Anda di halaman 1dari 23

Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Dosen pengampu : Ns. Indah Permatasari, M.Kep.

Disusun oleh :

Anjani Dara Narulita 1810711010

Afifah Afriana 1810711017

Alda Amatus Syahidah 1810711028

Zihan Evrianti Susanto 181071109

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN JAKARTA

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

2020
A. PENGERTIAN PDA (Patent Duktus Arteriosus)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) merupakan suatu keadaan menetapnya pembuluh darah
yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonalis. Secara fisiologi, konstriksi awal dari
duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus
arteriosus secara fungsional setelah 72 jam postnatal. Kegagalan penutupan duktus
arteriosus ini disebut sebagai duktus arteriosus paten (DAP) (Ontoseno, 2018). Pada bayi
dengan DAP, terjadi pirau kiri ke kanan (left to right shunt), dimana aliran darah mengalir
dari aorta ke arteri pulmonalis, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1 (Philips, 2013).
Tekanan darah di aorta lebih tinggi dibandingkan di arteri pulmonalis, sehingga terjadi
aliran darah secara kontinyu, baik fase sistolik maupun diastolik. Kondisi ini
mengakibatkan aliran darah yang berlebih ke paru-paru, dilatasi atrium kiri, dan hipertrofi
ventrikel kiri. Fenomena ini dikenal sebagai ductal steal phenomenon
(Hamrick,Hansmann, 2010).

B. KLASIFIKASI PDA (Patent Duktus Arteriosus)


Secara umum penyakit jantung bawaan dibagi dua menjadi penyakit jantung asianotik
dan sianotik. Penyakit jantung sianotik terjadi bila terdapat hubungan pirau sehingga
darah mengalir dari sirkulasi jantung kanan ke kiri. Sebaliknya pada penyakit jantung
asianotik, hubungan pirau terjadi dari kiri ke kanan. Karena perbedaan pirau ini, penyakit
jantung bawaan diklasifikasikan menjadi penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke
kanan (asianotik), pirau kanan ke kiri (sianotik), lesi obstruktif murni, dan anomali arteri
koroner.
1. Pirau Kiri ke Kanan (Asianotik)
Pada penyakit jantung bawaan dengan pirau dari bilik kiri ke kanan, tidak terjadi
gangguan pada saturasi oksigen yang dialirkan ke sirkulasi sehingga pada pasien tidak
didapatkan sianosis. Contoh penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke kanan
adalah :
‒ Atrial Septal Defect (ASD) dimana terdapat defek pada septum atrium sehingga
terjadi pirau dari kiri ke kanan
‒ Ventricular Septal Defect (VSD), dimana septum ventrikel mengalami defek.
‒ Atrioventricular Septal Defect (AVSD) parsial atau komplit
‒ Patent Ductus Arteriosus (PDA), duktus arteriosus tidak menutup sehingga
sebagian darah dari ventrikel kanan dan dari aorta bercampur.
2. Pirau Kanan ke Kiri (Sianotik)
Pada penyakit jantung bawaan dengan pirau dari bilik kanan ke kiri, terjadi gangguan
pada saturasi oksigen yang dialirkan ke sirkulasi sehingga pada pasien akan
didapatkan sianosis. Contoh penyakit jantung bawaan dengan pirau kanan ke kiri
adalah :
‒ Tetralogy of Fallot (TOF), yang meliputi gabungan antara VSD yang lebar,
obstruksi keluaran ventrikel kanan yang biasanya disebabkan oleh stenosis
pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan
‒ Transposition of great arteries (TGA), aorta muncul dari ventrikel kanan dan
arteri pulmonal muncul dari venrikel kiri. Biasanya disertai dengan PDA
‒ Persistent Trunchus Arteriosus
‒ Hypoplastic Left Heart, biasanya dengan atresia mitral dan aliran darah ke aorta
adalah dari arteri pulmonal melalui duktus arteriosus
‒ Hypoplastic Right Heart

3. Lesi Obstruktif Murni


Lesi obstruktif murni pada penyakit jantung bawaan diantaranya adalah stenosis katup
pulmonal, stenosis katup aortal, dan koarktasio aorta dimana terdapat penyempitan
pada bagian aorta.

4. Anomali Arteri Koroner


Penyakit jantung bawaan juga dapat berupa anomali arteri koroner, walaupun
kelainan ini lebih jarang terjadi. Anomale arteri koroner dapat terjadi pada left main
coronary artery (LMCA) dari arteri pulmonal, left main coronary artery (LMCA) dari
sinus Valsalva kanan, dan   right main coronary artery dari sinus Valsalva kiri [1]

Klasifikasi PDA ditentukan berdasarkan perubahan anatomi jantung bagian kiri, tahanan
arteri pulmonal, saturasi oksigen, dan perbandingan perbandingan sirkulasi pulmonal dan
sistemik.

Tingkat Hipertrofi Ventrikel Tekanan Arteri Saturasi Perbandingan


dan Atrium Kiri Pulmonal Oksigen Sirkulasi Pulmonal-
Sistemik
I Tidak ada Normal Normal <1,5
II Minimal 30-60 mmHg Normal 1,5-2,5
III Signifikan + >60 mmHg, tetapi >2,5
Kadang
hipertrofi ventrikel masih di bawah
sianosis
kanan yang minimal tahanan sistemik
IV Hipertrofi biventrikel Lebih tinggi Sianosis <1,5
+ atrium kiri daripada tahanan
sistemik

a. Tingkat I
Umumnya pasien PDA tingkat I tidak bergejala. Pertumbuhan dan perkembangan
fisik berlangsung dengan baik. Pada pemeriksaan EKG dan foto polos dada tidak
ditemukan pembesaran jantung.
b. Tingkat II
Pasien sering menderita infeksi saluran napas, tetapi pertumbuhan fisik masih sesuai
dengan umur. Peningkatan aliran darah ke sirkulasi pulmonal dapat terjadi sehingga
timbul hipertensi pulmonal ringan. Umumnya pada pasien yang tidak tertangani
dengan baik pada tingkat ini PDA akan berkembang menjadi tahap III atau IV.
c. Tingkat III
Infeksi saluran napas makin sering terjadi. Pertumbuhan anak biasanya terlambat;
pada pemeriksaan, anak tampak kecil tidak sesuai umur dengan gejala-gejala gagal
jantung. Nadi memiliki amplitudo yang lebar. Jika melakukan aktivitas, pasien akan
mengalami sesak napas yang disertai dengan sianosis ringan. Pada pasien dengan
duktus berukuran besar, gagal jantung dapat terjadi pada minggu pertama kehidupan.
Pada foto polos dada dan EKG ditemukan hipertrofi ventrikel kiri dan atrium kiri
serta hipertrofi ventrikel kanan ringan. Suara bising jantung dapat didengar di antara
sela iga 3 dan 4.
d. Tingkat IV
Keluhan sesak napas dan sianosis semakin nyata. Tahanan sirkulasi paru lebih tinggi
daripada tahanan sistemik sehingga aliran darah di duktus berbalik dari kanan ke kiri.
Foto polos dada dan EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri, atrium kiri, dan
ventrikel kanan. Kondisi pasin ini disebut sindrom Eisenmenger.

C. ETIOLOGI PDA (Patent Duktus Arteriosus)


Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belu dapat diketahui secara pasti,tetapi ada
beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan.

a) Faktor prenatal
 Prematuritas
Problem klinis lebih sering terjadi pada bayi premature dibandingkan dengan bayi
normal. Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi
sistem,membatasi kemampuan bayi untuk melakukan koping terhadap masalah
penyakit. Pada bayi lahir premature ,duktus tidak menutup atau hanya menurup
sebagian. Hal ini terjadi karena tidak adanya sensor oksigen yang normal pada
otot duktus atau karena kelemahan pada otot duktus.

 Ibu menderita penyakit infeksi rubella


Infeksi rubella disebabkan oleh virus rubella ,bisa menyerang anak-anak dan
dewasa muda. Biasanya infeksi karena virus ini ditandai dengan demam akut,ruam
pada kulit dan pembesaran kelenjar getah bening. Apabila terjadi pada wanita
hamil muda infeksi rubella sangat berbahaya karena menyebabkan kelainan pada
bayi. Menurut American College of Obstetrician and Gynekologyst (1981),jika
infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan maka resiko kelainan adalah 50%
sedangkan jika infeksi terjadi di trimester pertama maka resikonya menjadi 25%

Cara penularan (transmisi)infeksi ini adalah melalui


a. Saluran pernafasan
b. Janin terinfeksi dari ibu
Penentuan diagnosisnya juga dengan pemeriksaan laboratorium. Apabila
memnungkinkan ,bisa dilakukan vaksinasi agar memiliki kekebalan terhadap
infeksi virus tersebut.
 Ibu alkoholisme
Alkohol bersifat teratogen atau mampu menimbulkan gangguan pada
perkembangan embrio janin sehingga bayi lahir dengan fisik yang tidak sempurna.
Janin yang terpapar alkohol beresiko mengalami Fetal Alcohol Syndrome
(FAS) ,yaitu sindrom yang menyebabkan kelainan pada fisik dan otak bayi.
Alkohol yang dikonsumsi oleh ibu hamil akan masuk kedalam tubuh janin melalui
plasenta , yang kemudian merusak
perkembangan janin terutama organ otak, pada kondisi yang parah bahkan dapat
menyebabkan kegagalan janin. Kelainan lain yang bisa muncul adalah kelainan
jantung, perkembangan anggota badan yang tidak normal, dan bayi dengan tingkat
kecerdasan yang lebih rendah.
 Umur ibu lebih dari 40 tahun
Usia ibu yang diatas 40 tahun tentunya memiliki resiko yang lebih tinggi selama
kehamilan. Dapat berupa resiko terhadap sang ibu.
Namun juga resiko terhadap si janin.Ibu yang berusia diatas 40 tahun lebih rentan
terhadap keguguran ataupun melahirkan secara prematur.Hal ini terjadi karena
kemampuan rahim untuk menerima bakal janin atau embrio menurun. Faktor
penuaan juga akan menyebabkan embrio yang dihasilkan wanita diatas 40 tahun
terkadang mengalami kesulitan untuk melekat dilapisan lendir rahim atau
endometrium.
 Ibu menderita penyakit diabetes mellitus yang memerlukan insulin
Anda tidak perlu khawatir terhadap pengaruh buruk insulin pada  pertumbuhan
janin. Justru pemberian insulin ini diharapkan dapat membantu tercapainya kadar
gula darah normal sehingga janin dapat tumbuh dengan baik dan terhindar dari
kesulitan waktu melahirkan. Bila gula darah tidak dikendalikan, maka terjadi
keadaan gula darah ibu hamil yang tinggi (hiperglikemia) yang dapat
menimbulkan risiko  pada ibu dan juga janin.Risiko pada janin dapat terjadi
hambatan  pertumbuhan karena timbul kelainan pada pembuluh darah ibu dan
perubahan metabolik selama masa kehamilan.Sebaliknya dapat terjadi
makrosomia yaitu bayi pada waktu lahir besar akibat penumpukan
lemak di bawah kulit.Juga pernah dilaporkan terjadinya cacat bawaan karena
diabetes mellitus yang tidak diobati waktu kehamilan. Risiko lain adalah
meningkatnya kadar bilirubin bayi serta gangguan napas dan kelainan jantung.
Pada ibu hamil diabetes mellitus yang tidak diobati dapat menimbulkan risiko
terjadinya penyulit kehamilan
 berupa preeklamsi, cairan ketuban yang berlebihan, dan infeksi saluran
kemih.
 Ibu meminum obat-obatan atau jamu
Penggunaan beberapa jenis obat pada saat kehamilan dapat menyebabkan
kelahiran bayi cacat.Misalnya pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat hipertensi
jenis captopril.Captopril merupakan inhibitor enzim yang bekerja untuk
mengontrol tekanan darah.Tetapi obat ini memiliki resiko negatif bagi janin,
karena bersifat teratogen
(merusak perkembangan janin).Pada tahun 1984 National Institute of Health
merekomendasi larangan penggunaan obat ini pada masa kehamilan, karena
melalui penelitian obat ini terbukti dapat menyebabkan penurunan aliran darah
dan oksigen ke janin.Kemudian  pada tahun-tahun berikutnya banyak penelitian
membuktikan bahwa
 paparan captopril menyebabkan kelahiran bayi cacat seperti cacat jantung, bibir
sumbing, anggota badan tidak lengkap, polydactyly (jari ganda), hipospadia
(kelainan alat vital), spina bifida (kelainan tulang  belakang) dan keterlambatan
fungsi paru-paru.
b) Faktor genetic
 Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
Penyebab kelainan jantung bawaan mungkin dari faktor genetik (turunan),
pengaruh minum banyak antibiotik atau obat-obatan lain saat hamil, makanan
(makanan yang banyak pengawet dan pewarna buatan), polusi, serta faktor X
(yang sampai sekarang belum diketahui).
 Ayah atau ibu menderita penyakit jantung bawaan
Penyakit jantung bawaan dapat diturunkan dari kedua orang tua yang memang
memiliki riwayat penyakit jantung.Penyakit tersebut diturunkan secara genetik.
 Kelainan kromosom seperti down syndom
Down Syndrom ( Down syndrome) adalah suatu kondisi
keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya
abnormalitas perkembangan kromosom.Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan
sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.
Kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3,
yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas.Kelainan
kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada
sistim organ yang lain.Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart
disease.kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal
dengan cepat. Masalah jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang
seperti Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik
jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung berlubang
diantara atria kiri dan kanan. Masalah lain
adalah termasuk salur ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA).
Bagi kanak-kanak down syndrom boleh mengalami masalah jantung berlubang
jenis kebiruan (cynotic spell) dan susah  bernafas.
 Lahir dengan kelainan bawaan yang lain (kombinasi defek jantung
lainnya)
Kelainan bawaan menyebabkan gangguan fisik atau mental atau bisa  berakibat
fatal. Terdapat lebih dari 4.000 jenis kelainan bawaan, mulai
- Retraksi (suprasternal, interkostal, subkostal, dan supraklavikular)
- Bunyi napas abnormal (ronki, mengi)
- Serak, batuk, stridor

D. MANIFESTASI KLINIS PDA (Patent Duktus Arteriosus)


1. Patent ductus arteriosus kecil
Patent ductus arteriosus kecil dengan diameter 1,5-2,5 mm biasanya tidak memberi
gejala. Tekanan darah dan tekanan nadi dalam batas normal. Jantung tidak membesar.
Kadang teraba getaran bising di sela iga II kiri sternum. Pada auskultasi terdengar
bising kontinu, macrhinery murmur yang khas untuk patent ductus arteriosus,
didaerah subklavikula kiri. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal, bunyi jantung kedua
mengeras dan bising diastolic melemah dan menghilang (Cassidy, 2009).
2. Patent ductus arteriosus sedang
Patent ductus arteriosus sedang dengan diameter 2,5-3,5 mm biasanya timbul sampai
usia dua sampai lima bulan tetapi biasanya keluhat tidak berat. Pasien mengalami
kesulitan makan, sering kali menderita infeksi saluran nafas, namun biasanya berat
badannya masih dalam batas normal. Anak lebih mudah Lelah tetapi masih dapat
melakukan permainan (Kumar, 2009).
3. Patent ductus arteriosus besar
Patent ductus arteriosus besar dengan diameter >3,5-4,0 mm menunjukan gejala yang
berat sejak minggu-minggu pertama kehidupannya. Ia sulit makan dan minum,
sehingga berat badannya tidak bertambah. Pasien akan tampak sesak nafas (dispnea)
atau pernafasan cepat (takipnea) dan banyak berkeringat bila minum (Kumar, 2009).

Manifestasi klinis PDA pada bayi premature sering disamarkan oleh masalah-masalah
lain yang berhubungan dengan premature (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-
tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4-6 jam sesudah lahir. Bayi
dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat
menunjukam tanda-tanda gagal jantung kongeisf (CHF)
 Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung.
 Marchinery murmur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata
terdengar ditepi sternum kiri atas).
 Tekanan nadi besar (water hammer pulses) atau nadi menonjol, tekanan nadi
meningkatan (lebih dari 25 mmHg).
 Takikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik.
 Resiko endocarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
 Infeksi saluran nafas berulang, mudah Lelah.
 Apnea
 Takipnea
 Nasal faring
 Hipoksemia
 Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)

E. PATOFISIOLOGI PDA (Patent Duktus Arteriosus)


Pada pasien duktus arteriosus persisten, pada hari-hari pertama biasanya belum terdengar
bising, oleh karena tahanan vascular paru masih tinggi. Bila tahaman vaskular paru telah
menurun, mula- mula akan terdengar bising sistolik, karena perbedaan tekaman antara
aorta dan a pulmonalis baru terjadi pada waktu sistolik; saat diastolic perbedaan tekanan
tersebut belum ada. Setelah bayi berusia 2-6 minggu maka biasanya sudah terdengar
bising kontimu, akibat terdapatnya pirau dari aorta ke a pulmonalis baik pada fase sistolik
maupun diastolik. Bergantung pada besamya defek, keadaan pasien dapat bervariasi, dari
asimptomatik sampai menderita gagal jantung berat dengan gagal tumbuh (failure to
thrive). Pada defek kecil tidak ada keluhan sama sekali, dan anak tumbuh nomal. Pada
lesi yang bermakna, pasien biasanya menunjukkan gejala kesulitan mimum (toleransi
latihan berkurang), sehingga berat badannya sulit naik. Pasien juga mengalami imfeksi
saluran napas akut. Pada pasien yang mengalami gagal jantung terdapat takipnu, dispnu,
dan takikardia. Otot-otot pembantu pemapas an akan diaktifkan, yang tampak sebagai
retraksi suprastemal, interkostal, maupun epigastrium, seringkali disertai dengan napas
cuping hidung. Pada kasus yang khas akan teraba nadi yang keraş (pulsus seler)
dikeempat ekstremitas. Pada inspeksi mungkm tampak iktus kordis bergeser kekir
Biasanya teraba peningkatan aktivitas ventrikel kiri. Kadang dapat teraba thrill (getaran
bising) sistolik. Bila terjadi hipertensi pulmonal, bunyi jantung II terdengar keras dengan
spilt yang sempit, pada palpasi akan teraba detak pulmonal (pulmonary tapping). Bising
yang semula kontinu manjadi hanya sistolik.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG PDA (Patent Duktus Arteriosus)


1. Radiografi dada
Gambaran radiografi dada mungkin normal atau didapatkan adanya
kardiomegali(khususnya dengan tanda pembesaran atrium dan ventrikel kiri) dengan
tanda vascular paru yang meningkat. Arteri pulmonal utama sering membesar
terutama pada orang dewasa yang lebih tua dengan hipertensi pulmonal,klasifikasi
duktus mungkin tampak jelas
2. Electrocardiogram
Gambaran EKG pada pasien dengan PDA dapat berupa sinus takikardia atau atrial
fibrilasi,hipertrofi ventrikel kiri dan pembesaran atrium kiri pada pasien dengan pirau
sedang atau besar. Pada pasien dengan shunt yang lebih kecil, EKG sering benar –
benar normal. Pada pasien dengan PDA besar dan tekanan arteri pulmonal yang
meningkat ,tanda pembesaran atrium kanan dan hipertrofi biventrikular sering terjadi.
Hipertrofi RV mungkin ada jika ada Pulmonary Artery Hypertension
3. Ekokardiografi pada Patent Ductus Arteriosus
Ekokardiografi adalah metode pilihan untuk menegakkan diagnosis PDA. TTE
adalah pemeriksaan yang paling sering digunakan sebelum penutupan PDA karena
prosedurnya relatif mudah,tanpa radiasi dan bersifat noninvasive. Diagnosis PDA
yang menggunakan TTE dewasa ini telah mencapai sensitivitas 98% dan spesifisitas
100%]
Ekokardiografi M-metode dilakukan untuk mengukur ruang jantung serta
menghitung fungsi ventrikel kiri. Pada pasien dengan PDA kecil,ukuran ventrikel kiri
dan atrium kiri biasanya normal. Pada pasien PDA dengan pirau yang sedang sampai
besar,kelebihan beban jantung kiri menyebabkan pembesaran atrium kiri atau
ventrikel kiri. Hal yang ditemukan adalah peningkatan rasio antara atrium kiri
terhadap diameter aortic root(rasio LA/AO)yang dinilai dari pandangan parasternal.
Rasio LA/AO lebih dari 1,4 dapat memprediksi PDA yang signifikan.

Color Doopler adalah modalitas yang sangat sensitif untuk mendeteksi adanya
PDA dengan ditemukannya pirau melalui duktus. Dengan ekokardiografi 2
dimensi,pemeriksaan Color Doppler pada duktus yang kecil menunjukkan aliran
turbulen sebagai jet mosaic yang secara retrograde masuk ke arteri pulmonalis dari
arah posterolateral. Bahkan pda yang sangat kecil pun bisa dideteksi dengan sinyal
color flow dopler.

Pandangan Parasternal Short Axis (PSAx) dapat digunakan untuk


mengevaluasi bifurkasi arteri pulmonal dana aliran pirau. Dari posisi PSAx dilakukan
rotasi searah jarum jam untuk mengevaluasi keseluruhan duktus. Melalui pandangan
suprasternal duktus tergambar sebagai saluran kecil yang terletak melintang dari sisi
inferior aorta menuju vabang arteri pulmonalis. Evaluasi PDA pada posisi ini sulit
dilakukan pada pasien dewasa.

Color Doppler dapat digunakan untuk menilai ukuran DPA dan bermanfaat
untuk mengelompokkan PDA sebagai kecil ,sedang,atau besar.

Fitur Pirau kecil kiri ke Pirau sedang kiri Pirau besar kiri ke
ekokardiografi kanan ke kanan kanan
Ukuran duktus <1,5 mm 1,5-2,0 m >2 mm
berdasarkan color
LA :Ao ratio >1,4:1 1,4:1-1,6:1 >1,6:1
Aliran diastolic Kebanyakn Zero/modest Reversal
pada aorta anterograde reversal sepanjang fase
desenden diastolik
Antegrade peak <30 cm/s 30-50 cm/s >50 cm/s
diastolic flow
velocity in LPA
Tabel 1. Klasifikasi ukuran PDA berdasarkan parameter pengukuran
ekokardiografi

Keterbatasan metode ini adalah lebar dari color jet dapat berubah karena
pengaturan warna pada mesin ekokardiografi. Studi Doppler dengan meletakkan
sample volume duktus bagian pulmonal dapat membantu untuk menilai pola pirau :
dominan pirau kanan ke kiri ,pirau dua arah dan dominasi arah pirau kiri ke kanan
tanpa adanya pirau dari kanan ke kiri.

Pencitraan dengan ekokardiografi dapat menunjukkan geometri duktus.


Orificium PDA yang terletak di sisi pulmonal sehingga menyerupai seperti kerucut.
Area ini dapat dievaluasi dengan pandangan suprasternaldan PSAx. Diameter sisi
aorta dari PDA dapat diukur dengan lebih akurat dengan pandangan suprasternal,yang
akan sangat membantu untuk diagnosis subtype duktus arteriosus paten. Pada
pandangan suprasternal,sinar ultrasound hamper vertical terhadap duktus arteriosus
dan sisi aorta yang lebih jelas dari duktus arteoriosus yang sangat membantu untuk
diagnosis subtipe PDA (tube,funnel,dan window).
Ekokardiografi juga digunakan untuk mengevaluasi gangguan jantung terkait
lainnya. Les-lesi yang tergantung duktus harus di deteksi sebelum tindakan ,karena
penutupan duktus dapat berakibat fatal. Lesi-lesi tersebut yaitu koartasio
aorta ,interrupted aortic arch,hypoplastic left heart,atresia pulmonal,Tetralogy of
Fallot (TOF) dan stenosis berat pada katup pulmonal.

Pada pasien yang lebih tus seringkali PDA sulit divisualisasikan dengan TTE.
Trans Esofageal Echicardiografi (TEE),terutama multiplane TEE lebih sensitif dan
memiliki nilai diagnostic superior dan mendeteksi duktus,menilai rasio aliran
paru/sistemik dan rasio resistensi vaskular paru dan juga vegetasi jika terjadi IE.
Selain itu,TEE dapat mengevaluasi hasil penutupan bedah atau perkutan secara lebih
baik.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS PDA (Patent Duktus Arteriosus)

Terdapat beberapa jenis terapi untuk menangani kasus-kasus pada penyakit PDA,yaitu
terapi medikamentosa ,terapi bedah dan penutupan secara transkateter.

1. Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil,dengan tujuan


terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup. Salah satu jenis obat yang
sering diberikan adalah indometasin,yang merupakan inhibitor sintesis prostaglandin
yang terbukti efektif mempercepat penutupan duktus arteriosus. Tingkat efektifitasnya
terbatas pada bayi kurang bulan dan menurun seiring meningkatnya usia pasca
kelahiran. Efek samping pemberian indometasin berupa penurunan fungsi ginjal
sementara,enterokolitis,nekrotikans,perdarahan saluran cerna ,gangguan aliran darah
otak. Efeknya terbatas pada 3-4 minggu kehidupan. Pemberian indometasin intravena
dengan dosis 0,2 mg/kg BB sebagai dosis awal yang kemudian dilanjutkan dengan
dosis kedua dan ketiga sebanyak 0,1 mg/kg BB yang diberikan dengan interval 12-24
jam menunjukkan hasil yang bermakna (kelompok yang mendapat indometasin
mengalami penutupan sebanyak 79% dibandingkan plasebp sebanyak 35%).
Obat yang kedua adalah ibuprofen,yaitu inhibator non selektif dari COX yang berefek
pada penutupan duktus arteriosus. Studi klinik membuktikan bahwa ibuprofen
memiliki efek yang sama dengan indometasin pada pengobatan duktus arteriosus pada
bayi kurang bulan. Pemberian ibuprofen yang dianjurkan melalui intravena selama 15
menit atau melalui pipa nasogastrik dengan dosis 10mg/kg BB,dilanjutkan dengan 5
mg/kg BB setelah 24 dan 48 jam dari pemberian pertama.
2. Terapi melalui tindakan pembedahan dilakukan berdasarkan atas beberapa indikasi.
Pada penderita dengan PDA kecil, dilakukan tindakan bedah adalah untuk mencegah
endarteritis atau komplikasi lambat lain. Pada penderita dengan PDA sedang sampai
besar, penutupan diselesaikan untuk menangani gagal jantung kongestif atau
mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal. Bila diagnosis PDA ditegakkan,
penangan bedah jangan terlalu ditunda sesudah terapi medik gagal jantung kongestif
telah dilakukan dengan cukup. Karena angka kematian kasus dengan penanganan
bedah sangat kecil kurang dari 1% dan risiko tanpa pembedahan lebih besar,
pengikatan dan pemotongan duktus terindikasi pada penderita yang tidak bergejala.
Hipertensi pulmonal bukan merupakan kontraindikasi untuk operasi pada setiap umur
jika dapat dilakukan pada kateterisasi jantung bahwa aliran pirau masih dominan dari
kiri ke kanan dan bahwa tidak ada penyakit vaskuler pulmonal yang berat.

3. Penutupan PDA secara transkateter merupakan standar bagi penanganan bagi banyak
kasus dan penutupan PDA diindikasian terhadap semua pasien dengan tanda volume
ventrikel kiri yang terlalu penuh. Pada kasus PDA pirau kiri ke kanan dengan
hipertensi pulmonal berat, penutupan dapat dilakukan dengan kondisi khusus. Coil
dan ADO merupakan alat penutupan PDA secara transkateter yang paling banyak
digunakan di seluruh dunia

H. KOMPLIKASI PDA (Patent Duktus Arteriosus)

Patent Ductus Arteriosus yang kecil mungkin tidak akan menyebabkan komplikasi.
Namun, bila PDA yang terjadi cukup besar dan tidak diobati, maka dapat mengakibatkan
komplikasi seperti:

 Tekanan darah tinggi di paru-paru (hipertensi paru).

Terlalu banyak darah yang bersikulasi melalui arteri utama jantung melewati patent
ductus arteriosus dapat menyebabkan hipertensi paru, yang dapat mengakibatkan
kerusakan paru-paru permanen. PDA yang berukuran besar dapat menyebabkan
sindrom Eisenmenger, yaitu jenis hipertensi paru yang tidak dapat disembuhkan.
 Gagal Jantung.

Patent ductus arteriosus pada akhirnya dapat menyebabkan jantung membesar dan
melemah, sehingga mengakibatkan gagal jantung, yaitu suatu kondisi kronis di mana
jantung tidak dapat memompa secara efektif.

 Infeksi Jantung (Endokarditis).

Orang yang memiliki masalah jantung struktural, seperti patent ductus arteriosus yang
berisiko lebih tinggi mengalami peradangan selaput jantung (endokarditis menular)
daripada orang yang memiliki organ hati yang sehat.

I. ASUHAN KEPERAWATAN PDA (Patent Duktus Arteriosus)


A. Pengkajian
1. Identitas klien
PDA sering ditemukan pada neonates. PDA lebih sering terjadi pada bayi
perempuan yaitu 2x lebih banyak terjadi daripada bayi laki-laki. PDA juga bisa
diturunkan secara genetic dari orang tua yang menderita penyakit jantung bawaan
atau juga bisa karena kelainan kromosom.
2. Keluhan utama
Pasien dengan PDA biasa mengalami keluhan Lelah dan sesak nafas.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan sekarang
Biasanya pasien pada mengalami sesak nafas. Biasanya akan diawali dengan
tanda-tanda respiratory distress, dispnea (sesak), takipnea, hipertropi ventrikel
kiri, retraksi dada dan hipoksemia.
b. Riwayat Kesehatan dahulu
Kaji Riwayat Kesehatan ibu sewaktu mengandung mulai dari gaya hidup (diet,
Latihan, olahraga, kebiasaan merokok, kebiasaan minum alcohol, kebiasaan
mengonsumsi obat-obatan dan jamu, serta Riwayat penyakit kardiovaskuler),
perlu juga ditanyakan apakah pasien lahir premature atau ibu menderita infeksi
dari rubella.
c. Riwayat Kesehatan keluarga
Identifikasi Riwayat penyakit keluarga yang dapat menyebabkan PDA. Factor
Kesehatan keluarga yang dikaji mencakup penyakit jantung congenital,
didalam keluarga apakah ada yang mempunyai penyakit genetic/penyakit
serupa, karena PDA juga bisa diturunkan secara genetic dari orang tua yang
menderita penyakit jantung bawaan atau bisa juga karna kelainan kromosom.
d. Riwayat kehamilan ibu
Kaji factor resiko prenatal antara lain ibu ppenggunaan obat-obatan, Riwayat
merokok dan minum-minuman alcohol, ibu terpajan oleh radiasi, penyakit
virus maternal (misalnya, influenza, gondongan atau rubella) atau usia ibu
diatas 40 tahun saat hamil.
e. Riwayat tumbuh kembang
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena
fatigue selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari
kondisi penyakit. Serta keterbatasan dalam aktivitas mempengaruhi
perkembangannya.
f. Riwayat nutrisi
 Pemberian ASI
Identifikasi kepada keluarga saat pertama kali anak diberikan ASI, cara
pemberian ASI (apakah setiap kali menangis atau terjadwal).
 Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
Identifikasi kepada keluarga pola perubahan nutrisi yang diberikan
kepada anak dari usia 0-4 bulan, 4-12 bulan dan nutrisi saat ini.
g. Riwayat psikososial/perkembangan
 Kemungkinan mengalami masalah perkembangan.
 Mekanisme koping anak/keluarga
 Pengalaman hospitalisasi sebelumnya.
 Tugas perasaan anak terhadap penyakitnya.
 Bagaimana perilaku anak terhadap Tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
 Kebiasaan anak.
 Respon keluarga terhadap penyakit anak.
 Koping keluarga/anak dan penyesuaian keluarga/anak terhadap stress.
h. Riwayat aktivitas bermain
Kaji pola aktivitas bermain dan pergerakan pada bayi dan anak-anak, karena
pada penderita kelainan jantung congenital akan lebih terbatas aktivitas
bermainnya dikarenakan kondisi tubuhnya yang tidak stabil serta mudah Lelah
sehingga pergerakannya bermain anakpun akan terganggu.
i. Riwayat spiritual
Identifikasi support system yang ada dalam keluarga dan bagaimana cara
keluarga mengenalkan nilai dan norma agama kepada anak.
4. Pemeriksaan fisik
1. Kesadaran: Composmentis
2. Keadaan umum klien: pada anak dengan PDA biasanya lemah dan tidak
bergairan.
3. Tanda-tanda vital
 Suhu : meningkat
 Nadi : takikardi, batas normal (pada bayi : 120-130 x/menit dan
pada anak-anak 80-90 x/menit)
 Respirasi : dispnea, batas normal (pada bayi : 30-40 x/menit dan
pada anak-anak : 20-30 x/menit)
 Tekanan darah : terjadi peningkatan tekanan darah sistolik, batas
normal (pada bayi : 70-90 mmHg dan pada anak-anak : 80-100
mmHg)
4. System kardiovaskuler
 Pemeriksaan thorax dan hasil auskultasi
 Adanya deformitas dada
 Bunyi jantung (murmur)
 Kulit
 Pucat
 Sianosis, khususnya membrane mukosa, bibir dan lidah,
konjungtiva, area vaskularisasi tinggi.
 Diaphoresis
 Edema : periorbital dan ekstremitas.
5. System respirasi
 Pola napas (dispnea atau takipnea) khususnya setelah kerja fisik
seperti makan, menangis, mengejan.
 Pernapasan cuping hidung.
 Retraksi (suprasternal, intercostal, subcostal dan supraklavikular)
 Bunyi napas abnormal (ronki, mengi)
 Serak, batuk, stidor.
6. Status hidrasi
Biasanya anak dengan dengan kelainan jantung mudah berkeringat dan
banyak keringat.
7. Pemeriksaan fisik persistem (ROS : review of system)
 Pernapasan B1 (Breath)
Nafas cepat, sesak nafas, bunyi tambahan (murmur), adanya otot
bantu nafas saat inspirasi, retraksi.
 Kardiovaskuler B2 (Blood)
Jantung membesar, hipertropi ventrikel kiri, peningkatan tekanan
darah sistolik, edema tungkai, clubbing finger, sianosis.
 Persyarafan B3 (Brain)
Otot muka tegang, gelisah, penurunan kesadaran.
 Perkemihan B4 (Bladder)
Produksi urin menurun (oliguria).
 Pencernaan B5 (Bowel)
Nafsu makan menurun (anoreksia), porsi makan tidak habis.
 Musculoskeletal/integument B6 (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kelelahan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan malformasi jantung (NANDA,
2018. Hal 229. Domain 4. Kelas 4. Kode diagnose 00029)
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya kelebihan cairan dalam
paru (NANDA, 2018. Hal 228. Domain 4. Kelas 4. Kode diagnose 00032)
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti pulmonal (NANDA,
2018. Hal 207. Domain 3. Kelas 4. Kode diagnose 00030)

C. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa NOC NIC


. Keperawatan
1. Penurunan curah Setelah dilakukan Tindakan Penurunan curah jantung (NIC,
jantung berhubungan keperawatan 3 x 24 jam 2013. Hal 564)
dengan malformasi diharapkan masalah penurunan
jantung (NANDA, curah jantung pada klien dapat Perawatan jantung (NIC,2013.
2018. Hal 228. Domain teratasi, dengan kriteria hasil: Hal 364. Kode 4040)
4. Kelas 4. Kode
diagnose 00029) Penurunan curah jantung - secara rutin mengecek
(NOC,2013. Hal 650) pasien baik secara fisik dan
psikologis.
Ketidakefektifan pompa - Pastikan aktivitas pasien
jantung (NOC,2013. Hal 115. yang tidak membahayakan
Kode 0400) curah jantung atau
memprovokasi serangan
- Denyut jantung apical jantung.
dipertahankan pada skala - Lakukan penilaian
1 (deviasi berat dari komprehensif pada
kisaran normal) sirkulasi perifer (misalnya
ditingkatkan menjadi cek nadi perifer, edema,
skala 3 (deviasi sedang pengisian ulang kapiler,
kisaran normal) warna dan suhu
- Suara jantung abnormal ekstremitas) secara rutin
dipertahankan dari skala 1 sesuai kebijakan agen.
(deviasi berat dari kisaran - Monitor tanda-tanda vital
normal) ditingkatkan secara rutin.
menjadi skala 3 (deviasi - Monitor distrimia jantung,
sedang kekisaran normal) temasuk gangguan ritme
- Denyut nadi perifer dan konduksi jantung.
dipertahankan dari skala 1 - Catat tanda dan gejala
(deviasi berat dari kisaran penurunan curah jantung.
normal) ditingkan - Monitor status pernafasan
menjadi skala 3 (deviasi terkait dengan adanya
sedang dari kisaran gejala gagal jantung.
normal)
- Intoleransi aktifitas
dipertahankan dari skala 1
(deviasi berat dari kisaran
normal) ditingkatkan
menjadi skala 3 (deviasi
sedang dari kisaran
normal)
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan Tindakan Pola nafas, ketidakefektifan
nafas berhubungan keperawatan 3 x 24 jam (NIC,2013. Hal 577)
dengan adanya diharapkan masalah
kelebihan cairan dalam ketidakefektifan pola nafas dapat Manajemen jalan nafas
paru (NANDA, 2018. teratasi dengan kriteria hasil: (NIC,2013. Hal 186. Kode 3140)
Hal 228. Domain 4.
Kelas 4. Kode diagnose Pola nafas, ketidakefektifan - Posisikan pasien untuk
00032) (NOC,2013. Hal 657) memaksimalkan ventilasi.
- Identifikasi kebutuhan
Status pernafasan actual/potensial pasien
(NOC,2013. Hal 556. Kode untuk memasukkan alat
0415) membuka jalan nafas.
- Frekuensi pernafasan - Gunakan Teknik yang
dipertahankan pada skala menyenagkan untuk
1 (deviasi berat dari memotivasi bernafas dalam
kisaran normal) ditingkan kepada anak (misalnya.
menjadi skala 3 (deviasi Meniup gelembung,
sedang dari kisaran meniup kincir, peluit,
normal). harmonica, balon, meniup
- Kepatenan jalan nafas layaknya pesta : buat lomba
dipertahankan pada skala meniup dengan pingpong,
1 (devisai berat dari meniup bulu).
kisaran normal) - Kelola udara atau oksigen
ditingkatkan menjadi yang dilembabkan,
skala 3 (deviasi sedang sebagaimana semestinya.
dari kisaran normal) - Posisikan untuk
- Saturasi oksigen meringankan sesak nafas.
dipertahankan pada skala - Monitor status pernafasan
1 (deviasi berat dari dan oksigenasi.
kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 3 (deviasi sedang
dari kisaran normal).
3. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Tindakan Pertukaran gas, gangguan (NIC,
gas berhubungan keperawatan 3 x 24 jam 2013. Hal 5775)
dengan kongesti diharapkan masalah gangguan
pulmonal (NANDA, pertukaran gas dapat teratasi Terapi oksigen (NIC, 2013. Hal
2018. Hal 207. Domain dengan kriteria hasil: 444. Kode 3320)
3. Kelas 4. Kode
diagnose 00030) Pertukuaran gas, Gangguan - Pertahankan kepatenan
(NOC,2013. Hal 656) jalan nafas.
- Berikan oksigen tambahan
Status pernapasan: seperti yang diperintahkan.
pertukaran gas (NOC, 2013. - monitor aliran darah.
Hal 559. Kode 0402) - Konsultasi dengan tenaga
Kesehatan lain mengenai
- Tekanan parsial oksigen penggunaan oksigen
didarah arteri (PaO2) tambahan atau selama
dipertahankan pada skala tidur.
1 (deviasi berat dari
kisaran normal) Monitor pernapasan (NIC,2013.
ditingkatkan menjadi Hal 236. Kode 3350)
skala 3 (deviasi sedang
dari kisaran normal) - Monitor kecepata, irama,
- Tekanan parsial kedalaman dan kesulitan
karbondioksida di darah bernapas.
arteri (PaO2) - Monitor suara nafas
dipertahankan pada skala tambahan seperti ngorok
1 (devisi berat dari atau mengi.
kisaran normal) menjadi - Monitor pola nafas
skala 3 (deviasi sedang (misalnya, bradypnea,
dari kisaran normal) takipnea, hiperventilasi,
- Ph arteri dipertahankan pernafasan kusmaul,
pada skala 1 (deviasi berat pernafasan 1 : 1, apneustic,
dari kisaran normal) respirasi biot, dan pola
ditingkatkan menjadi ataxic)
skala 3 (deviasi sedang - Monitor saturasi oksigen
dari kisaran normal) pada pasien.
- Keseimbangan ventilasi - Catat perubahan pada
dipertahankan dari skala 1 saturasi oksigen, volume
(deviasi berat dari kisaran tidal akhir karbondioksida,
normal) ditingkatkan dan perubahan Analisa gas
menjadi skala 3 (deviasi darah dengan tepat.
sedang dari kisaran - Berikan bantuan resusitasi
normal). jika diperlukan.
- Sianosis dipertahankan
pada skala 1 (deviasi berat
dari kisaran normal)
ditingkatkan menjadi
skala 3 (deviasi sedang
dari kisaran normal)
- Dispnea saat istirahat
dipertahankan dari skala 1
(deviasi berat dari kisaran
normal) ditingkatkan
menjadi skala 3 (devisi
sedang dari kisaran
normal)
DAFTAR PUSTAKA

Betz Lynn, dkk. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri ed 5 .Jakarta EGC

Wong. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Alih bahasa : Agus Sutarna, Neti.
Juniarti, H.Y. Kuncoro. Editor edisi bahasa Indonesia : Egi Komara Yudha [et al.].
Edisi 6. Jakarta : EGC

Tampubolon, Gold SP. “Patofisiologi Penyakit Jantung Bawaan”,


https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/penyakit-jantung-
kongenital/patofisiologi, diakses pada 13 Oktober 2020 pukul 20.54.

Srisawitri, Liana. 2011. “Patent Ductus Arteriosus”,


https://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/tumbuh-kembang/patent-ductus-
arteriosus/, diakses pada 13 Oktober 2020 pukul 20.58

Aprilia, Fotrina. 2020. “Patent Ductus Arteriosus”,


https://www.halodoc.com/kesehatan/patent-ductus-arteriosus, diakses pada 13
Oktober 2020 pukul 21.02.

Anda mungkin juga menyukai