Of Mental Health (2010) dalam Andayani, 2012.
Pasien skizofrenia berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Buchanan
dan Carperner dalam Andayani (2012) menunjukan bahwa jaringan otaknya
relatif lebih sedikit yang diperlihatkan oleh suatu kegagalan perkembangan atau
kehilangan jaringan otak, yaitu terjadinya pembesaran ventrikel otak dan antrofi
otak. Volume otak terjadi penurunan dan fungsi otak abnormal pada area
temporal dan frontal yang berkorelasi dengan tidak adanya kemauan atau
motivasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Skizofrenia merupakan nama yang diberikan pada beberapa gangguan
yang ditandai dengan parahnya kekacauan kepribadian, distorsi realita, dan
ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (Atkinson, 2008).
Pasien yang mengalami gangguan jiwa kronik seing kali tidak memedulikan
perawatan diri. Hal ini menyebabkan pasien dikucilkan dalam keluarga dan
masyarakat (Keliat, 2009).Berdasarkan pengertian skizofrenia tersebut yang
dimaksud dengan skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak
sebagai bentuk dari psikosa fungsional, menyebabkan timbulnya pikiran,
persepsi, emosi, gerakan, perilaku yang aneh dan terganggu serta disharmonisasi
(keretakan kepribadian) antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan
psikomotor dan disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham, halusinasi,
asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi.

2. Jenis skizopernia
Kraepelin 2010 membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan
gejala utama antara lain :
a. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir
sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya
perlahan-lahan.
b. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan
proses berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double
personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau
perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak
sekali.
c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta
sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah
katatonik atau stupor katatonik.

d. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-
waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata
adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
e. Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam
keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul
perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya
seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
f. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak
jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa
kali serangan Skizofrenia.
g. Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga
gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis
ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga
timbul serangan lagi.

3. Etiologi skizoprenia
Adapun tanda dan gejala skizopernia menurut nanda 2015
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara
tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu
orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan
kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia
pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu
klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak
sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat
badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat
asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian
obat halusinogenik.
d. Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada
diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan
mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt
pada waktu membuat sediaan.
e. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena
penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan
sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu
regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan
(transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
f. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit
ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara
proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia
menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran,
gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham,
halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
g. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah,
maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak,
arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.

4. Kriteria diagnostic skizopernia


Menurut Hawari dalam Prabowo (2014), mengatakan bahwa secara
klinis untuk mengatakan apakah seorang itu mnederita skizofrenia atau tidak
maka diperlukan kriteria diagnostik sebagai berikut:
1. Delusi atau waham yang aneh (Isinya jelas tidak masuk akal) dan tidak
berdasarkan kenyataan sebagai contoh misalnya:
(a) Waham dikendalikan oleh suatu kekuatan luar (delusions of being
confrolled)
(b) Waham penyiaran pikiran (Thought Insertion)
(c) Waham penyedotan pikiran (Thought withdrawal).
2. Delusi atau waham somatik (fisik) kebesaran, keagamaan, nihilistik atau
waham lainya yang bukan waham kejar atau cemburu.
3. Inkoherensi, yaitu kelonggaran asosiasi (hubungan) pikiran yang jelas, jalan
pikiran yang tidak masuk akal, isi pikiran atau pembicaraan yang kaku, atau
kemiskinan pembicaraan yang disertai oleh paling sedikit satu dari yang
disebut:
(d) Afek (alam perasaan) yang tumpul, mendatar atau tidak serasi
(inappropriate).
(e) Berbagai waham atau halusinasi.
(f) Katatonia (kekuatan) atau tingkah laku lain yang sangat kacau
(disorganised).
(g) Deferiorasi (kemunduran/kemerosotan) dari taraf fungsi penyesuaian
(adaptasi) dalam bidang pekerjaan, hubungan sosial dan perawatan
dirinya (mandi, makan, berpakaian dan eliminasi).
(h) Jangka waktu gejala penyakit itu berlangsung secara terus menerus
selama paling sedikit 6 bulan dalam satu periode didalam kehidupan
seseorang, disertai dengan terdapatnya beberapa gejala penyakit pada
saat diperiksa sekarang.
6 Pathways

Faktor genetic: Lingkungan Eskpresiemosi yang


Masyarakatumum (1%), berlebihan
Oarangtua (5%),
Saudarakandung (5%),
Anak(10%). Pandanganekstrimmasyar
akat

Gejalapositif PeningkatanDopamin, Gejalanegatif


Serotindan GABA
neurotransmitter

Kopingi
WahamDelusi Agresif Gaduh Rasa Kekacauanpiki
Halusinasi ndividu tidak
` gelisah Eufhoria bermusuhan/hostility ran
efektif

W.Kebesaran MK: Gangguan


W.Curiga Isi halusinas
menggunakan Isi halusinasi konsep diri: harga diri
instruksi menyenangkan rendah
MK: MK: Perilaku
Kerusakan kekerasan/Amuk
Komunikasi Resiko Bunih Diri
Penurunan motivasi dalam
verbal pemenuhan WithdrawlApatis,
kebutuhansehari-hari dan AvilitionAlam
hubungan sosial perasaan/efektumpul/d
atar

MK: Resiko nutrisi kurang


Putusasa/
dari kebutuhan
kecewa,
MK: Defisit perawatan diri
marah
MK: Isilasi sosial

agresifitas

Electyroconvulsion MK:
terapy Terapy Resiko
Electyroconvulsion Psikofarmaka/Antipsik prilaku
terapy otik kekerasan

Depresipernapasan Kejangtoknikk
lonik Efekekstra pyramidal
sindrom

Apnoe& penurunan
reflek batuk MK: MK: Potrensial
Resikoc komplikasi
idera (Aspirasi
pneumonia,
MK: Bersihan cardiac, arrest,
jalan nafas fraktur)
inefektif
5. Manifestasi klinik
Sementara itu menurut bleuler yang dikutip dari maramis (2005), gejala-
gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

A. Gejala primer
Gejala primer pasien skizofrenia adalah sebagai berikut:
a) Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran)
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran yang
terganggu terutama ialah asosiasi, kadang-kadang satu ide belum selesai
diutarakan, sudah timbul ide lain. Seseorang dengan skizofrenia juga
mempunyai kencenderungan untuk menyamakan hal-hal, kadang-kadang
pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan
“blocking” biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang
sampai beberapa hari.
b) Gangguan efek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia berupa:
(a) Kedangkalan efek dan emosi (emotional blunting).
(b) Parathimi: apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira,
pada penderita timbul rasa sedih atau marah.
(c) Paramini: penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi menangis.
Kadang-kadang emosi dan efek serta ekspresinya tidak mempunyai
kesatuan, misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis
berhari-hari tetapi mulutnya teratawa.
c) Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat sperti sedang
bermain sandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia ialah hilangnya
kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional
rapport). Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan
mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu
orang yang sama atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama ini
dinamakan ambivalensi pada efek.
d) Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan
mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau
tepat atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan.
e) Gejala psikomotor
Gejala ini juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan
perbuatan kelompok gejala ini oleh bleuker dimasukkan kedalam kelompok
gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada penyakit lain.
B. Gejala Sekunder
Gejala sekunder pasien skizofrenia adalah sebagai berikut:
1) Waham
Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali. Mayer-gross
dalam Andayani (2012) membagi dalam dua kelompok waham primer timbul
secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Waham
sekunder biasanya logis kedengaranya, dapat diikuti dan merupakan cara bagi
penderita menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain.
2) Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini
merupakan suatu gejala yang hampir saja tidak dijumpai pada keadaan lain.
Paling sering pada skizofrenia ialah halusinasi pendengaran (adiftif atau
akustik). Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktoris), halusinasi
cita rasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan
6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju kemunduran mental.
Biarpun pasien mungkin tidak sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan dan
bimbingan yang baik, pasien dapat ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja
sederhana dirumah ataupun di luar serta dapat membesarkan dan menyekolahkan
anaknya (Maramis, 2009). Adapun jenis pengobatan pada pasien skizofrenia
(Maramis, 2009), adalah sebagai berikut:
1) Farmakoterapi
Indikasi pemberian obat psikotik pada pasien skizofrenia adalah untuk
mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Berdasarkan penelitian
Wiyono dkk, (2013) dengan judul: “Tinjauan Penggunaan Antipsikotik Pada
Pengobatan Skizofrenia Di Rumah Sakit Prof. DR. V. L. Ratumbuyusang Manado
Periode Januari 2013 – Maret 2013” dengan hasil penelitian data yang diperoleh
menunjukkan pada terapi tunggal antipsikotik yang paling banyak digunakan
adalah risperidon (21,1%) dan pada terapi kombinasi antipsikotik yang paling
banyak digunakan adalah haloperidol dan klorpromazin (23,2%). Kategori
pengobatan yang paling banyak digunakan adalah pengobatan antipsikotik tipikal
(41,5%).
Strategi pengobatan tergantung pada fase penyakit apakah akut atau kronis.
Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau yang
kambuh) yang perlu segera diatasi. Tujuan pengobatan disini adalah mengurangi
gejala psikotik yang parah. Dengan fenotiazin biasanya waham dan halusinasi
hilang dalam waktu 2-3 minggu. Biarpun tetap masih ada waham dan halusinasi,
pasien tidak begitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih kooperatif, mau ikut serta
dalam kegiatan lingkungannya dan mau turut terapi kerja.
Setelah 4-8 minggu, pasien masuk tahap stabilisasi sewaktu gejala-gejala
sedikit banyak sudah teratasi, tetapi risiko tetap tinggi, apalagi bila pengobatan
terputus atau pasien mengalami stres. Sesudah gejala-gejala mereda, maka dosis
dipertahankan selama beberapa bulan lagi, jika serangan itu baru yang pertama
kali. Jika serangan skizofrenia itu sudah lebih dari satu kali, maka sesudah gejala-
gejala mereda, obat diberi terus selama satu atau dua tahun.
Setelah 6 bulan, pasien fase rumatan (maintenance) yang bertujuan untuk
mencegah kekambuhan. Pasien dengan skizofrenia menahun, neuroleptika diberi
dalam jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya dengan dosis yang naik turun
sesuai dengan keadaan pasien. Senantiasa harus waspada tehadap efek samping
obat.
Strategi rumatan adalah menemukan dosis efektif terendah yang dapat
memberikan perlindungan terhadap kekambuhan dan tidak mengganggu fungsi
psikososial pasien. Hasil pengobatan akan lebih baik bila antipsikotik mulai diberi
dalam dua tahun pertama dari penyakit. Tidak ada dosis standar untuk obat ini,
tetapi dosis ditetapkan secara individual.
Pemilihan obat lebih banyak berdasarkan profil efek samping dan respon
pasien pada pengobatan sebelumnya. Ada beberapa kondisi khusus yang perlu
diperhatikan, misalnya wanita hamil lebih dianjurkan haloperidol, karena obat ini
mempunyai data keamanan yang paling baik. Pada pasien yang sensitif
terhadapefek samping ekstrapiramidal lebih baik diberi antipsikotik atipikal,
demikian pula pada pasien yang menunjukan gejala kognitif atau gejala negatif
menonjol.
Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode skizofrenia,
pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek samping,
karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan mengurangi ketaatan
berobat (compliance) atau ketidaksetiaan berobat (adherence). Dianjurkan
menggunakan antipsikotik atipikal atau antipsikotik tipikal, tetapi dengan dosis
yang rendah.
2) Terapi elektro-konvulsi (TEK)
Terapi elektro-konvulsi (TEK) baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor,
terhadap skizofrenia simpleks efeknya mengecewakan, bila gejala hanya ringan
lantas diberi TEK, kadang-kadang gejala menjadi lebih berat.
3) Psikoterapi dan rehabilitasi
a. Terapi psikoanalisa
Terapi ini merupakan metode terapi berdasarkan konsep freud. Tujuan
psikoanalisis adalah menyadarkan individu akan konflik yang tidak disadarinya
dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk mengendalikan
kecemasannya.
b. Terapi perilaku
Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian klasik dan
operan, karena terapi ini berkaitan dengan perilaku nyata. Para terapis mencoba
menentukan stimulus yang mengawali respon malasuai dan kondisi lingkungan
yang menguatkan atau mempertahankan perilaku itu dalam masyarakat. Paul
dan lents menggunakan dua bentuk program psikososial untuk meningkatkan
fungsi kemandirian:
1. Social learning program
Menolong penderita shizoprenia untuk mempelajari perilaku perilaku yang
sesuai
2. Social skills training
Terapi ini melatih mengenai keterampilan dan keahlian sosial.
c. Terapi humanistik
Terapi kelompok dan terapi keluarga.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A. Perilaku yang berhubungan dengan kognisi
1. Ingatan
a. Kesulitan mengakses dan menggunakan ingatan yang telah di simpan
b. Konsentrasi buruk mudah terganggu
2. Perhatian
a. Ketidak mampuan untuk mempertahakan perhatian
b. Konsentrasi buruk mudah terganggu
3. Bentuk dan isi bicara
a. Asosiasi ( gangguan fikiran normal)
b. Tangensial/tak logis
c. Inkoheren
d. Bicara tertekan atau mudah terganggu
4. Pengambilan keputusan
a. Kegagalan unttuk mengabsarkan, pikiran tak logis
b. Tidak dapat mengambil keputusan
c. Kurang penghayatan, kurang penilaian
d. Ketidak mampuan untuk melakukan tugas
5. Isi pikir
a. Delusi: paranoid, kebesaran, agama, somatik, nihilistic
b. Dilus bizar :pikiran berpencar, sisip pikir, kontrol fikir
B. Perilaku Yang Berhubungan Dengan Persepsi
a. Halusianasi
b. Masalah intergitas sensori
c. Pengenalan nyeri bagian dalam tubuh kurang
d. Masalah dengan streogenesis ( mengenal benda dengan sentuhan)
e. Mengenal masalah hurup yang di tuliskan di atas kulit
f. Salah mengidentifikasikan wajah
C. Perilaku Yang Berhubungan Dengan Emosi
a. Alek stimia: kesulitan dalam pemberian nama dan penguraian emosi
b. Apatis; kurang memiliki persaan emosi minat atau kepedulian
D. Perilaku yang berkaitan dengan gerakan dan prilaku
1. Gerakan
a. Katatonia: kelenturan seperti lilin
b. Gerakan mata abnormal
c. Kesulitan melaksanakan tugas yang komplek
d. Sengaja meniru gerakan orang lain
e. Langkah yang tidak normal
2. Perilaku
a. Agresi/ agitasi
b. Prilaku berulang
c. Avolitian ( kurang energi dan dorongan )
d. Kurang tekun dalm bekerja atau sekolah
E. Perilaku Yang Berkaitan Dengan Hubungan Sosial
a. Isolasi sosial dan menarik diri dari hubungan sosial
b. Harga diri rendah
c. Stresor pencetus
d. Kurangnya sumber- sumber koping
e. Mekanisme koping tidak efektif
2. Diagnosa Keperawatan
1) Halusinasi pendengaran
2) Resiko Perilaku Kekerasan
3) Defisit Perawatan Diri
3. Intervensi

1.Halusinasi Pendengaran
Tujuan :  
a. Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya.
b. Klien mampu mengontrol halusinasinya
c. Pasien dapat mengikuti program pengobatan secara optimal
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat dan mau berjabat tangan.
b. Pasien mau menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau
duduk bersama.
c. Pasien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri.
d. Pasien mau berhubungan dengan orang lain.
e. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara bertahap
dengan keluarga.
Intervensi :
a. Membina hubungan saling percaya, melakukan kontrak dengan pasien dan
mengajak pasien bercakap-cakap.
b. Membantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi , perawat dapat
berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi ( apa yang didengar , dilihat ,
atau dirasa) , waktu terjadinya halusinasi , situasi yang menyebabkan
halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasimuncul.
c.  Melatih pasien mengontrol halusinasi
Ada 4 cara mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut:
1.       Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
memperdulukan halusinasi. Jika ini dapat dilakukan , pasien akan mampu
mengendalikan diri dari dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.
Mungkin halusinasi tetap ada , tetapi dengan kemampuan ini , pasien tidak
akan larut untuk mengikuti halusinasinya. Berikut ini tahapan intervensiyang
dilakukan perawat dalam mengajarkan pasien.
a. Menjelaskan cara menghardik halusinasi
b. Memperagakan cara menghardik
c. Meminta pasien memperagakan ulang
d. Memantau penerapan cara , menguatkan perilaku pasien.
2.       Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi.
Ketika pasien bercakap-cakap denga orang lain , terjadi distraksi , focus
perhatian pasien akan beralih dari halusinasi kepercakapan yang dilakukan
dengan orang lain.
3.       Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas
secara terjadwal , pasien tidak akan mengalamibanyak waktu luang sendiri
yang seringkali mencetuskan halusinasi. Oleh karena itu , halusinasi dapat
dikontro dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai
malam. Tahapan intervensi perawat dalam memberikan aktivitas yang
terjadwal , yaitu :
a. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
b. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien.
c. Melatih pasien melakukan aktivitas.
d. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari
bangu pagi sampai tidur malam.
e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan : memberiak penguatan
terhadap perilaku pasien yg positif.
4.       Minum obat secara teratur
Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi.pasien juga harus
dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter.
Pasien gangguan jiwa yang dirawat dirumah sering mengalami putus obat
sehingga mengalami kekambuhan. Jika kekambuhan terjadi  , untuk
mencapai kondisi seperti semula akan membutuhkan waktu. Oleh karena itu
dilatih minum obat sesuai program dan kelanjutan dengan cara:
a) Menjelaskan kegunaan obat
b) menjelaskan akibat jiak putus obat
c) menjelaskan caramendapatkan obat/ berobat
d) menjelaskan cara minum obat dengan prinsip lima benar ( benar
obat ,benar pasien , benar waktu , dan benar dosis).
2. Resiko Perilaku Kekerasan
Tujuan :
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab RPK
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala RPK
c. Pasein dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah / mengendalikan PK
e. Pasien dapat mencegah / mengendalikan PK secara fisik, spritul,
social , dan dengan psikofarmasi.
Kriteria hasil :
a. Klien percaya kepada perawat dan mau terbuka kepada perawat
b. Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel
c. Klien mampu mengungkapakan cara yang biasa dilakukan untuk
menyelesaikan masalah dan mengendalikan PK
d. Klien dapat melakukan dengan baik cara untuk mengendalikan  PK
Intervensi keperawatan :
a.  Membina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya , pasien harus merasa aman dan
nyaman saat berinteraksi dengan perawat. Tindakan yang harus perawat
lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah :
a. Mengucapkan salam teraupeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topic , waktu , dan tempat setiap kali bertemu
dengan pasien.
b.  Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasaan sekarang dan yang
lalu.
c. Diskusikan perasaan , tanda ,dan gejala yang dirasakan pasien jika terjadi
penyebab PK :
 Diskusikan penyebab PK
 Diskusikan tanda dan gejala PK secara psikologis
 Diskusikan tanda dan gejala PK secara sosial
 Diskusikan tanda dan gejala PK secara spritual
 Diskusikan tanda dan gejala PK secara intelektual
d.      Diskusikan bersama pasien tentang PK yang biasa dilakukan pada saat
marah:
a. Verbal
b. Terhadap orang lain
c. Terhadap diri sendiri
d. Terhadap lingkungan
e. Diskusikan bersama pasien akibat PK yang ia lakukan
f. Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan PK , yaitu dengan cara
berikut :
o Fisik : tarik nafas dalam atau pukul kasur
o Obat
o Social / verbal : menyatakan secara asertif rasa amarahanya
o Spiritual : beribadah sesuai keyekinan pasien
g.  Bantu pasien latihan mengendalikan PK secara fisik :
· Latihan nafas dalam dan pukul kasur / bantal
· Susun jadwal latihan dan pukul kasur / bantal
h. Bantu pasien latihan mengendalikan PK secara sosialk dan verbal
· Bantu mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak dan meminta
dengan baik , mengungkapkan perasaan dengan baik
· Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
i.  Bantu pasien latihan mengendalikan PK secara spritul :
· Bantu pasien mengendalikan marah secara spritul : kegiatan ibadah yang
biasa dilakukan
· Buat jadwal latihan ibadah dan berdoa
j.  Bantu pasien mengendalikan PK dengan patuh minum obat :
· Bantu pasien minum obatsecara teratur dengan prinsif lima benar ( benar
nama pasien , benar nama obat , benar dosis ) disertai penjelasan
mengenai kegunaan obat dan akibat berhenti  minum obat.
· Susun jadwal minum obat secara teratur
k.   Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan
PK.
3.      Defisit Perawatan Diri
Tujuan  :
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias secara baik
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d. Pasien mampu melakukan eliminasi secara mandiri

Kriteria hasil :
a. Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan,
mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti
mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.
b. Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun
dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih
sehari–hari, dan merapikan penampilan.
c. Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri
secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti
baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
d. Klien selalu tampak bersih dan rapi
Intervensi Keperawatan:
1.         Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri dengan cara :
 Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri
 Menjelaskan ala-alat untuk menjaga kebersihan
 Menjelaskan cara –cara melakukan kebersihan diri
 Melatih pasien mempraktekan cara menjaga kebersihan diri
2.      Membantu pasien latihan berhias
Latihan berhias pada pria harus dibedakan dengan wanita . Pada pasien laki
– laki , latihan meliputi latihan berpakain  , menyisir rambut  ,dan bercukur ,
sedangkan pada pasien wanita latihan meliputi berpakaian , menyisir
rambut  dan berhias / berdandan.
3.      Melatih pasien makan secara mandiri dengan cara :
o Menjelaskan cara mempersiapkan makanan
o Menjelaskan cara makan yang tertip
o Menjelaskan cara marapikan perlatan makan setelah makan
o Mempraktikan cara makan yang baik
4.      Mengajarkan pasien melakukan BAB/ BAK yang sesuai dengan cara :
o Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
o Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK
o Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika


Aditama

NANDA.2011. Diagnosis Keperawatan :DefenisidanKlasifikasi. Jakarta : EGC

Prabowo, Eko. 2013. KonsepdanAplikasiAsuhanKeperawatanJiwa.

Yosep, Iyus., 2010, KeperawatanJiwa, Bandung : RefikaAditama

Anda mungkin juga menyukai